draft naskah akademis rencana perlindungan dan pengelolaan...

138
Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta BADAN PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA T A H U N 2 0 1 4

Upload: lynguyet

Post on 20-Apr-2019

249 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta

BADAN PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

T A H U N 2 0 1 4

Page 2: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

i

DRAFT NASKAH AKADEMIS

RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Pengarah:

Moch. Tauchid Tjakra Amidjaja, Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta

Laksmi Wijayanti, Kementerian Lingkungan Hidup

Penanggung Jawab:

Ir. Rusman E. Sagala, MT, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta

Dra. Lien Rosalina, MM, Kementerian Lingkungan Hidup

Tim Penyusun:

Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta

: Ikoh Maufikoh, ST, Msi, Wita Sari, ST

Kementrian Lingkungan Hidup : Endah Tri Kurniawati, S.Hut, M.Si, Hendaryanto, ST, Msi

Badan Informasi Geospasial : Dr. Gatot H. Pramono

Kementerian Kelautan dan Perikanan : Dr.-Ing. Widodo S. Pranowo

Pakar/Narasumber : Dr. Endrawati Fatimah (Universitas Trisakti), Dr. Boedy Tjahyono (Institut Pertanian Bogor), Dr. Ir. Etty Riani, MS (Institut Pertanian Bogor), Dr. Handoko Adi Susanto (Institut Pertanian Bogor), Dr. Malikusworo Hutomo (UI), Muhammad Reza Cordova, SPi, MSi (Surya University), Rinto Andhi Suncoko, SH, SSi, MSi (IPB), Dr. Anugerah Nontji, Ir. Syahrul Anwar

Page 3: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan “Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta” dengan baik.

Penyusunan “Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta” merupakan rangkaian kegiatan sebagai dasar penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, dalam rangka melaksanakan mandat dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan bahwa pemerintah provinsi menyusun Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).

Penyusunan Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu asas dalam implementasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Artinya bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dan bersinergi dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim; dengan memperhatikan karakteristik sumberdaya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal. Arahan-arahan dalam Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta diharapkan dapat mendorong keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian dalam rangka mengoptimalkan produktivitas sumberdaya alam yang pada akhirnya dapat dicapai pembangunan yang berkelanjutan.

Harapan kami, semoga “Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta” ini selain digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunan RPPLH, juga dapat bermanfaat bagi para pihak untuk memperkuat perencanaan dan penerapan pembangunan secara berkelanjutan.

Akhirnya, kami sampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dan membantu penyusunan “Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta” yang sangat bermanfaat ini.

Jakarta, Desember 2014

Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,

Moh. Tauchid Tjakra Amidjaja

Page 4: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

iii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup (RPPLH) yang

diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup diharapkan mampu mengarahkan pembangunan agar fungsi lingkungan hidup

tetap terjaga. Sesuai amanat undang – undang tersebut pula, RPPLH dijadikan dasar dalam

penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah serta akan menjadi acuan induk bagi semua upaya perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup.

Untuk memperkuat perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

tersebut, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 memandatkan bahwa untuk menyusun RPPLH

harus berdasarkan hasil inventarisasi lingkungan hidup yang dilaksanakan untuk memperoleh

data dan informasi mengenai sumber daya alam serta menetapkan wilayah ekoregion yang

mempertimbangkan keragaman dan karakteristik wilayah.

A. Inventarisasi Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta

Inventarisasi lingkungan hidup Provinsi DKI Jakarta meliputi informasi dan data mengenai:

a. Sumber daya alam (Hutan, Air permukaan, Air tanah, keanekaragaman hayati), terkait

dengan:

Potensi dan ketersediaan

jenis yang dimanfaatkan;

bentuk penguasaan;

pengetahuan pengelolaan;

bentuk kerusakan;

b. Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan: hutan & RTH, air permukaan,

air tanah, keanekaragaman hayati, tata guna lahan, geologi, udara, kependudukan dan sosial

ekonomi

B. Penetapan Ekoregion Provinsi DKI Jakarta

Selain inventarisasi lingkungan hidup, ekoregion menjadi kekuatan RPPLH yang dapat

mewujudkan arah kebijakan perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai

dengan karakteristik ekoregion yang mempertimbangkan aspek darat dan laut.

Penetapan Ekoregion Darat Provinsi DKI Jakarta

Kajian penetapan Ekoregion Darat Provinsi DKI Jakarta menghasilkan ada 40 (empat

puluh) polygon ekoregion. Namun demikian, secara garis besar terkait dengan

Page 5: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

iv

penyusunan RPPLH, ke 40 ekoregion tersebut dapat dikategorikan berdasarkan

karakteristik geomorfologinya menjadi 6 (enam) tipe ekoregion yaitu:

1. Dataran pasang surut berlumpur, merupakan dataran yang terbentang sepanjang

garis pantai dan luas dataran pasang surut berlumpur Provinsi DKI Jakarta

mencapai 62,84 km2 atau sekitar 9,5% dari total wilayah Provinsi DKI Jakarta.

2. Dataran Beting-gisik dan Lembah Antar Gisik, merupakan dataran yang

memanjang sejajar garis pantai dan luas dataran beting gisik dan lembah antar gisik

Provinsi DKI Jakarta adalah seluas 50,88 km2 atau seluas 7,7% dari total wilayah.

3. Dataran Rawa, merupakan dataran yang terletak di sekitar alur sungai dan luas

dataran rawa Provinsi DKI Jakarta mencapai 16,76 km2 atau sekitar 2,5% dari total

wilayah

4. Dataran Fluvio-marin, merupakan dataran yang terbentuk oleh gabungan proses

fluvial dan marin, seperti delta sungai atau dataran estuarin lain dimana

terbentuknya dipengaruhi oleh dua jenis proses geomorfik, yaitu aliran sungai dan

arus/gelombang laut. Lokasi dari dataran ini biasanya sedikit agak jauh dari garis

pantai atau berada di belakang dataran pasang-surut berlumpur. Luas dataran

fluvio – marin Provinsi DKI Jakarta mencapai 189,48 km2 atau sekitar 28,6% dari total

wilayah.

5. Dataran Fluvio-vulkanik, merupakan suatu dataran yang terbentuk oleh proses

deposisi fluvial (aliran air sungai) dengan material dominan dari bahan vulkanik

(seperti abu, pasir, kerikil, dan bongkahan batu vulkanik). Luas dataran fluvio –

vulkanik Provinsi DKI Jakarta mencapai 298,25 km2 atau sekitar 45.03% dari total

wilayah.

Penetapan Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta

Di dalam buku Deskripsi Peta Ekoregion Laut Indonesia (KLH, 2013) wilayah perairan

laut Provinsi Daerah Khusus Ibukota (Provinsi DKI) tersebut berada di dalam Ekoregion

Laut Jawa dengan kode EL 6. Wilayah ini merupakan bagian kecil saja dari EL 6, sehingga

perlu dilakukan penetapan sub-ekoregion dari EL 6 atau ekoregion level 2. Hasil analisis

memperlihatkan bahwa wilayah laut Provinsi DKI terletak di sub-ekoregion level 3.

Wilayah laut DKI masuk dalam EL 6.2 dan EL 6.3, selanjutnya didelineasi ke dalam

ekoregion level 3. EL 6.3 dibagi dalam ke dalam 4 (empat) ekoregion level 3, yaitu EL 6.3.1

dengan delineator utama batimetri dan kualitas air; EL 6.3.2 dengan delineator utama

batimetri; EL 6.3.3 dengan delineator utama batimetri; dan EL 6.3.4 dengan delineator

Page 6: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

v

utama batimetri dan keanekaragaman hayati. Untuk EL 6.2, ekoregion level 3 wilayah

administrasi DKI Jakarta masuk dalam EL 6.2.2.

Wilayah Ekoregion Laut DKI Jakarta

Ekoregion Nama Delineator utama Luas (km2)

EL 6.3.1 Pesisir Utara Jawa Batimetri dan Kualitas air 517,203

EL 6.3.2 Dangkalan Utara Jawa Batimetri 944,616

EL 6.3.3 Alur Utara Jawa Batimetri 691,155

EL 6.3.4 Perairan Kepulauan Seribu Batimetri dan Kehati 2.122,344

EL 6.2.2 Dangkalan Lampung Batimetri 658,086

Total 4.933,400

Ada beberapa parameter yang digunakan untuk mendeskripsikan ekoregion laut di

kawasan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Kode Ekoregion Laut

Parameter untuk deskriptor

Geologi -morfologi

Oseanografi Keanekaragaman

Hayati Pencemaran

Sosial ekonomi

6.2.2 Dangkalan Lampung √ √ - √ √

6.3.1 Pesisir Utara Jawa √ √ √ √ √

6.3.2 Dangkalan Utara Jawa √ √ √ √ √

6.3.3 Alur Utara Jawa - √ √ √ √

6.3.4 Perairan Kepulauan Seribu

√ √ √ √ √

Page 7: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

vi

C. Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi

DKI Jakarta

Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) adalah perencanaan

tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan

pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. Manfaat dari RPPLH DKI Jakarta adalah arahan dan

acuan dalam melaksanakan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Jangka waktu RPPLH Daerah adalah 20 tahun dengan masa peninjauan kembali setiap lima

tahun sekali.

Dalam menyusun RPPLH, tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Menetapkan isu – isu strategis berdasarkan karakteristik ekoregion dan telaah terhadap

dokumen – dokumen perencanaan Provinsi DKI Jakarta

Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta

secara mendasar mempertimbangkan isu strategis yang dihadapi wilayah DKI Jakarta,

terutama yang memberikan implikasi secara signifikan terhadap daya dukung dan daya

tampung lingkungan hidup wilayah DKI Jakarta. Isu strategis tersebut meliputi:

1. Kerawanan terhadap perubahan iklim

Ancaman yang akan timbul dari isu kerawanan perubahan iklim adalah:

a. Beberapa wilayah terutama pada sub ekoregion dataran pasang surut berlumpur,

dataran rawa, dataran banjir dan dataran lembah antar gisik akan mengalami

genangan sepanjang tahun;

b. Masalah banjir di DKI Jakarta makin meluas dan makin sulit teratasi;

c. Hilangnya pulau-pulau kecil;

d. Makin banyaknya penduduk yang tinggal di kawasan rawan bencana.

2. Pemanfaatan sumber daya alam yang berlebih

Ancaman yang akan timbul dari isu pemanfaatan sumber daya alam yang berlebih

adalah:

a. Penurunan permukaan tanah akan terjadi lebih cepat;

b. Wilayah DKI Jakarta yang berada di bawah permukaan air laut akan semakin meluas

dan potensi terjadi banjir serta genangan akan semakin besar dan meluas;

c. Kejadian amblesan tanah akan semakin banyak;

d. Pencemaran air tanah karena intrusi air laut akan meluas;

e. Akan terjadi krisis sumber daya air;

f. Degradasi habitat flora-fauna laut;

g. Penurunan hasil tangkapan nelayan;

Page 8: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

vii

h. Akan mempengaruhi kinerja sosial dan ekonomi masyarakat.

3. Keterbatasan ketersediaan lahan

Ancaman yang akan timbul dari isu keterbatasan ketersediaan lahan adalah:

a. Peningkatan kekumuhan dan pencemaran lingkungan;

b. Peningkatan masalah kemacetan sehingga kota menjadi tidak produktif;

c. Pemenuhan kebutuhan lahan akan dilakukan melalui metode yang makin tidak

ramah lingkungan seperti reklamasi pantai, pemanfaatan ruang bawah tanah yang

tidak terkendali, penimbunan badan air, pemanfaatan ruang yang tidak sesuai

peruntukkannya;

d. Menurunnya tingkat keamanan dan kenyamanan DKI Jakarta untuk hunian dan /

atau berinvestasi.

4. Keterbatasan sarana dan prasarana kota

Ancaman yang akan timbul dari isu keterbatasan sarana dan prasarana kota adalah:

a. permasalahan banjir akan makin sulit teratasi bahkan justru semakin meluas;

b. terjadi peningkatan pencemaran baik udara, air maupun tanah;

c. lingkungan kota secara menyeluruh menjadi kumuh

d. peningkatan pencemaran di wilayah perairan teluk dan laut

e. menurunnya keaneka ragaman hayati perairan teluk dan laut;

f. terhambatnya perkembangan sektor perekonomian

5. Pencemaran

Ancaman yang akan timbul dari isu pencemaran adalah:

a. makin meningkatnya tingkat pencemaran di perairan teluk dan laut;

b. makin punahnya keanekaragaman hayati perairan teluk dan laut;

c. menurunnya potensi keindahan alam dan kekayaan hayati yang mengganggu

perkembangan sektor pariwisata;

d. menurunnya potensi perikanan yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat

pendapatan masyarakat lokal.

Page 9: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

viii

6. Pengelolaan potensi bahari yang belum optimal

Ancaman yang akan timbul dari isu pencemaran adalah:

a. Kemiskinan makin bertambah yang menyebabkan makin rentannya penduduk di

ekoregion laut terhadap perubahan iklim dan bencana lainnya;

b. Makin punahnya keanekaragaman hayati karena pengelolaan SDA yang tidak

optimal

Menyusun arahan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH)

Provinsi DKI Jakarta

Ruang lingkup materi RPPLH telah diatur dalam Pasal 10 Ayat 4 UU No. 32 Tahun 2009.

Muatan RPPLH mencakup 4 hal, yaitu:

a. Pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam;

b. Pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup;

c. Pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam;

dan

d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.

Page 10: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

ix

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

RINGKASAN EKSEKUTIF

ii

iii

DAFTAR ISI ix

BAB I PENDAHULUAN I – 1

1.1. Latar Belakang I – 3

1.2. Landasan Hukum I – 5

1.3. Tujuan dan Manfaat / Kedudukan RPPLH I – 6

1.4. Pendekatan I – 7

1.5. Ruang Lingkup I – 7

1.6. Ketentuan Umum

BAB II EKOREGION DAN KONDISI LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI DKI JAKARTA II – 1

2.1. Ekoregion Darat II – 1

2.1.1. Dataran Pasang Surut Berlumpur II – 1

2.1.2. Dataran Beting-gisik dan Lembah Antar Gisik II – 1

2.1.3. Dataran Rawa II – 1

2.1.4. Dataran Banjir II – 1

2.1.5. Dataran Fluvio-marin II – 1

2.1.6. Dataran Fluvio-vulkanik II – 1

2.2. Ekoregion Laut II – 1

BAB III ISU STRATEGIS III – 1

3.1. Perubahan Iklim III – 1

3.2. Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang Berlebih III – 2

3.2.1. Pemanfaatan Sumber Daya Air III – 2

3.2.2. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Lainnya III – 6

3.3. Keterbatasan Ketersediaan Lahan III – 9

3.4. Keterbatasan Sarana dan Prasarana Kota III – 12

3.5. Pencemaran III – 14

3.6. Pengelolaan Potensi Bahari yang Belum Optimal III – 16

BAB IV ARAHAN RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

IV – 35

4.1. Arahan RPPLH berdasarkan Ekoregion Darat IV – 1

4.1.1. Pemanfaatan dan/atau Pencadangan Sumber Daya Alam Ekoregion Darat

IV – 1

Page 11: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

x

4.1.2. Pemeliharaan dan Perlindungan Kualitas dan/atau Fungsi Lingkungan

Hidup Ekoregion Darat IV – 7

4.1.3. Pengendalian, Pemantauan, serta Pendayagunaan dan Pelestarian Sumber Daya Alam Ekoregion Darat

IV – 9

4.2. Arahan RPPLH berdasarkan Ekoregion Laut IV – 12

4.2.1. Pemanfaatan dan/atau Pencadangan Sumber Daya Alam Ekoregion Laut IV – 13

4.2.2. Pemeliharaan dan Perlindungan kualitas dan/atau Fungsi Lingkungan Hidup Ekoregion Laut

IV – 31

4.2.3. Pengendalian, Pemantauan, serta Pendayagunaan dan Pelestarian Sumber Daya Alam Ekoregion Laut

IV – 33

4.3. Adaptasi dan Mitigasi terhadap Perubahan Iklim IV – 35

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

Page 12: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Jumlah, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Provinsi DKI Jakarta, 1961-2013

II – 7

Tabel 2.2. Proporsi Luasan Kawasan Menurut Penggunaan Lahan di DKI Jakarta Tahun 2012

II – 9

Tabel 2.3. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000 – 2010 II – 10

Tabel 2.4. Prosentase Penduduk Berdasarkan Sumber Air Minum II – 14

Tabel 2.5. Pelanggan Air Tanah Dalam dengan Sumur Artesis dan Sumur Pantek II – 15

Tabel 2.6. Perhitungan Perkiraan Potensi Air Tanah Dangkal II – 16

Tabel 2.7. Proyeksi Penduduk di Kabupaten Kepulauan Seribu II – 44

Tabel 2.8. Spesies Target Perikanan di Kepulauan Seribu II – 47

Tabel 2.9. Luasan Genangan per Jenis Lahan di Kawasan Jakarta Utara pada Tahun 2050 Berdasarkan Peramalan Dampak Kenaikan Muka Laut oleh Hadi et al. (2008)

II – 56

Tabel 3.1. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta III – 10

Tabel 4.1. Matriks Arahan RPPLH Terkait dengan Muatan “Pemanfaatan dan/atau Pencadangan Sumber Daya Alam” untuk Kawasan Terbangun

IV –2

Tabel 4.2. Matriks Arahan RPPLH Terkait dengan Muatan “Pemanfaatan dan/atau Pencadangan Sumber Daya Alam” untuk Kawasan Tidak Terbangun

IV –5

Tabel 4.3. Matriks Arahan RPPLH Terkait dengan Muatan “Pemeliharaan dan Perlindungan Kualitas dan/atau Fungsi Lingkungan Hidup” untuk Zona Kawasan Lindung dan Kawasan Hijau Budidaya

IV –8

Tabel 4.4. Matriks Arahan RPPLH Terkait dengan Muatan “Pengendalian, Pemantauan, serta Pendayagunaan dan Pelestarian Sumber Daya Alam”

IV –10

Tabel 4.5. Matriks Arahan RPPLH dalam Ekoregion Laut Berdasar Region (Spasial) Laut DKI Jakarta terkait dengan Isu Kerawanan terhadap Perubahan Iklim

IV –15

Tabel 4.6. Matriks Arahan RPPLH dalam Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta terkait dengan Isu Strategis Pemanfaatan Sumber Daya Alam Pesisir, Kepulauan dan Perikanan

IV –19

Tabel 4.7. Matriks Arahan RPPLH dalam Ekoregion Laut DKI Jakarta Terkait dengan Isu Keterbatasan Lahan

IV –22

Tabel 4.8. Matriks Arahan RPPLH Ekoregion Laut DKI Jakarta Terkait dengan Isu Keterbatasan Sarana dan Prasarana Kota

IV –24

Tabel 4.9. Matriks Arahan RPPLH Ekoregion Laut DKI Jakarta Terkait Isu Pencemaran IV –27

Tabel 4.10. Matriks Arahan RPPLH Ekoregion Laut DKI Jakarta Terkait Isu Pengelolaan Potensi Bahari yang Belum Optimal

IV –30

Tabel 4.11. Kebijakan Adapatasi Perubahan Iklim di Wilayah Ekoregion Darat dan Laut IV –35

Tabel 4.12. Kebijakan Mitigasi Perubahan Iklim di Wilayah Ekoregion Darat dan Laut IV –36

Page 13: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Persandingan Peta Banjir dengan Ekoregion Darat Provinsi DKI Jakarta II – 6

Gambar 2.2. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta, 1961 – 2013 II – 7

Gambar 2.3. Persebaran Kepadatan Penduduk Tahun 2007 dan Tahun 2010 II – 8

Gambar 2.4. Tren Perubahan Kawasan Terbangun dan Non Terbangun DKI Jakarta II – 11

Gambar 2.5. Penggunaan Lahan DKI Jakarta Tahun 2000 II – 12

Gambar 2.6. Penggunaan Lahan DKI Jakarta Tahun 2010 II – 12

Gambar 2.7. Peta Penurunan Permukaan Tanah DKI Jakarta II – 16

Gambar 2.8. Peta Batimetri Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu II – 35

Gambar 2.9. Peta Kelerengan Dasar Laut Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta II – 36

Gambar 2.10. Distribusi Pasang Surut di Indonesia II – 37

Gambar 2.11. Sirkulasi Arus Termohalin yang Membawa Massa Air Mengalir dari Satu Basin Samudera ke Basin Samudera yang Lain

II – 50

Gambar 2.12. Skematik Sirkulasi Arus lintas Indonesia (Garis Tebal Merah), Arus Lintas Laut China Selatan (Garis Merah Putus-putus) yang Membawa Massa Air dari Samudera Pasifik ke Laut Jawa

II – 50

Gambar 2.13. Grafik Variabilitas dan Trend Suhu Udara Rerata Tahunan dari 1976 hingga 2012, yang Cenderung Meningkat, Berdasarkan Data dari Stasiun Maritim BMKG di Pelabuhan Tanjung Priuk

II – 51

Gambar 2.14. Peta Indeks Kerentanan Pesisir Indonesia, dimana menunjukkan Kawasan Pesisir Utara Jawa Barat dan DKI Jakarta hingga Kepulauan Seribu Mempunyai Indeks yang Sangat Tinggi

II – 52

Gambar 2.15. Peta Indeks Kerentanan Pesisir Jakarta, dimana Menunjukkan Kawasan Pesisir Jakarta Utara Terindikasi Cukup Bervariasi Tingkat Kerentanannya, Kawasan yang Tertinggi adalah di Sekitar Kecamatan Tanjung Priok, Kec. Koja dan Kec. Tarumajaya

II – 52

Gambar 2.16. Peta Kenaikan Muka Air Laut Relatif Perairan Indonesia, dimana Menunjukkan Kawasan Pesisir Utara Jawa Barat dan DKI Jakarta hingga Kepulauan Seribu Mempunyai Kenaikan yang Tinggi 0,75-0,76 cm/tahun

II – 54

Gambar 2.17. Peta Kenaikan Muka Air Laut Relatif Pesisir Jakarta, dimana Menunjukkan Kawasan Pesisir Jakarta Utara Terindikasi cukup Bervariasi Tingkat Kerentanannya, Kawasan yang Tertinggi adalah di Sekitar Kec. Tarumajaya, Urutan Kedua Berada di Pesisir Kec. Tanjung Priok dan Kec. Koja

II – 54

Gambar 2.18. Bukti Adanya Kenaikan Muka Laut di Stasiun Pengamatan Altimetri Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Muara Baru, Jakarta Utara

II – 55

Page 14: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

xiii

Gambar 2.19. Peta Tinggi Gelombang Signifikan Rerata Perairan Indonesia. Dimana menunjukkan Kawasan Pesisir Utara Jawa Barat dan DKI Jakarta hingga Kepulauan Seribu mempunyai kenaikan yang tinggi 1,25-1,50 m

II – 57

Gambar 3.1. Kondisi Neraca Air Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta III – 4

Gambar 3.2. Biota laut yang telah terancam di Kepulauan Seribu III – 8

Page 15: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(RPPLH) Provinsi DKI Jakarta I - 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia memiliki tingkat

kepadatan per-km2 mencapai 14.512 jiwa dengan jumlah penduduk 9,6 juta jiwa. Jumlah

ini masih belum termasuk dengan jumlah komuter yang diperkirakan mencapai 30%

jumlah penduduk yang ada, sehingga total penduduk harian DKI Jakarta diperkirakan

mencapai 12,5 juta. Angka ini sebagian besar menjadi beban pelayanan utilitas publik.

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan sumberdaya alam berupa

tanah, air dan udara dan sumberdaya alam lain yang termasuk ke dalam sumberdaya

alam yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian harus disadari

bahwa sumberdaya alam tersebut mempunyai keterbatasan didalam banyak hal, baik

menurut kuantitas maupun kualitasnya. Sumberdaya alam tertentu juga mempunyai

keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan

sumberdaya alam yang baik dan bijaksana.

Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai

dengan daya dukungnya dapat menimbulkan krisis pangan, air, energi dan lingkungan.

Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan

komponen lingkungan hidup di kota Jakarta cenderung mengalami penurunan kualitas

dan kuantitasnya dari waktu ke waktu. Dalam era otonomi daerah, pengelolaan

lingkungan hidup selain mengacu pada Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengamanatkan pengelolaan

sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lebih baik, melalui penetapan kewajiban

pemerintah untuk menerapkan sustainable development sebagai solusi untuk

memperbaiki kerusakan lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan

ekonomi dan keadilan sosial.

Pembangunan merupakan upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan

sumberdaya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat yang mengandung resiko

pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Kerusakan atau kepunahan salah satu

sumberdaya alam akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak

dapat dinilai dengan materi, namun pemulihan kembali ke keadaan

Page 16: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(RPPLH) Provinsi DKI Jakarta I - 2

semula tidak mungkin dilakukan. Persoalan lingkungan adalah persoalan semua, baik

pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu

pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dan bersinergi dengan

penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya

buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya,

keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim.

Sampai saat ini Provinsi DKI Jakarta belum menetapkan Daya Dukung dan Daya

Tampung Lingkungan Hidupnya, oleh karena itu berdasarkan amanat Undang-undang

Nomor 32 tahun 2009 maka pemerintah provinsi diwajibkan untuk menyusun Rencana

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) tingkat provinsi. RPPLH

adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta

upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan ketentuan tersebut dan menunggu selesainya

pembuatan Peraturan Pemerintah tentang RPPLH, maka Pemerintah Provinsi DKI

Jakarta melalui Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta

melakukan proses penyusunan RPPLH Daerah. Penyusunan RPPLH ini merupakan

bagian dari tahapan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan hidup, setelah

Pemerintah DKI Jakarta melakukan inventarisasi lingkungan hidup dan penetapan

wilayah ekoregion.

Dokumen inventarisasi lingkungan hidup memuat informasi potensi dan ketersediaan,

jenis yang dimanfaatkan, bentuk penguasaan, pengetahuan pengelolaan serta bentuk

kerusakan sumber daya alam DKI Jakarta, yang meliputi sumber daya alam hutan, air

permukaan, air tanah serta keanekagaman hayati. Selain itu, dokumen inventarisasi

lingkungan hidup juga memuat informasi tentang konflik dan penyebab konflik yang

timbul akibat pengelolaan hutan, ruang terbuka hijau, air permukaan, air tanah,

keanekagaman hayati, tata guna lahan, geologi, udara, kependudukan serta sosial

ekonomi.

Sedangkan penetapan wilayah ekoregion memuat pembagian wilayah DKI Jakarta ke

dalam 6 ekoregion darat dan terbagi menjadi 40 polygon serta 5 ekoregion laut sesuai

dengan karakteristik wilayah.

Ekoregion darat dideliniasi berdasarkan kesamaan dalam karakteristik bentang alam,

daerah aliran sungai, iklim serta batas administrasi (kecamatan). Sementara ekoregion

Page 17: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(RPPLH) Provinsi DKI Jakarta I - 3

laut ditentukan berdasarkan karakteristik batimetri, kenakeragaman hayati, dan

pencemaran.

1.2. Landasan Hukum

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3419);

b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran

Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470);

c. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3888);

d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara

Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377);

e. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

f. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839),

sebagaimana diubah beberapa kali yang terakhir dengan Undang Undang Nomor

23 Tahun 2014;

g. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4725);

h. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4739) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 1

Tahun 2014;

i. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia

(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor

4744);

Page 18: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(RPPLH) Provinsi DKI Jakarta I - 4

j. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Tahun

2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4849);

k. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Tahun

2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4849);

l. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran

Negara Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4851);

m. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 5059);

n. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air

(Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3225);

o. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara

Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3445);

p. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3776);

q. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161);

r. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerintahan

Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4737);

s. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja

Sama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);

t. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 4828);

u. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4833);

Page 19: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(RPPLH) Provinsi DKI Jakarta I - 5

v. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian

dan Pengembangan Perikanan (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 55,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4840);

w. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air

(Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor

4858);

x. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara

Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4859);

y. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

z. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum

Mitigasi Bencana;

1.3. Tujuan dan Manfaat / Kedudukan RPPLH

RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup,

serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. Manfaat

dari RPPLH DKI Jakarta adalah arahan dan acuan dalam melaksanakan upaya

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan:

a. melindungi wilayah DKI Jakarta sebagai bagian dari wilayah NKRI dari pencemaran

dan / atau kerusakan lingkungan hidup;

b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;

c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;

d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;

f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;

g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian

dari hak asasi manusia;

h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;

i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan

j. mengantisipasi isu lingkungan global.

Sesuai yang diatur dalam Pasar 10 ayat 5 UU No 32 Tahun 2009, RPPLH dalam sistem

perencanaan pembangunan adalah menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam

rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah.

Page 20: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(RPPLH) Provinsi DKI Jakarta I - 6

Saat ini Provinsi DKI Jakarta telah memiliki RPJPD untuk periode 2005 – 2025 dan dalam

periode RPJMD 2013 -2017 yang merrupakan tahap II RPJPD. Oleh sebab itu, RPPLH DKI

Jakarta diharapkan dapat menjadi dasar dalam penyusunan RPJMD tahap III dan tahap

IV, dan/atau sebagai bahan dasar untuk penyempurnaan pelaksanaan RPJPD.

1.4. Pendekatan

Pendekatan perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup daerah

Provinsi DKI Jakarta pada prinsipnya memperhatikan:

a. Keragaman karakter dan fungsi ekologis;

b. Sebaran penduduk;

c. Sebaran potensi sumber daya alam;

d. Kearifan lokal;

e. Aspirasi masyarakat; dan

f. Perubahan iklim

Penyusunan dokumen RPPLH Daerah Provinsi DKI Jakarta dilakukan dalam 5 (lima)

tahapan sebagai berikut:

1) Inventarisasi Lingkungan Hidup

2) Penetapan Wilayah Ekoregion Darat

3) Penetapan Wilayah Ekoregion Laut

4) Penyusunan Naskah Akademis RPPLH Daerah Provinsi DKI Jakarta

5) Penetapan RPPLH Daerah Provinsi DKI Jakarta

Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi

mengenai sumber daya alam DKI Jakarta, yang meliputi sumber daya alam (potensi dan

ketersediaan, jenis yang dimanfaatkan, bentuk penguasaan, pengetahuan pengelolaan,

bentuk kerusakan) dan, konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.

Penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesamaan

karakteristik bentang alam, daerah aliran sungai, iklim, flora dan fauna, sosial budaya,

ekonomi, kelembagaan masyarakat, dan hasil inventarisasi lingkungan hidup.

Setiap tahapan penyusunan dokumen RPPLH Daerah Provinsi DKI Jakarta

mengikutsertakan pemangku kepentingan melalui rapat koordinasi, diskusi kelompok

terfokus, lokakarya, dan konsultasi publik.

Page 21: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(RPPLH) Provinsi DKI Jakarta I - 7

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup RPPLH DKI Jakarta meliputi seluruh wilayah daratan DKI Jakarta dan

wilayah laut sesuai dengan batas kewenangan provinsi yang ditetapkan dalam Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan yang termaktub

dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pasal 27 ayat (3), yaitu sejauh

12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan

kepulauan.

Ruang lingkup materi RPPLH telah diatur dalam Pasal 10 Ayat 4 UU No. 32 Tahun 2009.

Muatan RPPLH mencakup 4 hal, yaitu:

a. Pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam;

b. Pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup;

c. Pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya

alam; dan

d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.

Jangka waktu RPPLH Daerah adalah 20 tahun dengan masa peninjauan kembali setiap

lima tahun sekali.

1.6. Ketentuan Umum

Ketentuan umum dalam RPPLH mengatur tentang pengertian – pengertian dasar yang

termuat dalam RPPLH. Beberapa istilah yang dimaksud dalam RPPLH ini antara lain:

a. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan

makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu

sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk

hidup lain.

b. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan

terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah

terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi

perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan

penegakan hukum.

c. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan

aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan

Page 22: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(RPPLH) Provinsi DKI Jakarta I - 8

untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,

kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

d. Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang selanjutnya

disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah

lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun

waktu tertentu.

e. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh

menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas,

dan produktivitas lingkungan hidup.

f. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara

kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

g. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar

keduanya.

h. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke

dalamnya.

i. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya

hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.

j. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup,

zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan

manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

k. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan

langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan

hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

l. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung

terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui

kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

m. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk

menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya

dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta

keanekaragamannya.

Page 23: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(RPPLH) Provinsi DKI Jakarta I - 9

n. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak

langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi

atmosfir secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim

alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.

o. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air,

flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang

menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup.

p. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat

untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.

q. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, selanjutnya disingkat Provinsi DKI Jakarta,

adalah provinsi yang mempunyai kekhususan dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

r. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, selanjutnya disebut

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, adalah Gubernur dan perangkat daerah

s. Kota administrasi/kabupaten administrasi adalah wilayah kerja walikota/bupati yang

terdiri atas kecamatan dan kelurahan.

t. Peraturan daerah adalah peraturan perundang undangan Provinsi DKI Jakarta yang

dibentuk oleh DPRD Provinsi DKI Jakarta dengan persetujuan bersama Gubernur.

Page 24: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-1

BAB II

EKOREGION DAN KONDISI LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI DKI JAKARTA

2.1. Ekoregion Darat

Kajian penetapan deliniasi Ekoregion Darat Provinsi DKI Jakarta menghasilkan ada 40

(empat puluh) polygon ekoregion. Namun demikian, secara garis besar terkait dengan

penyusunan RPPLH, ke 40 ekoregion tersebut dapat dikategorikan berdasarkan

karakteristik geomorfologinya menjadi 6 (enam) tipe ekoregion yaitu:

2.1.1. Dataran Pasang Surut Berlumpur

Adalah suatu bentuk lahan (landform) dataran yang terbentang sepanjang garis pantai,

terbentuk oleh proses marin, yaitu penaikan dan penurunan permukaan air laut (efek

gravitasi bulan-matahari) dan dibarengi oleh adanya arus dan gelombang laut. Proses

deposisi marin umumnya lebih dominan daripada proses erosi (seperti abrasi) di

dataran ini. Anasir geomorfik (geomorphic agent) utama yang bekerja di dataran ini

adalah arus pasang-surut (tide) air laut yang membawa material/sedimen. Material

permukaan di dataran ini umumnya bertekstur halus (lumpur) merupakan hasil proses

deposisi marin dari sedimen halus yang terangkut dari sungai (yang bermuara di sekitar

dataran ini) kemudian disebarkan oleh arus sepanjang pantai (longshore drift) dan arus

pasang-surut. Dengan karakter bentuk lahan tersebut, dataran pasang surut berlumpur

biasanya:

memiliki relief datar sehingga rentan terhadap konversi lahan

habitat flora fauna nya spesifik

banyak terjadi genangan air (rerawaan) yang dipengaruhi arus dari laut dan sungai

memiliki kerentanan bencana banjir rob dan luapan sungai

sesuai untuk pengembangan budidaya tambak

tempat tumbuh mangrove, sehingga sesuai diperuntukan sebagai kawasan lindung

Luas dataran pasang surut berlumpur Provinsi DKI Jakarta mencapai 62,84 km2 atau

sekitar 9,5% dari total wilayah.

2.1.2. Dataran Beting-gisik dan Lembah Antar Gisik

Beting-gisik (beachridges) dan lembah antar beting-gisik (swales) adalah bentuk lahan

(landform) marin. Beting-gisik merupakan suatu timbunan pasir berbentuk

Page 25: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-2

punggungan (beting) yang memanjang sejajar garis pantai. Punggungan ini semula

terbentuk di dasar laut dangkal tepi pantai sebagai hasil deposisi dari sedimen

terangkut di dasar air laut oleh arus laut sepanjang pantai (longshore current) dan

gelombang menuju ke pantai (littoral drift). Punggungan-punggungan ini terbentuk

berulang dan berjajar dengan pola sejajar garis pantai. Pada saat air laut turun atau

daratan terangkat, maka beting ini muncul ke permukaan membentuk beting-gisik.

Cekungan memanjang di antara dua beting-gisik disebut swale. Material yang umum

menyusun beting-gisik ini adalah pasir, sedangkan pada swale lebih bertekstur halus

karena merupakan lokasi pengendapan lokal permukaan lahan di sekitarnya. Dengan

karakter bentuk lahan tersebut, dataran beting – gisik biasanya:

relatif aman dari genangan /banjir

kelembaban tanah rendah

sesuai untuk kawasan permukiman dan kawasan budidaya lainnya

Sementara, lembah antar beting – gisik biasanya:

memiliki kelembaban tanah tinggi

rentan terhadap terjadinya genangan

sesuai untuk pertanian sawah dan tambak

Luas dataran beting gisik dan lembah antar gisik Provinsi DKI Jakarta adalah seluas

50,88 km2 atau seluas 7,7% dari total wilayah.

2.1.3. Dataran Rawa

Dataran ini terbentuk dari hasil proses deposisi fluvial (seperti banjir) yang

meninggalkan suatu dataran dengan cekungan-cekungan kecil yang tersebar secara

acak. Cekungan-cekungan ini sesuai dengan sifatnya mudah menampung air, sehingga

di dataran ini wajar banyak terdapat rawa-rawa. Dengan karakter bentuk lahan

tersebut, dataran rawa biasanya:

memiliki kelembaban tanah tinggi

rentan terhadap genangan atau banjir

aksesibilitas rendah

sesuai untuk budidaya ikan atau pertanian sawah

Page 26: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-3

tidak sesuai untuk pengembangan kawasan terbangun, oleh sebab itu penimbunan

pada dataran rawa sering dilakukan sebelum dilakukan konversi lahan untuk

pembangunan.

