efektifitas probiotik dalam pencegahan

Upload: zurya-udayana

Post on 01-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ook

TRANSCRIPT

EFEKTIVITAS PROBIOTIK DALAM PENCEGAHANDERMATITIS ATOPI PADA ANAK

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Dermatitis atopik (DA), atau eczema atopik adalah penyakit inflamasi kulit kronis dan residif yang gatal yang ditandai dengan eritema dengan batas tidak tegas, edema, vesikel, dan madidans pada stadium akut dan penebalan kuilit (likenifikasi) pada stadium kronik.1-3 Penyakit DA ini biasanya ditemukan mulai dari umur 2 bulan dan sekitar 1 tahun pada 60% pasien, 30% terlihat pertama kali pada usia 5 tahun, dan hanya 10% DA yang muncul antara usia 6 sampai 20 tahun. DA sangat jarang muncul pada usia dewasa. Sebanyak 60% orangtua yang menderita dermatitis atopik, mempunyai anak yang juga menderita penyakit yang sama.4 Prevalensi pada anak tinggi, yaitu sekitar 80% apabila kedua orangtuanya menderita DA.5Prevalensi dermatitis atopi meningkat di berbagai negara terutama di negara industri. Prevalensinya pada anak usia 12-17 tahun di Italia adalah sebesar 7%.26 Sementara itu, prevalensi dermatitis atopi di Spanyol adalah 30,6% pada anak usia 6-7 tahun.6 Beberapa penelitian epidemiologi menemukan insiden DA meningkat pada berbagai kelompok berbeda.23 Prevalensi lebih tinggi terdapat di Australia dan Eropa Utara dan lebih rendah Eropa Barat, Tengah dan Asia. Wanita lebih banyak terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1,3:1.24 Dari data rawat jalan di Sub bagian Pediatri Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS. Wahidin Sudirohusodo Makasar, selama 5 tahun yaitu dari bulan Januari 2003 sampai Desember 2007 tercatat 184 kasus baru DA, terbanyak pada kelompok umur 5-14 tahun (30%), diikuti kelompok umur 1-4 tahun (15%) dan 1-11 bulan (12%).25 Data yang pasti insidens dan prevalensi DA anak di Indonesia belum dilaporkan secara resmi.Gambaran klinis lesi dan distribusi dermatitis atopi berbeda berdasarkan usia, terbagi tigayakni bayi, anak, dan dewasa. Namun, akibat yang ditimbulkannya sama pada ketiga kategoritersebut yaitu menyebabkan gatal yang bertambah berat pada malam hari sehingga menurunkan kualitas hidup penderitanya.5 Gejala klinis dan perjalanan penyakit DA sangat bervariasi, membentuk sindrom manifestasi diatesis atopik.7 Onset penyakit ini juga dapat tertunda hingga usia dewasa.8 Dermatitis atopik kadang muncul pada beberapa bulan pertama setelah bayi lahir. Pada wajah, kulit kepala, daerah yang tertutup popok, tangan, lengan, kaki atau tungkai bayi terbentuk ruam berkeropeng yang berwarna merah dan berair. Dermatitis seringkali menghilang pada usia 3-4 tahun, meskipun biasanya akan muncul kembali. Pada anak-anak dan dewasa, ruam seringkali muncul dan kambuh kembali hanya pada 1 atau beberapa daerah, terutama lengan atas, sikut bagian depan atau di belakang lutut.15Faktor penyebab DA merupakan kombinasi faktor genetik (turunan) dan lingkungan seperti kerusakan fungsi kulit, infeksi, stres, dan lain-lain.9,10 Etiologi dan patogenesis DA sampai saat ini belum terkuak secara jelas. Terjadinya DA merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor-faktor genetik11-12, imunologik, farmakologik dan lingkungan. Kerentanan genetik pada DA menyebabkan adanya defek pada sawar kulit dan sistem imun alamiah.1,9,13Dermatitis atopi ditandai dengan inflamasi kulit kronik berulang, gangguan fungsi pertahanan kulit, dan berhubungan dengan Ig E akibat sensitisasi alergen. Ada dua faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ini yaitu genetik dan lingkungan. Genetik pada dermatitis atopi bersifat polimorfisme, melibatkan banyak kandidat