draft fix seminar muslimah 2011 (print 1)

62
i UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH RASIO KARBON / NITROGEN BERBASIS ONGGOK DAN AMPAS TAHU UNTUK PRODUKSI AA, DHA, EPA DARI Aspergillus Oryzae SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik MUSLIMAH 1106017622 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES DEPOK 2014

Upload: muslimahst

Post on 18-Jan-2016

53 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk memproduksi PUFA adalah dengan penggunaan mikroorganisme. Alternatif ini dinilai cukup menguntungkan karena tidak memerlukan lahan yang luas, waktu produksi relatif singkat, pembentukan produk dapat diatur, dan tidak bergantung pada musim, sehingga harga produk dapat terjaga kestabilannya.

TRANSCRIPT

Page 1: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

i

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH RASIO KARBON / NITROGEN

BERBASIS ONGGOK DAN AMPAS TAHU UNTUK

PRODUKSI AA, DHA, EPA DARI Aspergillus Oryzae

SEMINAR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

MUSLIMAH

1106017622

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES

DEPOK

2014

Page 2: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Seminar ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang

dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Muslimah

NPM : 1106017622

Tanda Tangan :

Tanggal : 18 Desember 2014

Page 3: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Seminar dengan judul :

PENGARUH RASIO KARBON / NITROGEN BERBASIS ONGGOK DAN

AMPAS TAHU UNTUK PRODUKSI AA, DHA, EPA DARI

Aspergillus Oryzae

oleh

MUSLIMAH

1106017622

Dibuat untuk melengkapi sebagian prasyarat menjadi Sarjana Teknik pada

Program Studi Teknologi Bioproses Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik

Universitas Indonesia dan disetujui untuk diajukan dalam sidang Seminar.

Depok, 18 Desember 2014

Menyetujui,

Dosen Pembimbing 1

Dr. Tania Surya Utami, S.T., M.T.

NIP. 197405121998022001

Dosen Pembimbing 2

Ir. Rita Arbianti, M.Si.

NIP. 196902021995122001

Page 4: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

iv

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang

Maha Esa, karena atas rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan seminar

ini. Seminar ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan akademis dalam

meraih gelar Sarjana Teknik di Program Studi Teknologi Bioproses pada

Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Dalam

penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua, Subkhi dan Suyati, serta adik laki-laki penulis, Jafar

Sidik, atas seluruh doa dan dukungan yang telah diberikan ;

2. Dr. Tania Surya Utami, S.T., M.T. dan Ir. Rita Arbianti, M.Si. selaku

dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran

untuk mengarahkan saya dalam penyusunan makalah seminar ini ;

3. Dr. Muhamad Sahlan, M.Eng selaku pembimbing akademis yang banyak

memberikan masukan dan saran sejak pertama kali penulis menempuh

pendidikan universitas ini ;

4. Seluruh dosen Departemen Teknik Kimia UI yang telah mengajar dan

memberi saya wawasan sebagai mahasiswa Teknologi Bioproses ;

5. Firna Indriyadi Sari, Fachryan Zuhri, Rosida K, Dian Pratiwi, Desna

Qurratul’aini, Fajar Nur Hidayati, Safira Latifa Erlangga Putri, Guruh

Mehra Mulyana teman-teman satu riset grup yang telah berbagi keceriaan,

ilmu, serta semangat kepada penulis ;

6. Pihak-pihak lain yang telah mendukung dan membantu, yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

Terima kasih atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan. Semoga

tulisan ini bermanfaat bagi pembaca, serta dapat menjadi kontribusi nyata bagi

dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan

Depok, 18 Desember 2014

Penulis

Page 5: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

v

ABSTRAK

Nama : Muslimah

Program Studi : Teknologi Bioproses

Judul : Pengaruh Rasio Karbon/Nitrogen Berbasis Onggok dan Ampas

Tahu untuk Produksi AA, DHA, EPA dari Aspergillus oryzae

Asupan gizi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting

bagi kehidupan manusia. berbagai macam jenis zat gizi memiliki peran dalam

pemberian energi, pertumbuhan, perkembangan, hingga berbagai aspek kesehatan

lainnya. Salah satu zat gizi yang penting bagi tubuh adalah lemak. Asam lemak

esensial merupakan jenis asam lemak yang tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia

sehingga perlu asupan dari luar. Yang termasuk di dalamasam lemak ini

diantaranya adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (PUFA) seperti asam

lemak omega-3, omega-6, dan omega-9. AA, DHA, dan EPA merupakan bagian

dari asam lemak ini yang memiliki peran penting bagi kesehatan. Namun

ketersediaannya dari ikan dan biji-bijian memiliki keterbatasan. Oleh karena itu,

diperlukan alternatif produksi AA, DHA, dan EPA dari sumber lain. Kapang dan

yeast merupakan organisme yang mampu menghasilkan jenis asam lemak ini

dengan jumlah lebih banyak daripada mikroorganisme lain. Keterbatasan pada

produksi single cell oil (SCO) menggunakan mikroorganisme diantaranya adalah

biaya karena harga medium dan biaya operasi yang mahal. Salah satu alternatif

yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan limbah sebagai sumber

nutrisi. Dalam penelitian ini akan digunakan kapang Aspergillus oryzae untuk

menghasilkan asam lemak omega-3, omega-6, dan omega-9 dengan

memanfaatkan limbah onggok dan ampas tahu. Metode yang digunakan adalah

submerged fermentation dengan variasi rasio karbon/nitrogen yang berasal dari

onggok dan ampas tahu.

Kata kunci: Aspergillus oryzae, onggok, ampas tahu, SCO, PUFA

Page 6: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv

ABSTRAK ......................................................................................................... v

DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR....................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................ 1

1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................ 4

1.3 TUJUAN PENELITIAN ............................................................................ 4

1.4 BATASAN MASALAH ............................................................................. 4

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN ................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6

2.1 SINGLE CELL OIL (SCO) ......................................................................... 6

2.2 Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) ......................................................... 7

2.2.1 Arachidonic Acid (AA) ........................................................................ 9

2.2.2 Decosahexaenoic Acid (DHA) ........................................................... 10

2.2.3 Eicosapentaenoic Acid (EPA) ............................................................ 10

2.3 SUMBER – SUMBER ASAM LEMAK TAK JENUH ............................. 11

2.3.1 Yeast .................................................................................................. 15

2.3.2 Fungi / Kapang .................................................................................. 16

2.3.3 Mikroalga .......................................................................................... 16

2.3.4 Bakteri ............................................................................................... 17

2.4 Aspergillus oryzae .................................................................................... 18

2.5 METODE FERMENTASI ........................................................................ 19

2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM ........................ 21

2.6.1 Suhu .................................................................................................. 22

2.6.2 pH ...................................................................................................... 22

2.6.3Waktu Inkubasi ................................................................................... 23

Page 7: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

vii

2.6.4Aerasi ................................................................................................. 24

2.6.5 Rasio Karbon (C)/Nitrogen (N) .......................................................... 25

2.7 MEDIUM FERMENTASI (ONGGOK DAN AMPAS TAHU) ................ 26

2.8 PEMANENAN ......................................................................................... 27

2.8.1 Filtrasi ............................................................................................... 27

2.8.2 Pengeringan ....................................................................................... 27

2.8.3 Ekstraksi Lipid ................................................................................... 28

2.9 METODE ANALISIS .............................................................................. 29

2.9.1 Penentuan jumlah lipid total ............................................................... 29

2.9.2 Analisis konsentrasi asam lemak omega-3,6, dan 9 serta konsentrasi .. 30

2.10 STATE OF THE ART .............................................................................. 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 38

3.1 RANCANGAN PENELITIAN ................................................................. 38

3.2 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN .......................................... 40

3.2.1 Peralatan ............................................................................................ 40

3.2.2 Bahan................................................................................................. 41

3.3 VARIABEL DALAM PENELITIAN ....................................................... 42

3.3.1 Variabel Bebas ................................................................................... 42

3.3.2 Variabel Terikat ................................................................................. 42

3.3.3 Variabel Tetap ................................................................................... 43

3.4 PROSEDUR PENELITIAN ..................................................................... 43

3.4.1 Tahap Persiapan ................................................................................. 43

3.4.2 Pre-Culture ........................................................................................ 44

3.4.3 Kultur Batch (2L) ............................................................................... 44

3.4.4 Pemanenan ......................................................................................... 45

3.4.5 Tahap Pengujian ................................................................................ 46

3.4.7 Data Penelitian ................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 49

Page 8: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Proses Sintesis AA, DHA, dan EPA................................................. 8

Gambar 2. 2 Struktur Arachidonic Acid (AA) ...................................................... 9

Gambar 2. 3 Struktur Decosahexaenoic Acid (DHA) ......................................... 10

Gambar 2. 4 Struktur Eicosapentenoic Acid (EPA) ............................................ 11

Gambar 2. 5 Aspergilus oryzae (a. Struktur mikroskopik, b. Kumpulan filamen. 18

Gambar 2. 6 Produksi Lipid Aspergillus Oryzae dengan Medium Air Limbah ... 23

Gambar 2. 7 Akumulasi Lipid pada DGB1 dalam Medium Basal 5% Glukosa ... 24

Gambar 2. 8 Model Akumulasi Lipid pada Organisme Oleaginous dan Pengaru 26

Gambar 3. 1. Diagram Rancangan Penelitian ..................................................... 39

Gambar 3. 2 Alur produksi medium fermentasi tepung ampas tahu dan onggok . 43

Gambar 3. 3 Penampang Melintang Desain Reaktor untuk Kultur Kapang ......... 45

Page 9: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Jumlah Akumulasi Lipid dan Asam Lemak dari Minyak Tumbuhan .. 12

Tabel 2. 2 Jenis Mikroorganisme dan Jumlah Lipid yang Dihasilkan ................. 14

Tabel 2. 3 Taksonomi Aspergillus oryzae ........................................................... 18

Tabel 2. 4 Perbedaan solid-state fermentation dan submerged fermentation ....... 20

Tabel 2. 5 Komposisi Nitrogen dan Karbon di dalam Onggok dan Ampas Tahu 26

Tabel 2. 6 State of the art ................................................................................... 33

Tabel 2. 7 Pemetaan state of the art .................................................................... 36

Tabel 3. 1 Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian ...................................... 40

Tabel 3. 2 Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian (lanjutan) ...................... 41

Tabel 3. 3 Bahan yang Digunakan dalam Penelitian ........................................... 41

Tabel 3. 4 Bahan yang Digunakan dalam Penelitian (lanjutan) ........................... 42

Tabel 3. 5 Komposisi nutrisi dalam medium untuk tahap pre-culture ................. 44

Tabel 3. 6 Data Pengamatan Harian untuk OD, pH dan Suhu Kultur .................. 47

Tabel 3. 7 Data Hasil Penelitian ......................................................................... 47

Tabel 3. 8 Data hasil penelitian .......................................................................... 48

Page 10: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

1

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di

berbagai negara. Berdasarkan data WHO (World Health Organization), Indonesia

merupakan salah satu negara di Asia dengan derajat kesehatan masyarakat

terendah yaitu berada pada peringkat ke-142 dari 170 negara. Angka gizi buruk

dan gizi kurang pada anak balita di Indonesia pada tahun 1989-2000 mengalami

penurunan dari 37,5% menjadi 24,6%. Namun pada tahun 2000-2005, angka gizi

buruk dan gizi kurang kembali meningkat dari 26,1% menjadi 29% (Aprizayanti,

2011).

Asupan gizi yang dibutuhkan tubuh jenisnya sangat beragam, salah

satunya adalah lemak. Salah satu fungsi utama lemak adalah sebagai sumber

energi. Sebagai sumber energi, lemak lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan

protein. Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan energi 9 kalori

sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kalori (Ketaren, 1986).

Selain sebagai sumber energi, lemak juga mengandung senyawa yang baik untuk

kesehatan, yaitu dalam bentuk senyawa asam lemak tak jenuh (Polyunsaturated

FattyAcid/ PUFA). Berdasarkan letak ikatan rangkapnya, PUFA dibedakan

menjadi omega-3, omega-6, dan omega-9. Ketiganya terbukti berperan dalam

pertumbuhan dan perkembangan otak serta mencegah beberapapenyakit kronis.

Asam lemak omega-3 terdiri atas Docosahexaenoic Acid (DHA) dan

Eicosapentaenoic Acid (EPA). DHA cukup banyak terdapat dalam air susu ibu,

dan dalam banyak penelitian dihubungkan dengan pertumbuhan otak serta

kemampuan kognitif, psikomotor maupun ketajaman penglihatan (Helena, 2001).

Sedangkan EPA merupakan prekursor eikosanoid yang terlibat dalam pengaturan

metabolisme tubuh, berpotensi sebagai agen inflamasi dan digunakan dalam

pengobatan gangguan otak dan kanker (Calder, 1997). Kinerja DHA dan EPA

juga tidak terlepas dari asam lemak lain, salah satunya Arachidonic Acid (AA)

Page 11: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

2

Universitas Indonesia

yang merupakan asam lemak omega-6. AA berperan dalam perkembangan otak

dan pengaturan fluiditas memebran dalam sel.

Sumber utama asam lemak omega-3 dan omega-6 yang tersedia di pasar

adalah minyak ikan. Namun, minyak ikan sebagai sumber asam lemak

mempunyai keterbatasan, diantaranya pencemaran logam berat pada ikan dan

minyak ikan, jumlah sumber daya ikan di alam yang akan menurun pada masa

mendatang, serta harga komoditas yang relatif mahal karena terbatasnya sumber

daya dan tingginya permintaan. Produksi asam lemak dari minyak ikan saat ini

50% berasal dari industri akuakultur (Tidwell, 2001). Food and Agriculture

Organization United Nations meramalkan bahwa permintaan rninyak ikan global

pada 2015 akan mencapai 145% dari kapasitas produksi global historis dan akan

terus tumbuh (New dan Wijkstrom, 2002). Oleh karena itu diperlukan kajian lebih

lanjut untuk menemukan sumber alternatif lain yang lebih mudah dikembangkan

untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk memproduksi PUFA

adalah dengan penggunaan mikroorganisme. Alternatif ini dinilai cukup

menguntungkan karena tidak memerlukan lahan yang luas, waktu produksi relatif

singkat, pembentukan produk dapat diatur, dan tidak bergantung pada musim,

sehingga harga produk dapat terjaga kestabilannya.

