e learning

23
Pelatihan Jardiknas 2007 1 maryati,S.Pd. MA SyamsulUlum,Sukabumi Peran Pendidik Dalam Proses Belajar Mengajar Melalui Pengembangan e-Learning Disusun Oleh : Maryati, S.Pd Nip. 131968020 MADRASAH ALIYAH SYAMSUL’ULUM SUKABUMI 2007

Upload: fahrin-nizomi-neverbetraitor-foreverrezpector

Post on 02-Jul-2015

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pelatihan Jardiknas 2007Peran Pendidik Dalam Proses Belajar Mengajar Melalui Pengembangan e-LearningDisusun Oleh : Maryati, S.Pd Nip. 131968020MADRASAH ALIYAH SYAMSUL’ULUM SUKABUMI20071maryati,S.Pd. MA Syamsul’Ulum,SukabumiPelatihan Jardiknas 2007KATA PENGANTARPuji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”Peran Pendidik dalam Proses Belajar-Mengajar Melalui Pengembangan eLearning ”.

TRANSCRIPT

Page 1: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

1 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

Peran Pendidik Dalam Proses Belajar Mengajar

Melalui Pengembangan e-Learning

Disusun Oleh :

Maryati, S.Pd

Nip. 131968020

MADRASAH ALIYAH SYAMSUL’ULUM

SUKABUMI

2007

Page 2: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

2 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul

”Peran Pendidik dalam Proses Belajar-Mengajar Melalui Pengembangan e-

Learning ”.

Makalah ini di buat dalam rangka memenuhi tugas pelatihan Jardiknas

2007 yang diadakan di lingkungan Diknas Kota Sukabumi .

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima

kasih yang tak terhingga terutama kepada :

1. Suamiku tercinta Amin Herwnsyah, S.Pd., penulis haturkan terima kasih

yang tak terhingga, tiada kata yang terindah selain rasa terima kasih dan

sayang atas semua perhatian dan dukungannya.

2. Ratna Istianah, keponakanku yang telah banyak membantu dalam

penulisan makalah ini.

3. Teman-teman sesama peserta pelatihan yang selalu memberikan semangat

dan dukungan kepada penulis.

4. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan yang telah membantu

penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini,

oleh karena itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

untuk memperbaiki makalah ini di masa yang akan datang.

Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat terutama bagi penulis dan

bagi pembaca pada umumnya. Akhirnya kepada Allah jugalah semuanya kita

kembalikan.

Sukabumi, Oktober 2007

Penulis,

Maryati.S.Pd

Page 3: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

3 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………………………………………........ i

DAFTAR ISI .…………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang …………………………………… 1

1.2. Rumusan masalah ..………………………………….. 2

1.3. Tujuan Penulisan ........................................................ 3

1.4. Manfaat Penulisan ........................................................ 3

BAB II TELAAH PUSTAKA

2.1. Beberapa definisi mengenai Pendidikan ...................... 3

2.2. Tujuan dan Proses Pendidikan …………………….. 4

2.3. Unsur-unsur Pendidikan …………….…………......... 5

2.4. Proses Belajar Mengajar .......................…….….......... 6

2.5. Peranan Pendidik dalam Dunia Pendidikan ...................... 8

2.6. Pengertian E-learning .......................................................... 9

2.7. Fungsi Pembelajaran Elektronik .................................. 10

2.8. Manfaat Pembelajaran elektronik Learning …………….. 11

BAB III PEMBAHASAN

4.1 Peranan pendidik dalam Proses Belajar Mengajar melalui

Pengembangan E-learning …………………………...... 14

4.2 Upaya Pendidik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan

Melalui Pengembangan E-learning ..…………………… 16

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan………………………………………………... 19

5.2 Saran………………………………………………………. 19

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 20

Page 4: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

4 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa indonesia adalah

pendidikan. Sebab dengan pendidikan diharapkan setiap individu dapat

meningkatkan kualitas keberadaannya dan mampu berpartisipasi dalam gerak

pembangunan. Dengan pesatnya perkembangan dunia di era globalisasi ini,

terutama di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan, maka pendidikan nasional

juga harus terus-menerus dikembangkan seirama dengan zaman.

