kajian akademis rancangan peraturan daerah tentang pajak …

72
KEJASAMA BADAN PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2018 TIM PENELITI: PROF. DR.I MADE ARYA UTAMA, SH.,MHum. PROF. DR. I KETUT YADNYANA, SE.,MSi., Ak.,CA. DR. I DEWA GDE RUDY, SH.,MHum. I KETUT SUARDITA, SH.,MH. NYOMAN MAS ARYANI, SH.,MH. KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK HIBURAN

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

KEJASAMA BADAN PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2018

TIM PENELITI:

PROF. DR.I MADE ARYA UTAMA, SH.,MHum.

PROF. DR. I KETUT YADNYANA, SE.,MSi., Ak.,CA.

DR. I DEWA GDE RUDY, SH.,MHum.

I KETUT SUARDITA, SH.,MH.

NYOMAN MAS ARYANI, SH.,MH.

KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK HIBURAN

Page 2: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | ii

KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN

DAERAH KABUPATEN BADUNG TENTANG

PAJAK HIBURAN

KERJASAMA ANTARA

BADAN PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN BADUNG

DENGAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

2018

Page 3: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | iii

KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida

Sang Hyang Widhi Waça, karena atas berkat dan rahmat-Nya, Kajian

Akademis Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Pajak

Hiburan ini dapat diselesaikan tepat waktu. Kajian Akademis ini

merupakan hasil kajian ilmiah yang dilaksanakan atas kerjasama

Pemerintah Kabupaten Badung cq Badan Pendapatan Daerah

(Pesedahan Agung) dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah telah memberikan kewenangan kepada

Pemerintah Kabupaten didalam membiayai tugas-tugas

pemerintahan yang menjadi kewenangannya melalui pemungutan

pajak daerah berupa Pajak Hiburan. Oleh karena itu, ketepatan

dalam menentukan nilai atau jumlah Pajak Hiburan yang ditanggung

oleh penikmat hiburan menjadi dasar dari penyusunan kajian

Akademis terkait Pajak Hiburan ini, khususnya berkaitan dengan

dasar kewenangan dari Pemerintah Kabupaten Badung dan

rasionalisasi tarif Pajak Hiburan saat ini dan 5-10 tahun kedepan.

Pada kesempatan ini, Tim Peneliti mengucapkan terima kasih

kepada Bapak Bupati Badung, Kepala Badan Pendapatan Daerah

Kabupaten Badung atas kepercayaan yang diberikan kepada Tim

Peneliti sehingga dapat mengabdikan ilmu hukum dan ekonomi

untuk kemanfaatan pemerintah daerah dan masyarakat. Pada pihak

lain, kepercayaan ini sekaligus menjadi masukan dalam rangka

pengayaan ilmu yang berorientasi pada kepentingan masyarakat.

Akhirnya, kami mohon maaf atas segala kekurangan yang

masih dijumpai dalam penyusunan Kajian Akademis ini. Kami

berharap hasil kajian ini dapat bermanfaat untuk semua pihak,

sehingga kami sangat terbuka terhadap masukan baik lisan maupun

tertulis yang dapat menyempurnakan kajian ini.

Denpasar, 14 Desember 2018

Hormat kami,

Tim Peneliti

Page 4: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | iv

DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………….. iii

Daftar Isi………………………………………………………………… iv

Daftar Tabel……………………………………………………………. v

Daftar Gambar………………………………………………………… vi

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1

A. Latar Belakang……………………………………………. 1

B. Identifikasi Masalah……………..………………………… 6

C. Tujuan dan Kegunaan ………………………..………… 6

D. Landasan Konseptual……………………………………. 7

1. Pajak Hiburan……………….………………………. 8

2. Pajak Daerah……………………………… ……….. 10

3. Pendapatan Asli Daerah………………………….. 12

E. Metode Penelitian………………….………………………. 15

1. Jenis Penelitian…… ………………………………. 15

2. Jenis Pendekatan……………………………………. 15

3. Sumber Bahan Hukum………………………….. 16

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum…………… 17

5. Teknik Analisis Bahan Hukum…………………… 17

BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS…………….. 18

A. Kajian Teoritis…………………………...….………………. 18

B. Kondisi Eksisting Kabupaten Badung………………….. 28

C. Kajian Terhadap Praktek Penyelenggaraan Pajak

Hiburan………………………………………………………… 34

BAB III. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS 54

A. Landasan Filosofis ………………………………………… 54

B. Landasan Sosiologis………………………………………… 56

C. Landasan Yuridis…………………………………………… 58

BAB IV. PENUTUP

A. Simpulan… …………………………………………………… 60

B. Saran ………………………………………………………….. 60

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | v

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Perbandingan Jenis Pajak dan Retribusi………………… 4

Tabel 2 : Demografi Kabupaten Badung Tahun 2018…………… 30

Tabel 3 : Kontribusi Penerimaan Pajak Hiburan Terhadap Pajak

Daerah Kabupaten Badung 2013-2018………………

36

Tabel 4 : Target Realisasi Pajak Hiburan Kabupaten Badung

2013-2018………………………………………………………

39

Tabel 5 : Kontribusi Pajak Hiburan sebagai sumber PAD

Kabupaten Badung 2013-2018…………………………

40

Tabel 6 : Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD Kabupaten

Badung tahun 2013 – tahun 2018………………………

43

Tabel 7 : Prediksi Target Pajak Hiburan Kabupaten Badung

2019-2023………………………………………………………

46

Tabel 8 : Prediksi DPP Pajak Hiburan Kabupaten Badung 2019-

2023…………………………………………………………

47

Tabel 9 : Perhitungan Tarif Pajak Hiburan Kabupaten Badung

2019-2023…………………………………………………….

48

Tabel 10 : Perkembangan Upah Minimum Regional Kabupaten

Badung 2011-2018…………………………………………

50

Tabel 11 : Perkembangan Kurs Rata-rata Dollar Amerika Serikat

Terhadap Rupiah Tahun 2011-2018…………………….

51

Tabel 12 : Kunjungan Wisatawan Domestik Ke Bali Tahun 2011-

2017………………………………………………………………

52

Tabel 13 : Kunjungan Wisatawan Asing Ke Bali Tahun 2011-

2017 …………………………………………………………..

53

Page 6: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Peta Wilayah Kabupaten Badung……………………. 28

Page 7: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otonomi daerah memberikan pelimpahan kewenangan dari

pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur

urusan pelayanan dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam

penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan adanya peran-serta

masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta pemberdayaan potensi

dan keanekaragaman daerah. Untuk mendukung penyelenggaraan

otonomi daerah di Indonesia, secara normatif telah ditetapkan

berbagai produk hukum yang mengatur penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Berbagai produk hukum yang dimaksudkan

antara lain Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU Pemerintahan

Daerah).

Mengkaji substansi UU Pemerintahan Daerah dapat disimak

bahwa kepada Pemerintah Daerah diberikan kewenangan yang luas

sesuai dengan kondisi nyata daerah dengan tetap dalam kerangka

menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keluasan

kewenangan yang diberikan meliputi juga kewenangan dalam

pengaturan, pembagian dan pemanfaatan potensi sumber daya

untuk dapat membiayai otonomi daerah sesuai dengan tingkatan

pemerintahan. Dalam rangka pelaksanaan pemerintahan di daerah

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan

Daerah, maka kepada Pemerintah Daerah diberikan sumber-sumber

Page 8: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 2

penerimaan daerah yang terdiri dari: 1) Pendapatan Asli Daerah

(PAD), 2) Dana Perimbangan dan 3) Lain-lain Pendapatan Daerah

Yang Sah. Dengan demikian, salah satu sumber pendapatan

keuangan daerah yang dipergunakan untuk membiayai

penyelenggaraan otonomi daerah adalah dari Pendapatan Asli Daerah

(PAD) yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini

dapat disimak dari ketentuan Pasal 285 UU Pemerintahan Daerah

yang menetapkan sumber pendapatan keuangan daerah pada

hakikatnya ditetapkan berasal dari 3 (tiga) sumber, yakni :

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu:

1). Hasil pajak daerah;

2). Hasil retribusi daerah;

3). Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan

4). Lain-lain PAD yang sah;

b. dana perimbangan; dan

c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Sehubungan dengan sumber pendapatan asli daerah seperti di

atas maka keberadaan pajak daerah sangatlah strategis. Sebagian

besar daerah di Indonesia dan di Bali mengandalkan pajak daerah

sebagai sumber utama pendapatan asli daerahnya.

Mengenai produk hukum yang mengatur kewenangan

pemungutan pajak daerah saat ini adalah UU Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 No. 130, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5049). Keberadaan UU Nomor 28

Tahun 2009 adalah untuk menggantikan UU Nomor 18 Tahun 1997

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara

Page 9: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 3

Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah

dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU Nomor

18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048).

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 telah diberlakukan

terhitung mulai 1 Januari 2009 sehingga kepada Daerah

Kabupaten/Kota diberikan Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah

(PAD) baru terdiri dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Mengenai

jenis Pajak yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah secara

kuantitatif sebanyak 11 jenis, sehingga ada penambahan 4 jenis

pajak daerah baru sebagai sumber pendapatan asli daerah yakni :

1. Pajak Bumi dan Bangunan mulai efektif diserahkan menjadi

Pajak Daerah Tahun 2014.

2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan mulai efektif

diserahkan kepada daerah mulai Tahun 2011.

3. Pajak Air Permukaan secara efektif diserahkan ke daerah

mulai Tahun 2014.

4. Pajak Sarang Burung Walet.

Dengan demikian setelah diberlakukan UU Nomor 28 Tahun

2009 maka Pajak Daerah yang potensial menjadi Pajak Daerah

Pemerintah Kabupaten/Kota adalah :

1. Pajak Hotel

2. Pajak Restoran

3. Pajak Hiburan

4. Pajak Reklame

5. Pajak Penerangan Jalan

Page 10: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 4

6. Pajak Bumi dan Bangunan

7. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

8. Pajak Air Tanah

Dalam bentuk tabel, perbandingan jenis pajak dan retribusi

daerah dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dengan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang menjadi potensi obyek

pendapatan asli daerah Pemerintah Kabupaten Badung dapat

disimak sebagai berikuti :

Tabel 1 Perbandingan Jenis Pajak dan Retribusi

NO UU NO. 34 TAHUN 2000 UU NO. 28 TAHUN 2009

1. Pajak Hotel Pajak Hotel

2. Pajak Restoran Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan Pajak Hiburan

4. Pajak Reklame Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan Pajak Penerangan Jalan

6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

7. Pajak Parkir Pajak Parkir 8. PBB 9. BPHTB

10. Pajak Air Tanah 11. Pajak Sarang Burung Walet

Sumber : UU No. 34 Tahun 2000 dan UU No. 28 Tahun 2009

Data di atas menunjukkan Hiburan merupakan salah satu obyek

pajak yang diakui menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota

untuk memungutnya baik dalam pelaksanaan UU No. 34 Tahun

2000 maupun undang-undang pengantinya yakni UU No. 28 Tahun

2009. Pada hakikatnya Pajak Hiburan merupakan sumber

Page 11: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 5

pendapatan asli daerah yang dikenakan kepada penyelenggara

hiburan.

Pemerintah Kabupaten Badung berkaitan dengan kewenangan

itu telah menetapkan Perturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 17

Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan. Peraturan Daerah Kabupaten

Badung tentang Pajak Hiburan ini diundangkan pada Lembaran

Daerah Kabupaten Badung Tahun 2011 Nomor 17 dan Tambahan

Lembaran Daerah Kabupaten Badung Nomor 17. Bagi Pemerintah

Daerah Kabupaten Badung, kedudukan hasil Pajak Hiburan ini

sangat besar dukungannya terhadap Pendapatan Asli Daerah

Kabupaten Badung, mengingat wilayah Kabupaten Badung

disamping memiliki obyek wisata dengan hiburan pendukungnya

juga menjadi lokasi akomodasi bagi para wisatawan sehingga

membutuhkan adanya atraksi tambahan saat melakukan makan

malam atau sebelum tidur berupa hiburan.

Pemerintah Daerah Kabupaten Badung c.q. Badan Pendapatan

Daerah sebagai unsur pemungut pajak daerah untuk meningkatkan

kontribusi Pajak Hiburan, saat ini sedang berupaya melakukan

rasionalisasi tarif Pajak Hiburan melalui pengkajian terhadap

kelayakan jumlah yang dipungut atas Pajak Hiburan. Berita Bali Post

tanggal 25 Agustus 2017 mewartakan bahwa “Kepala Bapenda dan

Pesedahan Agung I Made Sutama, mengatakan pihaknya

mengusulkan kenaikan maksimal 25 persen, atau naik 100 persen

dari pajak saat ini yang sebesar 12,5 persen”1. Usulan ini sejalan

dengan pemikiran Pansus Perda Pajak Hiburan DPRD Badung pada

1http://www.balipost.com/news/2017/08/25/19320/Tarif-Pajak-Hiburan-Masih-

Sangat-Kecil-Bapenda-Badung-Sepakati-Kenaikan, didownload tanggal 12 Nopember 2018.

