dt kel f_dispepsia & diare.docx

36
DISKUSI KASUS PENYAKIT DALAM MODUL PRAKTIK KLINIK KAJIAN KELUHAN DISPEPSIA DAN DIARE PADA PENYAKIT KRONIK MULTIPEL DISUSUN OLEH: Ardeno (0706258763) Elita Wibisono (0706259021) Syaiful Rinanto (0706259936) Selti Rosani (0706162934) Sonia Hanifati (0706259873) Risca Marcelena (0706259766) Tiffani Dwi Arine A. (0706260673) Frans Liwang (0706154259) NARASUMBER: dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH

Upload: rivaambardinapradita

Post on 27-Dec-2015

77 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

s

TRANSCRIPT

Page 1: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

DISKUSI KASUS PENYAKIT DALAM

MODUL PRAKTIK KLINIK

KAJIAN KELUHAN DISPEPSIA DAN DIARE

PADA PENYAKIT KRONIK MULTIPEL

DISUSUN OLEH:

Ardeno (0706258763)

Elita Wibisono (0706259021)

Syaiful Rinanto (0706259936)

Selti Rosani (0706162934)

Sonia Hanifati (0706259873)

Risca Marcelena (0706259766)

Tiffani Dwi Arine A. (0706260673)

Frans Liwang (0706154259)

NARASUMBER:

dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

NOVEMBER 2011

Page 2: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

BAB I

ILUSTRASI KASUS

Identitas

Nama : Ny. P

Usia : 58 tahun

Tempat/Tanggal lahir : Riau, 31 Juli 1953

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Pandau Permai blok C 20 no. 20, Siak Hulu, Kampar, Riau

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status pernikahan : Menikah

Tanggal datang : 25 Oktober 2011

Anamnesis (Autoanamnesis dan Alloanamnesis: anak pasien)

Keluhan Utama

Mual dan muntah yang memberat sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 3 minggu SMRS, pasien mengeluh sakit kepala berputar, bergoyang terutama saat

pasien berubah posisi dari tidur menjadi duduk. Rasa pusing muncul selama ± 5 menit,

membaik bila pasien duduk tenang selama beberapa saat. Keluhan tersebut muncul 1-2 x/hari.

Kelemahan satu sisi tubuh, penglihatan ganda dan demam disangkal. Selain itu pasien

mengeluh mual yang kemudian diikuti muntah. Isi muntah adalah makanan, mual tidak

membaik dengan makanan, rasa tidak nyaman pada perut (+), muntah darah (–). Pasien

memiliki riwayat maag dan belum pernah minum obat maag sebelumnya. Sakit maag muncul

apabila pasien terlambat makan. Pasien juga memiliki kebiasaan minum teh dan kopi setiap

hari sejak usia muda.

Sejak 1 minggu SMRS, keluhan pusing berputar dirasakan semakin berat disertai mual

dan muntah yang semakin sering. Pusing berputar dengan karakteristik yang mirip seperti

sebelumnya, sering muncul sewaktu bangun dari tempat tidur. Selama di rumah, pasien

mengaku minum dan makan cukup walaupun sering dimuntahkan. Nafsu makan juga

menurun, rasa tidak nyaman pada daerah perut (+).

1

Page 3: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

Pada 1 minggu SMRS itu juga, pasien juga mengeluh BAB encer 2-3 kali/hari. BAB

cair, ampas (+) sedikit, warna hijau, bau busuk (+), darah (–), lendir (–), nyeri BAB (–),

demam (–). Pasien juga sering BAK, dengan rasa panas dan nyeri saat BAK (+). BAK

mengompol (–), nyeri pinggang (+) kiri dan kanan, nyeri di bawah perut (–). Oleh karena itu,

pasien dibawa ke RSCM dan dikatakan mengalami gangguan vertigo. Pasien dirawat inap

selama beberapa hari dan pulang menjalani rawat jalan. Saat di rumah, keluhan berputar

masih sering muncul, dengan karakteristik yang serupa.

Sejak 1 hari SMRS, pasien mengeluh mual memberat disertai muntah terus menerus.

Pusing berputar (+), pandangan kabur (-). Kemudian pasien dibawa ke IGD RSCM dan

dirawat selama 4 hari. Selama dirawat pasien BAB encer sebanyak 3-4 kali/hari sejak 1 hari

SMRS. BAB cair, ampas (+) sedikit, warna hijau, bau busuk (+), darah (–), lendir (–), nyeri

BAB (–), demam (–). Pasien juga merasa lemas dan sulit untuk bergerak. Mual muntah juga

masih dirasakan.

Pada 2 bulan SMRS, pasien pernah mengeluh kedua kaki bengkak. Bengkak muncul

dalam beberapa hari. Pasien juga merasa lemas, mual, dan nafsu makan menurun pada saat

itu. Adanya riwayat muntah-muntah disangkal pada saat itu. Pasien minum air seperti biasa, 8

gelas/hari. Pusing berputar (–). Kemudian pasien berobat ke dokter, dilakukan USG dan

dikatakan hanya sakit ginjal. Pasien juga diberi tahu bahwa tekanan darahnya tinggi. Pasien

rawat inap selama beberapa hari, kemudian menjalani rawat jalan. Bengkak dirasakan

membaik, dan tekanan darah pasien dikatakan sudah normal. Sejak saat itu, pasien tidak

mengonsumsi obat apapun dan keluhan bengkak tidak pernah muncul lagi. Barulah pada awal

Oktober 2011, pasien mengeluh sakit pinggang kemudian dirawat di Gedung A RSCM

dikatakan sakit ginjal. Saat itu, dipasang alat di saluran kemih kanan dan kiri.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat Ca serviks pada tahun 1996 dan telah menjalani pengobatan di

RS Dharmais, dikatakan sudah sembuh. Pasien menjalani radioterapi 27 kali di luar dan 2 kali

di dalam. Setelah itu, pasien tidak pernah kontrol untuk kanker serviks lagi. Keluhan

keputihan, keluar darah dari kemaluan, serta penurunan berat badan saat ini disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat diabetes melitus, hipertensi, asma, jantung, dan keganasan disangkal.

