studi fisikokimia pada madu monoflora yang beredar …repository.ub.ac.id/8290/1/galang febrarite...
TRANSCRIPT
STUDI FISIKOKIMIA PADA MADU MONOFLORA YANG BEREDAR DI KOTA MALANG
SKRIPSI
Oleh :
GALANG FEBRARITE ISBADARSYAH
NIM 105100101111034
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
STUDI FISIKOKIMIA PADA MADU MONOFLORA YANG BEREDAR DI KOTA MALANG
Oleh :
GALANG FEBRARITE ISBADARSYAH
NIM 105100101111034
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknologi Pertanian
HALAMAN JUDUL
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul TA : Studi Fisikokimia Pada Madu Monoflora Yang Beredar di
Kota Malang
Nama Mahasiswa : Galang Febrarite Isbadarsyah
NIM : 105100101111034
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Pembimbing,
Dr. Widya Dwi Rukmi P., STP, MP.
NIP. 19700504 199903 2 002
Tanggal Persetujuan : 24 Oktober 2017
iii
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul TA : Studi Fisikokimia Pada Madu Monoflora Yang Beredar di
Kota Malang
Nama Mahasiswa : Galang Febrarite Isbadarsyah
NIM : 105100101111034
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Pembimbing,
Dr. Widya Dwi Rukmi P., STP, MP.
NIP. 19700504 199903 2 002
Dosen Penguji I,
Dosen Penguji II,
Dr. Ir. Elok Zubaidah., MP.
Dr. Siti Narsito W., STP, MP.
NIP. 19590821 199303 2 001 NIP. 19731225 199903 2 001
Ketua Jurusan,
Prof. Dr. Teti Estiasih., STP, MP.
NIP. 19701226 200212 2 001
Tanggal Lulus TA : …………………………………….
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Galang Febrarite Isbadarsyah lahir di Surabaya
pada tanggal 12 Februari 1992. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan
suami istri Drs. Tedjo Bawono dan Ritajana Triningsih. Selain itu penulis mempunyai
adik bernama Almira Amadea Isbadarsyah dan Helga Islamey Isbadarsyah. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Tembok Dukuh 1 Surabaya pada
tahun 2004, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN 3
Surabaya dan lulus pada tahun 2007, lalu melanjutkan ke Sekolah Menegah Atas di
SMAN 2 Surabaya dan lulus pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan ke
Perguruan Tinggi pada tahun 2010 di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang dengan Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan. Pada masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi
mulai tingkat jurusan. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian, penulis menyelesaikan skripsinya dengan judul “Studi Fisikokimia Pada
madu Monoflora yang Beredar Di Kota Malang".
v
Semoga hasil perjuangan ini senantiasa tertuju kepada ridho Allah SWT
Karya kecil ini aku persembahkan untuk kedua orang tua, saudara dan keluarga yang selalu memberikan doa dan dukungan
dalam setiap langkah penyelesain skripsi ini...
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Galang Febrarite Isbadarsyah
NIM : 105100101111034
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul TA : Studi Fisikokimia Pada Madu Monoflora Yang Beredar di
Kota Malang
Menyatakan bahwa,
TA dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas. Apabila di
kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar saya bersedia dituntut sesuai
hukum yang berlaku.
Malang, 3 November 2017
Pembuat pernyataan,
Galang Febrarite Isbadarsyah NIM 105100101111034
vii
Galang Febrarite Isbadarsyah. 105100101111034. Studi Fisikokimia Pada
Madu Monoflora Yang Beredar Di Kota Malang
Pembimbing: Dr. Widya Dwi Rukmi Putri, STP, MP.
RINGKASAN
Madu adalah cairan manis yang berasal dari nektar tanaman yang diproses
oleh lebah menjadi madu dan tersimpan dalam sel-sel sarang lebah. Di dalam madu
murni terdapat beberapa kandungan gizi seperti karbohidrat,protein, asam amino,
vitamin dan mineral. Madu mengandung nutrisi yang lengkap yaitu karbohidrat,
protein, asam amino, vitamin dan mineral.
Di Indonesia terdapat beberapa jenis madu berdasarkan jenis flora yang
menjadi sumber nektarnya (Suranto, 2007). Madu monoflora merupakan madu yang
diperoleh dari satu tumbuhan utama. Madu ini biasanya dinamakan berdasarkan
sumber nektarnya, seperti madu jeruk, madu kopi, madu mangga, madu alpukat dan
madu randu. Dari beberapa jenis madu yang berbeda sumber nektarnya ini
dimungkinkan akan memiliki karakteristik fisikokimia yang berbeda pula. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterstik fisikokimia madu yang beredar di
Kota Malang.
Rancangan percobaan untuk penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK), dengan perlakuan 5 jenis madu yang beredar di pasaran Malang,
yaitu Madu randu (M1), Madu jeruk (M2), Madu mangga (M3), Madu alpukat (M4),
dan Madu kopi (M5). Setiap perlakuan dilakukan 2 kali ulangan, sehingga jumlah
perlakuan percobaan keseluruhan adalah 10 perlakuan. Metode pengambilan
sampel yang digunakan adalah purposive random sampling design yang dilakukan
melalui survey.
Madu kadar air tertinggi yaitu madu randu 20,18% memiliki nilai viskositas
terkecil 1930cps dan sebaliknya madu kadar air terkecil yaitu madu jeruk 18,115%
memiliki nilai viskositas terkecil 3255cps. Madu mangga nilai total gula tertinggi
70,6% dengan pH 4,59 menghasilkan nilai gula reduksi tertinggi 66,39% dan madu
jeruk dengan nilai total gula terendah sebesar 67,4% dengan nilai pH 3,4
menghasilkan nilai gula reduksi terendah yaitu 57,67%.
Kata kunci: Madu monoflora, karakteristik fisikokimia, RAK, purposive random
sampling design
viii
Galang Febrarite Isbadarsyah. 105100101111034. Studi Fisikokimia Pada
Madu Monoflora Yang Beredar Di Kota Malang
Pembimbing: Dr. Widya Dwi Rukmi Putri, STP, MP.
SUMMARY
Honey is a sweet liquid derived from plant nectar that is processed by bees
into honey and stored in honeycomb cells. In pure honey there are several nutrients
such as carbohydrates, proteins, amino acids, vitamins and minerals. Honey
contains complete nutrients that are carbohydrates, proteins, amino acids, vitamins
and minerals.
In Indonesia there are several types of honey based on the type of flora
that became the source of nectar (Suranto, 2007). Monoflora honey is a honey
obtained from one main plant. This honey is usually named based on the source of
nectar, such as orange honey, coffee honey, mango honey, avocado honey and
honey randu. From several different types of honey the source of this nectar is likely
to have different physicochemical characteristics. The purpose of this study is to
determine the characteristics of physicochemical honey circulating in Malang.
The experimental design for this study using Randomized Block Design
(RAK), with 5 honey treatments circulating in Malang market, namely Honey Rice
(M1), Orange Honey (M2), Mango Honey (M3), Madu Avocado (M4), and Coffee
Honey (M5). Each treatment was done 2 replications, so the total treatment amount
was 10 treatments. The sampling method used is purposive random sampling design
conducted through survey.
Honey highest water content of honey 20.18% honey has the smallest
viscosity value 1930cps and vice versa honey smallest water content of orange
honey 18.115% has the smallest viscosity 3255cps. The highest total sugar mango
value of 70.6% with pH 4.59 yields the highest red sugar value of 66.39% and
orange honey with the lowest total sugar value of 67.4% with pH value of 3.4 yields
the lowest reduction value of 57 , 67%.
Keywords: Monoflora honey, physicochemical characteristics, RAK, purposive
random sampling design
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahiwabarakatuh
Alhamdulillah, puji syukur Allah Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Studi
Fisikokimia Pada Madu Monoflora yang Beredar Di Kota Malang” dengan baik
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
Malang.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis mendapatkan bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Widya Dwi Rukmi P., STP, MP. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan sabar.
2. Ibu Prof. Dr. Teti Estiasih, STP, MP., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, Universitas Brawijaya Malang.
3. Yang tercinta Papa Drs. Tedjo Bawono, Mama Ritajana Triningsih, Nenek serta
kedua adik ku Almira Amadea Isbadarsyah dan Helga Islamey Isbadarsyah
yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan dan pengorbanan tiada
henti kepada penulis.
4. Dicky Mahesa, Saiin, Ellen, Pandi, Lutfi, Herwin, Arasy, Cindy, Sany, Stefani
dan Lady yang selalu menemani dan memberikan dukungan selama
menjalankan penelitian ini.
5. Teman-teman mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas
Brawijaya Malang angkatan 2010
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan dukungan, membantu selama perkuliahan dan dalam penulisan
laporan.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini kurang sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki dan
menyempurnakan kekurangan pada laporan ini. Akhir kata, penulis berharap
semoga laporan ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca
x
khususnya Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Brawijaya, Malang dan dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk
perkembangan pendidikan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Malang, 24 Agustus 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ............................................................ vi
RINGKASAN ........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiv
I PENDAHULUAN ..................................................... Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ............................................ Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah ....................................... Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan Penelitian ......................................... Error! Bookmark not defined.