Page 12: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 6

hari Selasa, 25 Juli 2017 yang mengusulkan “rasionalisasi tarif

terjadap Pajak Hiburan dari yang awalnya 12,5 persen menjadi 35

persen”.2 Kebutuhan penyesuaian tarif Pajak Hiburan Kabupaten

Badung dari kedua lembaga tersebut tentu seiring dengan berbagai

perkembangan global dan usaha Pemerintah untuk memberikan

pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Persoalan yang tersisa

terkait besaran kenaikannya agar realistis, masuk akal, dan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada pihak lain,

apabila tarif Pajak Hiburan yang terlalu tinggi, tidak mustahil akan

dapat berdampak negatif terhadap usaha hiburan yang secara

perlahan-lahan membuat pengusaha menutup usaha hiburannya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan isu rasionalisasi tarif Pajak Hiburan yang telah

diuraikan di atas, adapun permasalahan yang dikaji dari penelitian

ini adalah :

1. Dasar kewenangan dari Pemerintah Kabupaten Badung

dalam merasionalisasi tarif Pajak Hiburan?

2. Bagaimana potensi Pajak Hiburan terhadap penerimanan

Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Badung?

3. Batas kepatutan rasionalisasi atas tarif Pajak Hiburan untuk

dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada

masyarakat dan meningkatkan pendapatan daerah?

C. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian terhadap

ketiga permasalahan tersebut, yaitu :

2https://baliexpress.jawapos.com/read/2017/07/25/3439/dewan-badung-usulkan-

pajak-hiburan-naik-35-persen, didownload tanggal 12 Nopember 2018.

Page 13: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 7

1. Mengkaji dan mengetahui dasar kewenangan dari

Pemerintah Kabupaten Badung dalam merasionalisasi tarif

Pajak Hiburan.

2. Mengkaji dan mengetahui potensi Pajak Hiburan terhadap

penerimaan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung.

3. Mengkaji dan menganalisis batas kepatutan rasionalisasi

atas tarif Pajak Hiburan untuk dapat memberikan pelayanan

yang optimal kepada masyarakat dan meningkatkan

pendapatan daerah.

Adapun kegunaan penelitian terhadap ketiga permasalahan

tersebut, yaitu:

1. Hasil kajian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan

bagi pembuat kebijakan khususnya berkaitan dengan

kewenangan Kabupaten Badung merasionalkan tarif Pajak

Hiburan.

2. Hasil kajian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan

bagi pembuat kebijakan berkaitan dengan potensi Pajak

Hiburan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah di

Kabupaten Badung.

3. Hasil kajian ini diharapkan dapat sebagai masukan bagi

pembuat kebijakan berkaitan dengan batas kepatutan

rasionalisasi atas tarif Pajak Hiburan.

D. Landasan Konseptual

Keberadaan Pajak Hiburan sebagai pajak daerah mempunyai

peran yang sangat penting dalam rangka Pendapatan Asli Daerah

(PAD). PAD menurut Halim adalah penerimaan yang diperoleh daerah

yang berasal dari sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut

Page 14: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 8

berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.3 PAD itu sendiri sesungguhnya merupakan

pendapatan yang berasal dari pemanfaatan potensi yang dimiliki oleh

suatu daerah. Dalam otonomi daerah, suatu daerah dituntut untuk

mencari cara yang dapat dimanfaatkan dengan baik atau strategi

daerah guna meningkatkan PAD. Sebelum mencermati lebih jauh

tentang keberadaan Pajak Hiburan dalam kontribusinya sebagai

pajak daerah dan pendapatan asli daerah (PAD), maka penting untuk

dipahami terlebih dahulu tentang konsepsi Pajak Hiburan, pajak

daerah dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

1. Pajak Hiburan.

Pajak Hiburan adalah salah satu komponen pajak darah. Pajak

Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.4 Sementara

hiburan itu sendiri adalah semua jenis tontonan, pertunjukan,

permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut

bayaran.5 Menurut Darwin memberikan pengertian hiburan sebagai

semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, atau

keramaian dengan nama dan bentuk kapapun yang ditonton atau

dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran.6

Sementara itu, berdasarkan ketentuan Pasal 42 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, obyek Pajak Hiburan adalah

penyelenggaraan hiburan yang dipungut bayaran, meliputi :

a. Tontonan film;

b. Pagelaran kesenian musik, tari, dan/atau busana; c. Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;

3 Halim, Abdul 2004, Manajemen Keuangan Daerah, YKPN, Yogyakarta, h. 96

4 Lihat ketentuan Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah.

5 Lihat ketentuan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah.

6 Darwin, 2010, Pajak Daerah dan Rebribusi Daerah, Mitra Wacana Media, Jakarta, h.121.

Page 15: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 9

d. Pameran; e. Diskotik, karaoke, klub malam, dan sejenisnya;

f. Sirkus, akrobat, dan sulap; g. Permainan bilyar, golf, dan bolling;

h. Pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;

i. Panti pijat, refleksi, mandi uap/Spa, dan pusat kebugaran (fitnes center);

j. Pertandingan olah raga.7

Penyelenggaraan hiburan seperti terurai di atas, tidak berarti

kesemuanya menjadi wajib Pajak Hiburan oleh daerah. Pemerintah

Daerah dapat memilah jenis penyelenggaraan hiburan mana saja

yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah untuk dipungut Pajak

Hiburan. Apabila penyelenggaraan suatu hiburan atau tontonan

tidak memungut pembayaran kepada para penonton seperti hiburan

atau tontonan dalam rangka acara pernikahan, upacara adat,

kegiatan keagamaan dan lain-lain, maka penyelenggaraan acara

tersebut juga dapat tidak dikenakan Pajak Hiburan.

Mengenai subyek Pajak Hiburan adalah orang/pribadi atau

badan yang menikmati hiburan yaitu konsumen penikmat hiburan.

Wajib Pajak Hiburan adalah orang/pribadi atau badan yang

menyelenggarakan hiburan yaitu pengusaha penyelenggaraan

hiburan.

Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%.

Khusus untuk hiburan berupa permainan ketangkasan, diskotik,

klab malam, karaoke, mandi uap, panti pijat, pagelaran busana, dan

kontes kecantikan, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi

75%. Sedangkan khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional

7 Lihat ketentuan Pasal 42 angka 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah.

Page 16: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 10

dikenakan tarif pajak paling tinggi sebesar 10%. Tarif Pajak Hiburan

ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

2. Pajak Daerah

Definisi pajak daerah menurut Mardiasmo adalah kontribusi

atau iuran wajib oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa

imbalan secara langsung, yang dapat dipaksakan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan digunakan untuk

membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

daerah.8 Sementara itu ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang

Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Rebribusi Daerah,

menetapkan pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah

yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.9

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Daerah terbagi atas pajak provinsi yang

terdiri atas; pajak kendaraan bermotor, bea balik nama atas

kendaraan bermotor, pajak bahan bakar atas kendaraan bermotor,

pajak air permukaan, dan pajak rokok, dan pajak Kabupaten/kota

yang terdiri atas: pajak hotel, Pajak Hiburan, pajak restoran, pajak

reklame, pajak parkir, pajak mineral bukan logam dan bantuan,

pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan

bangunan perdesaan dan perkotaan serta bea perolehan hak atas

tanah dan bangunan, yang berguna dalam menunjang penerimaan

8 Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta, h. 5.

9 Lihat Ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah.

Page 17: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 11

Pendapatan Asli Daerah (PAD).10 Pemerintah Daerah dilarang

memungut pajak selain jenis pajak sebagaimana dimaksud pada

ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) diatas. Jenis pajak

sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) tersebut dapat

tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan/atau

disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan Peraturan

Daerah.

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pemerintah Pusat telah

memberi kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah

untuk mengoptimalkan pendapatan daerah melalui :

1. Perluasan jenis dan cakupan pajak daerah dan retribusi

daerah

2. Pemberian fleksibelitas bagi daerah untuk memungut jenis

pajak daerah dan retribusi daerah.11

Dengan demikian, pajak daerah mempunyai peran yang sangat

penting dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan serta

pembangunan di daerah. Kemampuan pemerintah daerah dalam

memungut pajak daerah merupakan salah satu tolok ukur dalam

pelaksanaan otonomi daerah. Pemerintah daerah perlu untuk

meningkatkan secara maksimal potensi yang ada, khususnya potensi

yang akan dikenakan pajak daerah.

Salah satu sumber penerimaan daerah diantaranya adalah dari

sektor pajak. Bagi daerah pajak merupakan bukti nyata peran aktif

masyarakat dalam membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah

10 Lihat Ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah.

11

Darwin, Op.Cit, h. 42.

Page 18: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 12

baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan seperti

penyediaan infrastruktur pelayanan pendidikan dan kesehatan.

Pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam menetapkan

pajak daerah dan siapa wajib pajaknya sesuai dengan undang-

undang perpajakan yang berlaku. Jenis tarif dan sistem pemungutan

pajak daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah harus lebih

bersahabat dengan pelaku dunia usaha sehingga pelaksanaannya

dapat lebih efisien, murah dan transparan.12

3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa

Pendapatan Asli Daerah, yang selanjutnya disebut PAD adalah

pendapatan yang diperoleh yang dipungut berdasarkan peraturan

daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.13

Menurut Warsito, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah

pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah

daerah. Sedangkan menurut Herlina Rachman, Pendapatan Asli

Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil

pajak daerah, hasil distribusi pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah dalam

menggali pendanaan terkait pelaksanaan otonomi daerah sebagai

perwujudan azas desentralisasi.14

12 Dara Rizky Supriadi, Dwiatmanto, Sukartini Karjo, 2015, Kontribusi Pajak Hiburan Dalam

Meningkatkan PAD Kota Malang, Jurnal Perpajakan (Jejak), volume 1 nomor 1, 2015, h. 3.

13

Lihat Ketentuan Pasaal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah.

14

http://primalifejournal.wordpress.com2013/03/26,pendapatan-asli-daerah-pad/ ,didownload

tanggal 12 November 2018.

Page 19: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 13

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah, sumber-sumber penerimaan daerah terbagi menjadi :

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari :

1) Pajak Daerah

2) Retribusi Daerah

3) Hasil Perusahaan Daerah

4) Lain-lain Hasil Usaha Daerah yang sah

b. Pendapatan yang berasal dari Pemberian Pemerintah Pusat,

terdiri dari :

1) Sumbangan Pemerintah

2) Sumbangan lain, yang diatur oleh peraturan perundang-

undangan.

3) Lain-lain Pendapatan yang sah

PAD merupakan semua penerimaan keuangan asli suatu daerah yang

merupakan tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah yang

nyata. Suatu daerah dikatakan siap untuk melaksanakan otonomi

daerah apabila PAD dapat memberikan sumbangan yang cukup

untuk penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan daerah.

Secara umum, Landiyanto menyatakan bahwa “semakin tinggi

kontribusi yang diberikan PAD maka semakini tinggi kemampuan

daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan daerahnya, sehingga akan menunjukkan kinerja

keuangan daerah yang positif.15

Pelaksanaan otonomi daerah telah memberikan wewenang

kepada Pemerintah kabupaten atau kota untuk melakukan berbagai

15Landiyanto, Erlangga Agustino, 2005, Kinerja Keuangan dan Strategi Pembangunan Kota

di Era Otonomi Daerah : Studi Kasus Kota Surabaya, Curies Working Paper, Surabaya, h. 19.

Page 20: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 14

upaya-upaya didalam meningkatkan perolehan PAD, yang sangat

menentukan lancar tidaknya suatu pemerintahan. Pelayanan kepada

masyarakat akan terhambat akibat terbatasnya kemampuan dalam

bidang pendanaan. Terbatasnya sumber PAD tidak banyak yang

dapat dilakukan dalam memberikan yang optimal maupun

kemudahan bagi masyarakat. Kendala yang dihadapi pemerintah

dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah tingkat kesiapan

keuangan yang berbeda pada setiap daerah. Kebijakan ekonomi

daerah adalah kebijakan yang menguntungkan daerah-daerah yang

mempunyai sumber daya potensial namun bagi daerah yang tidak

memilikinya menganggap kebijakan otonomi daerah merupakan

kebijakan yang tidak menguntungkan.

Peran Pemerintah Daerah dalam era otonomi sangat besar

karena di tuntut kemandiriannya dalam melaksanakan fungsi dan

memberlakukan pembiayaan seluruh kegiatan daerah. Pemerintah

daerah diharapkan mampu meningkatkan PAD dengan

memaksimalkan potensi daerah yang tersedia. PAD dapat diperoleh

dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah yang

dikelola ataupun yang berpotensi untuk dipungut pajak daerah agar

dapat digunakan secara efisien dan efektif.

E. Metode

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian hukum, maka hukum dikonsepkan sebagai

apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan atau

hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan

Page 21: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 15

pedoman berperilaku manusia yang dianggap pantas.16 Dalam kaitan

itu, penelitian ini merupakan penelitian sosio-legal yang

mengintegrasikan persoalan sosial kemasyarakatan dalam ranah

kajian hukum. Dengan kata lain, penelitian hukum ini mengadopsi

dan/atau menginternalisasikan pertimbangan ekonomi, sosial,

budaya, dan keberlanjutan kepariwisataan kedalam substansi

hukum yang akan ditetapkan untuk menjadi pijakan aparatur sipil

negara dalam bertindak.

2. Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu

pendekatan perundang-undangan (the statute approach). Menurut

Peter Mahmud Marzuki, pendekatan undang-undangan dilakukan

dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

bersangkutan dengan isi hukum yang sedang ditangani.17

Pendekatan undang-undang dilakukan dengan mengkaji peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan yang

diangkat. Disamping itu, pendekatan yang diterapkan adalah

pendekatan sosial untuk mampu memahami secara obyektif kondisi

dalam kehidupan bermasyarakat, berpemerintahan, dan bernegara.

Pendekatan ini diterapkan karena menyadari eksistensi manusia

tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungannya, sehingga hukum

16

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2016, Pengantar Metode Penelitian Hukum, cet.

IX, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, h. 118. 17

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, cet. IV, Persada Media Group,

Jakarta, h. 93.

Page 22: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 16

yang baik adalah hukum yang sesuai dengan kondisi

masyarakatnya18.

3. Sumber Bahan Hukum

Data dari penelitian ini akan diperoleh dari pengkajian atas

bahan-bahan hukum, diantaranya adalah :

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum positif yang

mengikat dan masih berlaku di Indonesia. Adapun peraturan

hukumnya yakni UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan

Retribusi Daerah, UU No. 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah Kabupaten Badung

Nomor 17 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan.

b. Bahan hukum sekunder yaitu memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer seperti buku literatur dan

jurnal ilmiah.19 Bahan hukum sekunder yang dimaksudkan

antara lain literatur Hukum Perpajakan, Hukum

Pemerintahan Daerah, Ekonomi, Perpajakan.

Untuk memperkuat bahan hukum yang diatas, maka dilakukan

penelitian lapangan untuk mendapatkan informasi dari lembaga atau

pejabat dari Pemerintah Daerah Kabupaten Badung maupun para

pihak yang membidangi tentang Pajak Hiburan.

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian ini mempergunakan penulisan hukum normatif

berdasarkan hasil penelitian non hukum, yang dilakukan dengan

mencari dan mengumpulkan literatur yang memiliki keterkaitan

18

Moh. Padil dan Triyo Supriyanto, 2010, Sosiologi Pendidikan, UIN Maliki Press,

Yogyakarta, h. 19. 19

Soerjono Soekanto, 2015, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III, Universitas

Indonesia (UI-Press), Jakarta, h. 52.

Page 23: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 17

dengan permasalahan yang dikaji. Setelah itu diteliti dengan

mencermati serta mencatat hal-hal apa saja yang patut untuk

dijadikan pembahasan dan kemudian untuk selanjutnya dapat diulas

secara sistematis.

5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Untuk menganalisis bahan-bahan hukum dan non hukum yang

telah terkumpul, kemudian digunakan teknik analisis yaitu teknik

deskripsi. Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak

dapat dihindari penggunaannya. Deskripsi berarti uraian apa adanya

terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum

atau non hukum.

Page 24: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 18

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. KAJIAN TEORITIS

1. Teori Kewenangan

Dalam konsep hukum publik wewenang merupakan konsep inti

dari hukum tata negara dan hukum administrasi negara.20 Tanpa

adanya kewenangan yang dimiliki, maka Badan atau Pejabat Tata

Usaha Negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan atau

tindakan pemerintahan. Menurut Donner, ada dua fungsi berkaitan

dengan kewenangan, yakni fungsi pembuatan kebijakan (policy

making) yaitu kekuasaan yang menentukan tugas (taakstelling) dari

alat-alat pemerintah atau kekuasaan yang menentukan politik negara

dan fungsi pelaksanaan kebijakan (policy exsecuting) yaitu kekuasaan

yang bertugas untuk merealisasikan politik negara yang telah

ditentukan (verwezenlijkking van de taak). 21

Kewenangan terdiri atas beberapa wewenang, adalah kekuasaan

terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap

suatu bidang pemerintahan atau urusan tertentu yang bulat.22 Hal

senada juga dikemukakan oleh Indroharto tanpa membedakan secara

teknis istilah kewenangan dan wewenang, bahwa dalam artian

yuridis wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan

perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.23

20 Philipus M. Hadjon, 1998, Tentang Wewenang Pemerintahan (bestuurbevoegheid) Pro

Justitia, Tahun XVI Nomor 1 Januari 1998, (selanjutnya disebut Philipus M. Hadjon I), h. 90.

21

Victor Situmorang, 1989, Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara, Bina Aksara, Jakarta,

h. 30.

22

Prajudi Atmosudirdjo, 1983, Hukum Administrasi Negara, Cet. 6, Ghalia Indonesia, Jakarta,

h. 73.

23

Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

Buku I. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h. 68.

Page 25: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 19

Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah dalam melakukan

tindakan nyata, mengadakan pengaturan ataupun mengeluarkan

keputusan tata usaha negara dapat dilandasi oleh kewenangan yang

diperoleh secara atribusi, delegasi, maupun mandat.24 Namun dalam

hal kewenangan untuk membuat keputusan hanya dapat diperoleh

melalui kewenangan atribusi dan delegasi.25

Disisi lain, pelimpahan wewenang pusat kepada daerah

didasarkan pada teori kewenangan, yaitu pertama kekuasaan

diperoleh melalui atribusi oleh lembaga negara sebagai akibat dari

pilihan sistem pemerintahan, setelah menerima kewenangan atribusi

berdasarkan UUD untuk kemudian dilakukan pelimpahan (afgeleid)

yang dapat dilakukan melalui dua cara yaitu delegasi dan mandat.26

Dalam hal perpajakan pemerintah pusat mendapatkan kewenangan

berdasarkan atribusi dari UUD NRI 1945 (Pasal 23 A) dan untuk

selanjutnya mendelegasikan kepada pemerintah daerah provinsi

maupun kabupaten/kota. Berkaitan dengan kewenangan

menjalankan prinsip negara hukum, baik kewenangan atribusi,

delegasi maupun mandat akan melahirkan pemberlakuan asas dalam

hukum Pemerintahan Daerah, baik asas desentalisasi, asas

dekonsentrasi maupun asas tugas pembantuan.

Kewenangan mempunyai kedudukan yang sangat penting

dalam kajian hukum h. X – XII tata negara dan hukum administrasi,

seperti yang dikemukakan oleh F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek,

24

I Made Arya Utama, 2007, Hukum LingkunganSistem hukum Perizinan Berwawasan

Lingkungan Untuk Pembangunan Berkelanjutan, Cet. 1, Pustaka Sutra, Bandung, h. 82.

25

Philipus M. Hadjon, at al, 1997, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to

the Indonesian Administrative Law), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, (selanjutnya disebut

Philipus M. Hadjon II). h. 130

26

Ibrahim R, 2009, Hubungan Pemerintah Pusat – Daerah Dan Konstalasi Demokrasi Di

Indonesia, Makalah Dibawakan Dalam Diskusi Panel Pada Perancangan Dan Advokasi Hubungan

Pusat-Daerah Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Di Denpasar 7 Pebruari 2009.

Page 26: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 20

dalam konsep hukum publik wewenang merupakan konsep inti dari

hukum tata negara dan hukum administrasi negara.27 Dalam hal ini

tanpa adanya kewenangan yang dimiliki, maka Badan atau Pejabat

Tata Usaha Negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan atau

tindakan pemerintahan. Dalam kamus Bahasa Indonesia kata

wewenang sama artinya dengan kewenangan, yaitu hak dan

kekuasaan untuk bertindak. Disamping itu kewenangan juga

diartikan sebagai kekuasaan membuat keputusan, memerintah, dan

melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain.28 Dengan demikian

maka setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus

memiliki legitimasi yakni kewenangan yang diberikan oleh undang-

undang.

Wewenang adalah kemampuan untuk melakukan suatu

tindakan hukum publik atau secara yuridis wewenang adalah

kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang

berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum.29 Secara

etimologis kata wewenang berasal dari kata dasar “wenang” yang

merupakan terjemahan dari competentie (bahasa Inggris) atau

bevoegheid serta gezag dari bahasa Belanda.30 Sejalan dengan

pengertian tersebut dalam Fockema Andreal dinyatakan bahwa

bevoegheid berarti wewenang. Sedangkan absolute bevoegheid berarti

kekuasaan kehakiman menentukan pengadilan mana yang berhak

untuk menangani suatu perkara. Disebutkan pula bahwa bevoegheid

27 Philipus M. Hadjon I,… Loc.Cit.

28

Tim Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus besar Bahasa

Indonesia, Edisi kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, h. 1128

29

S.F. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif Di Indonesia,

Liberty, Yogyakarta, h. 154.

30

I Made Arya Utama, Op.Cit, h. 79.

Page 27: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 21

sama artinya dengan competentie yakni wewenang, kekuasaan.31

Dengan demikian wewenang berarti identik dengan kekuasaan.

Dari segi hukum berdasarkan Ketetapan MPR Nomor

V/MPR/2000, pengertian wewenang dibedakan dengan pengertian

tugas. Wewenang diartikan sebagai fungsi yang boleh tidak

dilakukan. Menurut Philipus M. Hadjon, kata tugas dan wewenang

dalam Ketetapan MPR tersebut dimaksudkan sebagai kekuasaan.

Pembedaan kekuasaan atas tugas dan wewenang merupakan

pengaruh konsep hukum privat, dimana tugas dikaitkan dengan

kewajiban, sedangkan wewenang dikaitkan dengan hak.32 Pada buku

yang lain Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa wewenang berarti

kewenangan untuk membuat keputusan yang dapat diperoleh

dengan dua cara yaitu secara atribusi dan delegasi.33

Lebih lanjut Indroharto melihat wewenang sebagai kemampuan

atau kecakapan atau kesanggupan, dimana kemampuan atau

kecakapan atau kesanggupan tersebut hanya diberikan oleh

peraturan perundang-undangan. Kemampuan atau kecakapan atau

kesanggupan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan

tersebut dapat menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum

sebagaimana dikatakan oleh Abdul Kadir Muhammad, diartikan

sebagai akibat yang ditimbulkan oleh hukum berupa hak dan

kewajiban34, seperti misalnya produk hukum yang dibuat oleh Badan

31NE. Algra, H.R.W. Gokkel, Saleh Adiwinata, Boerhanoedin St. Batoeh, 1983, Kamus Istilah

Hukum Belanda – Indonesia, Fockema Andreal Belanda, Binacipta, Jakarta, h. 74.

32

Philipus M. Hadjon, 1992, Lembaga Tertinggi Dan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara

menurut undang-Undang Dasar 1945 Suatu analisa Hukum dan kenegaraan, Bina Ilmu, Surabaya,

(selanjutnya disebut Phlipus M. Hadjon III), h. X – XII

33

Philipus M. Hadjon II, Loc.Cit.

34

Abdul Kadir Muhammad, 2001, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, h.

51.

Page 28: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 22

atau Pejabat Tata Usaha Negara dari yang bersifat mengatur (umum)

sampai dengan yang sifatnya individual konkrit.

Prajudi Atmosudirdjo memberikan pengertian wewenang dilihat

dari segi kompetensi suatu badan administrasi dengan mengatakan

bahwa wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu

tindakan hukum publik. Jadi wewenang hanya meliputi atau hanya

mengenai satu onderdil saja.35 Hal yang sama juga dikatakan oleh

Juanda yang memberikan definisi mengenai wewenang bila dilihat

dari segi hubungan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat dengan

Kepala Daerah, dengan mengatakan bahwa wewenang adalah

kekuasaan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik,

misalnya wewenang menandatangani/menerbitkan izin atas nama

pejabat tertentu.36 Menurut Juanda,37 kewenangan adalah

kekuasaan formal yang berasal dari atau diberikan oleh undang-

undang misalnya kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif,

kekuasaan yudikatif. Dengan demikian dalam kewenangan ada

kekuasaan dan dalam kewenangan lahirlah wewenang.

Disisi lain Prajudi Atmosudirdjo, berpendapat tentang pengertian

wewenang dalam kaitanya dengan kewenangan adalah sebagai

berikut, bahwa kewenangan (authority, gezag) adalah kekuasaan

formal, yakni kekuasan yang berasal dari kekuasaan legislatif atau

kekuasaan eksekutif/administratif. 38

Dalam kaitannya dengan pajak, berdasarkan kewenangan

memungut pajak dibagi atas pajak pusat dan pajak daerah. Pajak

daerah dibagi atas pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota.

35 Prajudi Atmosudirdjo, Op.Cit, h. 74

36

Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan Daerah, Alumni, Bandung, h. 265.

37

Ibid.

38

Prajudi Atmosudirdjo, Loc.Cit.

Page 29: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 23

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Dalam pasal 2

ayat (1) pemerintah Provinsi diberikan kewenangan dalam memungut

pajak yang terdiri atas :

1. Pajak Kendaraan Bermotor;

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

4. Pajak Air Permukaan; dan

5. Pajak Rokok.

Sedangkan untuk kabupaten/kota daam Pasal 2 ayat (2) diberikan

diberikan kewenngan untuk memungut pajak yang terdiri atas:

1. Pajak Hotel;

2. Pajak Restoran;

3. Pajak Hiburan;

4. Pajak Reklame;

5. Pajak Penerangan Jalan;

6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

7. Pajak Parkir;

8. Pajak Air Tanah;

9. Pajak Sarang Burung Walet;

10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan

11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Kecuali untuk Provinsi DKI Jakarta semua kewenangan memungut

pajak daerah berada pada pemerintah Provinsi.

Pemerintah daerah sebagai penyelenggara pemerintahan daerah

tidak terlepas dari tugas untuk membina ketentraman dan ketertiban

masyarakat di daerahnya. Maka dari itu Perda harus sesuai dengan

keadaan-keadaan masyarakat dimana Perda tersebut diberlakukan.