2

Page 4: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

Riwayat Sosial

Pasien sudah menikah dan memiliki 10 anak. Sudah menopause sejak tahun 1996. Sehari-hari

pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Saat ini pembiayaan mengunakan Jamkesda.

Pemeriksaan Fisik (31 Oktober 2011)

Kesadaran : kompos mentis

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Keadaan gizi : baik

Tinggi badan : 160 cm

Berat badan : 64 kg

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 105 x/menit, isi cukup

Frekuensi nafas : 25 x/menit

Suhu : 36,4 oC

Status Generalis

Kulit : sawo matang, turgor baik

Kepala : normocephal, deformitas (–), nyeri tekan (–).

Rambut : hitam keputihan, persebaran rambut merata, tidak mudah dicabut.

Mata : konjungtiva anemis –/–, sklera ikterik –/–.

Telinga : deformitas (–), liang telinga lapang, membran timpani intak, serumen (+)

minimal.

Hidung : deformitas (–), deviasi septum (–), sekret (–).

Tenggorokan : tenang, faring hiperemis (–), T1/T1, detritus (–), kripti (–).

Gigi dan mulut: higienitas oral baik, karies dentis (–).

Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran tiroid (–), KGB tidak teraba.

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat.

Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga 5, linea midklavikula sinistra,

thrill (–), lifting (–), heaving (–).

Perkusi : batas jantung kanan di linea sternalis dekstra

batas jantung kiri di linea midklavikula sinistra

pinggang jantung di sela iga 2 linea parasternal kiri.

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (–), gallop (–).

3

Body mass index = 25 kg/m2 (obesitas grade I)

Page 5: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

Paru

Inspeksi : simetris statis dinamis.

Palpasi : ekspansi dada simetris, fremitus kanan = kiri.

Perkusi : sonor/sonor.

Auskultasi : vesikuler, rhonki –/–, wheezing –/–.

Abdomen

Inspeksi : datar, venektasi (–)

Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hati limpa tidak teraba, ballotement (–)

Perkusi : timpani/timpani, nyeri ketok CVA (+) bilateral, shifting dullness (–).

Auskultasi : bising usus (+) normal.

Ekstremitas : akral hangat, edema –/–

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (25 Oktober 2011)

Hemoglobin : 11,9 g/dL MCV : 87

Hematokrit : 39% MCH : 27

Leukosit : 24.600/µL MCHC : 31

Trombosit : 450.000/uL SGOT : 18 µ/L

Ureum : 95 mg/dL SGPT : 25 µ/L

Kreatinin : 3,2 mg/dL Na/K/Cl : 139/3,7/101

GDS : 188 mg/dL

Laboratorium (26 Oktober 2011)

PT : 16,8 detik APTT : 32,2 detik

PT control : 13,4 detik APTT control : 32,0 detik

Kadar : 610 mg/dL D-dimer : 0,3 mg/dL

Fibrinogen Kuantitatif

Laboratorium (27 Oktober 2011)

Ureum : 90 mg/dL PT : 15,2 detik

Kreatinin : 2,5 mg/dL PT control : 11,7 detik

APTT : 35,9 detik APTT control : 31,5 detik

Kadar : > 610 mg/dL D-dimer : 0,2 mg/dL

Fibrinogen Kuantitatif

4

Page 6: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

Anti HIV Penyaring Metode I: OD 0,191 CO 0,900 Non Reaktif

HBsAg : 0,630 non reaktif

Anti HCV : 0,110 non reaktif

Laboratorium (29 Oktober 2011)

Hemoglobin : 10,9 g/dL MCV : 79,7

Hematokrit : 31,4% MCH : 27,7

Leukosit : 27.050/uL MCHC : 34,7

Trombosit : 344.000/uL Na/K/Cl : 129/3,62/98,3

Ureum : 111 mg/dL

Kreatinin : 2,9 mg/dL

Laboratorium (30 Oktober 2011)

PT : 16,4 detik APTT : 41,7 detik

PT control : 12,0 detik APTT control : 30,9 detik

Pemeriksaan Tinja (29 Oktober 2011):

Lendir (+), leukosit 2-3, cacing (–), amoeba (–), fecal occult blood test (–).

EKG (28 Oktober 2011) :

Irama sinus, gel P normal, interval PR normal, QRS < 0,08 detik, poor R regression (–).

Rontgen paru: Infiltrat –/–, CTR < 50%.

Urinalisis (29 Oktober 2011):

Kuning, keruh, leukosit >>, eritrosit 5-6, epitel (+), protein (+1), Hb (+) 2.

USG Abdomen:

Fatty liver polip KE, hidronefrosis bilateral dengan DJ stent bilateral.

Daftar Masalah :

1. Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang dan dispepsia

2. Benign paroxysmal positional vertigo

3. Chronic kidney disease stage IV dengan infeksi saluran kemih simptomatik

5

Page 7: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

4. Karsinoma serviks stadium IIB

5. Imobilisasi

6. Hiponatremia

Resume

Pasien, wanita 58 tahun, datang dengan keluhan mual dan muntah yang memberat sejak 1

hari SMRS. Isi muntah makanan, darah (+). Penurunan nafsu makan (+). Pusing berputar (+)

terutama jika berubah posisi dari tidur ke duduk sejak 3 minggu SMRS, pandangan kabur (–),

kelemahan satu sisi tubuh (–). Pasien memiliki riwayat sakit maag. BAB cair 3-4 x/hari, air

lebih banyak dari ampas, berwarna kekuningan, berbau busuk, darah (–), demam (–). Saat ini,

BAK terasa panas dan nyeri. Pasien memiliki riwayat Ca serviks pada tahun 1996, sudah

menjalani radioterapi di RS Dharmais dan dikatakan sembuh. Pada 2 bulan lalu pasien

dirawat di RSCM dikatakan sakit ginjal. Saat itu, dipasang DJ stent bilateral. Dari

pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan tanda-tanda

vital dalam keadaan normal. Kepala, leher, jantung, paru dan ekstremitas dalam batas normal.

Dari pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri ketok CVA kanan dan kiri (+), ballottement (–).

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar Hb, peningkatan leukosit,

peningkatan kadar ureum dan kreatinin, serta penurunan natrium. Dari pemeriksaan USG

abdomen didapatkan fatty liver polip KE dan hidronefrosis bilateral dengan DJ stent bilateral.

