Download - Tubes Pengek Smt 2
Laporan Kinerja Perekonomian Daerah
Kota Yogyakarta
Disusun untuk Memenuhi Tugas Besar Mata Kuliah Pengantar Ekonomi
(TKP254)
Dosen Pengampu: Samsul Ma’rif, SP, MT
Oleh:
Kelompok 16
Sari Sadtyaningrum | 21040112170002
Selviana Indira Wopari | 21040113100072
Laras Kun Rahmanti Putri | 21040113130114
Yoga Bagas Saputro | 21040113130116
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Semarang
2014
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan tingkat kesejahteraan penduduk, suatu daerah perlu untuk
mengadakan pembangunan dan usaha untuk menjadi lebih maju. Pembangunan ini dapat
berjalan dengan adanya kinerja perekonomian daerah yang baik pula. Kinerja perekonomian
yang baik dapat dilihat dari adanya pertumbuhan ekonomi yang bersifat kuantitatif dan
perkembangan ekonomi yang bersifat kualitatif ke arah yang lebih baik; penyerapan tenaga
kerja; keadaan inflasi yang terjadi; dan kemiskinan yang ada.
Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dengan arah lebih baik berarti terdapat
peningkatan pendapatan per kapita dalam penduduk dengan distribusi yang merata sehingga
tidak terjadi kesenjangan ekonomi yang besar. Akumulasinya dapat dijelaskan melalui nilai atau
angka produk domestik regional bruto (PDRB). Dalam distribusi perataannya, dapat dilihat
melalui komposisi sektor PDRB. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dapat dipahami
tidak hanya dengan membaca data saja, melainkan juga membandingkannya dalam jangka
waktu tertentu; dari tahun ke tahun.
Aspek pertumbuhan ekonomi sendiri saling berkaitan dengan tingkat penyerapan tenaga
kerja dan kemiskinan. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, diperlukan adanya
peningkatan kegiatan produksi. Untuk menunjang kegiatan produksi, dibutuhkan pembangunan
fisikal seperti pabrik, gedung, perkantoran, dan infrastruktur. Dalam pembangunan ini,
diperlukan adanya tenaga kerja. Dari sinilah kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja
dapat terjadi. Tingkat kemiskinan dan pengangguran pun berkurang. Selanjutnya, pendapatan
masyarakat turut meningkat dan begitu pula dengan pendapatan dalam negeri. Dari sini
pertumbuhan ekonomi pun turut meningkat.
Tak sampai disitu, pertumbuhan ekonomi yang baik ini kemudian harus memberi dampak
pada pembangunan fisik yang dapat meningkatkan produksi jasa seperti sekolah, fasilitas
kesehatan, fasilitas pelayanan sosial, dan lain-lain.
1.2 Tujuan Penulisan Laporan
Beberapa tujuan dalam penulisan laporan kinerja perekonomian daerah Kota Yogyakarta ini
ialah:
a) mengetahui kondisi perekonomian kota Yogyakarta dilihat dari aspek perkembangan
PDRB, pertumbuhan ekonomi, komposisi sector PDRB, perkembangan inflasi yang
terjadi, dan perkembangan APBD;
b) menginterpretasikan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Kota Yogyakarta;
c) mengukur kinerja perekonomian Kota Yogyakarta;
1.3 Gambaran Wilayah
Sumber: bkpp.jogjaprov.go.id Sumber: www.belantaraindonesia.org Gambar 1.1 Peta Lokasi Kota Yogyakarta Gambar 1.1 Jalan Malioboro di Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta ialah ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang secara
geografis terletak antara 110o24'19"-110o28'53" Bujur Timur dan antara 07o49'26"-07o15'24"
Lintang Selatan. Luas kota ini ialah sekitar 32,5 km2 atau 1,02 % dari luas wilayah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dan terdiri atas 14 kecamatan serta 45 kelurahan. Penduduknya
berjumlah 388.627 jiwa pada tahun 2010 dengan rasio jenis kelamin 94,81 . Dalam sejarahnya,
Kota Yogyakarta pernah memainkan percaturan politik sejarah Indonesia. Kota Yogyakarta
sempat menjadi ibukota Republik Indonesia setelah Belanda dengan Sekutu melancarkan
serangan ke Indonesia.
Kegiatan ekonomi Kota Yogyakarta diisi dengan antara lain kegiatan pertanian,
peternakan, perikanan, industri kulit, dan bisnis tanaman hias. Koperasi merupakan tumpuan
kehidupan sebagian besar masyakat Kota Yogyakarta dengan umlah pada tahun 2011 sebanyak
550 koperasi dengan 50.280 anggota. Kemudian dari segi ekspor, ekspor komoditas bukan
migas Kota Yogyakarta pada tahun 2011 mengalami peningkatan dibandingkan ekspor tahun
sebelumnya, yaitu dari 21.060.982,16 US $ di tahun 2010 menjadi 117.685.291,26 US $ di tahun
2011.