Page 30: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 24

Sebagai penyelenggara pemerintahan daerah maka pemerintah

daerah dituntut untuk memahami dukungan dan tuntutan yang

berkembang dalam masyarakat, namun dalam kenyataannya sering

terjadi bahwa setelah diberlakukannya suatu Perda timbul

ketidakpuasan warga masyarakat karena materi muatan (substansi)

dari Perda tersebut dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan

masyarakat.39 Setiap pembentukan Perda terutama yang bersifat

membebani masyarakat harus memperhatikan aspirasi masyarakat,

dalam artian masyarkat ikut berperan serta dalam memberikan

saran, pendapat maupun masukan-masukan sehingga Perda yang

dibentuk bersifat responsif.

2. Teori Utility

Dalam aliran utilitarianisme seperti yang diungkapkan oleh

Jeremy Bentham dan juga oleh John Stuart Mill maupun Rudolf von

Jhering, dikatakan bahwa pada prinsifnya manusia melakukan

tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya

dan mengurangi penderitaan (essence of utilitarianisme… … is a moral

philosophy that defines the Rightness of an action is term of is

contribution to general happiness.....).40 Seperti yang dikatakan oleh

Jeremy Bentham,41 bahwa tujuan hukum adalah untuk memberikan

kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada jumlah yang sebanyak-

banyaknya (the greatest happiness for the gratest number) dengan

kata lain bahwa hukum itu harus dapat memberikan manfaat bagi

masyarakat. Disisi lain J. Schrassert, Bellefroid dan juga V.

39 I Wayan Suandi, 2008, Pendekatan Sstem Dalam Pembentukan Peraturan Daerah, Kertha

Patrika, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 33 No. 1 Januari 2008, h. 8.

40

LB. Curson. 1979, Yurisprudence, M&E Handbooks, Mac Donald and Evans, Ltd., Estover,

Plymouth PL6 7PZ, h. 93 -94.

41

Achmad Roestandi, 1992, Responsi Filsafat Hukum, Cet. 3, Armico, Bandung, h. 18.

Page 31: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 25

Apelldoorn menyatakan bahwa tujuan terpenting dari pada hukum

itu sediri adalah keadilan (justitia) dan manfaat (utilitas).42 Oleh

karena itu tidak akan ada gunanya menerapkan berbagai konsep

apabila tidak memberikan suatu manfaat bagi kehidupan umat

manusia, dengan berpegang pada prinsip bahwa manusia akan

melakukan tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang

sebesar-besarnya serta mengurangi penderitaan.43 Dengan demikian

dalam pengelolahan pajak daerah agar sesuai dengan makna

pelaksanan otonomi daerah, maka pemanfaatannya agar dapat

dirasakan oleh masyarakat, sehingga akan timbul kesadaran untuk

melakukan kewajiban pembayaran pajak secara sukarela. Disamping

itu dalam pemungutan pajak daerah harus mempertimbangkan asas

kemanfaatan bagi pemerintah daerah tersebut yang secara umum

dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi hasil guna dan sisi daya guna

bagi pemerintah daerah dan masyarakat daerah bersangkutan. 44

3. Teori pemungutan Pajak

Dalam melakukan pemungutan pajak ada beberapa teori yang

dapat dijadikan dasar pembenaran untuk melakukan pemungutan

pajak yakni45 :

1. Teori Asuransi, dalam teori ini pajak diibaratkan sebagai suatu premi asuransi yang harus dibayar oleh setiap orang

untuk mendapatkan jaminan perlindungan. Teori ini tidak sesuai dengan sifat-sifat dari pajak itu sendiri, sebab premi

yang dibayar dalam asuransi untuk mendapatkan imbalan

42 Sudarsono, 2004, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. 4, Rineka Cipta, Jakarta, h. 102.

43

Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Cira Aditya

Bakti, Bandung, h. 64.

44

Tjip Ismail, 2007, Pengaturan Pajak Daerah Di Indonesia, Cet. 2, Yellow Printing, Jakarta,

h. 42.

45

R. Santoso Brotodihardjo, 1995, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Eresco Bandung, h. 30-35

Page 32: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 26

yang langsung dapat diterima sedangkan dalam pajak tidak ada kontra prestasi langsung yang dapat diterima.

2. Teori Kepentingan, teori ini mengukur besarnya pajak sesuai dengan besarnya kepentingan wajib pajak yang dilindungi.

Jadi lebih besar kepentingan yang dilindungi maka lebih besar pula pajak yang harus dibayar.

3. Teori daya pikul, dalam teori ini menekankan bahwa pembayaran pajak disesuaikan dengan kemampuan serta daya pikul masing-masing. Menurut “De Langen”, daya pikul

dikatakan sebagai kekuatan seseorang untuk memikul suatu beban dari apa yang tersisa setelah seluruh penghasilannya

dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran yang mutlak untuk kebutuhan primer diri sendiri beserta keluarganya.

4. Teori daya Beli, dalam teori ini pajak diibaratkan sebagai sebuah pompa yang menyedot daya beli seseorang atau anggota masyarakat, kemudian mengembalikannya lagi ke

masyarakat secara tidak langsung berupa pasilitas-pasilitas umum dalam rangka ameningkatkan kesejahteraan rakyat.

5. Teori Kewajiban Pajak Mutlak/Teori Bakti, teori ini didasarkan pada teori organ (organtheorie) dari “Otto Von Gierke” 46, yang

menyatakan bahwa negara merupakan suatu kesatuan yang didalamnya terdapat masyarakat yang terdiri dari individu.

Individu tidak mungkin bisa hidup tanpa masyarakat sehingga individu tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Demikian juga masyarakat dalam arti yang luas (negara),

untuk dapat melangsungkan hidupnya (berfungsinya organ-organ negara) perlu biaya, salah satunya adalah berasal dari

rakyat melalui pajak. 47

Dalam kaitanya dengan kajian tersebut diatas sangat relevan

untuk dijadikan pertimbangan dalam penetapan tarif pajak, Karena

lebih menekankan pada aspek keadilan, aspek kepentingan serta

kenikmatan dan juga berkaitan dengan hak dan kewajiban sebagai

warga negara. Disamping juga berkaitan dengan tujuan negara

46 Rochmat Soemitro, 1992, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Cet Ketiga, PT. Eresco,

Bandung, h. 1.

47

H. Hamdan Aini, 1985, Perpajakan, Bina Aksara, Jakarta, h. 4

Page 33: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 27

sebagaimana termaktub dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Asas Pemungutan Pajak

Disamping teori tersebut diatas ada beberapa asas yang sangat

relevan yang harus dipenuhi dalam malakukan pemungutan pajak

sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith, dengan ajarannya

mengenai asas pemungutan pajak “The Four Maxims”, yakni :

1. Asas Equality and Equity (asas persamaan dan kesamaan); 2. Asas Certainty (asas kepastian hukum);

3. Asas Convenience of payment (saat yang tepat); dan 4. Asas Efisiensi. (efisien) 48

Berkaitan dengan rencana rasionalisasi tarif untuk Pajak Hiburan

maka asas ini sangat relevan untuk dijadikan pertimbangan dalam

melakukan kajian Akademis.

5. Pajak Hiburan

Pajak Hiburan secara konseptual menurut Pasal 1 angka 24

UU No. 28 Tahun 2009 adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.

Dengan kata lain, Pajak Hiburan dipungut atas penyelenggaraan

suatu hiburan. Sementara itu, hiburan pada dasarnya merupakan

semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau

keramaian yang dinikmati oleh seseorang dan/atau sekelompok

orang dengan dipungut sejumlah bayaran. Dengan demikian,

mengeni dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang

yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara

hiburan. Adapun yang dimaksud dengan jumlah uang yang

seharusnya diterima termasuk juga potongan harga dan tiket

cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan.

48 R. Santoso Brotodihardjo, Op.Cit, h. 27.

Page 34: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 28

Adanya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah telah mengakibatkan melambungnya

tarif Pajak Hiburan hingga maksimal menjadi 75 persen. Adapun

ketentuan selengkapnya tentang tarif Pajak Hiburan dapat dijumpai

pada Pasal 45 UU No. 28 Tahu 2009 yang menetapkan sebagai

berikut :

(1) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen).

(2) Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen).

(3) Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

(4) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Lebih lanjut mengenai besaran pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung

dengan cara mengalikan tarif yang ditetapkan dengan dasar pengenaan

pajak. Sebagai contoh simulasi cara penghitungan Pajak Hiburan adalah

sebagao berikut :

Pajak = Dasar Pengenaan Pajak X Tarif Pajak

Jumlah Uang yang diterima penyelenggara hiburan sesuai Karcis/

dokumen lain misalnya sebesar 50.000.000

Tarif Pajak = 10 %

Jumlah Pajak = 50.000.000 X 10 % = Rp. 5.000.000

Pajak Hiburan dipungut dalam masa pajak yakni jangka waktu 1

(satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur

dengan produk hukum lain yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak

untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang

terutang. Sementara itu, adapun saat terutangnya Pajak Hiburan

ditetapkan pada saat terjadi penyelenggaraan hiburan.

Page 35: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 29

B. KONDISI EKSISTING KABUPATEN BADUNG

1. Letak Geografis

Sebagai salah satu dari kabupaten di Bali, Kabupaten Badung

secara fisik memiliki bentuk wilayah menyerupai sebilah keris.

Keunikan ini kemudian diangkat menjadi lambang daerah, yang di

dalamnya terkandung semangat dan jiwa ksatria berkaitan dengan

peristiwa Puputan Badung. Semangat ini kemudian melandasi moto

Kabupaten Badung, Cura Dharma Raksaka, yang berarti kewajiban

pemerintah untuk melindungi kebenaran dan rakyatnya.49

Gambar 1: Peta Wilayah Kabupaten Badung

Wilayah Kabupaten Badung terletak pada posisi 08o14'17"-

08o50'57"Lintang Selatan (LS) dan 115o05'02"--15o15' 09" Bujur

Timur (BT) membentangdi tengah-tengah Pulau Bali. Secara umum

Kabupaten Badung merupakan daerah beriklim tropis yang memiliki

49

Kabupaten Badung, 2017, Profil Badan Pendapatan Daerah (Pasedahan Agung), h.11.

Page 36: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 30

dua musim, yaitu musim kemarau (April–Oktober) dan musim hujan

(Nopember – Maret). Curah hujannya rata-rata 893,4 – 2.702,6mm

per tahun. Kemudian suhu udaranya berkisar 25o C – 30o C dengan

kelembapan udara rata-rata mencapai 79%. Khusus kedudukan atau

lokasi Puspem Kabupaten Badung “Mangupraja” di wilayah

Mangupura terletak pada koordinat 08º36’10” LS dan 115º10’43” BT.

Wilayah Mangupura ini meliputi Desa Mengwi, Desa Gulingan, Desa

Mengwitani, Desa Kekeran, Kelurahan Kapal, Kelurahan Abianbase,

Kelurahan Lukluk, Kelurahan Sempidi, dan Kelurahan Sading.50

2. Luas Wilayah

Luas wilayah Kabupaten Badung adalah 418,52 km2 (7,43% dari

luas Pulau Bali). Bagian utara Kabupaten Badung merupakan daerah

pegunungan yang berudara sejuk, berbatasan dengan Kabupaten

Buleleng. Wilayah di bagian selatan merupakan dataran rendah

dengan pantai berpasir putih dan berbatasan langsung dengan

Samudra Indonesia. Sebelah timur wilayahnya berbatasan dengan

Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar. Bagian tengah wilayah

Badung merupakan daerah persawahan. Di sebelah barat berbatasan

dengan Kabupaten Tabanan. 51

3. Penduduk

Penduduk dapat menentukan dinamika suatu wilayah atau

sebuah kota. Selaku individu dan kelompok, penduduk menjadi

pelaku utama dalam kehidupan sebuah kota atau wilayah.

Berdasarkan data Badan pusat Statistik Kabupaten Badung 2018,

jumlah penduduk Badung 656,40 ribu jiwa. Wilayah yang paling

banyak penduduknya adalah Mengwi, yaitu 131,93 ribu jiwa,

50

Ibid.,h.12. 51

Ibid.

Page 37: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 31

sedangkan yang paling sedikit penduduknya adalah wilayah Petang,

yaitu 25,76 ribu jiwa.

