bab 2 tinjauan pustaka 2.1. leukosit 2.1.1....

13
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertian Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Rata-rata jumlah leukosit dalam darah manusia normal adalah 5000- 9000/mm 3 , bila jumlahnya lebih dari 10.000/mm 3 , keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000/mm 3 Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular. Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen, dan intinya berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Leukosit granular mengandung granula spesifik (yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair) dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang memperlihatkan banyak variasi dalam bentuknya. Terdapat 2 jenis leukosit agranular yaitu; limfosit yang terdiri dari sel-sel kecil dengan sitoplasma sedikit, dan monosit yang terdiri dari sel-sel yang agak besar dan mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat 3 jenis leukosit granular yaitu neutrofil, basofil, dan asidofil (eosinofil). (Effendi, Z., 2003) disebut leukopenia. (Effendi, Z., 2003) Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. (Effendi, Z., 2003) Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 5000-9000/mm 3 , waktu lahir 15000-25000/mm 3 , dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. (Effendi, Z., 2003) Universitas Sumatera Utara

Upload: lythu

Post on 05-Mar-2018

225 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertianrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25730/4/Chapter II.pdf · Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ... itu nyeri

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Leukosit

2.1.1. Pengertian

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah

putih. Rata-rata jumlah leukosit dalam darah manusia normal adalah 5000-

9000/mm3, bila jumlahnya lebih dari 10.000/mm3, keadaan ini disebut

leukositosis, bila kurang dari 5000/mm3

Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular.

Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen, dan intinya

berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Leukosit granular mengandung granula

spesifik (yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair)

dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang memperlihatkan banyak variasi

dalam bentuknya. Terdapat 2 jenis leukosit agranular yaitu; limfosit yang terdiri

dari sel-sel kecil dengan sitoplasma sedikit, dan monosit yang terdiri dari

sel-sel yang agak besar dan mengandung sitoplasma lebih banyak.

Terdapat 3 jenis leukosit granular yaitu neutrofil, basofil, dan asidofil (eosinofil).

(Effendi, Z., 2003)

disebut leukopenia. (Effendi, Z., 2003)

Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral

organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid

dan melalui proses diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan

menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung.

(Effendi, Z., 2003)

Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah

5000-9000/mm3, waktu lahir 15000-25000/mm3

, dan menjelang hari ke empat

turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. (Effendi, Z., 2003)

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertianrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25730/4/Chapter II.pdf · Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ... itu nyeri

2.2. Jenis Sel Darah Putih

2.2.1 Granula

a. Neutrofil

Neutrofil (Polimorf), sel ini berdiameter 12–15 µm memilliki inti yang

khas padat terdiri atas sitoplasma pucat di antara 2 hingga 5 lobus dengan rangka

tidak teratur dan mengandung banyak granula merah jambu (azuropilik) atau

merah lembayung. Granula terbagi menjadi granula primer yang muncul pada

stadium promielosit, dan sekunder yang muncul pada stadium mielosit dan

terbanyak pada neutrofil matang. Kedua granula berasal dari lisosom, yang primer

mengandung mieloperoksidase, fosfatase asam dan hidrolase asam lain, yang

sekunder mengandung fosfatase lindi dan lisosom. (Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E,

1996)

b. Eosinofil

Sel ini serupa dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar

dan berwarna lebih merah gelap (karena mengandung protein basa) dan jarang

terdapat lebih dari tiga lobus inti. Mielosit eosinofil dapat dikenali tetapi stadium

sebelumnya tidak dapat dibedakan dari prekursor neutrofil. Waktu perjalanan

dalam darah untuk eosinofil lebih lama daripada untuk neutropil. Eosinofil

memasuki eksudat peradangan dan nyata memainkan peranan istimewa pada

respon alergi, pada pertahanan melawan parasit dan dalam pengeluaran fibrin

yang terbentuk selama peradangan. (Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E, 1996)

c. Basofil

Basofil hanya terlihat kadang-kadang dalam darah tepi normal. Diameter

basofil lebih kecil dari neutrofil yaitu sekitar 9-10 µm. Jumlahnya 1% dari total

sel darah putih. Basofil memiliki banyak granula sitoplasma yang menutupi inti

dan mengandung heparin dan histamin. Dalam jaringan, basofil menjadi “mast

cells”. Basofil memiliki tempat-tempat perlekatan IgG dan degranulasinya

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertianrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25730/4/Chapter II.pdf · Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ... itu nyeri

dikaitan dengan pelepasan histamin. Fungsinya berperan dalam respon alergi.

(Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E, 1996)

2.2.2 Tidak Bergranula

a. Monosit

Rupa monosit bermacam-macam, dimana ia biasanya lebih besar daripada

leukosit darah tepi yaitu diameter 16-20 µm dan memiliki inti besar di tengah oval

atau berlekuk dengan kromatin mengelompok. Sitoplasma yang melimpah

berwarna biru pucat dan mengandung banyak vakuola halus sehingga memberi

rupa seperti kaca. Granula sitoplasma juga sering ada. Prekursor monosit dalam

sumsum tulang (monoblas dan promonosit) sukar dibedakan dari mieloblas dan

monosit. (Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E, 1996)

b. Limfosit

Sebagian besar limfosit yang terdapat dalam darah tepi merupakan sel

kecil yang berdiameter kecil dari 10µm. Intinya yang gelap berbentuk bundar atau

agak berlekuk dengan kelompok kromatin kasar dan tidak berbatas tegas.

Nukleoli normal terlihat. Sitoplasmanya berwarna biru-langit dan dalam

kebanyakan sel, terlihat seperti bingkai halus sekitar inti. Kira-kira 10% limfosit

yang beredar merupakan sel yang lebih besar dengan diameter 12-16µm dengan

sitoplasma yang banyak yang mengandung sedikit granula azuropilik. Bentuk

yang lebih besar ini dipercaya telah dirangsang oleh antigen, misalnya virus atau

protein asing. (Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E, 1996)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertianrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25730/4/Chapter II.pdf · Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ... itu nyeri

Gambar 2.1 Jenis sel darah putih (Dikutip dari White Blood Cell Function, Kempert P.H., University of California at Los Angeles, Mattel Children's Hospital and UCLA Medical Center Contributor Information and Disclosures.)

2.3 Reaksi Inflamasi

Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap masuknya benda asing, invasi

mikroorganisma atau kerusakan jaringan. Dalam usaha pertama untuk

menghancurkan benda asing dan mikroorganisma serta membersihkan jaringan

yang rusak, maka tubuh akan mengerahkan elemen-elemen sistem imun ke tempat

masuknya benda asing dan mikroorganisma atau jaringan yang rusak.

(Baratawidjaja K.G., 1998)

Fagositosis merupakan komponen penting pada inflamasi. Dalam proses

inflamasi ada 3 hal yang terjadi sebagai berikut:

i) Peningkatan peredaran darah ke tempat benda asing,

mikroorganisma atau jaringan yang rusak.

ii) Peninggian permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh

pengerutan sel endotel. Hal tersebut memungkinkan molekul yang

lebih besar seperti antibodi dan fagosit bergerak ke luar pembuluh

darah dan sampai di tempat benda asing, mikroorganisme atau

jaringan rusak.

iii) Peningkatan leukosit terjadi terutama apabila fagosit

polimorfonuklear dan makrofag dikerahkan dari sirkulasi dan

bergerak ke tempat benda asing, mikroorganisma atau jaringan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertianrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25730/4/Chapter II.pdf · Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ... itu nyeri

yang rusak. Hal tersebut dipermudah dengan pelepasan C3a dan

C5a pada aktivasi komplemen yang bersifat kemotaksis.