1.4 Manfaat Penelitian ....................................... Error! Bookmark not defined.
1.5 Hipotesa ...................................................... Error! Bookmark not defined.
II TINJAUAN PUSTAKA ........................................... Error! Bookmark not defined.
2.1 Madu ........................................................... Error! Bookmark not defined.
a. Jenis lebah .................................................. Error! Bookmark not defined.
b. Perlakuan .................................................... Error! Bookmark not defined.
c. Kadar air ...................................................... Error! Bookmark not defined.
d. Tegangan permukaan (surface tension) ...... Error! Bookmark not defined.
e. Suhu ............................................................ Error! Bookmark not defined.
f. Warna .......................................................... Error! Bookmark not defined.
g. Aroma .......................................................... Error! Bookmark not defined.
xii
h. Rasa ............................................................ Error! Bookmark not defined.
i. Sifat mengkristal (kristalisasi) ...................... Error! Bookmark not defined.
2.2 Proses Pembuatan Madu ............................ Error! Bookmark not defined.
2.3 Standar Nasional Indonesia Madu ............... Error! Bookmark not defined.
2.4 Panen dan Ekstraksi Madu .......................... Error! Bookmark not defined.
2.5 Sifat Sifat Madu ........................................... Error! Bookmark not defined.
III METODOLOGI PENELITIAN ................................ Error! Bookmark not defined.
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...................... Error! Bookmark not defined.
3.2 Alat dan Bahan ............................................ Error! Bookmark not defined.
3.3 Metode Penelitian ........................................ Error! Bookmark not defined.
3.4 Pelaksanaan Penelitian ............................... Error! Bookmark not defined.
3.5 Pengamatan dan Analisa Data .................... Error! Bookmark not defined.
3.6 Diagram Alir Penelitian ................................ Error! Bookmark not defined.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................ Error! Bookmark not defined.
4.1 Madu yang Beredar di Pasaran Malang ....... Error! Bookmark not defined.
4.2 Kadar Air ..................................................... Error! Bookmark not defined.
4.3 pH (Derajat Keasaman) ............................... Error! Bookmark not defined.
4.4 Total Gula .................................................... Error! Bookmark not defined.
4.5 Gula Reduksi ............................................... Error! Bookmark not defined.
4.6 VISKOSITAS ............................................... Error! Bookmark not defined.
V KESIMPULAN DAN SARAN ................................. Error! Bookmark not defined.
5.1 Kesimpulan .................................................. Error! Bookmark not defined.
5.2 Saran ........................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .................................................. Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN ................................................................ Error! Bookmark not defined.
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .......................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.1 Hasil Analisa Kadar Air Berbagai Jenis Madu ....... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4.2 Hasil Analisa pH Berbagai Jenis Madu .. Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.3 Hasil Analisa Total Gula Berbagai Jenis Madu ..... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4.4 Hasil Analisa Gula Reduksi Berbagai Jenis Madu Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4.5 Hasil Analisa Viskositas Berbagai Jenis Madu ...... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4.6 Korelasi Antara Viskositas dan Total Gula Madu .. Error! Bookmark not
defined.
Gambar 4.7 Korelasi Antara Viskositas dan Kadar Air Madu .... Error! Bookmark not
defined.
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 SNI Madu .................................................. Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.1 Uji beda nilai pH madu ............................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.2 Uji beda viskositas madu ........................... Error! Bookmark not defined.
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Madu adalah cairan manis yang berasal dari nektar tanaman yang diproses
oleh lebah menjadi madu dan tersimpan dalam sel-sel sarang lebah. Sejak ribuan
tahun yang lalu sampai sekarang ini, madu telah dikenal sebagai salah satu bahan
makanan atau minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan.
Madu memiliki manfaat dalam berbagai aspek, antara lain dari segi pangan,
kesehatan dan kecantikan. Madu sering digunakan sebagai bahan pemanis,
penyedap makanan dan campuran saat mengkonsumsi minuman. Selain itu, madu
sering pula digunakan untuk obat-obatan. Madu merupakan salah satu obat
tradisional tertua yang dianggap penting untuk pengobatan penyakit pernafasan,
infeksi saluran pencernaan dan bermacam-macam penyakit lainnya. Madu juga
dapat digunakan secara rutin untuk membalut luka, luka bakar dan borok di kulit
untuk mengurangi sakit dan bau dengan cepat (Mulu et.al, 2004), serta dapat
digunakan untuk menghilangkan rasa lelah dan letih.
Di dalam madu murni terdapat beberapa kandungan gizi seperti
karbohidrat,protein, asam amino, vitamin dan mineral. Vitamin yang terkandung
dalam madu antara lain Vit B1, B2, B3, B6, C, A, E, flavonoid, sedangkan untuk
kandungan mineralnya ada Na, Ca, K, Mg, Cl, Fe, Zn dan lain-lain. Kandungan
nutrisi dalam madu yang berfungsi sebagai antioksidan adalah vitamin C, B3, asam
organik, enzim, asam fenolik, flavonoid, vitamin A serta vitamin E, dengan demikian
pada madu terdapat banyak nutrisi yang berfungsi sebagai antioksidan, komposisi
inilah yang mendukung aktivitas antioksidannya (Bogdanov et al 2008).
Produksi dan tipe madu yang dihasilkan oleh lebah madu tergantung pada
bunga vegetatif alami yang berbunga pada musim yang berbeda. Jadi, bunga dari
nektar yang dikumpulkan lebah untuk menghasilkan madu juga akan memberikan
pengaruh yang berbeda pada karakteristik fisikokimia madu. Hal ini telah dibuktikan
oleh Taormina et al. (2001) yang menggunakan enam jenis madu yang berbeda
antara lain Chinaso buckwheat, Montana buckwheat, Blueberry, Avocado, Safflower
dan Clover. Di Indonesia terdapat beberapa jenis madu berdasarkan jenis flora yang
menjadi sumber nektarnya (Suranto, 2007). Madu monoflora merupakan madu yang
diperoleh dari satu tumbuhan utama. Madu ini biasanya dinamakan berdasarkan
sumber nektarnya, seperti madu jeruk, madu kopi, madu mangga, madu alpukat dan
madu randu. Madu monoflora mempunyai wangi, warna dan rasa yang spesifik
sesuai dengan sumbernya. Dari beberapa jenis madu yang berbeda sumber
nektarnya ini dimungkinkan akan memiliki karakteristik fisikokimia yang berbeda
pula. Sumber nektar yang berbeda akan mempengaruhi sifat madu yang dihasilkan
oleh lebah, diantaranya dari segi warna, rasa, dan komponen madu.
Selain itu, kajian mengenai madu lokal ini menjadi penting karena komposisi
dan fungsi madu dipengaruhi oleh perbedaan jenis tanaman, iklim, dan kondisi
lingkungan (Kucuk et al. 2007). Akibatnya karakteristik fisikokimia nya akan
bervariasi bergantung pada sumber bunga. Diharapkan penelitian ini dapat
memberikan informasi tentang karakteristik fisikokimia madu di pasaran lokal.
Secara tidak langsung, informasi ini akan mendorong terus pemanfaatan madu
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah perbedaan jenis bunga mempengaruhi karakteristik fisikokimia pada
jenis madu yang beredar di Kota Malang ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterstik fisikokimia madu
yang beredar di Kota Malang.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan,
khususnya tentang mengetahui karakteristik fisikokimia madu dari berbagai macam
bunga.
1.5 Hipotesa
Diduga madu dari berbagai macam jenis bunga yang beredar di Kota Malang
mempengaruhi karakteristik fisikokimia pada madu.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Madu
Madu adalah cairan manis yang berasal nektar tanaman yang diproses oleh
lebah menjadi madu dan tersimpan dalam sel-sel sarang lebah. Madu merupakan
hasil sekresi lebah, karena madu ditempatkan dalam bagian khusus di perut lebah
yang disebut perut madu yang terpisah dari perut besar. Nektar yang dihisap madu
mengandung 60% air sehingga lebah harus menurunkan menjadi 20% atau lebih
rendah lagi untuk membuat madu. Penurunan kadar air ini melalui proses fisika dan
kimia. Proses fisika penurunan kadar air mulai terjadi saat lebah menjulurkan
lidahnya (proboscis) untuk memindahkan madu dari perut madu ke sarang lebah, di
sarang kadar air terus diturunkan melalui putaran sayap-sayap lebah yang
menyirkulasikan hawa hangat ke dalam sarang lebah. Sedangkan proses kimianya
terjadi di dalam perut lebah dimana enzim invertase mengubah sukrosa (disakarida)
menjadi glukosa dan fruktosa yang keduanya merupakan monosakarida (Bruce,R,
2006).
Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Madu bermanfaat
sebagai makanan kesehatan yang dapat meningkatkan stamina tubuh sebagai
energi seketika. Selain itu madu juga dapat digunakan sebagai pengganti gula atau
suplementasi nutrisi (Sarwono, 2008). Produk lebah ini dapat menyembuhkan
berbagai macam penyakit seperti jantung, paru-paru, lambung, sistem pencernaan,
influenza, katarak, luka infeksi, dan masih banyak lagi khasiat dari madu. Winarno,
Kepala Pusat Pengembangan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor dalam
Intanwidya (2008), menyatakan bahwa gula dan mineral dalam madu berfungsi
sebagai tonikum bagi jantung. Antioksidan madu diyakini mampu mencegah
terjadinya kanker, penyakit jantung, dan penyakit lainnya. Selain itu madu juga dapat
membunuh dan mencegah kuman untuk berkembang sehingga madu dipercaya
dapat menyembuhkan berbagai macam luka seperti luka bakar, luka infeksi, luka
setelah operasi dan lain-lain. Madu juga banyak sekali digunakan dalam dunia
kosmetika, baik dalam bentuk sabun, masker, dan krim pelembut. Madu dapat
menjaga kelembaban kulit dan memberinya nutrisi yang dibutuhkan.