Tabel 2

Demografi Kabupaten Badung Tahun 2018

KECAMATAN LUAS WILAYAH JUMLAH PENDUDUK

KM2 (dalam ribuan)

KUTA SELATAN 101,13 164,78

KUTA 17,52 107,66

KUTA UTARA 33,86 134,73

MENGWI 82,00 131,93

ABIANSEMAL 69,01 92,04

PETANG 115,00 25,76

TOTAL 418,52 656,90

Sumber data: data diolah (badungkab.bps.go.id)

4. Perekonomian

Pada masa kerajaan, kekuatan ekonomi Badung banyak

didukung oleh sektor pertanian (agraris) berkombinasi dengan sektor

perdagangan. Ketika pusat pemerintahan Badung berada di Puri

Denpasar, aktivitas perdagangan berupa pasar sore (tenten) berada di

sebelah selatan puri. Hal inilah yang menyebabkan pusat

pemerintahan Badung disebut Puri Denpasar, yang berarti puri dajan

pasar (di sebelah utara pasar). Perekonomian Badung juga didukung

pelabuhan laut di Kuta, yang banyak berhubungan dengan pedagang

dari luar daerah, bahkan dari negara asing. Setelah Indonesia

merdeka, khususnya sejak dekade 1980-an, perekonomian Badung

lebih banyak didukung oleh sektor pariwisata budaya. Sektor inilah

Page 38: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 32

yang banyak memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah

(PAD) Kabupaten Badung.52

Bersumber dari kontribusi pajak hotel dan restoran Tingginya

PAD Badung yang berasal dari kontribusi pajak hotel dan restoran

(PHR) menyebabkan Pemda Bali berinisiatif mewajibkan Kabupaten

Badung menyisihkan PAD yang berasal dari PHR untuk

disumbangkan kepada kabupaten lain di Bali (selain Denpasar)

melalui Pemda Bali. Kewajiban tersebut dituangkan dalam

Keputusan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2003. Setelah terjadinya

peristiwa Bom Bali pada 2002, pemanfaatan sumbangan Kabupaten

Badung kepada Pemda Bali untuk didistribusikan kepada enam

kabupaten di Bali, pemanfaatannya diprioritaskan untuk promosi

pariwisata bersama dan peningkatan keamanan. Hal ini diputuskan

berdasarkan SK Gubernur No. 285/01-F/HK/2009, 11 Maret 2009.53

5. Visi Misi Pemerintah Kabupaten Badung

Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Visi

adalah cara pandang jauh kedepan kemana Instansi Pemerintah atau

suatu organisasi harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif, dan

inovatif. Visi adalah gambaran tentang masa depan yang ingin

dicapai. Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan hasil Pilkada

serentak Tahun 2015, telah terjadi suksesi kepemimpinan di

Kabupaten Badung dengan dilantiknya Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah yang baru pada tanggal 17 Pebruari 2016, yakni I

Nyoman Giri Prasta, S.Sos. dan Drs. I Ketut Suiasa, SH., selaku

Bupati dan Wakil Bupati Badung periode 2016 – 2021.

52

Ibid.,h.16. 53

Ibid.,h. 17.

Page 39: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 33

Visi dari Bupati dan Wakil Bupati Badung “MEMANTAPKAN ARAH

PEMBANGUNAN BADUNG BERLANDASKAN TRI HITA KARANA

MENUJU MASYARAKAT YANG MAJU, DAMAI, SEJAHTERA”. Visi

tersebut selanjutnya dijabarkan dalam misi, sebagai berikut :54

a. Memperkokoh kerukunan hidup bermasyarakat dalam jalinan

keagamaan adat, budaya dan agama

b. Memantapkan kualitas pelayanan publik dengan menerapkan

Teknologi Informasi dan Komunikasi

c. Memantapkan tata kelola pemerintahan dengan menerapkan

prinsip Good Governance dan Clean Government

d. Meningkatkan pelaksanaan program keluarga berencana (KB)

dalam pengelolaan kependudukan

e. Memperkuat usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sebagai

pilar ekonomi kerakyatan

f. Mewujudkan tatanan kehidupan bermasyarakat yang menjunjung

tinggi penegakan hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia)

g. Meningkatkan perlindungan dan pengelolaan Sumber Daya Alam

dan lingkungan hidup

h. Memperkuat daya saing daerah melalui peninngkatan mutu

sumber daya manusia dan infrastruktur wilayah

i. Meningkatkan sinergitas potensi budaya, pertanian dalam artian

luas dan pariwisata

Terkait dengan pelaksanaan Misi tersebut, Pemerintah Kabupaten

Badung bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Badung sedang menyusun Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016 – 2021, sebagai perwujudan

dari visi dan misi Bupati Badung dan Wakil Bupati untuk 5 (lima )

54

Ibid.,h. 18-20.

Page 40: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 34

tahun mendatang. Dalam RPJMD akan ditentukan mengenai tujuan

dan sasaran yang akan dicapai, sebagai pedoman dalam menentukan

arah pembangunan kedepan.

Badan Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung selaku SKPD

pengelola pendapatan, memiliki tujuan pokok yakni Peningkatan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Badung. Peningkatan PAD

merupakan syarat utama dalam mewujudkan pengelolaan tata kelola

pemerintahan yang mantap, karena PAD merupakan cerminan dari

kemandirian daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Dalam

kaitan itu, dari beberapa misi Bupati dan Wakil Bupati Badung,

maka sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Badan

Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung, mengacu

pada pelaksanaan misi ke 1, 2 dan 3, yaitu :55

a. Memperkokoh kerukunan hidup bermasyarakat dalam jalinan

keagamaan adat, budaya dan agama

b. Memantapkan kualitas pelayanan publik dengan menerapkan

Teknologi Informasi dan Komunikasi

c. Memantapkan tata kelola pemerintahan dengan menerapkan

prinsip Good Governance dan Clean Government

C. KAJIAN TERHADAP PRAKTEK PENYELENGGARAAN PAJAK HIBURAN

1. Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Pajak Daerah di Kabupaten

Badung

Otonomi daerah menuntut untuk mengedepankan kemandirian

daerah. Dampak dari adanya otonomi daerah adalah semakin

besarnya wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepada

55

Ibid.,h.20.

Page 41: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 35

daerah untuk dapat memaksimalkan potensi yang ada serta

mempunyai wewenang untuk mengatur dan memberikan suatu

kebijakan tertentu, termasuk di sektor perpajakan.

Otonomi daerah menghendaki daerah untuk berkreasi dalam

mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran

pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan

dan pembangunan. Dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak dan retribusi

daerah merupakan dua sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD),

disamping penerimaan dari kekayaan daerah yang dipisahkan serta

PAD lain-lain yang sah. Semakin tinggi peranan PAD dalam

pendapatan daerah merupakan cermin keberhasilan usaha-usaha

atau tingkat kemampuan daerah dalam pembiayaan penyelengaraan

pemerintahan dan pembangunan.

Salah satu komponen pajak daerah adalah Pajak Hiburan,

yang merupakan salah satu pendapatan asli daerah. Hal ini sesuai

dengan Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 17 Tahun 2011,

bahwa Pajak Hiburan yang selanjutnya disebut pajak adalah pajak

atas penyelenggaran hiburan. Pajak Hiburan ini dikenakan pada

semua penyelenggaraan hiburan yang dipungut bayaran.56

Pemerintah Kabupaten Badung mengeluarakan Peraturan

Daerah tentang Pajak Hiburan sebagai landasan hukum operasional

dalam tehnis pengenaan dan pemungutan Pajak Hiburan.

Keberadaan Pajak Hiburan ini diharapkan mampu memberikan

kontribusi lebih terhadap pendapatan asli daerah dan kontribusi

56Ketentuan Pasal 1 Angka 7 dan Angka 8 Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 17

Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan.

Page 42: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 36

inilah yang nantinya akan digunakan untuk penyelengaraan

pembangunan daerah.

Pajak Hiburan merupakan salah satu pajak daerah yang

dipungut oleh Pemerintah Kabupaten Badung. Cara untuk

menghitung tingkat kontribusi Pajak Hiburan terhadap penerimaan

pajak daerah yaitu dengan membandingkan antara realisasi Pajak

Hiburan dengan realisasi pajak daerah. Berikut tabel yang

menunjukkan besarnya kontribusi Pajak Hiburan terhadap pajak

daerah Kabupaten Badung.

Tabel 3

Kontribusi Penerimaan Pajak Hiburan Terhadap Pajak Daerah

Kabupaten Badung 2013-2018.

Tahun

Anggaran

Realisasi

Pajak Hiburan

Realisasi

Pajak Daerah

Kontribusi

%

2013 25.755.951.881 2.010.554.251.067 1,28 %

2014 30.338.040.073 2.339.332.864.903 1,30%

2015 40.083.804.464 2.339.332.864.903 1,71%

2016 49.931.515.970 2.968.152.917.833 1,68%

2017 58.585.763.642 3.490.156.150.276 1,68%

2018 59.419.893.304 3.033.180.689.866 1.96%

Rata-Rata 1,60%

Sumber : Bapenda Kabupaten Badung (Data Diolah) 2018

Dari tabel di atas, untuk Pajak Hiburan tingkat prosentase

kontribusinya untuk tahun 2013 sebesar 1,28%,tahun 2014 sebesar

1,30% tahun 2014 sebesar 1,30% tahun 2015 sebesar 1,71%, tahun

2016 sebesar 1,68%, tahun 2017 sebesar 1,68% dan tahun 2018

sebesar 1,96%. Kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2018 sebesar

Page 43: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 37

1,96% sedangkan terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar

1,28%.

Berdasarkan perhitungan kontribusi penerimaan Pajak Hiburan

terhadap pajak daerah diatas, maka mulai tahun 2013 hingga tahun

2018 Pajak Hiburan memberikan kontribusi sebesar 1,60% dari

penerimaan pajak daerah. Rata-rata kontribusi dalam kurun waktu 6

tahun terakhir menunjukkan bahwa prosentasenya tergolong kriteria

0 – 10 % atau sangat kurang.

2. Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Badung

Adanya diskresi yang berupa keleluasaan penetapan tarif Pajak

Hiburan dapat dilihat dari fungsi regulerand dari pajak. Pemerintah

Daerah diberi kewenangan untuk menetapkan klasifikasi jenis

hiburan tertentu dan tarif pajaknya dengan tetap memperhatikan

ketentuan undang-undang dan Peraturan Daerah yang mengaturnya.

Seperti tentang tarif Pajak Hiburan yang diatur dalam ketentuan

Pasal 6 Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 17 Tahun 2011

Tentang Pajak Hiburan sebagai berikut :

1) Tarif pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen)

2) Khusus tarif Pajak Hiburan berupa mandi uap, diskotik,

karaoke, klab malam dan panti pijat, ditetapkan sebesar

12,5% (dua belas koma lima persen).

3) Khusus hiburan rakyat/tradisional tarif pajaknya ditetapkan

sebesar 5% (lima persen).

4) Hiburan kesenian rakyat/tradisional sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) yang diselenggarakan oleh desa adat tarif

pajaknya ditetapkan 0% (nol persen).

Page 44: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 38

Tarif Pajak Hiburan yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten Badung

mulai tahun 2011 masih dibawah batas maksimal tarif Pajak

Hiburan yang dijumpai pada Pasal 45 UU No. 28 Tahun 2009, yakni :

(1) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen).

(2) Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan

ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh

puluh lima persen). (3) Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif

Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh

persen).

Menyimak pengaturan tersebut dapat kiranya dimaknai bahwa

Pemerintah Daerah Kabupaten Badung memberikan perhatian yang

positif terhadap hiburan kesenian rakyat/tradisional dengan

menetapkan tarif pajak yang berbeda dengan jenis hiburan yang

lainnya. Hiburan berupa kesenian rakyat/tradisional adalah jenis

hiburan yang perlu dilestarikan dan diselenggarakan di tempat yang

dapat dikunjungi oleh semua lapisan masyarakat.

Sebagaimana ditegaskan dalam Penjelasan Perda Kabupaten

Badung No. 17 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan, bahwa dengan

makin meningkatnya pelaksanaan tugas pemerintahan,

pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat, maka menuntut

tersedianya dana yang lebih memadai. Oleh karenanya sumber

pembiayaan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut diatas dapat digali

dari PAD, dimana salah satunya berasal dari Pajak Hiburan yang

merupakan potensi pajak yang cukup besar di Kabupaten Badung.

Bila dilihat faktanya di Kabupaten Badung, hiburan merupakan

sektor potensial dalam penerimaan Pajak Hiburan dan hal tersebut

dapat memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) bila

Page 45: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 39

dapat dimanfaatkan secara efektif. Kontribusinya yang dimaksud

adalah besarnya sumbangan atau partisipasi Pajak Hiburan terhadap

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dalam pelaksanana otonomi daerah

dimana Pemerintah Daerah diharapkan dapat mengupayakan

peningkatan PAD yang bersumber dari pajak, terutama Pajak

Hiburan.

Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-

Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang

digali dari wilayah daerah yang bersangkutan. Sumber keuangan

daerah tersebut terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain

pendapatan asli daerah yang sah. Kebijakan keuangan daerah

diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai

sumber utama pendapatan daerah sebagai sumber utama

pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam

melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai

dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam

mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi).

Untuk mengetahui mengenai besaran kontribusi Pajak Hiburan

terhadap PAD Kabupaten Badung dapat dilihat dari target dan

realisasi Pajak Hiburan serta realisasi PAD pada tabel 4 dan tabel 5

dibawah ini :

Tabel 4

Target Realisasi Pajak Hiburan Kabupaten Badung 2013-2018.

Tahun Anggaran

Target Realisasi Prosentase %

2013 23.000.000.000 25.755.951.881 112 %

2014 29.000.000.000 30.338.040.073 94%

Page 46: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 40

Tahun

Anggaran Target Realisasi Prosentase %

2015 35.000.000.000 40.083.804.464 115%

2016 45.425.540.098 49.931.515.970 118%

2017 57.156.365.805 58.585.763.642 103%

2018 75.727.677.208 59.419.893.304 78%

Rata-Rata 103,3%

Sumber : Bapenda Kabupaten Badung (Data Diolah) 2018

Dari data diatas, tahun 2013, 2015, 2016, dan 2017 realisasi

Pajak Hiburan melebihi target dengan prosentase 112%, 115%, 118%

dan 103%. Sedangkan pada tahun 2014 dan 2018, realiasasinya

tidak mencapai target dengan prosentase 94% dan 78%. Berdasarkan

data ini dapat dilihat bahwa enam tahun terakhir telah terjadi 4 kali

realisasi melebihi target dan 2 (dua) kali realisasi tidak mencapai

target.