Mikroorganisme penghasil lemak (oleaginous) yang dapat digunakan

diantaranya adalah yeast, kapang, alga, dan bakteri. Jenis yang cukup potensial

untuk digunakan diantara keempat mikroorganisme tersebut adalah kapang.

Kapang memiliki kelebihan dibandingkan jenis yang lain diantaranya dari segi

penanganan yang mudah, kemampuan mendegradasi sumber karbon yang

kompleks, dapat tumbuh cepat, menghasilkan berbagai jenis asam lemak dan

terutama sudah banyak dikenal masyarakat dalam industri makanan. Pada

umumnya, sebagian besar lemak kapang merupakan asam lemak oleat, palmitat

dan linoleat. Sebagian kecil terdiri dari asam stearat, linolenat dan palmitoleat.

Jumlah kapang yang digolongkan sebagai oleaginous belum diketahui

secara pasti. Menurut Ratledge (1982) dalam Bull (1983), ada beberapa genus

kapang yang mengandung lemak lebih dari 25% seperti Penicillium, Aspergillus,

Mucor dan Fusarium. Dari keempat jenis kapang ini salah satu yang sudah

Page 12: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

3

Universitas Indonesia

banyak digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari adalah

Aspergilus. Aspergilus biasa digunakan dalam industri makanan seperti kecap,

tauco, dan miso, sehingga dinilai aman bila digunakan sebagai sumber produksi

asam lemak. Oleh karena itu, genus Aspergilus dipilih sebagai bahan dalam

penelitian ini. Adapun spesies Aspergilus yang akan digunakan dalam penelitian

ini adalah Aspergilus oryzae. Aspergilus oryzae biasanya terdapat dilingkungan

sebagai saprofit dan dalam industri makanan digunakan dalam produksi tauco.

Selama proses fermentasi, kapang memerlukan nutrien sebagai sumber

kehidupan dan pertumbuhan yang terdiri atas sumber karbon, sumber nitrogen,

sumber energi, dan faktor pertumbuhan yaitu vitamin dan mineral (Fardiaz, 1992).

Sedangkan beberapa faktor yang mempengaruhi produksi minyak sel tungal

antara lain suhu, pH, waktu inkubasi, aerasi, nutrien meliputi sumber karbon,

nitrogen, vitamin dan mineral serta rasio karbon (C) dan nitrogen (N). Rasio

karbon dan nitrogen merupakan faktor penting bagi produksi minyak sel

tunggal. Akumulasi lipid di dalam sel mikroorganisme terjadi ketika jumlah

nitrogen dalam substrat sudah habis sedangkan jumlah karbon masih banyak.

Rasio karbon dan nitrogen memiliki kisaran yang luas tergantung jenis

kapangnya (Wassef, 1975).

Menurut Birch (1976) keefektifan mikroorganisme sebagai penghasil

minyak sel tunggal sangat tergantung pada kualitas minyak yang akan diproduksi

serta harga dan efisiensi perubahan substratnya. Hal ini terkait dengan biaya

operasi dan metodeyang digunakn. Metode kultur yang dapat digunakan

diantaranya adalah solid-state fermentation dan submerged fermentation.

Submerged fermentation membutuhkan biaya operasi yang relatif lebih mahal,

namun mudah untuk dilakukan manipulasi kondisi kultur sehingga dapat

diperoleh yield lipid lebih banyak. Biaya yang mahal dapat diatasi dengan

pemanfaatan limbah sebagai medium fermentasi. Oleh karena itu dalam penelitian

ini digunakan metode submerged fermentation dengan variasi rasio

karbon/nitrogen dan memanfaatkan limbah padat industri tapioka (onggok) dan

ampas tahu sebagai sumber karbon dan nitrogen di dalam medium pertumbuhan.

Page 13: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

4

Universitas Indonesia

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan poin utama

yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Berapa perbandingan penggunaan onggok dan ampas tahu yang dapat

menghasilkan yield biomassa kering dari Aspergillus oryzae dengan

massa paling besar.

2. Berapa perbandingan penggunaan onggok dan ampas tahu yang dapat

menghasilkan konsentrasi asam lemak omega-3, omega-6, dan omega-

9 dengan nilai paling besar.

3. Berapa perbandingan penggunaan onggok dan ampas tahu yang

menghasilkan konsentrasi AA, DHA, dan EPA untuk setiap berat lipid

paling besar.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

a. Menghasilkan formulasi medium fermentasi dengan rasio C:N dari

onggok dan ampas tahu yang paling optimal untuk sintesis asam lemak.

b. Mengidentifikasi kandungan asam lemak tak jenuh Aspergilus oryzae

pada sejumlah formulasi medium.

c. Mengidentifikasi kandungan AA, DHA, dan EPA dalam Aspergilus

oryzae pada sejumlah formulasi medium.

1.4 BATASAN MASALAH

Batasan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai

berikut:

1. Mikroorganisme yang digunakan dalam penelitian ini adalah kapang

spesies Aspergilus oryzae yang diperoleh dari INACC LIPI Cibinong.

2. Metode fermentasi yang digunakan adalah submerged fermentation

dengan menggunakan limbah padat industri tapioka dan tahu sebagai

sumber karbon dan nitrogen.

3. Medium onggok dan ampas tahu sebagai sumber karbon dan nitrogen

diproduksi sendiri di laboratorium.

Page 14: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

5

Universitas Indonesia

4. Kondisi operasi yang dijaga dalam proses fermentasi adalah (suhu 25

±1°C, pH 6-6,5, aersai 1L/menit, dan waktu inkubasi hingga

pertumbuhan memasuki fase stasioner

5. Analisis yang akan dilakukan meliputi analisis jumlah yield biomassa

basah dan kering yang dihasilkan untuk setiap 2L batch culture,

konsentrasi asam lemak omega-3, omega-6, dan omega-9 untuk setiap

gram biomassa kering, dan konsentrasi AA, DHA, dan EPA untuk

setiap massa lipid yang dihasilkan.

6. Metode analisis yang digunakan untuk analisis konsentrasi asam lemak

omega-3, omega-6, dan omega-9 dan konsentrasi AA, DHA, dan EPA

adalah dengan menggunakan GC-MS di Pusat Laboratorium Forensik

Jakarta Selatan.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Penelitian ini terdiri dari 3 bab yang memiliki isi berbeda satu sama lain,

yaitu:

BAB I :Pendahuluan, yang berisi latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penulisan, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II :Tinjauan pustaka yang berisi pengetahuan dasar tentang

Single Cell Oil, PUFA, AA, DHA, dan EPA, sumber asam lemak, jenis

kapang yaitu Aspergilus oryzae, metode fermentasi, faktor-faktor yang

berpengaruh dalam akumulasi Single Cell Oil, sumber karbon dan

nitrogen sebagai medium, metode ekstraksi, dan metode analisis.

BAB III :Metode penelitian yang memberikan penjelasan mengenai

metode fermentasi, metode ekstraksi, dan metode analisis.

Page 15: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

6

Universitas Indonesia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SINGLE CELL OIL (SCO)

Single Cell Oil (SCO) adalah minyak yang berasal dari sumber mikroba,

biasa dikenal juga dengan unicellular oils atau microbial oils. Jenis trigliserida

minyak ini mirip dengan trigliserida yang ditemukan dalam lemak dan minyak

nabati tumbuhan maupun hewan (Kyle et al., 1992, Boswell et al., 1996). Seperti

semua sel hidup, mikroorganisme juga mengandung lipid. Beberapa spesies

mikroorganisme bahkan dapat menghasilkan lipid dalam jumlah yang melimpah.

Jenis mikroorganisme ini dikenal dengan sebutan oleaginous. Jenis

mikroorganisme oleaginous adalah mikroorganisme eukariotik, ganggang, yeast,

dan kapang (Hammond dan Glatz, 1988).

Penjabaran definisi mikroorganisme oleaginous secara tepat masih

menimbulkan kesulitan. Secara pragmatis mikroorganisme oleaginous

didefinisikan sebagai mikroorganisme yang mengandung 20-25% lipit dari

biomassa selnya. Definisi ini hanya berlaku untuk ganggang, yeast dan kapang,

tetapi tidak untuk bakteri. Boulton and Ratledge (1981) mengamati adanya

hubungan antara kandungan enzin citrate ATP-citrate lyase dengan kemampuan

yeast untuk mengakumulasi lipid lebih dari 20% dari biomassa selnya. Enzim ini

memiliki peran penting yaitu untuk menghasilkan asetil-CoA (dari sitrat), yang

merupakan substrat untuk biosintesis asam lemak.

Citrate + ATP +CoA acetyl-CoA + oxaloacetate + ADP +Pi

Acetyle-CoA tidak dapat diproduksi di dalam sitoplasma dengan

menggunakan piruvat. Mikroorganisme oleaginous mengakumulasi citrate di

dalam mitokondria kemudian diangkut ke dalam sitoplasma dan disana dipotong

dengan menggunakan enzim ATP-citrate lyase. Organisme nonoleaginous tidak

memiliki enzim ATP-citrate lyase, sehingga menggunakan cara lain yang

cenderung kurang efektif untuk menghasilkan asetyle-CoA di dalam sitoplasma.

Dengan demikian keberadaan enzim ATP-citrate lyase dapat dianggap sebagai

kunci untuk menentukan sifat oleaginicity suatu organisme (Ratledge, 1986).

Page 16: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

7

Universitas Indonesia

Sejak lama telah diketahui bahwa mikroorganisme eukariotik akan

meningkatkan kandungan lipid di dalam tubuhnya dengan menghabiskan nutrisi

yang tersedia, asalkan suplai karbon untuk sel tetap berlimpah (Boulton and

Ratledge, 1985). Mikroorganisme oleaginous berbeda dengan nonoleaginous

salah satunya adalah pada kemampuan untuk terus menerus mengkonversi karbon

di dalam medium menjadi lipid intracellular, setelah nitrogen habis dari medium

(Hall dan Ratledge, 1977, Hammond dan Glatz, 1988, Kyle et al., 1992). Saat

kondisi kekurangan nutrisi, organisme tidak dapat mensintesis bahan sel penting

seperti protein dan asam nukleat, dengan demikian pembelahan sel menjadi

terhenti. Selama masa kekurangan nitrogen, baik organisme oleaginous dan non

oleaginous terus mengambil karbon (glukosa), tetapi hanya organisme oleaginous

yang melakukan metabolisme menggunakan karbon untuk meningkatkan rasio

ATP/AMP dalam sel. Sel-sel yang ada menjadi besar atau gemuk dengan

kandungan tetes lemak yang terus meningkat (Hammond dan Glatz, 1988).

Mikroorganisme oleaginous mengakumulasi lipid dalam bentuk

triacylglycerols dengan rantai asam lemak teresterifikasi dan mengandung 0-3

ikatan ganda. Saturated fatty acids disintesis dari acetyl-CoA dengan bantuan dua

jenis enzim yaitu acetyl-CoA carboxylase and fatty acid synthetase (Boulton and

Ratledge, 1985). Polyunsaturated fatty acids disintesis dari prekursor saturated

atau monosaturated fatty acids dengan elongasi dan desaturasi. Tanaman, algae

dan beberapa jenis fungi menghasilkan unsaturated fatty acid, namun manusia dan

hewan tidak dapat mensintesis jenis lipid ini (Kendrick dalam Ratledge, 1992).

2.2 Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA)

Asam lemak tak jenuh dapat dibedakan menurut letak ikatan rangkap

pertama dari atom karbon gugusan metil, dan dikenal asam lemak omega 3 (n-3),

omega 6 (n-6), omega 9 (n-9). Tubuh manusia dapat membuat asam lemak omega

9 dari asam lemak jenuh, karbohidrat atau keton sehingga asam lemak omega 9

disebut asam lemak tidak esensial. Sebaliknya, tubuh manusia tidak dapat

membuat ikatan rangkap pada posisi n-3 dan n-6 sehingga asam lemak omega-3

dan omega-6 harus diperoleh dari sumber di luar tubuh, karena itu disebut sebagai

asam lemak esensial.

Page 17: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

8

Universitas Indonesia

Omega-3 dan 6 yang menjadi perhatian dalam gizi mikro adalah

Arachidonic Acid (AA), Eicosapentenoic Acid (EPA), dan Decosahexaenoic Acid

(DHA). AA (20:4 n-6) merupakan asam lemak yang berperan dalam penyusunan

membran sel, banyak terdapat pada otak, otot, dan hati. EPA (20:5 n-3)

merupakan prekursor pembentukan prostaglandin-3 yang bermanfaat pada

perkembangan bayi. DHA (22:6 n-3) merupakan komponen primer dalam korteks

otak besar manusia dan retina. Proses sintesis AA, DHA, dan EPA dijelaskan

pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. 1 Proses Sintesis AA, DHA, dan EPA

(Sumber: Ratledge, 2004)

Page 18: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

9

Universitas Indonesia

Gambar 2.1 menunjukkan rute sintesis asam lemak tak jenuh rantai

panjang dengan rute Fatty Acid Synthase (FAS). Proses sintesis dimulai dari

Asetyl-CoA dan malonyl-CoA menggunakan enzim FAS. Asam lemak jenuh akan

mengalami desaturasi dan elongasi membentuk beberapa macam jenis asam

lemak tak jenuh, namun dalam siklus ini hanya golongan asam lemak omega-3

dan omega-6. Selanjutnya dengan proses desaturasi dan elongasi secara terus

menerus maka terbentuk Arachidonic Acid (AA), Eicosapentenoic Acid (EPA),

dan terakhir Decosahexaenoic Acid (DHA) secara bertahap.