Komposisi kimia madu bervariasi tergantung pada sumber tanaman, musim
dan metode produksi. Kondisi penyimpanan juga bisa mempengaruhi komposisi
akhir, dengan peningkatan proporsi disakarida selama waktu penyimpanan
berlangsung. Fruktosa (sekitar 38% w/w) dan glukosa (sekitar 31%) adalah dua gula
utama yang terdapat pada madu secara umum, dengan jumlah sukrosa yang kurang
(sekitar 1%), serta disakarida dan oligosakarida yang lain. Potassium merupakan
mineral utama pada madu. Selain itu mineral yang juga terkandung dalam madu
adalah Ca, P, Fe, Mg, dan Mn. Madu mengandung beberapa vitamin antara lain
vitamin E dan vitamin C serta vitamin B1, B2 dan B6. Madu memiliki keasaman yang
rendah dengan pH sekitar 3,9. Kandungan air madu sekitar 17%, dengan aktivitas
air antara 0,56-0,62. Asam glukonat dan jumlah protein yang kecil serta asam amino
juga terdapat pada madu (White, 1975).
Madu mengandung beberapa senyawa organik, yang telah terindentifikasi
antara lain seperti polyphenol, flavonoid, dan glikosida (Kamaruddin, 1997 dalam
Anonim, 2009). Selain itu, di dalam madu juga terdapat berbagai jenis enzim, antara
lain enzim glukosa oksidase dan enzim invertase yang dapat membantu proses
pengolahan sukrosa untuk diubah menjadi glukosa dan fruktosa yang keduanya
mudah diserap dan dicerna. Begitu pula enzim amilase dan enzim lipase dan minyak
volatil, seperti hidroksi metil furfural. Madu juga mengandung dekstrosa (gula yang
ditemukan dalam tumbuhan), lilin, gen pembiakan, dan asam formik (Hamad, 2007).
Madu memiliki sifat higroskopis yang tinggi, yaitu sangat mudah menyerap
air dari lingkungan sekitar apabila terjadi kontak langsung dengan udara sehingga
memicu peningkatan kadar air madu. Kadar air yang semakin tinggi dapat
mempercepat pertumbuhan khamir dalam madu. Secara alami madu mengandung
khamir yang bersifat osmofilik yang dapat tumbuh pada medium dengan aktivitas air
rendah, yaitu 0,62-0,65 (Fardiaz, 1992). Semakin banyak madu menyerap air maka
kualitas mutunya semakin rendah sehingga dapat dikategorikan sebagai madu afkir.
Di Indonesia jenis lebah yang paling banyak digunakan sebagai penghasil madu
adalah lebah lokal (Apis cerana), lebah hutan (Apis dorsata) dan lebah Eropa (Apis
melifera). Ada banyak jenis madu menurut karakteristiknya. Karakteristik madu
dapat dibedakan berdasarkan sumber nektar, letak geografi, dan teknologi
pemprosesannya. Jenis madu berdasarkan sumber nektarnya dapat dibagi menjadi
dua, yaitu monoflora dan poliflora. Madu monoflora merupakan madu yang diperoleh
dari satu tumbuhan utama. Madu ini biasanya dinamakan berdasarkan sumber
nektarnya, seperti madu kelengkeng, madu rambutan dan madu randu. Madu
monoflora mempunyai wangi, warna dan rasa yang spesifik sesuai dengan
sumbernya. Madu monoflora juga disebut madu ternak, karena madu jenis ini pada
umumnya diternakkan. Sedangkan madu poliflora merupakan madu yang berasal
dari nektar beberapa jenis tumbuhan bunga. Lebah cenderung mengambil nektar
dari satu jenis tanaman dan baru mengambil dari tanaman lain bila belum
mencukupi. Contoh dari madu jenis ini adalah madu hutan. Madu hutan adalah
madu yang diproduksi oleh lebah liar. Madu ini berasal dari lebah liar yang bernama
Apis dorsata. Sumber pakan dari lebah ini adalah tumbuh-tumbuhan obat yang
banyak tumbuh di dalam hutan hujan tropis di Indonesia. Madu hutan juga sangat
baik untuk kesehatan karena mengandung antibiotik alami yang diproduksi oleh
lebah-lebah liar.
Madu juga bisa dicirikan sesuai dengan letak geografis dimana madu
tersebut diproduksi, seperti madu Timur Jauh, madu Yaman, dan madu Cina. Selain
itu, jenis madu berdasarkan teknologi perolehannya dibedakan menjadi madu peras
(diperas langsung dari sarangnya) dan madu ekstraksi (diperoleh dari proses
sentrifugasi) (Suranto, 2007).
Terdapat beberapa perbedaan antara madu ternak dan madu hutan. Menurut
Anonim (2007) perbedaan itu diantaranya adalah :
a. Jenis lebah
Lebah madu hutan dari jenis Apis dorsata sedangkan madu ternak dari jenis
Apis cerana atau Apis melifera. Sehingga jenis sarang yang dihasilkan juga berbeda.
Sarang tersebut menempati jenis tanaman yang berbeda, sehingga nektar yang
akan dihisap oleh lebah juga akan berbeda. Jenis nektar yang berbeda tersebut
pada akhirnya akan memberikan perbedaan rasa dan warna madu yang mereka
hasilkan.
b. Perlakuan
Madu hutan didapat dari jenis lebah liar yang sampai saat ini belum bisa
ditangkarkan, sedangkan madu ternak berasal dari madu yang telah ditangkarkan.
c. Kadar air
Karena lebah hutan membuat sarang di tempat terbuka (batang pohon, batu
karang), sehingga sarang lebah hutan lebih terpengaruh oleh perubahan musim
dibanding sarang lebah ternak yang berada di dalam kotak. Kadar air madu hutan
sekitar 24% sedangkan kadar air madu ternak sekitar 21%.
Madu mempunyai banyak keunggulan karena karakteristiknya. Karakteristik
fisik madu menurut Suranto (2007) adalah sebagai berikut.
1) Kekentalan (viskositas)
Madu yang baru diekstrak berbentuk cairan kental. Kekentalannya
tergantung dari komposisi madu, terutama kandungan airnya. Bila suhu madu
meningkat, kekentalan madu akan menurun.
2) Kepadatan (densitas)
Madu memiliki ciri khas yaitu kepadatannya akan mengikuti gaya gravitasi
sesuai berat jenis. Bagian madu yang kaya akan air (densitasnya rendah) akan
berada di atas bagian madu yang lebih padat dan kental. Oleh karena itulah, madu
yang disimpan terlihat memiliki lapisan.
3) Sifat menarik air (higroskopis)
Madu bersifat menyerap air sehingga akan bertambah encer dan akan
menyerap kelembaban udara sekitarnya.
d. Tegangan permukaan (surface tension)
Madu memiliki tegangan permukaan yang rendah sehingga sering digunakan
sebagai campuran kosmetik. Tegangan permukaan madu bervariasi tergantung
sumber nektarnya dan berhubungan dengan kandungan zat koloid. Sifat tegangan
permukaan yang rendah dan kekentalan yang tinggi membuat madu memiliki ciri
khas membentuk busa.
e. Suhu
Madu memiliki sifat lambat menyerap suhu lingkungan yang tergantung dari
komposisi dan derajat pengkristalannya. Dengan sifat yang mampu menghantarkan
panas dan kekentalan yang tinggi menyebabkan madu mudah mengalami
overheating (kelebihan panas) sehingga pengadukan dan pemanasan madu harus
dilakukan secara hati-hati.
f. Warna
Warna madu bervariasi dari transparan hingga tidak berwarna seperti air dan
dari warna terang hingga hitam. Warna dasar madu adalah kuning kecoklatan
seperti gula karamel. Warna madu dipengaruhi oleh sumber nektar, usia madu, dan
penyimpanan. Madu yang berasal dari pengumpulan nektar dengan proses yang
cepat akan berwarna lebih terang daripada yang prosesnya lambat. Warna madu
juga ditentukan oleh subspesies lebah dan kualitas sarang. Adapun bening tidaknya
madu ditentukan oleh partikel yang tercampur, misalnya ada tidaknya pollen. Pada
madu yang mengkristal, akan terjadi perubahan warna madu menjadi lebih terang
akibat putihnya kristal glukosa yang dikandungnya. Dalam dunia industri, warna
madu menentukan harga dan kegunaannya. Misalnya madu yang berwarna gelap
lebih sering digunakan untuk industri, sedangkan madu berwarna terang banyak
dipilih sebagai makanan atau minuman.
g. Aroma
Aroma madu yang khas disebabkan oleh kandungan zat organiknya yang
mudah menguap (volatil). Komposisi zat aromatik dalam madu bisa bervariasi
sehingga wangi madu pun menjadi unik dan spesifik. Aroma madu bersumber dari
zat yang dihasilkan sel kelenjar bunga yang tercampur dalam nektar dan juga proses
fermentasi dari gula, asam amino, dan vitamin selama pematangan madu. Zat
aromatik madu berupa minyak esensial, campuran karbonil (formaldehid,
asetaldehid, propionaldehid, aseton, metil etil keton, dan sebagainya), ikatan alkohol
(propanol, etanol, butanol, isobutanol, pentanol, benzyl alkohol, dan sebagainya),
serta ikatan ester (asam benzoat atau propionat). Aroma madu cenderung tidak
menetap karena zat ini akan menguap seiring waktu terutama bila madu tidak
disimpan dengan baik.
h. Rasa
Rasa madu yang khas disebabkan oleh kandungan asam organik dan
karbohidratnya, serta jenis nektarnya. Sebagian besar madu mempunyai rasa manis
dan agak asam. Tingkat kemanisan madu ditentukan oleh rasio karbohidrat yang
terkandung dalam nektar tanaman yang menjadi sumber madu. Rasa madu bisa
berubah bila disimpan pada kondisi yang tidak cocok dan suhu yang tinggi yaitu
menjadi kurang enak dan masam.
i. Sifat Mengkristal (Kristalisasi)
Madu cenderung mengkristal pada proses penyimpanan di suhu kamar.