Tabel 5

Kontribusi Pajak Hiburan sebagai sumber PAD

Kabupaten Badung 2013-2018.

Tahun

Anggaran Realisasi PAD

Realisasi Pajak

Hiburan

Prosentase

%

2013 2.279.053.294.586 25.755.951.881 1,13%

2014 2.722.625.562.621 30.338.040.073 1,11%

2015 2.722.625.562.621 40.083.804.464 1,47%

2016 3.563.459.644.192 49.931.515.970 1,40%

2017 4.172.244.031.125 58.585.763.642 1,40%

2018 3.538.107.107.503 59.419.893.304 1,68%

Rata-Rata 1,37%

Sumber : Bapenda Kabupaten Badung (Data Diolah) 2018

Page 47: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 41

Dari tabel diatas, untuk Pajak Hiburan, tingkat prosentase

kontribusi. Untuk tahun 2013 sebesar 1,13%, tahun 2014 sebesar

1,11%, tahun 2015 sebesar 1,47%, tahun 2016 sebesar 1,40%, tahun

2017 sebesar 1,40% dan tahun 2018 sebesar 1,69%, sedangkan

terendah terjadi pada tahun 2014, yaitu sebesar 1,11%. Dari data ini

kontribusi Pajak Hiburan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah

(PAD) selama enam tahun terakhir dinilai tidak maksimal dan masuk

kategori kriteria kontribusi sangat kurang. Hasil analisis diperoleh

tingkat kontribusi rata-rata hanya sebesar 1,37%.

Mengingat rendahnya tingkat kontribusi Pajak Hiburan terhadap

PAD, maka perlu dilakukan berbagai upaya dalam rangka

meningkatkan penerimaan Pajak Hiburan tersebut diantaranya

adalah :

1. Ekstensifikasi wajib pajak yang berupa penambahan jumlah

wajib pajak terdaftar dan perluasan objek pajak di

Kabupaten Badung dengan mencari jenis-jenis atau tempat-

tempat hiburan baru yang potensial.

2. Meningkatkan/menaikkan tarif pajak yang sudah ada.

Terkait dengan adanya keinginan untuk menaikkan tarif

pajak ini, dapat dilakukan untuk jenis Pajak Hiburan

tertentu dengan tetap memperhatikan batas maksimal

penganaan tarif berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

3. Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah

(PAD) Kabupaten Badung

Pajak bagi pemerintah daerah berperan sebagai sumber

pendapatan (budgetary function) yang utama dan juga sebagai alat

Page 48: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 42

pengatur (regulatory function). Pajak sebagai salah satu sumber

pendapatan daerah digunakan untuk membiayai pengeluaran-

pengeluaran pemerintah, kseperti membiayai administrasi

pemerintah, pembangunan infrastruktur, menyediakan fasilitas

pendidikan, kesehatan, dan membiayai kegiatan pemerintah daerah.

Salah satu sumber penerimaan daerah berasal dari pajak daerah

yang dipakai untuk membiayai pembangunan di daerah. Kegiatan

pembangunan daerah merupakan upaya untuk memanfaatkan

potensi yang ada di daerah, yang sesuai keuangannya untuk

mengurus rumah tangganya sendiri, termasuk mengurus dan

mengelola sumber-sumber penerimaan potensial daerah, seperti

pajak daerah.

Sebagaimana dimaksudkan oleh Suandy, pajak daerah adalah

kontribusi wajib oleh orang pribadi atau badan yang berwenang,

pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya

dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah.57 Pajak daerah

mempunyai peranan sangat penting dalam pembiayaan

pembangunan di daerah. Seiring perjalanan otonomi daerah

diharapkan daerah mampu memanfaatkan segala potensi yang ada

terhadap sumber-sumber penerimaan daerah, yang salah satunya

sumber penerimaan yang berasal dari pajak daerah.

Provinsi Bali, daerah yang setiap tahunnya memberikan

sumbangan tertinggi kepada PAD dibandingkan daerah lainnya, yaitu

Kabupaten Badung. PAD Kabupaten Badung selalu berada di posisi

pertama bila dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Pemerintah

PAD Kabupaten Badung terbilang sangat besar dan memiliki selisih

57 Suandy, Erly, 2011, Hukum Pajak, Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta, h. 37.

Page 49: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 43

jauh dengan kabupaten lainnya. Hal ini disebabkan karena

Kabupaten Badung merupakan pusat daerah pariwisata potensial

dalam penerimaan PAD.

Salah satu sumber PAD Kabupaten Badung adalah dari pajak

daerah. Pemerintah Kabupaten Badung harus dapat mengoptimalkan

penerimaan pajak daerah sebagai sumber penerimaan PAD. Pajak

daerah memiliki peranan yang sangat penting dalam membiayai

pembangunan daerah, karena pajak daerah memberikan sumbangan

tertinggi kepada PAD. Mengingat begitu besarnya kontribusi pajak

daerah terhadap penerimaan PAD, maka dari itu pajak daerah harus

dapat dikelola secara tepat sehingga dapat dimanfaatkan secara

maksimal untuk pembiayaan pembangunan daerah.

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi pajak daerah

terhadap PAD Kabupaten Badung, yang selama ini dinilai

memberikan kontribusi atau sumbangan yang besar dan cukup

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

daerah di Kabupaten Badung. Adapun kontribusi pajak daerah

terhadap PAD di Kabupaten Badung dapat dilihat dalam tabel di

bawah ini:

Tabel 6

Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD Kabupaten Badung Tahun 2013 – Tahun 2018

Tahun

Anggaran

Realisasi

Pajak Daerah Realisasi PAD

Kontribusi

%

2013 2.010.554.251.067 2.279.053.294.586 88,21%

2014 2.339.332.864.903 2.722.625.562.621 85,92%

2015 2.339.332.864.903 2.722.625.562.621 85,92%

2016 2.968.152.917.833 3.563.459.644.192 83,29%

Page 50: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 44

2017 3.490.156.150.276 4.172.244.031.125 83,65%

2018 3.033.180.689.866 3.538.107.107.503 85,72%

Rata-Rata 85,45%

Sumber : Bapenda Kabupaten Badung (data diolah 2018)

Mengacu kepada tabel di atas, terkait perhitungan pajak daerah

terhadap PAD Kabupaten Badung dari tahun 2013 sampai dengan

tahun 2018 memberikan kontribusi yang cukup besar. Meskipun

bersifat fluktuatif, setiap tahunnya pajak daerah memberikan

kontribusi yang cukup besar terhadap PAD Kabupaten Badung.

Berdasarkan analisis tingkat kontribusi pajak daerah terhadap

PAD Kabupaten Badung tahun 2013 – 2018, mewujudkan bahwa

pada tahun 2016 pajak daerah memberikan kontribusi terendah

yaitu 83,29% dan kontribusi tertinggi yang terjadi pada tahun 2013,

yaitu 88,21%. Secara keseluruhan rata-rata kontribusi pajak daerah

terhadap PAD selama tahun 2013 – 2018 setiap tahunnya adalah

sebesar 85,45%, dan ini masuk kategori sangat baik.

4. Analisis Rasionalisasi tarif Pajak Hiburan di Kabupaten

Badung

Target penerimaan Pajak Hiburan di Kabupaten Badung tiap

tahunnya selalu meningkat. Terlebih, apabila menilik target

penerimaan Pajak Hiburan di Kabupaten Badung tahun 2018 yang

mengalami kenaikan sebesar Rp 18.5 triliun menjadi Rp 75,7

triliun. Hal tersebut secara tidak langsung membuat Pemerintah

Kabupaten Badung memutar otak untuk mencari cara bagaimana

menggali potensi pajak daerah yang ada di dalam wilayahnya. Salah

satu cara untuk meningkatkan penerimaan Pajak Hiburan di

Kabupaten Badung adalah dengan menaikan tarif Pajak Hiburan.

Page 51: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 45

Ketentuan mengenai Pajak Hiburan itu sendiri diatur dalam

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, dan Peraturan Daerah

Kabupaten Badung Nomor 17 Tahun 2011. Berdasarkan Pasal 1

Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 17 Tahun 2011 yang

dimaksud dengan hiburan adalah semua jenis tontonan,

pertunjukan, permainan dan/atau keramaian yang dinikmati

dengan di pungut bayaran.

a. Prediksi Tarif Pajak Hiburan

Kenaikan Pajak Hiburan khususnya Pajak Hiburan berupa

mandi uap/Spa, diskotik, karaoke, klab malam dan panti pijat

sebelumnya pernah diwacanakan oleh Kepala Bapenda dan

Pesedahan Agung I Made Sutama, mengatakan pihaknya

mengusulkan kenaikan maksimal 25 persen, atau naik 100 persen

dari pajak saat ini yang sebesar 12,5 persen. Usulan ini sejalan

dengan pemikiran Pansus Perda Pajak Hiburan DPRD Badung pada

hari Selasa, 25 Juli 2017 yang mengusulkan “rasionalisasi tarif Pajak

Hiburan dari yang awalnya 12,5 persen menjadi 35 persen”. Wacana

rasionalisasi tarif Pajak Hiburan saat ini kembali dibahas dengan

melakukan kerjasama dengan Fakultas Hukum Unud untuk

membuat kajian akademis untuk mengkaji rasionalisasi kenaikan

Pajak Hiburan. Kalau dilihat dari target penerimaan Pajak Hiburan di

Kabupaten Badung tiap tahunnya selalu meningkat. Terlebih,

apabila menilik target penerimaan Pajak Hiburan di Kabupaten

Badung tahun 2018 yang mengalami kenaikan sebesar Rp 18.5

triliun menjadi Rp 75,7 triliun, dengan realisasi sebesar Rp 59.4

triliun atau 78%. Untuk mencapai target tersebut upaya yang bisa

dilakukan adalah dengan meningkatkan penerimaan pendapatan

pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Upaya intensifikasi

Page 52: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 46

dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu a). Penyempurnaan

administrasi pajak, dan b) Peningkatan mutu pegawai atau petugas

pemungut. Sedangkan Ekstentifikasi dilakukan antara lain dapat

ditempuh melalui cara: a) Perluasan wajib pajak, b). Penyempurnaan

tarif dan c). Perluasan obyek pajak.

Mengacu pada data tahun 2018 realisasi Pajak Hiburan

sebesar Rp 59.419.893.304,- dengan tarif pajak 12,5% maka Dasar

Pengenaan Pajak (DPP) adalah Rp 475.350.144.000. Supaya Target

pajak tahun 2018 sebesar Rp75.727.677.208 bisa terealisasi maka

tarif pajaknya seharusnya sebesar 15,93 % (dibulatkan menjadi

16%). Supaya target pajak pada tahun berikutnya bisa terealisasi

maka salah satu cara yang dilakukan melalui penyempurnaan tarif

pajak. Dalam melakukan penyempurnaan tarif pajak langkah-

langkah yang ditempuh adalah 1) memprediksi target penerimaan

Pajak Hiburan tahun berikutnya, 2) memprediksi DPP Pajak

Hiburan tahun berikutnya dan 3) memprediksi tarif Pajak Hiburan

tahun berikutnya. Adapun yang dimaksud hal itu adalah :

1) Memprediksi target penerimaan Pajak Hiburan tahun 2019-2023

Berdasarkan target Pajak Hiburan tahun 2013-2018 didapat

rata-rata kenaikan target Pajak Hiburan sebesar 27% per tahun,

maka target Pajak Hiburan tahun 2019-2023 dapat diprediksi

seperti tersaji pada tabel berikut.

Tabel 7

Prediksi Target Pajak Hiburan Kabupaten Badung 2019-2023

Tahun Target

2019 96,174,150,054

2020 122,141,170,569

2021 155,119,286,622

Page 53: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 47

Tahun Target

2022 197,001,494,010

2023 250,191,897,393

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan tabel 7 prediksi target Pajak Hiburan Kabupaten

Badung tahun 2019 sebesar Rp 96.174.150.054, tahun 2020 sebesar

Rp 122.141.170.569, tahun 2021 sebesar Rp 155,119,286,622,

tahun 2022 sebesar Rp 197,001,494,010, dan tahun 2023 sebesar Rp

250,191,897.393.

2) Memprediksi DPP Pajak Hiburan tahun 2019-2023

Berdasarkan DPP Pajak Hiburan tahun 2013-2018 didapat Rata-

rata kenaikan DPP Pajak Hiburan sebesar 17% per tahun, maka

prediksi DPP Pajak Hiburan tahun 2019-2023 seperti tersaji pada

tabel berikut.

Tabel 8

Prediksi DPP Pajak Hiburan Kabupaten Badung 2019-2023

Tahun Anggaran DPP

2019 565.677.384.254

2020 673.156.087.262

2021 801.055.743.842

2022 953.256.335.172

2023 1.134.375.038.855

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan tabel 8 prediksi DPP Pajak Hiburan Kabupaten Badung

tahun 2019 sebesar Rp 565.677.384.254, tahun 2020 sebesar Rp

673.156.087.262, tahun 2021 sebesar Rp 801.055.743.842, tahun

Page 54: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 48

2022 sebesar Rp 953.256.335.17, dan tahun 2023 sebesar Rp

1.134.375.038.855.