Pada umumnya sebuah sekolah dan pendidikan bertujuan pada bagaimana

kehidupan manusia itu harus ditata, sesuai dengan nilai-nilai kewajaran dan

keadaban (civility). Semua orang pasti mempunyai harapan dan cita-cita

bagaimana sebuah kehidupan yang baik. Karena itu pendidikan pada gilirannya

berperan mempersiapkan setiap orang untuk berperilaku penuh keadaban

(civility). Keadaban inilah yang secara praktis sangat dibutuhkan dalam setiap

gerak dan perilaku.

Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 BAB I

Pasal 1 ayat 1 bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia sera

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Selama ini pendidikan di Indonesia masih menggunakan metode

tradisional dan dikotomis (terjadi pemisahan) antara pendidikan yang berorientasi

iman dan takwa (imtak) dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek).

Pendidikan seperti ini tidak memadai lagi untuk merespon perkembangan

masyarakat yang sangat dinamis. Metode pendidikan yang harus diterapkan

sekarang adalah dengan mengembangkan pendidikan yang integralistik yang

memadukan antara iman dan takwa (imtak) dengan ilmu pengetahuan dan

tekhnologi (iptek).

Page 5: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

5 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

Semakin melemahnya bangsa ini pasca krisis moneter yang kita alami

telah membuat Indonesia berada di urutan bawah dalam hal kualitas

pendidikannya. Minimnya sarana dan prasarana pendukung menyebabkan

pengajaran tidak dapat dilakukan dengan optimal.

1.2. Rumusan masalah

Dalam permasalahan ini penulis lebih menekankan sejauh mana peran

pendidik dalam upaya peningkatan kualitas pendidik dalam mutu pendidikan

terkait dengan hal – hal teknologi pendidikan diantara nya komputer dan internet.

Pertanyaan dari masalah yang menjadi analisa dalam penelitian diformulasikan

dengan pertanyaan – pertanyaan di bawah ini:

1. Apa Peran Pendidik pada proses belajar-mengajar pada metode e-

Learning

2. Bagaimana proses upaya membangun budaya belajar melalui

pengembangan e-Learning

1.3. Tujuan Penulisan

Penulis menyusun karya tulis ilmiah ini dengan tujuan :

1. Untuk mengetahui seberapa besar peran pendidik atau pengajar pada

proses belajar-mengajar melalui pengembangan e-Learning.

2. Mengetahui upaya-upaya Upaya Membangun Budaya Belajar melalui

Pengembangan E-learning

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah agar pendidik bisa

meningkatkan kemampuan mendidik atau mengajar terhadap anak didiknya serta

mampu mengembangkan potensi diri peserta didik, mengembangkan kreativitas

dan mendorong adanya penemuan keilmuan dan teknologi yang inovatif, sehingga

para siswa mampu bersaing dalam masyarakat global.

Page 6: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

6 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1. Beberapa Definisi Mengenai Pendidikan

Beberapa definisi mengenai pendidikan dapat dikemukakan di bawah ini :

M.J. Langeveld (1995) :

1) Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia

yang belum dewasa kepada kedewasaan.

2) Pendidikan ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas-

tugas hidupnya, agar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab

secara susila.

3) Pendidikan adalah usaha mencapai penentuan-diri-susila dan tanggung

jawab.

Stella van Petten Henderson :

Pendidikan merupakan kombinasai dari pertumbuhan dan perkembangan

insani dengan warisan sosial.

Kohnstamm dan Gunning (1995) :

Pendidikan adalah pembentukan hati nurani.

Pendidikan adalah proses pembentukan-diri dan penetuan-diri secara etis,

sesuai denga hati nurani.

John Dewey (1978) :

Aducation is all one with growing; it has no end beyond itself. (pendidikan

adalah segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan; pendidikan sendiri

tidak punya tujuan akhir di balik dirinya).