Pemeriksaan EKG dan rontgen toraks dalam batas normal.

Pengkajian Masalah dan Tata Laksana

1. Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang dan dispepsia

Atas dasar:

Pasien mengeluh mual dan muntah yang memberat, dengan penurunan nafsu

makan. BAB cair (+) 3-4 x/hari, warna hijau, berbau busuk, darah (–), lendir (–).

Pasien juga memiliki riwayat sakit maag. Pasien saat ini lemas, nyeri tekan

epigastrium (+), turgor kulit menurun sedikit. Dari pemeriksaan laboratorium

didapatkan hiponatremi (192 mg/dL). Dari pemeriksaan tinja didapatkan lendir (–),

leukosit 2-3, cacing (–), amoeba (–), FoBT (–).

Rencana diagnosis: (–)

6

Page 8: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

Rencana terapi:

a. IVFD:

i. Trifusin E 1000, 500 cc/24 jam

ii. NaCl 0,9% 500 cc/24 jam

b. Ukur minum urin, balans cairan 24 jam

c. Diet lunak, rendah serat

d. Attapulgite (New diatab®) 2 tablet jika mencret

e. Diosmektyt (Smecta®) 3 x 1 sach

f. Ceftriaxon 1 x 2 gr IV

g. Megestrol acetate (Megaplex®) 1 x I tab

h. Ranitidin 2 x 1 ampul IV

i. Ondansentron 3 x 8 mg IV

Rencana edukasi:

- Edukasi mengenai penyebab mual muntah

- Edukasi mengenai kemungkinan penyebab diare, dampak kekurangan cairan

bagi tubuh

- Edukasi suportif untuk diet makanan lunak, rendah serat

- Edukasi untuk makan teratur, hindari makanan yang memicu sekresi asam

lambung setelah pulang nanti

2. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

Atas dasar:

Keluhan pusing berputar terutama saat berpindah posisi dari tidur menjadi duduk.

Keluhan disertai mual dan muntah.

Rencana diagnosis dan terapi:

- Konsultasi bagian Neurootologi

Rencana edukasi

1. Menjelaskan mengenai rawat gabung bersama divisi lain

2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai rencana pemeriksaan yang

akan dilakukan

7

Page 9: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

3. Chronic kidney disease stage IV dengan infeksi saluran kemih simptomatik

Atas dasar:

Keluhan nyeri pinggang (–). BAK masih keluar, nyeri BAK (+). Adanya riwayat

terpasang DJ stent. Konjungtiva pucat –/–, hipertensi (–), nyeri ketok CVA +/+,

ballotement (–), serta edema (–). Pemeriksaan laboratorium (25/10/2011): Hb 11,9

g/dL, Leukosit 24600, Ureum darah 95, Kreatinin darah 3,2 CCT hitung 19,35

ml/min. Dari urinalisis: urin kuning, keruh, leukosit >>, eritrosit 5-6, epitel (+),

protein (+1), Hb (+) 2.

Rencana diagnosis:

a. Kultur urin

b. Creatinine clearance test

c. Urinalisis 24 jam

Rencana terapi:

- Ukur minum urin, balans cairan 24 jam

- Asam folat 1 x III

- Vitamin B12 3 x I

Rencana edukasi

a. Edukasi mengenai penyebab nyeri berkemih

b. Edukasi mengenai komplikasi CKD, serta berbagai pemeriksaan untuk memeriksa

adanya komplikasi

4. Ca serviks stadium IIB

Atas dasar:

Adanya riwayat Ca serviks pada tahun 1996. Sudah menjalani pengobatan dengan

radiasi 27 kali di luar dan 2 kali di dalam. Benjolan (–), keputihan (–).

Rencana diagnosis dan terapi:

- Konsultasi bagian Obstetri dan Ginekologi

8

Page 10: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

Rencana edukasi:

a. Menjelaskan mengenai rawat gabung bersama divisi lain

b. Edukasi mengenai penyebab dan faktor risiko Ca serviks

c. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai rencana pemeriksaan yang

akan dilakukan

5. Imobilisasi

Atas dasar:

Pasien merasa lemas, lebih nyaman berbaring. Pasien jarang berpindah posisi, miring

kiri maupun kanan. Pemeriksaan laboratorium didapatkan PT 16,4 detik (12,0) dan

APTT 41,7 detik (30,9).

Rencana diagnosis: (–)

Rencana terapi

a. Heparin profilaksis 10000 u/ 24 jam

b. Periksa hemostasis berkala

c. Konsultasi ke bagian Rehabilitasi Medik

Rencana edukasi

- Edukasi mengenai pentingnya mobilisasi, dampak dan bahaya imobilisasi

- Edukasi suportif untuk mobilisasi perlahan dan mandiri

6. Hiponatremia

Atas dasar:

Mual dan memiliki riwayat muntah sebelum datang ke RS. Selain itu selama 4 hari

dirawat di IGD, BAB pasien cair 3-4 x/hari, walaupun sekarang sudah ada perbaikan.

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Na 129 mg/dL. Osm plasma: 180,24

mOsm/kgH2O (euvolemik).

Rencana diagnosis: (–)

Rencana terapi

a. IVFD NaCl 0,9% 500 cc/ 24 jam.

9

Page 11: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

Rencana edukasi

b. Menjelaskan mengenai dampak diare dan mual muntah pada tubuh

c. Menjelaskan mengenai terapi yang akan dilakukan

Kesimpulan

Pasien, wanita 58 tahun, dengan masalah GEA dengan dehidrasi ringan-sedang dan dispepsia,

BPPV, CKD stage IV, Ca serviks stadium IIB, imobilisasi, dan hiponatremia dirawat untuk

evaluasi dan tata laksana.