3) Memprediksi tarif Pajak Hiburan Tahun 2019-2023

Berdasarkan prediksi target dan DPP Pajak Hiburan maka

dapat dihitung prediksi tarif Pajak Hiburan seperti tersaji pada tabel

berikut.

Tabel 9 Prediksi Tarif Pajak Hiburan Kabupaten Badung 2019-2023

Tahun Anggaran

Target DPP Prosentase

%

2019 23.000.000.000 565.677.384.254 17,00

2020 29.000.000.000 673.156.087.262 18,14

2021 35.000.000.000 801.055.743.842 19,36

2022 45.425.540.098 953.256.335.172 20,67

2023 57.156.365.805 1.134.375.038.855 22,06

Rata-Rata 19,45%

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan tabel 9 prediksi tarif Pajak Hiburan Kabupaten Badung

tahun 2019 sebesar 17 persen, tahun 2020 sebesar 18,4 persen,

tahun 2021 sebesar 19.36 persen, tahun 2022 sebesar 20,67 persen,

dan tahun 2023 sebesar Rp 22,06 persen. Rata-rata prediksi tarif

Pajak Hiburan tahun 2019-2023 sebesar 19,45 persen (dibulatkan

menjadi 19,50 persen). Supaya target Pajak Hiburan bisa tercapai

seharusnya tarif Pajak Hiburan 5 tahun ke depan sebesar 19,50%.

Dengan demikian, perlu ada penyesuaian kenaikan pajak dari

pengenaan pajak sebelumnya sebesar 12,5 %. Untuk itu kenaikan

yang rasional adalah sebesar 7%.

Page 55: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 49

b. Analisis Kelayakan Revisi Tarif Pajak Hiburan

Sudah tujuh tahun setelah Peraturan Daerah Kabupaten

Badung No. 17 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan diberlakukan,

tarif Pajak Hiburan tidak pernah di revisi. Untuk itu Badan

Pendapatan sebagai unsur pemungut pajak daerah merencanakan

untuk merasionalkan tarif Pajak Hiburan. Rasionalisasi tarif Pajak

Hiburan dilakukan melalui kajian akademis yang hasilnya

diharapkan bisa diterima oleh semua pihak yang berkepentingan

khususnya wajib pajak. Indikator yang digunakan dalam analisis

kelayakan revisi tarif Pajak Hiburan adalah UMR, nilai tukar rupiah,

kunjungan wisata domestik dan kunjungan wisata asing.

Tingkat upah memegang peranan yang sangat besar dalam

kondisi ketenagakerjaan karena tingkat upah yang berlaku akan

mempengaruhi jumlah pendapatan masyarakat, sehingga dapat

berpengaruh terhadap tingkat konsumsi masyarakat. Tujuan utama

ditetapkan upah minimum adalah memenuhi standar hidup

minimum seperti kesehatan, efisiesnsi, dan kesejahteraan pekerja.

Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat

masyarakat, semakin meningkat upah minimum akan dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga kesejahteraan juga

meningkat.

Tabel 10 Perkembangan Upah Minimum Regional Kabupaten Badung

Tahun 2011-2018

Tahun Jumlah Perkembangan (%)

2011 1.221.000 -

2012 1.290.000 05,65

2013 1.401.000 08,60

Page 56: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 50

Tahun Jumlah Perkembangan (%)

2014 1.728.000 23,24

2015 1.905.000 10,24

2016 2.124.075 11,50

2017 2.299.311 08,25

2018 2.499,580 08,71

2019 2.700.297,34 08,03

Rata-Rata 10,90

Sumber : Hasil Perhitungan

Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan dari

tahun 2011-2019 upah minimum regional Kabupaten Badung terus

meningkat setiap tahunnya. Peningkatan tertinggi setiap tahunnya terjadi

pada tahun 2013-2014 sebesar 23,24 persen dan peningkatan terendah

terjadi pada tahun 2011-2012 sebesar 05,65 persen. Rata-rata peningkatan

dari tahun 2011-2019 sebesar 10,90 persen. Kalau dibandingkan UMR

tahun 2011 dengan UMR tahun 2019 peningkatannya sebesar Rp

1.479.297,34 (130%). Dengan adanya peningkatan UMR, hal tersebut

mencerminkan keadaan ekonomi yang sudah membaik yang

berdampak pada peningkatan pendapatan pelaku usaha. Kalau

dikaitkan dengan tarif Pajak Hiburan, maka sudah selayaknya tarif

Pajak Hiburan dinaikkan.

Indikator lain yakni perkembangan kurs dollar terhadap rupiah

dimana dampak yang ditimbulkan oleh realisasi pembelian valuta

asing oleh korporasi baik untuk kebutuhan impor maupun

pembayaran cicilan utang luar negeri swasta di tengah-tengah

kelangkaan pasokan devisa cenderung menimbulkan tekanan

depresiasi terhadap nilai tukar rupiah.

Page 57: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 51

Tabel 11

Perkembangan Kurs Rata-rata Dollar Amerika Serikat Terhadap Rupiah Tahun 2011-2018

Tahun Jumlah Perkembangan (%)

2011 8.808 -

2012 9.388 6,58

2013 10.524 12,10

2014 11.864 12,73

2015 13.363 12,63

2016 13.314 (00,37)

2017 13.322,74 00,07

2018 -

Rata-Rata 7,29

Sumber : Badan Pusat Statistik Bali, 2018 (data diolah)

Dalam situasi kurs mata uang rupiah mengalami depresiasi,

yaitu nilai mata uang dalam negeri melemah berarti nilai mata uang

asing menguat kursnya (kurs dollar Amerika). Kalau berkaca pada

nilai rupiah terus melemah dari tahun 2011 sampai dengan tahun

2015. Pada tahun 2016 nilai rupiah menguat lagi tapi pada tahun

2017-2018 nilai rupiah melemah lagi. Dalam kondisi melemahnya

nilai rupiah yang diuntungkan adalah mereka yang punya uang dolar

yang dalam hal ini adalah wisatawan asing. Wisatawan asing yang

sedang berlibur di kawasan wisata yang ada di Kabupaten Badung

bisa membelajakan dolarnya dengan barang atau jasa yang lebih

banyak.

Kabupaten Badung sebagai pusat kegiatan pemerintahan dan

pertumbuhan ekonomi memiliki berbagai macam sektor yang

sedianya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah yang

didalamnya yaitu sektor pariwisata yang berkontribusi sangat besar

pada Pendapatan Asli Daerah, serta dapat memperluas lapangan

kerja. Sektor pariwisata sebagai salah satu sektor yang diandalkan

Page 58: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 52

bagi penerimaan daerah maka Badan pendapatan Kabupaten Badung

dituntut untuk dapat menggali dan mengelola potensi pariwisata

yang dimiliki sebagai usaha untuk mendapatkan sumber pendapatan

melalui terobosan-terobosan baru dalam upaya membiayai

pengeluaran daerah. Kabupaten Badung sebagai salah satu tujuan

wisata di Bali setiap tahun dibanjiri oleh pengunjung baik domestik

maupun asing.

Kunjungan wisatawan domestik ke Bali tahun 2011-2017 tersaji

pada tabel 12 berikut:

Tabel 12

Kunjungan Wisatawan Domestik ke Bali Tahun 2011-2017

Tahun Jumlah Pertumbuhan (%)

2011 5 675 121 -

2012 6 063 558 6,84

2013 6 976 536 15.06

2014 6 394 307 -8.35

2015 7 147 100 11.77

2016 8 643 680 20.94

2017 8 735 633 1.06

Rata-Rata 7,88

Sumber : Badan Pusat Statistik Bali, 2018 (data diolah)

Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat perkembangan wisatawan

domestik ke Bali dari tahun 2011 sampai tahun 2013 terus

meningkat, pada tahun 2014 menurun lagi, tetapi pada tahun

2015-2017 terus meningkat. Rata-rata perkembangan kunjungan

wisatawan domestik ke Bali tahun 2011-2017 sebesar 7,88 persen.

Untuk kunjungan wisatawan asing ke Bali tahun 2011-2017

tersaji pada tabel 13 berikut:

Page 59: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 53

Tabel 13

Kunjungan Wisatawan Asing ke Bali Tahun 2011-2017

Tahun Jumlah Pertumbuhan (%)

2011 2 826 709 -

2012 2 949 332 4.34

2013 3 278 598 11.16

2014 3 766 638 14.89

2015 4 001 835 6.24

2016 4 927 937 23.14

2017 5 697 739 15.62

Rata-Rata 12.57

Sumber : Badan Pusat Statistik Bali, 2018 (data diolah)

Berdasarkan tabel 13 dapat dilihat perkembangan wisatawan asing

ke Bali dari tahun 2011 sampai tahun 2017 terus meningkat, pada

tahun 2016 berjumlah 4.927.937 wisatawan dan pada tahun 2017

berjumlah 5.697.739 wisatawan. Rata-rata perkembangan

kunjungan wisatawan asing ke Bali tahun 2011-2017 sebesar

12,57 persen.

Kunjungan wisatawan baik domesik maupun asing yang

setiap tahun mengalami peningkatan dimana rata-rata

peningkatan wisatawan domestik tahun 2011-2017 sebesar 7,88%

per tahun, sedangkan wisatawan asing tahun 2011-2017 sebesar

12,57% per tahun. Berdasarkan kondisi tersebut, wisatawan yang

mengunjungi obyek wisata semakin meningkat yang berdampak

pada peningkatan jumlah wisatawan yang menikmati hiburan.

Perilaku wisatawan dalam berlibur biasanya tidak berpikir banyak

untuk membelanjakan uangnya untuk membeli jasa hiburan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka sudah selayaknya tarif

Pajak Hiburan dinaikkan.

Page 60: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 54

BAB III

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS RASIONALISASI TARIF PAJAK HIBURAN

A. LANDASAN FILOSOFIS

Landasan filosofis adalah pandangan yang menjadi dasar cita-

cita sewaktu menuangkan suatu masalah ke dalam Peraturan

Perundang-undangan Ketentuan angka 19 Lampiran II UU No. 12

tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

menentukan bahwa unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan

yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran,

dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah

bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD

Tahun 1945 ).

Berdasarkan pemahaman akan hal tersebut, maka dalam

pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia harus

berlandaskan pandangan filosofis Pancasila, yakni :

1. Nilai-nilai religiusitas bangsa Indonesia yang terangkum dalam Sila Ke-Tuhanan Yang Maha Esa;

2. Nilai-nilai hak-hak asasi manusia dan penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan sebagaimana terdapat dalam

sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; 3. Nilai-nilai kepentingan bangsa secara utuh, dan kesatuan hukum

nasional seperti yang terdapat dalam sila Persatuan Indonesia;

4. Nilai-nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat, sebagaimana terdapat di dalam sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; dan 5. Nilai-nilai keadilan – baik individu maupun sosial – seperti yang

tercantum dalam Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Page 61: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 55

Dalam Pasal 23 ayat 2 UUD 1945, disebutkan bahwa “segala

pajak untuk keperluan negara berdasrkan Undang-Undang,

selanjutnya setelah dilakukan amandemen menjadi pasal 23 A. yang

berbunyi “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa

berdasarkan undang-undang” karena pajak menyayat daging tubuh

kita sendiri. Pajak tidak memberikan imbalan yang secara langsung

dapat ditunjuk, atau tidak memberikan imbalan yang sifatnya

langsung terhadap orang yang telah membayar pajak. Pengambilan

kekayaan atau harta tanpa persetujuan dari yang punya merupakan

tindakan “perampokan, pemakasaan, perampasan”. Namun pajak

tidak bermaksud seperti itu, oleh sebab itu pemungutan pajak

terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan dari rakyat.

Persetujuan tersebut diperoleh dari wakil rakyat yang duduk

diperlemen dalam hal ini adalah dewan perwakilan Rakyat (DPR)

yang dipilih oleh rakyat secara lansung dengan produk hukum yang

dibentuk berupa Undang-undang. Falsafah pajak yang tersirat dalam

Pasal 23 A UUDNRI ternyata ada kemiripan dengan falsafah pajak

dari negara lain , seperti di Inggris “No taxation without

representation”, dan di Amerika Serikat “Taxation without

Representation is Robbbery”.58

Perubahan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Tentang Pajak

Hiburan dalam kaitannya dengan rasionalisasi tarif, Landasan

filosofis yang sesuai untuk dijadikan dasar penyusunan adalah

dengan melihat pada nilai-nilai yang terkandung dalam UUD Tahun

1945 sebagaimana dituangkan dalam alinea ke IV Pembukaan UUD

Tahun 1945, yakni untuk mewujudkan kesejahtraan masyarakat

khususnya masyarakat Kabupaten Badung. Sementara itu,

58

Rochmat Soemitro, Op.cit, h14

Page 62: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 56

kesejahteraan tidak akan pernah tercapai apabila tidak didukung

oleh sumber pendanaan yang memadai, salah satunya dari sumber

penerimaan Pajak Hiburan. Pada pihak lain kemampuan penikmat

hiburan saat ini juga semakin tinggi dikaitkan dengan perkembangan

nilai mata uang rupiah atau mata uang asing. Nilai Rp. 1000 pada

tahun 2011 tentunya saat ini berbeda demikian juga bila dikaitkan

dengan nilai tukar rupiah dengan mata uang asing. Sementara itu,

kualitas obyek hiburan saat ini juga telah berkembang dengan

berbagai assesoris yang mengikutinya, sehingga sudah selayaknya

secara filosofis adanya keseimbangan antara kualitas hiburan dengan

kontribusi penikmat hiburannya.