Luas dataran rawa Provinsi DKI Jakarta mencapai 16,76 km2 atau sekitar 2,5% dari total

wilayah.

2.1.4. Dataran Banjir

Adalah suatu dataran yang terletak di sekitar alur sungai. Bentuklahan ini berada di

dalam lembah sungai (river valley) yang terbentuk akibat proses deposisi fluvial. Sesuai

dengan namanya dataran ini selalu tergenang banjir jika terjadi perluapan air sungai

(debit meningkat) terutama di musim hujan. Dengan karakter bentuk lahan tersebut,

dataran banjir biasanya:

memiliki tanah yang gembur dan subur

rentan terhadap banjir

sesuai untuk budidaya tanaman semusim terutama pada musim kemarau

tidak sesuai untuk pengembangan kawasan terbangun, oleh sebab itu penimbunan

pada dataran banjir sering dilakukan sebelum dilakukan konversi lahan untuk

pembangunan

Luas dataran banjir Provinsi DKI Jakarta mencapai 38,41 km2 atau sekitar 5,8% dari total

wilayah.

2.1.5. Dataran Fluvio-marin

Dataran ini terbentuk oleh gabungan proses fluvial dan marin, seperti delta sungai atau

dataran estuarin lain dimana terbentuknya dipengaruhi oleh dua jenis proses

geomorfik, yaitu aliran sungai dan arus/gelombang laut. Lokasi dari bentuk lahan ini

biasanya sedikit agak jauh dari garis pantai atau berada di belakang dataran pasang-

surut berlumpur. Pengaruh proses marin pasang-surut masih dapat dirasakan, namun

jika pertumbuhan garis pantai (akresi) relatif cepat, maka pengaruh pasang-surut

semakin kecil. Dengan karakter tersebut, dataran fluvio-marin biasanya:

memiliki tanah gembur dan agar subur

rentan terhadap genangan, banjir dan rob

sesuai untuk pengembangan budidaya tambak atau pertanian sawah

Page 27: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-4

sering kali dilakukan penimbunan dan rentan terhadap konversi lahan

Luas dataran fluvio-marin Provinsi DKI Jakarta mencapai 189,48 km2 atau sekitar 28,6%

dari total wilayah.

2.1.6. Dataran Fluvio-vulkanik

Merupakan suatu dataran yang terbentuk oleh proses deposisi fluvial (aliran air sungai)

dengan material dominan dari bahan vulkanik (seperti abu, pasir, kerikil, dan

bongkahan batu vulkanik). Material vulkanik tersebut pada umumnya mudah

termobilisasi (oleh hujan) sesaat setelah terjadinya erupsi gunung api. Sumber material

vulkanik di wilayah Provinsi DKI Jakarta secara dominan berasal dari gunungapi

Pangrango dan gunung api Salak yang terletak di bagian selatan Provinsi DKI Jakarta

atau di wilayah Bogor. Wilayah ini dikenal sebagai wilayah yang mempunyai curah

hujan tinggi, dan kedua gunung api tersebut pernah mengalami letusan cukup besar

(tipe plinian) dalam sejarahnya yang menghasilkan endapan vulkanik lepas

(pyroclastics) cukup melimpah. Hasil erupsi dari kedua gunung api tersebut kemudian

termobilisasi oleh aliran air membentuk aliran lahar, dan lahar tersebut terdeposisi di

lereng kaki utara membentuk dataran fluvio-vulkanik DKI. Dengan karakter bentuk

lahan tersebut, dataran fluvio-vulkanik biasanya:

memiliki aksesibilitas tinggi karena relief datar

memiliki kemampuan lahan tinggi

tanahnya gembur dan subur

sesuai untuk pengembangan budidaya pertanian dan kawasan terbangun lainnya

lembah sungainya agak dalam

cenderung terjadi konversi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian

Luas dataran fluvio-vulkanik Provinsi DKI Jakarta mencapai 298,25 km2 atau sekitar

45,03% dari total wilayah.

Deskripsi ke 6 tipe ekoregion DKI Jakarta tersebut menunjukkan bahwa secara alami

wilayah Provinsi DKI Jakarta memiliki kerentanan yang tinggi terhadap dampak

perubahan iklim seperti banjir, rob dan genangan. Tipe ekoregion yang memiliki

kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim mencapai luasan sebesar lebih dari 55% dari

total wilayah yang mencakup ekoregion dataran pasang surut berlumpur, dataran rawa,

dataran banjir fluvio-marin serta dataran lembah antar gisik.

Page 28: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-5

Berdasarkan hasil kajian Economy and Environment Program for South East Asia (EEPSEA)

2010, program International Development Research Centre (IDRC) Kanada, dilaporkan

bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan daerah yang paling rentan terhadap perubahan

iklim di Asia Tenggara. Dari 530 wilayah kota di tujuh negara yang dikaji (Indonesia,

Thailand, Kamboja, Laos, Vienam, Malaysia dan Filipina), lima wilayah kota administrasi di

Provinsi DKI Jakarta masuk dalam 10 besar kota yang rentan terhadap perubahan iklim

dan menempati tiga urutan tertinggi, yaitu berturut-turut Jakarta Pusat, Jakarta Utara,

Jakarta Barat. dalam urutan kedelapan.

Bencana akibat dampak perubahan iklim ada yang bersifat “slow onset” seperti kenaikan

muka air laut, dan bencana hidro-meteorologi yang bersifat “rapid onset” seperti kondisi

cuaca ekstrim dan gelombang tinggi. Anomali curah hujan di wilayah Jakarta, Bogor dan

sekitarnya dari 1996 hingga 2005, dilaporkan oleh Susandi (2008), terjadi kenaikan curah

hujan pada musim hujan di bulan Januari di wilayah Jakarta sebesar 20-200 mm, dengan

kenaikan tertinggi di daerah Pulogadung. Kenaikan curah hujan tersebut juga

teridentifikasi pada musim peralihan di bulan Maret berkisar 60-540 mm, dengan

kenaikan tertinggi di daerah Jakarta Selatan dan Bogor. Kenaikan curah hujan tersebut

berpotensi menyebabkan air menggenang dan/atau banjir khususnya di kawasan pesisir

Jakarta Utara, baik karena curah hujan tinggi di kawasan tersebut ataupun akibat kiriman

dari wilayah Bogor dan Jakarta Utara.

Dari peta kejadian bencana banjir 2007, 2013 dan 2014, ekoregion yang mengalami banjir

terbanyak adalah di dataran pasang surut berlumpur, dataran banjir, dataran rawa dan

dataran lembah antar gisik. Selain karena faktor karakteristik ekoregion yang memang

memiliki kerawanan yang tinggi terhadap genangan, di Provinsi DKI Jakarta juga mengalir

13 aliran sungai yaitu Sungai Mookervart, Sungai Ciliwung, Sungai Angke, Sungai

Pesanggrahan, Sungai Krukut, Sungai Kalibaru Barat, Sungai Kalibaru Timur, Sungai Buaran,

Sungai Grogol, Sungai Cipinang, Sungai Jatikramat, Sungai Cakung dan Sungai Sunter yang

kondisinya terus mengalami pendangkalan dan penyempitan akibat adanya sampah dan

bangunan liar di sepanjang sungai. Pembangunan prasarana dan sarana pengendalian banjir

seperti pond, polder, pintu air, saluran drainase belum secara menyeluruh tersedia.

Persandingan antara peta kejadian bencana banjir 2007, 2013 dan 2014, dan peta

ekoregion, dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Sementara itu ditinjau dari perkembangan penduduk dan aktivitasnya, wilayah Provinsi

DKI Jakarta sudah sangat berkembang menjadi kawasan perkotaan yang sangat padat.

Page 29: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-6

Pesatnya perkembangan Provinsi DKI Jakarta erat kaitannya dengan fungsi kota sebagai

ibukota Negara dimana selain sebagai pusat pemerintahan juga sebagai pusat kegiatan

ekonomi yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung kegiatan sosial ekonomi yang

lengkap dan memiliki jangkauan pelayanan skala nasional bahkan internasional. Daya

tarik Provinsi DKI Jakarta tersebut membawa konsekuensi pada tingginya tingkat

urbanisasi, sehingga saat ini Provinsi DKI Jakarta merupakan kota metropolitan terbesar

dengan jumlah penduduk berkisar 10 juta jiwa.

Gambar 2.1. Persandingan Peta Banjir dengan Ekoregion Darat Provinsi DKI Jakarta

Sebagai gambaran tentang perkembangan jumlah, laju pertumbuhan dan kepadatan

penduduk di Provinsi DKI Jakarta dari tahun 1961-2013 dapat dilihat pada Tabel 2.1.dan

Gambar 2.2.

Dataran Fluvio Vulkanik

Dataran Banjir (sepanjang aliran sungai)

Dataran Pasang Surut Berlumpur

Dataran Rawa

Dataran Flovio Marin

Dataran Beting Gisik dan Lembah Antar Gisik

Page 30: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-7

Tabel 2.1.

Jumlah, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Provinsi DKI Jakarta, 1961-2013

TAHUN

JUMLAH PENDUDUK

(ribu orang)

LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK (persen)

KEPADATAN PENDUDUK (JIWA/HA)

1961 2.906,5 6,65 43,89

1971 4.546,5 4,58 68,65

1980 6.503,4 4,02 98,20

1990 8.259,3 2,41 124,72

2000 8.385,6 0,14 126,63

2010 9.607,8 1,43 145,08

2013 9.932,1 1,65 149,98

Sumber : BPS Provinsi DKI DKI Jakarta, 2013 Keterangan : Sensus Penduduk 1961-2010, dan Proyeksi 2010-2013

Gambar 2.2. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta, 1961 – 2013

Dari data perkembangan penduduk tersebut, laju pertumbuhan penduduk memang tidak

sebesar periode tahun 1961 hingga 1990. Namun demikian dengan kondisi saat ini dimana

jumlah penduduk hampir mencapai 10 juta jiwa, wilayah DKI Jakarta saat ini dapat

dikategorikan sebagai wilayah perkotaan yang padat yaitu memiliki kepadatan penduduk

rata-rata hampir 150 jiwa/ha. Kepadatan penduduk tersebut diperkirakan akan meningkat

seperti tertuang dalam RTRW DKI Jakarta 2010 – 2030 dimana proyeksi penduduk tahun

2030 diperkirakan mencapai 12,5 juta jiwa. Persebaran penduduk DKI Jakarta juga tidak

merata, karena di beberapa kecamatan kepadatan penduduk sudah mencapai di atas 200

Page 31: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-8

jiwa/ha bahkan terdapat 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Matraman, Jakarta Timur

dan Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, kepadatan penduduknya mencapai di atas 300

jiwa/ha seperti terlihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.3. Persebaran Kepadatan Penduduk Tahun 2007 dan Tahun 2010 (Sumber: DPGP DKI, 2011)

Peningkatan jumlah penduduk DKI Jakarta dari waktu ke waktu akan membawa

konsekuensi pada makin tingginya tekanan pada pemanfaatan ruang kota. Makin

bertambahnya jumlah penduduk makin meningkat pula kebutuhan ruang terbangunnya.

Sementara itu, luas lahan kota relatif tetap, sehingga makin berkurangnya lahan tidak

terbangun yang memiliki fungsi ekologis. Selain untuk memenuhi kebutuhan hunian yang

peningkatan kebutuhan lahannya akan sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk,

perkembangan aktivitas perekonomian kota juga memerlukan alokasi ruang yang makin

meningkat.

Permasalahan makin berkurangnya kawasan tidak terbangun juga terjadi di wilayah DKI

Jakarta. Berdasarkan data BPS DKI Jakarta tahun 2013, pada tahun 2012 pemanfaatan

lahan DKI Jakarta sangat didominasi oleh pemanfaatan kawasan terbangun. Proporsi

luasan kawasan tidak terbangun hanya mencapai 6,91% yang berupa pertanian lahan

kering, areal berhutan, perairan dan pertanian lahan sawah. Pemanfaatan ruang di DKI

Jakarta tersebut menunjukkan fungsi kota DKI Jakarta adalah sebagai pusat kegiatan

perekonomian, pemerintahan, industri dan sosial budaya.

Page 32: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-9

Tabel 2.2.

Proporsi Luasan Kawasan Menurut Penggunaan Lahan di DKI Jakarta Tahun 2012

NO KLASIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN JUMLAH (Ha)

PROPORSI (%) 2012

1 Pemukiman/sosekbud dll 50,938.44 76.92

2 Perhubungan 6,550.63 9.89

2.1. Lapangan udara 157.25 0.24

2.2. Pelabuhan laut 657.8 0.99

2.3. Jalan 5,083.81 7.68

2.4. Jalan/jalur KA 595.09 0.90

2.5. Terminal bis 50.23 0.08

2.6. Perparkiran 6.45 0.01

3 Industri 4,032.37 6.09

3.1. Kawasan 825.34 1.25

3.2. Non-kawasan 3,207.03 4.84

TOTAL KAWASAN TERBANGUN 61,521.44 92.90

4 Pertanian lahan kering 1252 1.89

5 Pertanian lahan sawah 1001 1.51

5.1. Sawah irigasi 953 1.44

5.2. Sawah tadah hujan 48 0.07

6 Perikanan 125 0.19

6.1. Tambak air payau 66 0.10

6.2. Kolam/air tawar 59 0.09

7 Areal berhutan 1,224.57 1.85

7.1. Hutan alami 430.45 0.65

7.2. Hutan sejenis/kota 794.12 1.20

8 Perairan 1,098.99 1.66

8.1. Waduk/rawa 391.99 0.59

8.2. Sungai 532.5 0.80

8.3. Floodway 174.5 0.26

9 Lain-lain 125.0 0.19

TOTAL KAWASAN TIDAK TERBANGUN 4,576.56 6.91

JUMLAH 66,223.00 100.00

Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2013

Keterangan : Estimasi Tim SLHD Provinsi DKI Jakarta, 2013

Page 33: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-10

Sementara itu, berdasarkan hasil interpretasi peta Citra Landsat tahun 2000 dan 2010,

penggunaan lahan di DKI Jakarta telah mengalami perubahan yang cukup signifikan.

Meskipun tetap didominasi oleh penggunaan perumahan/permukiman, secara umum telah

terjadi peningkatan luasan kawasan terbangun baik berupa permukiman, perdagangan,

industri maupun fasilitas sosial ekonomi perkotaan. Perkembangan lahan terbangun

mencapai hampir 500 ha per tahunnya sejak tahun 2000 hingga tahun 2010. Gambaran

perubahan lahan DKI Jakarta tahun 2000 dan 2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.3.

Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000 – 2010

Landuse Category Area (Ha)

2000 2010 Converting

Perumahan Developer/ Formal 13,531.91 12,107.52 (1,424.39)

Permukiman Padat 19,707.40 20,133.40 426.01

Permukiman Renggang 4,435.93 3,766.31 (669.62)

Industri dan Pergudangan 4,597.06 5,715.89 1,118.83

Komersil dan Jasa 4,299.41 6,641.85 2,342.44

Pendidikan dan Fasilitas Publik 1,648.10 3,342.41 1,694.32

Fasilitas Pemerintah 602.11 1,737.57 1,135.46

Taman dan Pemakaman 577.50 1,757.87 1,180.37

Pertanian dan Tegalan 11,175.15 6,137.47 (5,037.67)

Rawa, Sungai, dan Kolam 2,351.23 1,397.91 (953.32)

Fasilitas Transportasi 395.81 324.33 (71.48)

Semak dan Hutan 6.85 5.38 (1.48)

Hutan Bakau 2.20 2.16 (0.03)

Tanah Berbatu - -

Fasilitas Rekreasi 1095.79 1534.38 438.59

No Landuse Code 0.10 0.00 (0.10)

Dari data pada Tabel 2.3. dapat dilihat bahwa peningkatan kawasan terbangun terbesar

adalah dimanfaatkan untuk kawasan komersial dan Jasa, kawasan pendidikan dan fasilitas

publik serta fasilitas pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa pola perkembangan kota DKI

Jakarta mengarah pada pemantapan fungsinya sebagai Ibukota Negara dan fungsi

ekonominya sebagai pusat perdagangan dan jasa. Sebaliknya sebagai hunian terlihat bahwa

secara ditinjau dari luasannya, penggunaan lahan untuk permukiman relatif terjadi

Page 34: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-11

penurunan. Penurunan lahan permukiman terjadi pada tipe kawasan permukiman formal

dan permukiman renggang namun sebaliknya terjadi peningkatan pada kawasan

permukiman padat. Mengingat pertumbuhan jumlah penduduk DKI Jakarta dalam kurun

waktu tersebut meningkat, perubahan pola penggunaan lahan permukiman ini menunjukkan

adanya kecenderungan menjadi semakin padatnya kondisi permukiman di DKI Jakarta

dan/atau terjadi efisiensi penggunaan lahan yang dilakukan antara lain dengan mengubah

perumahan horizontal menjadi perumahan vertikal.

Gambar 2.4. Tren Perubahan Kawasan Terbangun dan Non Terbangun DKI Jakarta

Penambahan kawasan terbangun di DKI Jakarta dapat dilihat merupakan konversi lahan

yang berasal dari lahan pertanian dan tegalan dan badan air. Pengurangan lahan pertanian

dan tegalan dalam kurun waktu 10 tahun mencapai lebih dari 5000 ha atau mengalami

penurunan sekitar 500 ha per tahunnya. Sebaliknya, dari data tersebut dapat dilihat bahwa

RTH kota di DKI Jakarta baik berupa taman dan pemakaman mengalami peningkatan

sebesar 118 ha selama kurun waktu 10 tahun.

Kaw

asan

Te

rban

gun

Page 35: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-12

Gambar 2.5. Penggunaan Lahan DKI Jakarta Tahun 2000

Gambar 2.6. Penggunaan Lahan DKI Jakarta Tahun 2010

Kondisi perkembangan pemanfaatan ruang di DKI Jakarta menunjukkan bahwa proses

perkembangan kota mengarah pada terjadinya proses intensifikasi ruang. Hal ini berarti

TAHUN 2000

TAHUN 2010

Page 36: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-13

akan terjadi pemadatan bangunan dan/atau perkembangan kota ke arah vertikal seperti

pembangunan rumah susun, apartemen, gedung perkantoran dan perdagangan

berlantai banyak, maupun pemanfaatan ruang di bawah tanah. Dengan kata lain

pencadangan lahan untuk pengembangan kota DKI Jakarta di masa datang tidak lagi

tersedia. Upaya yang dapat dilakukan dalam pengelolaannya adalah mengoptimalkan

pemanfataan ruang yang diimbangi dengan peningkatan kualitas lingkungannya

termasuk dilengkapi dengan sarana dan prasarana kawasan yang memadai.

Sementara berkaitan dengan masih terbatasnya ruang terbuka hijau yang seharusnya

mencapai 30% dari total wilayah maka perlu dilakukan berbagai upaya antara lain:

1. Menetapkan hutan kota dan RTH kota menjadi kawasan lindung, sehingga tidak

dimungkinkan terjadi alih fungsi. Selain upaya perlindungan terhadap statusnya

sebagai kawasan lindung, upaya pemeliharaan perlu juga dilakukan dalam rangka

meningkatkan fungsi lindung dari kawasan;

2. Mengembangkan RTH baru yang antara lain dapat dilakukan dengan mengembalikan

fungsi ruang yang seharusnya termasuk dalam kategori lindung namun saat ini

dimanfaatkan untuk peruntukan lainnya. Di DKI Jakarta masih terdapat sempadan

sungai, sempadan rel kereta api maupun ruang di bawah SUTET yang seharusnya

termasuk kategori kawasan lindung setempat, saat ini dimanfaatkan untuk hunian

atau kegiatan lainnya. Dalam kaitannya dengan ekoregion, sempadan sungai di DKI

Jakarta sebenarnya masuk dalam ekoregion dataran banjir sehingga memang

seharusnya tidak dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya terutama hunian;

3. Menerapkan ketentuan KDH pada setiap kavling tanah untuk dapat memenuhi

kebutuhan RTH terutama melalui peningkatan RTH privat. Penerapan ini perlu

diimbangi dengan mekanisme monitoring, evaluasi maupun penerapan sanksi.

Peningkatan jumlah penduduk juga akan meningkatkan kebutuhan akan sumberdaya lain

seperti air bersih, makanan, udara dan sebagainya dan meningkatkan limbah yang

dihasilkan. Kesemuanya itu merupakan beban yang harus didukung oleh lingkungan.

Pemenuhan kebutuhan air bagi kehidupan sehari-hari, biasanya bersumber dari air

permukaan, dan air tanah. Yang termasuk kategori sumber air permukaan antara lain

adalah air yang bersumber dari sungai, waduk, danau dan air hujan. Sumber air

perpipaan yang tersedia di perkotaan biasanya bersumber dari air permukaan yang

diolah menjadi air minum. Sementara, yang termasuk kategori sumber air tanah antara

lain adalah air yang dipompa dari sumber air aquifer bebas dan tertekan serta sumber

Page 37: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-14

mata air. Air dalam kemasan juga masuk ke dalam kategori air tanah meskipun biasanya

pengambilannya tidak dalam wilayah perkotaan.

Berdasarkan hasil Sensus 2010, sebagian besar penduduk di DKI Jakarta menggunakan

air yang bersumber dari air tanah seperti yang dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel 2.4

Prosentase Penduduk Berdasarkan Sumber Air Minum

Air

kemasanPompa

Sumur

terlindung

Sumur tak

terlindung

Mata air

terlindung

Mata air

tak

terlindung

TOTAL

Ledeng

sampai

rumah

Ledeng

eceran

Air

sungai

Air

hujanLainnya TOTAL

Kab Kep. Seribu 24.6 0.08 10.99 0.27 0 0 35.94 0 14.66 0 49.4 0 64.06

Jakarta Selatan 45.77 37.97 10.51 0.22 0.41 0.01 94.89 4.78 0.2 0 0 0.13 5.11

Jakarta Timur 47.68 29.73 9.38 0.19 0 0 86.98 12.27 0.74 0 0 0 13.01

Jakarta Pusat 45.64 6.56 2.02 0.05 0 0 54.27 35.71 10.01 0 0 0 45.72

Jakarta Barat 52.87 6.43 1.82 0.05 0 0 61.17 28.17 10.65 0 0 0 38.82

Jakarta Utara 61.42 0.48 0.27 0.02 0.05 0 62.24 28.87 8.73 0 0 0.15 37.75

Provinsi DKI

Jakarta50.69 18.51 5.51 0.12 0.1 0 74.93 19.6 5.32 0 0.1 0.06 25.08

Wilayah

Sumber Air Minum (%)

Sumber Air Tanah Sumber Air Permukaan

Sumber: Sensus 2010, BPS

Tabel di atas menunjukkan bahwa penggunaan air kemasan untuk sumber air minum

cukup besar. Kondisi ini berkaitan dengan kualitas dan kontinuitas air minum yang

disediakan oleh PDAM di DKI Jakarta masih belum memenuhi kriteria dan kebutuhan

masyarakat ataupun dikarenakan telah terjadi perubahan pola pemanfaatan

sumberdaya air dari air minum dimasak menjadi air minum tanpa dimasak.

Sementara itu, berdasarkan data dalam Jakarta Dalam Angka tahun 2011, jumlah Kepala

Keluarga yang tercatat sebagai pelanggan PDAM hanya sebanyak 698.420 KK dari total

Kepala Keluarga sebanyak 2,509.096 KK. Hal ini dapat diartikan hanya 27,8% penduduk

DKI Jakarta yang menggunakan sumber air perpipaan yang disuplai oleh PDAM atau

dengan kata lain sebagian besar masih menggunakan air tanah.

Data PDAM juga mencatat bahwa penggunaan air PDAM untuk keperluan domestic

adalah sebesar 168,77 juta m3 dalam kurun waktu satu tahun. Dengan rata-rata 1 Kepala

Keluarga terdiri dari 4 jiwa dan jumlah pelanggan sebanyak 698.420 KK, maka

Page 38: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-15

konsumsi air per jiwa untuk DKI Jakarta adalah sebesar sekitar 175 liter/hari. Dengan

pola konsumsi air sebesar 175 liter/hari dan perkiraan jumlah penduduk sebesar 9,5 juta

maka kebutuhan aktual air domestik adalah sebesar 1.662.500 m3/hari sementara yang

dipasok oleh PDAM hanya sebesar 474.073 m3/hari. Hal ini dapat diartikan bahwa laju

pengambilan air tanah untuk kebutuhan domestik diperkirakan 1.188.427 m3/hari atau

sebesar 13,75 m3/detik.

Sumber air tanah di DKI Jakarta juga digunakan untuk keperluan non domestik. Data

dalam Jakarta Dalam Angka 2011 menyebutkan jumlah pelanggan pengguna air tanah

dalam dengan Sumur Artesis dan Sumur Pantek untuk keperluan air non domestik.

Total pemakaian air tanah dalam tahun 2010 adalah sebesar 10.049.814 m3 atau sekitar

0,33 m3/detik. Pengambilan air tanah dalam yang terus menerus dan tidak terkendali ini

dikawatirkan akan menyebabkan amblesan tanah maupun kelangkaan air tanah.

Tabel 2.5.

Pelanggan Air Tanah Dalam dengan Sumur Artesis dan Sumur Pantek

Pelanggan Instansi

Pemerintah Non

Niaga Niaga Kecil

Niaga Besar

Industri kecil

Industri Besar

Total

Jakarta Selatan 119 137 176 939 59 28 1458

Jakarta Timur 58 32 63 429 16 279 977

Jakarta Pusat 50 22 58 406 53 2 591

Jakarta Barat 10 56 78 394 38 91 667

Jakarta Utara 7 161 12 222 31 61 449

Total 244 263 387 2390 197 661 4142

Sumber: Jakarta Dalam Angka, 2011

Makin intensifnya perkembangan kota DKI Jakarta akan membawa konsekuensi pada

munculnya berbagai permasalahan lingkungan. Dampak terhadap lingkungan yang

terjadi antara lain:

1. Terbatasnya resapan air tanah dangkal sebagai akibat makin bertambahnya luasan

kawasan terbangun. Keterbatasan ketersediaan air tanah dangkal ini menjadi

masalah penting untuk DKI Jakarta mengingat sebagian besar penduduk DKI

Jakarta menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih.

Page 39: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-16

Perhitungan potensi air tanah dangkal untuk DKI dengan kondisi penggunaan

lahan tahun 2012 dan dengan curah hujan bulanan sekitar 120 mm atau adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.6.

Perhitungan Perkiraan Potensi Air Tanah Dangkal

Penggunaan Lahan Luas

(104 m2)

Koefisien Resapan Air

Hujan

Intensitas hujan

(10-8 m/detik)

Potensi Air Tanah

(m3/detik)

Kawasan Terbangun 61.521,44 0,1 4,6 2,83

Kawasan Tidak Terbangun 4.576,56 0,7 4,6 1,47

Total Potensi Air Tanah Dangkal 4,30

Sumber: Hasil Analisis, 2014

Hasil perhitungan tentang potensi resapan air tanah dangkal DKI Jakarta

menunjukkan bahwa hanya 4,30 m3/detik imbuhan air hujan ke dalam tanah.

Sementara hasil perhitungan menunjukkan bahwa diperkirakan saat ini

pengambilan air tanah dangkal di DKI Jakarta adalah sebesar 13,75 m3/detik.

2. Terjadinya intrusi air laut. Pengambilan air tanah dangkal yang berlebihan

menyebabkan terjadinya intrusi air laut dan penurunan permukaan tanah. Saat ini

DKI Jakarta sudah mengalami masalah penurunan permukaan tanah seperti dapat

dilihat pada gambar berikut.

Page 40: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-17

Gambar 2.7. Peta Penurunan Permukaan Tanah DKI Jakarta (Sumber: Inventarisasi RPPLH DKI Jakarta)

Gambar tersebut menunjukkan bahwa penurunan permukaan tanah di bagian

Utara DKI Jakarta mencapai hingga 3 meter, bahkan di beberapa titik mencapai 4

meter. Permasalahan tersebut terjadi di sub ekoregion dataran pasang surut

berlumpur, dataran bukit gisik dan lembah antar gisik, dataran rawa dan dataran

fluvio marin yang kesemuanya masih dipengaruhi oleh lingkungan perairan laut.

Hal ini mengindikasikan juga bahwa di wilayah tersebut dimungkinan sudah

mengalami pencemaran air tanah akibat intrusi air laut.

3. Munculnya kawasan permukiman kumuh. Dengan luasan lahan yang terbatas dan

tetap, penambahan jumlah penduduk akan menimbulkan peningkatan kepadatan

hunian. Data mengenai penggunaan lahan menunjukkan adanya peningkatan

luasan permukiman padat. Sementara salah satu faktor munculnya kekumuhan di

permukiman adalah kepadatan bangunan. Data dari BPS tahun 2012 dalam laporan

Evaluasi RW Kumuh DKI Jakarta 2012 menunjukkan bahwa dari 392 RW yang

dievaluasi terdapat 67,35% atau 264 RW yang masih dinyatakan kumuh.

Berdasarkan tingkat kekumuhannya, sebanyak 8 RW masih kumuh berat, 23 RW

kumuh sedang, 89 RW kumuh ringan dan 144 RW kumuh sangat ringan. Sementara

Page 41: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-18

dilihat per wilayah kabupaten/kota, Jakarta Utara memiliki RW kumuh terbanyak

yaitu 67 RW dan Jakarta Barat 66 RW. Sementara Jakarta Selatan memiliki RW

kumuh sebanyak 35 RW, Jakarta Timur 44 RW, Jakarta Pusat 46 RW dan Kep.

Seribu 6 RW. Meskipun Kepulauan Seribu memiliki RW Kumuh paling sedikit namun

jumlah tersebut menunjukkan bahwa seluruh RW yang diteliti dinyatakan kumuh.

4. Pencemaran air di darat. Kegiatan baik domestik maupun non domestik selain

memanfaatkan sumberdaya juga akan menghasilkan limbah. Beban limbah ke

lingkungan yang tidak mampu diasimilasi oleh alam serta didukung ketersediaan

sarana prasarana pengolahan limbah yang handal akan menyebabkan terjadinya

pencemaran lingkungan. Pencemaran 13 sungai yang ada di DKI Jakarta sebagian

besar diakibatkan oleh sampah baik yang tidak tertangani maupun sampah yang

dibuang sembarangan yang kemudian masuk ke badan air.

Kondisi yang sama juga akan terjadi pada pencemaran yang disebabkan limbah

cair. Hingga saat ini, secara umum permukiman yang tidak terencana tidak

memiliki instalasi pengolah air limbah cair dari kegiatan rumah tangga. Namun

demikian pada permukiman terencana sekalipun, jumlah kawasan yang sudah

memiliki IPAL masih sangat minim. Di wilayah Jabodetabek, limbah cair domestik

yang dihasilkan dari setiap kegiatan rumah tangga pada umumnya akanlangsung

masuk ke dalam drainase, selanjutnya dari drainase akan masuk ke selokan, ke anak

sungai bahkan hingga ke sungai besar. Oleh karena DKI Jakarta terletak di wilayah

DAS bagian hilir, pencemaran air yang terjadi di wilayah ini merupakan akumulasi

pencemaran yang berasal dari wilayah hulu hingga bagian hilirnya.

5. Pencemaran udara. Tingginya jumlah penduduk dan intensitas kegiatanekonomi di

wilayah Provinsi DKI Jakarta, mengakibatkan tingginya kegiatan antropogenik yang

semuanya membutuhkan sarana dan prasarana, seperti kebutuhannya akan

transportasi yang sangat tinggi. Data BPS (2014) menunjukkan bahwa dari 94,37

juta kendaraan bermotor di Indonesia, sebanyak 13,28 juta (14,08%-nya) berada di

DKI Jakarta. Sumber pencemaran udara terbesar di DKI Jakarta adalah bersumber

dari kegiatan transportasi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan WHO (2000)

yang menyatakan bahwa pencemaran yang terjadi di pusat kota sebanyak 95% CO,

70% NOx, 60% tembaga dan 50% HC berasal dari proses pembakaran bahan bakar

fosil yang dilakukan oleh mesin kendaraan. Hasil penelitian ITDP (2008)

menyebutkan bahwa emisi NOx di DKI Jakarta mencapai 1,53 ton/hari, Particulate

Matter (PM) 0,10 ton/hari, CO mencapai 11,25 ton/hari, CO2 mencapai 135,48

Page 42: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-19

ton/hari dan hidrokarbon mencapai 2,63 ton/hari yang mencemari udara di wilayah

DKI Jakarta dan sekitarnya.

Tingginya pencemaran udara di DKI Jakarta ini juga telah dilaporkan oleh Badan

Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa Bangsa (UNEP) pada bulan Oktober 1995,

yang menyatakan bahwa DKI Jakarta menduduki peringkat ketiga dalam

pencemaran udara terberat di dunia, setelah Mexico City dan Bangkok (Darmono,

2001). Mengingat setiap manusia dan semua makhluk hidup melakukan pernafasan

setiap saat, maka potensi untuk terpaparnya manusia dan makhluk lainnya yang

bernafas menjadi sangat tinggi; sehingga risiko kesehatan terutama terhadap

penyakit degeneratif di wilayah DKI Jakarta akibat inhalasi juga menjadi tinggi.

Permasalahan pencemaran tanah, air dan udara di DKI Jakarta akan diuraikan lebih lanjut untuk

setiap sub ekoregion, yaitu sebagai berikut:

1. Dataran pasang surut berlumpur

Wilayah sub ekoregion ini merupakan wilayah yang cukup padat penduduknya, hasil

estimasi terhadap jumlah penduduk adalah 740.163 orang. Di wilayah ini juga terdapat

pelabuhan internasional yang di dalamnya banyak terdapat berbagai kegiatan

antropogenik, mulai dari jumlah penumpang yang sangat banyak, kegiatan perdagangan,

ekspor-impor dan berbagai kegiatan lainnya. Di wilayah ini juga terdapat kegiatan industri

yang cukup banyak, dan merupakan salah satu lokasi yang di dalamnya terdapat Kawasan

PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan berbagai industri lain serta berbagai kegiatan

antropogenik utama lainnya serta kegiatan antropogenik ikutannya yang semuanya

menghasilkan bahan pencemar. Bahan pencemar yang dihasilkan dari kegiatan

antropogenik tersebut adalah bahan pencemar yang mencemari lingkungan perairan dan

mencemari daratan, baik mencemari udara maupun mencemari tanah.

Kegiatan antropogenik di wilayah ini yang mencemari air diantaranya adalah semua

kegiatan seperti kegiatan industri, kegiatan rumah tangga, kegiatan perkantoran, kegiatan

perkotaan, kegiatan rumah sakit dan berbagai kegiatan lainnya yang menghasilkan limbah

cair. Pada limbah cair terdapat berbagai bahan pencemar, seperti pada bahan pencemar

organik yang berasal dari kegiatan domestik yang merupakan bahan pencemar organik

mudah urai. Namun dari kegiatan industri dihasilkan pula limbah organik sulit urai

(persistant organic pollutant) yang merupakan bahan berbahaya dan beracun, sehingga

harus sangat diwaspadai keberadaannya. Pada limbah cair juga seringkali diperoleh bahan

Page 43: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-20

pencemar anorganik seperti logam berat yang juga bersifat akumulatif, bahkan pada

limbah cair rumah sakit seringkali juga diperoleh unsur radioaktif. Pada limbah cair

kegiatan domestik dan kegiatan rumah sakit juga sering didapatkan bahan pencemar

biologi terutama bakteri E.coli dan bahkan dari limbah cair rumah sakit seringkali terdapat

bakteri patogen.

Pada sub ekoregion ini juga terdapat banyak kegiatan transportasi dan kemacetan

kendaraan bermotor terutama pada jam berangkat serta jam pulang ke sekolah dan

kantor. Namun khusus di daerah yang menuju pelabuhan nasional dan internasional

antrian kendaraan seringkali terjadi tidak mengenal waktu. Oleh karena itu maka di wilayah

sub ekoregion ini potensi pencemaran udara terutama oleh karbon monoksida (CO), NOx,

logam berat seperti timbal, tembaga dan berbagai logam berat lainnya, hidrokarbon (HC)

terutama yang bersifat aromatik menjadi sangat besar. Selain hal tersebut adanya kegiatan

transportasi dan kemacetan kendaraan bermotor di ekoregion ini, ditambah dengan

kegiatan industri mengakibatkan terjadinya pencemaran fisik berupa kebisingan.

Tingginya potensi pencemaran udara di wilayah ini, walaupun beberapa penelitian dan

laporan kajian yang dilakukan di wilayah ini memperlihatkan bahwa pencemaran udara

tidak terdeteksi di wilayah sub ekoregion ini. Bahan pencemar tersebut akan segera turun

ke tanah, sebagai contoh logam berat, tingginya berat jenis logam berat dan adanya gaya

tarik bumi, mengakibatkan logam berat akan turun ke bumi, dan selanjutnya berpotensi

mengakibatkan terjadinya pencemaran tanah terutama oleh logam berat. Hal ini terlihat

dari terjadinya pencemaran tanah oleh logam berat timbal di wilayah Terminal Tanjung

Priok yang kandungan Pb-nya dalam tanah mencapai 14,9 ppm (Ruyani, 2014).