Prognosis

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad malam

Ad Sanactionam : dubia ad malam

10

Page 12: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penegakan Diagnosis dan Daftar Masalah

Pasien wanita usia 58 tahun datang dengan keluhan mual dan muntah yang

memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan mual muntah termasuk salah

satu gejala gastrointestinal yang paling sering dikeluhan. Pada dasarnya, mual didefinisikan

sebagai perasaan subyektif akan keinginan untuk muntah, sedangkan muntah (emesis)

merupakan ekspulsi oral isi saluran gastrointestinal akibat adanya kontraksi usus dan dinding

torakoabdominal.1 Penyebabnya pun banyak dan bervariasi, serta dapat pula melibatkan

sistem organ lainnya. Beberapa penyebab tersering mual muntah antara lain konsumsi obat-

obatan, obstruksi saluran gastrointestinal, kelainan motorik saluran gastrointestinal, kelainan

usus fungsional, infeksi usus, kehamilan, penyakit endokrin, gangguan keseimbangan, serta

penyakit sistem saraf pusat.2

Untuk mengerucutkan penyebab mual muntah pada pasien ilustrasi kasus, dari

anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa frekuensi mual muntah dirasakan sering, mual terjadi

dahulu lalu dilanjutkan dengan muntah, rasa mual tidak membaik dengan makanan, rasa tidak

nyaman pada perut (+), muntah darah (–). Mual sering disertai dengan keluhan pusing dan

sakit kepala. Diduga kuat, mual muntah pada pasien ini disebabkan oleh gangguan

keseimbangan yang mulai dirasakan sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien

merasa bergoyang, terutama saat berubah posisi (misalnya dari tidur ke posisi duduk). Rasa

muntah sering kali muncul bersamaan dengan gejala pusing berputar tersebut. Oleh dokter

yang merawat, pasien didiagnosis benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) walaupun

belum diberi tata laksana khusus.

Adanya gangguan pada telinga bagian dalam, khususnya labirin, dapat menstimulasi

nervus aferen vagal gastroduodenal, serta reseptor muskarinik vestibular M1 dan

histaminergik H1 terstimulasi, sehingga terjadi ekspulsi isi gastrointestinal.3 Pasien dirawat

inap untuk BPPV selama 2 minggu hingga keluhan pusing berputar dirasakan membaik.

Pasien pulang, namun seminggu kemudian keluhan serupa muncul lagi dengan mual muntah

yang sering. Pasien pun dikonsultasikan ke bagian Neurologi untuk rawat bersama.

Meskipun demikian, pasien masuk ke RS dengan keadaan umum lemas, tampak sakit

sedang, intake sulit, dengan penurunan nafsu makan yang sudah berlangsung ±2 bulan

11

Page 13: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

terakhir. Pasien hanya makan setengah porsi, serta berat badan turun 1-2 kg dalam satu bulan

terakhir. Pasien memiliki riwayat dispepsia sejak usia muda, kebiasaan makan tidak teratur,

serta sering mengonsumsi teh dan kopi (zat pemicu sekresi asam lambung).

Di samping itu, dari anamnesis diperoleh data bahwa pasien juga mengalami BAB

encer sebanyak 3-4 kali/hari sejak 1 hari SMRS. BAB cair, ampas (+) sedikit, warna hijau,

bau busuk (+), darah (–), lendir (–), nyeri BAB (–), demam (–). Dari pemeriksaan fisis

ditemukan tekanan darah 105/70 mmHg, frekuensi nadi 105 x/menit, bising usus (+) 5-6

x/menit, mata cekung –/–, turgor kulit sedikit menurun.

Berdasarkan keluhan di atas, pasien mengalami diare akut (<15 hari) yang sifatnya

sekretorik. Secara umum, diare akut dapat disebabkan oleh infeksi (bakteri, parasit, virus),

keracunan makanan, maupun efek obat-obatan.2 Dari anamnesis, pasien tidak mengkonsumsi

obat-obatan serta adanya keracunan makanan juga dapat disingkirkan. Di samping itu, infeksi

merupakan penyebab sering diare akut. Infeksi tersebut ada yang bersifat invasif (merusak

mukosa usus) dan noninvasif (tidak merusak mukosa). Infeksi yang invasif biasanya

mengakibatkan nekrosis dan ulserasi dinding usus sehingga cairan diare dapat bercampur

lendir dan darah. Sedangkan pada pasien ini, BAB darah (–) dan lendir (–). Diare dipikirkan

disebabkna oleh patogen noninvasif yang memicu diare melalui enterotoksin yang

dihasilkannya. Enterotoksin tersebut meningkatkan sekresi aktif anion klorida ke lumen usus,

yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium, dan kalium. Namun, tidak menutup

kemungkinan diare air juga muncul oleh oganisme yang menginvasi epital usus dengan

inflamasi yang minimal.2,4

Pelepasan toksin oleh bakteri, baik yang menginfeksi traktus gastrointestinal maupun

yang menyebabkan sepsis, akan terbawa oleh aliran darah ke pusat sentral muntah di batang

otak (area postrema). Toksin bakteri juga akan menstimulasi reseptor 5-HT3, M1, H1, dan

dopamin D2 sehingga timbul rangsang mual dan muntah.5 Pada kondisi pasien dengan

keluhan utama mual muntah yang disertai diare infektif ini, pasien dikatakan mengalami

gastroenteritis akut (GEA). Meskipun demikian, keluhan mual muntah pada pasien ini sukar

dipisahkan dari dispepsia yang sering dialaminya. Dari pemeriksaan fisis juga ditemukan

adanya nyeri tekan epigastrium (+).

Di samping diare, dari penemuan fisis pasien juga dipikirkan adanya dehidrasi ringan-

sedang akibat diare yang dialaminya. Dehidrasi ringan-sedang ditentukan secara klinis, yakni

gambaran klinis turgor berkurang, penurunan berat badan 2-5%, tetapi tanda vital (frekuensi

nadi dan napas) masih dalam batas normal.4

12

Page 14: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

Pada pemeriksaan fisis pasien, ditemukan adanya tanda-tanda dehidrasi ringan-sedang

sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada follow-up pasien selanjutnya, telah

dilakukan pemeriksaan laboratorium feses. Hasilnya antara lain lendir (+), leukosit 2-3,

cacing (–), amoeba (–), fecal occult blood test/FoBT (–). Dari temuan tersebut, dipikirkan

GEA pada pasien terjadi akibat infeksi bakterial. Pada diare akibat virus, biasanya jumlah dan

hitung jenis leukosit dalam batas normal, atau limfositosis. Berdasarkan literatur, bakteri

yang umum ditemukan pada diare akut tanpa demam ataupun darah tinja antara lain

Enterotoxigenic E. coli/ETEC (penyebab tersering dari diare turis), eksotoksin preformed dari

S. aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens tipe A. Namun, belum dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan etiologi GEA. Pasien hanya diberikan antibiotik

spektrum luas, misalnya ceftriaxon.4

Kondisi mual muntah pada pasien, yang disertai dengan intake sulit mengakibatkan

gangguan keseimbangan elektrolit. Setelah rawat inap satu minggu (tanggal 31/10/2011),

kadar Na+ turun menjadi 129 mEq/L (nilai rujukan: 135-147 mEq/L), kadar K+ = 3,62 mEq/L

(nilai rujukan: 3,5-5,5 mEq/L), dan kadar Cl- = 98,3 mEq/L (nilai rujukan: 100-106 mEq/L).