Sebagian besar ekspor Kota Yogyakarta berasal dari industri kerajinan tangan yang pada
umumnya memiliki ciri khas dari suatu daerah sehingga sulit untuk ditiru dan menjadikan
komoditas tersebut dapat bersaing di pasar Amerika maupun Eropa. Kontribusi dari yang
terbesar secara berturut-turut berada pada komoditas mebel kayu, minyak atsiri, dan sarung
tangan polyrutan.
Adapun Batas-batas administratif Kota Yogyakarta adalah:
Utara : Kecamatan Mlati dan Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman
Timur : Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman dan Kecamatan Banguntapan, Kabupaten
Bantul
Selatan : Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Sewon, dan Kecamatan Kasihan, Kabupaten
Bantul
Barat : Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman dan Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul
Bab II
Kajian Teori
2.1 Perkembangan PDRB
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat diartikan dalam tiga pengertian, yaitu:
a. Menurut pengertian produksi, PDRB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi di dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu
(satu tahun).
b. Menurut pengertian pendapatan, PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-
faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah atau daerah dalam
jangka waktu tertentu (satu tahun).
c. Menurut pengertian pengeluaran, PDRB adalah jumlah pengeluaran yang dilakukan untuk
konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan, konsumsi
pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor neto (Ekspor
dikurangi Impor).
Dari uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa jumlah pengeluaran untuk
berbagai kepentingan tadi harus sama dengan jumlah produk barang dan jasa akhir yang
dihasilkan, dan harus sama juga dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksinya.
2.2 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk
mengetahui hasil pembangunan yang dilaksankan, khususnya dalam bidang ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana kinerja/aktivitas dari berbagai sektor
ekonomi menghasilkan pendapatan/nilai tambah masyarakat pada suatu periode tertentu.
Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor
produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu
aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya
pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor
produksi juga akan meningkat.
Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor penting sebagai berikut
(Arsyad, 1999 : 214) :
a. Akumulasi Modal
Akumulasi modal adalah termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan),
peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources), akan terjadi jika ada bagian
dari pendapatan sekarang yang ditabung dan kemudian diinvestasikan untuk memperbesar
output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal akan menambah sumberdaya-
sumberdaya yang baru dan akan meningkatkan sumberdaya-sumberdaya yang telah ada.
b. Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan
kerja (labor force) dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi, namun kemampuan merangsang pertumbuhan ekonomi bergantung pada
kemampuan sistem ekonomi yang berlaku dalam menyerap dan mempekerjakan tenaga
kerja yang ada secara produktif.
c. Kemajuan Teknologi
Menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling penting bagi
pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan teknologi
disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan tradisional.
Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan pemerintah,
khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang
dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan
tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai indikator penting bagi daerah untuk
mengevaluasi keberhasilan pembangunan (Sirojuzilam, 2008: 18).
2.3 Komposisi Sektor PDRB
Berdasarkan lapangan usaha, PDRB dibagi dalam sembilan sektor, sedangkan secara
makro ekonomi dibagi menjadi tiga kelompok besar yang disebut sebagai sektor primer,
sekunder dan tersier. Sektor primer apabila outputnya masih merupakan proses tingkat dasar
dan sangat bergantung kepada alam, yang termasuk dalam sektor ini adalah sektor Pertanian
dan sektor Pertambangan dan Penggalian.
Untuk sektor ekonomi yang outputnya berasal dari sektor primer dikelompokkan ke
dalam sektor sekunder, yang meliputi sektor Industri Pengolahan, sektor Listrik, Gas dan Air
Minum serta sektor Bangunan. Sedangkan sektor-sektor lainnya, yakni sektor Perdagangan,
Hotel dan Restoran, sektor Pengangkutan dan Komunikasi, sektor Bank dan Lembaga Keuangan
lainnya serta sektor Jasa-Jasa dikelompokkan ke dalam sektor tersier (Sitorus, dkk., 1997).
Dalam perhitungan pendapatan nasional, terdapat 2 (dua) metode antara lain:
a. Metode langsung, yaitu perhitungan nilai tambah dari suatu lapangan usaha/sektor atau sub
sektor suatu region dengan cara mengalokasikan angka pendapatan nasional.
b. Metode tidak langsung, yaitu metode alokasi pendapatan nasional dengan memperhitungkan
nilai tambah sektor/sub sektor suatu region dengan cara mengalokasikan angka pendapatan
nasional dan sebagai dasar alokasi adalah jumlah produksi fisik, nilai produksi fisik, nilai
produksi bruto/netto dan tenaga kerja, serta alokator tidak langsung.