Banyak orang berpikir bila madu mengkristal berarti kualitas madu buruk atau sudah
ditambahkan gula. Madu yang mengkristal merupakan akibat dari pembentukan
kristal glukosa monohidrat yang tergantung dari komposisi dan kondisi penyimpanan
madu. Makin rendah kandungan airnya dan makin tinggi kadar glukosanya, makin
cepet terjadi pengkristalan. Selama mengkristal, kandungan air dalam madu tidak
terikat dan mengakibatkan terjadinya fermentasi madu.
Jenis bunga yang disukai lebah madu menurut Damar (2013) dan
Widariyanto (2013), jenis bunga yang disukai lebah madu (A. cerana) adalah
sebagai berikut.
1) Albasia (Albizia falcataria)
Tanaman albasia berbunga majemuk berbentuk bongkol yang bertangkai
dan terkumpul menjadi malai. Memiliki bunga yang terdapat nektar dan polen.
2) Akasia (Acacia mangium)
Tanaman akasia berbunga majemuk yang tumbuh di ketiak daun. Memiliki
bunga yang terdapat polen.
3) Durian (Durio zibethinus)
Bunga tumbuh di batang atau cabang yang sudah besar, bertangkai, kelopak
berbentuk lonceng (campanulatus) dan berwarna putih hingga cokelat keemasan.
Memiliki bunga yang terdapat nektar dan polen.
4) Kangkung (Ipomoea aquatica)
Bunga kangkung berbentuk terompet dan daun mahkota bunga berwarna
putih atau merah lembayung. Memiliki bunga yang terdapat nektar dan polen.
5) Kopi (Coffea arabica)
Bunga kopi tumbuh pada ketiak-ketiak cabang primer dan tersusun
berkelompok terdiri dari 4 - 6 kuntum bunga bertangkai pendek. Memiliki bunga yang
terdapat nektar dan polen.
6) Kelengkeng (Dimocarpus longan)
Tanaman kelengkeng berbunga majemuk bentuk payung menggarpu dengan
warna bunga cokelat kekuningan. Memiliki bunga yang terdapat nektar dan polen.
7) Mangga (Mangifera indica)
Bunga termasuk perbungaan majemuk tak berbatas (inflorescentia
raacemosa), bunga lengkap, berkelamin dua (hermaphroditus), bunga berkarang
dalam malai (panicula), berbentuk piramid, berwarna kuning muda kemerahan.
Memiliki bunga yang terdapat nektar dan polen.
8) Bunga matahari (Helianthus annuus)
Bunga matahari berbunga majemuk, tersusun dari ratusan hingga ribuan
bunga kecil pada satu bongkol. Memiliki bunga yang terdapat nektar dan polen.
9) Bunga puspa (Schima wallichii)
Bunga puspa berbunga tunggal yang tumbuh di ketiak ujung ranting dengan
dua daun pelindung. Memiliki bunga yang terdapat nektar dan polen.
10) Rambutan (Nephelium lappaceum)
Tanaman rambutan berbunga majemuk, tersusun dalam karangan, dengan
ukuran satuan bunga berdiameter 5 mm. Memiliki bunga yang terdapat nektar dan
polen.
11) Randu (Ceiba pentandra)
Bunga terkumpul di ketiak daun yang sudah rontok (dekat ujung ranting).
Kelopak berbentuk lonceng, berlekuk pendek dengan tinggi 1 - 2 cm. Memiliki bunga
yang terdapat nektar dan polen, sangat bagus untuk perkembangan lebah.
12) Kaliandra (Calliandra calothyrsus)
Bunga kaliandra mengelompok di sepanjang batang membentuk tandan,
dengan masa pembungaan yang panjang dan mekar secara bertahap mulai dari
bawah sampai ke pucuk bunga. Memiliki bunga yang terdapat nektar dan polen.
Warna nektar kaliandra adalah kuning kehijau-hijauan.
13) Takokak (Solanum torvum)
Bunga takokak berbentuk bintang berwarna putih, Kepala sari besar dan
tegak, menutupi putiknya. Memiliki bunga terdapat nektar dan polen.
14) Tembakau (Nicotiana tabacum)
Tanaman tembakau berbunga majemuk yang tersusun dalam beberapa
tandan. Bunga berbentuk terompet dan panjang. Memiliki bunga yang terdapat
nektar dan polen.
2.2 Proses Pembuatan Madu
Madu adalah zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku
nektar bunga. Cairan manis tersebut kemudian disimpan dalam kantung madu
dalam tubuh lebah dan kemudian mencampurnya dengan bahan-bahan kimia
tertentu didalamnya. Nektar yang berhasil dibawa pulang diberikan kepada lebah
pekerja lainnya untuk dicampur dengan air liur dan dihilangkan airnya (Sarwono,
2001)
Madu secara umum didefenisikan sebagi zat cair yang kental, manis, yang
dibuat oleh lebah dengan jalan proses peragian dari nektar bunga atau cairan manis
yang dihasilkan bagian-bagian lain selain bunga. Nektar adalah zat yang sangat
kompleks yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar nektarifer dalam bentuk larutan gula
dengan konsentrasi yang bervariasi berkisar antara 5-70%, konsentrasi ini
dipengaruhi oleh kelembaban udara, tanah, jenis tanaman dan lain-lain. Dalam
proses pengolahan nektar menjadi madu, pada hakekatnya terdiri dari dua proses
yaitu :
1. Proses Kimia, dimana dalam proses ini terjadi reaksi yang disebut invertase
dimana cairan manis nektar dirobah menjadi gula yang lebih sederhana strukturnya.
Invertase ini berlangsung secara katalitik dengan bantuan enzim yang terdapat
dalam nektar dan didalam air ludah lebah sendiri.
2. Proses Fisika, dimana dalam proses ini terjadi pengurangan kadar air dalam
nektar yang telah mengalami invertase, untuk proses ini mengalami dua tahapan
yaitu :
a. Tahap pertama adalah membiarkan nektar yang telah mengalami invertase kena
udara sehingga sebagian airnya menguap. Pada saat ini, enzim ditambahlan pula
kepada nektar sehingga disamping proses penguapan, berlangsung pula proses
invertase. Tahap pertama ini dikenal pula sebagai manipulasi nektar terhadap lebah.
b. Tahap kedua adalah penguapan sisa kelebihan air dengan pengipasan sayap
oleh semua lebah didalam stup. Tahap kedua ini dilakukan setelah nektar disimpan
dalam sel-sel madu. Proses ini dihentikan setelah kadar air tinggal lebih kurang
20%. Kemudian lebah menutup sel-sel yang sudah penuh madu dengan selapis
malam.
2.3 Standar Nasional Indonesia Madu
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh
Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. Badan Standardisasi
Nasional merupakan Lembaga pemerintah non-kementrian Indonesia dengan tugas
pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Negara Indonesia.
Badan ini menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional (DSN). Dalam
melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman pada Peraturan
Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Badan ini
menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang digunakan sebagai standar
teknis di Indonesia (Anonymous, 2016a).
Dengan adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun
2000 tentang Standarisasi Nasional, Sasaran utama dalam pelaksanaan
standardisasi adalah meningkatnya ketersediaan Standar Nasional Indonesia (SNI)
yang mampu memenuhi kebutuhan industri dan pekerja instalasi guna mendorong
daya saing produk dan jasa dalam negeri. Secara umum SNI mempunyai manfaat
sebagai berikut.
1. Dari sisi produsen
Terdapat kejelasan target kualitas produk yang harus dihasilkan sehingga
terjadi persaingan yang lebih adil;
2. Dari sisi konsumen
Dapat mengetahui kualitas produk yang ditawarkan sehingga dapat
melakukan evaluasi baik terhadap kualitas maupun harga;
3. Dari sisi pemerintah
Dapat melindungi produk dalam negeri dari produk-produk luar yang murah
tapi tidak terjamin kualitas maupun keamanannya dan meningkatkan
keunggulan kompetitif produk dalam negeri di pasaran internasional.