Selain pencemaran udara dan tanah, di wilayah sub ekoregion ini juga terjadi pencemaran

air sungai di wilayah ini. Pencemaran air sungai ini berasal dari kegiatan antropogenik yang

dilakukan di darat, terutama yang menghasilkan limbah cair. Limbah cair ini akan masuk ke

dalam sungai baik yang mengalami pengolahan terlebih dahulu maupun tidak mengalami

pengolahan terlebih dahulu. Limbah cair dari kegiatan domestik umumnya masuk ke dalam

sungai tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu, sedangkan limbah cair dari kegiatan

industri ada yang mengalami pengolahan terlebih dahulu dan ada juga yang tidak

mengalami pengolahan terlebih dahulu. Namun demikian menurut Napitupulu (2009),

jumlah industri yang berada di PT. KBN hanya kurang dari 5% yang sudah memiliki IPAL, dan

dari yang memiliki IPAL tersebut, tidak semua perusahaan mengoperasikan IPAL-nya setiap

hari, sehingga akan mencemari sungai yang menerima limbah cair tersebut. Selain hal

Page 44: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-21

tersebut limbah cair yang masuk ke sungai yang melalui ekoregion ini juga membawa

limbah cair dan sampah dari hulu, sehingga menjadi mengakibatkan beban pencemaran di

wilayah sungai sangat tinggi, bahkan sudah jauh melebihi kapasitas asimilasi, daya dukung

dan daya tampungnya. Hal tersebut juga semakin diperparah oleh kondisi sub ekoregion ini

yang terdapat di hilir sungai, sehingga beban pecemaran di wilayah sungai yang sebagian

besar berasal dari hulu. Kondisi ini pada akhirnya mengakibatkan kondisi pencemaran di

muara sungai yang berada di wilayah sub ekoregion ini menjadi sangat berat.

Kondisi pencemaran di sub ekoregion ini juga semakin diperberat oleh adanya sampah

yang sangat banyak di wilayah ekoregion ini. Dalam hal ini dari jumlah penduduk yang

mencapai 740.163 orang akan terkumpul sampah sebanyak 2.221 m3, sampah tersebut juga

masih ditambah dari kegiatan industri, kegiatan perkotaan, kegiatan perdagangan serta

berbagai kegiatan lainnya yang jumlahnya sangat banyak, serta berasal dari sampah yang

melimpas dari hulu ke wilayah sub ekoregion ini. Oleh karena itu maka jumlah sampah di

wilayah sub ekoregion ini menjadi sangat banyak. Di lain pihak dari sampah yang terkumpul

ini kurang lebih 15%-nya tidak terangkut ke TPA, sehingga sampah yang ada di lokasi ini

akan mencemari lingkungan, memperburuk estetika di sub ekoregion ini dan akan

mengakibatkan tingginya sumbangan gas rumah kaca yang berasal dari sampah. Oleh

karena itu maka potensi pencemaran di sub ekoregion ini baik di udara, di tanah dan di air

menjadi sangat tinggi.

Terjadinya pencemaran terutama pencemaran tanah dan pencemaran udara di wilayah ini

juga sulit untuk menghindarinya, mengingat minimnya sarana dan prasarana untuk

mencegah terjadinya pencemaran, serta kondisi lingkungan yang kurang mendukung

meningkatnya kapasitas asimilasi, daya dukung dan daya tampung. Hal ini terlihat dari

tingginya penggunaan lahan di sub ekoregion ini namun tidak dibarengi dengan tingginya

ruang terbuka hijau dan ruang terbuka biru.

2. Dataran beting-gisik dan lembah antar gisik

Wilayah sub ekoregion ini merupakan wilayah yang cukup padat penduduknya, hasil

estimasi terhadap jumlah penduduk adalah 644.926 orang. Di wilayah ini juga merupakan

wilayah yang lebih diperuntukan bagi kegiatan industri, dan sekaligus merupakan wilayah

yang di dalamnya terdapat bagian dari kegiatan pelabuhan internasional. Di sub ekoregion

ini juga banyak terdapat berbagai kegiatan antropogenik, mulai dari kegiatan transportasi

dengan jumlah penumpang yang sangat banyak, kegiatan perdagangan, ekspor-impor,

Page 45: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-22

pelabuhan perikanan, perhotelan, perkantoran dan berbagai kegiatan lainnya. Adapun

kegiatan industri yang terdapat di ekoregion ini antara lain adalah Kawasan PT. Kawasan

Berikat Nusantara dan berbagai industri lain. Kegiatan-kegiatan antropogenik yang ada di

ekoregion ini akan menghasilkan bahan pencemar, baik bahan pencemar yang akan

mencemari udara, mencemari tanah maupun mencemari perairan.

Seperti halnya pada sub ekoregion pasang surut berlumpur, pada sub ekoregion ini semua

kegiatan seperti kegiatan transportasi dengan jumlah penumpang yang sangat banyak,

kegiatan perdagangan, ekspor-impor, pelabuhan perikanan, perhotelan, perkantoran dan

berbagai kegiatan lainnya akan menghasilkan limbah cair, yang di dalamnya mengandung

berbagai bahan pencemar, baik berupa bahan pencemar organik mudah urai, bahan

organik sulit urai (persistant organic pollutant) dan bahan anorganik yang masuk pada

kategori bahan berbahaya dan beracun seperti logam berat serta bahan pencemar biologi

terutama bakteri E.coli dan berbagai jenis bakteri patogen, yang dapat menular ke manusia

yang sehat, serta terjadi pencemaran fisik terutama dalam bentuk kebisingan.

Pencemaran air tawar (terutama sungai) di wilayah ini terjadi karena adanya limbah cair

yang masuk ke dalam perairan baik yang berasal dari kegiatan domestik, kegiatan industri,

maupun dari kegiatan antropogenik lainnya, terutama limbah cair yang tidak mengalami

pengolahan terlebih dahulu, sehingga mencemari air permukaan, bahkan juga dapat

mencemari air tanah.Adanya kegiatan antropogenik yang sangat tinggi baik dari kegiatan

rumah tangga, kegiatan industri, kegiatan transportasi dan berbagai kegiatan

antropogenik lainnya, padahal pada kegiatan tersebut tidak memiliki IPAL, atau memiliki

IPAL namun tidak dioperasikan setiap hari, akan mengakibatkan sungai yang menerima

limbah cair tersebut tercemar berat. Kondisi tersebut bukan tidak mungkin sudah jauh

melebihi kapasitas asimilasi, daya dukung dan daya tampungnya. Hal tersebut juga terlihat

dari pengamatan kasat mata, bahwa sungai yang melintas di wilayah sub ekoregion ini

berwarna hitam pekat dengan bau yang menusuk, sehingga mengindikasikan bahwa

perairan sungai di wilayah sub ekoregion ini tercemar berat.

Pada sub ekoregion ini yang merupakan wilayah dengan peruntukan utama untuk kegiatan

industri, selalu terjadi kegiatan transportasi yang cukup banyak, baik yang berasal dari

kegiatan industri seperti membawa bahan baku dan berbagai bahan lainnya,

mendistribusikan produk industri, transportasi pegawai, dan transportasi untuk berbagai

kegiatan lainnya. Oleh karena itu cukup wajar jika terjadi kemacetan kendaraan bermotor

terutama pada jam berangkat serta jam pulang kantor. Oleh karena itu maka di wilayah

Page 46: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-23

ekoregion ini potensi pencemaran udara terutama oleh karbon monoksida (CO), NOx,

logam berat, senyawa hidrokarbon aromatik dan berbagai persistant organic pollutant

menjadi sangat besar, sehingga sangat perlu untuk diwaspadai. Adanya bahan pencemar di

udara ini mengakibatkan tanah menjadi tercemar oleh logam berat timbal, seperti yang

dinyatakan oleh Ruyani (2014) kandungan Pb dalam tanah yang berkisar antara 9 hingga

14,9 ppm dan di wilayah Terminal Tanjung Priok yang kandungan Pb-nya dalam tanah

mencapai 30,8 ppm. Selain terjadinya pencemaran kimia tersebut di atas, adanya kegiatan

industri dan ditambah dengan kegiatan transpotasi mengakibatkan terjadinya pencemaran

fisik terutama kebisingan.

Kondisi pencemaran di sub ekoregion ini juga semakin diperberat oleh adanya sampah

yang sangat banyak. Dalam hal ini dari jumlah penduduk yang mencapai 644.926 orang

akan terkumpul sampah sebanyak 1.935 m3 yang selalu meningkat dari tahun ke tahun

(BPS, 2009-2012). Jumlah sampah tersebut juga masih ditambah dari kegiatan industri,

kegiatan perkotaan, kegiatan perdagangan serta berbagai kegiatan lainnya yang jumlahnya

sangat banyak dan sayangnya tidak semua sampah terangkut ke TPA, sehingga sisa

sampah tersebut akan semakin mencemari lingkungan dan semakin memperburuk

estetika, sekaligus memberikan sumbangan gas rumah kaca yang berasal dari sampah

dalam jumlah yang cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut, maka potensi pencemaran di

ekoregion ini baik di udara, di tanah dan di air menjadi sangat tinggi, sehingga melebihi

kapasitas asimilasi, daya dukung dan daya tampung lingkungannya.

3. Dataran rawa

Wilayah sub ekoregion ini merupakan wilayah yang boleh dikatakan hampir tidak ada

kegiatan antropogenik, selain dari pergudangan yang jumlahnya sangat minim. Namun

demikian sulitnya mendapatkan lahan yang layak untuk membuat permukiman

mengakibatkan wilayah ini tetap dihuni oleh masyarakat dengan estimasi jumlah penduduk

di ekoregion ini yang mencapai 192.842 orang. Oleh karena itu, maka di wilayah ini potensi

pencemaran yang ada relatif lebih didominasi oleh kegiatan antropogenik berupa kegiatan

permukiman yang menghasilkan berbagai limbah baik berupa limbah cair, sampah,

maupun pencemaran udara yang berasal dari kegiatan domestik, yang semuanya masuk ke

dalam limbah domestik.

Kegiatan antropogenik berupa permukiman di wilayah ini juga berpotensi untuk

mencemari lingkungan baik mencemari air, tanah maupun udara. Hal ini disebabkan di

Page 47: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-24

wilayah ini juga sarana dan prasarana yang sangat minim, sehingga cukup banyak

masyarakat yang langsung membuang limbah cair dan sampah yang dihasilkan dari

kegiatan rumah tangga langsung ke lingkungan, sehingga menjadi bahan yang mencemari

air, tanah dan udara.

Pada dasarnya wilayah sub ekoregion ini merupakan ruang terbuka biru yang tidak boleh

diganggu. Namun pada kenyataannya tetap dialih fungsikan untuk keperluan permukiman

dan pergudangan. Walau jumlah alih fungsi lahan masih sangat minim, namun tentunya

harus diperhatikan lebih seksama, jangan sampai terjadi alih fungsi lahan lagi, karena rawa

sebagai ruang terbuka biru yang sangat dibutuhkan sebagai daerah tangkapan air. Selain

itu juga adanya ruang terbuka biru juga akan menyerap berbagai bahan pencemar,

sehingga relatif akan menurunkan jumlah bahan pencemar yang beredar di lingkungan.

4. Dataran banjir

Wilayah sub ekoregion ini merupakan wilayah yang dipenuhi oleh permukiman ilegal yang

terdapat di sepanjang bantaran sungai. Wilayah ekoregion ini cukup padat penduduknya,

hasil estimasi terhadap jumlah penduduk adalah 591.587 orang. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Santoso (2009) di Bantaran Sungai Ciliwung - Jakarta, yang mengatakan bahwa

Bantaran Sungai Ciliwung berkelok-kelok dan dipenuhi oleh bangunan, yang tidak lain dari

ciri umum bantaran sungai-sungai lain di Wilayah Jakarta. Selanjutnya dikatakan bahwa

kepadatan (floor aspect ratio 90-100%) dengan tutupan yang sangat masif, sedangkan

ketinggian lantai bangunan permukiman rata-rata masih sangat rendah (kurang dari 2

lantai), padahal kawasan ini merupakan kawasan rawan banjir. Kawasan permukiman

kumuh dan padat terletak/diapit oleh Sungai Ciliwung dan Jalan Otista. Pola struktur

geometris di peri-peri jalan utama seperti Jalan Otista, Cassablanca dan MT Haryono, dan

organik dan tak teratur di sekitar Sungai Ciliwung.

Di wilayah ini permukiman yang ada di sepanjang sungai umumnya tidak beraturan, dengan

sanitasi yang juga tidak bagus. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Suprijanto (1995),

bahwa karakterisktik umum permukiman di tepi sungai antara lain adalah:

belum adanya panduan penataan permukiman yang baku, sehingga pada kawasan

permukiman di atas air cenderung rapat dan kumuh;

Tipologi bangunan yang berada di bantaran sungai umumnya menggunakan struktur

dan konstruksi tradisional dan konvensional seperti rumah-rumah kayu dengan

struktur sederhana;

Page 48: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-25

Karakteristik penduduk yang tinggal di bantaran sungai pada umumnya merupakan

golongan ekonomi yang lemah, dengan latar belakang pendidikan yang juga relatif

rendah, sehingga pengetahuan akan perumahan sehat cenderung masih kurang.

Kondisi tersebut, pada akhirnya mengakibatkan terjadinya kecenderungan terjadinya

kebiasaan “tidak sadar lingkungan”. Hal tersebut pada umumnya terjadi karena adanya

kebiasaan dalam hal sifat mengotori dan mencemari sumber-sumber air, sifat mengotori

dan mencemari lingkungan, yang berpengaruh terhadap keadaan air permukaan, dan

memungkinkan penyebaran penyakit melalui pembuangan air limbah, serta terbatasnya

teknologi terapan untuk menangani berbagai masalah seperti tersebut di atas, yang terkait

dengan sistem pembuangan air limbah, pembuangan sampah, kegiatan pengolahan air

bersih, dan sebagainya.

Seperti dijelaskan oleh Suprijanto (1995), kenyataan yang terdapat di lapang identik

dengan pernyataan tersebut, yakni masyarakat yang tinggal di wilayah sub ekoregion ini

pada umumnya akan membuang limbah domestik cair, feses dan sampahnya langsung ke

sungai tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu. Oleh karena itu, di wilayah sub

ekoregion ini umumnya terlihat kekumuhan di sana sini, dengan estetika yang juga buruk.

Selain itu pada saat hujan cukup lebat atau bahkan pada saat di wilayah hulu sungai

tersebut hujan, seringkali wilayah tersebut juga mengalami musibah banjir. Walaupun

wilayah ini relatif lebih didominasi oleh permukiman ilegal, namun karena kesadaran

masyarakatnya terhadap kelestarian lingkungan cukup rendah, maka di wilayah ini cukup

banyak dihasilkan bahan pencemar yang dihasilkan dari berbagai jenis kegiatan

antropogenik yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di bantaran sungai tersebut,

selanjutnya bahan pencemar tersebut akan mencemari lingkungan perairan, sehingga akan

mencemari air, udara maupun tanah di sub ekoregion ini.

Kegiatan antropogenik terutama kegiatan rumah tangga di wilayah ini yang mencemari air

bukan hanya berasal dari limbah cair dan limbah padat saja, namun juga dari kegiatan

buang air besar. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya pencemaran biologi terutama

pencemaran bakteri E.coli dan bakteri patogen. Pada kegiatan rumah tangga tersebut,

bukan hanya bahan organik mudah urai saja yang akan dihasilkan dari kegiatan rumah

tangga, seperti yang tercantum pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112

Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, yang di dalamnya hanya mengatur

empat parameter yang terdapat pada limbah domestik, yakni pH, BOD, TSS serta minyak

dan lemak. Namun menurut Riani et al. (2009) juga akan dihasilkan bahan-bahan berbahaya

Page 49: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-26

dan beracun seperti logam berat dan pestisida; selain itu juga akan dihasilkan fenol dalam

jumlah yang cukup banyak, serta dihasilkan detergen dalam jumlah yang sangat banyak.

Pada sub ekoregion ini juga terdapat kegiatan transportasi yang relatif lebih didominasi

oleh kegiatan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Walau di lokasi ini relatif tidak terjadi

kemacetan kendaraan bermotor, namun kegiatan rumah tangga dan sampah yang

menumpuk di berbagai lokasi dan sampah yang dibuang langsung ke sungai

mengakibatkan adanya potensi untuk terjadinya pencemaran udara terutama oleh karbon

monoksida (CO), NOx, logam berat seperti timbal, tembaga dan berbagai logam berat

lainnya, hidrokarbon (HC) terutama yang bersifat aromatik serta pencemaran pestisida.

Kondisi pencemaran di sub ekoregion ini juga semakin diperberat oleh adanya kebiasaan

dari masyarakat yang membuang sampah apapun langsung ke dalam sungai tanpa

mengalami pengolahan apapun. Selain itu juga diperberat oleh sampah dan limbah yang

berasal dari bagian sungai yang lebih ke hulu. Oleh karena itu maka pencemaran air dan

tanah serta udara akibat dari pembuangan sampah di wilayah sub ekoregion ini menjadi

sangat banyak, dan sebagian besar tidak dibawa ke TPA, sehingga sampah yang ada di

lokasi ini mencemari lingkungan, memperburuk estetika dan mengakibatkan tingginya

sumbangan gas rumah kaca dan potensi pencemaran di ekoregion ini baik di udara, di

tanah dan di air menjadi tinggi.

Terjadinya pencemaran terutama pencemaran tanah, air dan pencemaran udara di wilayah

ini juga sulit untuk menghindarinya, mengingat permukiman tersebut merupakan

permukiman illegal, sehingga sarana dan prasarana yang ada di lokasi ini juga sangat

minim, sehingga kondisi lingkungan di wilayah sub ekoregion ini kurang mendukung dalam

meningkatkan kapasitas asimilasi, daya dukung dan daya tampung pencemaran. Bahkan

kondisi ini juga semakin diperburuk dengan kondisi bantaran sungai yang seharusnya

dihijaukan (menjadi ruang terbuka hijau), berdasarkan keberadaan ruang terbuka hijau

eksisting dengan potensinya untuk menjadi ruang terbuka hijau, ada indikasi bahwa ruang

terbuka hijau eksisting yang ada umumnya kurang dari 50% dari potensi yang seharusnya

(Santoso, 2009).

5. Dataran fluviomarin

Wilayah sub ekoregion ini merupakan wilayah yang paling padat penduduknya. Hasil

estimasi terhadap jumlah penduduk adalah 3.040.016 orang. Di wilayah ini juga terdapat

berbagai kegiatan antropogenik, mulai dari transportasi yang sangat banyak, kegiatan

Page 50: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-27

perdagangan, ekspor-impor dan berbagai kegiatan lainnya. Wilayah ini juga merupakan

wilayah yang juga dititik beratkan untuk kegiatan industri yang sudah sejak lama (40

tahunan yang lalu) berdiri. Ada berbagai jenis kegiatan industri di wilayah ini seperti

industri berbagai jenis elektronik, industri sabun, industri plastik serta berbagai jenis

industri lainnya. Tingginya kegiatan industri di wilayah ini mengakibatkan banyaknya usaha

ikutan didirikan di wilayah ini seperti usaha kos-kosan, aneka jenis warung, laundry, dan

sebagainya. Kondisi tersebut mengakibatkan di wilayah ini terdapat berbagai jenis kegiatan

antropogenik yang semuanya menghasilkan bahan pencemar, yang dapat mencemari

lingkungan baik mencemari perairan maupun mencemari daratan. Adapun yang akan

tercemar di wilayah daratan, adalah udara dan tanah.

Kegiatan antropogenik di wilayah sub ekoregion ini yang mencemari air diantaranya adalah

kegiatan industri, kegiatan rumah tangga, kegiatan perkantoran, kegiatan perkotaan,

kegiatan rumah sakit dan berbagai kegiatan lainnya yang secara keseluruhan akan

menghasilkan limbah cair. Pada limbah cair terdapat berbagai bahan pencemar, seperti

pada bahan pencemar organik dari kegiatan domestik yang mudah urai serta bahan

organik sulit urai (persistant organic pollutant), serta bahan pencemar anorganik seperti

logam berat, unsur radioaktif, dan sebagainya; juga sering terdapat bahan pencemar

biologi terutama bakteri E.coli dan berbagai biota lainnya.

Pada sub ekoregion ini juga terdapat banyak kegiatan transportasi dan kemacetan

kendaraan bermotor terutama pada jam berangkat serta jam pulang ke sekolah dan

kantor. Namun khusus di daerah yang menuju pelabuhan nasional dan internasional

antrian kendaraan yang melintas di sub ekoregion ini umumnya terjadi setiap saat. Selain

hal tersebut, pada wilayah yang digunakan untuk kegiatan industri juga terjadi kemacetan

yang selalu terjadi pada saat jam masuk dan keluar kantor. Oleh karena itu maka di wilayah

ekoregion ini potensi pencemaran udara terutama oleh pencemaran fisik terutama

kebisingan dan pencemaran kimia seperti karbon monoksida (CO), NOx, logam berat

seperti timbal, tembaga dan berbagai logam berat lainnya, hidrokarbon aromatik (HC)

menjadi sangat besar.

Tingginya potensi pencemaran udara di wilayah sub ekoregion ini, akan sangat

membahayakan kesehatan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Namun sesuai dengan

sifat bahan pencemar tersebut yang ada di udara, akan mengalami baik deposisi kering

maupun deposisi basah, sehingga bahan pencemar tersebut akan segera turun ke tanah,

sebagai contoh logam berat, tingginya berat jenis logam berat dan adanya gaya tarik bumi,

Page 51: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-28

mengakibatkan logam berat akan turun ke bumi, dan selanjutnya berpotensi

mengakibatkan terjadinya pencemaran tanah terutama oleh logam berat. Oleh karena itu

apabila pada pemeriksaan pencemaran udara, pengambilan sampel udara dilakukan tidak

tepat, seringkali mengakibatkan tidak terdeteksinya berbagai parameter pencemar udara.

Namun bukti bahwa terjadinya pencemaran di wilayah sub ekoregion ini dapat terlihat dari

terjadinya pencemaran tanah oleh logam berat timbal di wilayah sub ekoregion ini yang

mencapai 44,9 ppm (Ruyani, 2014).

Selain pencemaran udara dan tanah, di wilayah sub ekoregion ini juga terjadi pencemaran

air, baik air sungai maupun air tanah di wilayah ini. Pencemaran air pada sungai-sungai yang

melintas pada sub ekoregion ini umumnya berasal dari kegiatan antropogenik yang

dilakukan di darat, terutama yang menghasilkan limbah cair. Limbah cair yang berasal dari

kegiatan antropogenik ini akan masuk ke dalam sungai, baik yang mengalami pengolahan

terlebih dahulu maupun tidak mengalami pengolahan terlebih dahulu. Seperti dinyatakan

oleh Napitupulu (2009) limbah cair dari kegiatan industri cukup banyak yang langsung

masuk ke dalam sungai tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu. Berbeda dengan

limbah cair industri, limbah cair domestik umumnya tidak mengalami pengolahan terlebih

dahulu (Riani, Sitepu, Cordova, 2009). Selain hal tersebut limbah cair yang masuk ke

sungai-sungai yang melintasi sub ekoregion ini, juga membawa limbah cair dan sampah

yang berasal dari wilayah hulunya, sehingga mengakibatkan sungai yang berada di wilayah

sub ekoregion ini menjadi tercemar sangat berat, dan beban pencemaran di wilayah sungai

tersebut juga menjadi sangat tinggi, jauh melebihi kapasitas asimilasi, daya dukung dan

daya tampungnya. Selain pencemaran pada air permukaan potensi pencemaran pada air

tanah juga cukup tinggi di wilayah sub ekoregion ini. Hasil penelitian terhadap sumur-

sumur penduduk di sub ekoregion ini memperlihatkan bahwa kandungan bahan organik

terutama nitrogen dan posfor, dan bakteri E.coli yang terdapat pada air sumur penduduk

terutama di wilayah permukiman kumuh umumnya sudah jauh di atas ambang batas yang

ditentukan dengan kondisi air yang sudah tidak tawar lagi (Sunartopo, 2008).

Kondisi pencemaran di sub ekoregion ini juga semakin diperberat oleh adanya sampah

yang sangat banyak. Dalam hal ini dari jumlah penduduk yang sangat padat yakni mencapai

3.040.016 orang akan terkumpul sampah sebanyak 9.120 m3.Sampah tersebut juga masih

ditambah dari kegiatan industri, kegiatan perkotaan, kegiatan perdagangan, kegiatan

pasar, kegiatan rumah sakit serta berbagai kegiatan lainnya yang jumlahnya sangat banyak.

Selain itu juga berasal dari sampah yang melimpas dari hulu ke wilayah sub ekoregion ini.

Page 52: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-29

Oleh karena itu maka jumlah sampah di wilayah sub ekoregion ini menjadi sangat banyak,

dan dapat dikatakan terbanyak dibanding sub ekoregion lainnya. Seperti telah dijelaskan di

atas, rata-rata dari sampah yang terkumpul ini kurang lebih 15%-nya tidak terangkut ke TPA,

sehingga sampah yang ada di lokasi ini akan sangat mencemari lingkungan, memperburuk

estetika dan memberikan sumbangan gas rumah kaca yang cukup besar dari sampah. Oleh

karena itu maka potensi pencemaran di sub ekoregion ini baik di udara, di tanah dan di air

menjadi sangat tinggi.

Terjadinya pencemaran terutama pencemaran air, tanah dan pencemaran udara di wilayah

sub ekoregion ini juga sulit untuk menghindarinya, mengingat jumlah penduduk yang

sangat banyak, minimnya sarana dan prasarana untuk mencegah terjadinya pencemaran,

minimnya sarana dan prasarana transportasi, serta minimnya kendaraan atau angkutan

umum (public transportation) yang aman dan menjangkau semua wilayah, termasuk

wilayah hintherland-nya, sehingga mengakibatkan terjadinya kemacetan serta kondisi

lingkungan yang kurang mendukung meningkatnya kapasitas asimilasi, daya dukung dan

daya tampung. Hal ini terlihat dari tingginya penggunaan dan alih fungsi lahan di sub

ekoregion ini namun tidak dibarengi dengan tingginya ruang terbuka hijau dan ruang

terbuka biru.

6. Dataran fluvio-vulkanik

Wilayah sub ekoregion ini merupakan wilayah yang lebih didominasi oleh kegiatan

antropogenik permukiman. Kegiatan antropogenik lainnya adalah perdagangan dan jasa

serta perkantoran dan perhotelan. Hasil estimasi terhadap jumlah penduduk di sub

ekoregion ini berkisar 3 juta orang.Walaupun di sub ekoregion ini relatif tidak ada industri

(besar), namun kegiatan antropogenik permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran,

dan perhotelan serta berbagai kegiatan antropogenik lainnya tetap akan menimbulkan

tekanan pada lingkungan dan terjadinya pencemaran. Kegiatan-kegiatan antropogenik

tersebut akan menghasilkan bahan pencemar yang lebih didominasi oleh bahan pencemar

organik. Namun demikian di wilayah sub ekoregion ini juga akan tetap dihasilkan bahan

pencemar yang masuk ke dalam bahan berbahaya dan beracun yang biasa digunakan pada

kegiatan domestik seperti pestisida, logam berat (dari bahan elektronik), detergen, dan

sebagainya, yang selanjutnya akan mencemari lingkungan perairan dan mencemari

daratan, baik mencemari udara maupun mencemari tanah.

Page 53: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-30

Kegiatan antropogenik lain berupa jasa yang diduga akan mencemari wilayah ini

diantaranya adalah kegiatan industri rumahan, seperti laundry, penyamakan kulit,

peleburan logam, percetakan skala kecil, sablon skala kecil,dan sebagainya. Kegiatan

industri rumah tangga ini selain akan menghasilkan limbah padat dan limbah cair mudah

urai, juga akan menghasilkan limbah limbah cair yang di dalamnya mengandung bahan

berbahaya dan beracun, seperti logam berat, antiseptik, detergen sulit urai, dan

sebagainya. Kegiatan industri rumahan yang umumnya tidak memiliki sarana dan prasarana

yang memadai tersebut juga akan menghasilkan bahan-bahan yang mencemari udara,

misalnya pada peleburan logam akan dihasilkan logam berat dan bahan organik sulit urai

(persistant organic pollutant) yang akan masuk ke dalam atmosfir/udara. Di lain pihak

kedua bahan pencemar tersebut merupakan bahan berbahaya dan beracun, sehingga

harus sangat diwaspadai keberadaannya karena bersifat akumulatif. Tingginya kegiatan

transportasi dan adanya terminal antar kota dan antar provinsi di wilayah ekoregion ini

mengakibatkan tingginya pencemaran udara oleh bahan berbahaya dan beracun

terutanma logam berat, poliaromatik hidrokarbon, senyawa-senyaea organik sulit urai, dan

berbagai bahan pencemar lain yang sangat membahayakan kesehatan masyarakat. Bahkan

hasil penelitian Ruyani (2014) memperlihatkan bahwa tanah yang ada di kawasan yang

berdekatan dengan terminal Pulo Gadung tercemar oleh logam berat timbal (Pb) hingga

7,1 ppm.

Pada sub ekoregion ini, walaupun bukan merupakan wilayah dengan peruntukan sebagai

wilayah industri, namun juga terdapat banyak kegiatan transportasi dan kemacetan

kendaraan bermotor terutama pada jam berangkat serta jam pulang ke sekolah dan kantor

yang menyebabkan sangat tingginya potensi pencemaran udara di wilayah ini. Seperti

halnya di wilayah sub ekoregion yang lain, bahan pencemar yang mempunyai potensi

tinggi mencemari udara di ekoregion ini antara lain adalah karbon monoksida (CO), NOx,

logam berat, hidrokarbon aromatik, dan berbagai bahan lainnya seperti dioksin dan furan

serta kebisingan, sehingga akan mengganggu kesehatan masyarakat yang menghuni

ekoregion ini, atau yang dalam kesehariannya cukup lama tinggal di wilayah ini. Tingginya

kegiatan transportasi dan adanya terminal antar kota dan antar provinsi di wilayah sub

ekoregion ini mengakibatkan tingginya pencemaran udara oleh bahan berbahaya dan

beracun terutanma logam berat, poliaromatik hidrokarbon, senyawa-senyawa organik sulit

urai, dan berbagai bahan pencemar lain yang sangat membahayakan kesehatan

masyarakat. Bahkan hasil penelitian Ruyani (2014) memperlihatkan bahwa tanah yang ada

Page 54: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-31

di kawasan yang berdekatan dengan terminal Pulo Gadung tercemar oleh logam berat

timbal (Pb) hingga 7,1 ppm.

Selain pencemaran udara dan tanah, di wilayah sub ekoregion ini juga terjadi pencemaran

air. Pencemaran air sungai di wilayah ini lebih didominasi oleh limbah domestik, baik yang

berasal dari kegiatan permukiman ataupun dari kegiatan domestik lainnya, seperti limbah

cair domestik dan sampah. Limbah cair domestik pada umumnya masuk ke dalam sungai

tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu. Adapun bahan-bahan kimia yang berpotensi

mencemari sungai dan mengakibatkan nilainya berada di luar batas ambang adalah BOD,

DO, COD, H2S, othofosfat, amonia, nitrit, nitrat, phenol, detergen, fecal coli, dan pH (Riani

et al. 2009). Selanjutnya dikatakan bahwa limbah cair domestik juga seringkali

mengakibatkan terjadinya kontaminasi pada air sumur, terutama terkontaminasi oleh

nitrat, phenol detergen dan fecal coli. Selain hal tersebut limbah cair yang masuk ke sungai

yang melalui sub ekoregion ini bukan hanya disumbang oleh limbah domestik cair dari

wilayah ini, namun juga membawa limbah cair dan sampah yang berasal dari hulu, yang

mengakibatkan beban pencemaran di wilayah sungai sangat tinggi, bahkan diduga sudah

jauh melebihi kapasitas asimilasi, daya dukung dan daya tampungnya.

Pada dasarnya pencemaran di sub ekoregion ini semakin diperberat oleh adanya sampah

yang cukup banyak, terutama dari kegiatan rumah tangga, dari sampah yang berasal dari

sampah yang melimpas dari hulu. Di lain pihak dari sampah yang terkumpul, kurang lebih

15%-nya tidak terangkut ke TPA. Dari sampah yang tidak terangkut, akan mencemari

lingkungan (mengakibatkan tingginya pencemaran udara terutama oleh gas-gas beracun

seperti nitrit, amoniak dan H2S), memperburuk estetika serta akan memberi sumbangan

terhadap meningkatnya gas rumah kaca. Oleh karena itu maka potensi pencemaran di sub

ekoregion ini baik di udara, di tanah dan di air menjadi sangat tinggi.

Berdasarkan uraian tentang karakteristik ekoregion darat dan tren kondisi serta permasalahan

lingkungan di daratan DKI Jakarta, maka dapat disimpulkan bahwa driving factor permasalahan

lingkungan dan dalam kaitannya dengan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup adalah faktor manusia yang mencakup baik jumlah maupun pola pemanfaatan SDA-nya.

Oleh sebab itu, di dalam RPPLH DKI Jakarta akandilengkapi dengan pengaturan hak,

kewajiban, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dalam melaksanakan perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup.Faktor manusia merupakan aspek kajian sosial dan ekonomi

dalam pola pemanfaatan sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan ekoregion darat dan

laut Provinsi DKI Jakarta. Hasil kajian ini akan mengerucut pada dirumuskannya arahan mitigasi

Page 55: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-32

dan adaptasi baik terhadap perubahan iklim maupun terhadap status daya dukung dan daya

tampung lingkungan secara menyeluruh.

Masalah sosial dan ekologi yang menjadi polemik adalah belum terpecahkannya masalah banjir

dan kemacetan yang melanda Jakarta. Pada Tahun 2010 merupakan peristiwa banjir terparah

dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Kejadian ini membawa kita pada pemahaman terhadap

masalah utama yang dihadapi oleh kota Jakarta. Permasalahan kemacetan dan banjir di

wilayah Jakarta merupakan permasalahan lingkungan yang dilatari oleh pola perencanaan

pembangunan yang berorientasi pada pencapaian pertumbuhan ekonomi, alhasil kurang

mengindahkan aspek sosial dan ekologi sehingga tercipta pembangunan social error.

Apabila ditelaah lebih dalam dan dikaji secara sosial, akar utama dari berbagai permasalahan

sosial di Provinsi DKI Jakarta tidak terletak pada kendala teknologi, infrastruktur, atau aspek

finasial tetapi pada sistem tata kelola infrastruktur dan lingkungan. Konsekuensi ekologis dan

sosial sebagai akibat dari pembangunan di Jakarta yang begitu massif, menciptakan proses

pembangunan di Jakarta selama ini hanya didorong oleh penciptaan dan rekayasa proyek serta

anggaran, sehingga keberpihakan pada lingkungan dan masyarakat kecil belum menjadi

obyektif dari proses pembangunan di Jakarta.

Merujuk dari data infrastruktur Jakarta, daya dukung infrastruktur jalan DKI hanya mampu

menampung 1,05 juta kendaraan. Sedangkan panjang jalan yang dimilik kota Jakarta adalah

7.650 kilometer dan luas ruas jalan 40,1 kilometer atau sekitar 6,2 persen dari luas wilayah

Provinsi DKI Jakarta. Upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sampai saat ini

masih melakukan upaya pembangunan infrastruktur jalan untuk mengurangi permasalahan

kemacetan.Akan tetapi kemacetan tetap terjadi dikarenakan karena volume kendaraan yang

begitu banyak.

Demikian pula dengan permasalahan banjir juga bersumber dari paham antroposentris yang

dianut masyarakatnya. Kesenjangan pembangunan dalam dimensi sosial juga berdampak

langsung pada isu banjir di Jakarta. Pembangunan di Jakarta menjadi pull factor tersendiri bagi

masyarakat di berbagai penjuru tanah air untuk mencari peruntungan di ibukota. Isu disparitas

kemampuan ekonomi pun menjadi menarik berkaitan sebagai akar masalah penyebaran pola

pemukiman yang dapat menyebabkan banjir. Masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi

cukup mapan, area permukiman mereka terpusat pada pusat-pusat kota yang strategis dengan

kemampuan mereka menanggung beban ekonomi yang harus dikeluarkan sebagai

konsekuensi logis atas hak yang telah mereka dapatkan untuk menempati kawasan tersebut.

Namun sebaliknya bagi masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang kurang, dengan jumlah

Page 56: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-33

mayoritas dan umumnya kaum urban, mereka terpaksa tinggal di luar area permukiman yang

telah disediakan oleh pemerintah daerah. Akhirnya, mereka menggunakan kawasan non-

pemukiman sebagai kawasan tempat tinggalnya yang umumnya di DAS, kawasan penyerapan

air, dan sebagainya. Hal ini berdampak kurangnya daerah resapan air yang menyebabkan banjir

di Jakarta.