H.H Horne :

Dalam pengertian luas, pendidikan merupakan perangkat dengan mana

kelompok sosial melanjutkan keberadaannya memperbaharui diri sendiri,

dan mempertahankan ideal-idealnya.

Encyclopedia Americana (1978) :

• Pendidikan merupakan sebarang proses yang dipakai individu untuk

memperoleh pengetahuan atau wawasan, atau mengembangkan sikap-

sikap ataupun keterampilan-keterampilan.

Page 7: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

7 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

• Pendidikan adalah segala perbuatan yang etis, kreatif, sistematis dan

intensional dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan pada

pencapaian tujuan pendidikan tertentu.

Dari pelbagai definisi tersebut di atas dapat kita kita simpulkan bahwa

pendidikan merupakan gejala insani yang fundamental dalam kehidupan manusia

untuk mengantarkan anak manusia ke dunia peradaban. Pendidikan juga

merupakan bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan otentik, agar anak

belajar mengenali jatidirinya yang unik, bisa bertahan hidup, dan mampu

memiliki, melanjutkan-mengembangkan warisan-warisan sosial generasi yang

terdahulu.

2.2. Tujuan dan Proses Pendidikan

Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur,

pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki

dua fungsi yaitu memberi arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan

merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.

Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki posisi

penting diantara komponen-komponen pendidikan lainnya. Dapat dikatakan

bahwa seluruh komponen dari seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-

mata terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut. Dengan

demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan tujuan tersebut

dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga harus dicegah

terjadinya. Di sini terlihat bahwa tujuan pendidikan itu bersifat normatif, yaitu

mengandung unsur norma yang bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan

dengan hakikat perkembangan peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat

sebagai nilai hidup yang baik.

Sehubungan dengan fungsi tujuan yang sangat penting itu, maka suatu

keharusan bagi pendidik untuk memahaminya. Kekurangpahaman pendidik

terhadap tujuan pendidikan dapat mengakibatkan kesalahpahaman di dalam

melaksanakan pendidikan. Gejala demikian oleh Langeveld disebut salah teoritis

(Umar Tirtarahardja dan La Sula, 37 : 2000).

Page 8: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

8 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen

pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan.

Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil

pencapaian tujuan pendidikan.

Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas

komponen dan kualitas pengelolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lain saling

tergantung. Walaupun komponen-komponennya cukup baik, seperti tersedianya

prasarana dan sarana serta biaya yang cukup, juga ditunjang dengan pengelolaan

yang andal maka pencapaian tujuan tidak akan tercapai secara optimal. Demikian

pula bila pengelolaan baik tetapi di dalam kondisi serba kekurangan, akan

mengakibatkan hasil yang tidak optimal.

2.3. Unsur-Unsur Pendidikan

Proses pendidikan melibatkan banyak hal, yaitu :

1) Subjek yang dibimbing (peserta didik).

Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung

menyebut demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek

atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang

memiliki ciri khas dan otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri)

secara terus menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai

sepanjang hidupnya.

2) Orang yang membimbing (pendidik).

Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan

pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya

dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan

lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan

yaitu orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, pelatihan, dan

masyarakat/organisasi.

3) Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif).

Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar

peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian

Page 9: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

9 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif

dengan memanifulasikan isi, metode serta alat-alat pendidikan.

4) Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan).

Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya

abstrak. Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat luas

sehingga sulit untuk dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan pendidikan harus

berupa tindakan yang ditujukan kepada peserta didik dalam kondisi tertentu,

tempat tertentu, dan waktu tertentu dengan menggunakan alat tertentu.

5) Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan).

Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam

kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini

meliputi materi inti maupun muatan lokal. Materi inti bersifat nasional yang

mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal

nisinya mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi

lingkungan.

6) Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode).

Alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Alat

melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat dan

metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan

sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.

7) Tempat peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).

Lingkungan pendidikan biasa disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga,

sekolah dan masyarakat.