B. LANDASAN SOSIOLOGIS

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Dijelaskan juga bahwa

landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris

mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan

negara. Dalam pembuatan suatu produk hukum dapat

mencerminkan seta memperhatikan kondisi masyarakat itu sendiri,

apalagi produk hukum yang akan dibentuk akan membebani

masyarakat. Dengan demikian karakter produk hukum tersebut

bersifat “responsive”, yaitu produk hukum yang mencerminkan rasa

keadilan dan memenuhi harapan masyarakat.

Dalam kaitanya dengan rencana rasionalisasi tarif Pajak

Hiburan, berdasarkan fakta empiris bahwa kenaikan tarif untuk

Pajak Hiburan masih memungkinkan. Dengan memperhatikan

indikator mengenai Upah minimum Kabupaten Badung, nilai kurs

Page 63: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 57

dolar terhadap rupiah, dan juga tingkat kenaikan kunjungan wisata

baik internasional maupun nusantara.

Seperti kita ketahui bahwa Sektor pariwisata sebagai salah satu

sektor yang diandalkan bagi penerimaan daerah maka Dinas

pendapatan Kab Badung dituntut untuk dapat menggali dan

mengelola potensi pariwisata yang dimiliki sebagai usaha untuk

mendapatkan sumber pendapatan melalui terobosan-terobosan baru

dalam upaya membiayai pengeluaran daerah. Salah satunya adalah

dengan dengan meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten

Badung melalui sektor perpajakan khususnya Pajak Hiburan.

Seiring dengan semakin meningkatnya kunjungan wisatawan ke

Bali khususnya Kabupaten Badung yang banyak menyediakan

fasilitas untuk kenyamanan wisatawan yang berlibur termasuk juga

tempat-tempat yang dikategorikan sebagai tempat hiburan. Dengan

demikian, sudah sewajarnya Pemerintah Kabupaten Badung untuk

menaikan tariff Pajak Hiburan sepanjang tidak melampaui batas

maximum yang ditentukan sebagaimana diatur dalam Pasal 45

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009. Hal ini juga tidak terlepas

dari fungsi pajak itu sendiri yaitu sebagai sumber pendapatan

(budgeter) dan juga fungsi mengatur (regulerend) sesuai dengan

keinginan/kehendak pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten

Badung.

C. LANDASAN YURIDIS

Landasan yuridis merupakan landasan hukum (yuridische

gelding) yang menjadi dasar kewenangan (bevoegdheid, competence)

pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk Perda.

Dalam Lampiran I UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Page 64: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 58

Peraturan Perundang-Undangan disebutkan bahwa yang dimaksud

dengan landasan yuridis adalah pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi

masalah hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan

mempertimbangkan aturan yang ada, yang akan diubah, atau yang

akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan

masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang

berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu

dibentuk Peraturan perundang-undangan yang baru. Beberapa

persoalan hukum itu, antara lain peraturan yang sudah ketinggalan,

peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan

yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya

lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau

peraturannya memang sama sekali belum ada.

Dalam kaitanya dengan rencana rasionalisasi tarif Pajak

Hiburan di Kabupaten Badung adapun landasan yuridisnya yaitu

dengan mengacu pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Adapun ketentuan

sebagaimana dimaksud diatur dalam Pasal 45 adalah sebagai

berikut:

(1) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga

puluh lima persen).

(2) Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes

kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan

ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak

Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh

puluh lima persen).

Page 65: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 59

(3) Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif

Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh

persen).

(4) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Ini menunjukan bahwa kewenangan untuk menentukan

besaran tarif Pajak Hiburan diserahkan kepada masing-masing

daerah Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan daerah sebagaimana

diatur dalam Pasal 45 ayat (1), dengan tidak melebihi dari batas

maximum sebagaimana diatur dalam dalam Pasal 45 ayat (1, 2, dan

3) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009.

Dalam kaitanya dengan rencana rasionalisasi tarif Pajak

Hiburan maka Pemerintah Kabupaten Badung dapat menaikan tarif

Pajak Hiburan sebagaimana dimaksud namun tidak semata-mata

hanya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tetapi

harus tetap memperhatikan keadilan, kepastian dan kemanfaatan

kepada semua hal atau pihak yang terkait dengan penyelenggaraan

hiburan di Kabupaten Badung.

Page 66: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 60

BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan uraian pembahasan yang telah dilakukan, maka

simpulan yang dapat disampaikan adalah :

1. Dasar kewenangan dari Pemerintah Kabupaten Badung dalam

merasionalisasi tarif Pajak Hiburan adalah Pasal 45 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan

Retribusi Daerah, yang menentukan tarif maximum yang dapat

diterapkan oleh Pemerintah kabupaten/Kota dalam menentukan

tarif Pajak Hiburan yang diatur melalui Peraturan Daerah.

2. Berdasarkan analisis teoritis dan empiris dijumpai potensi Pajak

Hiburan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten

Badung untuk lima tahun kedepan semakin meningkat

sebagaimana perkembangan target yang ditetapkan dari tahun ke

tahun. Dengan demikian secara rasional berdasarkan analisis

ekonomis, maka sangat rasional apabila Pemerintah Kabupaten

Badung melakukan intensifikasi penerimaan pajak khususnya

Pajak Hiburan dengan menaikan tarif terhadap Pajak Hiburan.

3. Bahwa berdasarkan kajian analisis melalui pendekatan ekonomis

dalam kaitannya dengan tingkat kunjungan wisatawan, nilai kurs

rupiah terhadap dolar US, upah minimum kabupaten/kota, dan

juga dalam kaitanya dengan tingkat konsumsi akan hiburan

terutama pada daerah-daerah wisata di wilayah Kabupaten

Badung untuk perhitungan 5 (lima) tahun kedepan, maka batas

kepatutan rasionalisasi kenaikan rata-rata tarif Pajak Hiburan

untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada

Page 67: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 61

masyarakat dan meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten

Badung adalah sebesar 7% (tujuh Persen).

B. SARAN

Pemerintah Kabupaten Badung perlu segera melakukan

perubahan terhadap pengaturan Pajak Hiburan khususnya berkaitan

dengan tarif Pajak Hiburan dan menyampaikan ke DPRD Kabupaten

Badung untuk selanjutnya dilakukan pembahasan bersama.

Pemerintah Kabupaten Badung perlu segera membentuk Peraturan

Bupati guna mengatur Pajak Hiburan yang bersifat isidentil dengan

memperhatikan aspek sosial, kemanusian, pendidikan, adat dan

keagamaan.

Perubahan pengaturan dimaksud khusus terhadap ketentuan

Pasal 6 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 17 Tahun 2011

tentang Pajak Hiburan, adalah sebagai berikut:

Lama Baru/Rekomendasi Ket.

(1) Tarif pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen)

(2) Khusus tarif Pajak Hiburan berupa mandi

uap/spa, diskotik,karaoke, klab

malam dan panti pijak, ditetapkan sebesar 12,5% (dua belas koma lima

persen) (3) Khusus hiburan Rakyat/

tradisional tarif pajaknya ditetapkan sebesar 5%

(lima persen) (4) Hiburan kesenian

rakyat/tradisional

(1) Tarif pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen)

(2) Khusus tarif Pajak Hiburan berupa mandi

uap/spa, diskotik,karaoke, klab

malam dan panti pijak, ditetapkan sebesar 19,5% (dua belas koma

lima persen) (3) Khusus hiburan

Rakyat/ tradisional yang sifatnya komersiil

tarif pajaknya ditetapkan sebesar 5% (lima persen)

Naik

7%

Page 68: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 62

sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) yang diselenggarakan oleh

desa adat tarif pajak ditetapkan 0% (nol

persen)

(4) Hiburan yang sifatnya

insidentil tarif pajaknya ditetapkan

10% (sepuluh persen) (5) Hiburan yang sifatnya

insidentil yang ditujukan semata mata

untuk fungsi sosial, kemanusiaan, pendidikan, dan

keagamaan tarif pajaknya ditetapkan

sebesar 0% (nol persen) (6) Jenis hiburan

sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan

berdasarkan peraturan Bupati.

Page 69: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 63

DAFTAR PUSTAKA

Aini, H.Hamdan, 1985, Perpajakan, Bina Aksara, Jakarta.

Algra, NE, H.R.W. Gokkel, Saleh Adiwinata, Boerhanoedin St. Batoeh,

1983, Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia, Binacipta, Jakarta.

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2016, Pengantar Metode Penelitian

Hukum, cet. IX, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Brotodihardjo, R. Santoso, 1995, Pengantar Ilmu Hukum Pajak,

Eresco, Bandung.

Curson, L.B, 1979, Yuriprundence, M &E Handbooks, Mac Donald dan Evans, Ltd, Estover, Playmount.

Darwin, 2010, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Mitra Wacana

Media, Jakarta. Hadjon, Philipus, 1997, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia

(Introduction to the Indonesia Administrative Law), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

------,1992, Lembaga Tertinggi Dan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara

menurut Undang-Undang Dasar 1945 (Suatu analisa Hukum dan Kenegaraan), Bina Ilmu, Surabaya.

Halim, Abdul, 2004, Manajemen Keuangan Daerah, YKPN,

Yogyakarta.

Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Ismail, 2007, Pengaturan Pajak Daerah Di Indonesia, Cetakan Kedua,

Yellow Printing, Jakarta.

Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan Daerah, Alumni, Bandung.

Page 70: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 64

Kabupaten Badung, 2017, Profil Badan Pendapatan Daerah (Pesedahan Agung), Badung.

Landiyanto, Erlangga Agustino, 2005, Kinerja Keuangan dan Strategi

Pembangunan Kota di Era Otonomi Daerah: Studi Kasus Kota Surabaya, Curies Working Paper, Surabaya.

Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta.

Marzuki, Peter Mahmud, 2008, Penelitian Hukum, Persada Media

Group, Jakarta.

Moh. Padil dan Triyo Supriyanto, 2010, Sosiologi Pendidikan, UIN Maliki Press, Yogyakarta.

Muhammad, Abdul Kadir, 2001, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung.

Padil, Moh dan Triyo Supriyanto, 2010, Sosiologi Pendidikan, UIN

Maliki Press, Yogyakarta.

Roestandi, Achmad, 1992, Responsi Filsafat Hukum, Cetakan Ketiga, Armico, Bandung.

Rasjidi, Lili dan Ira Rasjidi, 2001, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Prajudi Atmosudirdjo, 1983, Hukum Administrasi Negara, Cet. 6,

Ghalia Indonesia, Jakarta.

Santoso Brotodihardjo, 1998, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Rafika Aditama, Bandung.

Situmorang, Victor, 1989,Dasar-Dasar hukum Administrasi Negara,

Bina Aksara, Jakarta.

Soekanto,Soerjono, 2015, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press,

Jakarta.

Soemitro, Rochmat, 1992, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Cetakan Ketiga, Eresco, Bandung.

Page 71: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 65

Suandy, Erly, 2011, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta.

Sudarsono, 2004, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Keempat, Rineka Cipta, Jakarta.

Utama, I Made Arya, 2007, Hukum Lingkungan Sistem Hukum

Perizinan Berwawasan Lingkungan Untuk Pembangunan Berkelanjutan, Pustaka Sutra, Bandung.

SKRIPSI/TESIS/JURNAL/ KARYA TULIS

Dara Rizky Supriadi, Dwitatmanto, Sukartini Karjo, 2015, Kontribusi Pajak Hiburan Dalam Meningkatkan PAD Kota Malang,

Perpajakan (Jejak), Volume 1 Nomor1.

Hadjon, Philipus M. 1998, Tentang Wewenang Pemerintahan (bestuurbevoegheid), Pro Justitia, Tahun XVI Nomor 1 Januari

1998. Ibrahim, 2009, Hubungan Pemerintah Pusat-Daerah dan Konsolidasi

Demokrasi Di Indonesia, Makalah dibawakan dalam Diskusi Panel Pada Perancangan dan Advokasi hubungan Pusat-Daerah

Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Denpasar 7 Februari 2009.

Suandi, I Wayan, 2008, Pendekatan Sistem Dalam Pembentukan Peraturan Daerah, Kertha Patrika, Fakultas Hukum Universitas

Udayana, Vol.33 No.1 Januari 2008.

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049)

Page 72: KAJIAN AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK …

P a g e | 66

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234)

Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 17 Tahun 2011 tentang

Pajak Hiburan (Lembaran Daerah Kabupaten Badung Nomor 2011 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 17)

Internet

http://primalifejournal.wordpress.com/2013/03/26/Pendapatan-asli-daerah-pad, didownload tanggal 12 Nopember 2018.

http://www.balipost.com/news/2017/08/25/19320/Tarif-Pajak-Hiburan-Masih-Sangat-Kecil-Bapenda-Badung-Sepakati-

Kenaikan, didownload tanggal 12 Nopember 2018.

https://baliexpress.jawapos.com/read/2017/07/25/3439/dewan-badung-usulkan-pajak-hiburan-naik-35-persen,didownload tanggal 12 Nopember 2018.