Kondisi hiponatremia merupakan salah satu gangguan keseimbangan elektrolit yang tersering

dan terjadi akibat kelebihan cairan relatif (jumlah asupan cairan melebihi kemampuan

ekskresi). Hiponatremia juga dapat terjadi akibat kelainan yang lebih jarang, misalnya

ketidakmampuan menekan sekresi ADH pada gagal jantung, sirosis hepar, atau syndrome of

inappropriate ADH-secretion (SIADH). Gangguan elektrolit berupa hiponatremia, terutama

yang bersifat akut, memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya edema serebri. Sementara

untuk hiponatremia kronik, risiko tersebut lebih rendah.6

Pada pasien ini, dipikirkan adanya hiponatremi kronik, yakni berlangsung lambat lebih

dari 48 jam. Pada waktu masuk IGD (tanggal 25/10/2011), kadar Na+ masih 139 mEq/L,

kemudian nilai tersebut turun seiring dengan semakin memberatnya keluhan mual muntah

dan diare. Proses tersebut merupakan proses adaptasi, pasien tampak gejala hiponatremi

ringan seperti lemas dan mengantuk. Sementara untuk riwayat kehilangan cairan lainnya:

penggunaan diuretik (–), tanda edema perifer (–), tanda/gejala gagal jantung dan sirosis (–).

Dari pemeriksaan fisis, JVP masih dalam batas normal: 5-2 cmH2O, asites (–), edema (–).

Oleh sebab itu, dipikirkan adanya hiponatremi ec. GI lost.6 Pada pasien direncanakan

pemeriksaan ulang elektrolit darah setiap 3 hari.

13

Page 15: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

Di samping keluhan mual muntah yang disertai diare, pasien juga mengeluhkan buang

air kecil (BAK) yang nyeri sejak 2 minggu SMRS. Menurut pasien, frekuensi dan jumlah

BAK masih dalam batas normal, warna kuning, darah (–), namun nyeri berkemih (+). BAK

urgensi (–), nyeri pinggang (+) kiri dan kanan, nyeri suprapubik (–). Dari anamnesis lebih

lanjut juga diketahui bahwa pasien memiliki riwayat pemasangan alat double J ureteral stent

pada awal Oktober 2011. Pada pemeriksaan fisis, ditemukan nyeri ketok CVA (+) kiri dan

kanan. Dari seluruh temuan-temuan klinis tersebut, dipikirkan adanya infeksi saluran kemih

pada pasien (ISK simptomatik) pascapemasangan DJ stent. Namun, untuk memastikan

diagnosis ISK, diperlukan pemeriksaan kultur urin. Kultur urin positif ISK dikatakan

bermakna apabila terdapat ≥ 105 koloni/ml.7

Berdasarkan literatur, pemasangan DJ stent dapat meningkatkan risiko bakteruria dan

kolonisasi pada stent. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kehinde et al8 menyebutkan

bahwa koloni bakteri ditemukan pada 24% sampel urin, 31% pada segmen proksimal stent,

serta 34% pada segmen distal 34%. Selain itu, adanya penyakit ginjal kronis merupakan

faktor risiko untuk infeksi saluran kemih pada pasien yang dipasang stent (p<0,001).8

Masalah chronic kidney disease (CKD) sendiri telah diketahui berdasarkan informasi

pengobatan sebelumnya. Pada 3 bulan yang lalu, pasien mengeluh bengkak di bagian kaki

dan setelah diperiksa, tekanan darah dikatakan tinggi. Oleh dokter, pasien didiagnosis CKD

stage IV ec. nefropati obstruktif dan dilakukan pemasangan DJ stent. Pada dasarnya, disebut

sebagai CKD apabila kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, yaitu gangguan struktur dengan atau tanpa

penurunan laju filtrasi (LFG=GFR). Hal itu ditandai dengan kelainan patologi ginjal atau

petanda kerusakan ginjal dalam darah, urin, atau kelainan radiologis.9 Adapun stadium CKD

didefinisikan sebagai berikut:

Tabel. Stadium Chronic Kidney Disease (CKD)9

Stage IPenurunan fungsi ginjal ringan; kerusakan ginjal dengan GFR

normal atau relatif tinggi (GFR > 90 ml/min/1,73 m2)

Stage IIPenurunan ringan pada GFR (60-89 ml/min/1,73 m2) disertai

kerusakan ginjal

Stage III Penurunan sedang pada GFR (30-59 ml/min/1,73 m2)

Stage IV Penurunan berat pada GFR (15-29 ml/min/1,73 m2)

Stage V gagal ginjal (GFR < 15 ml/min/1,73 m2)

14

Page 16: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

Saat masuk RS (25/10/2011), temuan yang mendukung diagnosis CKD pada anamnesis

adalah keluhan mual muntah, nafsu makan menurun. Dari pemeriksaan fisis ditemukan

konjungtiva pucat –/–, hipertensi (–), nyeri ketok CVA +/+, ballotement (–), serta edema (–).

Pada pemeriksaan laboratorium: Hb 11,9 g/dL (rujukan: 12-14 g/dL), ureum darah 95 mg/dL

(rujukan: 10-50 mg/dL), kreatinin darah 3,2 mg/dL (rujukan 0,5-1,5 mg/dL). Estimasi

creatinine clearance sesuai persamaan Cockcroft-Gault10 = 19,35 ml/min; sesuai dengan

kriteria CKD stage IV.