2.2.1 Arachidonic Acid (AA)

AA (20:4 n-6) merupakan asam lemak yang dibutuhkan oleh tubuh karena

berperan sebagai penyusun membrane sel yang hadir dalam fosfolipid, selain itu

banyak terdapat pada otak, otot, dan hati (Amini, 2005). Genus Mortierella telah

sering diteliti memiliki kemampuan untuk mengakumulasi AA pada level industri,

meskipun strain lainnya juga telah diamati. Produksi AA oleh jamur atau kapang

dapat ditingkatkan secara substansial dengan mengatur kondisi kultivasi dimana

konsentrasi AA dalam minyak bervariasi antara 30-70% dengan 70-90% dari AA

yang dibentuk mengikat TAG (Certik dan Shimzu, 1999). Pada saat suhu turun,

konsentrasi AA akan semakin tinggi dalam fosfolipid sebagaimana yang

dihasilkan dari mekanisme adaptasi kapang pada fluiditas membrane. SSF juga

diterapkan untuk meningkatkan produksi AA dari kapang. Dari proses screening

berbagai minyak dari kapang, Mortierella alpina CCF-185 menunjukkan produksi

AA yang tinggi (Certik dan Shimzu, 1999), dimana 57,4 mg AA/g bioproduk

(49% AA dalam minyak).

Struktur Arachidonic Acid (AA) dapat dilihat padagambar di bawah ini.

Gambar 2. 2 Struktur Arachidonic Acid (AA) (Sumber: www.mcmaster.ca)

Arachidonic Acid (AA) merupakan asam lemak omega-6. Arachidonic

Acid (AA) memiliki ikatan ganda dimulai dari karbon keenam dengan total 4 buah

Page 19: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

10

Universitas Indonesia

ikatan ganda. Arachidonic Acid (AA) merupakan hasil elongasi dan desaturasi

dari γ-linoleic acid.

2.2.2 Decosahexaenoic Acid (DHA)

DHA (22:6 n-3) merupakan komponen primer dalam korteks otak besar

manusia, dan retina manusia. Sumber yang kaya DHA adalah mikroorganisme

laut terutama mikroalga dan fungi. Diantara fungi laut yang mengandung DHA

yaitu Thraustochytrium aureum yang mengakumulasi 50% DHA dalam

minyaknya, dan Schizochytrium SR21 yang menghasilkan 15,5 g DHA per liter

dalam lima hari di dalam fermentor (Certik dan Shimzu, 1999).

Struktur Decosahexaenoic Acid (DHA) dapat dilihat pada gambar di

bawah ini.

Gambar 2. 3 Struktur Decosahexaenoic Acid (DHA)

(Sumber: www.rcsb.org)

Decosahexaenoic Acid (DHA) merupakan asam lemak omega-3.

Decosahexaenoic Acid (DHA) memiliki ikatan ganda dimulai dari karbon ketiga

dengan total 6 buah ikatan ganda. Decosahexaenoic Acid (DHA) merupakan hasil

elongasi dan desaturasi dari Eicosapentenoic Acid (EPA).

2.2.3 Eicosapentaenoic Acid (EPA)

EPA (20:5 n-3) merupakan prekursor pembentukan prostaglandin-3 yang

bermanfaat pada perkembangan bayi. Sumber EPA dapat ditemukan pada

mikroalga laut yang juga mengandung DHA dan fungi laut seperti spesies

Mortierella yang mengandung EPA 25% dati jumlah asa lemaknya (Certik dan

Shimzu, 1999). Kebanyakan fungi yang memproduksi AA juga diidentifikasi

mampu menghasilkan EPA dan konsentrasinya akan meningkat ketika fungi

dikultivasi pada medium bersuhu rendah, khususnya pada Mortierella sp. Hal ini

dikarenakan pada Mortierella sp kondisi suhu rendah akan membuat system

Page 20: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

11

Universitas Indonesia

enzim di dalam tubuhnya mengkonversi AA menjadi EPA (Certik dan Shimzu,

1999).

Struktur Eicosapentenoic Acid (EPA) dapat dilihat pada gambar di bawah

ini.

Gambar 2. 4 Struktur Eicosapentenoic Acid (EPA) (Sumber: www.rcsb.org)

Eicosapentenoic Acid (EPA) merupakan asam lemak omega-3.

Eicosapentenoic Acid (EPA) memiliki ikatan ganda dimulai dari karbon ketiga

dengan total 5 buah ikatan ganda. Eicosapentenoic Acid (EPA) merupakan hasil

elongasi dan desaturasi dari α-linoleic acid.

2.3 SUMBER – SUMBER ASAM LEMAK TAK JENUH

Jalur biokimia untuk membuat asam lemak tak jenuh ganda n-3 dan n-6

(asam linoleat dan asam a-linolenat) hanya terdapat pada kloroplas sel tumbuhan,

algae dan beberapa jamur, sehingga tumbuhan merupakan sumber utama asam

lemak esensial ini. Ikan dan beberapa binatang laut tertentu mendapatkan bahan

ini dari fitoplankton dalam rantai makanannya. Selanjutnya tubuhnya mampu

memproses lebih lanjut melalui kerja enzim elongase dan desaturase sehingga

minyak ikan menjadi sumber yang kaya akan DHA khususnya ikan laut dalam

seperti salmon, mackerel, herring dan tuna.

Selain organisme tingkat tinggi sejumlah mikroorganisme juga dapat

memproduksi asam lemak tak jenuh seperti algae, yeast, kapang, dan bakteri.

Berdasarkan sejumlah penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini perbedaan

kandungan lipid dan asam lemak yang berasal dari tumbuhan dan dari

mikroorganisme.

Page 21: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

12

Universitas Indonesia

Fatty acid composition (%w/w)

Lipid content

(%w/w)

C14:0 C16:0 C16:1 C18:0 C18:1 C18:2 C18:3 Other

Oilseed

Peanut 50 11 0 2 48 32 C20:0 (1%)

Rapeseed 45 4 2 62 22 10

Sunflower 45 7 5 19 68 1

Soybean 20 11 4 24 54 7

Tree fruits and kernels

Coconut 50 18 9 3 6 2 C4-C10 (15%); C12 :0

(47%)

Olive 6kg/L 13 1 3 71 10 1 C20 (1%)

Palm 50 1 44 4 38 10 1 C4-C10 (1%); C12 :0

(1%)

Palm kernel 16 8 3 15 2 C4-C10 (4%); C12 :0

(48%)

Microorganismes

Yeast

Cryptococcus albidus 60 12 1 3 73 12

Lipomyces starkeyi 63 34 6 5 51 3

Rhodosporodium

toruloides

66 18 3 3 66 C23:0 (3%); C24:0 (6%)

Rhodotorula glutinis 72 37 1 3 47 8

Yarrowia lipolytica 36 11 6 1 28 51

Rhizopus orrhizus 57 18 6 22 10 12

Fungi

Martierella isabellina 50 29 3 55 3

Tabel 2. 1 Jumlah Akumulasi Lipid dan Asam Lemak dari Minyak Tumbuhan dan Minyak Mikroorganisme Oleaginous.

Page 22: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

13

Universitas Indonesia

Tabel 2. 1 Jumlah Akumulasi Lipid dan Asam Lemak dari Minyak Tumbuhan dan Minyak Mikroorganisme Oleaginous (lanjutan)

Fatty acid composition (%w/w)

Lipid content

(%w/w)

C14:0 C16:0 C16:1 C18:0 C18:1 C18:2 C18:3 Other

Mucor circinelloides 25 22 5 38 10

Pythium ultinum 48 15 2 20 16 1 C4-C10 (7%); C20:1

(4%); C20:4 (15%);

C20:5 (12%)

Aspergillus terreus 2 23 Trace 14 40 C21 n-3 (21%)

Pellicularia praticola 8 2 11 72 C21 n-3 (2%)

Claviceps purpurea 23 2 19 8 12-OH-C18:1 (42%)

Bacteria

Rhodococcus opacus 19-26 3-19 6-74

Microalgae

Chlorella sp 28-32 7-19 10,9 1-4 8-9 1-14 16-19 C15 (5%); C16:2 (11%)

Chlorella zofingiensis 28-32 23 2 2 36 18 8 C16:2 (7%); C16:3 (2%)

Crypthecodinium cohnii 23 13 23 3 8 C12 (3%); C22:6 (50%)

Chatoceros muelleri 31-68 18-40 5-40 0-25 0-4 0-5 0-5 C12 (6-20%); C16:2 (0-

8%)

Schizochytrium

linacinum

50-77 3-4 54-60 1-4 C22:5:2 (4-6%); C22:6

(29-35%) (Sumber:Thevenieau, 2013)

Page 23: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

14

Universitas Indonesia

Berdasarkan data pada tabel tersebut, yeast merupakan organisme yang

menghasilkan total lipid rata-rata lebih banyak dibandingkan dengan organisme

lain, begitu pula dengan kandungan asam lemaknya. Namun, mikroorganisme lain

seperti fungi dan microalga jug menghasilkan lipid yang cukup banyak meski

tidak sebanyak yeast dan tumbuhan. Hal ini disebabkan karena produksi lipid

dalam tubuh organisme dipengaruhi oleh sejumlah faktor diantaranya tipe proses

sintesisnya dan jenis medium yang digunakan.

Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut mengenai mikroorganisme penghasil

lipid dan asam lemak. Mikroorganisme merupakan salah satu sumber lipid dan

asam lemak yang cukup berpotensi karena terbukti mampu mengakumulasi lipid

dengan jumlah yang tinggi di dalam selnya. Selain itu, pengembangbiakan

mikroorganisme juga tidak sulit, lebih cepat, dan tidak tergantung pada cuaca atau

musim. Beberapa mikroorganisme yang potensial dikembangkan diantaranya

adalah yeast, jamur atau kapang, alga, dan bakteri. Di bawah ini terdapat tabel

mengenai beberapa jenis mikroorganisme dan kandungan lipid yang mampu

diakumulasi berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan.

Tabel 2. 2 Jenis Mikroorganisme dan Jumlah Lipid yang Dihasilkan

Yeast, fungi or

bacteria strains

Lipid content

(% w/w)

Productivity (kg/m3/yr)

Biomass Lipid

Yeasts

Candida curvata 29-58 691 315

Cryptococcus albidus 33-60 252 146

Cryptococcus curvatus 25-46 1990 1154

Lipomyces starkeyi 61-68 636 410

Rhodosporidium

toruloides

58-68 3362 2120

Fungi

Mucor mucedo 62

Aspergillus oryzae 18-57 377 215

Cunninghamella

echinulata

35-58 232 134

Mortierella isabellina 50-55 1276 679

Bacteria

Arthrobacte sp >40 N/R N/R

Acinetobacter

calcoaceticus

27-38 N/R N/R

Page 24: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

15

Universitas Indonesia

Tabel 2. 2 Jenis Mikroorganisme dan Jumlah Lipid yang Dihasilkan (Lanjutan)

Yeast, fungi or

bacteria strains

Lipid content

(% w/w)

Productivity (kg/m3/yr)

Biomass Lipid

Rhodococcus opacus 24-26 N/R N/R

Bacillus alcalophilus 18-24 N/R N/R

Microalgae strain

Chlorella sp 22-32 159 54

Scenedesmus obliquus 13-58 153 54

Chaetoceros muelleri 25-52 150 57

Chlorella zofingiensis 52 216 112

Crypthecodinium

cohnii

23 672 134

Nannochloropsis

oculata

23 870 200

Chlorella

protothecoides

48-64 412 231

Chaetoceros gracilis 15-60 1065 404

Schizochyrium

mangrovei

68* 732 498

Schizochytrium

limacinum

50* 1044 525

(Sumber: Thevenieau, 2013)

2.3.1 Yeast

Oleaginous yeasts, mengandung lipid sebanyak 20% dari berat kering

biomassanya. Bahkan beberapa oleaginous yeasts mampu mengakumulasi lipid

hingga 40%-70% berat kering biomassanya. Selain memiliki kandungan lipid

yang tinggi, yeast juga dapat tumbuh dengan cepat. Meskipun demikian,

kandungan lipid dan asam lemak dari yeast berbeda-beda tergantung jenis

spesiesnya. Beberapa jenis oleaginous yeasts yang mampu memproduksi lipid dan

asam lemak terbaik diantaranya adalah Candida, Cryptococcus, Lipomyces,

Rhodosporidium, Rhodotorula, Rhizpus, Trichosporon dan Yarrowia (Theveneau,

2013).

Yeast dapat memanfaatkan beberapa sumber karbon yang berbeda untuk

produksi massal sel dan lipid. Sumber karbon dapat berasal dari glukosa, xilosa,

gliserol, pati, hidrolisat selulosa, dan limbah organik industri dan kota. Proses

akumulasi lipid terjadi saat sel mengalami kekurangan sumber nutrisi selain

karbon, seperti nitrogen. Pada kondisi ini kelebihan substrat karbon akan terus

diasimilasi oleh sel dan diubah menjadi lemak. Namun pada kondisi ini sel akan

Page 25: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

16

Universitas Indonesia

berhenti berkembang biak karena tidak adanya sumber nitrogen untuk sintesis

protein dan asam nukleat. Fenomena ini banyak terjadi pada yeast dan jamur

berfilamen, namun tidak terjadi pada alga fotosintetik maupun heterotrofik.

2.3.2 Fungi / Kapang

Banyak spesies jamur, seperti Aspergillus terreus, Claviceps purpurea,

Tolyposporium, Mortierella alpina, Mortierella isabellina, yang dapat

mengakumulasi lipid di dalam selnya. Sebagian besar jamur dieksplorasi terutama

untuk produksi lipid khusus, seperti gamma-linolenic acid (GLA),

eicosapentaenoic acid (EPA), docosahexaeneoic acid (DHA), dan arachidonic

acid (ARA).

Sumber karbon sangat berpengaruh pada produksi dan komposisi asam

lemak dalam lipid jamur, hal ini disebabkan karena perbedaan dalam metabolisme

tiap spesies jamur. Glukosa, laktosa, pati, minyak, corn steep liquor, dan hasil

pertanian telah digunakan sebagai sumber karbon untuk produksi lipid dari jamur.

Salah satu contoh, jamur selulolitik, Aspergillus oryzae A-4, menghasilkan lemak

36,6 mg/g substrat kering dengan konversi mikrobial menggunakan substrat

jerami gandum dan metode kultur tersuspensi serta menghasilkan 62,87 mg/g

substrat kering pada metode fermentasi dengan substrat padat dalam kondisi

optimal (Hui, et al., 2010).