Keberadaan kawasan kumuh di DKI Jakarta tidak terlepas dari masalah pertambahan

penduduk yang pesat tanpa diimbangi dengan ketersediaan perumahan untuk menampung

penduduk tersebut. Kawasan kumuh di DKI Jakarta pada umumnya berada di bantaran sungai

(DAS), rel kereta api, sekitar terminal, stasiun dan lainnya dan pada umumnya dihuni oleh

Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Jika permukiman kumuh ini terabaikan dalam

proses pembangunan maka lama kelamaan persoalan permukiman kumuh akan semakin luas

dan kompleks, baik dari sisi lingkungan fisik yang tidak sehat dan tidak nyaman, maupun sisi

sosial dan ekonomi.

Dari uraian di atas, berbagai permasalahan lingkungan di Provinsi DKI Jakarta terkait erat

dengan pola pemanfaatan, perlindungan, dan pengelolaan SDA yang tidak sesuai kapasitas

daya dukung dan daya tampung lingkungan yang dimilikinya. Berdasarkan permasalahan –

permasalahan tersebut, isu-isu strategis ekoregion darat DKI Jakarta dapat teridentifikasi yaitu:

1. Kerawanan perubahan iklim

2. Pemanfaatan sumberdaya air yang berlebih

3. Keterbatasan ketersediaan lahan

4. Keterbatasan sarana dan prasarana kota

2.2. Ekoregion Laut

Kondisi perairan laut di provinsi DKI Jakarta dengan luas

4.933 km2 tergolong cukup beragam.Perairan wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil DKI Jakarta menyimpan

sumberdaya yang berlimpah. Keanekaragaman ikan dan

keberadaan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang

menjadi daya tarik wisatawan lokal dan mancanegara.

Sementara itu, aktivitas manusia seperti limbah dari

daratan, keberadaan pelabuhan, dan jalur pelayaran

mempengaruhi kondisi perairan provinsi DKI Jakarta.

Page 57: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-34

Gugusan Kepulauan Seribu memanjang ke arah barat laut sepanjang 80 km dan 30 km ke arah

tenggara dari barat ke timur. Meskipun dikenal dengan sebutan Kepulauan Seribu, akan tetapi

jumlah tepatnya pulaunya 105 gugus pulau-pulau kecil yang membentuk gugusan dan dikenal

dengan sebutan Pulau Seribu (UNESCO, 2000).

Pada dasarnya masyarakat di Kepulauan Seribu mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan

yang pekerjaan utama mereka. Akan tetapi pergeseran mata pencaharian masyarakat

Kepulaun Seribu sebagai penyedia jasa untuk transportasi wisata dan penyedia jasa

penginapan wisata mulai pada Tahun 1970-an. Letak Kepulauan Seribu yang masuk dalam

daerah administrasi DKI Jakarta menjadikan Kepulaun Seribu sebagai obyek wisata yang ramai

di kunjungi warga Jakarta dan sekitarnya.

Besaran luasan pulau rata-rata memiliki 10 ha dan berada 3 meter dibawah permukaan air laut.

Secara administrasi wilayah Kepulauan Seribu masuk dalam kewenangan dan aturan regional

Provinsi DKI Jakarta. Kepulaun Seribu dijadikan sebagai berbagai lokasi kunjungan dan aktivitas

diantaranya: wisata, galian pasir untuk bangunan infrastruktur masyarakat dan rumah

masyarakat, pertambangan minyak bumi lepas pantai, transportasi laut dan perikanan tangkap

serta budidaya.

Kepulauan Seribu merupakan tempat mata pencaharian penduduk sekitar dari ratusan tahun

yang lalu. Aktivitas pada awalanya adalah untuk perikanan tangkap, walaupun daerah tangkap

jauh dari pulau pulau yang dihuninya. Pada saat penjajahan Kolonial Belanda, Kepulauan Seribu

digunakan sebagai benteng untuk melindungi kekuasaan Belanda yang ada di Batavia. Dengan

adanya benteng pertahanan yang ada di Pulau Kelor dan Karantina yang ada di Pulau Onrust

merupakan sisa sejarah bahwa Wilayah Kepulaun Seribu adalah last frontier pertahanan laut

Belanda yang digunakan untuk menghalau musuh yang datang dari perairan Malaka.

Berdirinya Pelabuhan Priok dan Sunda Kelapa merupakan bentuk tinggalan Pemerintah

Kolonial yang pada saat itu menggunakan alur laut dalam usaha kekuasaan dan perdagangan

pemerintah kolonial.

Kondisi ekosistem beberapa dekade akhir ini mengalami degradasi akibat berkembangnya

Jakarta sebagai kota metropolitan. Reklamasi pantai yang digunakan untuk pembangunan

kawasan industri, pemukiman dan pusat aktivitas masyarakat menyebabkan berubahnya

fungsi lahan dan konversi lahan, dalam hal ini kawasan perairan Kepulauan Seribu menjadi

daerah penyangga.

Page 58: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-35

Secara umum, keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monsun

(monsoon) yang secara garis besar dapat dibagi menjadi monsun Barat (Desember – Maret)

dan monsun Timur (Juni – September). Musim peralihan atau pancaroba terjadi antara bulan

April – Mei dan Oktober – November. Pada monsun Barat sering terjadi hembusan angin kuat

yang kecepatannya lebih dari 20 knot, bahkan bisa sampai 26 knot walaupun durasinya

pendek.

Disamping angin monsun tersebut juga terdapat pengaruh pemanasan dan pendinginan

daratan di sebelah selatan (Pulau Jawa) yang secara harian menimbulkan angin laut dan angin

darat. Kecepatan angin bervariasi antara 10 – 15 knot yang umumnya berlangsung dari jam

12.00 sampai 19.00. Angin laut terkuat behembus sekitar jam 16.00, dimana angin ini sangat

aktif pada musim kemarau dan pengaruhnya bisa mencapai sampai 50 mil dari pantai. Suhu

udara maksimum mencapai 32oC dan suhu minimum 21oC, sementara suhu rata-rata mencapai

27oC. Kelembaban udara arata-rata 80 %.

Sementara, struktur geologi dasar laut di perairan Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu, dapat

tercermin dari peta batimetri yang menggambarkan topografi dasar laut di kawasan ini. Sangat

jelas terlihat bahwa dasar laut di kawasan ini pada dasarnya landai, tetapi di sekitar pulau-pulau

karang kelerangannya makin curam. Sekitar Pulau Pari terdapat alur memanjang yang dalam

sampai sekitar 90 m.

Dasar laut di perairan DKI Jakarta ini sebagian besar wilayahnya memiliki kelerengan dasar laut

antara 0,060-0,170, sebagian lagi memiliki kelerengan antara 00 – 0,060 serta sebagian kecil

wilayahnya mempunyai kelerengan dasar laut berkisar antara 0-170 - 0,350. Keseluruhan lereng

dasar laut di ekoregion ini termasuk pada kategori kelas lereng datar-agak miring (00-10)

(Sulistyo danTriyono, 2009).

Adapun sedimen dasar di kawasan Ekoregion Laut Provinsi DKI ini terutama terdiri dari

komponen pasir dan lanau (31,07 %) dan lumpur (68,93 %). Yang dimaksud dengan lanau disini

adalah material granular dengan ukuran butir antara pasir dan lempung dengan mineral

dominan berupa kuarsa dan felspar. Lanau dapat berupa tanah atau campuran sedimen yang

terendapkan pada badan air.

Page 59: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-36

Gambar 2.8. Peta Batimetri Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu

Gambar 2.9. Peta Kelerengan Dasar Laut Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta

Page 60: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-37

Tipe pasang surut (pasut) di Kepulauan Seribu secara umum dipengaruhi oleh karakteristik

pasut Laut Jawa berupa tipe campuran cenderung harian tunggal, dengan periode pasut

selama 24 jam 50 menit. Ketinggian maksimum elevasi pasang surut tahunan dapat mencapai

sekitar 0,6 m di atas duduk tengah (mean sea level, MSL), dan minimum berkisar 0,5 m di

bawah duduk tengah. Kondisi rerata tunggang air pada saat Pasang Perbani (masa

pertengahan bulan) sekitar 0,9 m, sedangkan pada saat Pasang Mati (masa seperempat bulan

akhir) adalah sekitar 0,2 m.

Gambar 2.10. Distribusi Pasang Surut di Indonesia (Wyrtki, 1961)

Arah dan kekuatan arus di perairan DKI Jakarta dipengaruhi oleh angin Monsun. Pada Monsun

Barat (Desember-Februari) pergerakan arus sebagian besar bergerak dari arah barat ke arah

tenggara dengan kecepatan berkisar antara 0,05 – 0,1 m/detik. Memasuki Monsun Peralihan I

(Maret-Mei) terjadi proses perubahan arah pergerakan arus yang semula menuju ke Timur

menjadi menuju ke Barat dengan kecepatan yang lebih rendah yaitu berkisar antara 0,01 – 0,08

m/detik. Pergerakan arus menuju ke arah barat terus berlangsung hingga memasuki Monsun

Timur (Juni-Agustus) dengan kecepatan yang semakin meningkat yakni berkisar antara 0,01 –

0,1 m/detik. Pada Monsun Peralihan II (September-November) pergerakan arus di ekoregion ini

memiliki arah yang tidak beraturan dengan kecepatan arus yang cukup rendah yakni 0,01 –

0,05 m/detik.

Adapun variasi komponen fisik di rentangan rerata klimatologi dari massa air laut pada lapisan

permukaan di perairan ini memiliki nilai berkisar antara 29 – 29,75oC (Boyer et al., 2009). Suhu

Page 61: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-38

rerata ini memiliki nilai yang lebih hangat dibandingkan dengan nilai suhu yang diukur oleh

Senoaji tahun 2009 yang menunjukkan bahwa suhu perairan di sekitar Teluk Jakarta memiliki

kisaran antara 27,65 – 28,75oC (Wiryawan & Djohar, 2014).

Berdasarkan turunan data dari HYCOM+NCODA NRL archieve dataset untuk periode tahun 2012

(Cummings & Smedstad, 2013), kadar salinitas pada perairan ini memiliki nilai berkisar antara 28

– 31,25 PSU, sedangkan berdasarkan pengukuran pada tahun 2009 pada musim kemarau

salinitas permukaan di Teluk Jakarta memiliki nilai berkisar antara 31,6 – 33 PSU (Wiryawan &

Djohar, 2014).

Boyer et al. (2012) menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut berkisar antara 4,1 – 4,3 ml/liter

sedangkan berdasarkan pengukuran BPLHD tahun 2007 kadar oksigen terlarut di Teluk Jakarta

berkisar antara 4 – 6 ml/liter (Wiryawan & Djohar, 2014). Sementara itu, menurut Boyer et al.

(2009) kondisi sebaran nutrien di perairanini memiliki konsentrasi fosfat berkisar antara 0,5 –

0,8 µmol/liter; konsentrasi silikat berkisar antara 1 – 5 µmol/liter. Konsentrasi nitrat berdasarkan

pengukuran BPLHD tahun 2011 berkisar antara 0,01 – 0,35 mg/liter.

Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu mempunyai keanekaragaman hayati (kehati) yang cukup

tinggi. Ekosistem perairan tropis yang penting terdapat di kawasan ini seperti ekosistem

mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang.Tiap ekosistem ini dihuni oleh

beragam spesies. Dari berbagai sumber (Estradivarai et al. 2009, Setiawan et al. 2009) dapat

disarikan bahwa di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu terdapat karang keras (hard corals)

sebanyak 193 spesies, ikan karang 233 spesies, echinodermata 46 spesies; lamun 8 spesies.

Beberapa spesies termasuk telah dilindungi seperti penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan

penyu hijau (Chelonia mydas).

Dalam konteks kewilayahan nasional, ekoregion laut Provinsi DKI Jakarta termasuk dalam

Ekoregion Laut (EL-6). Secara umum, EL-6 yang merupakan bagian dari Laut Jawa adalah laut

dangkal yang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Ini dimungkinkan karena

hembusan angin di atas laut dangkal dapat menyebabkan terjadinya percampuran air secara

vertikal (vertical mixing) pada seluruh kolom air dari permukaan sampai ke dasar, hingga

nutrien yang lebih kaya di dasar dapat terangkat dan dimanfaatkan dalam proses produksi

organik. Selain itu, Laut Jawa juga diapit oleh pulau-pulau besar seperti Pulau Jawa dan

Kalimantan yang melimpahkan air dari sungai-sungai yang membawa nutrient yang

memperkaya perairan tersebut. Tingginya produktivitas organik di suatu perairan, dalam

banyak hal menunjang tingginya keanekaragaman hayati (kehati). Di EL-6 misalnya terdapat

banyakekosistem lamun, terumbu karang dan mangrove yang mengandung kehati yang

Page 62: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-39

sangat tinggi. Meskipun demikian, perairan Ekoregion Laut 6 pada kenyataannya kini

menghadapi berbagai ancaman lingkungan. Beberapa diantaranya karena eksplotasi

sumberdaya secara berlebihan, pencemaran, dan perusakan lingkungan pantai. Penyusunan

RPPLH ini dimaksudkan untuk memberikan arahan bagi pemanfaatan, perlindungan,

pemeliharaan keanekaragaman hayati di ekoregion DKI Jakarta dalam rangka meminimalisasi

ancaman-ancaman tersebut.

Hasil studi penetapan wilayah ekoregion laut yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya,

menghasilkan pembagian wilayah ekoregion laut DKI Jakarta menjadi 5 ekoregion laut yaitu:

a. Ekoregion laut 6.3.1: Pesisir Utara Jawa

b. Ekoregion laut 6.3.2: Dangkalan Utara Jawa

c. Ekoregion laut 6.3.3: Alur Utara Jawa

d. Ekoregion laut 6.3.4: Perairan Kepulauan Seribu

e. Ekoregion laut 6.2.2: Dangkalan Lampung

Penjelasan terkait penyusunan dan informasi detail ekoregion laut dapat dilihat di buku

“Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta”. Berikut adalah penjelasan ringkas terkait kondisi

lingkungan hidup di setiap ekoregion laut:

1. Ekoregion laut 6.3.1: Pesisir Utara Jawa

Ekoregion Laut (EL) 6.3.1 meliputi perairan Teluk Jakarta yang mencakup Pulau Rambut,

Pulau Untung Jawa, Pulau Kelor, Pulau Onrus, Pulau Kayangan dan Pulau Laki. Ekoregion

ini memiliki kedalaman laut berkisar antara 0 – 18 m. Morfologi pantai di sepanjang Teluk

Jakarta sangat beragam. Ongkosongo (1981) membagi pantai Jakarta yang terbentuk

secara alami ke dalam tiga jenis pantai yakni pantai landai dengan lereng 0 o – 5 o, pantai

miring (5 o - 15 o) dan pantai terjal (15 o – 90o). Pantai landai terbentuk pada lingkungan

pantai yang ditumbuhi vegetasi mangrove. Akar tumbuhan bakau dapat berfungsi

menjerat material sedimen dan membentuk rataan lumpur. Pantai demikian dapat

ditemukan di daerah Kamal dan Angke. Pantai miring dijumpai pada daerah pantai yang

tersusun oleh material pasir dengan energi gelombang yang cukup besar. Jenis pantai

demikian dapat dijumpai di sepanjang pantai Marunda-Segara Makmur. Pantai terjal terjadi

pada wilayah pantai yang sekarang mengalami erosi. Lereng-lereng terjal sebenarnya

merupakan bekas-bekas erosi terutama pada dataran pantai yang tersusun oleh material

lempung membentuk gerongan. Jenis pantai demikian dijumpai di sepanjang pantai

Cilincing hingga Marunda.

Page 63: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-40

Ekoregion ini mempunyai peran penting karena langsung berhadapan dengan

metropolitan Jakarta yang terus berkembang, tidak saja sebagai ibu kota negara, tetapi

juga sebagai pusat perkembangan industri, perdagangan, wisata, pemukiman, dan

pendidikan. Pada teluk ini bermuara 13 sungai yang membawa dan menumpahkan limbah

domestik maupun industri serta pertanian. Perairan Teluk Jakarta juga memainkan peran

penting dalam lalu lintas pelayaran untuk berbagai kepentingan seperti untuk

perdagangan, perikanan, perminyakan, pariwisata, dan lainnya. Berbagai aktivitas baik

yang bersumber di darat maupun yang di laut, dapat memberikan dampak negatif pada

lingkungan perairan Teluk Jakarta.

Oleh karena, EL 6.3.1 merupakan perairan teluk yang menjadi muara dari 13 sungai yang

mengalir melewati metropolitan Jakarta dan daerah padat di belakangnya, tingkat

pencemaran di ekoregion laut ini menjadi sangat tinggi, baik oleh limbah padat maupun

limbah cair yang mengandung bahan beracun dan berbahaya. Dapat dikatakan bahwa

karena kedekatannya dengan Jakarta, pantai dan pulau-pulau di ekoregion ini juga paling

banyak mengalami degradasi habitat akibat ulah manusia. Beberapa pulau telah lenyap

atau hampir lenyap akibat penambangan pasir dan karang yang tak terkendali. Perubahan

geomorfologi juga terjadi di pantai daratan Jakarta, yang juga sering mengalami banjir rob.

Sumber air tawar di pulau-pulau kecil di Teluk ini umumnya telah dieksploitasi berlebihan

hingga menjadi payau atau asin karena intrusi air laut. Eksploitasi sumber daya hayatinya

pun sudah demikian parah hingga banyak jenis biota perairan yang dulunya umum

terdapat di perairan ini, sekarang sudah jarang atau tak dijumpai lagi. Di beberapa pulau,

penduduk setempat telah mengalihkan mata pencahariannya dari semula sebagai nelayan

kemudian ke aktivitas yang terkait dengan pariwisata. Namun pengelolaan menuju

pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) tampaknya masih menghadapi

berbagai kendala.

2. Ekoregion laut 6.3.2: Dangkalan Utara Jawa

Ekoregion Laut 6.3.2. terpisah dengan ekoregion disekitarnya dengan karakteristik yang

berbeda dengan wilayah perairan sebelahnya. Perairan ekoregion Dangkalan Utara Jawa

merupakan peralihan antara perairan pesisir utara Jawa yang dangkal dan keruh dibagian

selatan dan perairan dalam alur laut utara Jawa. Berdasarkan Peta Sedimen Permukaan

Dasar Laut wilayah ekoregion ini mempunyai sedimen dasar laut berupa lumpur (63,14%)

dan pasir dan lanau (36, 86%) dengan kedalaman laut berkisar antara 5 – 45 m.

Page 64: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-41

Ekoregion ini meliputi perairan Laut Jawa termasuk di dalamnya perairan sekitar Pulau

Damar Besar, Pulau Damar Kecil, Pulau Bokor, Pulau Lancang Besar dan Pulau Lancang

Kecil. EL 6.3.2 ini terletak tepat di sebelah utara dari ekoregion EL 6.3.1 hingga degradasi

lingkungan serta akibatnya pun sedikit lebih kecil, meskipun masalah utamanya masih

hampir sama. Beberapa pulau yang terletak di ekoregion ini tidak berpenghuni, karena

berfungsi sebagai cagar alam (Pulau Bokor) atau hanya dihuni oleh petugas mercu suar

(Pulau Damar Besar) hingga dampak sosialnya pun lebih kecil. Meskipun demikian,

beberapa pulau kecil di ekoregion ini telah dilaporkan telah lenyap atau mengalami

perubahan geomorfologi yang parah.

Pulau yang berpenghuni hanyalah Pulau Lancang Besar dan Pulau Lancang Kecil. Sampah

yang tak putus-putusnya hanyut dalam jumlah besar dari daratan Jakarta yang terdampar

di pulau ini merupakan masalah yang mengganggu lingkungan dan kegiatan nelayan. Pada

musim barat, bagan apung penangkap ikan dipindahkan lokasinya ke sebelah selatan

pulau, sedangkan pada musim timur bagan-bagan itu dipindahkan ke utara untuk

menghindari tekanan sampah dari Jakarta yang sangat mengganggu.Tampaknya belum

ada solusi terbaik untuk menangani masalah sampah kiriman ini. Penduduk Pulau Lancang

mulai mengalihkan mata pencaharian mereka ke kegiatan pariwisata, misalnya dengan

mengelola rumah singgah (home stay) tidak saja di pulau ini tetapi juga di pulau lainnya di

luar ekoregion ini, seperti di Pulau Pari.

3. Ekoregion laut 6.3.3: Alur Utara Jawa

Ekoregion Laut 6.3.3 terletak di sebelah Utara dari ekoregion 6.3.2. Ekoregion ini meliputi

tiga pulau besar yaitu P. Tidung, P. Payung dan gugus P. Pari yang didelineasi berdasarkan

parameter batimetri. Perairan EL 6.3.3 merupakan perairan dalam, berkisar antara 30 – 90

m, dan dapat dikatakan sebagai “pemisah” antara perairan pesisir Laut Jawa dengan

perairan Teluk Jakarta.

EL 6.3.3 terletak lebih jauh ke utara dari metropolitan Jakarta, dan karenanya pula

dampaknya terhadap ekoregion laut ini lebih kecil. Dengan adanya alur laut dalam sebelum

mencapai pulau-pulau lain dalam wilayah utara Kepulauan Seribu, maka pengaruh daratan

Jakarta hampir tidak dirasakan di ekoregion ini. Sebagai contoh, kondisi terumbu karang di

wilayah ekoregion 6.3.3 tidak mendapat pengaruh sedimentasi dari daratan Jakarta (Tuti et

al, 2010), dibandingkan dengan pulau Lancang (Ekoregion 6.3.2) dan pulau Onrust

(Ekoregion 6.3.1) yang telah menyebabkan kerusakan terumbu karang di kedua pulau

Page 65: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-42

tersebut. Pulau-pulau Tidung dan Payung, yang dipisahkan oleh perairan dalam dengan

Gugus Pulau Pari, Pulau Kongsi, Pulau Tengah, dan Pulau Burung, memiliki kesamaan dalam

hal keragaman hayatinya.

Meskipun demikian telah terdeteksi terjadinya pencemaran air, dan perubahan komposisi

dan tutupan karang keras seiring dengan berjalannya waktu. Pulau berpenghuni antara lain

Pulau Pari, Pulau Tidung dan Pulau Payung. Perkembangan penduduk di pulau-pulau ini

telah menyebabkan masalah ketersediaan air tawar terutama di musim kemarau,

sedangkan di perairan pantai telah menunjukkan adanya pencemaran. Penduduk pulau-

pulau ini semula adalah nelayan penangkap ikan, namun setelah bekembangnya budidaya

rumput laut yang sangat berhasil, penduduk mengalihkan mata pencahariannya ke

budidaya rumput laut. Tetapi keberhasilan ini kemudian berakhir collapse setelah budidaya

rumput laut terserang penyakit yang mengakibatkan runtuhnya seluruh budidaya rumput

laut ini. Kini sebagian besar penduduk telah beralih profesi dengan keterlibatan dalam

aktivitas pariwisata. Di pihak lain muncul pihak tertentu yang mendirikan resort di dalam

gugus Pulau Pari, yang melakukan pembangunan konstruksi pantai dan dermaga dengan

penggalian karang dan pembendugan pantai yang merusak lingkungan tanpa adanya

kontrol yang memadai dari pihak berwajib. Hal ini menunjukkan terjadinya konflik

pemanfaatan ruang dan lemahnya penegakan hukum.

4. Ekoregion laut 6.3.4: Perairan Kepulauan Seribu

Ekoregion Laut 6.3.4. memiliki kedalaman laut berkisar antara 0 - 40 m. Untuk kelerengan

dasar laut ekoregion ini mempunyai kelerengan dasar laut berkisar antara 0,350-0,640 dan

0,640-1,80. Sebagian wilayah lain mempunyai kelerengan antara 0,060-0,170, serta sebagian

kecil wilayah mempuyai kelerengan antara 00 – 0,060. Kelas lereng pada ekoregion ini

sebagian berkelas datar-agak miring (00-10) dan sebagian berkelas miring (10-30) (Sulistyo

dan Triyono, 2009). Berdasarkan Peta Sedimen Permukaan Dasar Laut wilayah ekoregion

EL 6.3.3 ini mempunyai sedimen dasar laut berupa lumpur (70,90%) dan pasir dan lanau

(29,10%).

EL 6.3.4.memiliki pulau terbanyak yang masuk dalam zona Taman Nasional Kepulauan

Seribu (TNKS) dan dideliniasi berdasarkan parameter batimetri dan keanekaragaman

hayati. Wilayah TNKS telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

6310/Kpts-II/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Penetapan Kawasan Pelestarian Alam (KPA)

Perairan TNKS seluas 107.489 hektar. Adapun pembagian zonasi ditetapkan oleh Direktur

Page 66: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-43

Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam (PHKA) dengan SK No 05/IV-KK/2004 tanggal

27 Januari 2004 tentang Zonasi Pengelolaan TNKS (Taman Nasional Kep.Seribu, 2013).

Meskipun TNKS berada di wilayah admintratif Provinsi DKI Jakarta namun pengelolaan

TNKS sendiri berada di bawah Kementerian Kehutanan (sekarang Kementerian Kehutan

dan Lingkungan Hidup). Hal ini merupakan kendala tersendiri dalam kordinasinya.

Keterbatasan kemampuan TNKS dalam kontrol wilayah masih meninggalkan masalah

dalam pengawasannya. Seperti halnya di ekoregion laut lainnya, ketersediaan air tawar di

pulau-pulau ini dan pencemaran antropogenik merupakan masalah tersendiri, terlebih

dengan semakin pesatnya kegiatan pariwisata.

Pertumbuhan pariwsiata di ekoregion ini dikhawatirkan telah mencapai kapasitas lebih

(over capacity). Eksploitasi sumberdaya hayati laut secara berlebihan telah mengancam

kelestarian berbagai jenis ikan, termasuk ikan-ikan hias. Potensi pencemaran tidak saja

bersumber dari kawasan pemukiman dan pariwisata, tetapi juga risiko buangan dari kapal

tanker yang lalu lalang di sekitar wilayah ini yang melepas limbah cucian air balastnya

berupa minyak mentah dalam bentuk gumpalan (tar ball) yang akhirnya terdampat dan

mencemari pantai. Pencemaran tar ball ini dilaporkan telah beberapa kali terjadi dan

melanda pulau-pulau di kawasan ekoregion ini. Dalam pengembangan pariwisata, resort

telah banyak yang dibangun tetapi acapkali menimbulkan konflik dengan nelayan

setempat, karena dirasakan membatasi kegiatan penangkapan ikan setempat. Masalah lain

yang dihadapi oleh nelayan setempat adalah konflik dengan nelayan pendatang dari luar

yang membawa alat tangkapnya yang merusak lingkngan seperti jaring muroami.

5. Ekoregion laut 6.2.2: Dangkalan Lampung

Ekoregion laut 6.2.2. ini memilki kedalaman laut berkisar antara 5 - 30 m. Kelerengan dasar

laut EL 6.2.2 ini sebagian besar wilayahnya mempunyai kelerengan dasar laut berkisar

antara 00-0,060, sebagian lagi antara 0,060-0,170 dan 0,170-0,350, serta sebagian kecil 0,350-

0,640. Kelas lereng pada ekoregion ini seluruhnya berkelas datar-agak miring (00-10).

Berdasarkan Peta Sedimen Permukaan Dasar Laut, wilayah ekoregion EL 6.2.2 ini

mempunyai sedimen dasar laut berupa lumpur (55,24 %) dan pasir dan lanau (44,76%).

EL 6.2.2 meliputi sebagian perairan Laut Jawa dan hanya mencakup satu pulau saja yaitu

Pulau Sebira (8 ha) dengan jumlah penduduk sekitar 500 jiwa. Pulau ini merupakan bagian

paling utara dari gugus Kepulauan Seribu. Pulau ini, telah berada di luar Taman Nasional

Kepulauan Seribu, dan bercirikan dengan adanya mercu suar yang vital untuk navigasi

Page 67: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-44

pelayaran. Pulau kecil dan sangat terpencil ini menyebabkan masalah lingkungan yang

timbul di pulau ini juga minim. Kondisi terumbu karangnya masih dalam keadaan baik.

Penduduk setempat bermata pencaharian utama sebagai nelayan. Karena tekanan

penduduk terhadap lingkungan masih kecil, masyarakat belum merasakan ketersediaan air

tawar sebagai masalah yang sudah sangat mengkhawatirkan. Sesekali terjadi konflik

dengan nelayan pendatang yang membawa alat tangkap yang merusak seperti muroami.

Dekat pulau Sebira terdapat tambang migas lepas pantai yang dioperasikan oleh CNOOC

(China National Offshore Oil Corporation), yang dapat berpotensi menimbulkan pencemaran

atau blowout yang bisa berimbas ke pulau ini.

Kondisi sosial ekonomi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang wilayahnya merupakan

ekoregion laut Provinsi DKI Jakarta sangat dipengaruhi oleh pola pemanfaatan SDA di perairan

telut dan laut. Kondisi sosial ekonomi di wilayah ini sangat dinamik, artinya bahwa penyebaran

pola kependudukan di Kepulauan Seribu terdiri atas multikultural dan etnisitas. Etnis dan suku

yang dominan adalah dari Betawi, akan tetapi terdapat banyak pendatang dari berbagai suku

yang meliputi Jawa, Sunda, Bugis, Madura dan beberapa dari Sumatera. Hal ini dikarenakan

wilayah Kepulauan Seribu pada awalnya merupakan merupakan open access untuk masyarakat

yang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan.Etnis bugis yang tinggal di wilayan

Kepulauan Seribu merupakan etnis yang sebagaian besar bermatapencaharian sebagai

nelayan.Etnis Bugis menempati Pulau Sebira sebagai komunitas, dikarenakan mempunyai pola

memisah dari etnis lainnya.

Keberagaman mata pencaharian masyarakat di Kepulauan Seribu terlihat dari pola ekonomi

keseharian masyarakat di Kepulauan Seribu yang berprofesi sebagai nelayan, guide tourism,

pedagang serta penyedia home stay bagi wisatawan yang berkunjung ke wilayah Kepulauan

Seribu. Jumlah penduduk di Kepulauan Seribu mengalami peningkatan seiring terdapatnya

dorongan faktor ekonomi yang berpotensi seperti aspek kepariwisataan dan aspek ekonomi

lainnya. Hal ini dapat dilihat dari Sensus Penduduk DKI Jakarta 2010 Proyeksi Penduduk 2030,

memperkirakan jumlah penduduk Kepulauan Seribu pada Tahun 2030 diperkirakan mencapai

31.757 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 3%. Data Proyeksi Kepadatan Penduduk

di Kepulauan Seribu dijelaskan pada tabel berikut.

Page 68: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-45

Tabel 2.7.

Proyeksi Penduduk di Kabupaten Kepulauan Seribu

Kecamatan Laju

Pertumbuhan (%)

Jumlah Penduduk

(Jiwa) Proyeksi Penduduk (Jiwa)

2010 2015 2020 2025 2030

Kep. Seribu Selatan 0.0276 8,329 9,544 10,935 12,530 14,357

Kep. Seribu Utara 0.0157 12,742 13,774 14,890 16,096 17,400

Sumber: Data Sensus Penduduk Jakarta 2010 Proyeksi 2030.

Struktur livelihood masyarakat Kepulauan Seribu dibedakan secara garis besar menjadi

beberapa kegiatan ekonomi sehari hari berbasis mata pencaharian masyarakat. Setidaknya dari

hasil kajian lapangan didapatkan ekonomi keluarga sektor nelayan, penyedia jasa pariwisata,

penyedia jasa angkutan dan perdagangan. Analisis hasil pendapatan rumah tangga dari hasil

kajian di lapangan yang dilakukan pada Bulan Mei 2014 mendapatkan beberapa sampel

pendapatan rumah tangga dari beberapa mata pencaharian seperti nelayan dan penyedia jasa

pariwisata. Masyarakat Kepulauan Seribu dalam aspek perikanan (nelayan) masih mengenal

pola patronase (patron-klien) dengan sistem pinjaman modal melaut dari palele (istilah untuk

middle man/patron memberikan pinjaman finansial kepada nelayannya sebagai client nya).

Sedangkan untuk sektor pariwisata, masyarakat sebagain besar sebagai penyedia angkutan

umum dan penyedia home stay untuk wisatawan. Belum terkelolanya sistem pariwisata

berbasis masyarakat menjadikan sektor pariwisata di Kepulauan Seribu yang bersumber dari

masyarakat setempat tertekan dan terhimpit oleh investor wisata swasta yang mempunyai

capital besar.

Berdasarkan hasil kajian inventarisasi data dan penetapan ekoregion laut Propinsi DkI Jakarta,

didapatkan bahwa rata rata pendapatan masyarakat Kepulauan Seribu adalah Rp. 500.000,-

sampai Rp. 3.000.000,- walaupun ada yang berpenghasilan tidak menentu dibawah rata-rata.

Pendapatan yang terendah didapat dari analisis hasil lapangan adalah sebagai nelayan.

Menurut sebagian besar nelayan Kepulauan Seribu, aktivitas hasil tangkapan ikan untuk saat ini

sudah tidak menentu, dikarenakan karena kemampuan modal melaut yang tidak ada dan

kapasitas daerah tangkapan ikan di wilayah perairan Kepulauan Seribu sudah menurun.

Nelayan yang hidup di Kepulauan Seribu menjadi mata pencaharian yang tidak menentu

hasilnya. Hal ini lain dengan masyarakat yang berprofesi sebagai guide wisatawan ataupun

Page 69: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-46

sebagai penyedia jasa home stay untuk wisata, mempunyai pendapatan lumayan dibandingkan

dengan masyarakat yang menggantungkan mata pencahariannya dari hasil laut.

Pada umumnya masyarakat kepulaun seribu menangkap ikan dengan menggunakan kapal dan

perahu kecil. Alat tangkap yang digunakan adalah alat tangkap jaring payang, mourami, bagan,

bubu dan pancing. Kondisi mata pencaharian masyarakat Kepulauan Seribu saat ini sudah

mengalami pergeseran dari nelayan menjadi pemandu wisatawan atau menjual jasa resort

untuk wisata.

Namun demikian masih terdapat aktivitas mata pencaharian masyarakat Kepulauan Seribu

menjadi nelayan yang ditekuni sampai saat ini. Karakteristik nelayan di Kepulauan Seribu pun

berbeda diantara setiap pulau nya dan memiliki ciri khas. Misalnya untuk Pulau Lancang,

masyarakatnya menggunakan alat tangkap bubu untuk menangkap rajungan dan mempunyai

alat tangkap yang bersifat permanen seperti bagan tancap. Untuk masyarakat Pulau Tidung

masyarakatnya menggunakan alat tangkap jaring mourami yang jelajah daerah

penangkapannya sampai ke perairan Sumatera.

Berikut adalah beberapa pola pemanfaatan yang ditinjau dari beberapa kriteria karakterisitik

aktifitas penangkapan ikan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Karakteristik Alat Tangkap

Klasifikasi peralatan tangkap berdasarkan atas pola penangkapan ikan seperti jenis ikan

target dan peralatan penangkapan. Alat tangkap pasif, berupa penangkapan ikan yang

didasarkan alat tangkap yang besifat tetap dan mengikuti gerakan ikan (bagang tancap

atau sero), sedangkan alat tangkap aktif, penangkap mengikuti gerakan ikan (habitat ikan)

seperti pukat. Secara garis besar ditemukan alat tangkap di wilayah desa Pesisir di

Kabupaten Kepulauan Seribu adalah Jaring/Payang, Pancing, Bubu, Bagang (Kapal), Bagang

Tancap, Pariah, dan Tombak.

b. Tipologi dan Karakteristik Nelayan

Warna dan tipologi perikanan di Kepulauan Seribu berkaitan dengan pola pemanfaatan

sumberdaya pesisir dan perikanan mempunyai beragam pola sesuai dengan bentuk

pemanfaatan dan pengelolaan berdasarkan teknologi, komoditas dan kondisi fisik ekologi

kelautan. Charles (2001) dalam bukunya dengan judul Sustainable Fishery Systems,

menggambarkan hubungan human systems dengan aktivitas perikanan yang meliputi

(kelompok nelayan, teknologi penangkapan ikan, struktur komunitas nelayan dan rumah

tangga, serta pola penangkapan) dimana semuanya merupakan internal faktor sosial

Page 70: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-47

ekonomi dan lingkungan sedangkan untuk eksternal faktor merupakan aspek kebijakan

pasar dan aturan perikanan.

Berdasarkan karakteristiknya, nelayan di Kepulauan Seribu untuk masing-masing ekoregion

adalah sebagai berikut:

1. Wilayah ekoregion Laut 6.3.2., tipe nelayannya adalah Nelayan Mancing, Nelayan Bubu,

Nelayan Budi Daya Rumput Laut, Nelayan Bagan Tancap, Nelayan Bagan, dan Nelayan

Jaring (payang);

2. Wilayah ekoregion Laut 6.3.3., tipe nelayannya adalah Nelayan Mancing dan Nelayan

Tombak;

3. Wilayah ekoregion Laut 6.3.4., tipe nelayannya adalah Nelayan Mancing, Nelayan Bubu

dapat dikategorikan menjadi nelayan Mancing, nelayan Bubu, Petanai Budidaya Rumput

Laut, Nelayan Bagan Tancap, Nelayan Bagan, Nelayan Jaring (payang), dan Nelayan Ikan

Hias.

c. Spesies Target

Pengunaaan alat tangkap mencerminkan spesies target apa yang ditangkap oleh nelayan.