Metode yang umum digunakan dari kedua metode di atas adalah metode langsung, seperti
di Indonesia. Metode langsung, dilaksanakan dengan beberapa pendekatan antara lain :
1. Pendekatan Produksi (Production Approach), yaitu menghitung nilai tambah dari barang dan
jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan biaya tiap-
tiap sektor/sub sektor.
2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach), yaitu menghitung nilai tambah setiap sektor
kegiatan ekonomi dengan menjumlahkan semua balas jasa faktor-faktor produksi yaitu
upah/gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung netto.
3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu menghitung nilai tambah suatu
kegiatan ekonomi yang bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang
diproduksi.
Di Indonesia, pendekatan yang umum digunakan adalah dari segi Pendekatan Produksi.
Perlu diperhatikan bahwa dalam menjumlahkan hasil produksi barang dan jasa, haruslah
dicegah perhitungan ganda (Double Countung/Multiple Counting). Hal tersebut penting sebab
sering terjadi bahan mentah suatu sektor dihasilkan oleh sektor lain, sehingga nilai bahan
mentah tersebut telah dihitung pada sektor yang menghasilkannya.
Produk Domestik Regional Bruto secara keseluruhan maupun sektoral umumnya
disajikan dalam dua bentuk yaitu penyajian atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga
konstan dengan suatu tahun dasar.
Penyajian atas dasar harga berlaku menunjukkan besaran nilai tambah bruto masing-
masing sektor, sesuai dengan keadaan pada tahun sedang berjalan. Dalam hal ini penilaian
terhadap produksi, biaya antara ataupun nilai tambahnya dilakukan dengan menggunakan
harga berlaku pada masing-masing tahun. Oleh kartena itu penyajian seperti ini masih
dipengaruhi oleh adanya faktor perubahan harga (inflasi/deflasi).
Penyajian atas dasar harga konstan merupakan penyajian harga yang berlaku secara
berkala, perkembangan pendapatan regional dapat diartikan sebagai perkembangan karena
meningkatnya produksi.
Penyajian atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan harga tetap suatu
tahun dasar. Dalam hal ini semua barang dan jasa yang dihasilkan, biaya antara yang digunakan
ataupun nilai tambah masing-masing sektor dinilai berdasarkan harga-harga pada tahun dasar.
Penyajian seperti ini akan memperlihatkan perkembangan produktivitas secara riil karena
pengaruh perubahan harga (inflasi/deflasi) sudah dikeluarkan.
Angka PDRB secara absolut memberikan gambaran besarnya tingkat produksi suatu
wilayah. Angka PDRB yang dinilai dengan harga konstan memperlihatkan laju pertumbuhan
ekonomi wilayah tersebut yang diwakili oleh peningkatan produksi berbagai sektor.
Dari uraian-uraian tersebut akan diperlihatkan adanya kenaikan PDRB maupun
pendapatan regional perkapita, perubahan dan pergeseran strukur ekonomi menurut sektor-
sektor primer, sekunder maupun tertier. Pergeseran struktur pada masing-masing sektor yang
bersangkutan seperti sektor pertanian, industri, perdagangan, pemerintahan dan sektor-sektor
lainnya.
2.4 Perkembangan Inflasi
Pengertian umum inflasi adalah proses kenaikan harga barang-barang secara umum yang
berlangsung terus menerus, bukan hanya satu barang dan bukan dalam tempo sesaat. Kenaikan
harga dari satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi. Kamerschen menyatakan : inflation
represent a persistent rise in the average level of prices which is not match by a proportionate
increase in the level of the quality of good and services consumed. Jadi inflasi menggambarkan
kenaikan tingkat harga rata-rata yang tidak diimbangi dengan kenaikan yang proporsional dari
kualitas barang dan jasa yang dikonsumsi (Sukendar, 2000).
Beberapa pengertian inflasi yang patut digarisbawahi mencakup aspek-aspek :
a. Tendency, yaitu kecenderungan harga-harga untuk meningkat, artinya dalam jangka waktu
tertentu dimungkinkan terjadi kecenderungan harga untuk meningkat.
b. Sustained, yaitu peningkatan harga tersebut tidak hanya terjadi pada waktu tertentu atau
sekali waktu saja, melainkan terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
c. General level of prices, yaitu tingkat harga yang dimaksud adalah tingkat harga barang-
barang secara umum sehingga tidak hanya harga dari satu macam barang saja.