2.3.3 Mikroalga

Mikroalga dapat menggunakan karbon dioksida sebagai sumber karbon

dan sinar matahari sebagai energi untuk jenis fotoautotrophic dan menggunakan

karbon organik sebagai sumber karbon untuk jenis heterotrophic. Selain itu untuk

jenis mixotrophic dapat menggunakan cahaya dengan karbon organik sebagai

sumber karbon tambahan. Membudidayakan mikroalga fotoautotrophic dengan

biaya minimal relatif lebih sulit, karena produksi lipid tergantung pada

ketersediaan cahaya matahari sehingga tergantung pada cuaca dan musim.

Mikroalga heterotrophic mudah dibudidayakan dan dikendalikan dalam

fermentor normal. Namun, mikroalga ini membutuhkan sumber karbon organik

untuk mengakumulasi minyak, sehingga membatasi penggunaannya dalam

produksi lipid skala besar.

Page 26: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

17

Universitas Indonesia

Jumlah lipid yang dihasilkan sel alga bervariasi antara 1% hingga 70%,

dan bahkan bisa mencapai 90% dari berat kering dalam kondisi tertentu.

Kandungan lipid rata-rata untuk mikroalga pada umumnya pada kisaran 20-50%

berat keringnya. Chlorophyta dan Bacillariophyceae, memiliki kandungan

minyak yang lebih tinggi, dan mudah dibudidayakan, terutama chlorella. Dengan

demikian jenis ini dapat dikembangkan untuk skala industri.

Pertumbuhan sel dan akumulasi lipid pada mikroalga dalam kondisi

phototrophic dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah intensitas

cahaya, pH, konsentrasi oksigen terlarut, fraksi karbon dioksida, konsentrasi

nutrisi seperti nitrogen, fosfor, silikon, dan besi, serta adanya sumber karbon

organik.

2.3.4 Bakteri

Bakteri menunjukkan tingkat pertumbuhan sel tinggi dalam kondisi kultur

yang sederhana dan beberapa jenis bakteri dapat mengakumulasi lipid di dalam

kondisi lingkungan khusus. Namun biasanya, komposisi lipid yang dihasilkan

oleh bakteri sangat berbeda dari minyak mikroba lainnya. Kebanyakan bakteri

hanya menghasilkan lipid yang kompleks, dan hanya sebagian kecil juga yang

dapat memproduksinya. Pada beberapa jenis bakteri yang dapat menghasilkan

lipid dengan jumlah cukup tinggi umumnya dalam bentuk polyhydroxyalkanoic

yang berperan sebagai senyawa penyimpanan karbon dan energi intraseluler

bakteri. Akumulasi lipid sebagian besar berlangsung selama fase stasioner

pertumbuhan, yaitu setelah penghentian sintesis protein.

Dibandingkan dengan mikroorganisme lain, banyak mekanisme regulasi

gen dalam sintesis asam lemak pada bakteri yang sudah dipahami. Oleh karena

itu, dapat lebih mudah bila ingin menggunakan teknologi rekayasa biologi,

rekayasa genetika, dan rekayasa metabolisme untuk memodifikasi kerja bakteri

dalam mengakumulasi minyak. Telah dilaporkan bahwa Escherichia coli yang

telah direkayasa sistem metabolisnya dapat menghasilkan biodiesel dan ester

secara langsung, dengan konsentrasi 0,7 g/l hingga 3,8 g/l dengan metode

fermentasi batch dan menggunakan sumber karbon terbarukan (Kalscheuer, et al,

2006;. Steen, et al, 2010; Zhang, et al, 2012).

Page 27: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

18

Universitas Indonesia

2.4 Aspergillus oryzae

Aspergillus oryzae adalah jenis kapang dari genus Aspergillus dan

biasanya terdapat dilingkungan sebagai saprofit. Taksonomi Aspergillus oryzae

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. 3 Taksonomi Aspergillus oryzae

Kingdom Fungi

Phylum Ascomycota

Subphylum Pezizomycotina

Class Eurotiomycetes

Order Eurotiales

Family Trichocomaceae

Genus Aspergillus

Species Aspergillus oryzae

(Sumber: Rawlings, et al.,2006)

Berdasarkan pada tingkat taksonnya, Aspergillus oryzae termasuk dalam

genus Aspergillus dan memiliki ciri-ciri fisik seperti terlihat pada gambar di

bawah ini.

a

b

c

Gambar 2. 5 Aspergilus oryzae (a. Struktur mikroskopik, b. Kumpulan filamen,

c. Koloni) (Sumber: www.bio.nite.go.jp, 2005)

Gambar diatas menunjukkan gambaran fisik Aspergillus oryzae. Koloni

Aspergillus oryzae yang sudah menghasilkan spora akan berwarna coklat

kekuning-kuningan, kehijauan atau kehitaman sehingga miselium yang semula

berwarna putih sudah tidak terlihat (Dwijiseputro, 1978). Aspergillus oryzae

merupakan jamur askomikotina aseksual. Secara morfologi kapang ini memiliki

konidia berbentuk bulat, berwarna hijau pucat agak kekuningan, dan memiliki

konidiofor dengan panjang 4-5 mm.

Page 28: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

19

Universitas Indonesia

Aspergillus oryzae termasuk dalam kelompok Aspergillus flavus.

Kelompok Aspergillus flavus juga terdiri dari Aspergillus sojae, Aspergillus

nomius, dan Aspergillus parasiticus. Penggolongan ini didasarkan pada produksi

sporanya, yaitu ditinjau dari warnanya mulai dari kuning, kuning kehijauan,

hingga kuning kecoklatan. Selain itu, memiliki konidiofor yang tidak berwarna

dan kasar, dan apabila dilihat dengan mikroskop sporanya akan nampak seperti

duri-duri (Raper,et al., 1965).

Aspergillus oryzae biasa dimanfaatkan dalam pembuatan tauco, kecap,

miso, sake, shoyu, dan lain-lain. Penggunaan Aspergillus oryzae untuk

pembuatan produk tersebuk sudah sejak ratusan tahun yang lalu dan semuanya

terbukti aman dikonsumsi. Aspergillus oryzae juga digunakan untuk memproduksi

beberapa jenis enzim seperti amilase, protease, β-galaktosidase, lipase, selulase,

dan bahkan dapat dijadikan suplemen probiotik. Aspergillus oryzae yang

digunakan dalam industri makanan umunya merupakan strain budidaya yang

sudah mengalami modivikasi sehingga tidak menghasilkan aflatoxin seperti

golongan Aspergillus flavus yang diisolasi dari alam.

Untuk menghindari produksi mycotoxin dan aflatoxin salah satu anjuran

yang pernah diberikan adalah dengan mengatur periode inkubasi atau

fermentasinya, dimana periode inkubasi atau fermentasi tidak boleh lebih dari tiga

hari. Aspergillus oryzae terbukti menghasilkan senyawa beracun saat diinkubasi

dalam waktu lama (Semeniuk et al, 1971; Yokotsuka, et al, 1986). Penelitian ini

dilakukan pada kultur Aspergillus oryzae menggunakan medium beras yang biasa

disebut koji mold atau koji fermentation.

Namun pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa Aspergillus oryzae

tidak menghasilkan aflatoxin meskipun termasuk dalam golongan Aspergillus

flavus (Wei, et al, 1986; Yokotsuka, et al, 1986). Dalam sebuah pengujian

Aspergillus oryzae dan Aspergillus sojae tidak menghasilkan aflatoxin (selain

pada koji fermentation), sedangkan 33%-85% Aspergillus flavus dan Aspergillus

parasiticus bersifat toksik (Kurtzman, et al.,1986).

2.5 METODE FERMENTASI

Sebagian besar proses fermentasi yang digunakan untuk produksi

komersial diklasifikasikan menjadi dua metode yaitu solid-state fermentation dan

Page 29: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

20

Universitas Indonesia

submerged fermentation. Solid-state fermentation dan submerged fermentation

dapat berupa proses aerobik ataupun anaerobik. Secara umum perbedaan antara

solid-state fermentation dan submerged fermentation dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 2. 4 Perbedaan solid-state fermentation dan submerged fermentation

Solid-state fermentation Submerged fermentation

Jenis organisme yang digunakan adalah

organisme yang membutuhkan sedikit

air untuk pertumbuhannya seperti jamur

berfilamen.

Konsentrasi media sangat sedikit

dibandingkan dengan kandungan air.

Dapat digunakan untuk berbagai jenis

sel termasuk sel hewan dan tumbuhan.

Menggunakan inert support (alami atau

buatan) yang berisi komponen yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan dalam

bentuk larutan.

Bahan yang dibutuhkan harganya relatif

mahal.

Potensi terjadinya kontaminasi rendah

karena kadar air yang rendah.

Kandungan air yang tinggi

mempermudah berkembangnya

kontaminan.

Dapat menggunakan bioreaktor

berukuran kecil

Bioreaktor yang digunakan ukurannya

besar.

Konsumsi energi untuk aerasi dan

transfer gas sedikit.

Konsumsi energi tinggi karena proses

transfer udara relatif lebih sulit.

Transfer nutris pertumbuhan kurang

merata.

Dengan pengadukan nutrisi dapat

berdifusi secara merata.

Sulit untuk memastikan kuantitas

biomasa yang dihasilkan dan

melakukan pengecekan kondisi-kondisi

fisik lingkungan fermentasi.

Penggunaan sensor dapat

mempermudah pengontrolan kondisi

fisik, dan sempling dapat dilakukan

untuk memastikan kondisi biomassa.

Sulit untuk dilakukan manipulasi

kondisi fisik dan kimia.

Mudah untuk dilakukan manipulasi

kondisi fisik dan kimia.

Proses downstream mudah, murah dan

cepat.

Penggunaan air yang banyak membuat

proses downstream lebih susah dan

mahal.

Kemurniannya rendah Kemurniannya tinggi

Tidak menghasilkan limbah cair Menghasilkan limbah cair

(Sumber: Manpreet, et al., 2005)

Berdasarkan tabel di atas, terlihat masing-masing metode memiliki

kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pada metode solid-state fermentation

mikroorganisme tumbuh pada media solid dengan kandungan air yang sangat

sedikit atau bahkan tanpa menggunakan air. Contoh pemanfaatan metode

Page 30: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

21

Universitas Indonesia

fermentaasi ini adalah mushroom cultivation, pembuatan roti, proses fermentasi

biji coklat, produksi beberapa makanan tradisional seperti miso, sake, kecap,

tempe, dan lain-lain.

Proses produksi dengan metode solid-state fermentation dapat berupa

proses aerobik maupun anaerobik. Contoh proses aerobik adalah pada proses koji

fermentation. Sedangkan proses anaerobik misal pada proses produksi produk

daging fermentasi seperti bologna sausage (sosis daging), dry sausage, pepperoni,

dan salami.

Sedangkan pada submerged fermentation menggunakan medium padat

yang tersuspensi di dalam cairan atau menggunakan medium berupa larutan yang

berisi substansi nutrisi. Contoh penggunaan metode ini adalah pada pembuatan

asinan, acar, yoghurt, beer, wine, dan lain-lain. Submerged fermentation pada

umunya menggunakan sistem aerobik meskipun beberapa menggunakan sistem

anaerobik. Contoh proses aerobik pada submerged fermentation yaitu pada proses

produksi asam sitrat menggunakan Aspergilus niger. Sedangkan proses anaerobik

misalnya pada proses produksi yoghurt. Proses aerasi biasanya menggunakan

metode bubbling atau dengan pengadukan.

Jenis reaktor untuk submerged fermentation cukup beragam, salah satunya

adalah bubble column reaktor. Reaktor ini merupakan tangki silinder, dengan

rasio tinggi dan diameter 4-6. Biasanya dilengkapi dengan sparger pada dasar

tangki yang berfungsi sebagai agitator. Reaktor ini cukup sederhana, meski

memiliki keterbatasan pada larutan berfiskositas tinggi, namun cocok untuk

larutan dengan viskositas rendah karena nutrisi dan aerasi lebih merata.

2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM

PERTUMBUHAN KAPANG

Akumulasi lemak pada sebagian mikroorganisme oleaginous yang

tumbuh dalam kultur batch mengikuti pola dua tahap. Tahap pertama ialah

perkembangbiakan sel yang tumbuh dengan laju maksimum. Tahap ini

berlangsung terus sampai komponen nutrisi selain karbon, biasanya nitrogen

telah habis. Pembentukan sel-sel baru, yang membutuhkan sintesa protein, RNA,

DNA dan sebagainya, tidak dapat diteruskan karena habisnya nitrogen (fosfat atau

nutrien lainnya). Setelah itu, karbon yang berlebih akan terus dikonsumsi dan

Page 31: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

22

Universitas Indonesia

dikonversi oleh mikroorganisme oleaginous menjadi lemak yang terakumulasi

pada jaringan intraseluler (Rahman, 1992). Faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi minyak sel tunggal diantaranya adalah suhu, pH, rasio karbon dan

nitrogen, dan lama waktu inkubasi.

2.6.1 Suhu

Suhu lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan

mikroorganisme. Suhu pertumbuhan optimal kapang yang bersifat mesofilik

berkisar 25–300C. Peningkatan suhu pertumbuhan pada kisaran optimum umunya

disertai dengan peningkatan kandungan lemak dan kapang (Shaw, 1965).

Pengaruh suhu yang paling nyata terhadap produksi minyak sel tunggal

adalah perubahan komposisi asam lemaknya. Asam lemak tidak jenuh relatif

meningkat pada suhu pertumbuhan yang relatif rendah (Summer, et al, 1969

dalam Wassef, 1975).

Perubahan komposisi asam lemak yang dipengaruhi oleh perubahan suhu,

ada hubungannya dengan aktivitas enzim desaturase. Enzim yang berperan dalam

pembentukan ikatan rangkap ini akan terhambat aktivitasnya pada suhu yang

tinggi. Hal ini memberi penjelasan mengapa pada suhu yang lebih rendah,

kandungan asam lemak tidak jenuhnya tinggi (Gurr et al, 1969 dalam Wassef,

1975).

Suhu juga berpengaruh terhadap kelarutan oksigen. Kelarutan oksigen

meningkat dengan menurunya suhu. Oksigen mempengaruhi kecepatan desaturasi

karena oksigen diperlukan dalam proses tersebut sebagai aseptor ion hydrogen.

Oleh karena itu, ketidakjenuhan asam lemak akan meningkat dengan

meningkatnya kelarutan oksigen (menurunya suhu) (James et al, 1969 dalam

Wassef, 1975).