Merujuk dari FAO (2002) pengertian spesies target adalah jenis ikan yang terdapat di laut

dilihat oleh nelayan kemudian di tangkap dengan alat tangkap yang sesuai. Alat tangkap

dan spesies target bagai pinang dibelah dua, sebuah ciri identitas yang tidak bisa

dipisahkan. Masyarakat pesisir akan mengetahui spesies target nelayan tertentu dilihat dari

jenis alat tangkapnya. Dalam perkembangannya, dinamika adopsi alat tangkap semakin

komplek. Hal ini disebabkan karena perkembangan teknologi, ketidakpastian cuaca dan

musim serta tidak dapat diprediksinya hasil tangkapan. Alat tangkap yang bersifat pasif

merupakan kategori small scale fishing, biasanya merupakan alat tangkap tradisional

maupun artisanal, sehingga disebut juga dengan “statinionary fishing gear”. Sedangkan alat

tangkap yang bersifat aktif, merupakan kombinasi dari beberapa alat tangkap (pasif)

dengan tujuan memburu spesies target. Alat tangkap aktif juga digunakan dalam kegiatan

perikanan tradisional, seperti penggunaan tombak (Bjordal, 2002).

Berdasarkan temuan di lapangan, ditemukan spesies target dari tipologi nelayan berbeda

disetiap pulau dan berdasarkan hasil di lapangan ditemukan kategori spesies target yang

dipengaruhi oleh adopsi teknologi, entisitas, jaringan pasar, kemampuan modal,

lingkungan nelayan dan kondisi perairan.

Page 71: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-48

Tabel 2.8.

Spesies Target Perikanan di Kepulauan Seribu

No

Komoditas/Species target Alat

Tangkap Klasifikasi

alat tangkap Pulau/ Komunitas nelayan

1. Ikan dasar/ikan karang, Ikan Hias

Jaring / Payang

Jaring Mourami

Aktif

Pulau Panggang, Pulau Harapan, Pulau Kelapa, Pulau Pramuka, Pulau Tidung (EL 6.3.4.)

2. Ikan dasar/ikan karang Tombak, pancing, bubu

Aktif Pulau Tidung (EL 6.3.3.)

3. Bagan congkel

dan Bubu

Jaring

Aktif

Pulau Lancang(EL 6.3.2.)

4. Tongkol, Kurisi, Kembung (Bentong), Tenggiri, Tenggek, Lingkis, Kalam Puteh, Tengkek, Selar, Tambal, Kerapu, Como, Kembung, Tuna, Cendro, Kakap Merah, Lemuru, Lawak/Salem, Kawe

Pancing Pasif P. Tidung (EL 6.3.3.).

Pulau Pari (EL 6.3.2.)

Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Kelapa, Pulau Harapan (EL 6.3.4.)

5. Ikan dasar, seperti kerapu, sunu, napoleon, kakap, kakaktua (perot fish)

Pancing Aktif P. Tidung (EL 6.3.3.),

Pulau Pari (EL 6.3.2.),

Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Kelapa, Pulau Harapan (EL 6.3.4.)

6. Ikan halus Bagang tancap/ Jaring

Pasif P. Lancang (EL 6.3.2.)

7. Budidaya Rumput laut Tali pengikat Rumput Laut dan Kumbul

Pasif Pulau Pari (EL 6.3.2.)

Sumber: Wawancara (Mei 2014)

d. Kalender Musim

Musim merupakan faktor eksternal yang memengaruhi produktifitas pemanfaatan dan

pengelolaan perikanan. Ketidakpastian cuaca yang berubah akhir-akhir ini membuat

ketidakpastian hasil nelayan pencari ikan. Berdasarkan survey di lapangan dan wawancara

dengan informan, sudah sekitar sepuluh tahun terakhir cuaca berubah tidak menentu.

Cuaca sangat memengaruhi aktifitas nelayan penangkap ikan yang merupakan pekerjaan

Page 72: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-49

cukup “beresiko”. Perubahan cuaca yang tidak dapat diprediksi juga memengaruhi pola

penangkapan nelayan tradisional dengan menggunakan alat tangkap bagan tancap.

Secara garis besar kalender musim perikanan di Kepulauan Seribu terbagi menjadi dua

yaitu Musim Barat yang merupakan musim penghujan dan Musim Timur yang merupakan

musim kemarau. Musim Barat merupakan musim panen ikan sedang Musim Timur

merupakan musim paceklik ikan. Pola pergantian musim akan sangat terasa pada

pembudidaya kerapu di Pulau Lancang (EL 6.3.2.) dan nelayan yang mempunyai Bagan

Tancap. Mereka harus berpindah lokasi bagan tancap disebelah utara ketika Musim Barat

dan sedangkan Musim Timur membuat jaring sampah karena mendapat kiriman sampah

dari Jakarta.

Dari uraian di atas dapat dirangkum bahwa isu kritis pemanfaatan SDA di Ekoregion Laut yang

terjadi terkait dengan kegiatan perikanan antara lain adalah pengambilan karang, masuknya

nelayan luar, limbah pencemar dan cuaca tidak menentu, upaya penangkapan berlebih dengan

menggunakan Sianida, bom, jaring trol, jaring gardan, jaring tegur, jaring mourami, bagan

lampu, dan pukat harimau.

Sementara itu, pariwisata merupakan salah satu sektor unggulan daerah Kepulauan Seribu

dimana banyak tempat wisata yang menjanjikan dan menyuguhkan keindahan pantai di

Kepulauan Seribu dan alam bawah lautnya. Dalam arti luas wisata adalah kegiatan rekreasi di

luar domisili untuk refreshing. Sebagai suatu aktivitas pariwisata telah menjadi bagian penting

dari kebutuhan dasar masyarakat negara maju dan sebagian kecil bagi masyarakat negara yang

sedang berkembang. Keuntungan sektor pariwisata untuk pendapatan suatu daerah dari sisi

ekonomi sangat besar.

Potensi wisata di Kabupaten Kepulauan Seribu yang berkaitan dengan pantai menjadi sektor

unggulan adalah di Pulau Pramuka, Pulau Putri, dan Pulau Harapan (wisata yang dikelola

masyarakat). Pulau Putri, merupakan tujuan wisatawan diving dan fishing. Tidak tercatatnya

secara jelas wisatawan mancanegara yang datang ke Kepulauan Seribu menyebabkan

pengelolaan pemanfaatan sumberdaya pesisir non perikanan menjadi jalan di tempat. Hal ini

ditemukan banyak infrastruktur yang belum diperhatikan oleh pemerintah di lokasi pariwisata.

Sistem perijinan mendirikan resort pun dipertanyakan, sehingga ada beberapa tanah dan

resort yang sudah menjadi hak milik asing. Tentunya untuk kedepan akan menjadi

permasalahan mengenai konflik kepemilikan sumberdaya.

Page 73: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-50

Pelaporan mengenai kunjungan wisata mancanegara juga tidak melalui pemerintah desa,

begitu pula mengenai kontrak tanah yang dilakukan orang asing terhadap masyarakat desa

setempat juga tanpa laporan terhadap pihak desa. Lemahnya kontrol pemerintah terhadap

pemanfaatan lahan untuk sektor pariwisata pantai/pesisir di Kepulauan Seribu menjadikan

pengaturan dan pengelolaan pariwisata tidak berjalan. Koordinasi antar SKPD menjadi

penyebab lemahnya pengaturan dan kontrol terhadap pengelolaan pariwisata di Kabupaten

Kepulauan Seribu.

Lain halnya dengan isu kritis pariwisata, isu kritis penambangan pasir menjadikan

permasalahan sendiri di dalam kawasan konservasi Taman Nasional Kepulauan Seribu. Isu

penambangan pasir laut untuk daerah kepulauan yang masuk di kawasan konservasi memang

menjadi masalah tersendiri. Hampir seluruh kawasan konservasi laut di Indonesia mempunyai

masalah yang sama. Ketiadaan stok pasir selain pasir pantai menjadi permasalahan sendiri,

apalagi untuk daerah yang baru mekar dan sedang dalam proses membangun. Material bahan

bangunan sangatlah dibutuhkan. Akan tetapi seharusnya dipisahkan, penambangan pasir

untuk rakyat diperbolehkan dengan catatan kaidah memperhatikan ekosistem, hal ini

dipertimbangkan karena status ekonomi masyarakat yang tidak mampu mendatangkan pasir

bangunan dari daerah lain. Kontrol Dinas Perindustrian dan Energi terhadap penambangan

pasir pantai oleh rakyat harus dipertegas dan diadakan alternatif lainnya selain menggunakan

pasir pantai sebagai bahan bangunan. Sedangkan untuk kepentingan pembangunan publik

(daerah) seyogyanya tidak mengambil dari pasir pantai, akan tetapi mendatangkan dari

daratan Pulau Jawa atau daerah yang terdekat.

Terkait dengan fenomena kejadian perubahan iklim, pada wilayah ekoregion laut, diantaranya

adalah terjadinya kenaikan muka air laut sebagai akibat dari pemanasan global akan

meningkatkan potensi terjadinya banjir rob, abrasi pantai bahkan akan dimungkinkan

tenggelamnya pulau – pulau kecil. Potensi terjadinya masalah lingkungan sebagai akibat dari

kenaikan muka air laut tersebut berpotensi terjadi di semua sub ekoregion laut.

Ekoregion Laut DKI Jakarta adalah bagian dari lautan Indonesia yang berhubungan dengan

seluruh Samudera di bumi (Gambar2.11.). Massa air Samudera Pasifik Barat-Laut (Northwest)

yang masuk ke Laut China Selatan melalui Selat Luzon, kemudian akan mengalir melalui Selat

Karimata menuju Laut Jawa (EL-6), dimana tentunya akan mempengaruhi juga kondisi

Ekoregion Laut DKI Jakarta (Wyrtki, 1961; Gordon et al., 2012). Kondisi massa air tersebut

kemudian akan berkaitan erat dengan pengaruh sistem monsun di Indonesia, termasuk Laut

Jawa. Massa air dari Samudera Pasifik tersebut juga berlaku sebagai proksi pembawa

Page 74: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-51

pengaruh dari Samudera Pasifik yang dikenal sebagai El Nino Southern Oscillation (ENSO),

yang lebih dikenal oleh khalayak umum sebagai fenomena El Nino dan La Nina.

Gambar 2.11. Sirkulasi Arus Termohalin yang Membawa Massa Air Mengalir dari Satu Basin

Samudera ke Basin Samudera yang Lain (Sumber Gambar: NASA, 2009)

Gambar 2.12. Skematik Sirkulasi Arus lintas Indonesia (Garis Tebal Merah), Arus Lintas Laut China Selatan (Garis Merah Putus-putus) yang Membawa Massa Air dari Samudera Pasifik ke Laut Jawa (Sumber Gambar: Gordon et al., 2012)

Page 75: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-52

Gambar 2.13. Grafik Variabilitas dan Trend Suhu Udara Rerata Tahunan dari 1976 hingga 2012, yang Cenderung Meningkat, berdasarkan Data dari Stasiun Maritim BMKG di Pelabuhan Tanjung Priuk (sumber: http://ccis.klimat.bmkg.go.id)

Suhu udara Ekoregion Laut DKI Jakarta, berdasarkan data dari stasiun meteorologi maritim di

Pelabuhan Tanjung Priuk, cenderung mengalami peningkatan rerata 1 °C dalam kurun waktu 37

tahun (1976-2012). Hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadinya perubahan iklim di kawasan

Ekoregion Laut DKI Jakarta adalah nyata.

Kerentanan pesisir akibat perubahan iklim tidak dapat diidentifikasi hanya dari parameter suhu

udara, melainkan dari beberapa parameter geologi/geomoformologi dan oseanografi. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Badan Litbang KKP),

dalam laporannya untuk Copenhagen Climate Change Conference (COP-15 UNFCCC), menyajikan

secara implisit bahwa indeks kerentanan pesisir (coastal vulnerability index, CVI) dari kawasan

Ekoregion Laut DKI Jakarta adalah sangat tinggi, dengan nilai indeks lebih dari 25, yang

diindikasikan warna kawasan berwarna merah pada peta CVI seperti terlihat pada gambar

berikut.

Page 76: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-53

Gambar 2.14. Peta Indeks Kerentanan Pesisir Indonesia, Dimana menunjukkan Kawasan Pesisir Utara Jawa Barat dan DKI Jakarta hingga Kepulauan Seribu Mempunyai Indeks yang Sangat Tinggi (Sumber: Badan Litbang KKP, 2009)

Gambar 2.15. Peta Indeks Kerentanan Pesisir Jakarta, dimana menunjukkan Kawasan Pesisir Jakarta Utara Terindikasi Cukup Bervariasi Tingkat Kerentanannya, Kawasan yang Tertinggi adalah di Sekitar Kecamatan Tanjung Priok, Kec. Koja dan Kec. Tarumajaya (Sumber: Badan Litbang KKP, 2009)

Adapun parameter geologi/geomorfologi dan oseanografi yang digunakan untuk menghitung

nilai CVI tersebut antara lain: kemiringan pantai (coastal slope), geomorfologi pantai (coastal

Page 77: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-54

geomorfology), identifikasi erosi dan akresi (identified shoreline arosion and accretion), kisaran

pasang surut maksimum (maximum tidal range), tinggi gelombang signifikan rerata (mean

significant wave height), kenaikan muka laut relatif (relatif sea level rise), dimana formulasi yang

digunakan adalah merujuk dari Thieler & Hammar-Klose (2000).

Pemanasan global yang menyebabkan suhu permukaan laut meningkat, menyebabkan di

beberapa tempat di dunia yang mempunyai tutupan salju abadi menipis, seperti salju puncak

Jaya Wijaya di Papua, Kutub Selatan, dan Kutub Utara. Pengurangan lapisan es yang kemudian

menambahkan volume massa air laut, menjadikan bencana “slow onset” seperti kenaikan

muka air laut (sea level rise). Indonesia yang mempunyai lebih dari tujuh belas ribu lima ratus

pulau yang didalamanya termasuk pulau-pulau kecil, patut khawatir dengan hal tersebut. Akan

tetapi, menurut Hantoro et al. (2008), tidak semua kenaikan muka air laut disebabkan oleh

faktor perubahan iklim semata, pergerakan lempeng di lapisan kerak bumi yang kemudian

menyebabkan penyempitan basin-basin laut akan menaikkan muka air laut secara vertikal, dan

di beberapa lokasi pergerakan lempeng juga dapat menimbulkan penurunan muka tanah (land

subsidence).

Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Badan Litbang

KKP), dalam laporannya untuk Copenhagen Climate Change Conference (COP-15 UNFCCC),

menyajikan secara implisit bahwa kenaikan muka laut relatif untuk kawasan pesisir utara

Jakarta dan pesisir utara Jawa Barat serta kawasan perairan Kepulauan Seribu adalah tinggi

berkisar antara 0,75-0,76 cm/ tahun, lihat Gambar 2.16. Kawasan pesisir utara Jakarta

mempunyai tingkat kenaikan muka laut relatif yang bervariasi, dimana kawasan yang tertinggi

adalah di sekitar Kec. Tarumajaya, urutan kedua berada di pesisir Kec. Tanjung Priok dan Kec.

Koja, lihat Gambar 2.17.

Page 78: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-55

Gambar 2.16. Peta Kenaikan Muka Air Laut Relatif Perairan Indonesia, dimana Menunjukkan Kawasan Pesisir Utara Jawa Barat dan DKI Jakarta hingga Kepulauan Seribu Mempunyai Kenaikan yang Tinggi 0,75-0,76 cm/tahun (Sumber: Badan Litbang KKP, 2009)

Gambar 2.17. Peta Kenaikan Muka Air Laut Relatif Pesisir Jakarta, dimana Menunjukkan Kawasan Pesisir Jakarta Utara Terindikasi cukup Bervariasi Tingkat Kerentanannya, Kawasan yang Tertinggi adalah di Sekitar Kec. Tarumajaya, Urutan Kedua Berada di Pesisir Kec. Tanjung Priok dan Kec. Koja (Sumber: Badan Litbang KKP, 2009)

Kenaikan muka laut di pesisir utara Jakarta, menurut Abidin et al. (2008), juga dikontribusikan

oleh adanya penurunan tanah yang sudah lama berlangsung. Dilaporkan oleh Abidin et al.

Page 79: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-56

(2008) bahwa dalam periode 1982 hingga 1997 terjadi penurunan tanah 1,33 – 13,33 cm/tahun,

sedangkan pada periode 1997 – 2007 penurunan tanah di wilayah Jakarta Utara bagian barat

10-15 cm/tahun. Secara umum penurunan tanah tersebut disebabkan oleh pengambilan air

tanah yang berlebihan, beban bangunan, kompaksi sedimen, serta aktivitas tektonik. Kenaikan

muka laut di pesisir utara Jakarta tersebut, dapat dibuktikan dengan rekaman anomali tinggi

muka laut 2003-2010 di stasiun pengamatan Badan Litbang KKP di Pelabuhan Perikanan Nizam

Zachman Muara Baru dengan tunggang maksimum (sea level anomaly maximum range) sekitar

8,8 cm dan tinggi rerata 3 cm/tahun (Pranowo et al., 2014), lihat Gambar 2.18. Tinggi maksimum

muka laut saat banjir pasang “rob” yang menggenangi Kantor Balai Penelitian Perikanan Laut

di Muara Baru dalam kurun waktu 2007 hingga 2011 adalah sama dengan ketinggian saat laut

dalam kondisi tunggang pasang laut maksimum (maximum tidal range) yakni 0,9 – 1 meter,

sehingga genangan air “rob” yang terjadi adalah akibat adanya penurunan tanah (Poernomo

et al., 2013).

Gambar 2.18. Bukti Adanya Kenaikan Muka Laut di Stasiun Pengamatan Altimetri Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Muara Baru, Jakarta Utara (Pranowo et al., 2014)

Institut Teknologi Bandung, melalui Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut-nya,

meramalkan bahwa pada tahun 2050 kawasan pesisir utara Jakarta akan terendam air laut

seluas lebih dari 900 hektar (tepatnya 966,326 hektar) akibat kenaikan muka air laut, dan

diperkirakan sebanyak 150 pulau dari total 241 pulau di Kepulauan Seribu akan tenggelam (Hadi

et al., 2008), lihat Tabel2.9 dan Tabel 2.10. Ramalan tersebut didasarkan kepada model proyeksi

genangan laut setinggi 0.57 cm/tahun dengan skenario perhitungan menggunakan Digital

Page 80: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-57

Elevation Model (DEM) dan trend kenaikan muka laut hasil interpolasi data pasang surut di

stasiun Tanjung Priok 1925-2003.

Tabel 2.9.

Luasan Genangan per Jenis Lahan di Kawasan Jakarta Utara pada Tahun 2050 Berdasarkan Peramalan Dampak Kenaikan Muka Laut oleh Hadi et al. (2008)

No. Jenis Lahan

tergenang pada tahun 2050

Kecamatan

Cilincing Koja Kelapa Gading

Tanjung Priok

Pademangan Penjaringan

1. Industri/Kantor 8,327 7,921 0,117 62,787 57,457 7,023

2. Pemukiman 17,929 1,817 0,496 7,458 1,458 9,828

3. Jalan 0,573 0,768 0,090 0,921 3,396 5,390

4. Rel Kereta Api - - - 0,041 0,057 0,015

5. Kebun 0,324 0,055 0,102 - - 0,211

6. Ladang Garam 0,152 - - - - -

7. Sawah 2,805 0,085 0,054 - - 0,046

8. Tanah Kosong 25,312 2,993 0,658 12,213 12,608 141,986

9. Taman 1,564 0,319 0,389 0,842 7,438 30,354

10. Tubuh Air 77,942 26.457 9,685 159,383 59,026 198,551

TOTAL (Ha) 134,929 40,416 11,592 243,644 141,440 394,305

Ket.: Jenis lahan yang digunakan adalah berdasarkan peta lahan Prov. DKI Jakarta tahun 2003.

Tabel 2.10.

Luasan Genangan per Jenis Lahan di Kawasan Kepulauan Seribu Pada Tahun 2050 Berdasarkan Peramalan Dampak Kenaikan Muka Laut oleh Hadi et al. (2008)

No. Kelurahan di

Kepulauan Seribu

Luasan genangan (Ha) akibat dampak kenaikan muka laut

2020 2030 2040 2050

1. Pulau Pari 14,39 16,95 19,52 22,01

2. Pulau Tidung 12,35 14,67 17,34 19,68

3. Pulau Untung Jawa 60,63 62,05 63,47 64,91

4. Pulau Harapan 70,45 75,54 80,07 84,57

5. Pulau Kelapa 45,00 48,94 52,62 55,95

6. Pulau Panggang 11,13 13,20 14,78 16,22

JUMLAH 214 231 248 263

Ket.: Kelurahan yang digunakan adalah berdasarkan peta administrasi Prov. DKI Jakarta tahun 2003

Page 81: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta II-58

Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Badan Litbang

KKP), dalam laporannya untuk Copenhagen Climate Change Conference (COP-15 UNFCCC),

menyajikan secara implisit bahwa tinggi gelombang signifikan rerata di kawasan pesisir Jakarta

Utara dan perairan Kepulauan Seribu (Ekoregion Laut DKI Jakarta) berkisar 1,25 hingga 1,50

meter, lihat Gambar 2.19. Kisaran tersebut termasuk dalam kategori gelombang tinggi yang

energinya berpotensi menyebabkan abrasi atau erosi di pantai, dan juga berpotensi merusak

struktur dan infrastuktur di pelabuhan umum maupun di pelabuhan perikanan.

Gambar 2.19. Peta Tinggi Gelombang Signifikan Rerata Perairan Indonesia. Dimana menunjukkan Kawasan Pesisir Utara Jawa Barat dan DKI Jakarta hingga Kepulauan Seribu mempunyai kenaikan yang tinggi 1,25-1,50 m (Sumber: Badan Litbang KKP, 2009)

Untuk penyusunan RPPLH ini, isu strategis Ekoregion Laut yang sangat spesifik adalah

Pencemaran perairan teluk dan laut dan Pengelolaan potensi bahari yang belum optimal,

sehingga isu strategis secara keseluruhan untuk wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah:

1. Kerawanan perubahan iklim;

2. Pemanfaatan sumberdaya air yang berlebih;

3. Keterbatasan ketersediaan lahan;

4. Keterbatasan sarana dan prasarana kota;

5. Pencemaran; dan

6. Pengelolaan potensi bahari yang belum optimal.

Page 82: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 1

BAB III

ISU STRATEGIS

Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta secara

mendasar mempertimbangkan isu strategis yang dihadapi wilayah DKI Jakarta, terutama yang

memberikan implikasi secara signifikan terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan

hidup wilayah DKI Jakarta. Isu strategis tersebut meliputi:

3.1. Kerawanan terhadap Perubahan Iklim

Perubahan iklim telah menjadi perhatian seluruh dunia, termasuk Indonesia. Indikasi

perubahan iklim antara lain dideteksi melalui pola curah hujan ekstrim, perubahan suhu,

kejadian badai, dan lainnya. Wilayah ekoregion DKI Jakarta yang mencakup Ekoregion

Darat dan Ekoregion Laut perlu mengantisipasi dampak perubahan iklim melalui upaya

adaptasi dan mitigasi sebagaimana digariskan kebijakan Nasional tentang Perubahan

Iklim.

Isu perubahan iklim bagi DKI Jakarta terkait dengan kenaikan muka laut yang akan

melanda wilayah DKI Jakarta bagian Utara dan wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu

yang merupakan kabupaten pulau – pulau kecil. Pada wilayah ekoregion darat, dimana

sebagian besar wilayah ekoregion DKI Jakarta memiliki karakteristik alami yang rawan

genangan dan banjir, pemanasan global akan meningkatkan potensi terjadinya banjir rob

yang dipengaruhi pasang surut air laut maupun genangan pada wilayah-wilayah yang

lebih rendah dari permukaan air laut. Potensi terjadinya banjir rob dan genangan akibat

naiknya permukaan air laut berpotensi terjadi di wilayah:

Sub ekoregion dataran pasang surut berlumpur

Sub ekoregion lembah antar gisik

Sub ekoregion dataran fluvio marin

Potensi masalah tersebut juga diperparah oleh faktor antropogenik berkaitan dengan

pemanfaatan air tanah di wilayah DKI Jakarta yang melebihi daya dukungnya. Hampir

seluruh wilayah DKI Jakarta kecuali sub ekoregion fluvio vulkanik terjadi penurunan muka

air tanah secara terus menerus. Makin ke utara makin besar penurunan muka air

tanahnya, padahal makin ke utara resiko terhadap banjir rob dan genangan makin besar.

Sementara itu, pada wilayah ekoregion laut, kenaikan muka air laut sebagai akibat dari

pemanasan global akan meningkatkan potensi terjadinya banjir rob, abrasi pantai bahkan

Page 83: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 2

akan dimungkinkan tenggelamnya pulau – pulau kecil. Potensi terjadinya masalah

lingkungan sebagai akibat dari kenaikan muka air laut tersebut berpotensi terjadi di di

semua sub ekoregion laut.

Pemanasan global juga berdampak pada terjadinya pola iklim ekstrem maupun kejadian

badai yang akan meningkatkan curah hujan tinggi – sangat tinggi pada periode yang lebih

pendek dan sebagai akibatnya akan meningkatkan risiko kejadian banjir dan genangan.

Dampak pola iklim ekstrem tersebut sudah dirasakan di wilayah DKI Jakarta, antara lain

terjadinya banjir yang bukan lagi periode 10 tahunan atau 5 tahunan namun sudah terjadi

setiap tahun. Wilayah sub ekoregion yang mengalami kejadian banjir ataupun genangan

adalah seluruh wilayah sub ekoregion daratan selain pada sub ekoregion fluvio vulkanik.

Berdasarkan uraian diatas, ancaman yang akan timbul dari isu kerawanan perubahan

iklim adalah:

a. Beberapa wilayah terutama pada sub ekoregion dataran pasang surut berlumpur,

dataran rawa, dataran banjir dan dataran lembah antar gisik akan mengalami

genangan sepanjang tahun;

b. Masalah banjir di DKI Jakarta makin meluas dan makin sulit teratasi;

c. Hilangnya pulau-pulau kecil;

d. Makin banyaknya penduduk yang tinggal di kawasan rawan bencana.

3.2. Pemanfaatan Sumber Daya Alam yang Berlebih

3.2.1 Pemanfaatan Sumber Daya Air

DKI Jakarta dihadapkan pada kondisi yang sangat kritis berkaitan dengan pengelolaan

sumber daya air, khususnya dalam hal ketersediaan air baku untuk sumber air bersih.

Padahal DKI Jakarta dilewati badan air penerima (BAP) dalam bentuk sungai/kali

sebanyak 13 sungai besar. Namun karena sangat minimnya kesadaran masyarakat dalam

pengelolaan air limbah serta belum tersedianya sarana dan prasarana pengelolaan air

limbah, telah menyebabkan kondisi kualitas badan air penerima tersebut dalam kondisi

tercemar dan tidak layak lagi untuk dapat digunakan sebagai sumber air baku untuk

keperluan PAM Jaya dan masyarakat langsung. Saat ini, penyediaan air bersih bagi DKI

Jakarta seluruhnya bersumber dari wilayah di luar Jakarta, yaitu dari Waduk Jatiluhur

dan Sungai Cisadane.

Meskipun demikian, berdasarkan data dalam Jakarta Dalam Angka tahun 2011 seperti

telah dibahas pada Bab II, hanya sekitar 27,8% penduduk DKI Jakarta menjadi pelanggan

Page 84: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 3

dan menggunakan sumber air perpipaan yang dipasok oleh PDAM. Sementara

infrastruktur penyediaan dan pelayanan air bersih DKI Jakarta sebenarnya sudah

menjangkau sekitar 62% wilayah DKI Jakarta. Kondisi ini menunjukkan bahwa preferensi

masyarakat terhadap sumber air bersih masih memilih menggunakan air tanah daripada

menjadi pelanggan PDAM. Hal ini mungkin disebabkan karena tingginya harga air

maupun berkaitan dengan kualitas dan kontinuitas ketersediaannya.

Gambaran pemanfaatan sumber air tersebut menunjukkan bahwa penggunaan air

tanah untuk kebutuhan domestik di DKI Jakarta masih sangat tinggi atau berkisar 70%

dari kebutuhan penduduknya. Perhitungan yang dilakukan dalam Bab II menunjukkan

sekitar 1.188.427 m3/hari atau sebesar 13,75 m3/detik air tanah diambil untuk memenuhi

kebutuhan domestik penduduk DKI Jakarta. Sementara dengan pola pemanfaatan

ruang DKI Jakarta yang didominasi kawasan terbangun diperkirakan air hujan yang

mampu diserap hanya berkisar 4,30 m3/detik. Berarti terjadi pemanfaatan sumber air

tanah berlebih sekitar 9,45 m3 setiap detik.

Selain penggunaan air tanah untuk domestik yang sebagian besar berasal dari air tanah

dangkal, aktifitas non domestik di DKI Jakarta juga memanfaatkan air tanah dalam.

Padahal pada dasarnya air tanah dalam bisa digolongkan sebagai sumber daya yang

tidak terbaharukan karena kecepatan masuknya aliran imbuhan air tanah di dalam

akuifer sangat lambat.

Wilayah DKI Jakarta termasuk dalam Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta. Cakupan

wilayah CAT Jakarta meliputi seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta, sebagian Provinsi

Jawa Barat dan sebagian Provinsi Banten. Potensi yang air tanah dalam yang dimiliki

CAT Jakarta adalah sebesar 52 juta m3/tahun. Berdasarkan peraturan yang ada,

pemanfaatan air tanah dalam hanya diperboleh maksimal 20% dari potensi air tanah

dalam. Artinya, pada CAT Jakarta hanya diperbolehkan pengambilan air tanah sebesar 11

juta m3/tahun. Berdasarkan data Jakarta dalam Angka 2011 menyebutkan bahwa total

pemakaian air tanah dalam sesuai ijin yang diberikan untuk tahun 2010 adalah sebesar

lebih dari 10 juta m3 sudah mendekati batas maksimal pengambilan air tanah dalam yang

diijinkan.

Sementara itu data dari ESDM, 2014 menyebutkan bahwa pengambilan air tanah dalam

di CAT Jakarta adalah sebesar 21 juta m3/tahun atau sudah mencapai 40% dari total

potensi air tanah dalam. Dengan kata lain sudah terjadi pemanfaatan yang berlebihan

Page 85: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 4

terhadap sumber daya air tanah dalam yang sebagian besar dimanfaatkan oleh DKI

Jakarta.

Gambar 3.1. Kondisi Neraca Air Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta (Sumber: ESDM, 2014)

Pengambilan air tanah baik dangkal maupun dalam yang berlebihan akan menimbulkan

masalah lingkungan. Pengambilan air tanah dangkal akan menyebabkan penurunan

muka air tanah, penurunan permukaan tanah maupun terjadinya intrusi air laut.

Sementara, pengambilan air tanah dalam akan menyebabkan amblesan tanah maupun

instrusi air laut. Terjadinya penurunan permukaan tanah mengindikasikan bahwa

kecepatan intrusi air laut lebih rendah dari kecepatan pengambilan air tanahnya.

Masalah penurunan permukaan tanah di DKI Jakarta sudah terjadi di hampir seluruh

wilayah terutama yang masih dipengaruhi oleh lingkungan perairan laut seperti di sub

ekoregion dataran pasang surut berlumpur, dataran bukit gisik dan lembah antar gisik,

dataran rawa dan dataran fluvio marin yang kesemuanya masih dipengaruhi oleh

lingkungan perairan laut.

Permasalahan amblesan tanah sebagai akibat pengambilan air tanah dalam yang

berlebih juga sudah beberapa kali terjadi di wilayah DKI Jakarta. Debit pengambilan air

tanah yang melebihi debit imbuhan air tanah akan menyebabkan rongga di bawah

lapisan akuifer yang berpotensi untuk terjadi amblesan tanah.

Page 86: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 5

Pemanfaatan ruang bawah tanah pada bangunan untuk mendukung kegiatan di atasnya

yang hampir dilakukan di setiap bangunan bertingkat banyak di DKI Jakarta juga

mengganggu terjadinya keseimbangan aliran imbuhan ke dalam air tanah serta

menghambat aliran air dalam tanah. Pembangunan fondasi bangunan dan pemanfaatan

ruang bawah tanah untuk bangunan akan mengurangi kapasitas tanah dalam menyerap

dan menyimpan air. Akibatnya, di DKI Jakarta sudah pula terjadi penurunan muka air

tanah, akhirnya penduduk menambah kedalaman titik pengambilan air tanah. Makin

intensifnya pemanfaatan ruang bawah di DKI terkait erat dengan isu strategis RPPLH

yang ketiga yaitu keterbatasan ketersediaan lahan yang akan dibahas tersendiri.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemanfatan sumber daya air tanah di DKI

Jakarta sudah melebihi daya dukungnya. Kondisi ini antara lain disebabkan belum

terjangkaunya cakupan layanan jaringan air perpipaan dan belum terpenuhinya kualitas

maupun kontinuitas ketersediaan air oleh penyelenggara penyediaan air perkotaan DKI

Jakarta. Selain itu, tingkat pemanfaatan air penduduk DKI Jakarta sebagai kota

metropolitan cukup tinggi yaitu sebesar 175 liter/orang/hari. Hal ini berarti bahwa

peningkatan kesadaran serta budaya masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya air

perlu dilakukan.

Sementara pada wilayah laut DKI Jakarta yang merupakan gugusan pulau-pulau kecil,

masalah pemanfaatan sumberdaya air yang berlebih juga terjadi. Masalah yang khas

pada pulau-pulau kecil pada umumnya adalah terbatasnya sumberdaya air tawar di

daratan pulau. Semakin bertumbuhnya penduduk di suatu pulau akan meningkatkan

pula konsumsi air tanah. Apabila penyedotan air tanah telah melebihi kapasitas air tanah

untuk pulih maka akan terjadi intrusi air laut hingga sumber air setempat akan menjadi

payau hingga asin. Sekali intrusi air laut terjadi maka akan sulit untuk pulih kembali

menjadi tawar (irreversible). Banyak contoh yang dapat diacu perihal terjadinya intrusi

air laut di banyak pulau-pulau di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu. Di Pulau Pari

misalnya, sumur yang dulu dapat diandalkan sebagai sumber air minum bagi penduduk

setempat, kini tidak lagi.

Untuk mengatasi semakin langkanya sumber air tanah di Kepulauan Seribu, penduduk

setempat memanfaatkan PAH (Penampung Air Hujan). Di beberapa pulau telah

diintroduksi teknologi RO (Reverse Osmosis) yang dapat mengubah air laut menjadi air

tawar. Tetapi teknologi ini cukup mahal untuk digunakan bagi semua penduduk pulau.

Page 87: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 6

3.2.2 Pemanfaatan Sumber Daya Alam Lainnya

Pemanfaatan sumberdaya alam selain air (air tanah) yang terdapat di wilayah Provinsi

DKI Jakarta, dalam hal ini wilayah laut, juga telah terjadi secara berlebihan. Beberapa

jenis pemanfaatan berlebihan dapat disarikan di bawah ini.

Penambangan pasir dan karang

Penambangan pasir dan karang telah terjadi di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu sejak

lama, terutama untuk keperluan bahan bangunan. Hasil penambangan pasir dan karang

tersebut tidak saja untuk keperluan masyarakat pulau setempat, tetapi ada pula yang

diangkut ke daratan Pulau Jawa.

Penambangan pasir dan karang di beberapa pulau tidak saja telah mengubah

geomorfologi pantai tetapi juga telah menyebabkan beberapa pulau telah lenyap.

Beberapa pulau yang telah lenyap misalnya Pulau Ubi Besar, Pulau Ayer Kecil, Pulau Ubi

Kecil dan Pulau Nyamuk Besar yang berada di Teluk Jakarta, ekoregion EL 6.3.1.

Beberapa pulau yang telah mengalami perubahan geomorfologi pantai yang cukup

signifikan dan sudah terancam lenyap terjadi misalnya di Pulau Dapur.

Pemanfaatan berlebihan biota laut

Berbagai jenis biota laut telah diekploitasi secara berlebihan hingga sekarang telah

langka di perairan setempat di ekoregion laut DKI Jakarta. Beberapa contoh

dikemukakan dibawah ini.

Ikan komsumsi. Beberapa jenis ikan konsumsi telah dieksploitasi secara berlebihan

hingga sekarang sudah sangat langka, dan mungkin telah punah setempat. Salah satu

contohnya adalah ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) yang dulu masih mudah dijumpai

di beberapa pulau, sekarang sudah tak pernah lagi dijumpai. Perburuan akan ikan

Napoleon ini menjadi-jadi karena harga jualnya sebagai ikan hidup di restoran-restoran

besar di luar negeri (mis: Hongkong) menjadi sangat tinggi. Ikan Napoleon kini telah

dilindungi undang-undang.

Ikan hias. Terumbu karang merupakan rumah bagi berbagai jenis ikan hias yang indah,

dan karenanya menjadi objek buruan untuk diperdagangkan. Metode penangkapan hias

banyak yang menggunakan potas yang disemprotkan dalam air untuk membuat ikan

mabok. Banyaknya nelayan pemburu ikan hias ini telah menyebabkan populasi ikan hias

semakin merosot. Masyarakat di Pulau Tidung (EL 6.3.3) misalnya sudah banyak yang

mengeluh karena makin sulitnya kini untuk mendapatkan ikan hias. Perburuan ikan hias

Page 88: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 7

ini dilakukan sampai ke pulau-pulau yang masuk dalam kawasan terlarang di Taman

Nasional Kepulauan Seribu.