Berdasarkan literatur, pada CKD st. III atau IV sering ditemui anemia normositik

normokrom akibat insufisiensi produksi eritropoietin (EPO). Meski demikian, kondisi anemia

tersebut juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Pada pasien ilustrasi kasus, kadar Hb sedikit

menurun, tanpa disertai gejala konjungtiva pucat.11

Selain itu, dijumpai adanya peningkatan kadar ureum darah. Ureum merupakan hasil

akhir metabolisme protein dan terutama di sintesis di hepar, difiltrasi dengan bebas dari

glomerulus, tetapi sekitar 50% direabsorpsi sehingga klirens ureum lebih sedikit daripada

GFR. Kondisi uremia pada pasien ini dapat berpengaruh juga terhadap gastritis dan ulserasi

mukosa saluran cerna yang berupa gejala mual muntah. Oleh sebab itu, diperlukan

pemantauan kadar ureum secara berkala.12

Selain keluhan-keluhan di atas, pasien juga memiliki riwayat Ca serviks pada tahun

1996. Pada saat itu, pasien menjalani pengobatan radioterapi di RS Kanker Dharmais,

Jakarta, hingga tuntas (sebanyak 27 kali) dan telah dikatakan sembuh. Pasien pun tidak

pernah kontrol lagi.

Meskipun demikian, adanya keterlibatan kanker terhadap tanda dan gejala yang dialami

pasien tidak dapat disingkirkan. Adanya metastasis kanker ke intrakranial juga dapat

menghasilkan keluhan pusing berputar serta mual muntah yang serupa. Oleh karena itu,

direncanakan pemeriksaan MRI otak pada pasien untuk menyingkirkan kecurigaan

metastasis. Dalam hal ini, pasien juga dikonsultasikan ke bagian Obstetri dan Ginekologi

untuk rawat bersama.

Masalah lain yang ditemukan pada pasien ini adalah adanya imobilisasi. Pasien lebih

nyaman berbaring dan enggan untuk duduk. Dari pemeriksaan laboratorium juga didapatkan

PT 16, detik (rujukan: 12 detik) dan aPTT 41,7 detik (rujukan: 30,9 detik). Kondisi

imobilisasi tersebut dapat memperburuk kondisi hemostasis pasien.

15

Page 17: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

2.2 Kerangka dan Daftar Masalah

Dari seluruh masalah diidentifikasi, disusun kerangka masalah pada pasien ini sebagai

berikut.

Berdasarkan uraian kerangka masalah di atas, dapat disusun daftar masalah pada pasien ini

(sesuai prioritas) sebagai berikut:

1. Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang dan dispepsia

2. Benign paroxysmal positional vertigo

3. Chronic kidney disease stage IV dengan infeksi saluran kemih simptomatik

4. Karsinoma serviks stadium IIB

5. Imobilisasi

6. Hiponatremia

2.3 Rencana Tata Laksana dan Prognosis

Pengkajian rencana terapi GEA dengan dehidrasi ringan-sedang dan dispepsia

Diare akut akibat infeksi merupakan salah satu penyebab infeksi pada negara

berkembang, terutama pada anak-anak. Evaluasi diare akut bergantung pada tingkat

keparahan dan durasi waktunya. Kebanyakan gejala diare bersifat ringan dan self-limited.

Diare harus segera dievaluasi jika timbul dehidrasi, feses berdarah, demam >38,5 oC, durasi >

16

Diare

Gastroenteritis Akut

Dehidrasi ringan-sedang

MualMuntah BPPV

CKD st IV + ISK simptomatik

Ca serviks stadium IIB

Imobilisasi

Hiponatremia

Page 18: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

Perbaikan Tidak ada perbaikan*

Diare Akut

Anamnesis dan PF Non-infeksi

Infeksi Evaluasi dan tata laksana

Ringan Sedang Berat

Terapi cairan dan elektrolit

ObservasiDemam >38,50 C, feses berdarah, peningkatan leukosit feses, imunokomporomasi, atau geriatri

Perbaikan Tidak ada perbaikan* Tidak Ya

Uji mikrobiologi feses

Agen antidiare Ditemukan patogen

YaTidak

Terapi empiris Tata laksana spesifik

48 jam tanpa perbaikan, riwayat penggunaan antibiotik, kejadian luar biasa, nyeri abdominal

pada pasien > 50 tahun, serta pasien geriatri (> 60 tahun) atau pasien imunokompromais. 13

Bagan di bawah ini menunjukkan alur tata laksana pasien dengan diare akut.

Gambar 1. Algoritma Tata Laksana Diare Akut

17

Page 19: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

Berdasarkan ilustrasi kasus, pasien mengalami mual, muntah, dan diare akibat gastroenteritis

bakterial sehingga akibatnya terjadi dehidrasi ringan. Tata laksana yang diberikan kepada

pasien untuk mengatasi masalahnya adalah terapi cairan dan elektrolit berupa Triofusin E

(TE) 500 cc/24 jam dan NaCl 0,9% 500 cc/24 jam, ukur minum dan urin untuk balans cairan

selama 24 jam, diet lunak dan rendah serat, ondansentron 3 x 8 mg IV, Attapulgite (New

diatab®) 2 tablet jika pasien mencret, Diosmektyt (Smecta®) 3 x 1 sachet, Ceftriakson 1 x 2 g

IV, dan Megestrol acetate (Megaplex®) 1 x I tab.

IVFD berupa TE 500 cc/24 jam dan NaCl 0,9% 500 cc/24 jam

Pemberian terapi cairan dan elektrolit merupakan terapi utama yang penting

dilakukan dalam menangani diare akut. Terapi ini dilakukan dengan tujuan untuk

menggantikan cairan tubuh yang hilang selama terjadinya mual, muntah, serta diare

pada pasien. Berdasarkan anamnesis, pasien mengaku mengalami diare dengan

konsistensi feses cair sebanyak 3-4 kali sehari, feses berwarna hijau, berbau busuk,

dan tidak didapatkan darah. Dari pemeriksaan laboratorium juga didapatkan

hiponatremi yang merupakan dampak dari diare yang dialami pasien.