2.6.2 pH

Kebanyakan kapang dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas yaitu pH 2–

8,5, tetapi biasanya pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH

rendah (Fardiaz, 1992). Nilai pH optimum untuk pertumbuhan kapang berkisar

antara 6,0–7,0, sedangkan pH optimim untuk produksi lemak bervariasi pada

Page 32: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

23

Universitas Indonesia

setiap spesies kapang. Kandungan lemak pada kapang yang ditumbuhan pada

kisaran pH 5,9–7,5 tidak berbeda nyata (Cantrell, 1971 dalam Wassef, 1975).

Nilai pH medium dipengaruhi oleh jenis sumber nitrogen yang digunakan

Amonium sulfat menyebabkan pH medium turun tajam hingga 2,0 setelah 10 hari.

Sebaliknya pemakaian urea sebagai sumber nitrogen menyebabkan pH sedikit

meningkat hingga 5,0–6,0 (Wati, 1995).

Penelitian yang dilakukan oleh Linberg et al. (1991) menggunakan

medium dengan pH awal 5,0 atau 5,5. Nilai GLA pada pH 5,5 lebih tinggi

dibandingkan pada pH 5,0. Nuraida et al. (1995) menyatakan bahwa kadar GLA

pada minyak dipengaruhi secara nyata oleh suhu dan pH awal medium,

dimana kadar tertinggi pada minyak diperoleh pada suhu 250C dan pH 5,0.

2.6.3Waktu Inkubasi

Waktu inkubasi berhubungan dengan kesempatan mikroorganisme untuk

memanfaatkan komponen nutrisi yang tersedia pada medium dan efektivitas

sistem metabolisme mikroorganisme dalam memanfaatkannya.

Fase pertumbuhan mikroorganisme terbagi dalam fase adaptasi, fase

pertumbuhan awal, fase logaritmik, fase pertumbuhan lambat, fase

pertumbuhan statis dan fase kematian (Fardiaz, 1992). Masa inkubasi

mikroorganisme terbaik berada pada fase stasioner dan tidak boleh melebihi

fase kematian. Untuk produksi GLA, diharapkan pada akhir masa inkubasi

akumulasi asam lemak sudah mencapai titik maksimum (Nawangsari, 1996).

Gambar 2. 6 Produksi Lipid Aspergillus Oryzae dengan Medium Air Limbah

Proses Pengolahan Kentang (Sumber: Muniraj, et al., 2013)

Page 33: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

24

Universitas Indonesia

Gambar 2. 7 Akumulasi Lipid pada DGB1 dalam Medium Basal 5% Glukosa

(Sumber: Abu-Elreesh., 2013)

Berdasarkan kedua grafik diatas, diketahui bahwa rata-rata akumulasi lipid

tertinggi terjadi pada rentang hari kelima hingga ke tujuh.

2.6.4Aerasi

Yoshida (1982) dalam Tsao (1982) menyatakan bahwa tujuan aerasi

dalam fermentasi adalah untuk mensuplai oksigen dan pada saat yang sama

akan memindahkan CO2 dari sel mikroorganisme yang tersuspensi dalam cairan

fermentasi.

Mikroorganisme aerob dan anaerob fakultatif membutuhkan oksigen

pada proses desaturasi asam lemak. Aerasi dapat meningkatkan kelarutan

oksigen sehingga meningkatkan derajat ketidakjenuhan asam lemak yang

diproduksi (Erwin, 1973 dalam Bajpai, 1993).

Aerasi dapat mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan pemakaian

sumber karbon yang tersedia. Aerasi tidak menyebabkan perbedaan nyata pada

kandungan lemak total kultur kapang (Starkey, 1946 dalam Wassef, 1975).

Aerasi bisa menjadi faktor pembatas kenaikan jumlah sel karena dalam

kasus-kasus tertentu, fermentasi alkohol (anaerob) dapat menghambat

kenaikan sel. Bagi kapang Mucorales, oksigen sangat penting terutama bila

akan diproduksi miseliumnya dalam fermentor skala industri (Aggelis et al, 1988

dalam Wati, 1995).

Page 34: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

25

Universitas Indonesia

Aerasi akan meningkatkan oksigen yang merupakan aseptor elektron

terminal dari sitokrom oksidase. Reaksi hidroksilase diperlukan untuk

pertumbuhan dan biosintesis asam lemak tidak jenuh (Wassef, 1975).

2.6.5 Rasio Karbon (C)/Nitrogen (N)

Rasio karbon dan nitrogen merupakan faktor penting bagi produksi

minyak sel tunggal. Rasio karbon dan nitrogen memiliki kisaran yang luas

tergantung jenis kapangnya. Rasio karbon dan nitrogen yang optimum untuk

pertumbuhan kapang dan produksi lemak adalah 60 :1 dan 80:1 (Wassef,

1975). Rasio karbon dan nitrogen yang lebih tinggi akan menghasilkan

kandungan lemak yang lebih tinggi, tetapi pertumbuhan selnya lebih lambat,

sehingga secara keseluruhan produktivitas lemaknya lebih rendah. Menurut

Nawangsari (1996), campuran onggok-ampas tahu dengan rasio C/N = 20 : 1

dapat menghasilkan asam gamma linolenat paling tinggi (27,3 mg/g minyak)

diantara rasio C/N lainnya.

Rasio karbon/nitrogen ini erat kaitannya dengan skema akumulasi lipid di

dalam sel organisme. Terdapat tiga fase yang terjadi di dalam kultur batch. Fase

pertama, pada saar sumber karbon dan nitrogen masih tersedia, organisme hanya

akan mensisntesis lipid fungsional seperti lipid penyususn membran sel.

Kemudian pada fase kedua yaitu setelah sumber nitrogen habis namun masih

tersedia cukup banyak sumber karbon, maka organisme akan mengakumulasi lipid

di dalam selnya. Selanjutnya pada fase ketiga yaitu setelah sumber karbon juga

habis maka organisme akan menggunakan lipid yang sudah disimpan di dalam

selnya untuk metabolisme sel dan bertahan hidup. Secara grafik kondisi ini dapat

dijelaskan dengan gambar 2.7 dibawah ini.

Page 35: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

26

Universitas Indonesia

Gambar 2. 8 Model Akumulasi Lipid pada Organisme Oleaginous dan Pengaruh

Konsentrasi C/N (Sumber: Rossi, et al. 2011)

2.7 MEDIUM FERMENTASI (ONGGOK DAN AMPAS TAHU)

Pada formulasi media pertumbuhan kapang, peprlu diketahui ketersediaan

sumber karbon (C) dan nitrogen (N) dari komponen bahan dasar media fermentasi

tersebut.

Tabel 2. 5 Komposisi Nitrogen dan Karbon di dalam Onggok dan Ampas Tahu

Bahan Dasar Kadar C (g/100g) Kadar N (g/100g)

Onggok 41,71 0,88

Ampas Tahu 40,87 2,52 (Sumber: Sumanti, 2003)

Penggunaan sumber C dan N alami dari limbah lebih menguntungkan dari

medium sintetik, karena sumber nutrien ini mengandung semua atau beberapa

vitamin yang dibutuhkan oleh kapang (ahman, 1989). Selain itu pula komponen

penyusunnya yang relative lebih murni dan juga dapat menekan biaya produksi.

Kapang sangat membutuhkan senyawa C dalam jumlah yang cukup, yang akan

dipecah untuk menghasilkan energi bagi aktivitas penyusunan komponen sel dan

pembentukan metabolit. Dalam pertumbuhannya kapang membutuhkan unsure

N yang cukup karena N diperlukan untuk sintesis protein. Keuntungan dari

penggunaan ampas tahu sebagai media selain sebagai penyedia N, juga

merupakan sumber factor pertumbuhan (growth factor), karena terdapat

berbagai asam amino dalam ampas tahu. Rahman (1989) menyatakan bahwa

komponen media fermentasi harus memenuhi kebutuhan dasar untuk

Page 36: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

27

Universitas Indonesia

pembentukan biomassa dan produk fermentasi serta dapat menyediakan energi

yang cukup untuk biosintesis dan pemeliharaan sel.

2.8 PEMANENAN

Proses hilir atau downstream process di akhir periode fermnetasi kapang

meliputi satu atau lebih tahap pemisahan padatan dan cairan. Biomassa dapat

dipisahkan dari medium dengan cara sedimentasi, sentrifugasi, dan filtrasi.

Terkadang juga membutuhkan tahap flokulasi dengan penambahan bahan

koagulan (Medina, et al., 2004)

2.8.1 Filtrasi

Untuk kultur skala kecil dan beroperasi secara batch, pada umumny alat

penyaring yang digunakan adalah kain satin yang terbuat dari benang-benang

kanvas. Sedangkan untuk skala yang lebih besar alat yang biasa digunakan untuk

menyaring adalah rotary vacum drum filter dan chamber filter press yang

memiliki filter cloth berbahan dasar canvas, nylon, dacron, logam, dan serat fiber.

Untuk menyaring spesies yang memiliki fragilitas yang tinggi, diperlukan

metode penyaringan yang lebih baik lagi, agar zat metabolit yang diinginkan tidak

hilang. Mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi adalah metode yang paling sesuai. Kedua

metode ini sama-sama menggunakan membran yang terbuat dari polivinilidin

(PVDV). Untuk ultrafiltrasi membran yang digunakan biasanya terbuat dari

PVDF, poliakrilonitil (PAN), dan polietersulvon (PES).

2.8.2 Pengeringan

Setelah tahap penyaringan masih banyak enzim aktif yang bekerja pada

biomassa seperti esterase dan lipase yang dapat teraktifkan akibat keadaan tanpa

nutrisi yang dapat memicu mikroba untuk mengkonsumsi kandungan lipid pada

tubuh mereka untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, biomassa basah yang

diperkirakan masih mengandung 80% air harus segera dikeringkan untuk

menstabilkan kandungan minyak di dalam tubuh biomassa (Ratledge, et.al, 2005).

Pada kondisi kering dan stabil ini, biomassa masih terancam rusak akibat

oksidasi sehingga disarankan untuk segera dilakukan proses ekstraksi untuk

mempertahankan kandungan minyak yang tinggi, jika ingin disimpan untuk

Page 37: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

28

Universitas Indonesia

analisis lanjut maka biomassa kering harus disimpan pada sehu rendah dengan

atmosfer nitrogen (Ratledge, et.al, 2004).

2.8.3 Ekstraksi Lipid

Lipid merupakan salah satu komponen yang terdistribusi luas di dalam

organisme, dapat berupa lipid sederhana atau kompleks. Lipid sederhana

merupakan suatu bagian dari agregat besar minyak (minyak, lemak, dan wax)

yang secara khusus tersimpan dalam suatu jaringan , yang mana akan mudah

untuk diekstrak dengan menggunakan heksana atau dietil eter. Sedangkan lipid

yang kompleks pada umumnya menjadi komponen penyususn membran

(berinteraksi atau berikatan dengan protein dan polisakarida lain seperti

phosphatidate, glycerophospholipid, phosphatidylinositol, phosphatidylcholine)

kondisi seperti ini tidak mudah untuk diekstrak. Dalam kondisi ini pelarut tidak

hanya larut dalam lipid saja namun juga harus dapat berinteraksi dengan lipid dan

matriks jaringan. Ekstraksi lipid dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti

maserasi, soklet, SFE (Supercritical Fluid Extraction), tekanan tinggi, sonikasi,

dan MAE (Microwave Assisted Extraction).

Dalam mikroorganisme oleaginous, lipid terdapat di membran sel dan

sitosol. Akumulasi lipid dalam organisme oleaginous diketahui terjadi ketika ada

penurunan pertumbuhan, dan gizi selain karbon, sehingga proliferasi sel

terhambat dan memungkinkan terjadinya akumulasi lipid di dalam sel (Retledge,

et al., 1998). Jumlah lipid pada organisme oleaginous bergantung pada metode

ekstraksi dan pelarut yang digunakan untuk mengekstrak lipid.

Ekstraksi menggunakan pelarut masih menjadi metode ekstraksi yang

paling sering digunakan karena sederhana, tidak membutuhkan alat khusus dan

relatif murah. Terdapat tiga pelarut yang umum digunakan pada tahap ekstraksi

yaitu menggunakan pelarut kloroform:methanol (2:1), pelarut

heksana:isopropanol (3:1) dan pelarut heksana saja. Menurut Zhu, et al (2002),

ekstraksi menggunakan pelarut organik kloroform:methanol (2:1) memberikan

hasil ekstraksi lipid maksimum untuk sel kapang. Sistem pelarut ideal untuk

mengekstrak lipid dari sel harus cukup polar untuk menghilangkan semua lipid

dari membran sel. Pada saat yang sama pelarut tidak boleh terlalu polar karena

dapat menyebabkan lipid nonpolar tidak larut. Kombinasi pelarut polat dan

Page 38: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

29

Universitas Indonesia

nonpolar menguntungkan ekstraksi lipid dari mikroorganisme. Sistem pelarut ini

telah digunakan untuk mengekstrak senyawa nonpolar dan phospolipid dari

mikroorganisme (Cetrik, et al., 1996).

Metode yang telah digunakan untuk ekstraksi lipid dari mikroorganisme

adalah metode Bligh dan Dyer. Pada metode ini sampel dikarakterisasi dengan

menggunakan campuran kloroform, metanol, dan air. Sampel disaturasi dengan

metanol dan kloroform dan menyisakan satu fase. Kemudian ditambahkan

kloroform berlebih dan airsehingga membentuk dua fase. Lipid berada pada fase

kloroform, yang dapat dihilangkan dengan penguapan.

Lipid dalam sel jamur atau kapang diperoleh dengan ekstraksi basah dan

kering. Ekstraksi lipid jamur Mortierella alpina secara langsung dari biomassa

basah menggunakan metode Bligh dan Dyer menghasilkan jumlah lipid yang

lebih sedikit dibandingkan dengan ekstraksi dari biomassa kering (Zhu, et al.,

2005). Hal ini menunjukkan bahwa lipid dalam biomassa basah tidak diekstraksi

sepenuhnya. Meskipun metode Bligh dan Dyer sering diterapkan dalam ekstraksi

lipid dari biomaterial basah, tidak tepat ekstraksi lipid dari miselium basah. Hal

ini mungkin disebabkan karena perbedaan biomaterial. Lipid dalam biomassa

jamur tidak hanya ada dalam tubuh lipid tetapi juga dalam membran.