Standar Nasional Indonesia juga mencerminkan suatu mutu atau kualitas
dari sebuah produk. Produk yang memiliki standar mutu, dimata konsumen akan
lebih dipercaya dibandingkan dengan produk yang belum memenuhi standar mutu.
Perlindungan konsumen terhadap suatu produk biasanya dengan surat ijin edar
setelah melakukan registrasi di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
(Sudaryatmo, 2009). Standar mutu dari madu secara umum terdapat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 SNI Madu
Sumber: SNI Madu 3545: 2014
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
A Uji Organoleptik
1 Bau Khas Madu
2 Rasa Khas Madu
B Uji Laboratoris
1 Aktivitas Enzim Diastase DN Min 3
2 Hidroksimetilfurfural (HMF) Mg/kg Maks 50
3 Kadar Air % b/b Maks 22
4 Gula Pereduksi % b/b Min 65
5 Sukrosa % b/b Maks 5
6 Keasaman Ml NaOH/kg Maks 50
7 Padatan Tak Larut Dalam Air % b/b Maks 0,5
8 Abu % b/b Maks 0,5
9 Cemaran Logam
9.1 Timbal Mg/kg Maks 2,0
9.2 Cadmium Mg/kg Maks 0,2
9.3 Merkuri Mg/kg Maks 0,003
10 Cemaran Arsen Mg/kg Maks 1,0
11 Kloramfenikol Tidak
Terdeteksi
12 Cemaran Mikroba
12.1 Angka Lempeng Total Koloni/g <5x10
12.2 Angka Paling Mungkin
Koliform
APM/g <3
12.3 Kapang dan Khamir Koloni/g <1x10
2.4 Panen dan Ekstraksi Madu
Waktu panen biasanya ditentukan dengan perkiraan waktu kira-kira dua
minggu setelah musim nektar selesai, yaitu musim bunga dimana nektar
diperkirakan sudah habis diambil. Tanda yang lebih baik adalah dengan ditemukan
tutup lilin pada sel madu. Biasanya sel madu yang telah ditutup mengandung madu
dengan mutu yang tinggi, baik aroma maupun kadar airnya.
Terlambat memanen akan mengakibatkan beberapa hal yang tidak
diharapkan, misalnya terjadi pengkristalan. Hal ini mengakibatkan madu jadi sukar
dikeluarkan dari sarang dengan cara ekstraksi biasa. Madu harus dipanen dengan
sangat sangat tertib dan penuh hati-hati. Karena madu yang tercecer akan menarik
lebah yang akan berkerumun di sekitarnya, mereka masih berdatangan sampai
berhari-hari.
Sisir sarang madu yang akan diambil diteliti lebih dahulu dan diperhitungkan
jumlahnya terhadap kapasitas alat ekstraktor yang dimiliki. Hal ini penting
diperlihatkan karena bila sisir madu sudah menjadi dingin, madu sukar mengalir ke
luar bila diekstraksi. Karena itu tidak semua sisir dipanen sampai habis. Malahan
beberapa sisir madu harus ditinggalkan untuk menghadapi musim paceklik bunga.
Biasanya sisiran madu yang paling pinggir lebih banyak mengandung madu.
Pengambilan sisir madu sebaiknya dilakukan pada sore hari.
Sisir madu yang dipanen kemudian dibawa ke ruang madu untuk proses
ekstraksi. Ruang ini sering disebut ruang madu. Idealnya, ruang ini harus memenuhi
beberapa persyaratan yaitu bersih dan dibuat sedemikian rupa sehingga lebah tidak
dapat masuk ke dalamnya. Karena bau madu dapat menarik lebah untuk datang,
maka pengerjaan madu biasanya dilakukan pada malam hari.
Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu diperas sisir madunya
dengan pres atau dipusing dengan sentrifuge. Madu yang diekstrak dengan
sentrifuge, sisir madunya dapat digunakan lagi, sedangkan yang diektrak dengan
pengepresan, sarangnya hancur, dapat dibuat lilin atau untuk bibit bahan sarang
baru. Dari sisa hasil pengepresan, sarang bekas dicuci dan dikeringkan, kemudian
dipanaskan sehingga menjadi lilin atau “malam”.
Sebelum diekstraksi, sisir madu dikupas lapisan lilinnya lebih dahulu,
biasanya dengan pisau. Dengan pisau panjang dan tipis lapisan lilin disingkapkan
dari bawah ke atas, kemudian dilakukan sortasi agar mutunya seragam, khususnya
terhadap warna madu. Untuk membedakan warna madu dilakukan “candeing” atau
penyinaran tersebut warna madu akan dapat dibedakan menjadi terang, medium
dan gelap. Semakin gelap madu, berarti lebih matang karena lebih kental dan waktu
pemeraman cukup.
Sisir madu yang berwarna muda diekstrak lebih dahulu, baru medium dan
yang terakhir baru yang berwarna gelap. Warna dari sisir madu pada kelompok
rumah Lebah (stup) yang sama ternyata dapat berbeda-beda, apalagi dari kelompok
yang berbeda.
Sebelum diektraksi, sisir madu diletakkan pada ekstraktor sedemikian rupa
sehingga berhadapan dan seimbang. Setelah semuanya tertib, baru dimulai diputar
perlahan – lahan dan kemudian dipercepat. Besar sisir madu tersebut kemudian
dikembalikan ke stup. Hal itu biasanya dilakukan pada malam hari, kemudian stup di
tutup rapat.
2.5 Sifat Sifat Madu
Agar madu dapat digunakan dengan baik pada industri makanan, seseorang
harus mengenal sifat-sifat madu dengan baik. Madu merupakan larutan gula super
jenuh yang mengandung protein dan mineral dalam jumlah yang kecil. Viskositas
madu sangat dipengaruhi oleh kadar air, suhu, dan jenis flora bunganya. Viskositas
madu menurun kalau suhu atau kadar airnya meningkat. Pengaruh peningkatan
kadar air 1% kira-kira setara dengan peningkatan suhu 3.50
C. pada suhu yang
sama, misalnya 250
C madu dengan kadar air 16.5%, yang berasal “flora sage”,
mempunyai viskositas 115 poise. Madu dengan spesifikasi sama, tetapi berasal dari
“sweet clover” viskositasnya hanya sekitar 87.5 poise.
Madu bersifat menurunkan titik beku. Suatu cairan 15% madu akan menjadi
beku pada 1.42 – 1.530
C, sedang larutan 68% akan beku sekitar –120
C. Sebagai
larutan super jenuh senyawa glukosanya akan cenderung mengkristal dari dalam
larutan. Laju kritalisasi sangat tergantung pada rasio air/gula dan adanya “inti” untuk
pembentukan kristal.
Laju kristalisasi paling cepat pada suhu 140
C. dalam kemasan tahap udara,
madu harus disimpan pada suhu antara 20 dan 270
C. pada suhu mana jarang sekali
proses kristalisasi dapat terjadi pada madu jernih. Proses kristalisasi menjadi terbalik
bila madu dipanaskan. Sebagian madu yang digunakan oleh industri pangan adalah
madu yang jernih bukan madu “set” (tidak jernih).
Berat jenis madu sangat tergantung pada kadar air, sedang jenis sumber
bunga sedikit sekali pengaruhnya terhadap berat jenis madu. Pada suhu 200
C berat
jenis madu dengan kadar air 15% adalah 1.435 dan 1.417 (18%), dua jenis kadar air
yang ditemui di pasaran. Aktifitas air sangat tergantung dari kadar air dan suhu,
meskipun ada juga pengaruh asam madu terhadap sifat ini. Data-data yang biasa
dijumpai di laboratorium pada suhu antara 4 – 370
C pada kadar air 16% adalah 0.5
dan pada kadar air 18.3% adalah 0.6.
III METODOLOGI PENELITIAN
1.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan TPP Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya
Malang. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Agustus 2017.
1.2 Alat dan Bahan
Di bawah ini akan diuraikan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
madu monoflora.
3.2.1 Bahan
Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 jenis madu
monoflora yang diperoleh dari Kota Malang. Bahan-bahan kimia yang digunakan
untuk analisa yaitu indikator PP, aquades, NaOH 0,1 N, Anthrone, asam askorbat,
Pb-asetat,H2SO4, Na-Oksalat, alkohol 70%, Na2CO3 ,Folin, reagen DPPH
0,2Mm,dan alkohol 96% yang didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan antara lain wadah kaca, saringan, beaker glass, gelas
ukur (iwaki pyrex), pH meter, termometer air, timbangan digital, vortex, pipet tetes,
pipet ukur, corong, tabung reaksi (iwaki pyrex), cawan petri (iwaki pyrex), bunsen,
micropipet, tip, erlenmeyer (iwaki pyrex), labu ukur (iwaki pyrex), spatula, laminar air
flow, spektrofotometer, color reader, buret statif, inkubator, autoclave, dan kompor.
1.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK), dengan perlakuan 5 jenis madu yang beredar di pasaran Malang. Setiap
perlakuan dilakukan 2 kali ulangan, sehingga jumlah perlakuan percobaan
keseluruhan adalah 10 perlakuan. Faktor yang digunakan adalah jenis madu yang
digunakan sebagai bahan baku.