gen. Sedangkan lingkungan merupakan sumber alergen yang dapat mencetuskan terjadinya dermatitis atopi.5,8 Berdasarkan teori hygiene hypothesis dikatakan bahwa anak yang mendapatkan vaksin, antibiotic lebih dini, dan tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang baik akan menurunkan pajanan terhadap infeksi. Hal ini akan menyebabkan keseimbangan sel Th1/2 yang dimilikinya bergeser menjadi dominan pada Th2 dan cenderung menjadi atopi.8,14 Hipotesis lain menyebutkan bahwa terdapat peran sel Treg dalam proses modulasi sistem imun guna mencegah penyakit alergi.14Terapi DA membutuhkan pendekatan sistematis dan multifaktorial yang merupakan kombinasi hidrasi kulit, terapi farmakologis, identifikasi dan eliminasi faktor penyebab seperti iritan, alergen, agen infeksi, dan stres emosional yang bersifat individual.1,8-10 Penatalaksanaan ditekankan pada kontrol jangka waktu lama (long term control), bukan hanya untuk mengatasi kekambuhan.8 Edukasi merupakan dasar dari suksesnya penatalaksanaan DA, yaitu perawatan kulit yang benar dan menghindari penyebab.1,8-11 Agen topical digunakan untuk terapi penyakit yang terlokalisasi dan ringan, sedangkan fototerapi dan agen sistemik digunakan untuk yang lebih luas dan berat.12 Terapi kortikosteroid biasanya diberikan untuk mengatasi kasus ini, akan tetapi kita tahu pemberian kortikosteroid memberikan efek samping yang banyak termasuk menghambat pertumbuhan anak.15Berbagai usaha pencegahan dilakukan untuk menurunkan angka kejadian dermatitis atopi antara lain menghindari kontak dengan allergen seperti binatang peliharaan dan tungau debu rumah, serta pengaturan diet meliputi pemberian ASI, susu formula dengan kasein yang dihidrolisis, probiotik, dan menunda pemberian makanan yang dapat menyebabkan alergi.19 Probiotik berperan mencegah terjadinya dermatitis atopi melalui aktivitas imunomodulator yang dihasilkannya.16 Penelitian dengan pemberian L. reuteri pada ibu dengan usia kehamilan 36 minggu dan dilanjutkan pemberiannya pada bayi mereka sampai berusia 12 bulan menunjukkan bahwa kelompok anak yang mendapatkan probiotik lebih rendah angka kejadian dermatitis atopinya pada usia dua tahun dibandingkan kelompok placebo (8% versus 21%).17 Penelitian Kukkonen dkk. Di Helsinki juga menunjukkan bahwa kelompok bayi yang mendapatkan asupan probiotik sejak masa kandungan memiliki angka kejadian dermatitis atopi yang lebih rendah dibandingkan kelompok plasebo (12,4% versus 17,7%).18Probiotik adalah produk makanan atau suplemen yang mengandung mikroorganisme hidup. Apabila dikonsumsi dalam jumlah adekuat, probiotik akan memberikan manfaat kesehatan bagi manusia. Mikroorganisme yang termasuk probiotik merupakan mikrobiota intestinal dan umumnya memproduksi asam laktat. Sebagian besar mikrobiota yang digunakan sebagai probiotik adalah Lactobacillus dan Bifi dobacterium. Namun, Lactococcus, Streptococcus, Enterococcus, beberapa galur (strain) nonpatogen Escherichia coli dan ragi juga dapat digunakan sebagai probiotik. Penelitian beberapa tahun terakhir membuktikan bahwa sejumlah galur probiotik menunjukkan aktivitas imunomodulasi.20-22Dermatitis atopi merupakan penyakit atopi yang sering muncul pada awal masa kehidupan. Manifestasi dermatitis atopi dapat menjadi indikator kemungkinan manifestasi penyakit atopi lainnya di kemudian hari. Pencegahan dermatitis atopi dengan pemberian probiotik diharapkan dapat juga mencegah penyakit atopi lainnya. Sejauh mana efektivitas penggunaan probiotik dalam mencegah terjadinya dermatitis atopi pada anak belum sepenuhnya diketahui, oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh pemberian probiotik dalam pencegahan dermatitis atopi pada anak.