2.9 METODE ANALISIS

Analisis dilakukan untuk mengetahui jumlah lipid total untuk setiap berat

biomassa kering, analisis tingkat kandungan PUFAs, dan analisis kandungan AA,

DHA, dan EPA.

2.9.1 Penentuan jumlah lipid total

Berat lipid didapatkan dari selisih antara berat botol kosong dan berat

botol dengan lipid kering. Penentuan kandungan lipid kapang dapat dilakukan

dengan menimbang lipid yang diperoleh dari hasil ekstraski. Presentase lipid total

dapat dihitung dengan persamaan Ketaren (1986).

......(1)

Page 39: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

30

Universitas Indonesia

2.9.2 Analisis konsentrasi asam lemak omega-3,6, dan 9 serta konsentrasi

AA, DHA, dan EPA

Konsentrasi asam lemak omega-3, omega-6, dan omega-9 serta

konsentrasi AA, DHA, dan EPA dapat dianalisis dengan menggunakan GC-MS.

Lipid seluler dilarutkan dengan menggunakan heksana, kemudian diinjeksikan ke

dalam kolom kromatografi gas. Hasil dapat dianalisis dengan menggunakan

database komponen asam lemak omega-3, omega-6, dan omega-9, AA, DHA, dan

EPA.

2.10 STATE OF THE ART

Penelitian terkait dengan single cell oil bukanlah penelitian yang pertama

kali dilakukan. Sebelum penelitian ini, ada banyak percobaan yang telah

dilakukan dan berhasil diterbitkan dalam bentuk jurnal nasional maupun

internasional. Namun jenis mikroorganisme, metode fermentasi, jenis medium

dan kondisi yang divariasikan berbeda satu sama lain. Jenis mikroorganisme yang

digunakan diantaranya yeast, kapang, alga, dan bakteri.

Secara umum yeast dan kapang dapat mengakumulasi lipid jauh lebih

banyak dari bakteri dan alga (Li ,et al., 2009). Beberapa penelitian menggunakan

yeast yang sudah dilakukan adalah produksi SCO dari yeast golongan Yarrowia

diantaranya Yarrowia lipolytica yang dilakukan oleh Zinjarde, 2013 dan

Yarrowia lipolytica QU-21 yang dilakukan oleh Poli, et al., 2014. Hasil akumulasi

lipid pada pada masing-masing strain ini adalah sebagai berikut. Dengan

perbandingan konsentrasi medium 40 g/L glukosa, dan 31 g/L biomass, diperoleh

konsentrasi lipid maksimal yaitu 12,4 g/L (40%) pada strain Yarrowia lipolytica.

Sedangkan pada strain Yarrowia lipolytica QU-21produksi lipid 1,48 g/L (30,1%

dalam total biomassa kering). Terlihat hasil akumulasi lipid yang berbeda pada

kedua strain. Namun disini pengaruh lingkungan kultur juga menentukan besarnya

akumulasi lipid, karena dari dua spesies yang sama namun berbeda strain ini

dikultur dalam medium yang berbeda.

Sedangkan dari kapang diantaranya adalah produksi SCO dari kapang

golongan Fusarium. Dengan menggunakan limbah cheese whey sebagai medium

diperoleh akumulasi total lipid sebesar 0,1467 hingga 0,8661 mg lipid per mg

Page 40: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

31

Universitas Indonesia

berat basah biomass, dan dari kandungan lipid tersebut sebagian besar didominasi

oleh jenis asam lemak palmitat, stearat dan oleat (Akpinar-Bayizit, et al., 2014)

Penelitian lain yang sudah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil

akumulasi lipid cukup besar adalah pada golongan Mortierella. Penelitian

menggunakan Mortierella alpina yang dilakukan oleh Peng, et al., 2010

menggunakan variasi suhu menghasilkan peningkatan berat sel kering 34,7 hingga

36,7g/l, dan konsentrasi ARA 7,3 hingga 9,2g/l pada suhu 25◦C dan 20◦C.

Sedangkan penelitian menggunakan Mortierella isabellina yang dilakukan oleh

Meeuwse, et al., 2012 menggunakan variasi rasio C/N memberikan hasil

akumulasi lipid tertinggi pada fase eksponential ada pada rasio C/N 18:1 yaitu 39

± 1%, dan pada fase stasioner pada rasio C/N 18:1 yaitu 54±1%.

Beberapa faktor sangat menentukan besarnya akumulasi lipid dan produksi

asam lemak tak jenuh. Faktor tersebut dianaranya adalah jenis spesies, nutrisi,

suhu, pH, dan aerasi. Optimisasi untuk masing-masing kondisi lingkungan

biasanya akan memberikan pengaruh pada biaya operasi. Seperti kendala

pengembangan produksi lipid yang terjadi saat ini yaitu biaya yang tinggi dalam

proses produksi sehingga kurang kompetitif secara ekonomi. Oleh karena itu,

penggunaan limbah sebagai sumber nutrisi merupakan salah satu alternatif yang

dapat dilakukan.

Sejumlah penelitian produksi lipid dari yeast dan kapang menggunakan

medium limbah juga telah dilakukan. Dalam sejumlahpenelitian menunjukkan

bahwa konsentrasi GLA pada hampir semua jenis yeast rendah, hanya 10 strain

yang mengandung GLA lebih dari 2%. Cunninghamella elegans menghasilkan

GLA terbanyak yaitu 3,8% (Certik,et al., 1993).

Penelitian menggunakan kapang juga banyak dilakukan seperti

penggunaan kapang jenis Mucorales, Rhizopus, Mortierella,dan Aspergillus.

Rhizopus, dan Aspergilus merupakan jenis kapang yang sudah banyak dikenal

dalam industri makanan dan terbukti sebagian besar spesiesnya aman dikonsumsi,

sehingga sangat potensial untuk dijadikan sumber SCO yang akan digunakan

sebagai suplemen makanan. Penelitian menggunakan Rhyzopus mengunakan

metode solid-substrate menunjukkan hasil akumulasi lipid 34-36% berat kering

biomass dengan kandungan DHA 14,32 mg per gram lipid (Salunke, et al., 2014).

Page 41: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

32

Universitas Indonesia

Penelitian dengan menggunakan Aspergillus juga sudah mulai dilakukan

diantaranya pada spesies Aspergillus terreus menggunakan medium onggok dan

ampas tahu. Hasil penelitia menunjukkan rata-rata kadar lemak 12,04%

menggunakan metode solid-state fermentation.

Berbagai upaya optimisasi produksi lipid juga sudah banyak dilakukan,

mulai dari mencari kondisi lingkungan yang sesuai dengan tiap spesies seperti

suhu, pH, dan kebutuhan aerasi, melakukan pemilihan jenis sumber karbon dan

nitrogen, variasi konsentrasi sumber karbon dan nitrogen, hingga rekayasa

genetik. Faktor-faktor ini memang sangat penting dalam meningkatkan produksi

lipid mikroorganisme. Suhu memiliki peran penting karena mempengaruhi laju

metabolisme, aerasi juga memiliki peran penting karana O2 berperan sebagai alat

transfer elektron dalam proses metabolisme. Namun salah satu hal yang penting

diperhatikan adalah masa akumulasi lipid, dimana masa produksi lipid tidak sama

dengan masa akumulasi lipid. Masa akumulasi lipid terjadi saat jumlah nitrogen

dalam substrat telah habis namun jumlah karbon masih banyak. Hal ini juga

menjadi perhatian sejumlah peneliti.

Penelitian saat ini ditinjau dari beberapa faktor. Pertama berdasarkan

ketersediaan organisme seperti beberapa jenis kapang yang sudah banyak

digunakan dalam industri makanan sehingga dapat dipastikan jumlah

ketersediaanya mencukupi dan produknya aman dikonsumsi. Kedua, dari faktor

lingkungan yang memberikan kondisi terbaik untuk akumulasi lipid seperti suhu,

pH, aerasi, dan rasio karbon/nitrogen. Maka diputuskan untuk penelitian ini akan

digunakan kapang Aspergillus Oryzae dengan memanfaatkan limbah onggok dan

ampas tahu sebagai sumber karbon dan nitrogen pada metode fermentasi

submerged fermentation. Variabel bebas yang akan digunakan dalam penelitian

ini untuk memperoleh jumlah lipid serta asam lemak tak jenuh tertinggi dari

Aspergillus Oryzae adalah rasio karbon dan nitrogen yang berasal dari onggok

dan ampas tahu. Penelitian ini akan memberikan kontribusi pada pemanfaatan

lebih lanjut limbah industri tapiokan dan tahu. Selain itu, penggunaan Aspergillus

Oryzae juga akan memberikan alternatif baru pemanfaatan mikroorganisme

khususnya kapang sebagai produsen suplemen makanan bernilai tinggi.

Page 42: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

33

Universitas Indonesia

Tabel 2. 6 State of the art

Peneliti Tahun Organisme Metode

Fermentasi Medium Variabel bebas Hasil

Sumanti, et

al

2005 Aspergillus terreus Fermentasi padat Onggok dan

ampas tahu

Rasio C/N - Akumulasi lipid paling tinggi pada rasio C/N

45:1 yaitu 14,63%.

Peng, et al 2010 Mortierella alpina Kultur cair Glukosa Variasi suhu (15oC-

25oC)

- Pertumbuhan sel optimal pada suhu 25◦C,

akumulasi ARA maksimal pada suhu 20◦C.

- Berat sel kering meningkat 34,7 hingga 36,7g/l, dan konsentrasi ARA meningkat 7,3

hingga 9,2g/l pada suhu 25◦C dan 20◦C.

Meeuwse, et

al 2012 Umbelopsis

isabellina

(Mortierella

isabellina)

Submerged batch

culture.

Glukosa (C) dan

(NH4)2SO4 (N) Rasio C/N - Akumulasi lipid tertinggi pada fase

eksponential ada pada rasio C/N 18:1 yaitu 39

± 1%, dan pada fase stasioner pada rasio C/N

18:1 yaitu 54±1%.

Muniraj, et

al 2013 Aspergillus oryzae Submerged

fermentation

Air limbah

pengolahan

kentang

Rasio dilusi air

limbah yang

digunakan (25%,

50%, 75%)

- Konsentrasi lipid maksimum: 3,5 g/L pada

rasio dilusi 25%.

- Jenis lipid yang terkandung diantaranya: Asam

palmitat (11,6%), asam palmitoleat (15,6%),

asam stearat (19,3%), asam oleat (30,3%),

asam linolenat (5,5%), asam linoleat (6,5%)

Zinjarde 2013 Yarrowia lipolytica Submerged

fermentation

Glukosa dan

biomassa

(sugar cane)

Konsentrasi

glukosa dan

biomass

Dengan perbandingan konsentrasi medium 40 g

L-1

glukosa, dan 31 g L-1

biomass, maka

konsentrasi lipid mencapai maksimal yaitu 12,4

g L-1

(40%)

Page 43: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

34

Universitas Indonesia

Peneliti Tahun Organisme Metode

Fermentasi Medium Variabel bebas Hasil

Akpinar-

Bayizit, et al

2014 Fusarium culmorum,

Fusarium solani,

Fusarium

verticillioides,

Fusarium

graminearum,

Fusarium

semitectum.

Fermentasi cair Cheese whey Spesies yang

digunakan

Rata-Rata Kandungan Lipid: 0,1467-

0,8661 mg lipid per mg w/w

Wet Biomass:

- F. Verticillioides: 937,50 mg

- F. Culmorum: 780 mg

- F. Solani: 778,75 mg

PUFA (%/Wet Biomass)

- F. Verticillioides: 44,22%

- F. Culmorum: 44,12%

- F. Solani: 57,20

Jenis PUFA yang terkandung: ARA (F.

Culmorum ) dan EPA (rata-rata: 0,03 -

0,12 %)

Schulze, et

al

2014 Trichosporon

porosum,

Cryptococcus

podzolicus

Fermentasi cair Glukosa Spesies yang

digunakan

- C. podzolicus menghasilkan yield lipid

31,8% per biomass kering, dan T. Porosum menghasilkan yield lipid 34,1% (atau

konsentrasi lipidnya 17,97g/L dan 17,02

g/L).

- Jenis asam lemak yang dihasilkan adalah:

oleic acid (39,6 – 59,4%), Palmitic acid (18,4

– 21,1%), linolenic acid (7,5 - 18,7%)

Salunke, et

al

2014 Rhizopus oligosporus

NCIM 1215

Kultur pada media

agar.

potato dextrose

agar (PDA)

Variasi konsentrasi

PDA (3%, 6% and

10%)

- Akumulasi lipid 36% per biomassa kering.

- Produksi DHA: 14.32 mg DHA/mg lipid

pada variasi 3% FSM dan suhu 20°C

Tabel 2. 6 State of the art (Lanjutan)

Page 44: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

35

Universitas Indonesia

Peneliti Tahun Organisme Metode

Fermentasi Medium Variabel bebas Hasil

Poli, et al 2014 Yarrowia lipolytica

QU-21

Kultur cair.

Glycerol dan

(NH4)2SO4

Variasi konsentrasi

Glycerol dan

(NH4)2SO4

Produksi lipid 1,48 g/L (30,1% dalam total

biomassa kering)

Lin, et al 2014 Aspergillus oryzaeA-

4

solid-state.

Medium agar. Rekombinasi

kromosom

(celAtransformant A2-

2 and

celCtransformant D1-

B1)

Peningkatan yield biomassa kering 101%–

133% dan akumulasi lipid meningkat 35,22%–

59,57% dibandingkan strain A-4.

(Sumber: aneka sumber)

Tabel 2. 6 State of the art (Lanjutan)

Page 45: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

36

Universitas Indonesia

Tabel 2. 7 Pemetaan state of the art

Organisme

Kapang Yeast

Aspergillus

oryzae

Aspergillus

oryzae

Aspergillus

terreus

Mortierella

alpina

Mortierella

isabellina

Fusarium culmorum,

Fusarium solani,

Fusarium verticillioides,

Fusarium graminearum,

Fusarium semitectum.