Tubuh dalam keadaan normal membutuhkan asupan cairan sebanyak 30

mL/kgBB dari berbagai sumber (baik oral maupun infus). Jumlah ini harus

ditambahkan dengan kehilangan cairan abnormal (mual, muntah, dan diare) yang

dialami pasien.14 Menurut perhitungan berat badan, kebutuhan cairan pasien ini

(dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang) adalah 109/100 x (30-40 cc/kgBB/hari) =

2092 mL. Akan tetapi, harus diingat bahwa nilai total cairan yang dibutuhkan ini

berasal dari infus dan asupan oral, oleh karena itu dipertimbangkan agar tidak

memberikan cairan infus yang terlalu banyak, apalagi mengingat pasien mengidap

penyakit ginjal kronik di mana perlu dilakukan pembatasan cairan yang masuk

(maksimal 1200 mL/hari). Pemberian infus NaCl 0,9% sebanyak 500 cc dalam 24 jam

ditambah dengan Triofusin E 1000 sebanyak 500 cc dalam 24 jam cukup untuk

memenuhi kebutuhan cairan tubuh.

Infus Triofusin E 1000 selain berfungsi sebagai, terapi cairan juga mengandung

fruktosa 120 g, glukosa 66 g, xylitol 60 g. Nutrisi parenteral ini dibutuhkan karena

terdapat penurunan nafsu makan pasien.

Diet lunak dan rendah serat

Asupan makanan yang diberikan pada pasien sebaiknya dalam bentuk lunak

agar kerja usus tidak terlampau berat. Selain itu, asupan serat hendaknya dibatasi

18

Page 20: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

hingga 10 mg/hari agar tidak menstimulasi kerja usus dan lebih mudah untuk

dicerna.15

Ondansetron 3 x 8 mg IV

Ondansetron merupakan obat golongan antagonis reseptor 5-HT3 (serotonin)

yang digunakan untuk mengatasi mual dan muntah pada pasien postkemoterapi

maupun postoperatif.16,17 Obat ini tepat diberikan kepada pasien untuk menghambat

aktivitas reseptor 5-HT3 yang distimulasi oleh adanya toksin bakteri dalam tubuh.

Dosis ondansetron untuk 3 kali pemberian adalah 0,15 mg/kgBB/kali. Menurut

perhitungan, pasien membutuhkan 0,15 mg/kgBB/kali x 60 kg = 9,4 mg/kali. Dosis

yang diberikan tepat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan oleh pasien.

Activated Attapulgite (New Diatab®) 2 tablet jika pasien mencret

Activated attapulgite yang diindikasikan untuk tata laksana diare akibat keracunan

makanan atau toksin bakteri dan virus17. Obat ini tepat diberikan untuk menangani

diare yang diakibatkan gastroenteritis bakterial. Dosis anjuran activated attapulgite

adalah 2 tablet setiap mencret dengan maksimal pemberian 12 tablet/hari.

Diosmektit (Smecta®) 3 x 1 sachet

Smecta® mengandung diosmektit dan digunakan untuk tata laksana diare akut.

Mekanisme kerja diosmektit yaitu dengan menyerap toksin bakteri (seperti Rotavirus,

E. Coli, dan Staphylococcus). Diosmektit berinteraksi dengan mukosa saluran

gastrointestinal dan merangsang terjadinya penyembuhan dari mukosa yang

terinfeksi.16 Pemberian dosis diosmektit dapat dilakukan 3 kali sehari sebanyak 1

sachet dengan dilarutkan di dalam air sebanyak 200 mL. Pemberian diosmektit tepat

dilakukan pada pasien ini untuk menyerap toksin bakteri dan mempercepat

penyembuhan mukosa usus.

Ceftriakson 1 x 2 g IV

Ceftriakson merupakan golongan cephalosporin generasi 3 dengan spektrum yang

luas dan bekerja dengan menghambat dinding sel bakteri. Pemberian antibiotik ini

kepada pasien ditujukan untuk menangani infeksi bakterial saluran gastrointestinal,

baik yang disebabkan oleh bakteri gram-positif maupun gram-negatif. Dosis

ceftriakson yang diberikan adalah 1-2 g/hari, maksimal 4 g/hari. Pemberian obat ini

beserta dosisnya tepat bagi penanganan pasien dalam mengatasi gastroenteritis

bakterial.17

Megestrol asetat (Megaplex®) 1 x I tab

19

Page 21: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

Megaplex® merupakan obat kemoterapi hormonal yang mengandung megestrol asetat.

Obat ini diindikasikan untuk tata laksana paliatif pasien karsinoma payudara, serviks,

maupun endometrium. Mekanisme aksinya berkaitan dengan efek antineoplastik

akibat inhibisi sintesis estrogen, modulasi hormon steroid, dan atau efek sitotoksik

pada sel tumor. Selain itu, obat ini menstimulasi nafsu makan pada pasien yang

mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan akibat penyakit yang

berat.17,18 Megaplex diberikan sebanyak 1 kali sehari. Pemberian obat ini tepat untuk

membantu meningkatkan asupan makan pasien dan menghambat perkembangan

kanker serviks pasien.

Ranitidin 2 x 1 ampul IV

Ranitidin merupakan obat golongan antagonis reseptor H2 yang diindikasikan untuk

dispepsia fungsional, ulkus gaster dan duodenum, serta GERD. Mekanisme kerjanya

dengan menghambat sekresi asam lambung melalui reseptor H2.16,17 Dosis yang

diberikan untuk mengatasi dispepsia fungsional adalah 50 mg/hari. Pemberian obat ini

tepat bagi pasien untuk mengatasi dispepsianya.

Pengkajian rencana terapi BPPV

Rawat bersama dengan Bagian Neurologi. Untuk mengatasi mual dan muntah akibat

BPPV, pasien diberikan ondansetron.17

Pengkajian rencana terapi CKD stage IV

Ukur minum dan urin, balans cairan selama 24 jam

Untuk pasien Ny. P, harus dilakukan restriksi cairan untuk mencegah terjadinya

overload cairan yang masuk ke tubuh. Harus dilakukan pemantauan yang ketat

dengan mengukur jumlah cairan yang diminum pasien dan jumlah urin, beserta infus

yang diberikan.

Asam folat 1 x III dan Vitamin B12 3 x I

Pada pasien ini, penyakit ginjal kronik yang dideritanya menimbulkan insufisiensi

produksi eritropoietin sehingga timbul anemia normositik normokrom. Produksi sel

darah merah dari sumsum tulang akan meningkat dan membutuhkan banyak substrat

mayor dan kofaktor produksinya. Oleh karena itu, pada pasien ini diberikan

suplementasi asam folat dan vitamin B12 yang merupakan kofaktor produksi sel darah

merah.