Dalam proses tersebut banyak leukosit dihancurkan. Kemudian makrofag

lain yang memasuki daerah tersebut akan mengakhiri inflamasi. (Baratawidjaja

K.G., 1998)

Ketiga kejadian di atas disebut inflamasi. C3a dan C5a merupakan

nafilatoksin yang dapat melepaskan histamin melalui degranulasi mastosit dan

basofil yang juga mempunyai sifat biologik. Selain C3a dan C5a pada aktivasi

komplemen dilepas bahan-bahan lain yang berperanan pada inflamasi.

(Baratawidjaja K.G., 1998)

Fagosit akhirnya memakan benda asing, mikroorganisma atau jaringan

yang rusak. Selama proses tersebut enzim lisosom dilepaskan oleh makrofag ke

luar sel, sehingga hal itu dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan sekitarnya.

Jelas bahawa sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik bekerja sama

dalam usaha untuk mengembalikan keseimbangan badan dan bahawa dalam usaha

tersebut, hal-hal yang tidak menyenangkan untuk tubuh seperti panas, bengkak,

sakit dan kerusakan jaringan dapat terjadi. Sel polimorfonuklear lebih sering

ditemukan pada inflamasi akut, sedangkan proliferasi monosit ditemukan pada

inflamasi kronik. (Baratawidjaja K.G., 1998)

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertianrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25730/4/Chapter II.pdf · Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ... itu nyeri

Gambar 2.2 Inflamasi Akut (Dikutip dari Color Atlas of Pathophysiology, Silbernagl. S.& Lang. F., 2000)

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertianrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25730/4/Chapter II.pdf · Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ... itu nyeri

2.4 Apendisitis Akut

2.4.1 Pengertian

Apendisitis akut umumnya akibat dari inflamasi akut pada kuadran bawah

kanan rongga abdomen. Infeksi terjadi di umbai cacing dan kebanyakan kasus

memerlukan apendektomi sebagai perawatan. Di Amerika lebih dari 250.000

apendektomi dilaksanankan setiap tahun dan merupakan satu keadaan gawat

darurat. Apendisitis akut direkodkan tinggi pada dekad kedua hidup pasien.

Walaubagaimanapun perforasi sering terjadi dikalangan bayi (infant) dan

dikalangan lanjut usia, dimana kadar mortaliti golongan ini tinggi. Insidensi lelaki

dan wanita yang menderita apendisitis akut sama kecuali lelaki lebih pridominan

pada waktu pubertas dan sekitar umur 25 tahun dengan rasio 3:2. Kadar mortaliti

di Amerika menurun sebanyak lapan kali ganda terutama pada tahun 1941 dan

1970-an. Sejak itu, jumlahnya kekal sebanyak < 1 kasus setiap 100.000 kasus.

Insidensi apendisitis ternyata lebih rendah dikalangan penduduk Negara sedang

berkembang dan yang rendah sosioekonominya. (Gearhart S.L. & Silen W., 2008)

2.4.2 Anatomi dan Histologi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi

berkisar antara 2-22 cm. Letak basis apendiks berada pada posteromedial sekum

pada pertemuan ketiga taenia koli, kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga

taenia tersebut terutama taenia anterior yang digunakan sebagai penanda untuk

mencari basis apendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaka kanan, bila

diproyeksikan ke dinding abdomen terletak di kuadran kanan bawah yang disebut

dengan titik Mc Burney. Apendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya

seperti cacing, dan apeksnya menempel pada sekum. (Sandy Craig, 2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertianrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25730/4/Chapter II.pdf · Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ... itu nyeri

Gambar 2.3 Apendiks (dikutip dari MedicineNet)

Gambar 2.4 Retrocecal appendix (Dikutip dari: Atlas of Human

Anatomy, Fourth Edition, Frank H.Netter)

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertianrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25730/4/Chapter II.pdf · Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ... itu nyeri

Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ileokolika berupa

appendiksularis yang merupakan satu-satunya feeding arteri untuk appendiks.