Perkembangan inflasi di Indonesia mengalami pasang surut. Hal ini terlihat dari nilai
aktual yang ada dalam data BI. Pada tahun 2001, target inflasi sekitar dari 4%–6% dengan
aktualisasi sebesar 12,55%. Adanya selisih yang sangat tajam ini juga dipengaruhi oleh
perekonomian negara lain. Krisis di beberapa negara membuat ekspor Indonesia menjadi
tersendat. Kalau tidak mampu melihat pangsa pasar lain, maka perekonomian akan terganggu
juga. Sementara itu, pada tahun berikutnya adalah sebagai berikut.
*Tahun 2002 (9%-10% ; 10,03%)
*Tahun 2003 (9%-10% ; 5,06%)
*Tahun 2004 (5,5% ± 1% ; 6,40%)
*Tahun 2005 (6% ± 1% ; 17,11%)
*Tahun 2006 (8% ± 1% ; 6,60%)
*Tahun 2007 (6% ± 1% ; 6,59%)
*Tahun 2008 (5% ± 1% ; 11,06%)
*Tahun 2009 (4,5% ± 1% ; 2,78%)
*Tahun 2010 (5% ± 1% ; -)
*Tahun 2011 (5% ± 1% ; -)
Catatan: Angka pertama di dalam kurung menunjukkan nilai target inflasi, sedangkan angka kedua
menunjukkan nilai inflasi aktual.
2.5 Perkembangan APBD
APBD merupakan kependekan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD
adalah anggaran pendapatan dan belanja daerah setiap tahun yang telah disetujui oleh anggota
DPRD (Dewan perwakilan Rakyat Daerah). APBD berisi daftar sistematis yang memuat
penerimaan dan pengeluaran daerah selama 1 tahun (1 Januari sampai 31 Desember) tahun
berjalan.
Struktur APBD
1. Pendapatan daerah, terdiri dari :
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri atas : pajak daerah yang sesuai PERDA,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.
Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU),
Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Otonomi Khusus (seperti Aceh dan Papua).
Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. Belanja daerah, digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.
Bab III
Identifikasi Kondisi Perekonomian
Berikut ialah keadaan kota Yogyakarta dilihat dari beberapa aspek-aspek ekonomi:
3.1 Perkembangan PDRB
Penghitungan PDRB dilakukan melalui dua pendekatan harga, yaitu pendekatan
menggunakan harga berlaku dan harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku merupakan
PDRB yang dihitung menurut harga pada saat data diambil. Sementara PDRB berdasarkan harga
konstan dihitung menurut harga pada tahun yang dijadikan acuan.
PDRB berdasarkan harga konstan dinilai lebih akurat untuk menggambarkan kenaikan
total produk karena tidak dipengaruhi oleh inflasi. Kenaikan pada PDRB harga konstan
mencerminkan kenaikan riil/nyata dari PDRB, sementara PDRB harga berlaku dapat dikatakan
meningkat ketika persentase kenaikan PDRB lebih besar daripada persentase kenaikan inflasi.
Gambar III.1
PDRB atas Harga Berlaku dan KonstanKota Yogyakarta Tahun 2008-2012
sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013
Pada PDRB harga konstan di atas, harga yang digunakan sebagai acuan perhitungan
adalah harga pada tahun 2008. Dilihat dari diagram, dapat dilihat bahwa PDRB berdasarkan
harga konstan dan harga berlaku menunjukan adanya kenaikan dari tahun ke tahun. Besaran
nilai kenaikan PDRB harga konstan dan harga berlaku tidak sama. Hal ini disebabkan oleh
adanya pengaruh inflasi pada harga tahun berlaku.
Peningkatan PDRB berdasarkan harga konstan menunjukan adanya tren peningkatan
yang cenderung konstan atau stabil tiap tahunnya. Hal ini menunjukan bahwa total produk yang
dihasilkan Kota Yogyakarta cenderung untuk meningkat pada laju yang konstan. Selain
0
2000000
4000000
6000000
8000000
10000000
12000000
14000000
16000000
2008 2009 2010 2011 2012
9806813 10591261
11777579
12962435 14327564
5021149 5244851 5505942 5816568 6151679
Harga Konstan
Harga Berlaku
menunjukan suatu kestabilan, angka yang cenderung konstan ini juga mengindikasikan bahwa
produk dari kegiatan ekonomi Kota Yogyakarta masih memiliki peminat dalam dalam pasar dan
belum berada pada posisi jenuh.
Karena PDRB merepresentasikan kegiatan produksi barang dan jasa yang diproduksi oleh
masyarakat pada daerah tertentu, kenaikan PDRB menunjukan adanya kenaikan produksi
barang dan jasa. Naik-turunnya PDRB sangat ditentukan oleh permintaan terhadap barang.