Berbagai biota bentos. Berbagai jenis biota bentos yang hidup di dasar laut telah

dieksploitasi secara berlebihan hingga makin langka atau mungkin sudah punah

setempat. Kima raksasa (Tridacna gigas) dulu pernah dijumpai di Kepulauan Seribu

tetapi sekarang sudah habis. Demikian pula kima jenis lainnya, seperti kima sisik

(Tridacna squamosa), kima pasir (Hippopus hippopus), kima luang (Tridacna croacea),

sudah sangat langka atau lenyap. Padahal semua jenis kima telah dilindungi. Selain itu

kerang darah (Anadara), yang merupakan makanan bahari (seafood) yang populer, yang

dulu banyak terdapat banyak di Pulau Pari, kini sudah sangat sulit dijumpai. Selain itu,

berbagai biota bentos yang mempunyai nilai ekonomi kini sudah sukar dijumpai atau

mungin sudah lenyap di Kepulauan Seribu, misalnya teripang pasir (Holothuria scabra).

a b

c d

Gambar 3.2. Biota laut yang telah terancam di Kepulauan Seribu. (a) Ikan Napoleon

(Cheilinus undulatus; (b) Lepu ayam (Pterois volitans), (c) Teripang pasir (Holothuria scabra); (d) Kima raksasa (Tridacna gigas)

Page 89: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 8

Rumput laut. Sejarah budidaya rumput laut di Indonesia diawali di Gugus Pulau Pari (EL

6.3.3) di sekitar tahun 1960-an, yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. Pada

dekade 1980-an hingga 1990-an budidaya rumput laut (terutama Euchema cottonii)

mengalami puncaknya hingga seluruh penduduk Pulau Pari terlibat dalam upaya

budidaya rumput laut yang sangat menguntungkan. Pada saat booming budidaya

rumput laut itu boleh dikatakan seluruh permukaan goba (lagoon) di Pulau Pari dipenuhi

oleh rakit atau untaian rumput laut yang dibudidaya. Keberhasilan budidaya rumput laut

di Pulau Pari kemudian diikuti pula oleh penduduk di pulau-pulau lainnya. Namun

pengembangan budidaya yang sifatnya monokultur ini rentan terhadap serangan

penyakit. Sekitar akhir tahun 1990-an mulai terjadi serangan penyakit ais-ais, yang

akhirnya mengakibatkan runtuhnya (collapse) semua usaha budidaya rumput laut yang

sebelumnya pernah sangat berjaya. Kini tak ada lagi budidaya rumput laut yang

bermakna di Pulau Pari, dan sebagai alternatifnya penduduk kemudian beralih profesi

ke bidang pariwisata bahari.

Berdasarkan uraian diatas, ancaman yang akan timbul dari isu pemanfaatan sumber

daya alam yang berlebih adalah:

a. Penurunan permukaan tanah akan terjadi lebih cepat;

b. Wilayah DKI Jakarta yang berada di bawah permukaan air laut akan semakin

meluas dan potensi terjadi banjir serta genangan akan semakin besar dan meluas;

c. Kejadian amblesan tanah akan semakin banyak;

d. Pencemaran air tanah karena intrusi air laut akan meluas;

e. Akan terjadi krisis sumber daya air;

f. Degradasi habitat flora-fauna laut;

g. Penurunan hasil tangkapan nelayan;

h. Akan mempengaruhi kinerja sosial dan ekonomi masyarakat.

3.3. Keterbatasan Ketersediaan Lahan

Permasalahan lahan di kawasan perkotaan metropolitan seperti DKI Jakarta sudah

menjadi masalah global. Berdasarkan Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang

Penataan Ruang, kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama

bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman

perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan

kegiatan ekonomi. Sebagai konsekuensinya, lingkungan fisik kota didominasi kawasan

Page 90: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 9

terbangun non pertanian dan tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi

dibandingkan perdesaan. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk perkotaan dari waktu

ke waktu akan membawa konsekuensi pada makin tingginya tekanan pada pemanfaatan

ruang kota. Makin bertambahnya jumlah penduduk makin meningkat pula kebutuhan

ruang terbangunnya, sementara luas lahan kota relatif tetap, sehingga makin

berkurangnya lahan tidak terbangun yang memiliki fungsi ekologis.

Perkembangan kota biasanya dipengaruhi oleh fungsi kota itu sendiri dan tercermin dari

penggunaan lahannya. DKI Jakarta sebagai ibukota Negara mengemban fungsi kota yang

beragam dan semua kegiatan sosial ekonomi berskala nasional bahkan internasional. Hal

ini terlihat dari pola pemanfaatan ruangnya dimana luasan untuk permukiman hanya

mencakup 56% dari luas wilayah, 10% untuk kawasan perdagangan, komersial dan jasa,

10% untuk fasilitas sosial publik dan pemerintahan, 9% untuk kawasan industri dan 1%

untuk fasilitas transportasi. Sedangkan sisanya (14%) merupakan kawasan tidak

terbangun yang memiliki kecenderungan makin berkurang, terutama kawasan pertanian

dan kawasan perairan darat seperti sungai, danau, dan rawa.

Penduduk DKI Jakarta tahun 2013 adalah berkisar 10 juta jiwa dengan kepadatan

penduduk rata-rata berkisar 150 jiwa/ha. Meskipun demikian, terdapat perbedaan yang

sangat nyata antara kepadatan penduduk di wilayah darat DKI Jakarta dan wilayah

Kabupaten Kepulauan Seribu yang merupakan wilayah pulau-pulau kecil seperti terlihat

pada tabel di berikut ini:

Tabel 3.1.

Di wilayah daratan, kepadatan penduduk untuk semua wilayah kota mencapai diatas 110

jiwa/ha bahkan kepadatan penduduk Jakarta Pusat mencapai 187 jiwa/ha. Sementara

kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Kepulauan seribu hanya mencapai 24 jiwa/ha.

Page 91: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 10

Penghitungan kepadatan penduduk wilayah daratan tersebut sebenarnya belum

mencerminkan kepadatan riil di wilayah permukiman. Jika hanya kawasan permukiman

yang dihitung dimana luas kawasan permukiman berkisar 37.000 ha, maka kepadatan

penduduk di permukiman mencapai 275 jiwa/ha atau termasuk kategori permukiman

sangat padat.

Sementara dilihat dari laju pertumbuhan penduduk terlihat bahwa wilayah Jakarta Pusat

yang merupakan wilayah paling padat memiliki laju yang paling rendah, sebaliknya

wilayah Jakarta Utara yang kepadatannya paling renggang memiliki laju paling tinggi. Hal

ini menunjukkan adanya pengaruh ketersediaan lahan terhadap laju pertumbuhan. Di

wilayah Jakarta Pusat pertumbuhan relatif stagnan karena lahan untuk pengembanan

baru hampir sulit ditemukan. Hal yang perlu dicermati adalah pertumbuhan yang relatif

tinggi di wilayah Jakarta Utara yang berarti pemanfaatan lahan akan lebih intensif terjadi

di sub ekoregion dataran pasang surut berlumpur, dataran rawa, dataran gesik dan

dataran lembah antar gesik yang kesemuanya memiliki kerawanan yang relatif tinggi

terhadap perubahan iklim.

Keterbatasan lahan di wilayah DKI Jakarta ini sudah menjadi isu strategis terkait bidang

perumahan dan permukiman seperti tertuang dalam RPJPD 2000 – 2025. Seperti

dinyatakan bahwa “Pemenuhan kebutuhan rumah dihadapkan pada keterbatasan lahan

di wilayah Jakarta. Sehingga penyediaan kebutuhan rumah oleh pemerintah dan swasta

lebih banyak dibangun secara vertikal dibandingkan dengan rumah horisontal yang

membutuhkan lahan besar”. Pembangunan secara vertical terkait dengan isu

keterbatasan lahan juga tertuang dalam RTRW DKI 2010 – 2030 terutama kebijakan dan

strategi dalam rangka pencapaian tujuan penataan ruang.

Padahal terkait dengan pemanfaatan sumberdaya alam, beban yang harus didukung

lingkungan adalah merupakan perkalian antara jumlah penduduk dengan pola

pemanfaatannya serta intensitas dan jenis kegiatan sosial ekonomi kota dengan

kebutuhan sumberdaya untuk mendukungnya. Hal ini dapat diartikan bahwa solusi

keterbatasan lahan melalui kebijakan dan strategi pembangunan secara vertikal hanya

akan mengatasi masalah keterbatasan lahan namun tidak berimplikasi pada masalah

besarnya tekanan atau beban terhadap lingkungan.

Permasalahan keterbatasan lahan juga terjadi di ekoregion laut yang wilayahnya berupa

gugusan pulau-pulau kecil. Pertumbuhan penduduk di wilayah ini mencapai lebih dari 2%

per tahun dan merupakan pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan wilayah daratan.

Page 92: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 11

Sementara itu, perkembangan kegiatan pariwisata demikian pesat dan pemanfaatan

lahannya belum terkontrol dengan baik menyebabkan makin padatnya permukiman

penduduk lokal karena tergeser oleh kepentingan pemenuhan kebutuhan lahan untuk

sektor pariwisata. Bahkan di beberapa pulau di kabupaten Kepulauan Seribu,

pemanfaatan dan pengelolaan lahan sudah beralih sepenuhnya ke pihak swasta.

Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan kepadatan penduduk dan bangunan

akan menyebabkan terjadi berbagai permasalahan sosial, peningkatan kerawanan

kebakaran, serta menimbulkan kekumuhan. Selain itu, peningkatan intensitas

pemanfaatan ruang tanpa didukung pelayanan sarana prasarana lingkungan yang layak

akan menimbulkan berbagai masalah pencemaran lingkungan.

Selain pembangunan secara vertikal dengan memanfaatkan ruang udara, pemanfaatan

ruang DKI Jakarta tahun seperti tertuang dalam RTRW 2010 – 2030 juga mengarahkan

pada pemanfaatan ruang bawah tanah. Meskipun hal ini dapat dilakukan, namun perlu

dicermati pengendaliannya terkait dengan adanya kemungkinan terganggunya sistem

hidrologi seperti berkurangnya tanah untuk resapan, terganggunya aliran air tanah, dan

masalah intrusi air laut.

Berdasarkan uraian diatas, ancaman yang akan timbul dari isu keterbatasan ketersediaan

lahan adalah:

a. Peningkatan kekumuhan dan pencemaran lingkungan;

b. Peningkatan masalah kemacetan sehingga kota menjadi tidak produktif;

c. Pemenuhan kebutuhan lahan akan dilakukan melalui metode yang makin tidak ramah

lingkungan seperti reklamasi pantai, pemanfaatan ruang bawah tanah yang tidak

terkendali, penimbunan badan air, pemanfaatan ruang yang tidak sesuai

peruntukkannya;

d. Menurunnya tingkat keamanan dan kenyamanan DKI Jakarta untuk hunian dan / atau

berinvestasi.

3.4. Keterbatasan Sarana dan Prasarana Kota

Seperti telah dibahas sebelumnya, kejadian banjir dan genangan yang melanda Kota

Jakarta secara rutin merupakan persoalan utama yang hingga saat ini justru cenderung

semakin kompleks. Kota Jakarta merupakan bagian hilir dari beberapa sungai yang

mengalir menuju Teluk Jakarta, sehingga aliran permukaan yang berasal dari hulu akan

membebani sistem pematusan di Kota Jakarta.

Page 93: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 12

Di lain pihak hampir 40% wilayah Kota Jakarta berada di bawah muka laut, sehingga

dipengaruhi oleh pasang-surut laut. Perkembangan kini mengindikasikan potensi

kejadian ekstrim pada kondisi hidrooseanografis di perairan laut, sehingga terjadi

beberapa kali kejadian rob yang melanda wilayah bagian Utara Kota Jakarta. Secara

geologis Kota Jakarta juga rentan terhadap kejadian amblesan tanah (land subsidence)

sebagaimana tercatat berlangsung pada beberapa bagian wilayah kota. Kejadian

amblesan tanah diperburuk oleh pengambilan air tanah secara besar-besaran.

Karena posisi geografisnya dan dilalui oleh 13 sungai yang kesemuanya bermuara di DKI

Jakarta, maka secara teoritis ketersediaan sistem drainase menjadi sarana prasarana

yang sangat penting untuk tersedia dan dikelola dengan baik. Kejadian banjir yang terjadi

di wilayah ini salah satunya disebabkan belum tersedianya sistem dan jaringan drainase

yang mampu mendukung upaya pematusan aliran permukaan.

Buruknya sistem dan jaringan drainase DKI Jakarta berkaitan dengan kapasitas

pematusan yang tidak sebanding dengan debit dan volume air yang harus dialirkan.

Selain karena kapasitasnya, perilaku masyarakat juga menurunkan kemampuan fungsi

badan sungai dan situ dan waduk sebagai tempat retensi dan pengaliran aliran

permukaan menuju laut. Kecenderungan tersebut dapat diamati dari berkurangnya situ

dan waduk oleh invasi bangunan yang teridentifikasi melalui menurunnya rasio badan air

(water body ratio) serta beban sampah yang dibuang ke sungai sejak dari hulu hingga

muara.

Selain masalah drainase kota, penanganan limbah cair perkotaan atau air kotor

menghadapi kendala yang serius bagi DKI Jakarta. Hingga kini hanya sebagian kecil

wilayah DKI Jakarta yang terlayani oleh sistem dan jaringan pengelolaan air kotor yang

dilaksanakan secara parsial. Hal ini jelas akan meningkatkan potensi pencemaran tanah

dan air. Pada akhirnya akan makin sulit untuk memanfaatkan air permukaan sebagai

sumber air baku air bersih.

Dalam hal pelayanan pembuangan sampah di DKI Jakarta tercatat relatif memadai,

meskipun tercatat masih sekitar 15% yang belum tertangani. Namun dengan jumlah

penduduk yang mencapai sekitar 10 juta dan perkiraan volume sampah 0,003 m3/jiwa/hari

maka jumlah sampah yang tidak tertangani akan mencapai sekitar 4.500 m3/hari.

Sementara itu, DKI Jakarta juga masih dihadapi kendala terkait ketersediaan lahan bagi

lokasi pembuangan sampah serta keterbatasan daya tampung dan maupun kecepatan

angkut sarana persampahan menuju TPA yang berada di luar DKI Jakarta. Masalah

Page 94: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 13

persampahan tidak tertangani ini merupakan salah satu penyebab berkurangnya

kapasitas drainase kota serta terjadinya pencemaran badan air di wilayah DKI Jakarta.

Sistem dan jaringan transportasi di DKI Jakarta juga belum seluruhnya terbangun dalam

struktur yang hirarkis, dimana sebagian jaringan jalan arteri belum terhubung satu

dengan lainnya dan didukung jaringan jalan kolektor dan jaringan jalan lokal yang

melayani pusat-pusat permukiman dan pusat kegiatan lokal. Sistem dan jaringan

transportasi juga masih menghadapi kendala dalam pembentukan sistem antar moda

transportasi yang terintegrasi guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan bagi

pergerakan lalu lintas. Ketersediaan prasarana angkutan massal yang terbatas dan belum

memadai juga menjadi salah satu permasalahan dalam pelayanan prasarana dan sarana

lalu lintas di DKI Jakarta.

Berdasarkan uraian diatas, ancaman yang akan timbul dari isu keterbatasan sarana dan

prasarana kota adalah:

a. permasalahan banjir akan makin sulit teratasi bahkan justru semakin meluas;

b. terjadi peningkatan pencemaran baik udara, air maupun tanah;

c. lingkungan kota secara menyeluruh menjadi kumuh;

d. peningkatan pencemaran di wilayah perairan teluk dan laut;

e. menurunnya keaneka ragaman hayati perairan teluk dan laut;

f. terhambatnya perkembangan sektor perekonomian.

3.5. Pencemaran

Teluk Jakarta merupakan muara dari 13 sungai yang menumpahkan airnya ke teluk ini

yang berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS) di hulunya. Sungai-sungai ini tidak saja

mengangkut limbah pencemar dari DKI Jakarta, tetapi juga dari daerah penyangga di

bagian hulunya yang melintasi wilayah adminsitrasi yang berbeda di Jawa Barat.

Air sungai yang mengalir ke Teluk Jakarta mengalirkan berbagai limbah yang

menimbulkan pencemaran berat di perairan ini. Bahan pencemar ini dapat berupa limbah

padat dan limbah cair. Limbah padat terutama berupa sampah rumah tangga dan

industri, merupakan pencemar yang sangat mengganggu fungsi lingkungan.

Diperikirakan sekitar 30% limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai yang akhirnya

mengalir ke laut dan mencemari pantai-pantai.

Page 95: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 14

Limbah padat selain yang dapat terurai (biodegradable) juga banyak yang terdiri dari

bahan yang sulit terurai (non biodegradable) di lingkungan seperti plastik, kaleng, gelas

dan sebagainya. Limbah padat ini tidak saja terdampar di pantai perairan Teluk Jakarta

tetapi juga terbawa hanyut oleh arus laut hingga terdampar dan mencemari banyak

pulau-pulau di Kepulauan Seribu.

Limbah cair banyak dihasilkan dari produk industri, diantaranya mengandung bahan

beracun dan berbahaya (B3) yang akhirnya dilepas ke sungai dan selanjutnya sampai ke

perairan Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu. Bahan pencemar logam berat seperti

merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), tembaga (Cu), seng (Zn) telah terdeteksi di

perairan Teluk Jakarta, tidak saja di badan air tetapi juga di sedimen. Tingginya

kandungan pencemar dalam air juga telah terbukti menyebabkan berbagai logam berat

terserap dan terakumulasi dalam tubuh biota air seperti ikan, kerang, krustasea, hingga

dapat mengancam kesehatan pada manusia lewat makanan laut (sea food).

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa perairan dengan tingkat pencemaran tertinggi

terdapat di bagian tengah Teluk Jakarta, terutama di depan Sungai Ciliwung, dan semakin

jauh ke utara tingkat pencemarannya semakin menurun. Nutrien yang dialirkan masuk ke

Teluk Jakarta juga ternyata dapat memicu terjadinya ledakan populasi fitoplankton (red

tide) yang mengkomsusi oksigen dalam jumlah yang sangat besar hingga mengakibatkan

perairan kehabisan oksigen (oxygen depletion) yang mengakibatkan beberapa kali

terjadinya kematian misal ikan di Teluk Jakarta.

Di perairan Kepulauan Seribu, dampak pencemaran dari Teluk Jakarta masih terdeteksi

meskipun makin jauh ke utara dampaknya semakin kecil. Meskipun demikian perairan

Kepulauan Seribu juga bisa terancam pencemaran dari kegiatan angkutan migas,

misalnya terjadinya damparan gumpalan minyak (tar ball) yang bersumber dari buangan

minyak mentah dari kapal tanker yang lewat, yang telah berulang kali mencemari pantai-

pantai Kepulauan Seribu.

Secara umum, dapat dirangkum dari uraian sebelumya bahwa pencemaran yang terjadi di

seluruh ekoregion Provinsi DKI Jakarta yang pada akhirnya berdampak pada pencemaran

perairan teluk dan laut antara lain disebabkan oleh:

Tingginya jumlah penduduk dan ketidak berhasilan DKI Jakarta dalam menekan

jumlah kelahiran dan jumlah urbanisasi (Riani, 2012). Mengingat jumlah manusia yang

tinggi mengakibatkan tingginya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan

manusia, sehingga alih fungsi lahan menjadi sangat tinggi, pertumbuhan kegiatan

Page 96: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 15

ekonomi untuk memenuhi semua keinginan dan kebutuhan manusia juga menjadi

sangat tinggi, sehingga melampaui daya dukung lingkungannya;

Kegiatan industri yang mulai dalam input dan dalam prosesnya seringkali memerlukan

bahan berbahaya dan beracun, baik sebagai bahan baku utama, bahan baku

tambahan, atau hanya sebagai katalisator;

Minimnya instalasi pengolah air limbah, baik dari kegiatan industri, kegiatan rumah

tangga dan kegiatan antropogenik lainnya;

Belum diterapkannya zerowaste sebagai kewajiban dari setiap kegiatan antropogenik;

Lemahnya pengawasan dari pihak yang berwajib terhadap kegiatan yang berpotensi

untuk terjadinya pencemaran, dan terhadap bahan pencemar serta masih longgarnya

kebijakan yang sudah dibuat oleh pihak pemerintah. Di lain pihak kesadaran

masyarakat akan perlunya melestarikan lingkungan dan mencegah terjadinya

pencemaran serta upaya untuk menurunkan pencemaran masih sangat rendah;

Berdasarkan uraian diatas, ancaman yang akan timbul dari isu pencemaran adalah:

a. makin meningkatnya tingkat pencemaran di perairan teluk dan laut;

b. makin punahnya keanekaragaman hayati perairan teluk dan laut;

c. menurunnya potensi keindahan alam dan kekayaan hayati yang mengganggu

perkembangan sektor pariwisata;

d. menurunnya potensi perikanan yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat

pendapatan masyarakat lokal.

3.6. Pengelolaan Potensi Bahari yang Belum Optimal

Ekoregion Laut Provinsi DKI Jakarta memiliki potensi yang cukup besar untuk

pengembangan sektor wisata bahari dan sektor perikanan. Saat ini kedua sektor tersebut

menjadi tumpuan bagi penghidupan masyarakat lokal. Meskipun pada kenyataannya,

sektor ekonomi yang sangat dominan di Kabupaten Kepulauan Seribu adalah

pertambangan. Namun sektor pertambangan ini tidak memberikan multiplier effect yang

berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.

Potensi pengembangan wisata bahari yang dimiliki ekoregion Laut DKI Jakarta antara lain

karena keberadaan ekosistem pantai, mangrove, lamun dan terumbu karang dengan

keanekaragaman hayati yang tinggi dan daya tarik kehidupan masyarakat lokal. Selain itu,

kedekatan jarak dan kemudahan akses ke tujuan wisata ke Teluk Jakarta dan Kepulauan

Seribu dari Jakarta juga merupakan nilai tambah sendiri.

Page 97: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 16

Kegiatan parisiwata bahari yang dapat dikembangkan di ekoregion laut ini antara lain

wisata alam pantai, wisata selam (snorkelling dan scuba), boating, memancing, Selain itu,

di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu dijumpai pula potensi pengembangan wisata yang

lebih khusus sifatnya misalnya wisata budaya dan pendidikan bahari (peninggalan sejarah

di Pulau Kelor, Pulau Onrust), wisata konservasi (Suaka Margasatwa Muara Angke, Suaka

Margsatwa Pulau Rambut, Cagar Alam Pulau Bokor, Cagar Alam Pulau Penjaliran,

penangkaran penyu Pulau Pramuka, penangkaran elang bondol Pulau Kotok).

Meskipun memiliki potensi yang cukup besar, kegiatan pariwisata di wilayah ini belum

dikelola dengan baik sehingga pemanfaatannya tidak optimal. Bahkan justru terjadi

dampak negative kegiatan pariwisata seperti terjadi penumpukan sampah, hilangnya

mangrove, rusaknya karang dan lainnya. Sementara dampak pariwisata pada

peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal juga belum terlihat secara nyata.

Kegiatan pariwisata yang dikembangkan di wilayah ini seyogyanya memenuhi prinsip

ekowisata bekelanjutan (sustainable ecotourism) yang pada dasarnya harus memenuhi

kriteria kelayakan secara ekonomi, tidak merusak lingkungan dan memberi manfaat serta

menghargai budaya masyarakat lokal. Pelaksanaan pengelolaan ekowisata menyangkut

aspek-aspek regulasi, operator, dan partisipasi masyarakat. Regulasi dikendalikan oleh

Pemerintah yang mengatur antara lain tentang tata ruang yang boleh dimanfaatkan,

serta ketentuan-ketentuan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan pariwisata secara

umum. Operator wisata dilaksanakan oleh perusahan wisata yang berkaitan dengan

promosi dan pelaksanaan kegiatan wisata, transportasi, penyediaan makanan dan

akomodasi, serta kunjungan ke objek wisata, sedangkan peran serta masyarakat antara

lain dapat dalam bentuk penyediaan jasa pemandu (guide), jasa kuliner, jasa transport

lokal dan pemondokan (home stay).

Sementara itu, potensi ekoregion laut DKI Jakarta untuk pengembangan sektor

perikanan juga belum dimanfaatkan secara optimal. Bahkan sudah mulai terjadi

pemanfaatan yang tidak bijaksana sehingga justru merusak atau menurunkan nilai

potensi perikanan yang dimiliki. Saat ini, sektor perikanan yang berkembang di ekoregion

laut DKI Jakarta menyangkut dua aspek utama yakni perikanan tangkap dan perikanan

budaya.

Perikanan tangkap di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu umumnya dilaksanakan oleh

nelayan kecil dengan menggunakan alat tangkap sederhana seperti payang, bagan,

pancing, dengan wilayah operasi (fishing ground) yang sangat terbatas. Perikanan

Page 98: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta III - 17

dengan alat tangkap yang merusak seperti penggunaan bom, racun potas, dan trawl

sekarang boleh dikatakan sudah tidak lagi diterapkan, meskipun mungkin belum tuntas

sepenuhnya.

Perikanan budi daya di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu antara lain menyangkut

budidaya kerang-kerangan dan budidaya ikan. Budidaya kerang hijau (Perna viridis) dan

kerang dara (Anadara granosa) banyak diusahakan oleh nelayan kecil di pantai Teluk

Jakarta. Meskipun budidaya kerang hijau diusahakan oleh banyak nelayan pantai Teluk

Jakarta, namun lingkungan perairannya yang tercemar berat membuat produksi kerang

berpotensi mengandung logam berat atau bahan berbahaya yang dapat menimbulkan

risiko terhadap kesehatan manusia. Meskipun kualitas perairan ini sudah tidak layak

untuk budidaya laut, dan telah jauh melampaui kriteria yang ditetapkan, namun belum

ada kontrol yang memadai, hingga upaya budidaya kerang hijau masih terus berlanjut.

Perikanan budidaya lainnya yang telah dikembangkan adalah budidaya ikan, seperti budi

daya kerapu di Pulau Lancang, yang diusahakan oleh perusahan industri perikanan.

Sektor perikanan ini masih menjadi mata pencaharian utama masyarakat lokal. Pada

kenyataannya, tingkat kesejahteraan masyarakat di ekoregion laut ini masih jauh di

bawah kesejahteraan masyarakat di ekoregion darat. Tingkat kemiskinan penduduk di

wilayah ini paling tinggi dibandingkan penduduk di wilayah darat. Hal ini menunjukkan

bahwa sektor perikanan belum mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan. Kondisi ini

dapat dipahami mengingat pengelolaan sektor perikanan di ekoregion ini masih

tradisional, belum banyak dikembangkan industri perikanan lanjutan yang berbasis

pemberdayaan masyarakat yang mampu menambah nilai ekonomi hasil perikanan.

Berdasarkan uraian diatas, ancaman yang akan timbul dari isu pencemaran adalah:

a. Kemiskinan makin bertambah yang menyebabkan makin rentannya penduduk di

ekoregion laut terhadap perubahan iklim dan bencana lainnya;

b. Makin punahnya keanekaragaman hayati karena pengelolaan SDA yang tidak

optimal.

Page 99: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 1

BAB IV

ARAHAN RENCANA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

4.1 Arahan RPPLH berdasarkan Ekoregion Darat

4.1.1 Pemanfaatan dan/atau Pencadangan Sumber Daya Alam Ekoregion Darat

Arahan RPPLH pada muatan pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam ini

dibuat sesuai dengan karakteristik ekoregion dan rencana pemanfaatan ruang yang

tertuang dalam RTRW DKI. Selain itu arahan juga diselaraskan dengan isu strategis yang

ada di DKI. Isu strategis dipilah menjadi empat, yaitu (a) kerawanan perubahan iklim, (b)

keterbatasan ketersediaan air bersih, (c) keterbatasan ketersediaan lahan, dan (d)

keterbatasan sarana-prasarana.

Pemanfaatan sumber daya alam di wilayah Provinsi DKI Jakarta sebagian besar

diperuntukan bagi pengembangan kawasan terbangun untuk kegiatan perkotaan

seperti permukiman; industri dan pergudangan; perdagangan dan jasa; serta

perkantoran. Pemanfaatan sumber daya alam untuk kegiatan tersebut di ekoregion

darat hanya direkomendasikan di ekoregion fluvio vulkanilk, fluvio marin, serta dataran

beting gisik dan lembah antar gisik serta pemanfaatan terbatas untuk di dataran rawa.

Sementara berdasarkan hasil kajian ekoregion dan kondisi eksisting lingkungan, sumber

daya alam di DKI Jakarta tidak memiliki potensi untuk pencadangan.

Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, saat ini wilayah DKI Jakarta dapat dikatakan tidak

memiliki sumber daya alam baik lahan maupun air yang statusnya sebagai cadangan

sumber daya alam. Bahkan sebaliknya, keterbatasan sumber daya alam baik lahan dan

air justru sudah menjadi isu strategis untuk wilayah ini. Oleh sebab itu, arahan

pemanfaatan sumber daya alam akan difokuskan pada arahan untuk memanfaatkan

sumber daya alam yang sudah terbatas itu dengan sebijaksana dan seoptimal mungkin

sehingga kualitasnya tetap lestari serta mampu mendukung pembangunan secara

berkelanjutan.

Page 100: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 2

Arahan pemanfaatan sumber daya alam meliputi arahan pemanfaatan untuk kawasan terbangun dan arahan pemanfaatan untuk kawasan tidak

terbangun. Kawasan terbangun berupa kawasan permukiman, kawasan perdagangan dan kawasan industri. Sementara kawasan tidak terbangun

meliputi kawasan pertanian. Secara lebih rinci, arahan pemanfaatan sumber daya alam untuk masing-masing peruntukan pada setiap ekoregion

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1.

Matriks Arahan RPPLH Terkait dengan Muatan “Pemanfaatan dan/atau Pencadangan Sumber Daya Alam” untuk Kawasan Terbangun

POLA RUANG (RTRW)

ISU STRATEGIS

RPPLH

EKOREGION

Dataran Pasang Surut Berlumpur

Dataran Beting-Gisik dan Swale

Dataran Fluvio-Marin

Dataran Rawa Dataran Banjir Dataran Fluvio-

Vulkanik

Kawasan terbangun

(Zona permukiman; industri & pergudangan; perkantoran, perdagangan & jasa)

Kerawanan perubahan iklim

Membangun sistem rumah panggung

Pengaturan ketinggian bangunan (Koefisien Lantai Bangunan/KLB) dan pembatasan pemanfaatan Ruang Bawah Tanah

Tidak disarankan menggunakan air tanah dangkal dan dalam

Pengaturan ketinggian bangunan (KLB) dan pembatasan pemanfaatan Ruang Bawah Tanah

Pembatasan penggunaan air tanah

Pemakaian air sumur dangkal dan dalam secara terbatas

Membangun sistem rumah panggung (dengan luas zona permukiman yang terbatas)

Tidak disarankan untuk:

a. zona industri dan pergudangan

b. zona perkantoran, perdagangan, dan jasa

Tidak disarankan menggunakan air tanah dangkal dan dalam

Tidak disarankan untuk:

a. Zona permukiman

b. Zona industri dan pergudangan

c. Zona perkantoran, perdagangan, dan jasa

Pembatasan pengambilan air tanah dalam

Membuat lubang resapan air untuk:

a. skala rumah tangga (misal : biopori, sumur resapan)

b. skala industri (misal : lubang biopori, kolam resapan)

c. skala perkantoran (misal : lubang biopori)

Page 101: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 3

POLA RUANG (RTRW)

ISU STRATEGIS

RPPLH

EKOREGION

Dataran Pasang Surut Berlumpur

Dataran Beting-Gisik dan Swale

Dataran Fluvio-Marin

Dataran Rawa Dataran Banjir Dataran Fluvio-

Vulkanik

Pemanfaatan sumberdaya air yang berlebih

Membuat sistem penampungan air hujan untuk keperluan non-air minum

Pemakaian air sumur dangkal secara terbatas

Pemakaian air sumur dangkal dan dalam secara terbatas

Membuat penampungan air hujan untuk keperluan non-air minum

Tidak disarankan untuk:

a. zona industri dan pergudangan

b. zona perkantoran, perdagangan, dan jasa

Tidak disarankan untuk:

a. Zona permukiman

b. Zona industri dan pergudangan

c. Zona perkantoran, perdagangan, dan jasa

Pemakaian air sumur dangkal dan dalam secara terbatas

Membuat lubang resapan air untuk:

a. skala rumah tangga (misal : biopori, sumur resapan)

b. skala industri (misal : lubang biopori, kolam resapan)

c. skala perkantoran (misal : lubang biopori)

Keterbatasan ketersediaan lahan

Pembangunan permukiman, industri dan pergudangan dan serta perkantoran secara vertikal

Pengaturan ketinggian bangunan (KLB) dan pembatasan pemanfaatan Ruang Bawah Tanah

Pembangunan permukiman, industri dan pergudangan dan serta perkantoran secara vertikal

Pengaturan ketinggian bangunan (KLB) dan pembatasan pemanfaatan Ruang Bawah Tanah

Pembangunan permukiman, industri dan pergudangan dan serta perkantoran secara vertikal

Pengaturan ketinggian bangunan (KLB) dan pembatasan pemanfaatan Ruang Bawah Tanah

Pengaturan ketinggian bangunan (KLB) dan pembatasan pemanfaatan Ruang Bawah Tanah

Tidak disarankan untuk:

a. zona industri dan pergudangan

Tidak disarankan untuk:

a. Zona permukiman

b. Zona industri dan pergudangan

c. Zona perkantoran, perdagangan, dan jasa

Pembangunan permukiman, industri dan pergudangan dan serta perkantoran secara vertikal

Pengaturan Koefisien Dasar bangunan (KDB) rendah dan Koefisien Dasar Hijau (KDH) tinggi

Pengaturan ketinggian bangunan (KLB) dan pembatasan pemanfaatan Ruang

Page 102: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 4

POLA RUANG (RTRW)

ISU STRATEGIS

RPPLH

EKOREGION

Dataran Pasang Surut Berlumpur

Dataran Beting-Gisik dan Swale

Dataran Fluvio-Marin

Dataran Rawa Dataran Banjir Dataran Fluvio-

Vulkanik

b. zona perkantoran, perdagangan, dan jasa

Bawah Tanah

Pengaturan Koefisen Basement

Keterbatasan sarana-prasarana kota

Pembangunan sarana-prasarana di atas elevasi air pasang maksimum rata-rata

Pembangunan sarana-prasarana yang memperhatikan aspek resapan air

Pembangunan sarana-prasarana yang memperhatikan aspek banjir

Pembangunan sarana-prasarana yang memperhatikan aspek banjir

Tidak disarankan untuk:

a. zona industri dan pergudangan

b. zona perkantoran, perdagangan, dan jasa

Tidak disarankan untuk:

a. Zona permukiman

b. Zona industri dan pergudangan

c. Zona perkantoran, perdagangan, dan jasa

Pembangunan sarana-prasarana yang memperhatikan aspek resapan air

Page 103: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 5

Tabel 4.2.

Matriks Arahan RPPLH Terkait dengan Muatan “Pemanfaatan dan/atau Pencadangan Sumber Daya Alam” untuk Kawasan Tidak Terbangun

POLA RUANG (RTRW)

ISU STRATEGIS

RPPLH

EKOREGION

Dataran Pasang Surut Berlumpur

Dataran Beting-Gisik & Swale

Dataran Fluvio-Marin Dataran Rawa Dataran

Banjir Dataran Fluvio-

Vulkanik

Kawasan tidak terbangun (Zona Pertanian)

Kerawanan perubahan iklim

Lahan budidaya pasang surut (tambak) disertai pembuatan tanggul di atas rata-rata elevasi air maksimum (banjir)

Hotikultura di bagian beting-gisik (beachridges) dan tanaman pangan (padi) di bagian swale yang dukung oleh sistem penanggulangan terhadap banjir atau kekeringan.