2.4. Proses Belajar-Mengajar

Proses belajar-mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang

dikemukakan oleh Adams & Decey dalam Basic Principles Of Student Teaching,

antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur

lingkungan, partissipan, ekspeditor, perencana, suvervisor, motivator, penanya,

evaluator dan konselor.

1) Guru sebagai demonstrator

Page 10: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

10 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru

hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan

diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan

kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat

menetukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru ialah bahwa ia sendiri

adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus-menerus. Dengan cara

demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai

bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai demonstrator sehingga mampu

memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya ialah agar apa

yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.

2) Guru sebagai mediator dan fasilitator

Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman

yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat

komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar. Dengan demikian

jelaslah bahwa media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang

bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses

pendidikan.

Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar

yang kiranya berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses

belajar-mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah ataupun surat

kabar.

3) Guru sebagai evaluator

Dalam dunia pendidikan, setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan

pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan akan diadakan

evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan tadi

orang selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh

pihak terdidik maupun oleh pendidik.

Penilaian perlu dilakukan, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui

keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta

ketepatan atau keefektifan metode mengajar.

Page 11: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

11 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

2.5. Peran Pendidik Dalam Dunia Pendidikan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Bab I

Pasal 1 ayat 5 bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang

mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

Sedangkan menurut ayat 6 Pendidik adalah tenaga kependidikan yang

berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,

instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta

berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Proses belajar/mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala

sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi dan sampai sejauh

mana kita mengubah lingkungan, presentasi dan rancangan pengajaran, sejauh itu

pula proses belajar berlangsung (Lozanov, 1978).

Dalam hal ini pengaruh dari peran seorang pendidik sangat besar sekali. Di

mana keyakinan seorang pendidik atau pengajar akan potensi manusia dan

kemampuan semua peserta didik untuk belajar dan berprestasi merupakan suatu

hal yang penting diperhatikan. Aspek-aspek teladan mental pendidik atau pengajar

berdampak besar terhadap iklim belajar dan pemikiran peserta didik yang

diciptakan pengajar. Pengajar harus mampu memahami bahwa perasaan dan sikap

peserta didik akan terlihat dan berpengaruh kuat pada proses belajarnya. (Bobbi

DePorter : 2001)

Proses pendidikan merupakan totalitas ada bersama pendidik bersama-

sama dengan anak didik; juga berwujud totalitas pengarahan menuju ke tujuan

pendidikan tertentu, disamping orde normatif guna mengukur kebaikan dan

kemanfaatan produk perbuatan mendidik itu sendiri. Maka perbuatan mendidik

dan membentuk manusia muda itu amat sukar, tidak boleh dilakukan dengan

sembrono atau sambil lalu, tetapi benar-benar harus dilandasi rasa tanggung jawab

tinggi dan upaya penuh kearifan.

Barang siapa tidak memperhatikan unsur tanggung jawab moril serta

pertimbangan rasional, dan perbuatan mendidiknya dilakukan tanpa refleksi yang

arif, berlangsung serampangan asal berbuat saja, dan tidak disadari benar, maka

pendidik yang melakukan perbuatan sedemikian adalah orang lalai, tipis

moralnya, dan bisa berbahaya secara sosial. Karena itu konsepsi pendidikan yang

Page 12: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

12 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

ditentukan oleh akal budi manusia itu sifatnya juga harus etis. Tanpa

pertanggungjawaban etis ini perbuatan tersebut akan membuahkan kesewenang-

wenangan terhadap anak-didiknya.

Peran seorang pengajar atau pendidik selain mentransformasikan ilmu

pengetahuan yang dimilikinya kepada anak didik juga bertugas melakukan

pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada

masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Hal ini sesuai dengan

UU Republik Indonesia No. 20 Pasal 39 ayat 2.