Permintaan barang yang meningkat akan direspon oleh produsen barang dengan peningkatan
produksi. Sementara munculnya permintaan dapat disebabkan oleh meningkatnya daya beli.
Sehingga naiknya PDRB Kota Yogyakarta dapat dihubungkan dengan kenaikan daya beli yang
dapat diartikan sebagai kenaikan kesejahteraan pada masyarakat Kota Yogyakarta.
3.2 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi didapatkan dari persentase kenaikan PDRB harga konstan antara
dua tahun terhadap PDRB tahun awal. Pertumbuhan ekonomi menunjukan peningkatan pada
kegiatan ekonomi suatu daerah.
Gambar III.2
Pertumbuhan Ekonomi Kota Yogyakarta Tahun 2006-2012
Sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi di Kota Yogyakarta berada
pada tingkat yang relatif stabil dan memiliki tren meningkat meskipun sempat mengalami
penurunan pada tahun 2009. Karena pertumbuhan ekonomi menggunakan data PDRB sebagai
data dasar, naik turunnya pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada permintaan pasar.
Peningkatan permintaan pasar yang tercermin pada pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh
beberapa hal. Naiknya permintaan dapat diakibatkan oleh kenaikan daya beli masyarakat,
perubahan demografi maupun peningkatan efisiensi energi pada proses produksi.
3,97
4,46
5,12
4,46
4,98
5,64 5,76
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
angk
a p
ertu
mb
uh
an d
alam
%
Pertumbuhan
Tabel III.1
Pertumbuhan Ekonomi Kota Yogyakarta atas Dasar Harga Konstan 2012
Lapangan Usaha 2010 2011 2012
Pertanian 0,56 1,72 1.04
Pertambangan dan Penggalian 2,63 7,69 0.90
Industri Pengolahan 7,26 2,02 -1.43
Listrik. Gas dan Air 2,25 4,44 5.79
Bangunan 3,09 5,42 5.61
Perdagangan. Hotel dan Restoran 4,39 4,87 6.71
Pengangkutan dan Transportasi 4,74 7,89 7.08
Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 5,81 6,50 8.02
Jasa-Jasa 5,18 5,95 5.52
PDRB 4,98 5,64 5.76
Sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013
Dilihat dari tabel diatas, Pertumbuhan ekonomi total (PRB) mengalami kenaikan dari
tahun ke tahun. Dapat dilihat bahwa persentase kenaikan pertumbuhan ekonomi di Kota
Yogyakarta cenderung fluktuatif. Kenaikan yang konstan dapat ditemukan pada lapangan usaha
listrik, gas dan air, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran serta keuangan, dan sewa serta
jasa perusahaan.
Jika diamati, keempat sektor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Keempat faktor
tersebut semuanya memiliki keterkaitan dengan bidang pariwisata. Berkembangnya pariwisata
akan meningkatkan kebutuhan akan bangunan (sebagai akomodasi), serta menjadi faktor
peningkatan pendapatan pada perdagangan, hotel, restoran, kebutuhan listrik, air, gas dan
peningkatan pada sektor keuangan (bank dan non-bank), sewa dan jasa perusahaan.
Pertumbuhan yang cukup signfikan terjadi pada bidang pertambangan dan penggalian
pada tahun 2011. Hal ini dapat dikarenakan adanya peningkatan teknologi yang meningkatkan
hasil tambang dan galian maupun pembukaan tambang baru. Meskipun demikian, pada tahun
2012 peningkatan dari bidang pertambangan dan penggalian hanya mencapai 0.9%.
3.3 Komposisi Sektor PDRB
PDRB Kota Yogyakarta merupakan gabungan dari sektor-sektor ekonomi daerah tersebut.
PDRB Kota Yogyakarta terdiri dari sembilan sektor lapangan usaha, yaitu sektor Pertanian,
sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, sektor Listrik. Gas dan Air,
sektor Bangunan, sektor Perdagangan, sektor Hotel dan Restoran, sektor Pengangkutan dan
Transportasi sektor Keuangan. Sewa dan Jasa Perusahaan, dan sektor Jasa-Jasa. Sembilan sektor
tersebut kemudian dijumlahkan menjadi PDRB Kota Yogyakarta dapat dilihat dari tabel
dibawah:
Table III.2
Produk Domestik Regional Bruto menurut Lapangan Usaha
atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kota Yogyakarta
Lapangan Usaha 2011 2012
Pertanian 17755.18 17939.17
Pertambangan dan Penggalian 293.41 296.04
Industri Pengolahan 606849.37 598158.97
Listrik. Gas dan Air 71776.67 75935.64
Bangunan 449854.03 475072.61
Perdagangan. Hotel dan Restoran 1460971.26 1559069.54
Pengangkutan dan Transportasi 1185006.38 1268866.02
Keuangan. Sewa dan Jasa Perusahaan 820764.58 886590.61
Jasa-Jasa 1203296.95 1269750.81
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) 5816567.83 6151679.41
sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013
Dilihat dari nominal nilai riil PDRB Kota Yogyakarta, dapat dilihat terjadi kenaikan nilai
produksi pada mayoritas lapangan usaha. Dari sembilan lapangan usaha, delapan diantaranya
mengalami peningkatan. Peningkatan nilai pada PDRB atas dasar harga konstan
mengindikasikan adanya peningkatan produksi barang atau jasa pada sektor-sektor tersebut.