Lahan budidaya perikanan darat dan budidaya tanaman pangan/hortikultura yang memperhatikan aspek mitigasi perubahan iklim (misal : membuat pematang dengan ketinggian di atas rata-rata elevasi air banjir atau pembuatan sumur dangkal untuk antisipasi musim kering)

Tidak disarankan untuk zona pertanian

Perlu konservasi terhadap jenis-jenis ikan rawa yang dapat dimanfaatkan namun secara terbatas dan dengan penangkapan secara tradisional

Tidak disarankan untuk zona pertanian

Pembuatan lubang resapan air (misal : lubang biopori) pada lahan budidaya tanaman pangan dan hortikultura

Pemanfaatan sumberdaya air yang berlebih

Tambak dibuat sesuai dengan kondisi ekologi dan dikelola secara tradisional

Pemakaian air permukaan lebih diprioritaskan, baik untuk Hotikultura di bagian beting-gisik (beachridges) maupun tanaman pangan (padi) di bagian swale

Memprioritaskan pemakaian air permukaan dengan peningkatan fungsi irigasi

Tidak disarankan untuk zona pertanian

Tidak disarankan untuk zona pertanian

Memprioritaskan pemakaian air permukaan dengan peningkatan fungsi irigasi

Membuat area resapan air (misal : lubang biopori)

Keterbatasan ketersediaan lahan

Tambak dibuat sesuai dengan kondisi ekologi dan dikelola secara tradisional

Usaha penanaman hotikultura pada suatu wadah atau sistem hidrofonik

Usaha penanaman hotikultura pada suatu wadah atau sistem hidrofonik

Tidak disarankan untuk zona pertanian

Tidak disarankan untuk zona pertanian

Memanfaatkan lahan pekarangan untuk hortikultura

Page 104: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 6

POLA RUANG (RTRW)

ISU STRATEGIS

RPPLH

EKOREGION

Dataran Pasang Surut Berlumpur

Dataran Beting-Gisik & Swale

Dataran Fluvio-Marin Dataran Rawa Dataran

Banjir Dataran Fluvio-

Vulkanik

Keterbatasan sarana-prasarana kota

Membangun atau merawat sistem transpotasi untuk pertanian tambak

Membangun atau merawat sistem irigasi

Membangun/ merawat sistem transpotasi untuk pertanian

Membangun atau merawat sistem irigasi

Membangun atau merawat sistem transpotasi untuk pertanian

Tidak disarankan untuk zona pertanian

Tidak disarankan untuk zona pertanian

Membangun atau merawat sistem irigasi

Membangun/ merawat sistem transpotasi untuk pertanian

Page 105: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 7

Berdasarkan tabel 4.1. di atas terlihat bahwa arahan RPPLH untuk pemanfaatan

dan/atau pencadangan sumber daya alam cukup beragam sesuai dengan

keragaman ekoregion. Namun secara umum polanya tampak bahwa pada daerah

hulu (dataran fluvio-vulkanik) perlu memperhatikan pembuatan resapan air,

sebaliknya untuk daerah hilir (dataran pasut, beting-gisik dan swale, dataran

fluvio-marin, dan dataran rawa) perlu memperhatikan dinamika elevasi

permukaan air (banjir, rob) dan konservasi air tanah. Adapun pembangunan

rumah secara vertikal beserta pengaturan KLB (koefisien lantai bangunan) dan

pembatasan pemanfaatan ruang bawah tanah perlu diperhatikan pada semua

ekoregion. Dataran banjir merupakan satu-satunya ekoregion yang tidak

disarankan untuk dijadikan zona permukiman, perdagangan maupun industri,

sedangkan pada dataran rawa pemakaiannya sangat dibatasi agar tidak merusak

ekosistem rawa.

Sementara itu, arahan RPPLH terkait dengan muatan “pemanfaatan dan/atau

pencadangan sumber daya alam” untuk kawasan tidak terbangun juga cukup

beragam sesuai dengan keragaman ekoregion. Namun pola secara umum yang

terlihat adalah bahwa pada daerah hulu (dataran fluvio-vulkanik) lebih

diprioritaskan pada aspek konservasi air tanah dan pemakaian air permukaan

melalui perawatan/pembangunan saluran irigasi, sedangkan untuk daerah hilir

(dataran pasut, beting-gisik & swale, dataran fluvio-marin) perlu memperhatikan

aspek pemanfaatan dan adaptasi/mitigasi terhadap banjir dan kekeringan. Dataran

banjir dan dataran rawa merupakan ekoregion yang tidak disarankan untuk

dijadikan sebagai zona pertanian.

Page 106: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 8

4.1.2 Pemeliharaan dan Perlindungan Kualitas dan/atau Fungsi Lingkungan Hidup Ekoregion Darat

Muatan terkait pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup di wilayah Provinsi DKI Jakarta menjadi arahan RPPLH

untuk zona kawasan lindung dan kawasan hijau budidaya serta dibuat sesuai dengan karakteristik ekoregion. Secara lebih rinci, arahan

pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup untuk masing-masing peruntukan pada setiap ekoregion adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.3.

Matriks Arahan RPPLH Terkait dengan Muatan “Pemeliharaan dan Perlindungan Kualitas dan/atau Fungsi Lingkungan Hidup” untuk Zona Kawasan Lindung dan Kawasan Hijau Budidaya

POLA RUANG (RTRW)

ISU STRATEGIS

RPPLH

EKOREGION

Dataran Pasang Surut Berlumpur

Dataran Beting-Gisik & Swale

Dataran Fluvio-Marin

Dataran Rawa Dataran Banjir Dataran Fluvio-

Vulkanik

Zona Kawasan Lindung

Zona kawasan hijau budidaya

Kerawanan perubahan iklim

Rehabilitasi atau reboisasi vegetasi dan fauna yang sesuai dengan karakter bentuk lahan (landform) atau lingkungan

Pemilihan jenis vegetasi yang memiliki perakaran dan tajuk yang memiliki kapasitas pemanenan air hujan tinggi

Pemilihan jenis vegetasi yang memiiki kemampuan menyerap polusi udara tinggi

Membuat sumur resapan guna meningkatkan resapan air

Pemanfaatan sumberdaya air yang berlebih

Penanaman vegetasi yang sesuai dengan karakter bentuk lahan (landform) atau lingkungan

Pemilihan jenis vegetasi yang memiliki perakaran dan tajuk yang memiliki kapasitas pemanenan air hujan tinggi

Membuat sumur resapan guna meningkatkan resapan air

Membatasi penggunaan hard material yang bersifat masif

Keterbatasan ketersediaan lahan

Penanaman vegetasi pada lahan yang tersedia sesuai dengan karakter bentuk lahan (landform) atau lingkungan

Penetapan zona kawasan hijau budidaya sebagai kawasan lindung sehingga dapat mengendalian alih fungsi lahan

Penetapan ecoregion dataran banjir sebagai kawasan lindung

Page 107: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 9

POLA RUANG (RTRW)

ISU STRATEGIS

RPPLH

EKOREGION

Dataran Pasang Surut Berlumpur

Dataran Beting-Gisik & Swale

Dataran Fluvio-Marin

Dataran Rawa Dataran Banjir Dataran Fluvio-

Vulkanik

Pemanfataan ruang pada zona Kawasan Lindung dan Zona Kawasan Hijau Budidaya untuk kepentingan wisata alam, pendidikan dan penelitian serta interaksi social masyarakat

Keterbatasan sarana-prasarana kota

Penanaman vegetasi yang sesuai dengan karakter bentuk lahan (landform) atau lingkungan

Untuk zona kawasan hijau budidaya: Membuat taman kota dengan vegetasi yang sesuai dengan karakter bentuk lahan (landform) atau lingkungan

Pemanfataan ruang pada zona Kawasan Lindung dan Zona Kawasan Hijau Budidaya untuk kepentingan wisata alam, pendidikan dan penelitian serta interaksi social masyarakat

Page 108: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 10

Berdasarkan Tabel 4.3. di atas terlihat bahwa arahan RPPLH terkait muatan

Pemeliharaan dan Perlindungan Kualitas dan/atau Fungsi Lingkungan Hidup hampir

sama untuk setiap ekoregion. Untuk zona kawasan lindung arahan lebih kepada

tujuan konservasi dan rehabilitasi terhadap ekosistem yang perlu dipertahankan

atau yang telah mengalami kerusakan. Pola arahan ini lebih mementingkan kepada

rehabilitasi, baik flora dan fauna, yang sesuai dengan karakteristik bentuk lahan

(landforms) di setiap ekoregion. Bentuk lahan merupakan satuan-satuan kecil

lahan yang mempunyai sifat homogen dari ekoregion dan yang menyusun bentang

lahan (landscape) dari sisi lingkungan abiotik. Dengan melihat kesesuaian ini, maka

diharapkan dapat membangun kembali suatu habitat yang sangat diperlukan bagi

ekosistem, sehingga dapat mengembalikan fungsi lingkungan hidup.

Sementara, untuk zona kawasan hijau budidaya arahan lebih ditekankan kepada

tujuan mengurangi tingkat polusi dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup

melalui tindakan konservasi atau rehabilitasi terhadap ekosistem yang ada atau

yang telah mengalami kerusakan. Dengan pola arahan ini diharapkan dapat

memelihara dan melindungi fungsi lingkungan hidup.

4.1.3 Pengendalian, Pemantauan, serta Pendayagunaan dan Pelestarian Sumber Daya

Alam Ekoregion Darat

Arahan pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber

daya alam di wilayah Provinsi DKI Jakarta sebagian besar diperuntukkan bagi

pengembangan kawasan terbangun untuk kegiatan perkotaan seperti

permukiman; industri dan pergudangan; perdagangan dan jasa; serta perkantoran

maupun untuk pengembangan kawasan tidak terbangun, yaitu pertanian.

Secara lebih rinci, arahan pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan

pelestarian sumber daya alam untuk masing-masing peruntukan pada setiap

ekoregion adalah sebagai berikut:

Page 109: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 11

Tabel 4.4.

Matriks Arahan RPPLH Terkait dengan Muatan “Pengendalian, Pemantauan, serta Pendayagunaan dan Pelestarian Sumber Daya Alam”

ISU STRATEGIS

RPPLH

EKOREGION

Dataran Pasang Surut Berlumpur

Dataran Beting-Gisik dan Swale

Dataran Fluvio-Marin

Dataran Rawa Dataran Banjir Dataran Fluvio-Vulkanik

Kerawanan perubahan iklim

Penyusunan Peraturan Zonasi yang berdasarkan daya dukung lingkungan

Penerapan system perijinan IMB sesuai ketentuan

Pemantauan terhadap pemanfaatan ruang hijau dalam kavling bangunan dan bangunannya

Penerapan perijinan pemanfaatan air tanah dan membangun sistem pemantauan terhadap pemakaian air tanah

Tidak memberikan ijin pengambilan air tanah oleh industry untuk proses produksi

Menjaga kapasitas tampung drainase permukiman melalui sistem pembersihan dan/pengerukan

Membangun sistem pemantauan terhadap kualitas tanggul

Penerapan system perijinan IMB permukiman sesuai ketentuan

Pemantauan terhadap pemanfaatan ruang hijau dalam kavling bangunan dan bangunannya

Menetapkan alokasi untuk ruang terbuka biru (rawa) dan ruang terbuka hijau (vegetasi rawa)

Tidak memberikan ijin pengambilan air tanah

Tidak disarankan untuk zona:

a. permukiman

b. industri dan pergudangan

c. perkantoran, perdagangan, dan jasa

d. pertanian

Penetapan kawasan sebagai kawasan lindung dan dijadikan hutan kota

Penerapan system perijinan IMB sesuai ketentuan

Pemantauan terhadap pemanfaatan ruang hijau dalam kavling bangunan dan bangunannya

Pembangunan titik-titik resapan air (misal : lubang biopori, sumur resapan)

Membangun sistem pemantauan terhadap pemakaian air tanah

Pemanfaatan sumberdaya air yang berlebih

Membangun sistem supply air minum dari Perusahaan Air Minum (PAM)

Membuat penampungan air hujan untuk keperluan non-air minum

Membangun sistem pemantauan terhadap pemakaian air tanah

Membangun sistem supply air minum dari Perusahaan Air Minum (PAM)

Membangun sistem pemantauan terhadap pemakaian air tanah

Keterbatasan ketersediaan lahan

Pembatasan perkembangan kegiatan yang intensif pemanfaatan sumber daya alam

Penyusunan Peraturan Zonasi yang berdasarkan daya dukung lingkungan

Pembatasan perkembangan kegiatan perumahan

Pengaturan peraturan zonasi antara lain Koefisien Dasar Bangunan (KDB) rendah dan Koefisien Dasar Hijau (KDH) tinggi dan Pengaturan Koef . Basement

Page 110: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 12

ISU STRATEGIS

RPPLH

EKOREGION

Dataran Pasang Surut Berlumpur

Dataran Beting-Gisik dan Swale

Dataran Fluvio-Marin

Dataran Rawa Dataran Banjir Dataran Fluvio-Vulkanik

Penerapan system perijinan IMB sesuai ketentuan

Pemantauan terhadap pemanfaatan ruang hijau dalam kavling bangunan

Penyusunan Peraturan Zonasi yang berdasarkan daya dukung lingkungan

Penerapan system perijinan IMB sesuai ketentuan

Penerapan system perijinan IMB sesuai ketentuan

Pemantauan terhadap pemanfaatan ruang hijau dalam kavling bangunan

Keterbatasan sarana-prasarana kota

Membangun sistem drainase, tanggul banjir, instalasi pengolahan air limbah (IPAL), sistem pengelolaan sampah dan transportasi

Membuat sistem transpotasi publik yang efisien

Catatan: perlu dilakukan pemantauan pencemaran secara periodik

Page 111: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 13

Berdasarkan Tabel 4.4. di atas terlihat pula bahwa arahan RPPLH untuk pengendalian,

pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam cukup beragam sesuai

dengan keragaman ekoregion. Berikut adalah ringkasannya:

1. Pada daerah hulu (dataran fluvio-vulkanik), arahan pengendalian, pemantauan, serta

pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam berupa:

Pembangunan sistem konservasi/resapan air,

Prioritas pemakaian air permukaan (atau air PAM),

Pemantauan peraturan dimensi bangunan (KDB, KDH), dan

Penegakkan sistem penanganan limbah cair dan sampah.

2. Pada daerah hilir (dataran pasang surut berlumpur, dataran beting-gisik dan lembah antar

gisik, dataran fluvio-marin dan dataran rawa) arahan lebih menitikberatkan kepada:

adaptasi terhadap dinamika elevasi permukaan air (banjir, rob),

konservasi air tanah, pengelolaan limbah dan sampah,

pengaturan dimensi bangunan, serta

3. Dataran banjir merupakan satu-satunya ekoregion yang tidak disarankan untuk dijadikan

zona permukiman, zona industri dan pergudangan, zona perkantoran, perdagangan, dan

jasa,

4. Dataran rawa perlu dibuat menjadi zona ruang terbuka biru dan hijau untuk pelestarian

ekosistem rawa.

Selain itu, arahan RPPLH untuk pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan

pelestarian sumber daya alam juga mengarahkan perlunya membangun sistem pemantauan dan

pengendalian terhadap pemakaian air tanah terutama di di daerah hulu (dataran fluvio-vulkanik)

sedangkan di daerah hilir (dataran pasut, beting-gisik & swale, dataran fluvio-marin),

membangun sistem pemantauan dan pengendalian ancaman banjir dan kekeringan, serta

membangun sistem pemantauan dan pengendalian terhadap pemanfaatan lahan. Adapun untuk

penegakan hukum terhadap larangan konversi lahan dan pemberian insentif bagi yang orang

mempertahankan lahan pertanian berlaku di semua ekoregion; begitu pula untuk pemenuhan

kebutuhan sarana-prasarana pertanian. Dataran banjir dan dataran rawa merupakan ekoregion

yang tidak disarankan untuk dijadikan zona pertanian meskipun pelestarian ikan rawa perlu

digalakkan.

Page 112: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 14

4.2. Arahan RPPLH berdasarkan Ekoregion Laut

Arahan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Ekoregion Laut

Provinsi DKI Jakarta terdapat isu strategis RPPLH wilayah laut yaitu:

a. Kerawanan Perubahan Iklim;

b. Pemanfaatan Sumberdaya Alam yang berlebih;

c. Keterbatasan Ketersediaan Lahan;

d. Keterbatasan Sarana dan Prasarana;

e. Pencemaran; dan

f. Pengelolaan potensi bahari yang belum optimal.

Gugusan Kepulauan Seribu merupakan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil. Merujuk dari

Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil mengatur pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil melalui melalui

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), yang bersifat spasial.

Dijelaskan dalam Pasal 1 UU No 27 Tahun 2007 bahwa Rencana Zonasi adalah rencana

yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai

dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat

kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan lain yang hanya

dapat dilakukan setelah memperoleh izin.

Dalam ekoregion laut, isu strategis RPPLH dibedakan berdasarkan dari pembagian alokasi

menurut Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil yang menurut Pasal 10 dan

Pasal 11 UU No. 27 Tahun 2007, pengalokasian ruang dalam RZWP3K terbagi untuk

Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan Strategis Nasional

Tertentu, dan Alur Laut. Dari penjelasan pasal ini, disebutkan bahwa Kawasan

Pemanfaatan Umum disetarakan dengan Kawasan Budidaya dalam RTRW dan Kawasan

Konservasi dengan Kawasan Lindung. Adapun alur laut merupakan perairan yang

dimanfaatkan untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut,

sedangkan Kawasan Strategis Nasional Tertentu ditetapkan dengan memperhatikan

beberapa kriteria seperti batas maritim kedaulatan negara dan situs warisan dunia.

Sementara seperti yang disebutkan di atas, untuk wilayah perairan, RZWP3K berposisi

sebagai dokumen pengelolaan tersendiri yang memuat alokasi detail dari kawasan laut

sesuai kebutuhan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil.

Page 113: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 15

4.2.1. Pemanfaatan dan/atau Pencadangan Sumber Daya Alam Ekoregion Laut

Arahan pemanfaatan dan/atau pencadangan sumberdaya alam ekoregion laut akan

berkaitan dengan isu-isu strategis adalah sebagai berikut:

a. Kerawanan Terhadap Perubahan Iklim

Secara umum, semua ekoregion dapat dimanfaatkan, namun perlu

mempertimbangkan emisi GRK yang dihasilkan dari kegiatan pemanfaaatan

tersebut. Selain itu perlu pula mengadopsi penggunaan teknologi zero waste.

Arahan untuk adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim cukup beragam

sesuai dengan lokasi ekoregion lautnya. Namun pola yang tampak secara umum

adalah pada ekoregion laut 6.3.1. sebagai zona non aktivitas dengan ditanaminya

tanaman mangrove sebagai buffer untuk mitigasi bencana sebagai benteng alam,

dan penguatan pembangunan infrastruktur dikhususkan di ekoregion laut 6.3.2.,

6.3.3., 6.3.4. dan 6.2.2. yang merupakan area dengan karakteristik pulau

berpenghuni. Bahkan lebih dari sekedar pembangunan fisik sebagai bagian dari

infrastruktur mitigasi bencana, juga diterapkan jalur evakuasi, munster place dan

early warning system apabila suatu waktu terjadi bencana alam.

Page 114: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 16

Tabel 4.5.

Matriks Arahan RPPLH dalam Ekoregion Laut Berdasar Region (Spasial) Laut DKI Jakarta terkait dengan Isu Kerawanan terhadap Perubahan Iklim

Alokasi RZWP3K EKOREGION

E.L. 6.3.1 E.L. 6.3.2 E.L. 6.3.3 E.L. 6.3.4 E.L. 6.2.2

Kawasan Pemanfaatan Umum:

Semua ekoregion dapat dimanfaatkan, namun harus memperhatikan emisi GRK yang dihasilkan dari kegiatan, pemanfaatan tersebut dan harus mengadopsi teknologi zerowaste

Lahan hijauan tanaman mangrove sebagai daerah buffer dan banteng alam untuk mencegah badai dan banjir rob;

Area konservasi yang diperuntukkan sebagai ekoturisme dan laboratorium alam untuk penelitian;

Membangun kesadaran masyarakat pesisir untuk tanggap bencana badai dan banjir rob;

Sebagai daerah no take zone, yang artinya tidak dipernakan sebagai peruntukkan budidaya dikarenakan merupakan zona hyper euthrification.

Peningkatan kesadaran masyarakat dalam : Rehabilitasi mangrove, Rehabilitasi lamun dan Rehablitiasi karang;

Pelatihan dan bina kesadaran terhadap masyarakat di EL 6.3.2. dalam siaga terhadap bencana akibat perubahan iklim;

Terdapatnya zona evakuasi disetiap pulau yang berpenghuni;

Terdapat early warning systems sebagai alarm tanggap bencana;

Penguatan pembangunan dan pengembangan infrastruktur terhadap bencana, seperti tanggul ataupun talud di sekitar pulau.

Penanaman mangrove dan rahabilitasi terumbu karang di sekitar pulau

Pembangunan infrastruktur penghalau ombak;

Pembuatan jalur evakuasi bencana;

Pembuatan munster place (tempat berkumpul bersama) untuk wisatawan dan masyarakat;

Pembuatan shelter bencana

Pelatihan dan pembuatan pos sebagai bentuk masyarakat tanggap bencana.

Terdapat early warning systems sebagai alarm tanggap bencana

Penanaman mangrove dan rahabilitasi terumbu karang dan lamun di sekitar pulau

Pembangunan infrastruktur penghalau ombak;

Pembuatan jalur evakuasi bencana;

Pembuatan munster place (tempat berkumpul bersama) untuk wisatawan dan masyarakat;

Pembuatan shelter bencana

Pelatihan dan pembuatan pos sebagai bentuk masyarakat tanggap bencana.

Terdapat early warning systems sebagai alarm tanggap bencana

Pelatihan dan percontohan rumah tanggap bencana banjir rob dengan konsep rumah panggung

Penanaman mangrove di sekitar pulau

Pembangunan infrastruktur penghalau ombak;

Pembuatan jalur evakuasi bencana;

Pembuatan munster place (tempat berkumpul bersama) untuk masyarakat;

Pembuatan shelter bencana

Terdapat early warning systems sebagai alarm tanggap bencana

Page 115: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 17

Alokasi RZWP3K EKOREGION

E.L. 6.3.1 E.L. 6.3.2 E.L. 6.3.3 E.L. 6.3.4 E.L. 6.2.2

Kawasan Konservasi

Kawasan

Hanya pada zona pemanfaatan kawasan konservasi di Semua ekoregion yang dapat dimanfaatkan secara terbatas, dan kawasan konservasi harus mendukung penurunan emisi GRK

Area mangrove sebagai nursery grounds dan spawning grounds dan penetapan closed area

Pemantauan kondisi ekosistem secara periodik berbasis masyarakat melalui jaringan komunitas konservasi masyarakat kepulauan

Penguatan sektor kelembagaan masyarakat penjaga tiga potensial ekosistem perairan, yaitu mangrove, lamun dan terumbu karang;

Aturan lokal pulau atau perdesa mengenai tidak diperbolehkannya kegiatan mengebom karang, menggunakan potas dalam menangkap ikan dan mengambil karang untuk pondasi rumah

Adanya solusi alternative dalam pemanfaatan pasir laut dan batu karang sebagai material bangunan fisik.

Penguatan sektor kelembagaan masyarakat wisata penjaga tiga potensial ekosistem perairan, yaitu mangrove, lamun dan terumbu karang;

Pro terhadap konsep wisata berbasis kelanjutan ekosistem;

Terdapatnya marine sanctuary yang merupakan zona no take zone untuk aktivitas manusia, dianjurkan 10 persen luasan pesisir yang di dalamnya terdapat terumbu karang untuk no take zone area;

Penguatan basis eko turisme berbasis ekologi;

Pengaturan pembangungan infrastruktur terhadap cottage private

Pelarangan destructive fishing

Penguatan sektor kelembagaan masyarakat wisata penjaga tiga potensial ekosistem perairan, yaitu mangrove, lamun dan terumbu karang;

Pro terhadap konsep wisata berbasis kelanjutan ekosistem;

Terdapatnya marine sanctuary yang merupakan zona no take zone untuk aktivitas manusia, dianjurkan 10 persen luasan pesisir yang di dalamnya terdapat terumbu karang untuk no take zone area;

Penguatan basis eko turisme berbasis ekologi;

Pengaturan daya tampung wisatawan berdasar status kritis kawasan

Pelarangan destructive fishing

Ekowisata berbasis spot fishing dan diving

Penguatan kapasitas masyarakat penjaga mangrove;

Tidak diperbolehkannya penggunaan alat tangkap yang merusak terumbu karang

Page 116: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 18

Alokasi RZWP3K EKOREGION

E.L. 6.3.1 E.L. 6.3.2 E.L. 6.3.3 E.L. 6.3.4 E.L. 6.2.2

Kawasan Strategis Nasional Tertentu

Semua ekoregiondi kawasan ini diarahkan untuk mendukung pencegahan terjadinya perubahan iklim

Penetapan area 6.3.1. sebagai wilayah sejarah dan laboratorium alam untuk kajian pesisir dan kelautan;

Zona basis biru yang memfilter aktivitas daratan dan laut

Terdapatnya mercuar dan pos LANAL sebagai border terluar wilayah perairan DKI

Kawasan Alur

Kawasan alur di semua ekoregion tidak boleh dimanfaatkan untuk kegiatan lain dan harus mendukung emisi GRK yang minimal

Pemantauan kondisi ekosistem secara periodik mengenai pendataan transportasi kapal yang melewati wilayah pesisir teluk Jakarta

Terdapatnya zonasi wilayah perarian pulau yang merupakan zonasi alur migrasi ikan

Pusat pengembangan penelitian rehabilatasi karang, lamun dan mangrove;

Terdapatnya zonasi wilayah perarian pulau yang merupakan zonasi alur migrasi ikan

Pusat pengembangan penelitian rehabilatasi karang, lamun dan mangrove;

Terdapatnya zonasi wilayah perarian pulau yang merupakan zonasi alur migrasi ikan

Pusat pengembangan penelitian rehabilatasi karang, lamun dan mangrove;

Terdapatnya zonasi wilayah perarian pulau yang merupakan zonasi alur migrasi ikan

Page 117: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 19

b. Pemanfataan Sumberdaya yang Berlebih

Arahan untuk pemanfaatan sumber daya alam pesisir, kepulauan dan perikanan

lebih difokuskan pada wilayah ekoregion laut 6.3.2., 6.3.3. dan 6.3.4. yang

merupakan area fishing ground dengan ekosistem terumbu karang. Adanya aturan

mengenai jenis alat tangkap yang ramah lingkungan, membuat bank ikan dari

terumbu karang sebagai pencadangan sumber daya perikanan dan juga mengelola

sumberdaya perikanan dan pesisir di dalamnya termasuk buangan sampah maupun

limbah domestik dari rumah tangga.

Sementara, aturan mengenai pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan

berbasis masyarakat pun di arahkan di dalam ketiga ekoregion laut tersebut. Pada

ketiga ekoregion ini sangat dianjurkan pengelolaan lingkungan yang

mengedepankan keberlanjutan, lebih lebih zona tersebut sebagai zona pariwisata

berbasis masyarakat dan privat. Di dalam ekoregion laut 6.3.4. terdapat zona inti

dari TN Kepulauan Seribu. Untuk ekoregion laut 6.3.1. merupakan zona no take zone

untuk pemanfaatan perikanan. Zona ini merupakan zona yang mempunyai kadar

pencemaran tertinggi, dikarenakan letaknya sebagai muara di Teluk Jakarta.

Sedangkan untuk ekoregion laut 6.2.2. merupakan zona terjauh dari daratan Jakarta

dan merupakan region laut dalam. Sehingga pada zona tersebut diarahkan pola

pemanfaatan perikanan yang berbasis masyarakat dan mempunyai aturan

keberlanjutan dalam pengelolaan perikanan di wilayah tersebut.

Arahan pemanfataan dan/atau pencadangan terkait dengan isu strategis

pemanfaatan sumberdaya yang berlebih dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Page 118: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 20

Tabel 4.6.

Matriks Arahan RPPLH dalam Ekoregion Laut DKI Jakarta terkait dengan Isu Strategis Pemanfaatan Sumber Daya Alam Pesisir, Kepulauan dan Perikanan

Alokasi RZWP3K EKOREGION

EL 6.3.1. EL 6.3.2. EL 6.3.3. EL 6.3.4. EL 6.2.2.

Kawasan Pemanfaatan Umum

Semua sumberdaya ikan dan sumberdaya lainnya di ekoregion ini dapat dimanfaatkan secara lestari dengan didasarkan pada MSY dan MEY

Merupakan zona no take zone untuk perikanan tangkap dan budidaya

Sebagai zona pemnafaatan wisata edukasi di Pulau Kelor dan Pulau Onrust

Pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan MSY/ MEY

Pengaturan jenis dan ukuran alat tangkap serta jalur penangkapan ikan

Pengaturan perijinan penangkapan ikan

Pengaturan perijinan lokasi bagan tancap

Terdapatnya bank ikan seperti mangrove maupun terumbu karang yang tidak boleh dirusak

Pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan MSY/ MEY

Pengaturan jenis dan ukuran alat tangkap serta jalur penangkapan ikan

Pengaturan perijinan penangkapan ikan

Pengaturan perijinan lokasi bagan tancap

Terdapatnya bank ikan seperti mangrove maupun terumbu karang yang tidak boleh dirusak

Aturan tata ruang desa berkaitan dengan pembatasan bangunan infrastruktur wisata;

Efektivitas dan Efiensi terhadap incerator sampah

Pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan MSY/ MEY

Pengaturan jenis dan ukuran alat tangkap serta jalur penangkapan ikan

Pengaturan perijinan penangkapan ikan

Terdapatnya bank ikan seperti mangrove maupun terumbu karang yang tidak boleh dirusak

Aturan tata ruang desa berkaitan dengan pembatasan bangunan infrastruktur wisata;

Efektivitas dan Efiensi terhadap incerator sampah

Pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan MSY/ MEY

Pengaturan jenis dan ukuran alat tangkap serta jalur penangkapan ikan

Pengaturan perijinan penangkapan ikan

Terdapatnya bank ikan seperti mangrove maupun terumbu karang yang tidak boleh dirusak

Kawasan Konservasi

Zona pada kawasan konservasi yang boleh dimanfaatkan

Identifikasi dan penetapan closed area sebagai nursery grounds dan spawning grounds

Adanya TURF sebagai lokasi konservasi masyarakat yang ramah lingkungan;

Adanya TURF sebagai lokasi konservasi masyarakat yang ramah lingkungan;

Pelarangan adanya penggunaan alat tangkap perikanan yang merusak

Adanya TURF sebagai lokasi konservasi masyarakat yang ramah lingkungan;

Peningkatan peran swasta dalam optomalisasi pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil

Page 119: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 21

Alokasi RZWP3K EKOREGION

EL 6.3.1. EL 6.3.2. EL 6.3.3. EL 6.3.4. EL 6.2.2.

hanya pada zona pemanfaatan, sedangkan zona inti tidak boleh diganggu (terganggu) oleh kegiatan apapun.

peningkatan pemahaman dan kepedulian masyarakat pengguna wisata di EL 6.3.1.

Pemantauan kondisi ekosistem secara periodik

Pelarangan adanya penggunaan alat tangkap bubu yang merusak karang

Pemantauan kondisi ekosistem secara periodik

Penguatan aturan wisata berbasis ekologis

Pelarangan adanya penggunaan alat tangkap perikanan yang merusak

Penguatan aturan wisata berbasis ekologis

Aturan pola tangkap terhadap sumberdaya perikanan dan nelayan luar; dan

Pengutan TURF dan zonasi perikanan mayarakat

Kawasan Strategis Nasional Tertentu

Semua kawasan Strategis Nasional yang boleh dimanfaatkan secara lestari, dan harus betul-betul menjaga agar tidak terjadi pemanfaatan yang berlebih

Kawasan Alur

Semua kawasan alur tidak boleh digunakan untuk kegiatan selain alur dan tidak boleh mengganggu kegiatan alur dan harus mendukung agar tidak terjadi pemanfaatan yang berlebih

Page 120: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 22

c. Keterbatasan Ketersediaan Lahan

Arahan untuk terkait dengan muatan pemanfaatan sumber daya alam pesisir,

kepulauan dan perikanan difokuskan pada wilayah ekoregion laut 6.3.2., 6.3.3.,

6.3.4. dan 6.2.2. yang merupakan area wilayah berpenghuni sehingga aktifitas

manusia relatif tinggi terutama kebutuhan lahan akan pemukiman dan kegiatan

ekonomi lainnya seperti adanya pengembangan pariwisata kepulauan. Pada arahan

ini, difokuskan untuk mengatur mengenai adanya pembentukan tata ruang daerah

berkembang berbasis desa/kelurahan setempat. Kebutuhan lahan masyarakat di

pulau sangat vital, artinya ketersediaan lahan menjadikan ruang atau tempat untuk

penampung hasil dari kegiatan masyrakat seperti lahan untuk TPA. Sedangkan

untuk ekoregion laut 6.3.1. merupakan daerah yang diarahkan sebagai daerah yang

tidak boleh terdepat pembangunan, dikarenakan kondisi daya dukung

lingkungannya sudah tidak mencukupi guna mendukung kapasitas aktivitas

manusia. Di wilayah ekoregion laut 6.3.1. merupakan daerah wisata dan hutan

lindung.

Pada dasarnya, semua ekoregion mempunyai keterbatasan wilayah nursery ground,

feeding ground, dan spawning ground serta fishing ground (terutama bagi nelayan

tradisional) sehingga pemanfaatan sumberdaya harus benar-benar memperhatikan

prinsip pengelolaan lestari dan berdasarkan pada perhitungan MSY dan MEY. Di lain

pihak, semua ekoregion mempunyai keterbatasan dalam menyediakan lahan

konservasi yang dapat menjamin kelestarian sumberdaya perairan laut. Adanya

permasalahan keterbatasan lahan di ekoregion laut ini menjadikan kawasan ini akan

mengalami hambatan pengembangan untuk kawasan strategis nasional.

Demikian pula untuk pengembangan kawasan alur. Semua ekoregion mempunyai

kawasan alur baik yang sudah ditentukan maupun yang belum ditentukan, namun di

kawasan ekoregion laut 6.3.1 lahannya amat sangat terbatas sehingga rawan

menimbulkan berbagai konflik kepentingan, yang berujung pada terganggunya

lingkungan dan sumber daya hayati laut.

Page 121: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 23

Tabel 4.7.

Matriks Arahan RPPLH dalam Ekoregion Laut DKI Jakarta Terkait dengan Isu Keterbatasan Lahan

Alokasi RZWP3K

EKOREGION

EL 6.3.1. EL 6.3.2. EL 6.3.3. EL 6.3.4. EL 6.2.2.

Kawasan Pemanfaatan Umum

Pengaturan area tidak boleh ada pembangungan atau penambahan bangunan fisik

Merupakan area sebagai buffer dan sabuk hijau pesisir Jakarta

Pengaturan dan pengelolaan kolam budidaya kerapu

Pengaturan lokasi bagan apung

Adanya aturan tingkat desa (di dalam RPMJDes) tentang alokasi pembangunan terbatas;

Mengadopsi sistem rumah susun untuk pemukiman

Adanya aturan tingkat desa (di dalam RPMJDes) tentang alokasi pembangunan terbatas;

Mengadopsi sistem rumah susun untuk pemukiman

Mengadopsi sistem rumah susun untuk wisatawan

Adanya aturan tingkat desa (di dalam RPMJDes) tentang alokasi pembangunan terbatas;

Mengadopsi sistem rumah susun untuk pemukiman

Mengadopsi sistem rumah susun untuk wisatwan

Mengadopsi sistem rumah susun untuk pemukiman

Mengadopsi sistem rumah susun untuk pemukiman

Kawasan Konservasi

Perluasan lahan konservasi mangrove sebagai buffer dan pollutan trap, serta penjaga erosi dan badai.

Terdapatnya lahan hijau di setiap pulau

Perluasan lahan konservasi mangrove sebagai buffer dan pollutan trap, serta penjaga erosi dan badai.

Terdapatnya kawasan hijau disetiap pulau

Penanaman mangrove tersier untuk menyimpan kondisi air tawar

Perluasan lahan konservasi mangrove sebagai buffer dan pollutan trap, serta penjaga erosi dan badai.

Terdapatnya kawasan hijau disetiap pulau

Penanaman mangrove tersier untuk menyimpan kondisi air tawar

Perluasan lahan konservasi mangrove sebagai buffer dan pollutan trap, serta penjaga erosi dan badai.

Terdapatnya kawasan hijau disetiap pulau

Penanaman mangrove tersier untuk menyimpan kondisi air tawar

Perluasan lahan konservasi mangrove sebagai buffer dan pollutan trap, serta penjaga erosi dan badai.

Terdapatnya kawasan hijau disetiap pulau

Penanaman mangrove tersier untuk menyimpan kondisi air tawar

Kawasan Alur

Adanya sistem pembangunan terpadu sebagai basis kawasan alur tanpa merubah wajah ekologisnya

Terdapatnya area khusus untuk jalur pelayaran yang bebas dari resiko mencemari masyarakat dan alam

Terdapatnya area khusus untuk jalur pelayaran yang bebas dari resiko mencemari masyarakat dan alam

Terdapatnya area khusus untuk jalur pelayaran yang bebas dari resiko mencemari masyarakat dan alam

Terdapatnya area khusus untuk jalur pelayaran dan pipa minyak yang bebas dari resiko mencemari masyarakat dan alam

Page 122: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 24

d. Keterbatasan sarana dan prasarana kota

Semua ekoregion yang digunakan untuk pemanfaatan umum, mempunyai

keterbatasan sarana dan prasarana. Ketersediaan sarana dan prasarana paling

lengkap adalah di ekoregion ekoregion laut 6.3.1.

Untuk menjamin kualitas kehidupan masyarakat menjadi layak diperlukan

penyediaan sarana dan prasarana dasar. Penyediaan ini diharapkan juga dapat

mencegah terjadinya kerusakan alam karena faktor manusia. Namun penyediaan

sarana dan prasarana tersebut tidak boleh justru sampai mengakibatkan

terganggunya kelestarian lingkungan dan sumberdaya yang ada di dalamnya.