B. RUMUSAN MASALAHApakah terdapat pengaruh pemberian probiotik dalam pencegahan dermatitis atopi pada anak?

C. TUJUAN PENELITIAN1. Tujuan UmumMenilai efektivitas pemberian probiotik dalam pencegahan dermatitis atopi pada anak.

2. Tujuan khususa. Mendeteksi gejala klinik (SCORAD) pada anak umur 0-6 bulan yang menyusui dari ibu yang rutin mengkomsumsi probiotik.b. Mengetahui frekuensi terjadinya dermatitis atopik pada anak dengan resiko tinggi atopi umur 0-6 bulan yang menyusui dari ibu yang rutin mengkomsumsi probiotik dengan yang tidak mengkonsumsi probiotik.c. Mengetahui frekuensi terjadinya dermatitis atopik pada anak tanpa resiko atopi umur 0-6 bulan yang menyusui dari ibu yang rutin mengkomsumsi probiotik dengan yang tidak mengkonsumsi probiotik.

D. MANFAAT PENELITIAN1. Hasil yang diperoleh penelitian ini dapat menjadi dasar pemberian probiotik dalam terapi pencegahan dermatitis atopi pada anak dan mencegah kemungkinan manifestasi penyakit atopi lainnya di kemudian hari.2. Merupakan referensi ilmiah bagi penulis lainnya dalam membahas tentang penggunaan probiotik sebagai upaya pencegahan dermatitis atopi pada anak maupun mencegah penyakit atopi lainnya dimasa yang akan datang.3. Temuan yang ada dapat digunakan sebagai dasar ilmiah pemberian probiotik untuk meningkatkan imunitas pada anak penderita atopi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DERMATITIS ATOPI1. DefinisiDermatitis atopik adalah penyakit radang kulit bersifat kronik residif dengan gejala gatal bervariasi dari ringan-berat, dan biasanya terjadi pada anak yang mempunyai riwayat atopik pada diri sendiri atau pada keluarganya, baik berupa asma, rhinitis alergi, konjungtivitis ataupun DA.1,13,23, 27Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan prevalensi DA 2-3 kali lipat dari dekade sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa DA saat ini merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di seluruh dunia dengan prevalensi pada anak-anak lebih sering daripada dewasa. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan negara industri lainnya prevalensi DA pada anak sekitar 10-20% sedangkan pada dewasa sekitar 1-3%. Bahkan literatur yang lain menyatakan sekitar 50% dan 30% pada umur 1-5 tahun. Prevalensi DA lebih rendah di negara agraris seperti Cina, Eropa Timur dan Asia Tengah dibandingkan negara industri. Hal ini kemungkinan disebabkan karena besarnya paparan bahan-bahan atopen di negara industri dibanding di negara agraris.1,9,28,29Keluhan utama pada penderita DA adalah gatal, keluhan ini dapat berat sehingga mengganggu tidur dan menyebabkan stress pada penderita dan keluarganya. Secara klinis DA dibagi menjadi 2 stadium yaitu DA awal (dalam fase infantil: 2 bulan-2 tahun) dan DA lanjut (meliputi anak-anak: sampai usia 12 tahun, remaja: sampai usia 23 tahun, dan dewasa), 4,6 tetapi pada perkembangannya ada yang membagi DA menjadi 3 fase yaitu fase infantil (2 bulan-2 tahun), fase anak (2-10 tahun) dan dewasa. 9,10 Lesi akut pada DA berupa eritema dengan papule, vesikule, edema sedangkan pada stadium kronik berupa penebalan kulit (likenifikasi). 4,6Dermatitis atopi ditandai dengan inflamasi kulit kronik berulang, gangguan fungsi pertahanan kulit, dan berhubungan dengan Ig E akibat sensitisasi alergen. Ada dua faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ini yaitu genetik dan lingkungan. Genetik pada dermatitis atopi bersifat polimorfisme, melibatkan banyak kandidat gen. Sedangkan lingkungan merupakan sumber alergen yang dapat mencetuskan terjadinya dermatitis atopi.5,8 Berdasarkan teori hygiene hypothesis dikatakan bahwa anak yang mendapatkan vaksin, antibiotic lebih dini, dan tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang baik akan menurunkan pajanan terhadap infeksi. Hal ini akan menyebabkan keseimbangan sel Th1/2 yang dimilikinya bergeser menjadi dominan pada Th2 dan cenderung menjadi atopi.8,14 Hipotesis lain menyebutkan bahwa terdapat peran sel Treg dalam proses modulasi sistem imun guna mencegah penyakit alergi.14Patogenesis dermatitis atopi dimulai dengan sensitisasi alergen pada kulit yang mengalami disfungsi pertahanan epidermis. Alergen ini akan dikenali oleh sel dendritik yang merupakan antigen presenting cell. Kemudian sel dendritik ini bermigrasi ke kumpulan sel-sel limfoid untuk menjadi matur dan akan mengarahkan proliferasi sel T nave menjadi sel Th2. Selain itu, keratinosit pada kulit yang atopi akan menghasilkan interleukin (IL)-7 yang memberikan sinyal ke sel dendritik untuk menyebabkan polarisasi Th2. Sel Th2 kemudian mengkoordinasi sekresi berbagai sitokin, termasuk sitokin yang akan mengaktifkan sel B untuk memproduksi Ig E yakni IL-4, 5, dan 13. Ig E yang dihasilkan akan masuk ke sirkulasi dan berikatan dengan reseptornya seperti yang terdapat pada sel mast dan basofil. Jika alergen kembali masuk dan berkontak dengan reseptor, akan dilepaskan mediator inflamasi, seperti histamin, neuropeptidase, protease, kinin, dan lain-lain yang menyebabkan inflamasi di kulit dan menimbulkan gejala gatal.5Diagnosis DA berdasarkan keluhan dan gambaran klinis. Hanifin Rajka telah membuat kriteria diagnosis untuk DA yang didasarkan pada kriteria mayor dan minor. Seseorang dinyatakan positif DA bila didapatkan sekurang-kurangnya 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor. Selain itu dapat juga digunakan kriteria Wiliam yang lebih sederhana daripada kriteria Hanifin Rajka sebagai dasar untuk mendiagnosa DA. 3,5