Di samping itu merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik yang

bertanggung jawab, bahwa di dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat dalam

cara yang sesuai dengan keadaan peserta didik Di mana selain peran yang telah

disebutkan di atas, hal yang perlu dan penting dimiliki oleh pendidik yaitu

pendidik harus mengetahui psikologis mengenai peserta didik. Dalam proses

pendidikan persoalan psikologis yang relevan pada hakikatnya inti persoalan

psikologis terletak pada peserta didik, sebab pendidikan adalah perlakuan

pendidik terhadap peserta didik dan secara psikologis perlakuan pendidik tersebut

harus selaras mungkin dengan keadaan peserta didik. (Sumardi Suryabrata : 2004)

2.6. Pengertian E-Learning

Salah satu wujud pemanfaatan teknologi ini adalah melalui pengembangan

e-learning di sekolah dan perguruan tinggi. e-Learning merupakan suatu teknologi

informasi yang relatif baru di Indonesia. e-Learning terdiri dari dua bagian, yaitu

e- yang merupakan singkatan dari elektronika dan learning yang berarti

pembelajaran. Jadi e-Learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa

bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer. Karena itu, maka

e-Learning sering disebut pula dengan on-line course. e-Learning adalah

pembelajaran melalui jasa elektronik. Kini, e-Learning menjadi salah satu

alternatif pembelajaran karena keunggulan yang dimilikinya Sayangnya,

meskipun disadari e-learning dapat membantu mempercepat proses pendidikan

dan meningkatkan mutu pendidikan, pemanfaatannya belum populer di sekolah-

sekolah bahkan di perguruan tinggi di Indonesia..

Page 13: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

13 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

E-learning (electronic learning) adalah pembelajaran baik secara formal

maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti internet,

intranet, CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan lain-lain (Lende,

2004). Akan tetapi, e-learning pembelajaran yang lebih dominan menggunakan

internet (berbasis web).

2.7. Fungsi Pembelajaran Elektronik

Ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan

pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction), yaitu sebagai suplemen yang

sifatnya pilihan/opsional, pelengkap (komplemen), atau pengganti (substitusi)

(Siahaan, 2002).

a. Suplemen

Dikatakan berfungsi sebagai supplemen (tambahan), apabila peserta didik

mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran

elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta

didik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya

opsional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan

pengetahuan atau wawasan.

b. Komplemen (tambahan)

Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila materi

pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran

yang diterima siswa di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti

materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement

(pengayaan) atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran konvensional.

Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai enrichment, apabila

kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/memahami materi

pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast learners) diberikan

kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang

secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin

memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang

disajikan guru di dalam kelas.

Page 14: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

14 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada peserta didik yang

mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap

muka di kelas (slow learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi

pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka.

Tujuannya agar peserta didik semakin lebih mudah memahami materi pelajaran

yang disajikan guru di kelas.

c. Substitusi (pengganti)

Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapa

alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada para mahasiswanya.

Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara fleksibel mengelola kegiatan

perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari mahasiswa.

Ada 3 alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta didik,

yaitu: (1) sepenuhnya secara tatap muka (konvensional), (2) sebagian secara tatap

muka dan sebagian lagi melalui internet, atau bahkan (3) sepenuhnya melalui

internet.

Alternatif model pembelajaran mana pun yang akan dipilih mahasiswa

tidak menjadi masalah dalam penilaian. Karena ketiga model penyajian materi

perkuliahan mendapatkan pengakuan atau penilaian yang sama. Jika mahasiswa

dapat menyelesaikan program perkuliahannya dan lulus melalui cara konvensional

atau sepenuhnya melalui internet, atau bahkan melalui perpaduan kedua model

ini, maka institusi penyelenggara pendidikan akan memberikan pengakuan yang

sama. Keadaan yang sangat fleksibel ini dinilai sangat membantu mahasiswa

untuk mempercepat penyelesaian perkuliahannya.

2.8. Manfaat Pembelajaran elektronik Learning

Menurut A. W. Bates (Bates, 1995) dan K. Wulf (Wulf, 1996) manfaat

Pembelajaran elektronik Learning (e-Learning) itu terdiri atas 4 hal, yaitu:

(1). Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan

guru atau instruktur (enhance interactivity).

Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat

meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan

guru/instruktur, antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan

Page 15: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

15 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya dengan pembelajaran yang

bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran

konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan

pertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya di dalam diskusi. Hal ini

disebabkan karena pada pembelajaran yang bersifat konvensional, kesempatan

yang ada atau yang disediakan dosen/guru/instruktur untuk berdiskusi atau

bertanya jawab sangat terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga

cenderung didominasi oleh beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan berani.

Keadaan yang demikian ini tidak akan terjadi pada pembelajaran elektronik.

Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau kurang berani mempunyai

peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan

pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat tekanan dari teman

sekelas (Loftus, 2001).

(2) Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan

saja (time and place flexibility).

Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan

tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik

dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana

saja (Dowling, 2002). Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran,

dapat diserahkan kepada guru/dosen/instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak

perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan guru/instruktur.

(3) Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a

global audience).

Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang

dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih banyak

atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa

saja, di mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan

sumber belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar

terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.

Page 16: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

16 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

(4) Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran

(easy updating of content as well as archivable capabilities).

Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat

lunak yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan

bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau

pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan materi

keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah. Di samping itu,

penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan, baik

yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas hasil penilaian

guru/dosen/ instruktur selaku penanggung-jawab atau pembina materi

pembelajaran itu sendiri.

Page 17: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

17 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Peran Pendidik pada Proses Belajar-Mengajar melalui Pengembangan

e-Learning

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara

keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Karena Proses

belajar-mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik/guru dan siswa

atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk

mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan

siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar.

Interaksi dalam peristiwa belajar-mengajar ini memiliki arti yang lebih luas, tidak

sekedar hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif.

Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran,

melainkan menanamkan sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.

Peran guru dalam proses belajar-mengajar , guru tidak hanya tampil lagi

sebagai pengajar (teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini,

melainkan beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor) dan manager

belajar (learning manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru

masa depan. Di mana sebagai pelatih, seorang guru akan berperan mendorong

siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja keras dan

mencapai prestasi setinggi-tingginya, dan membantu siswa untuk bekerja keras

dan membantu siswa menghargai nilai belajar dan pengetahuan.

e-Learning menjadi salah satu alternatif pembelajaran karena keunggulan

yang dimilikinya Sayangnya, meskipun disadari e-learning dapat membantu

mempercepat proses pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan,

pemanfaatannya belum populer di sekolah-sekolah bahkan di perguruan tinggi di

Indonesia.

Padahal teknologi informasi dapat dipergunakan untuk memperluas daya

jangkau kesempatan pendidikan ke seluruh pelosok Tanah Air. Upaya ini bisa

dilakukan dengan mengembangkan sistem delivery sumber-sumber pendidikan

Sistem delivery itu dapat dilakukan dengan menggunakan kemajuan teknologi,

Page 18: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

18 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

termasuk dalam hal ini dengan sistem belajar jarak jauh, Penggunaan e-Learning

tidak bisa dilepaskan dengan peran Internet. Internet pada dasarnya adalah

kumpulan informasi yang tersedia di komputer yang bisa diakses karena adanya

jaringan yang tersedia di komputer tersebut. Oleh karena itu bisa dimengerti kalau

e-Learning bisa dilaksanakan karena jasa Internet ini. e-Learning sering disebut

pula dengan nama on-line course karena aplikasinya memanfaatkan jasa Internet.

e-Learning menyadari bahwa di Internet dapat ditemukan berbagai

informasi dan informasi itu dapat diakses secara lebih mudah, kapan saja dan

dimana saja, maka pemanfaatan Internet menjadi suatu kebutuhan. Bukan itu saja,

pengguna Internet bisa berkomunikasi dengan pihak lain dengan cara yang sangat

mudah melalui teknik e-moderating yang tersedia di Internet. Tersedianya fasilitas

e-Moderating dimana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui

fasilitas Internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu

dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. Guru dan siswa

dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan

terjadwal melalui Internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa

jauh bahan ajar dipelajari; Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap

saat dan dimana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di

komputer.

Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan

yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di Internet secara lebih mudah. Baik

guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui Internet yang dapat diikuti

dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan

wawasan yang lebih luas. Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif

menjadi aktif. Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari

perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi

mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.

Page 19: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

19 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

4.2. Upaya Membangun Budaya Belajar melalui Pengembangan E-learning

Ada empat komponen penting dalam membangun budaya belajar dengan

menggunakan model e-learning di sekolah. Pertama, siswa dituntut secara mandiri

dalam belajar dengan berbagai pendekatan yang sesuai agar siswa mampu

mengarahkan, memotivasi, mengatur dirinya sendiri dalam pembelajaran. Kedua,

guru mampu mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan, memfasilitasi dalam

pembelajaran, memahami belajar dan hal-hal yang dibutuhkan dalam

pembelajaran. Ketiga tersedianya infrastruktur yang memadai dan yang ke empat

administrator yang kreatif serta penyiapan infrastrukur dalam memfasilitasi

pembelajaran.

Kunci sukses terealisasinya program e-learning, yakni adanya perencanaan

dan leadership yang terarah dengan mempertimbangkan efektifitas dalam

pembiayaan, integritas sistem teknologi serta kemampuan guru dalam mengadapsi

perubahan model pembelajaran yang baru yang sudah barang tentu didukung

kemampuan mencari bahan pembelajaran melalui internet serta mempersiapkan

budayabelajar.

Ada empat langkah dalam manajemen pengelolaan program e-learning

yakni pertama menentukan strategi yang jelas tentang target audience,

pembelajarannya, lokasi audience, ketersediannya infrastruktur, budget dan

pengembalian investasi yang tidak hanya berupa uang tunai. Kedua menentukan

peralatan misalnya hoste vs installed LMS dan Commercial or OS-LMS, ketiga

adalah adanya hubungan dengan perusahan yang mengembangkan penelitian

berkaitan dengan program e-learning yang dikembangkan di sekolah. Ke empat

menyiapkan bahan-bahan yang akan dibutuhkan bersifat spesifik, usulan yang

dapat diimplementasikan serta menyiapkan short response time. Kesemuanya itu,

hendaknya perlu dipikirkan masak-masak dalam konteks investasi jangka panjang.

Membudayakan belajar berbasis TIK (Teknologi Informasi daan Komputer)

Berkembangnya teknologi pembelajaran berbasis TIK mulai tahun 1995

an, salah satu kendalanya adalah menyiapkan peserta didik dalam budaya belajar

berbasis teknologi informasi serta kurang trampilnya dalam menggunakan

perangkat komputer sebagai sarana belajar, serta masih terbatasnya ahli dalam

teknologi multimedia khususnya terkait dengan model-model pembelajaran.

Page 20: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

20 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

Untuk mempersiapkan budaya belajar berbasis TIK adalah keterlibatan orang tua

murid dan kultur masyarakat akan teknologi serta dukungan dari lingkungan

merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan. Pembentukan kominitas TIK sangat

mendukung untuk membudayakan anak didik dengan teknologi. Model ini telah

dikembangkan di Jepang tepatnya di Shuyukan High School dengan membentuk

club yang dinamai (Information Science Club), yakni sebagai wadah siswa untuk

bersinggungan dengan budaya teknologi.

Kompetensi guru dalam pembelajaran Ada tiga kompetensi dasar yang

harus dimiliki guru untuk menyelenggarakan model pembelajaran e-learning.

Pertama kemampuan untuk membuat desain instruksional (instructional design)

sesuai dengan kaedah-kaedah paedagogis yang dituangkan dalam rencana

pembelelajaran. Kedua, penguasaan TIK dalam pembelajaran yakni pemanfaatan

internet sebagai sumber pembelajaran dalam rangka mendapatkan materi ajar

yang up to date dan berkualitas dan yang ketiga adalah penguasaan materi

pembelajaran (subject metter) sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.