Rhizopus

oligosporus

NCIM

1215

Yarrowia

lipolytica

Trichosporon

porosum

Cryptococcus

podzolicus

SUMBER KARBON

Glukosa

Cheese whey

Air limbah

pengolahan

kentang

Sugar cane

Onggok

SUMBER NITROGEN

Ampas tahu

KH2PO4 dan

NaH2PO4

(NH4)2SO4

Page 46: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

37

Universitas Indonesia

Tabel 2. 7 Pemetaan state of the art (Lanjutan)

Organisme

Kapang Yeast

Aspergillus

oryzae

Aspergillus

oryzae

Aspergillus

terreus

Mortierella

alpina

Mortierella

isabellina

Fusarium culmorum,

Fusarium solani,

Fusarium verticillioides,

Fusarium graminearum,

Fusarium semitectum.

Rhizopus

oligosporus

NCIM

1215

Yarrowia

lipolytica

Trichosporon

porosum

Cryptococcus

podzolicus

METODE FERMENTASI

Solid state

fermentation

Submerged

fermentation

EKSTRAKSI

Sochlet

Bligh dan Dyer

Sonikasi

Folch

Hexane

Sekarang Muniraj, et

al., 2013

Sumanti, et

al., 2005

Peng, et al.,

2010

Meeuwse,

et al., 2012

Akpinar-Bayizit, et al.,

2014

Salunke, et

al., 2014

Zinjarde,

2013

Schulze, et

al., 2014

Schulze, et al.,

2014

(Sumber: aneka sumber)

Page 47: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

38

Universitas Indonesia

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai pelaksanaan penelitian yang meliputi alur

penelitian, alat dan bahan yang digunakan, penjelasan variable, dan prosedur

penelitian. Penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu persiapan, pemanenan, dan

pengujian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Rekayasa Bioproses,

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Analisis GC-

MS dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik.

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode submerged fermentation dengan

variasi rasio karbon dan nitrogen dari onggok dan ampas tahu. Diagram rancangan

penelitian ini dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Page 48: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

39

Universitas Indonesia

Gambar 3. 1. Diagram Rancangan Penelitian

(Sumber: Data Pribadi)

Page 49: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

40

Universitas Indonesia

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh kondisi fermentasi

optimal sehingga kapang Aspergilus oryzae dapat menghasilkan lipid per bimassa

kering paling banyak dan menghasilkan PUFAs terutama AA, DHA, dan EPA

paling banyak persentasenya. Oleh karena itu dilakukan variasi kondisi

fermentasi. Variasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah variasi C:N rasio

dari medium kultur yaitu dengan memvariasikan massa onggok dan ampas tahu

yang digunakan sebagai sumber C dan N dalam medium kultur 20:1, 40:1, 60:1,

80:1. Kondisi yang dijaga tetap pada penelitian ini adalah temperature yaitu 25oC,

pH yaitu 6,0-6,5, dan kecepatan agitasi yaitu 120 rpm. Parameter pemanenan

ditinjau dari nilai OD yaitu pada saat kapang mulai memasuki fase stasioner.

3.2 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

Bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang

pelaksanaan penelitian ini diantaranya sepeti disebutkan di dalam tabel 3.1 dan

3.2 di bawah ini.

3.2.1 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini seperti tertera pada tabel 3.1

dibawah ini.

Tabel 3. 1 Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian

Peralatan Kegunaan

Autoklaf Untuk sterilisasi peralatan

Shaker incubator Tempat inkubasi kapang

Erlenmeyer 250 ml (Pyrex) Wadah inokulasi kapang

Peralatan glassware (Pyrex): Gelas ukur

10 ml, 1L, gelas beaker 1L.

Tempat membuat medium inokulasi

Mikropipet dan microtube Untuk mengambil sampel dalam jumlah

micron

Laminar air flow Tempat melakukan peremajaan kapang

dan inokulasi secara aseptis

Kaca arloji Wadah untuk menimbang bahan dan

sampel

Page 50: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

41

Universitas Indonesia

Tabel 3. 2 Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian (lanjutan)

Peralatan Kegunaan

Neraca digital Untuk menimbang bahan dan

mengukur berat sampel

Buret dan statif Alat titrasi

Oven Untuk sterilisasi glassware dan

mengeringkan biomassa

Mortar Untuk menghaluskan biomassa

Sentrifugator Untuk ekstraksi kapang

Kertas saring Untuk filtrasi biomassa

Pengaduk Untuk mengaduk larutan

Termometer Untuk mengukur suhu fermentasi

pH meter Untuk mengukur pH fermentasi

Tabung reaksi (10 cm) Sebagai wadah sampel

Botol vial Wadah sampel lipid

Unit GC Untuk analisis AA, DHA, dan EPA

(Sumber: data pribadi)

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini seperti yang tertera pada

tabel 3.3 di bawah ini.

Tabel 3. 3 Bahan yang Digunakan dalam Penelitian

Bahan Kegunaan

Aspergilus oryzae yang diperoleh dari

Indonesia Nature Culture Colection

(INACC) LIPI Cibinong

Mikroorganisme oleaginous

Onggok dan Ampas tahu Medium fermentasi dan sumber C serta

N utama

KH2PO4 dan Na2HPO4 Sumber nitrogen

Yeast ekstrak, Amonium Klorida, dan

Glukosa

Sumber karbon

Page 51: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

42

Universitas Indonesia

Tabel 3. 4 Bahan yang Digunakan dalam Penelitian (lanjutan)

Bahan Kegunaan

CaCl2.2H2O, FeSO4.7 H2O, ZnSO4.7

H2O, MnSO4.2 H2O, CuSO4.5 H2O

Mikronutrien

Aquades Untuk membuat medium kultur

Kapas dan kain kasa Untuk membuat sumbat pada inokulasi

kapang

Aluminium foil dan plastic tahan panas Tutup labu inokulasi

Alcohol 70% Untuk sterilisasi peralatan dan tempat

Kloroform dan metanol Untuk ekstraksi

Heksana Pelarut dalam ekstraksi lemak sisa

Iodine dan Na2S2O3 Untuk analisis PUFAs

HCL dan KOH Untuk menaikkan atau menurunkan pH

medium bila diperlukan

(Sumber: data pribadi)

3.3 VARIABEL DALAM PENELITIAN

Terdapat tiga variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel

bebas, terikat, dan tetap. Masing-masing variabel akan dijelaskan pada sub-sub

bab di bawah ini.

3.3.1 Variabel Bebas

Variabel yang akan divariasikan dalam penelitian ini adalah medium

fermentasi Aspergilus oryzae yaitu dengan membuat variasi massa onggok dan

ampas tahu yang dijadikan sebagai sumber utama C dan N. Variasi yang dibuat

yaitu 20:1, 40:1, 60:1, dan 80:1. Dari berbagai rasio C:N tersebut akan dicari

keadaan paling optimum untuk mendapatkan yield lipid, PUFAs, AA, DHA, dan

EPA.

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel yang akan diukur pada penelitian ini adalah jumlah total lipid

yang dihasilkan per berat biomassa kering, persentase kandungan PUFAs, dan

persentase kandungan AA, DHA, dan EPA.

Page 52: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

43

Universitas Indonesia

3.3.3 Variabel Tetap

Variabel yang dijaga tetap pada penelitian ini meliputi temperature yaitu

25oC, pH yaitu 6-6,5, kecepatan agitasi yaitu 120 rpm, dan waktu inkubasi hingga

pertumbuhan mulai memasuki fase stasioner.

3.4 PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur penelitian ini terdiri dari tahap persiapan, kultur, pemanenan,

hingga analisis akan dijelaskan pada sub-sub bab berikut ini.

3.4.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan di sini terdiri dari persiapan bahan baku dan peralan.

Rincian masing-masing tahap adalah sebagai berikut.

3.4.1.1 Persiapan bahan baku

Bahan baku vermentasi menggunakan onggok dan ampas tahu. dalam hal

ini bahan baku akan dibuat sendiri di daam laboratorium Rekayasa Bioproses

Departemen Teknik Kimia UI. Tahapan pembuatan medium ini adalah sebagai

berikut.

Gambar 3. 2 Alur produksi medium fermentasi tepung ampas tahu dan onggok

(Sumber: Sumanti, et al., 2005)

Page 53: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

44

Universitas Indonesia

Setelah menyiapkan bahan baku selanjutnya adalah menyiapkan bahan

tambahan berupa mikronutrien seperti CaCl2.2H2O, FeSO4.7 H2O, ZnSO4.7 H2O,

MnSO4.2 H2O, CuSO4.5 H2O, KH2PO4 dan Na2HPO4.

3.4.1.2 Sterilisasi Peralatan Kultur

Sterilisasi peralatan dilakukan dengan mencuci peralatan, mengeringkan

peralatan, kemudian disterilisasi dengan autoclaf pada suhu 121oC selama kurang

lebih 90 menit. Untuk cawan petri dan erlenmeyer disterilisai dengan oven pada

suhu 180oC selama 2 jam.

3.4.2 Pre-Culture

Dilakukan pada labu erlenmeyer 250 mL dengan volume medium 100 mL,

menggunakan medium standar yaitu KH2PO4, Na2HPO4, Yeast ekstrak, Amonium

Klorida, Glukosa, CaCl2.2H2O, FeSO4.7 H2O, ZnSO4.7 H2O, MnSO4.2 H2O,

CuSO4.5 H2O dengan komposisi masing-masing seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. 5 Komposisi nutrisi dalam medium untuk tahap pre-culture

Senyawa Bahan yang Digunakan Komposisi (g/L)

Sumber nitrogen KH2PO4 7

Na2HPO4 2

Sumber karbon

Yeast ekstrak 1,5

Amonium Klorida 2

Glukosa 10

Mikronutien

CaCl2.2H2O 0,5

FeSO4.7 H2O 0,1

ZnSO4.7 H2O 0,1

MnSO4.2 H2O 0,001

CuSO4.5 H2O 0,005 (Sumber: Bayizit, et al, 2014)

Inkubasi dilakukan pada suhu 25oC, pH 6-6,5, kecepatan agitasi 120 rpm,

selama 3 hari. Setelah 3 hari, 10-80 mL pre-culture diambil, disentrifugasi, dan

diresuspensi pada 40 mL medium yang tidak mengandung karbon dan nitrogen.

3.4.3 Kultur Batch (2L)

Dilakukan pada reaktor batch volume 2L. Menggunakan medium onggok

dan ampas tahu sebagai sumber karbon dan nitrogen dengan variasi rasio C/N

Page 54: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

45

Universitas Indonesia

20:1, 40:1, 60:1, 80:1. Menggunakan 40 mL pre-culture, dengan kondisi operasi

pada suhu 25oC, pH 6-6,5, kecepatan aerasi 1L/menit, dan dilakukan hingga data

optical density (OD) menunjukkan pertumbuhan mulai memasuki fase stasioner.

Desain reaktor untuk melakukan kultur batch ini adalah sebagai berikut.

Gambar 3. 3 Penampang Melintang Desain Reaktor untuk Kultur Kapang (Sumber: Data Pribadi)

Reaktor yang digunakan untuk kultur seperti terlihat pada gambar diatas

yaitu berupa bubble column reaktor. Reaktor memiliki kapasitas 2L dengan

bentuk silinder, dalam hal ini dapat digunakan gelas beker dengan volume 2L.

Kemudian pada bagian atas reaktor diberi tutup, untuk mencegah kontaminasi dari

lingkungan. Tutup ini dilengkapi dengan katub yang dapat dibuka untuk

keperluan pengambilan sampel dan pengukuran kondisi kultur seperti suhu dan

pH. Reaktor dilengkapi dengan sparger yang dipasang di dasar reaktor sebagai

alat aerasi.

3.4.4 Pemanenan

Pemanenan dimulai dari tahap penyaringan menggunakan kertas saring,

kemudian dilakukan penimbangan berat basah biomass. Selanjutnya biomass

dikeringkan dengan oven suhu 60oC selama 3 hari, hingga berat konstan

kemudian dilakukan penimbangan berat kering. Biomass kering selanjutnya

ditumbuk dengan mortar agar halus, dan selanjutnya diekstraksi dengan

menggunakan pelarut polar dan non polaruntuk mendapatkan lipid polar dan non

polar.

Pengambilan sampel

Page 55: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

46

Universitas Indonesia

Biomass dicampur dengan 2mL metanol dan 1mL kloroform

menggunakan vortex. Setelah tercampur sempurna, ditambahkan 1 mL kloroform

dan 0,8 mL air aquadest, vortex hingga campuran terpisah. Setelah itu campuran

disentrifuge hingga terpisah bagian bawah berwarna kuning dan bagian atas

bening. Bagian bawah yang berupa lipid dan pelarut kemudian diambil.

Selanjutnya campuran lipid dan pelarut dievaporasi dengan rotary evaporator

untuk menmisahkan pelarut dari lipid dan meregenari pelarut kembali. Lipid yang

diperoleh berupa lipd kering atau konsentrat selanjutnya akan diuji.

3.4.5 Tahap Pengujian

3.4.5.1 Analisis Konsentrasi asam lemak omega 3, 6, dan 9

Analisi konsentrasi asam lemak omega-3, omega-6, dan omega-9 dengan

menggunakan GC-MS yang ada di Pusat Laboratorium Forensik Jakarta Selatan.

Lipid dilarutkan dengan menggunakan heksana, kemudian diinjeksikan ke dalam

kolom kromatografi gas. Kandungan asam lemak diidentifikasi dengan mengacu

pada database lipid seluler. Kondisi alat kromatografi gas yang digunakan adalah

sebagai berikut.

Jenis alat : Hitachi 263-50

Detektor : detektor ionisasi nyala

Jenis kolom : DEGS

Laju alir nitrogen : 1kgf/cm2

Laju alir hidrogen : 0,5 kgf/cm2

Suhu awal : 150oC

Suhu akhir : 280oC

Suhu injektor : 200oC

Suhu detektor : 290oC

Volume injeksi : 2µL

3.4.5.2 Analisis Kandungan AA, DHA, EPA

Analisis AA, DHA, dan EPA akan dilakukan dengan metode GC-MS yang

ada di Pusat Laboratorium Forensik Jakarta Selatan. Selanjutnya untuk

mengetahui jumlah AA, DHA, dan EPA dalam sample digunakan persamaan:

Page 56: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

47

Universitas Indonesia

3.4.7 Data Penelitian

Data yang diambil dan diolah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 3. 6 Data Pengamatan Harian untuk OD, pH dan Suhu Kultur

No Waktu OD pH Suhu

(Sumber: Data Pribadi)

Tabel 3.6 diatas ini digunakan untuk mencatat data Optical Density (OD)

dari kultur batch yang akan digunakan untuk membuat kurva pertumbuhan

sebagaiacuan pemanenan kapang. Pada hari pertama data akan diambil untuk

setiap selang waktu dua jam untuk beberapa titik, hingga grafik mulai stabil.