Daftar Pustaka1. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic dermatitis (Atopic eczema). In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, editor. Fitzpatricks dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008. p. 146-58.2. Williams HC. Atopic dermatitis. N Engl J Med. 2005;352(22): 2314-34.3. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. p. 129-53.4. Montala, C. (2003). Atopic dermatitis and food hypersensitivity. Current Allergy & Clinical Immunology. 16(3) p.89-95.5. Beiber T. (2008). Mechanism of atopic dermatitis. N Engl J Med. 358: 1483-94.6. Suarez-Varela MM et al. Climate and prevalence of atopic eczema in 6- to 7-year-old school children in Spain. ISSAC Phase III. Int J Biometeorol 2008; 52: 833-44.7. Jacoeb TNA. Manifestasi klinis dermatitis atopik pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Rihatmadja R, editor. Dermatitis pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. hal. 58-78.8. Formosa MC. Atopic eczema. Malta Medical J. 2007;19:46-51.9. Leung DYM, Soter NA. Cellular and immunologic mechanisms in atopic dermatitis. Am Acad dermatol. 2001;44:S1-2.10. Dewi RWN. Eksim susu pada bayi dan anak. In: Boediardja SA, Sugito TL, Rihatmadja R, editor. Eksim pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p. 18-31.11. Cookson W, (2002). The genetic of atopic dermatitis. Current opinion in Allergy and Clin Immunol. 9:383-7.12. Elliot K, et al, (2002). Genetics of atopic dermatitis. Dalam: Beiber T, Leung DYM, penyunting. Atopic dermatitits. New York: Marcel Dekker Incorporation;p. 81-91.13. Friedmann P, et al, (2004). Atopic dermatitis. In Bums, T., Breathnach, S., Cox, N. & Griffiths, C. (Eds.) Rooks textbook of dermatology. 7th ed. Victoria, Blacwell Science.14. Ji GE. Probiotics in primary prevention of atopic dermatitis. Forum Nutr. Basel: Karger 2009;61:117-28.15. Vbnknkp16. Mohrenschlager M, Darsow U, Schnopp C, Ring J. Atopic eczema: whats new? JEADV 2006; 20: 503-13.17. Abrahamsson TR et al. Probiotics in prevention of Ig E-associated eczema: A double-blind, randomized, placebo-controlled trial. J Allergy Clin Immunol 2007; 119: 1174-80.18. Kukkonen K et al. Probiotics and prebiotic galactooligosaccharides in the prevention of allergic diseases: A randomized, double-blind, placebo-controlled trial. J Allergy Clin Immunol 2007; 119: 192-8.19. Vhbkbkbkkj20. Borchers AT, Selmi C, Meyers FJ, Keen CL, Gershwin ME. Probiotics and immunity. J Gastroenterol 2009; 44:26-46.21. Rautava S, Kalliomaki M, Isolauri E. New therapeutic strategy for combating the increasing burden of allergic disease: Probiotics- A nutrition, allergy, mucosal immunology and intestinal microbiota (NAMI) research group report. J Allergy Clin Immunol. 2005;116:31-7.22. Thomas DW, Greer FR. Clinical report-probiotics and prebiotics in pediatrics. Pediatrics 2010;126:1217-31.23. Wollenberg, A. & Beiber, T. (2000). Atopic dermatitis: from the genes to skin lesions. Allergy. 55 p.205-213.24. Hanifin JM, Chan S. (1999). Biochemical and immunologic mechanisms in atopic dermatitis: new targets for emerging therapies. J Am Acad Dermatol ;41:72-7.25. Anonim. (2008). Data jumlah kunjungan baru pasien kulit anak di RS Wahidin Sudirohusodo 2003-2008.26. Naldi L, Parazzini F, Gallus S. Prevalence of atopic dermatitis in Italian schoolchildren: factors aff ecting its variation. Acta Derm Venerol 2009; 89: 122-5.27. Wutrich, B. & Grendelmeier, P. (2002). Definition and diagnosis of intrinsic versus extrinsic atopic dermatitis, New York, Marcel Dekker.28. Djuanda S, Sularsito SA. Dermatitis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Boediardja SA, editor Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-4. Jakarta: FKUI; 2005. h. 129-53.29. Gimenez JCM. Atopic Dermatitis. Allergol Immunol Clin 2000; 15: 279-95.