Penurunan PDRB dapat dilihat pada sektor industri pengolahan. Terjadi penurunan PDRB
sebesar 1,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini amat disayangkan, mengingat industri
pengolahan merupakan sektor industri dengan nilai tambah (value-added) yang cukup besar.
Adanya penurunan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti penurunan jumlah
permintaan maupun penurunan produksi akibat faktor produksi yang semakin mahal.
Tabel IIII.3
Persentase dan Nominal Perubahan PDRB Dirinci Berdasarkan Lapangan Usaha
Lapangan Usaha % Perubahan Nominal Perubahan
Pertanian 1.04 183.99
Pertambangan dan Penggalian 0.90 2.63
Industri Pengolahan -1.43 -8690.4
Listrik. Gas dan Air 5.79 4158.97
Bangunan 5.61 25218.58
Perdagangan. Hotel dan Restoran 6.71 98098.28
Pengangkutan dan Transportasi 7.08 83859.64
Keuangan. Sewa dan Jasa Perusahaan 8.02 65826.03
Jasa-Jasa 5.52 66453.86
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) 5.76 335111.58
sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013
Meskipun terjadi penurunan pada sektor industri pengolahan, PDRB total Kota Yogyakarta
masih mengalami peningkatan sebesar 5,76%. Kenaikan PDRB tersebut menunjukan
pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta yang masih terus berkembang ke arah positif.
Kenaikan nilai total PDRB merupakan kontribusi dari naiknya PDRB pada delapan sektor
lainnya. Dilihat dari nilainya, penyumbang kenaikan terbesar berasal dari sektor Perdagangan,
Hotel dan Restoran, diikuti oleh sektor Pengangkutan dan Transportasi. Sementara jika dilihat
dari besarnya persentase perubahan, kenaikan terbesar terjadi pada sektor Keuangan, Sewa
dan Jasa Perusahaan, dengan sektor Pengangkutan dan Transportasi pada urutan kedua.
Tabel III.4
Distribusi Persentase PDRB Kota Yogyakarta berdasarkan
Lapangan Usaha Tahun 2011-2012
Lapangan Usaha 2011 2012
Pertanian 0.305 0.292
Pertambangan dan Penggalian 0.005 0.005
Industri Pengolahan 10.433 9.724
Listrik. Gas dan Air 1.234 1.234
Bangunan 7.734 7.723
Perdagangan. Hotel dan Restoran 25.117 25.344
Pengangkutan dan Transportasi 20.373 20.626
Keuangan. Sewa dan Jasa Perusahaan 14.111 14.412
Jasa-Jasa 20.687 20.641
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) 100 100
sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013
3.4 Perkembangan Inflasi yang Terjadi
Inflasi Kota Yogyakarta pada tahun 2012 mencapai 4,31 persen. Secara umum tingginya
tingkat inflasi terutama disebabkan oleh perubahan harga pada kelompok perumahan,
kesehatan dan pendidikan (BPS, 2012).
Tabel III.5
Laju Inflasi Kota Yogyakarta dan Nasional
Tahun Laju Inflasi
Kota Yogya Nasional
2007 7,99 6,59
2008 9,88 11,06
2009 2,93 2,78
2010 7,38 6,96
2011 3,38 3,79
2012 4,31 4,30
sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013
Laju perkembangan inflasi di Kota Yogyakarta dari tahun 2007 sampai 2012 terus mengalami
fluktuasi. Inflasi paling tinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 9,88%. Meskipun demikian,
inflasi yang terjadi pada tahun 2007-2012 termasuk dalam kategori ringan, karena nilainya
masih dibawah 10%. Laju inflasi Kota Yogyakarta relatif normal jika dibandingkan dengan
inflasi yang terjadi pada Indonesia pada tahun yang sama.
Gambar III.5
Laju Inflasi Kota Yogyakarta dan Nasional
sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013
Inflasi pada tingkat ringan merupakan hal yang baik bagi suatu daerah karena inflasi ringan
mengindikasikan adanya pertumbuhan ekonomi.