M1 = Madu randu
M2 = Madu jeruk
M3 = Madu mangga
M4 = Madu alpukat
M5 = Madu kopi
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability
sampling. Pengambilan sampel dilakukan melalui survei. Survei dilakukan terhadap
jenis madu yang beredar di Kota Malang.
1.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pengambilan Sampel
Sebelum pengambilan sampel dilakukan survei terhadap madu yang
beredar di kota Malang. Survei dilakukan di 3 toko madu yang ada di kota Malang
kemudian dipilih secara acak. Dari hasil survei yang telah dilakukan dapat ditentukan
bahwa jumlah sampel yang akan diteliti adalah 5 buah sampel yang terdiri dari madu
kopi, madu randu, madu jeruk, madu mangga, dan madu alpukat. Metode
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
metode non probability sampling, karena populasi yang diteliti infinite (populasi
yang jumlah dan identitas anggota populasi tidak diketahui). Selain itu juga
dilakukan pengambilan sampel secara Accidental Sampling (Convenience
sampling). Menurut Santoso dan Tjiptono (2001:89-90) Accidental Sampling
(Convenience sampling) adalah prosedur sampling yang memilih sampel dari orang
atau unit yang paling mudah dijumpai atau diakses. Sedangkan menurut Sugiyono
(2004:77) Accidental Sampling adalah mengambil unit sebagai sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu unit apa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel bila unit yang kebetulan ditemui cocok dijadikan sebagai
sampel.
1.5 Pengamatan dan Analisa Data
3.5.1 Pengamatan dan Analisa Produk
Analisis sifat-sifat fisik madu. Analisis pH menggunakan alat pH meter
Schott. Analisis Kekentalan menggunakan alat Stormer Viskosimeter dengan
minyak jarak sebagai standarnya.
Analisis sifat-sifat kimia madu. Analisis Kadar Air, mengacu pada AOAC
(1995) yaitu prosedur no. 969.38 dengan metode refraktometer. Sebelum analisis,
madu dilarutkan dalam aquades terlebih dahulu dengan perbandingan madu :
aquades = 1:1. Analisis total gula metode anthrone (AOAC, 2006). Analisis Gula
reduksi metode Luff Schoorl (AOAC, 2006)
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel madu
sebanyak 2 mL sampel masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu
ditambahkan ke dalamnya 2 mL larutan DPPH 0,004%. Campuran tersebut
kemudian divortex sampai homogen. Selanjutnya, diinkubasi selama 30 menit dalam
ruang gelap. Serapan diukur pada panjang gelombang 514,5 nm pada
spektrofotometer UV-Vis Perkin Elmer Lambda 25. Sebagai standar digunakan
asam askorbat (konsentrasi 0,5; 1, 4, dan 8 mg/ml) dengan perlakuan yang sama
dengan sampel uji (Juniarti & Yuhernita).
3.5.2 Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisa menggunakan Sidik Ragam (ANOVA). Apabila
dalam perlakuan terdapat pengaruh sangat nyata dilakukan uji BNT dengan taraf
kepercayaan 5% dan dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) apabila
terdapat interaksi pada kedua perlakuan (Yitnosumarto, 1991).
1.6 Diagram Alir Penelitian
Analisa Sampel
Analisis data
Dibandingkan dengan literatur
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Survei Sampel
Survei dilakukan di berbagai toko
madu di kota Malang
Analisa fisik
pH
Viskositas Analisa kimia
Gula reduksi
Total gula
Kadar Air
Data
Hasil
Pengambilan Sampel
Sampel yang diteliti berjumlah lima (Madu alpukat, madu jeruk, madu
kopi, madu manga,madu randu) dengan merk tropical honey
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Madu yang Beredar di Pasaran Malang
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah madu yang beredar di
kota Malang. Sebelum pengambilan sampel dilakukan survei terhadap madu yang
beredar di kota Malang. Survei dilakukan di berbagai toko madu yang ada di kota
Malang dan kemudian dipilih secara acak. Setelah dilakukan survei, diperoleh 5 jenis
madu yaitu madu alpukat, madu jeruk, madu mangga, madu kopi, dan madu randu.
Kelima madu tersebut memiliki merk yang sama dari peternakan dunia lebah yaitu
tropical honey yang dibeli dari toko madu di jalan bunga coklat Malang. Tiap botol
madu memiliki netto 280 mL dikemasan dalam botol plastik yang memiliki ukuran
sama. Kelima madu tersebut memiliki harga yang sama yaitu enam puluh ribu rupiah
tiap botolnya.
Sampel yang telah diperoleh, kemudian dilakukan beberapa analisa yang
meliputi analisa fisik (pH dan viskositas) dan analisa kimia (kadar air, total gula, gula
reduksi). Setelah data analisa diperoleh, selanjutnya dibandingkan dengan literatur
dan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai penentu kualitas madu berbagai jenis
bunga yang beredar di pasaran.
4.2 Kadar Air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang
dapatdinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering
(dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar100
persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100persen
(Syarif dan Halid, 1993).Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali
temperatur maka aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses
pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya
merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara
ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana kini telah
diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses
tersebut (Tabrani,1997).
Salah satu sifat fisiologi dari madu adalah kadar air. Besarnya kadar air dari
madu mempengaruhi kualitas dan sifat fisiko kimia dari madu tersebut. Menurut
Bruce, R (2005) bahwa madu berasal dari nektar berkadar air sebanyak 60% yang
selanjutnya kadar air tersebut diturunkan hingga kurang dari 20% melalui proses
fisik dan kimia. Nektar sebagai bahan utama pembuatan madu dipengaruhi oleh
jenis floranya. Berikut adalah grafik nilai kadar air madu berdasarkan jenis flora
sumber nektarnya:
Gambar 4.1 Hasil Analisa Kadar Air Berbagai Jenis Madu
Berdasarkan Gambar 4.1 di atas, kadar air tertinggi didapat dari madu randu
dengan persentase sebesar 20,18%. Kadar air terendah diperoleh dari madu jeruk
sebesar 18,115%. Kadar air dari madu sangat dipengaruhi oleh sumber nektar,
sedangkan nektar dipengaruhi oleh jenis floranya (Suranto, 2007). Dapat dilihat
bahwa kadar air madu yang paling tinggi adalah jenis madu randu sedangkan kadar
0
5
10
15
20
25
Jeruk Alpukat Mangga Randu Kopi
Kad
ar A
ir (
%)
Jenis Madu
Kadar Air (%)
air yang paling rendah adalah jenis madu jeruk. Hal ini disebabkan jenis sumber
nektar yang berbeda, iklim yang berbeda dan kondisi tanah.
Berdasarkan Gambar 4.1 bahwa pengulangan yang diberikan pada
percobaan ini sebanyak 2 ulangan tidak berpengaruh nyata pada selang
kepercayaan 5%. Pada selang kepercayaan 5% tersebut, perlakuan variase jenis
madu, tidak memberikan pengaruh nyata Sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut.
Berdasar analisa yang dilakukan menunjukkan bahwa antara hasil uji kadar air madu
jeruk tidak menunjukkaan perbedaan yang signifikan terhadap madu alpukat. Kadar
air madu mangga tidak menunjukkan perubahan yang signifikan jika dibandingkan
dengan madu madu alpukat begitu pula terhadap madu jeruk.
4.3 pH (Derajat Keasaman)
pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman
atau kebasahan yang dimiliki oleh suatu larutan. Besarnya nilai keasaman suatu
larutan akan menentukan sifat keasaman dari larutan tersebut. Berdasar White
(1975) pH madu berkisar pada 3,9. Larutan dengan nilai pH dibawah 7 digolongkan
pada larutan yang bersifat asam. Larutan dengan pH diatas 7 sampai dengan 14
digolongkan pada larutan basa. Larutan dengan pH 7 tergolong larutan dengan
derajat keasaman netral. Berikut adalah grafik nilai pH dari madu berdasarkan
floranya.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
5.5
Jeruk Alpukat Mangga Randu Kopi
pH
Jenis Madu
pH
Gambar 4.2 Hasil Analisa pH Berbagai Jenis Madu
Berdasarkan Gambar 4.2 menyatakan bahwa pH tertinggi diperoleh dari
analisa madu mangga dengan nilai pH 4,59 dan nilai pH terendah diperoleh dari
madu jeruk sebesar 3,4 Suwanto (2007) menyatakan bahwa rasa asam berasal dari
asam-asam organik madu. Rasa madu bisa berubah jika disimpan pada suhu yang
kurang tepat. Suhu yang kurang tepat akan memicu terjadinya fermentasi alami
madu.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis madu berbeda nyata. Beda
nyata Jenis Madu terhadap nilai pH dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.1 Uji beda nilai pH madu
Jenis Madu pH BNT 5%
Jeruk 3,40 ± 0,0141 a
0,0700
Alpukat 3,65 ± 0,0424 b
Mangga 4,59 ± 0,0212 d
Randu 3,87 ± 0,0142 c
Kopi 3,82 ± 0,0071 c
Keterangan : Rerata yang didampingi notasi huruf yang tidak sama menyatakan berbeda
sangat nyata pada uji lanjut BNT (α=0,05)
Berdasarkan Tabel 4.2 bahwa pengulangan yang diberikan pada percobaan
ini sebanyak 2 ulangan tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 5%.