Selanjutnya akan dilakukan pengambilan sampel tiga kali dalam sehari hingga

hari keempat dan mulai dilakukan lebih sering lagi saat memasuki hari kelima

hingga kultur memasuki fase stasioner.

Tabel 3. 7 Data Hasil Penelitian

No Rasio C/N Biomassa

Kering (gram) Lipid (g)

1 20:1

2 40:1

3 60:1

4 80:1

(Sumber: Data Pribadi)

Tabel diatas digunakan untuk mencatat data hasil penelitian berupa massa

biamassa kering dan massa lipid untuk tiap biomassa kering yang dihasilkan.

... (2)

Page 57: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

48

Universitas Indonesia

Tabel 3. 8 Data hasil penelitian

No Rasio

C/N

Jenis dan

Konsentrasi

Asam lemak (%)

Konsentrasi

AA (%)

Konsentrasi

DHA (%)

Konsentrasi

EPA (%)

1 20:1

2 40:1

3 60:1

4 80:1

(Sumber: Data Pribadi)

Tabel diatas digunakan untuk mencatat hasil penelitian berupa kandungan

asam lemak untuk setiap jenis asam lemak yang diketahui dari hasil pembacaan

pada GC-MS serta kandungan AA, DHA, dan EPA dari hasil pembacaan GC-MS.

Page 58: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

49

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Abu-Elreesh, Gadallah dan Desouky Abd-El-Haleem, “An Effective Lipid-

Producing Fungal sp. Strain DGB1 and its use for Biodiesel Production,”

Academic Journals, Vol. 12 (August, 2013), hal. 34.

Akpinar-Bayizit, Arzu, Tulay Ozcan, Lutfiye Yilmaz-Ersan, Fikri Basoglu,

“Single cell oil (SCO) production by Fusarium species using cheese whey

as a substrate,” Mljekarstvo, vol.64(2) (2014), hal.111-118.

Bajpai, P. dan Bajpai, P.K. “Eicosapentaenoic Acid (EPA) Production from

Microorganisme: a review,” Journa of Biotechnology, Vol. 30 (1993), hal.

161–183.

Birch, E. E., S. Garfield, D. R. Hoffman, R. Uauy, dan D. G. Birch (1976) A

randomized controlled trial of early di etary supply for long -chain

polyunsaturated fatty acids and mental development in term infants.

Develop. Med. Child Neurol. 42: 174 -181

Boswell, K. Koskelo, E.K. Carl, L. Glaza, S. Hensen, D.J.Williams, K.D. dan

Kyle, D.J, “Preclinical evaluation of single-cell oils that are highly

enriched with arachidonic acid and docosahexaenoic acid,” Food Chemic

Toxicol, Vol. 34 (1996), hal. 585-593.

Boulton, C.A. Ratledge, C, “Biosynthesis of Fatty Acids and Lipids,” dalam:

Comprehensive biotechnology. Oxford, Pergamon press, 1985, 459-482.

Boulton, C.A. Ratledge, C,”Correlation of lipid accumulation in yeasts with

possession and ATP : citrate lyase,” J. Gen. Microbiol, Vol. 127 (1981),

hal. 169-176.

Calder, P. C, Thies, F., Garry, J. M., Yaqoob, P., Rerkasem, K., Williams, J.,

Shearman, C. P., Gallagher, P. J., dan Grimble, R. F, “Association of n-3

polyunsaturated fatty acids with stability of atherosclerotic plaques: a

randomised controlled trial,” Lancet, Vol. 361 (1997), 477-485.

Djuhana Wati.“Seleksi Kapang Rhizopus dan Optimasi pH Serta Suhu untuk

Produksi Minyak.” Skripsi, FATETA, IPB, Bogor, 1995.

Page 59: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

50

Universitas Indonesia

Fardiaz, S. Mikrobiologi Pangan I (PAU Pangan dan Gizi IPB Bogor: P.T.

Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1992).

Fardiaz, S.dan F.G. Winarno. Mikrobiologi Pangan (Bogor: PAU Pangan dan

Gizi, Institut Pertanian Bogor, 1992).

Fidler, Natasa, Berthold Koletzko, dan Thorsten U Sauerwald, “Single Cell Oils

Production and Application,” Zb. Biotehniöke, Univ. Ljubljani. Kmetijstvo,

Zootehnika, Vol. 74 (1999), hal. 2.

H. Certik, L. Balteszova dan J.Sajbidor. Lipid Formation and γ-linoleic acid

production by Mucorales fungi grown on sunflower oil (Department of

biochemica technology , faculty of chemical technlogy, Slovak Technical

University, Bratislavia, Slovak Republik, 1999)

Hall, M.J. Ratledge, C, “Lipid accumulation in an oleaginous yeast (Candida 107)

growing on glucose under various conditions in a one and two-stage

continuous culture,” App. Environment. Microb, Vol. 33 (1977), hal. 577-

584.

Hammond, E.G. Glatz, B.A, “Biotechnology Applied to Fats and Oils. In: Food

Biotechnology,” Eds.: King, R.D. Cheetham, P.S.J. London, Elsevier

Applied Science (1988), hal. 173-216.

Kalscheuer R, Stolting T, Steinbuchel A, “Microdiesel:Escherichia coli

engineered for fuel production,” Microbiology, Vol. 152 (2006), hal.

2529–2536

Kendrick, A.J. Ratledge C, “Microbial polyunsaturated fatty acids of potential

commerce interest,” SIM Indust. Microb. News, vol. 42 (1992), hal. 59-65.

Ketaren, S. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan (Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia, 1986).

Kurtzman, C.P., M.J. Smiley, C.J. Robnett, and D.T. Wicklow,” DNA relatedness

among wild and domesticated species of the Aspergillus flavus group,”

Mycologia, vol. 78(6) (1986), hal. 955-959.

Kyle, D. J. and Ratledge, C. (Eds.) Industrial Application of Single Cell Oils.

Champaign, American Oil Chemists' Society, 1992.

Kyle, D.J. Sicotte, V.J. Singer, J.J. Reeb, S.E,” Bioproduction of docosahexaenoic

acid (DHA) by microalgae. In: Industrial Applications of Single Cell

Page 60: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

51

Universitas Indonesia

Oils,” (Eds.: Kyle, D.J./ Ratledge, C.) Champaign, American Oil Chemists'

Society, (1992), hal. 287-300.

Lin, Hui, Qun Wang, Qi Shen, Junwei Ma, Jianrong Fu, dan Yuhua Zhao,

“Engineering Aspergillus oryzae A-4 through the Chromosomal Insertion

of Foreign Cellulase Expression Cassette to Improve Conversion of

Cellulosic Biomassinto Lipids,” PLoS ONE Journal, vol. 9(9) (2014).

Linberg, A.M. dan L. Hansson, “Production of Gamma Linolenic Acid by

Fungus Mucor rouxii on Cheap Nitrogen and Carbon,” Microbiol Biotech.

Vol. 36 (1991), hal. 26 – 28.

Manpreet,S, Sawraj,S., Sachin,D., Pankaj,S.and Banerjee, U.C. 2005, “Influence

of Process Parameters on the Production of Metabolites in Solid-State

Fermentation,” Jounal of Microbiology, Vol. 1(2) (2005), hal. 1-9.

Medina, A.R., A.G. Gimenez, F.G. Camacho, J.A.S. Perez, E.M. Grima, and A.C.

Gomez,” Concentration and Furication of stearidonic, Eicosapentaenoic

and Docosahexenoic Acids from Cod Liver Oil and the Marine Microalga

Isochrysis Galbana,” J. of the American Oil Chem. Soc., vol. 72 (5)

(1995), hal. 575-583.

Meeuwse, Petra, Payman Akbari, Johannes Tramper, Arjen Rinzema, “Modeling

growth, lipid accumulation and lipid turnover in submerged batch cultures

of Umbelopsis isabellina,” Bioprocess Biosyst Eng, vol.35 (2012),hal.591-

603.

Muniraj, Iniya Kumar, Liwen Xiao, Zhenhu Hu, Xinmin Zhan, dan Jianghong

Shi, “Microbial lipid production from potato processing wastewater using

oleaginous filamentous fungi Aspergillus oryzae,” Elsevier Ltd, (2013),

hal. 1-7.

Nawangsari, R.T. ”Penggunaan Berbagai Sumber Karbon dan Produksi

Minyak Sel Tunggal Oleh Kapang Mucor inaequisporus M05II/4.”

Skripsi, Fakultas Teknologi Hasil Pertanian UGM, Yogyakarta, 1996.

New MB, Wijkstrom UN. ”Use of Fishmeal and Fish Oil in Aquafeeds: Further

Thoughts on the Fishmeal Trap. FAO Fisheries Circular, vol. 975

(2002), hal. 1‐61.

Page 61: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

52

Universitas Indonesia

Nuraida, L., N.L. Puspitasari-Nienaber, Winarno, G.A. Swandoko dan F.

Kusnandar, “Produksi Asam Gamma Linolenat oleh Kapang Mucor,”

Buletin Teknologi Industri Pangan, vol. 6 (3) (1995), hal. 66–73.

Peng, Chao, He Huang, Xiaojun Ji, Xin Liu, Jiangying You, Jinmiao Lu, Leilei

Cong, Xiaokang Xu, Pingkai Ouyang, “A temperature-shift strategy for

efficient arachidonic acid fermentation by Mortierella alpinain batch

culture,” Biochemical Engineering Journal, vol. 53 (2010), hal. 92-96.

Raper, K.B. and D.I. Fennell, “The genus Aspergillus,” Williams and Wilkins

Company, Baltimore, MD, (1965), hal. 686.

Ratledge, C, “Lipids. In: Biotechnology,” Weinheim, VCH, Vol. 4 (1986),

hal.185-198.

Ratledge, C. Boulton, C.A, “Fats and oils. In: Comprehensive biotechnology,”

(Eds.: Blanch, H. W./ Drew, S./ Wang, D.I.C.). Oxford, Pergamon press,

vol.3 (1985), hal. 983-1003.

Ratledge, Colin, “Fatty acid biosynthesis in microorganisms being used for Single

Cell Oil production,” Elsevier Biochimie, vol.86 (2004), hal. 807–815

Ratledge,C, “Microbiall ipids: Commercial realities or academic curiosities,”

AOCS Press, (1982), hal.1- 15.

Rawlings, N.D., Morton, F.R. & Barrett, A.J, “Proteomic analysis of extracellular

proteins from Aspergillus oryzae Grown under Submerged and Solid State

Culture Condition,” Journal Environmental Microbiology, Vol. 72 (May

2006), hal. 3448-3457.

Salunke, Devyani, Rupali Mangalekar, Aniket Kuvalekar, dan Abhay Harsulkar,

“Bioconversion of Alpha-Linolenic Acid Into Long Chain Polyunsaturated

Fatty Acids by Oleaginous Fungi,” International Journal of Pharma and

Bio Sciences, vol. 5 (2) (2014), hal. 27-35.

Schulze, Ines, Silla Hansen, Steffen Großhans, Thomas Rudszuck, Katrin

Ochsenreither, Christoph Syldatk, dan Anke Neumann, “Characterization

of newly isolated oleaginous yeasts -Cryptococcus podzolicus,

Trichosporon porosum and Pichia segobiensis,” Springer open journal,

vol. 4 (2014), hal. 24.

Page 62: DRAFT FIX Seminar Muslimah 2011 (Print 1)

53

Universitas Indonesia

Semeniuk, G., G.S. Harshfield, C.W. Carlson, C.W. Hesseltine and W.F. Kwolek,

“Mycotoxins in Aspergillus,” Mycopathologia, vol.43 (1971), hal.137-152.

Shaw, R., “The occurence of gamma linolenic acid in fungi,” Biochem. Biophys.

Acta, vol.98 (1965), hal. 230-237.

Steen EJ, Kang Y, Bokinsky G, Hu Z, Schirmer A, McClure A, del Cardayre SB,

Keasling JD, “Microbial production of fatty-acid-derived fuels and

chemicals from plant biomass,” Nature, vol.463 (2010), hal.559–562.

Sumanti, Debby M, Carmencita Tjahjadi, Marleen Herudiyanto, Tati Sukarti,

“Mempelajari Mekanisme Produksi Minyak Sel Tunggal dengan Sistem

Fermentasi Padat pada Media Onggok-Ampas Tahu dengan Menggunakan

Kapang Aspergillus terreus.” Jurnal teknologi dan industri pangan,

vol.XVI (2005), hal. 51-61.

Thevenieau, France , dan Jean-Marc Nicaud, “Micro-organismes producteurs de

lipides (Microorganisms as sources of oils),” OCL-journal, vol. 20(6)

(2013), hal. 11-13.

Tsao, G. Annual Report on Fermentation Processes (New York :Academic Press,

1982).

Wassef, M.K. Fungal Lipids. (New York: Adv. Lipid Res. Vol. 15. Academic

Press, 1975).

Wei, D.L. and S.C. Jong, “Production of aflatoxins by strains of the Aspergillus

flavus group maintained in ATCC,” Mycopathologia, vol.93 (1986),

hal.19-24.

Yokotsuka, T. and M. Sasaki, “Risks of mycotoxin in fermented foods,”

Mycologia Memoirs, vol.15 (1986 ), hal. 259-287

Zhang X, Agrawal A, San K-Y, “Improving fatty acid productionin Escherichia

coli through the over expression of malonyl coA–acyl carrier protein trans

acylase,” Biotechnol, Vol.28 (2012), hal.60–65.

Zhu H, He GQ, “The nutrition requirement for submerged culture of Flammulina

velutipesutilizing starch-processing wastewater,” Chinese Journal of

Biotechnology, vol.15(4) (2002), hal.512-516.

Zinjarde, Smita S, “Food-related applications of Yarrowia lipolytica,”

Food Chemistry, vol. 152 (2014), hal. 1-10.