7,99
9,88
2,93
7,38
3,38 4,31
0
2
4
6
8
10
12
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Kota Yogya
Nasional
3.5 Perkembangan APBD Anggaran 2010 Anggaran 2011
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH
Pendapatan Pajak Daerah 75.200.000.000,00 101.349.000.000,00
Pendapatan Retribusi Daerah 29.492.761.000,00 31.725.760.317,00
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan
11.031.304.700,00 10.121.339.863,00
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 60.147.942.593,00 60.642.117.706,00
Jumlah Pendapatan Asli Daerah 175.872.008.293,00 203.838.217.886,00
PENDAPATAN TRANSFER
Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan
Dana Bagi Hasil Pajak 80.998.335.726,00 51.162.089.069,00
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 249.280.000,00 2.125.905.447,00
Dana Alokasi Umum 395.444.062.000,00 436.129.821.000,00
Dana Alokasi Khusus 13.599.100.000,00 1.761.900.000,00
Jumlah Transfer Pemerintah Pusat - Dana
Perimbangan
490.290.777.726,00 491.179.715.516,00
Transfer Pemerintah Pusat Lainnya
Dana Otonomi Khusus
Dana Penyesuaian 83.003.370.525,00 125.374.128.480,00
Dana Tunjangan Pendidikan
Jumlah Transfer Pemerintah Pusat
Lainnya
83.003.370.525,00 125.374.128.480,00
Transfer Pemerintah Provinsi
Pendapatan Bagi Hasil Pajak 48.986.880.441,00 60.317.654.000,00
Pendapatan Bagi Hasil Lainnya
Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi 48.986.880.441,00 60.317.654.000,00
Jumlah Pendapatan Transfer 622.281.028.692,00 676.871.497.996,00
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
Pendapatan Hibah 12.649.280.000,00 3.491.882.849,00
Pendapatan Dana Darurat
Pendapatan Lainnya 7.250.000.000,00 33.780.500.000,00
Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah 19.899.280.000,00 37.272.382.849,00
JUMLAH PENDAPATAN 818.052.316.985,00 917.982.098.731,00
BELANJA
BELANJA OPERASI
Belanja Pegawai 584.733.466.519,00 630.631.459.637,00
Belanja Barang 182.135.924.939,00 188.168.122.471,00
Belanja Bunga 554.537.870,00 235.378.950,00
Belanja Subsidi
Belanja Hibah 31.026.861.150,00 66.911.634.085,00
Belanja Bantuan Sosial 40.000.495.725,00 33.056.803.116,00
Belanja Bantuan Keuangan
Jumlah Belanja Operasi 838.451.286.203,00 919.003.398.259,00
BELANJA MODAL
Belanja Tanah 9.449.135.000,00 2.166.750.000,00
Belanja Peralatan dan Mesin 20.010.850.392,00 17.366.234.796,00
Belanja Gedung dan Bangunan 27.392.240.500,00 14.341.022.375,00
Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan 12.886.131.657,00 30.024.402.270,00
Belanja Aset Tetap Lainnya 5.461.402.700,00 3.576.825.000,00
Belanja Aset Lainnya 522.164.300,00 309.483.940,00
Jumlah Belanja Modal 75.721.924.549,00 67.784.718.381,00
BELANJA TAK TERDUGA
Belanja Tak Terduga 2.880.959.428,00 4.000.000.000,00
Jumlah Belanja Tak Terduga 2.880.959.428,00 4.000.000.000,00
TRANSFER
Transfer/Bagi Hasil ke Desa
Bagi Hasil Pajak
Bagi Hasil Retribusi
Bagi Hasil Pendapatan Lainnya
Jumlah Transfer/Bagi Hasil ke Desa
JUMLAH BELANJA 917.054.170.180,00 990.788.116.640,00
SURPLUS/DEFISIT (99.001.853.195,00) (72.806.017.909,00)
PEMBIAYAAN
PENERIMAAN PEMBIAYAAN
Penggunaan SiLPA tahun sebelumnya 98.196.733.350,00 74.972.670.064,00
Pencairan Dana Cadangan
Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
Pinjaman Dalam Negeri
Penerimaan Kembali Pinjaman 150.000.000,00 1.120.000.000,00
Penerimaan Piutang Daerah 1.916.772.000,00 275.000.000,00
Jumlah Penerimaan Pembiayaan 100.263.505.350,00 76.367.670.064,00
PENGELUARAN PEMBIAYAAN
Pembentukan Dana Cadangan
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah 500.000.000,00 3.000.000.000,00
Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri -
Pemerintah Pusat
761.652.155,00 561.652.155,00
Pemberian Pinjaman Daerah
Jumlah Pengeluaran Pembiayaan 1.261.652.155,00 3.561.652.155,00
PEMBIAYAAN NETTO 99.001.853.195,00 72.806.017.909,00
Membandingkan APBD Kota Yogyakarta pada tahun 2010 dan 2011, dapat disimpulkan
bahwa baik pendapatan maupun pembelanjaan Kota Yogyakarta keduanya mengalami
peningkatan. Pada tahun 2011, Pendapatan Kota Yogyakarta mengalami kenaikan sebesar
99.929.781.746,00 menjadi 917.982.098.731,00 dari sebelumnya 818.052.316.985,00. Begitu
pula dengan belanja daerahnya. Belanja daerah naik sebesar 73.733.946.460, menjadi
990.788.116.640,00 dari semula 917.054.170.180,00.