Demikian pula yang terjadi di kawasan konservasi yang ada di ekoregion ekoregion

laut 6.3.1 dan 6.3.4. Penyediaan sarana-prasarana tersebut tidak boleh sampai

mengganggu kelestarian lingkungan dan kelestarian sumberdaya hayati laut

Sarana dan prasarana untuk mendukung kawasan alur juga masih terbatas. Semua

ekoregion di wilayah DKI Jakarta mempunyai kawasan alur. Adanya keterbatasan

sarana dan prasarana tersebut berpotensi untuk memicu terjadinya konflik

kepentingan, yang dapat mengakibatkan terganggunya lingkungan dan sumber

daya hayati laut.

Arahan pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam terkait dengan isu

keterbatasan sarana dan prasarana adalah sebagai berikut:

Page 123: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 25

Tabel 4.8.

Matriks Arahan RPPLH Ekoregion Laut DKI Jakarta Terkait dengan Isu Keterbatasan Sarana dan Prasarana Kota

Alokasi RZWP3K

EKOREGION

EL 6.3.1. EL 6.3.2. EL 6.3.3. EL 6.3.4. EL 6.2.2.

Kawasan Pemanfaatan Umum

Peningkatan kapasitas pemantauan kondisi pesisir sebagai border antara ekosistem daratan dan pesisir;

Terdapatnya penampungan air hujan sebagai cadangan air tawar

Perlu ditertibkan masalah sampah wisatwan

Peningkatan kapasitas pengolahan sampah;

Terdapatnya penampungan air hujan sebagai cadangan air tawar

Terdapatnya akses lintas pulau regular yang menghubungkan akses aktivitas dan ekonomi masyarakat

Adanya sinergisitas area ekoregion 6.3.2. sebagai penyuplai ikan kepada wisatawan yang berkunjung

Terdapatnya distribusi pemasaran bibit mangrove hasil dari budidaya Pulau Lancang ke Pulau lainnya.

Peningkatan kapasitas pengolahan sampah;

Terdapatnya penampungan air hujan sebagai cadangan air tawar

Terdapatnya akses lintas pulau regular yang menghubungkan akses aktivitas dan ekonomi masyarakat

Terdapatnya lembaga pengelola wisata berbasis masyarakat

Penguatan jaringan antar pulau yang bergerak di konservasi

Penguatan aturan tatakelola berbasis masyarakat yang konsen terhadap konservasi dan keberlanjutan ekonomi masyarakat

Peningkatan kapasitas pengolahan sampah;

Terdapatnya penampungan air hujan sebagai cadangan air tawar

Terdapatnya akses lintas pulau regular yang menghubungkan akses aktivitas dan ekonomi masyarakat

Terdapatnya lembaga pengelola wisata berbasis masyarakat

Penguatan jaringan antar pulau yang bergerak di konservasi

Penguatan aturan tatakelola berbasis masyarakat yang konsen terhadap konservasi dan keberlanjutan ekonomi masyarakat

Peningkatan kapasitas pengolahan sampah;

Terdapatnya penampungan air hujan sebagai cadangan air tawar

Terdapatnya akses lintas pulau regular yang menghubungkan akses aktivitas dan ekonomi masyarakat

Terdapatnya lembaga pengelola wisata berbasis masyarakat

Penguatan jaringan antar pulau yang bergerak di konservasi

Penguatan aturan tatakelola berbasis masyarakat yang konsen terhadap konservasi dan keberlanjutan ekonomi masyarakat

Kawasan Konservasi

Adanya wadah kelembagaan masyarakat konservasi

Sebagai laboratorium penelitian ekologi

Adanya wadah kelembagaan masyarakat konservasi seperti masyarakat penjaga pantai

Adanya wadah kelembagaan masyarakat konservasi

Penguatan komunitas jaringan komunikasi antar pulau tentang konservasi

Adanya wadah kelembagaan masyarakat konservasi

Adanya wadah kelembagaan masyarakat konservasi

Page 124: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 26

Alokasi RZWP3K

EKOREGION

EL 6.3.1. EL 6.3.2. EL 6.3.3. EL 6.3.4. EL 6.2.2.

Penguatan komunitas jaringan komunikasi antar pulau tentang konservasi

Terbentuknya perdes konservasi terhadap aturan wisata, pemanfaatan ikan dan hak siapa saja yang boleh mengakses kawasan konservasi berbasis masyarakat

Terbentuknya perdes konservasi terhadap aturan wisata, pemanfaatan ikan dan hak siapa saja yang boleh mengakses kawasan konservasi berbasis masyarakat

Penguatan komunitas jaringan komunikasi antar pulau tentang konservasi

Terbentuknya perdes konservasi terhadap aturan wisata, pemanfaatan ikan dan hak siapa saja yang boleh mengakses kawasan konservasi berbasis masyarakat

Terdapat wadah kolaborasi antara TNKPS dengan masyarakat di EL 6.3.4.

Terdapatnya lembaga fasilitator CSR investor swasta pariwisata ekonomi masyarakat dan ekologi bagi lingkungan dan masyarakat

Penguatan komunitas jaringan komunikasi antar pulau tentang konservasi

Terbentuknya perdes konservasi terhadap aturan wisata, pemanfaatan ikan dan hak siapa saja yang boleh mengakses kawasan konservasi berbasis masyarakat

Terdapatnya CSR investor swasta pariwisata ekonomi masyarakat dan ekologi bagi lingkungan dan masyarakat

Terdapatnya lembaga fasilitator CSR CNOOC ekonomi masyarakat dan ekologi bagi lingkungan dan masyarakat

Kawasan Alur

Terdapatnya area khusus di pesisir Jakarta untuk alur pelayaran

Tidak diperbolehkan nelayan meng-”andong” kapal di EL 6.3.1.

Pemantauan kondisi ekosistem secara periodik

Pemantauan kondisi ekosistem secara periodik

Pemantauan kondisi ekosistem secara periodik

Pemantauan kondisi ekosistem secara periodik

Page 125: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 27

Berdasarkan Tabel 4.8. di atas, terlihat bahwa arahan untuk terkait dengan

keterbatasan sarana dan prasarana difokuskan pada wilayah ekoregion laut 6.3.2.,

6.3.3., 6.3.4. dan 6.2.2. yang merupakan area wilayah berpenghuni sehingga aktifitas

manusia relatif tinggi terutama kebutuhan lahan akan pemukiman dan kegiatan

ekonomi lainnya seperti adanya pengembangan pariwisata kepulauan. Pada arahan

ini, difokuskan untuk mengatur mengenai adanya pembentukan kelembagaan yang

mengelola tentang sumberdaya alam pesisir, perikanan dan kepulauan guna

menopang kebutuhan hidup masyarakat yang terdapat di kepulauan tersebut.

Sarana dan prasarana tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menunjang

kebutuhan ekonomi, usaha dan juga kelestarian lingkungan sekitarnya. Sinergisitas

dengan lembaga pengelola konservasi dibutuhkan untuk menumbuh kembangkan

kesadaran akan pentingnya menjaga alam berkaitan dengan sumberdaya pesisir,

perikanan dan kepulauan. Sedangkan untuk ekoregion laut 6.3.1. merupakan daerah

yang diarahkan sebagai daerah yang tidak boleh terdepat pembangunan,

dikarenakan kondisi daya dukung lingkungannya sudah tidak mencukupi guna

mendukung kapasitas aktivitas manusia. Di wilayah ekoregion laut 6.3.1. merupakan

daerah wisata dan hutan lindung yang digunakan sebagai area pemantauan dan

perlindungan sumber daya alam juga digunakan sebagai laboratorium alam

khususnya untuk penelitian penelitian mengenai pencemaran.

e. Pencemaran

Semua kawasan pemanfaatan umum rawan terjadi pencemaran akibat kegiatan

antropogenik, terutama ekoregion laut 6.3.1 (paling rawan) oleh kegiatan di darat

dari hulu hingga hilir, diikuti oleh ekoregion laut 6.2.2 oleh kegiatan penambangan

minyak dan alur kapal, dan ekoregion laut 6.3.4 oleh kegiatan wisata, sehingga

harus dilakukan pengelolaan terhadap bahan pencemar dari kegiatan antropogenik.

Demikian pula, pencemaran juga berpotensi terjadi di semua kawasan konservasi

laut. Walaupun merupakan kawasan yang dilindungi, namun tetap berpotensi

mengalami pencemaran akibat kegiatan antropogenik yang dilakukan di luar

kawasan. Potensi paling besar terjadi pada kawasan konservasi mangrove di

ekoregion laut 6.3.1 dengan pencemaran dari darat, sedang di ekoregion laut 6.3.4

oleh kegiatan wisata, kegiatan penambangan minyak dan alur kapal. Di kawasan

alur, pencemaran dapat mengakibatkan terganggunya kelestarian sumberdaya

hayati.

Page 126: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 28

Arahan pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam terkait dengan isu pencemaran di ekoregion laut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.9.

Matriks Arahan RPPLH Ekoregion Laut DKI Jakarta Terkait Isu Pencemaran

Alokasi RZWP3K

EKOREGION

EL 6.3.1. EL 6.3.2. EL 6.3.3. EL 6.3.4. EL 6.2.2.

Kawasan Pemanfaatan Umum

Sebagai daerah absorbs pengikatan logam berat melalui penanaman kerang hijau sebagai biofilter

peningkatan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap pencermaran sampah

Sebagai area mangrove untuk trap pollution

Terdapatnya jaring atau bangunan penghalau sampah kiriman dari daratan Jakarta

Tidak diperkenakannya penggunaan bahan kimia dalam menangkap ikan

Peningkatan kesadaran masyarakat dalam hal pencemaran sampah

Terdapatnya satgas yang mengurusi sampah disetiap pulau berpenghuni

Terdapatnya jaring atau bangunan penghalau sampah kiriman dari daratan Jakarta

Tidak diperkenakannya penggunaan bahan kimia dalam menangkap ikan

Peningkatan kesadaran masyarakat dalam hal pencemaran sampah

Terdapatnya satgas yang mengurusi sampah disetiap pulau berpenghuni

Adanya aturan bersama yang diakomodasi melalui perdes untuk program wisatawan bebas mencemar, beserta sanksi hukum bagi yang melanggar

Terdapatnya jaring atau bangunan penghalau sampah kiriman dari daratan Jakarta

Tidak diperkenakannya penggunaan bahan kimia dalam menangkap ikan

Peningkatan kesadaran masyarakat dalam hal pencemaran sampah

Terdapatnya satgas yang mengurusi sampah disetiap pulau berpenghuni

Adanya aturan bersama yang diakomodasi melalui perdes untuk program wisatawan bebas mencemar, beserta sanksi hukum bagi yang melanggar

Terdapatnya jaring atau bangunan penghalau sampah kiriman dari daratan Jakarta

Tidak diperkenakannya penggunaan bahan kimia dalam menangkap ikan

Peningkatan kesadaran masyarakat dalam hal pencemaran sampah

Terdapatnya satgas yang mengurusi sampah disetiap pulau berpenghuni

Adanya aturan bersama yang diakomodasi melalui perdes untuk program wisatawan bebas mencemar, beserta sanksi hukum bagi yang melanggar

Kawasan Konservasi

Di dalam kawasan cagar budaya tidak diperkenakan untuk mencemari lingkung, diakomodir melalui aturan wisata di Pulau Onrust dan Kelor

Tidak boleh menggunakan bahan kimia dalam pembudidayaan ikan

Terdapat aturan control penggunaan pellet untuk budidaya

Tersedianya demplot buangan limbah domestik, sehingga tidak bermuara ke laut

Aturan perdes yang melarang perusakan habitat terumbu karang, padang lamun,

Tersedianya demplot buangan limbah domestik, sehingga tidak bermuara ke laut

Aturan perdes yang melarang perusakan habitat terumbu karang, padang lamun, pengambilan pasir laut secara

Tidak boleh menggunakan bahan kimia dalam pembudidayaan ikan

Terdapat aturan control penggunaan pellet untuk budidaya

Page 127: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 29

Alokasi RZWP3K

EKOREGION

EL 6.3.1. EL 6.3.2. EL 6.3.3. EL 6.3.4. EL 6.2.2.

Dilarang untuk menebang pohon mangrove

Dilarang membuang sampah ke badan air yang bermuara ke laut

Tersedianya demplot buangan limah domestic, sehingga tidak bermuara ke laut

Aturan perdes yang melarang perusakan habitat terumbu karang, padang lamun, pengambilan pasir laut secara massif dan penebangan pohon mangrove

Terdapat aturan perdes untuk menjaga TURF atau marine sanctuary

pengambilan pasir laut secara massif dan penebangan pohon mangrove

Aturan perdes, setiap cottage atau homestay wajib menyediakan dan mengelola sampah dari wistawan yang menginap

Ada aturan wisatawan diving tidak merusak karang

Adanya peran serta dan control bagi pemandu wisata untuk membina wisatwan diving

Tidak dipernakan perahu atau kapal bertambat di daerah karang

massif dan penebangan pohon mangrove

Aturan perdes, setiap cottage atau homestay wajib menyediakan dan mengelola sampah dari wistawan yang menginap

Ada aturan wisatawan diving tidak merusak karang

Adanya peran serta dan control bagi pemandu wisata untuk membina wisatwan diving

Tidak dipernakan perahu atau kapal bertambat di daerah karang

Khusus untuk PT Fega Kultura wajib adanya penggunaan control pellet untuk kegiatan budidaya

Setiap resort swasta maupun pemerintah wajib mempunyai IPAL yang standar

Tersedianya demplot buangan limah domestic, sehingga tidak bermuara ke laut

Aturan perdes yang melarang perusakan habitat terumbu karang, padang lamun, pengambilan pasir laut secara massif dan penebangan pohon mangrove

Terdapat aturan perdes untuk menjaga TURF atau marine sanctuary

Terdapatnya lembaga fasilitator CSR CNOOC ekonomi masyarakat dan ekologi bagi lingkungan dan masyarakat

Kawasan Alur

Terdapat aturan strict liability bagi jasa angkutan atau perusahaan minyak yang mencemari lingkungan

Terdapat aturan strict liability bagi jasa angkutan atau perusahaan minyak yang mencemari lingkungan

Terdapat aturan strict liability bagi jasa angkutan atau perusahaan minyak yang mencemari lingkungan

Terdapat aturan strict liability bagi jasa angkutan atau perusahaan minyak yang mencemari lingkungan

Terdapat aturan strict liability bagi jasa angkutan atau perusahaan minyak yang mencemari lingkungan

Page 128: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 30

Berdasarkan Tabel 4.9. di atas, terlihat bahwa arahan untuk terkait dengan muatan

pengendalian, pemantauan serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam

pesisir, kepulauan dan perikanan difokuskan pada semua wilayah ekoregion laut yang

meliputi ekoregion laut 6.3.1., 6.3.2., 6.3.3., 6.3.4. dan 6.2.2. Pemantauan adanya

pencemaran menjadi isu yang sangat penting dan krusial untuk wilayah Kepulauan

Seribu dikarenakan karena terdapatnya masalah kiriman sampah dari daratan Jakarta.

Ekoregion laut 6.3.1. merupakan wilayah buffer yang ditanami mangrove dan

terdapatnya kultur kerang hijau sebagai biofilter pencemaran. Mengingat daerah

ekoregion laut 6.3.1. merupakan daerah hypertrophication maka tidak diperbolehkan

untuk aktivitas budidaya, dikarenakan pencemaran logam berat yang begitu tinggi.

Untuk wilayah ekoregion laut 6.3.2., 6.3.3., dan 6.3.4. yang merupakan area wilayah

berpenghuni sehingga aktifitas manusia relatif tinggi sehingga diterapkan pola dan

pengelolaan sampah yang ada di pulaunya, sertanya adanya aturan mengenai ketaatan

menjaga kebersihan pulau baik untuk masyarakat dan wisatawan terhadap sampah.

Selain itu juga aturan mengenai perlindungan dan pelestaraian mangrove serta

terumbu karang yang melindungi pulau disekitarnya. Sedangkan untuk ekoregion laut

6.2.2. membentuk kelembagaan penjagaan terhadap sumberdaya karang dengan pola

pengelolaan area perikanan berbasis masyarakat (marine sanctuary) dan membentuk

pola sinergisitas dengan lembaga pengelola konservasi dibutuhkan untuk menumbuh

kembangkan kesadaran akan pentingnya menjaga alam berkaitan dengan sumberdaya

pesisir, perikanan dan terdapat lembaga fasilitator CSR CNOOC ekonomi masyarakat

dan ekologi bagi lingkungan dan masyarakat.

f. Pengelolaan Potensi Bahari yang Belum Optimal

Arahan untuk pemanfaatan sumber daya pesisir, kelautan, perikanan dan kepulauan

yang difokuskan ke arahan pemanfaatan umum dan konservasi untuk ekoregion laut

6.3.1., 6.3.2., 6.3.3., 6.3.4. dan 6.2.2. Secara umum, pada kawasan pemanfaatan umum

seringkali didapati adanya pengelolaan potensi bahari yang belum optimal, sehingga

pemanfaatanya masih dibawah batas MSY dan MEY. Sementara itu, pada ekoregion

laut 6.3.2., 6.3.3., dan 6.3.4 sebagai wilayah yang dikembangkan untuk pariwisata

memiliki arahan pola pengelolaan yang hampir sama. Di ketiga lokasi ekoregion laut

tersebut merupakan daerah dengan pola region laut berkarang. Sedangkan untuk

wilayah ekoregion laut 6.3.4. sebagian wilayahnya adalah masuk kedalam wilayah

konservasi TN Kepuluan Seribu. Sedangkan untuk ekoregion laut 6.2.2. lebih

Page 129: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 31

difokuskan kepada penguatan di sektor kelembagaan untuk pengelolaan mangrove di

sekitar pulau dan penguatan sektor budidaya perikanan.

Arahan pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam terkait dengan isu

belum optimalnya pengelolaan potensi bahari adalah sebagai berikut:

Page 130: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 32

Tabel 4.10.

Matriks Arahan RPPLH Ekoregion Laut DKI Jakarta Terkait Isu Pengelolaan Potensi Bahari yang Belum Optimal

Alokasi RZWP3K EKOREGION

EL 6.3.1. EL 6.3.2. EL 6.3.3. EL 6.3.4. EL 6.2.2.

Kawasan Pemanfaatan Umum

Terdapatnya wadah pengelola ekowisata berbasis masyarakat

Incentive premium awards bagi pelaku pengelola lingkungan

Terdapatnya wadah pengelola ekowisata berbasis masyarakat

Terdapatnya koperasi simpan pinjam untuk nelayan

Penguatan dan pengembangan di sector pembudidaya kerapu dan mangrove

Incentive premium awards untuk guide wisata

Koperasi simpan pinjam nelayan wisata yang dikelola forum masyarakat pesisir

Adanya lembaga masyarakat pengelola terumbu karang dan wisata

Terdapatnya wadah pengelola ekowisata berbasis masyarakat

Terdapatnya koperasi simpan pinjam untuk nelayan

Penguatan dan pengembangan di sector pembudidaya kerapu dan mangrove

Terdapat aturan kawasan konservasi di EL 6.3.1. dan lembaga kolaborasi pemerintah, masyarakat dan pengguna kawasan

Terdapat kelembagaan masyarakat yang mengelola mangrove

Terdapat lembaga control, pemantau dan survallience kondisi ekosistem secara periodik

Terdapat kelembagaan masyarakat yang didukung oleh pemerintah daerah untuk menjada dan merehabilitasi karang, lamun dan mangrove;

Terdapat lembaga control, pemantau dan survallience kondisi ekosistem secara periodik

identifikasi dan Terdapat kelembagaan masyarakat yang mengelola mangrove

Terdapat lembaga control, pemantau dan survallience kondisi ekosistem secara periodik

Page 131: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 33

4.2.2. Pemeliharaan dan Perlindungan Kualitas dan/atau Fungsi Lingkungan Hidup

Ekoregion Laut

Arahan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di ekoregion laut sangat

fleksibel. Hal ini yang membedakan pola arahan dengan ekoregion yang ada di darat.

Wilayah region laut tidak ada batas yang jelas, seperti batas ekologi. Pembedaan

region yang ada di ekoregion laut 6.3. berdasar dari kedalaman dan potensi ekosistem

yang ada. Ekoregion laut 6.3.1. merupakan daerah pesisir yang sangat erat kaitannya

dengan aktivitas manusia di darat. Ekoregion laut 6.3.2. merupakan laut yang dalam,

dan potensi terumbu karangnya sangat sedikit, sedangkan ekoregion laut 6.3.3. dan

ekoregion 6.3.4. merupakan daerah terumbu karang. Di wilayah ekoregion laut 6.3.3.

dan ekoregion laut 6.3.4. merupakan kawasan konservasi Taman Nasional Kepulauan

Seribu. Secara umum tekanan aktivitas manusia terhadap lingkungan dan laju populasi

di ekoregion laut 6.3.3. dan 6.3.4. sangat pesat dikarenakan merupakan tempat wisata

dan pusat kota administrasi Kabupaten Kepulauan Seribu. Sedangkan di ekoregion laut

6.2.2. merupakan wilayah yang paling jauh dan berdekatan dengan aktivitas

pengeboran minyak lepas pantai.

Karena karakteristik wilayah ecoregion laut yang tidak memiliki batas yang jelas dan

adanya saling pengaruh mempengaruhi yang terjadi setiap saat dan sulit dikendalikan,

maka arahan pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup

ecoregion laut memuat arahan kebijakan yang harus dilakukan. Arahan kebijakan

pemeliharaan dan perlindungan ini berlaku untuk semua ecoregion laut. Arahan

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Rehabilitasi mangrove

Mangrove di pantai banyak yang rusak karena berbagai sebab antara lain karena

penebangan untuk mendapatkan kayu atau material lainnya, atau lahan

mangrovenya sendiri berubah fungsi misalnya untuk pemukiman, pertambakan,

atau industri. Rehabilitasi dapat dilaksanakan dengan penanaman kembali bibit

mangrove di daerah yang telah rusak. Penyediaan bibit dapat diupayakan oleh

masyarakat setempat sedangkan penanaman bibit mangrove dapat dilaksanakan

dengan melibatkan masyarakat umum, anak sekolah, anggota masyarakat umum,

LSM, dan organisasi lainnya. Ekosistem yang telah bertumbuh dengan baik perlu

mendapatkan perlindungan oleh segenap pemangku kepentingan dengan regulasi

Page 132: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 34

yang tegas, dan dipantau secara berkala. Segala upaya ini berpeluang berhasil bila

disertai dengan upaya penyadaran masyarakat (public awareness).

2. Rehabilitasi lamun

Kerusakan lamun dapat terjadi karena digali untuk pembangunan sarana pantai

seperti pelabuhan, industri atau pemukiman. Kekeruhan air yang terjadi ikut

menyebabkan terhambatnya atau matinya lamun. Upaya untuk rehabilitasi dapat

dilaksanakan dengan transplantasi lamun dengan melibatkan masyarakat umum.

Teknik transplantasi lamun telah dikembangkan antara lain oleh Pusat Penelitian

Oseanografi LIPI. Telah direncanakan agar kegiatan transplantasi lamun ini

melibatkan masyrakat dan dapat dikemas pula sebagai salah satu atraksi wisata.

3. Rehabilitasi karang,

Karang yang rusak dapat terjadi karena berbagai sebab, baik karena sebab alami

maupun karena ulah kegiatan manusia. Pada umumnya kerusakan karena ulah

manusia dapat menimbulkan dampak yang lebih sulit untuk pulih. Beberapa

teknologi telah dikembangkan untuk transplantasi karang, untuk menumbuhkan

kembali karang di lokasi yang telah rusak. Pemantauan kondisi karang perlu

dilaksanakan secara berkala dengan melibatkan potensi lembaga penelitian,

perguruan tinggi atau LSM yang bekualifikasi.

4. Penanaman kerang hijau sebagai biofilter

Penanaman kerang hijau ini dumaksudkan sebagai biofilter, yang dapat menyerap

zat-zat dan logam beracun yang ada dalam perairan. Kerang hijau dalam konteks ini

bukan untuk kepentingan konsumsi. Dengan penanaman kerang hijau diharapkan

dapat mereduksi tingkat ketercemaran perairan DKI Jakarta.

5. Memelihara dan menumbuhkan kembali kearifan lokal

Kearifan lokal yang pernah dan masih ada di masyarakat sangat penting untuk

ditumbuhkembangkan kembali. Kearifan lokal ini dapat menjadi modal penting

dalam mendukung pemanfaatan sumberdaya alam yang optimal dan lestari.

Dukungan masyarakat akan semakin kuat ketika ada ikatan socio-culture di

dalamnya.

6. Memelihara dan menumbuhkan kembali pengetahuan tradisional terhadap bahan

aktif. Pengetahuan lokal terhadap bahan aktif, baik untuk kebutuhan pengobatan

alami atau pun nilai-nilai social lainnya, harus dikembangkan dengan baik.

Page 133: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 35

Pengembangan pengetahuan lokal ini juga akan mampu mendorong kohesivitas

antar kelompok masyarakat/sosial yang ada.

4.2.3. Pengendalian, Pemantauan, serta Pendayagunaan dan Pelestarian Sumber Daya Alam

Ekoregion Laut

Arahan pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya

alam di Ekoregion Laut wilayah Provinsi DKI Jakarta difokuskan pada aspek penertiban

secara hukum, pematauan secara berkala serta pemberdayaan masyarakat untuk ikut

menjaga keberlangsungan lingkungan hidup.

a. Penegakan hukum

Instrumen penegakan hukum lingkungan berdasarkan UU No. 32/2009 terdiri dari

administrasi, perdata, dan pidana. Jika terjadi pelanggaran baik itu perorangan

atau secara bersama, maka pelanggar dapat dituntut mulai dari segi administrasi,

kemudian perdata dan sampai pada pidana. Penerapan sanksi administrasi tidak

membebaskan pelanggar dari tanggung jawab pemulihan dan pidana (Pasal 78).

Penegakan hukum memiliki arti yang luas, meliputi segi preventif dan represif.

Pemerintah juga diharuskan turut aktif dalam meningkatkan kesadaran hukum

masyarakat. Lebih jauh, peran masyarakat dalam penegakan hukum harus

ditingkatkan sehingga kegiatan penegakan hukum lebih efektif dan efisien. Hal ini

karena di banyak permasalahan klasik terkait keterbatasan sumberdaya (SDM dan

finansial). Yang penting dilakukan adalah dibuatkan mekanisme penegakan yang

dapat dijalankan bersama antara aparat penegak hukum dan msyarakat.

b. Pemantauan secara periodik terhadap kondisi ekosistem

Pemantauan secara periodic terhadap kondisi ekositem perlu dilakukan dalam

rangka evaluasi program-program perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup. Hasil pemantauan dapat digunakan untuk memperbaiki program-program

selanjutnya.

c. Peningkatan pemahaman masyarakat terkait pentingnya sumber daya

Pemerintah dan pihak lain yang berkepentingan harus saling bekerjasama dalam

meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya sumberdaya pesisir dan

pulau-pulau kecil yang ada di DKI Jakarta. Sumberdaya ini merupakan penopang

Page 134: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 36

ekonomi masyarakat dan harus dijaga kelestariannya sehingga dapat dinikmati

dampai generasi berikutnya. Degradasi sumberdaya yang terjadi saat ini

merupakan tanggung jawab bersama untuk memulihkannya. Masyarakat harus

terlibat secara aktif dan intesif, sehingga rasa kepemilikan tumbuh dan akhirnya

saling bahu membahu menjaga sumberdaya tersebut.

4.3. Arahan Adaptasi dan Mitigasi terhadap Perubahan Iklim

Beberapa prinsip dasar untuk menghadapi perubahan iklim, risiko bencana dengan aksi

penangggulangan perubahan iklim dan resiko bencana, yaitu melalui:

1. Adaptasi terhadap Perubahan Iklim

Secara teori adaptasi perubahan iklim adalah proses menyesuaikan diri dengan

dampak dari perubahan iklim yang sudah tidak dapat dicegah. Adaptasi terhadap

perubahan iklim seharusnya tidak menjadi tantangan tambahan pada kebijakan dan

prioritas perencanaan yang sudah ada, namun menjadi kesempatan bagi pemerintah

Jakarta dan mitra utamanya untuk menerapkan fokus dan prioritas untuk masa

depan. Adapun kebijakan pemerintah terhadap adaptasi perubahan iklim adalah:

Tabel 4.11.

Kebijakan Adapatasi Perubahan Iklim di Wilayah Ekoregion Darat dan Laut

Kebijakan Pemerintah berkaitan dengan Adaptasi

Perubahan Iklim Implementasi yang dilakukan

Wilayah Ekoregion

Pemukiman rumah susun Sebagai kebijakan alternative pengalokasian pemukiman masyarakat yang kurang mampu dan bertempat tinggal di daerah aliran sungai

Ekoregion darat

Pembatasan Populasi Kendaraan Bermotor

Kendaraan bermotor dilakukan uji emisi. Kendaraan bermotor yang dapat beroperasi di Jakarta tidak melebihi dari 20 Tahun, misalnya hanya kendaraan produksi Tahun 2000 ke atas yang dapat beroperasi.

Ekoregion darat

Peningkatan sarana prasarana transportasi umum berbasis green transport.

Menciptakan kondisi transportasi umum yang ramah lingkungan dan energy, seperti adanya MRT.

Ekoregion darat

Peningkatan teknologi Pendaur ulang air konsumsi rumah tangga

Adanya pengolahan air konsumsi rumah tangga dan dapat digunakan kembali dengan kualitas kesehatan yang terjamin

Ekoregion darat

Konsep pola rumah panggung

Terdapatnya pola bentuk bangunan rumah panggung yang tahan badai dan banjir

Ekoregion laut

Page 135: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 37

Kebijakan Pemerintah berkaitan dengan Adaptasi

Perubahan Iklim Implementasi yang dilakukan

Wilayah Ekoregion

Pembuatan konsep renewable energy untuk konsumsi energi masyarakat kepulauan

Penguatan teknologi alternative energi dengan memanfaatkan energi arus dan energi angin untuk kebutuhan energi masyarakat kepulauan.

Ekoregion laut

Pembuatan jalur evakuasi bencana dan shelter bencana

Sebagai munster place tempat berkumpul ketika ada bencana alam

Ekoregion laut

2. Mitigasi terhadap Perubahan Iklim

Secara teori mitigasi adalah upaya untuk membuat keadaan untuk tidak lebih menjadi

buruk. Artinya mitigasi terhadap perubahan iklim adalah sebuah upaya yang dibuat

oleh manusia untuk menekan sekecil mungkin bahaya dan kerusakan yang

disebabkan oleh dampak perubahan iklim. Adapun kebijakan pemeritah tentang

mitigasi terhadap perubahan iklim adalah sebagai berikut:

Tabel 4.12.

Kebijakan Mitigasi Perubahan Iklim di Wilayah Ekoregion Darat dan Laut

Kebijakan Pemerintah berkaitan dengan Mitigasi Perubahan Iklim

Implementasi yang dilakukan Wilayah

Ekoregion

Reforestasi Sabuk Hijau Pembuatan Taman Hijau Kota yang bertujuan sebagai pengikat carbon sink

Ekoregion darat

Aforestasi Pengalihan fungsi lahan tidur menjadi lahan hutan

Ekoregion darat

Penghematan penggunaan listrik

Minimalisasi penggunaan energi perkantoran dan pusat perbisnisan sebagai bentuk kompensasi adapatasi perubahan iklim terhadap busseniss as usual.

Ekoregion darat dan Ekoregion laut

Kebijakan batasan tata ruang pembangunan

Terdapatnya aturan batas tata ruang wilayah yang masih layak secara kapasitas menerima pembangunan dan batasan wilayah yang sudah tidak dapat dibangun kembali.

Ekoregion darat dan laut

Mangrove aforestasi Penanaman kembali mangrove di setiap pulau dan pesisir Jakarta

Ekoregion darat dan laut

Pembuatan break water alamiah Pembangunan talud alam dan tanggul bencana banjir rob serta badai

Ekoregion laut

Reforestasi Terumbu karang

Penanaman kembali terumbu karang di setiap pulau

Ekoregion laut

Page 136: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 38

Kebijakan Pemerintah berkaitan dengan Mitigasi Perubahan Iklim

Implementasi yang dilakukan Wilayah

Ekoregion

Lahan Hijau Pulau Terdapatnya lahan hijau pulau sebagai penyedia air bersih dan hijuan pulau

Ekoregion laut

Penataan dan Penertiban Bangunan Resort dan Masyarakat

Terdapatnya pola tata ruang pemukiman masyarakat dan resort di Kepuluan Seribu untuk meminimalisir adanya pembangunan yang masif.

Ekoregion laut

Efektivitas dan Efisiensi Incerator Sampah

Permasalahan sampah harus ditangani secepat mungkin. Incerator harus difungsikan kembali untuk meminimalisir adanya pencemaran sampah

Ekoregion laut

3. Kolaborasi Aspek Kelembagaan untuk Aspek Siaga Perubahan Iklim dan Bencana

Alam.

Kolaborasi aspek kelembagaan untuk aspek siaga perubahan iklim dan bencana alam

terdiri dari:

a. Membentuk Sektor Kelembagaan Siaga Perubahan Iklim dan Bencana Alam

Aspek kelembagaan di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bertanggung jawab atas

upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan penanggulangan resiko

bencana alam yang terkoordinir adalah Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Daerah (BPLHD); Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI

Jakarta dan Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup bersama berbagai

elemen masyarakat dan NGO untuk membentuk kelembagaan siaga perubahan

iklim dan bencana alam Jakarta. Fungsi dan tujuan dari adanya lembaga siaga

bencana perubahan iklim dan bencana alam di Jakarta adalah:

1. Untuk memberikan kesadaran masyarakat dalam belajar bersama

menanggapi perubahan iklim termasuk adopsi teknologi ramah lingkungan;

2. Menguatkan peran serta masyarakat untuk terlibat dan tanggung jawab

terhadap lingkungannya dan advokasi masyarakat korban pasca bencana

alam;

3. Membentuk masyarakat tanggap bencana;

4. Menguatkan infrastruktur dan teknologi tentang informasi bencana.

Page 137: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 39

b. Membangun Konsep Ideologi Pembangunan yang Berbasis Lingkungan dan

Ekopopulis

Saat ini di Jakarta terkenal dengan sistem pembangunan yang kurang

memperhatikan aspek lingkungan apalagi pembangunan yang berpihak kepada

masyarakat kecil. Untuk saat ini pembangunan di Jakarta sangat jauh dari konsep

membangun yang berlanjut, membangun yang seusai dengan kaidah daya

dukung lingkungan dan membangun berbasis masyarakat. Hal ini harus

ditumbuh bangkitkan kembali ideologi pembangunan hijau dengan

menggunakan konsep ekonomi biru yang terbentuk secara holistik, kreatif, serta

inovasi dan adopsi teknologi yang tidak mengancam keberlangsungan

lingkungan. Penguatan pertisipasi masyarakat perlu diterapkan dalam

pembangunan di Jakarta. Terdapatnya lahan terbuka hijau di Jakarta merupakan

alternative solusi pembangunan yang berbasis lingkungan dan masyarakat.

Kolaborasi dengan wilayah regional ring luar Jakarta perlu dibangun untuk

membentuk dan membangun DAS yang bermuara di Jakarta.

c. Menciptakan Birokrasi yang Berbasis Green Democracy

Demokrasi percepatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di negara

sedang berkembang menjadi model umum demokrasi liberal saat ini dan tidak

terbukti sebagai demokrasi yang ramah lingkungan. Menjadi sebuah bukti nyata

pembangunan DKI Jakarta saat ini telah gagal mengakomodasi kepentingan

lingkungan dan masyarakat. Konsep demokrasi yang membawa nuansa

keberpihakan terhadap lingkungan adalah eko-demokrasi ataupun demokrasi

hijau. Secara garis besar penawaran dari eko-demokrasi ataupun demokrasi hijau

adalah konsep pengintegrasian dimensi lingkungan ke dalam proses dan hasil

demokrasi yang mengakomodir lingkungan dan masyarakat akar rumput sebagai

ukuran tambahan untuk menilai kualitas praktek demokrasi. Implementasi dari

eko-demokrasi atau demokrasi hijau adalah terdapatnya bonding, bridging dan

creating antara rumusan kebijakan, pengambil kebijakan dan implementasi

kebijakan. Hal ihwal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menguatkan partisipasi masyarakat dalam keterlibatannya membangun

(bonding) dalam hal merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang

Page 138: Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan ...jakberketahanan.org/wp-content/uploads/2019/01/RPPLH.pdf · memperhatikan karakteristik ... Penetapan Ekoregion Laut

Draft Naskah Akademis Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Provinsi DKI Jakarta IV - 40

berpihak pada lingkungan dan masyarakat akar rumput (grass root

democracy);

2. Membangun fasilitas umum sebagai sarana jembatan (bridging) yang

mendorong perubahan gaya hidup masyarakat, seperti sektor trasportasi,

tata ruang dan tata tertib pemukiman, terdapatnya ruang pejalan kaki dan

pengguna sepeda, terdapatnya ruang hijau terbuka, dll.;

3. Memberikan rewards dan insentif (creating) kepada masyarakat yang

berhasil mengembangkan teknologi ramah lingkungan energi terbarukan;

4. Menyediakan tempat dan penampungan sampah plastik dan organik,

sehingga sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai kompos (konsep blue

economy);

5. Mengakui hak masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan yang

berlanjut dalam pengelolaan sumberdaya di wilayahnya.