Pada selang kepercayaan 5% tersebut, perlakuan variase jenis madu, memberikan
pengaruh nyata. Madu jeruk yang menghasilkan notasi perhitungan dengan variable
berbeda menunjukkan perbedaan nilai pH yang signifikan terhadapt 4 madu yang
lainnya, begitu pula dengan madu alpukat yang memiliki notasi berbeda. Madu kopi
menunjukkan nilai pH yang tidak berbeda secara signifikan dengan madu randu
tetapi berbeda secara signifikan dengan madu mangga. Nilai pH madu mangga tidak
berbeda secara signifikan dengan madu randu tetapi berbeda secara signifikan
dengan madu kopi. Perbedaan jenis pH dipengaruhi oleh iklim, kondisi tanah pada
tanaman yang bunganya dihisap oleh lebah, suhu penyimpanan madu.
4.4 Total Gula
Menurut Darwin (2013), gula adalah suatu karbohidrat sederhana karena
dapat larut dalam air dan langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi energi.Total
gula merupakan total kandungan gula pereduksi dan gula non pereduksi dalam
bahan pangan.Total Gula menyatakan banyaknya gula yang ada didalam suatu
bahan pangan. Total gula pada bahan pangan akan mempengaruhi tingkat
kemanisan bahan pangan tersebut. Semakin tinggi total gula suatu bahan pangan
maka tingkan kemanisan dari bahan pangan tersebut juga tinggi dan sebelumnya.
Suranto (2007) menyatakan bahwa sebagian besar madu mempunyai rasa manis.
Berikut adalah grafik nilai total gula dari madu berdasarkan floranya.
Gambar 4.3 Hasil Analisa Total Gula Berbagai Jenis Madu
Berdasarkan Gambar 4.3 menunjukkan bahwa total gula tertinggi diperoleh
dari hasil analisa madu mangga sebesar 70,6% dan total gula terkecil diperoleh
pada analisa madu jeruk sebesar 67,4%. Perbedaan total gula yang bervariasi pada
madu dapat dipengaruhi oleh jenis tanaman sumber nektar madu. Kucuk (2007)
menyatakan bahwa komposisi dan funsi madu dipengaruhi oleh perbedaan jenis
tanaman, iklim dan kondisi lingkungan. Tanaman yang dapat menghasilkan nektar
dengan kandungan gula yang lebih tinggi akan memiliki kemungkinan terbesar untuk
menghasilkan total gula tertinggi pula setelah nektar tersebut diolah menjadi madu
05
1015202530354045505560657075
Jeruk Alpukat Mangga Randu Kopi
Tota
l Gu
la (
%)
Jenis Madu
Total Gula
Berdasarkan Gambar 4.3 bahwa pengulangan yang diberikan pada
percobaan ini sebanyak 2 ulangan tidak berpengaruh nyata pada selang
kepercayaan 5%. Pada selang kepercayaan 5% tersebut, perlakuan variase jenis
madu, tidak memberikan pengaruh nyata pula. Total gula madu jeruk tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap hasil analisa total gula 4 madu
yang lainnya. Begitu pula madu alpukat, madu randu dan madu kopi tidak
menunjukkan perbedaan total gula yang signifikan satu dengan yang lainnya.
4.5 Gula Reduksi
Gula reduksi adalah semua gula yang memiliki kemampuan untuk mereduksi
dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Aldehid dapat teroksidasi
langsung melalui reaksi redoks. Namun, gugus keton tidak dapat teroksidasi secara
langsung, gugus keton, tetapi harus diubah menjadi aldehid dengan perpindahan
tautomerik yang memindahkan gugus karbonil ke bagian akhir rantai. Monosakarida
yang termasuk gula reduksi antara lain glukosa, fruktosa, gliseraldehida, dan
galaktosa (Budiman, 2009).
Gula Reduksi merupakan golongan gula yang memiliki kemampuan untuk
mereduksi dikarenakan gugus keton dan aldehit bebas yang dimiliki. Beberapa gula
yang termasuk kedalam golongan gula reduksi adalah glukosa dan fruktosa.
Glukosa memiliki gugus aldehit bebas sedangkan fruktosa memiliki gugus bebas
keton. Glukosa dan Fruktosa merupkan gula alami madu. Winarno (2008)
menyatakan fruktosa dan glukosa dua gula utama yang terdapat dalam madu.
Berikut adalah grafik nilai gula reduksi dari madu berdasarkan floranya.
Gambar 4.4 Hasil Analisa Gula Reduksi Berbagai Jenis Madu
Berdasarkan Gambar 4.4 menyatakan bahwa gula reduksi tertinggi diperoleh
dari hasila analisa madu mangga sebesar 66,39% dan gula reduksi terendah
diperoleh dari hasil analisa madu jeruk sebesar 57,67%. Gula reduksi pada suatu
bahan dipengaruhi oleh kemampuan enzim atau mikroba penghasil enzim dalam
memeca substrat berupa pati menjadi molekul yang lebih sederhana. Hamad (2007)
menyatakan bahwa didalam madu terdapat enzim alami antara lain enzim glukosa
oksidase dan enzim invertase. Enzim dapat menghasilkan kemampuan optimalnya
dalam memecah substrat yang dipengaruhi faktor oleh kondisi lingkungan substrat.
Salah satu dari faktor tersebut adalah pH.
White (1975) menyatakan bahwa aktivitas enzim gluko oksidase dan
invertase pada madu optimum pada pH 5-5,3. Besarnya nilai gula reduksi untuk
masing-masing gula sesuai dengan pH yang yang hasilkan pada pembahasan
sebelumnya. Madu mangga dengan nilai pH yang mendekati pH optimum enzim
akan lebih optimal dalam pemecahan enzim dan sebaliknya.
Besarnya nilai gula reduksi suatu bahan pangan juga dipengaruhi oleh total
gula dari bahan pangan tersebut. Total gula tersebut akan digunakan sebagai
substrat yang akan dipecah oleh enzim. Berdasarkan pembahasan tentang total gula
sebelumnya, madu mangga yang memiliki total gula paling tinggi diantara ke-4 madu
yang lainnya akan menghasilkan nilai gula reduksi terbesar. Banyaknya total gula
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Jeruk Alpukat Mangga Randu Kopi
Gu
la R
ed
uks
i (%
)
Jenis Madu
Gula Reduksi
yang ada pada nektar sebagai bahan utama pembuatan madu akan digunakan oleh
enzim gluko oksidase dan invertase sebagai substrat dengan didukung lingkungan
pH yang mengoptimalkan kerja enzim. Madu jeruk dengan nilai total gula terkecil
akan menghasilkan gula reduksi terkecil karena keterbatasan tootal gula yang akan
di pocah dengan tidak didukung oleh lingkungan pemecahan subsitrat oleh enzim
karena suhu rendah dari enzim tersebut.
Berdasarkan Gambar 4.4 bahwa pengulangan yang diberikan pada
percobaan ini sebanyak 2 ulangan tidak berpengaruh nyata pada selang
kepercayaan 5%. Pada selang kepercayaan 5% tersebut, perlakuan variase jenis
madu tidak memberikan pengaruh nyata. Madu jeruk menunjukkan nilai gula reduksi
yang tidak signifikan dengan 4 varian madu lainnya begitu pula untuk madu alpukat,
madu mangga, madu randu dan madu kopi tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan. Hal ini bisa disebabkan karena kinerja enzim antara ke-4 varian madu
yang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada nilai gula reduksinya juga
memiliki nilai pH yang tidak berbeda jauh. pH yang tidak berbeda jauh akan
menghasilkan pemecahan substrat yang juga tidak akian berbeda jauh satu dengan
lainnya.
4.6 Viskositas
Sifat fisik yang kedua dari madu adalah viskositas. Besarnya nilai viskositas
madu menunjukkan seberapa besar tingkat kekentalan madu tersebut. Kekentalan
madu diperoleh dari proses fisik dan kimia yang dilakukan oleh lebah untuk
menurunkan kadar air dari nektar seperti yang telah dibahas pada pembahasan
kadar air. Berikut adalah grafik nilai viskositas dari madu berdasarkan floranya.
Gambar 4.5 Hasil Analisa Viskositas Berbagai Jenis Madu
Berdasarkan Gambar 4.5 menunjukkan bahwa viskositas tertinggi didapat
dari hasil analisa madu jeruk sebesar 3255cps dan nilai viskositas terendah
diperoleh dari analisa madu randu 1930cps. Besarnya nilai viskositas madu ini
diperngaruhi oleh besarnya nilai kadar air dari madu tersebut. Semakin tinggi nilai
kadar air suatu fluida atau cairan maka semakin rendah nilai viskositas atau
kekentalannya. Madu jeruk yang memiliki nilai kadar air terkecil mempunyai nilai
viskositas yang terbesar jika dibandingkan 4 madu lainnya dan sebaliknya madu
randu yang memilikin nilai kadar air tertinggi mempunyai nilai viskositas terendah
jika dibandingkan dengan viskositas 4 madu lainnya. Hasil ini sesuai dengan
Suwanto (2005) yang emnyatakan bahwa kekentalan madu yang baru diekstrak
tergantung dari komposisi madu tersebut terutama kandungan airnya.
Faktor kedua yang mempengaruhi nilai viskositas madu adalah suhu madu.