Meskipun terjadi kenaikan pendapatan, APBD Kota Yogyakarta masih mengalami defisit
anggaran. Hal ini dikarenakan penerimaan yang lebih sedikit daripada pembelanjaan daerah.
Namun defisit ini nominalnya menurun dibanding tahun sebelumnya.
Bab IV
Kesimpulan
1. PDRB meningkat dilihat dari pengertian produksi, yaitu jumlah nilai produk barang dan
jasa akhir yang dihasilkan oleh kesembilang unit produksi dalam Kota Yogayakarta
meningkat dari tahun ke tahun, dalam hal ini tahun 2008 sebagai tahun dasarnya.
2. Terjadi pertumbuhan ekonomi dengan tren positif. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan
PDRB yang kemudian menghasilkan pendapatan masyarakat. Salah satu hal yang memicu
ialah adanya pertumbuhan penduduk yang jumlahnya turut disumbang oleh migran yang
masuk ke dalam Kota Yogyakarta. Hal ini terlihat dari perkembangan PDRB di bidang
transportasi; bangunan; listrik, air, dan gas; keuangan; perdagangan, dan perhotelan.
Sedangkan faktor teknologi tidak terlalu tampak dilihat dari bidang industri pengolahan
yang justru sangat menurun drastis jumlahnya.
3. Dilihat dari nilainya, penyumbang kenaikan PDRB terbesar berasal dari sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran, diikuti oleh sektor Pengangkutan dan Transportasi.
Sementara jika dilihat dari besarnya persentase perubahan, kenaikan terbesar terjadi pada
sektor Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan, dengan sektor Pengangkutan dan
Transportasi pada urutan kedua.
4. Laju inflasi di Kota Yogyakarta termasuk inflasi ringan karena nilainya di bawah 10% dan
relatif normal jika dibandingkan dengan inflasi yang terjadi pada Indonesia pada tahun
yang sama. Hal ini menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi di Kota Yogyakarta.
5. Baik pendapatan maupun pembelanjaan Kota Yogyakarta keduanya mengalami
peningkatan.
6. Oleh karena hal-hal di atas, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi di kota
Yogyakarta mengalami peningkatan dan kinerja pemerintah dalam hal ekonomi sudah
cukup baik.
Daftar Pustaka
BPS Kota Yogyakarta. www.jogjakota.bps.go.id
_____. Tanpa Tahun. Pertumbuhan Ekonomi. Dalam:
http://almasdi.unri.ac.id/bahan_ajar/Ekonomi_Pembangunan/Pertemuan_3_pertumbuha
n%20ekonomi.pdf. Diakses Jum’at, 20 Juni 2014.
_____. Tanpa Tahun. Pengertian Inflasi. http://www.ut.ac.id/. Diakses Jum’at, 20 Juni 2014.
_____. 2012. Pengertian APBN dan APBD. http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/.
Diakses Jum’at, 20 Juni 2014.
Ahira, Anne. Tanpa Tahun. Perkembangan Inflasi di Indonesia. Dalam:
www.anneahira.com/perkembangan-inflasi-di-indonesia.htm+&cd=8&hl=id&ct=clnk.
Diakses Jum’at, 20 Juni 2014.
Bancin, RE. 2012. Pembangunan Ekonomi. Dalam: repository.usu.ac.id. Diakses Jum’at, 20 Juni
2014.
Kota Yogyakarta dalam Angka 2012.
Kota Yogyakarta dalam Angka 2012.
Kota Yogyakarta dalam Wikipedia. www.id.wikipedia.org. Diunduh Jumat, 20 Juni 2014.
Manik, IRT. 2011. Pertumbuhan Ekonomi. Dalam: repository.usu.ac.id/. Diakses Jum’at, 20 Juni
2014.
Profil Keuangan Kota Jogja dalam Jogjakota. Jogjakota.go.id/profile/keuangan. Diunduh Jumat,
20 Juni 2014.
Ritonga, T. 2011. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dalam:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26961/4/Chapter%20II.pdf. Diakses Jum’at,
20 Juni 2014.