Arteri apendikuler adalah cabang terminal dari arteri ileokolika dan berjalan pada

ujung bebas mesoapendiks. Vena appendiks bermuara di vena ileokalika yang

melanjutkan diri ke vena mesenterika superior. Sedangkan sistim limfatiknya

mengalir ke limfonodi ileosekal. Syaraf apendiks berasal dari syaraf simpatis dan

parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesenterika superior. Serabut syaraf

aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks berjalan bersama

syaraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi segmen torakal X karena

itu nyeri visceral pada apendiks bermula disekitar umbilikus. (H.F.Netter,

S.Elsevier, 2006)

Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar

submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan

pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh

lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam

mesoapendiks. Lapisan epitel lumen apendiks sama seperti pada epitel kolon

tetapi kelenjar intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Apendiks mempunyai

lapisan muskulus dua lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang merupakan

kelanjutan dari lapisan muskulus sekum, sedangkan lapisan luar berbentuk

muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi dari 3 tenia koli diperbatasan

antara sekum dan apendiks. (J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper,

2007)

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertianrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25730/4/Chapter II.pdf · Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ... itu nyeri

2.5 Pathogenesis Apendisitis Akut

2.5.1 Peranan Lingkungan Diet dan Higiene

Penelitian epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah

serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan

menaikkan tekanan intrasekal yang mengakibatkan sumbatan fungsional apendiks

dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Semuanya ini memudahkan

timbulnya apendisitis. Diet memainkan peranan utama pada pembentukan sifat

feses, yang mana penting pada pembentukan fekalit. Kejadian apendisitis jarang

di negara yang sedang berkembang, dimana diet tinggi serat menghasilkan

konsistensi feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma kolon adalah

penyakit yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan menghasilkan

feses dengan konsistensi keras. (Gearhart.S.L & Silen.W, 2008)

2.5.2. Peranan Obstruksi

Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam apendisitis

akut. Fekalit merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen apendiks pada 20%

anak-anak dengan apendisitis, terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah

serat Frekuensi obstruksi meningkat sesuai dengan derajat proses inflamasi.

Fekalit ditemukan 40% pada kasus apendisitis sederhana (simpel), sedangkan

pada apendisitis akut dengan gangren tanpa ruptur terdapat 65% dan apendisitis

akut dengan gangren disertai ruptur terdapat 90%. (Gearhart.S.L & Silen.W,

2008)

Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks akan mengalami

edema dan hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di sistem

gastrointestinal atau sistem respiratorius, yang akan menyebabkan obstruksi

lumen apendiks. (Gearhart.S.L & Silen.W, 2008)

Megakolon kongenital terjadi obstruksi pada kolon bagian distal yang

diteruskan ke dalam lumen apendiks dan hal ini merupakan salah satu alasan

terjadinya apendisitis pada neonatus. (Gearhart.S.L & Silen.W, 2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertianrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25730/4/Chapter II.pdf · Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ... itu nyeri

Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi

mukosa apendiks karena parasit seperti Entamuba histolitica dan benda asing

mungkin tersangkut di apendiks untuk jangka waktu yang lama tanpa

menimbulkan gejala, namun cukup untuk menimbulkan risiko terjadinya

perforasi. (Gearhart.S.L & Silen.W, 2008)

Secara patogenesis faktor terpenting terjadinya apendisitis adalah adanya

obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi mukosa

yang terkumpul selama adanya obstruksi lumen apendiks menyebabkan distensi

lumen akut sehingga akan terjadi kenaikkan tekanan intraluminer dan sebagai

akibatnya terjadi obstruksi arterial serta iskemia. Akibat dari keadaan tersebut

akan terjadi ulserasi mukosa sampai kerusakan seluruh lapisan dinding apendiks ,

lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk kedalam

submukosa. Dengan adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan bereaksi

berupa peradangan supurativa yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari dinding

yang masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminer

akan semakin meningkat, sehingga desakan pada dinding apendiks akan

bertambah besar menyebabkan gangguan pada sistem vasa dinding apendiks.

Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa limfatika, kemudian vena dan

terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan iskemia dari apendiks,

infark seterusnya melanjut menjadi gangren. Keadaan ini akan terus berlanjut

dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga pus akan tercurah

kedalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada

peritoneum parietale. Hasil akhir dari proses peradangan tersebut sangat

tergantung dari kemampuan organ dan omentum untuk mengatasi infeksi tersebut,

jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi peritonitis umum. Pada anak-

anak omentum belum berkembang dengan sempurna, sehingga kurang efektif

untuk mengatasi infeksi, hal ini akan mengakibatkan apendiks cepat mengalami

komplikasi. (Gearhart S.L. & Silen W.,2008)

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertianrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25730/4/Chapter II.pdf · Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ... itu nyeri

2.5.3 Peranan Flora Bakterial

Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya

beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam

apendisitis sama dengan penyakit kolon lainnya. Penemuan kultur dari cairan

peritoneal biasanya negatif pada tahap apendisitis sederhana. Pada tahap

apendisitis supurativa, bakteri aerobik terutama Escherichia coli banyak

ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme termasuk Proteus,

Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri aerobik

yang paling banyak dijumpai adalah E.coli. Sebagian besar penderita apendisitis

gangrenosa atau apendisitis perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobik

terutama Bacteroides fragilis. (Gearhart S.L. & Silen W., 2008)

2.6 Manifestasi Klinis

Merupakan kasus akut abdomen yang dimulai dengan ketidak nyamanan

perut dibagian atas, diikuti dengan mual dan penurunan nafsu makan. Nyeri

menetap dan terus menerus, tapi tidak begitu berat dan diikuti dengan kejang

ringan di daerah epigastrium, kadang diikuti pula dengan muntah, kemudian

beberapa saat nyeri pindah ke abdomen kanan bawah.

Nyeri menjadi terlokalisir, yang menyebabkan ketidak enakan waktu

bergerak, jalan atau batuk. Penderita kadang juga mengalami konstipasi.

Sebaliknya karena ada gangguan fungsi usus bisa mengakibatkan diare, dan hal

ini sering dikacaukan dengan gastroenteritis akut. Penderita apendisitis akut

biasanya ditemu berbaring di tempat tidur serta memberikan penampilan

kesakitan(somatic pain).

Pemeriksaan pada abdomen kanan bawah, menghasilkan nyeri terutama

bila penderita disuruh batuk. Pada palpasi dengan satu jari di regio kanan bawah

ini, akan teraba defans musculer ringan . Tujuan palpasi adalah untuk menentukan

apakah penderita sudah mengalami iritasi peritoneum atau belum. Pada

pemeriksaan auskultasi, peristaltik usus masih dalam batas normal, atau kadang

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertianrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25730/4/Chapter II.pdf · Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ... itu nyeri

sedikit menurun. Suhu tubuh sedikit naik, kira-kira 7,8 o

C, pada kasus appendix

yang belum mengalami komplikasi. Nyeri di epigastrium kadang merupakan awal

dari appendicitis yang letaknya retrocaecal/ retroileal. Untuk appendix yang

terletak retrocaecal tersebut, kadang lokasi nyeri sulit ditentukan bahkan tidak ada

nyeri di abdomen kanan bawah. Karena letak appendix yang dekat dengan uretra

pada lokasi retrocaecal ini, sehingga menyebabkan frekuensi urinasi bertambah

dan bahkan hematuria. Sedangkan pada appendix yang letaknya pelvical, kadang

menimbulkan gejala seperti gastroenteritis akut.

2.7 Nilai Leukosit pada Apendisitis Akut

Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu diagnosis yang masih

merupakan bagian penting untuk menilai awal keluhan nyeri kwadran kanan

bawah dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada pasien dengan

apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit akan meningkat,

walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis

terutama pada wanita akan memberikan gambaran laborotorium yang terkadang

sulit dibedakan dengan apendisitis akut. (Brian K.S., 2009)

Pada pasien dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik

apendisitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya lekositosis

10.000-18.000/mm3. Menurut Raffensperger (1990), jika jumlah lekosit lebih dari

18.000/mm3

maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis. (Brian K.S.,

2009)

Universitas Sumatera Utara