Menurut Suwanto (2005) bila suhu madu meningkat, kekentalan madu akan
menurun. Suhu madu dipengaruhi oleh tempat penyimpanan madu tersebut selama
dipasarkan. Madu yang digunakan pada proses analisa ini adalah madu yang
diperoleh dari pasar. Semakin besar suhu penyimpanan madu, maka semakin besar
panas yang diterma madu dan semakin tinggi suhu madu tersebut dan sebaliknya.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis madu berbeda nyata. Beda
nyata Jenis Madu terhadap viskositas dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
Jeruk Alpukat Mangga Randu Kopi
Vis
kosi
tas
(cp
s)
Jenis Madu
Viskositas
Tabel 4.2 Uji beda viskositas madu
Jenis Madu Viskositas BNT 5%
Jeruk 3255 ± 35,36 d
79,006
Alpukat 3220 ± 14,14 d
Mangga 2960 ± 14,14 c
Randu 1930 ± 28,28 b
Kopi 2750 ± 28,28 a
Keterangan : Rerata yang didampingi notasi huruf yang tidak sama menyatakan berbeda
sangat nyata pada uji lanjut BNT (α=0,05)
Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa ulangan yang dilakukan pada
penilitian ini tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada selang kepercayaan 5%.
Hasil tersebut berbeda dengan perlakuan yang diberikan. Perlakuan yang diberikan
menunjukkan pengaruh nyata pada selang kepercayaan 5%. Madu yang memiliki
notasi perhitungan yang berbeda menunjukkan nilai viskositas yang berbeda secara
signifikan. Madu yang memiliki notasi perhitungan yang sama menunjukkan nilai
viskositas yang tidak berbeda secara signifikan. Madu Jeruk memiliki perbedaan
yang signifikan terhadap 4 madu lainya. Madu alpukat tidak memili perbedaan nilai
fiskositas yang berbeda jika dibandingkan dengan madu randu. Korelasi antara
viskositas dan total gula madu disajikan pada Gambar 4.6 dan korelasi antara
viskositas dan kadar air madu disajikan pada Gambar 4.7.
Gambar 4.6 Korelasi Antara Viskositas dan Total Gula Madu
Gambar 4.7 Korelasi Antara Viskositas dan Kadar Air Madu
y = -190.31x + 15955 R² = 0.1714
0.00
500.00
1000.00
1500.00
2000.00
2500.00
3000.00
3500.00
67.00 68.00 69.00 70.00 71.00
Vis
kosi
tas
Total Gula
Series1
Linear (Series1)
y = -578.7x + 13859 R² = 0.8558
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
18 18.5 19 19.5 20 20.5
Vis
kosi
tas
Kadar Air
Series1
Linear (Series1)
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar air dari madu
memperngaruhi nilai viskositas dari maduk tersebut. Madu dengah kadar air tertinggi
yaitu madu randu sebesar 20,18% akan memiliki nilai viskositas terkecil yaitu
1930cps dan sebaliknya madu dengan kadar air terkecil yaitu madu jeruk sebesar
18,115% akan memiliki nilai viskositas terkecil sebesar 3255cps. Total gula dan pH
berpengaruh pada gula reduksi yang dihasilkan. Madu dengan total gula tinggi
dengan nilai pH yang mendekati nilai optimum untuk enzim akan menghasilkan gula
reduksi tertinggi dikarena proses pemecahan gula oleh enzim tersebut. Madu
mangga dengan nilai total gula tertinggi sebesar 70,6% dengan pH 4,59
menghasilkan nilai gula reduksi tertinggi yaitu 66,39% dan madu jeruk dengan nilai
total gula terendah sebesar 67,4% dengan nilai pH 3,4 menghasilkan nilai gula
reduksi terendah yaitu 57,67%.
5.2 Saran
Diharuskan pada penelitian selanjutnya dilakukan 3 kali ulangan dan ada
penelitian mengenai suhu optimal penyimpanan madu terhadap kualitas madu
tersebut yang dianalisa secara fisik kimia. Suhu penyimpanan yang tepat akan
mempengaruhi kualitas madu terutama terhadap rasa asam yang
dihasilkan.Pengetahuan tentang suhu penyimpanan diharapkan dapat memberikan
wawasan terhadap masyarakat terkait cara untuk menjaga kualitas madu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2017. Kuman Tidak Mampu Melawan Madu. http://masbudi.blogsome.com /2006/06/05/kuman-tidak-mampu-melawan-madu/trackback/ (Diakses pada tanggal 5 Juli 2017).
Anonim, 2017. Apa Bedanya Madu Hutan dan Ternak?.
www.maduhutan.blogspot.com/.../apa-bedanya-madu-hutan-dan-ternak.html. (Diakses pada tanggal 5 Juli 2017).
Anonim, 2017. Kerusakan Bahan Pangan Oleh Mikroorganisme.
www.blog.unpad.ac.id/../mikropangan03.pdf. (Diakses pada tanggal 5 Juli 2017).
Anonim, 2017. Madu Alam Murni. www.madu-perhutani.com. (Diakses pada 5 Juli
2017). Anonim, 2017. Madu Sumber Gizi dan Obat Segala Penyakit.
www.ardi33.web.id/.../madu-sumber-gizi-dan-obat-segala.html. (Diakses pada tanggal 5 Juli 2017).
AOAC (1995). Official Methods of Analysis of the Association of Official
Analytical Chemists International. Volume 2, Edisi ke 16. Washington, D.C.
Bogdanov, S. Jurendic, T, Sieber, R, P. 2008. Honey for Nutrition and Health: a
Review After: American Journal of the College of Nutrition, 27: 677-688. Bruce, R. (2005). Antioxidant In Australia Floral Honeys – Identification of
Health-enhanching nutrient components. Journal of Aglicultural an Food Chamistry
Damar, W. 2013. Jenis Bunga yang Disukai Lebah.
http://wordpress.com/2013/08/29/jenis-jenis-bunga-yang-disukai-lebah/ Diakses 21 Oktober. 2015.
Hamad, S. 2007. Terapi Madu. Jakarta : Pustaka Iman. Hal : 30. Hernani, Raharjo, M., (2005). Tanaman berkhasiat Antioksidan. Penebar Swadya,
Jakarta,. Intanwidya, Y. 2008. Analisa Madu dari Segi Kandungannya Berikut Khasiatnya
Masing-masing. www.mail-archive.com/forum@alumni.../msg01046.html - (Diakses pada tanggal 29 Januari 2010).
Kosasih, E.N., Setiabudhi, T dan Heryanto, H. (2004). Peranan Antioksidan Pada Lanjut Usia. Jakarta: Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia. Hal. 42-75.
Kucuk M, Kolayli S, Karaoǧ lu S, Ulusoy E, Baltaci C, Candan F. 2007. Biological
Activities and Chemical Composition of Three Honeys of Different Types from Anatolia. Food Chemistry. 100(2): 526 534.
Moulyneux, P. 2004. The Use Of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) for estimating Antioxidant Activity.J. sci. Technol. 26(2) : 211-219 Mulu, A., B. Tessema, and F. Derby, 2004. In vitro Assesment of The
Antimicrobial Potential of Honey on Common Human Pathogens. Ethiop. J. Health Dev. 2004:18 (2).
Parwata, A., Ratnayani, K., dan Listya, A. (2010). Aktivitas Antiradikal Bebas
Serta Kadar Beta Karoten Pada Madu Randu (Ceiba Pentandra) Dan Madu Kelengkeng (Nephelium Longata L.). Jurnal Kimia FMIPA Universitas Udayana
Suranto, A. 2007. Terapi Madu. Jakarta : Penebar Plus. Hal : 27-28, 30-32. Perez, E., Rodriguez-Malaver, A.J., dan Vit, P. (2006). Antioxidant Capacity of
Venezuelan Honey in Wistar Rat Homogenates. Journal of Medicine and Food 9: 510 –516.
Rohdiana, D.(2001). Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol Dalam Daun Teh,
Majalah Jurnal Indonesia12, (1),53-58 Sarwono. 2001. Budidaya Lebah Madu. Erlangga. Jakarta. Supriyono, T. 2008. Kandungan Beta Karoten, Polifenol Total dan Aktivitas
merantas radikal bebas kefir susu kacang hijau (Vigna radiata) oleh pengaruh jumlah starter (Lactobacillus bulgaricus dan Candida kefir) dan konsentrasi glukosa.Tesis. Magister Gizi Masyarakat. Program pascasarjana. UNDIP. Semarang
Tahir, I., Wijaya, K., Widianingsih, D. 2003. Terapan analisa hansch untuk
aktivitas antioksidan senyawa turunan flavon/flavonol. Seminar on chemometrics-chemestry dept gadja mada university.
Taormina, P.J., B.A. Niemira, Larry R. Beuchat, 2001. Inhibitory Activity of Honey
Against Foodborne Pathogens as Influenced by The Presence of Hydrogen Peroxide and Level of Antioxidant Power. International Journal of Food Microbiology 69 (2001) 217-225.
Trilaksani, Wini. 2003. Antioksidan; jenis, sumber, mekanisme kerja dan peran
terhadap kesehatan. Institut pertanian bogor. Bogor
Yitnosumarto, S. 1991. Perancangan Percobaan dan Interprestasi. Universitas Brawijaya Malang.
Zeleny. M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. Mc.Graw Hill. New York.