20

Page 22: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

Pengkajian rencana terapi Ca serviks stadium IIB

Konsul dengan Bagian Obstetri dan Ginekologi

Pengkajian rencana terapi imobilisasi

Heparin profilaksis 10000 u/24 jam19

Profilaksis heparin diberikan untuk mencegah koagulasi darah pada pasien dengan

imobilisasi.

Pengkajian rencana terapi hiponatremia

IVFD NaCl 0,9% 500 cc/24 jam

Pemberian infus NaCl 0,9% sebanyak 500 cc selama 24 jam diharapkan dapat

menangani hiponatremia yang terjadi akibat mual, muntah, dan diare yang dialami

oleh pasien. Dalam setiap liternya, NaCl 0,9% mengandung 9 gram Na dengan

osmolalitas 308 mOsm/L setara dengan ion Na+ 154 mEq/L dan Cl- 154 mEq/L.

Pengkajian prognosis pasien

Ad vitam : dubia ad bonam

Jika dilihat dari keadaan umum pasien, pasien menderita beberapa penyakit pada

berbagai sistem organ: penyakit CKD stage IV dengan ISK simptomatik, Ca serviks

stadium IIB, dan GEA dehidrasi ringan-sedang dengan dispepsia. Penyakit yang

diderita pasien ini membuat keadaan umum pasien tidak baik karena mengakibatkan

ganggguan kronis dan fungsi dari sistem organ secara keseluruhan. Tetapi, jika

ditangani dengan baik, penyakit pasien (ISK simptomatik dan GEA dehidrasi ringan-

sedang dengan dispepsia) dapat sembuh dan dapat memperbaiki keadaan umum

pasien.

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Meskipun beberapa sistem organ mengalami gangguan pada pasien ini (sistem

urogenital dan sistem gastrointestinal), tetapi jika penyakit tersebut ditangani dengan

tepat, maka sistem organ tersebut masih dapat berfungsi dengan baik.

Ad sanactionam : dubia ad malam

Penyakit yang dialami pasien, yaitu ISK simptomatik dapat kembali kambuh karena

adanya faktor risiko berupa pemasangan stent di ureter. Ca serviks stadium IIB pada

21

Page 23: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

pasien ini juga dapat mengalami kekambuhan akibat metastasis. Dispepsia juga

bersifat rekuren seandainya pasien tidak menjaga asupan makanannnya.

22

Page 24: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasler WL. Nausea, vomiting, and indigestion. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper

DL, Hauser SL, longo DL, Jameson JL, et al. Harrison’s principles of internal

medicine. 17th ed. San Fransisco: McGraw-Hill; 2008. p. 240-5.

2. Hasler WL, Owyang C. Approach to the patient with gastrointestinal disease. In: Fauci

AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, longo DL, Jameson JL, et al. Harrison’s

principles of internal medicine. 17th ed. San Fransisco: McGraw-Hill; 2008. p. 1831-6.

3. Salvinelli F, Firrisi L, Casale M, Trivelli M, D’Ascanio L, Lamanna F, et al. Benign

paroxysmal positional vertigo: diagnosis and treatment. Clin Ter. 2004

Sep;155(9):395-400.

4. Simadibrata M, Dadiyono. Diare akut. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid I. 4th ed. Jakarta: Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. p.408-13.

5. Bunnett NW, Lingappa V. Gastrointestinal disease. In: Ganong WF, McPhee SJ,

editors. Pathophysiology of disease. 5th ed. New York: McGrawHill; 2006. p.370-4.

6. Darwis D, Moenadjat Y, Nur BM, Madjid AS, Siregar P, Aniwidyaningsih W, et al.

Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. p.83-114.

7. Achmad IA, Tarmono, Noegroho BS, Taher A. Infeksi saluran kemih non komplikata

akut pada wanita. In: Guidelines penatalaksanaan infeksi saluran kemih (ISK) dan

genitalia pria 2007. p.13-15.

8. Kehinde EO, Rotimi VO, Al-Hunayan A, Abdul-Halim H, Boland F, Al-Awadi KA.

Bacteriology of urinary tract infection associated with indwelling J ureteral stents. J

Endourol. 2004 Nov;18(9):891-6.

9. Bargman JM, Skorecki K. Chronic kidney disease. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper

DL, Hauser SL, longo DL, Jameson JL, et al. Harrison’s principles of internal

medicine. 17th ed. San Fransisco: McGraw-Hill; 2008. p. 1761-70.

10. persamaan Cockcroft-Gault

11. Locatelli F, Del Vecchio L. Erythropoiesis-stimulating agents in renal medicine.

Oncologist. 2011:16Suppl3:19-24.

12. Rubenstein D, Wayne D, Bradley. Kedokteran klinis. 6th ed. Jakarta: Penerbit

Erlangga. p.219-41.

23

Page 25: DT Kel F_Dispepsia & Diare.docx

13. Makmun D, Simadibrata M, Abdullah M, Syam AF, Fauzi A, editors. Konsensus

penatalaksanaan diare akut pada dewasa di indonesia. Jakarta: Perkumpulan

Gastroenterologi Indonesia; 2009.

14. Loehoeri S, Wirjoadmodjo M. Rehidrasi. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid I. 4th ed. Jakarta: Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. p.152-7.

15. Simadibrata M. Nutrisi enteral. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,

Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid I. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam FKUI; 2007. p.60-3.

16. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, editors. Farmakologi dan terapi. 5th

ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

17. Katzung BG, editors. Basic and clinical pharmacology.10th ed. Singapore: McGraw-

Hill; 2007.

18. Reuben DB. The effects of megestrol acetate suspension for elderly patients with

reduced appetite after hospitalization: a phase II randomized clinical trial. J Am

Geriatr Soc. 2005 Jun;53(6):970-5.

19. Siguret V, Pautas E, Gouin I. Low molecular weight heparin treatment in elderly

subjects with or without renal insufficiency: new insight between june 2002 and march

2004. Curr Opin Pulm Med. 2004; 10(5):366-70.

24