Langkah-langkah kongkrit yang harus dilalui oleh guru dalam pengembangan

bahan pembelajaran adalah mengidentifikasi bahan pelajaran yang akan disajikan

setiap pertemuan, menyusun kerangka materi pembelajaran yang sesuai dengan

tujuan instruksional dan pencapainnya sesuai dengan indikator-indikator yang

telah ditetapkan. Bahan tersebut selanjutnya dibuat tampilan yang menarik

mungkin dalam bentuk power point dengan didukung oleh gambar, video dan

bahan animasi lainnya agar siswa lebih tertarik dengan materi yang akan dipelajari

serta diberikan latihan-latihan sesuai dengan kaedah-kaedah evaluasi

pembelajaran sekaligus sebagai bahan evaluasi kemajuan siswa. Bahan pengayaan

(additional matter) hendaknya diberikan melalui link ke situs-situs sumber belajar

yang ada di internet agar siswa mudah mendapatkannya. Setelah bahan tersebut

selesai maka secara teknis guru tinggal meng-upload ke situs e-learning yang telah

dibuat

Beberapa hal yang perlu dicermati dalam menyelenggarakan program e-

learning / digital classroom adalah guru menggunakan internet dan email untuk

berinteraksi dengan siswa untuk mengukur kemajuan belajar siswa, siswa mampu

Page 21: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

21 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

mengatur waktu belajar, dan pengaturan efektifitas pemanfaatan internet dalam

ruang multi media.

Page 22: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

22 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat

mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya :

1. Peran Pendidik pada Proses Belajar-Mengajar melalui Pengembangan e-

Learning, guru tidak hanya tampil sebagai pengajar (teacher), karena

dengan adanya e-Learning guru dan siswa dapat berkomunikasi secara

mudah melalui fasilitas Internet secara regular atau kapan saja kegiatan

berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan

waktu.

2. Upaya Membangun Budaya Belajar melalui Pengembangan E-learning

adalah pendidik mengidentifikasi bahan pelajaran yang akan disajikan

setiap pertemuan, menyusun kerangka materi pembelajaran yang sesuai

dengan tujuan instruksional dan pencapainnya sesuai dengan indikator-

indikator yang telah ditetapkan kemudian dibuat tampilan yang menarik

dalam bentuk power point dengan didukung oleh gambar, video dan bahan

animasi lainnya agar siswa lebih tertarik. Bahan pengayaan hendaknya

diberikan melalui link ke situs-situs sumber belajar yang ada di internet

agar siswa mudah mendapatkannya. Setelah bahan tersebut selesai maka

secara teknis guru tinggal meng-upload ke situs e-learning yang telah

dibuat

5.2 Saran

Untuk tercapainya tujuan pokok pendidikan hendaklah peran pendidik

tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan aspek

kognitif saja, melainkan juga berorientasi pada bagaimana seorang anak didik bisa

belajar dari lingkungan dari pengalaman dan kehebatan orang lain, dari kekayaan

luasnya hamparan alam, sehingga dengan pengembangan elektronikal learning ini

siswa dapat mengembangkan sikap-sikap kreatif dan daya pikir imaginatif nya.

Page 23: e Learning

Pelatihan Jardiknas 2007

23 maryati,S.Pd.

MA Syamsul’Ulum,Sukabumi

DAFTAR PUSTAKA

Kartono, Kartini. 1997. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional.

Jakarta : Anem Kosong Anem

Makmun, Syamsudin Abin. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja

Rosdakarya

Sidi, Djati Indra. 2003. Menuju Masyarakat Belajar. Jakarta : Paramadina

Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Tirtarahardja, Umar. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Th. 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta : Cemerlang

Anggoro, Mohammad Toha. 2001. “Tutorial Elektronik melalui Internet dan Fax

Internet” dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 2, No. 1,

Maret 2001. Tangerang: Universitas Terbuka.

http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/020624elearning.htm)

Sutrisno. (2007). E-learning di Sekolah dan (sumber dari Internet: 17 Agustus

2007).