tubes pengek smt 2

20
Laporan Kinerja Perekonomian Daerah Kota Yogyakarta Disusun untuk Memenuhi Tugas Besar Mata Kuliah Pengantar Ekonomi (TKP254) Dosen Pengampu: Samsul Ma’rif, SP, MT Oleh: Kelompok 16 Sari Sadtyaningrum | 21040112170002 Selviana Indira Wopari | 21040113100072 Laras Kun Rahmanti Putri | 21040113130114 Yoga Bagas Saputro | 21040113130116 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang 2014

Upload: laras-kun-rahmanti-putri

Post on 19-Jul-2015

145 views

Category:

Economy & Finance


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tubes Pengek Smt 2

Laporan Kinerja Perekonomian Daerah

Kota Yogyakarta

Disusun untuk Memenuhi Tugas Besar Mata Kuliah Pengantar Ekonomi

(TKP254)

Dosen Pengampu: Samsul Ma’rif, SP, MT

Oleh:

Kelompok 16

Sari Sadtyaningrum | 21040112170002

Selviana Indira Wopari | 21040113100072

Laras Kun Rahmanti Putri | 21040113130114

Yoga Bagas Saputro | 21040113130116

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Semarang

2014

Page 2: Tubes Pengek Smt 2

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka meningkatkan tingkat kesejahteraan penduduk, suatu daerah perlu untuk

mengadakan pembangunan dan usaha untuk menjadi lebih maju. Pembangunan ini dapat

berjalan dengan adanya kinerja perekonomian daerah yang baik pula. Kinerja perekonomian

yang baik dapat dilihat dari adanya pertumbuhan ekonomi yang bersifat kuantitatif dan

perkembangan ekonomi yang bersifat kualitatif ke arah yang lebih baik; penyerapan tenaga

kerja; keadaan inflasi yang terjadi; dan kemiskinan yang ada.

Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dengan arah lebih baik berarti terdapat

peningkatan pendapatan per kapita dalam penduduk dengan distribusi yang merata sehingga

tidak terjadi kesenjangan ekonomi yang besar. Akumulasinya dapat dijelaskan melalui nilai atau

angka produk domestik regional bruto (PDRB). Dalam distribusi perataannya, dapat dilihat

melalui komposisi sektor PDRB. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dapat dipahami

tidak hanya dengan membaca data saja, melainkan juga membandingkannya dalam jangka

waktu tertentu; dari tahun ke tahun.

Aspek pertumbuhan ekonomi sendiri saling berkaitan dengan tingkat penyerapan tenaga

kerja dan kemiskinan. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, diperlukan adanya

peningkatan kegiatan produksi. Untuk menunjang kegiatan produksi, dibutuhkan pembangunan

fisikal seperti pabrik, gedung, perkantoran, dan infrastruktur. Dalam pembangunan ini,

diperlukan adanya tenaga kerja. Dari sinilah kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja

dapat terjadi. Tingkat kemiskinan dan pengangguran pun berkurang. Selanjutnya, pendapatan

masyarakat turut meningkat dan begitu pula dengan pendapatan dalam negeri. Dari sini

pertumbuhan ekonomi pun turut meningkat.

Tak sampai disitu, pertumbuhan ekonomi yang baik ini kemudian harus memberi dampak

pada pembangunan fisik yang dapat meningkatkan produksi jasa seperti sekolah, fasilitas

kesehatan, fasilitas pelayanan sosial, dan lain-lain.

1.2 Tujuan Penulisan Laporan

Beberapa tujuan dalam penulisan laporan kinerja perekonomian daerah Kota Yogyakarta ini

ialah:

a) mengetahui kondisi perekonomian kota Yogyakarta dilihat dari aspek perkembangan

PDRB, pertumbuhan ekonomi, komposisi sector PDRB, perkembangan inflasi yang

terjadi, dan perkembangan APBD;

b) menginterpretasikan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Kota Yogyakarta;

Page 3: Tubes Pengek Smt 2

c) mengukur kinerja perekonomian Kota Yogyakarta;

1.3 Gambaran Wilayah

Sumber: bkpp.jogjaprov.go.id Sumber: www.belantaraindonesia.org Gambar 1.1 Peta Lokasi Kota Yogyakarta Gambar 1.1 Jalan Malioboro di Kota Yogyakarta

Kota Yogyakarta ialah ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang secara

geografis terletak antara 110o24'19"-110o28'53" Bujur Timur dan antara 07o49'26"-07o15'24"

Lintang Selatan. Luas kota ini ialah sekitar 32,5 km2 atau 1,02 % dari luas wilayah Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta dan terdiri atas 14 kecamatan serta 45 kelurahan. Penduduknya

berjumlah 388.627 jiwa pada tahun 2010 dengan rasio jenis kelamin 94,81 . Dalam sejarahnya,

Kota Yogyakarta pernah memainkan percaturan politik sejarah Indonesia. Kota Yogyakarta

sempat menjadi ibukota Republik Indonesia setelah Belanda dengan Sekutu melancarkan

serangan ke Indonesia.

Kegiatan ekonomi Kota Yogyakarta diisi dengan antara lain kegiatan pertanian,

peternakan, perikanan, industri kulit, dan bisnis tanaman hias. Koperasi merupakan tumpuan

kehidupan sebagian besar masyakat Kota Yogyakarta dengan umlah pada tahun 2011 sebanyak

550 koperasi dengan 50.280 anggota. Kemudian dari segi ekspor, ekspor komoditas bukan

migas Kota Yogyakarta pada tahun 2011 mengalami peningkatan dibandingkan ekspor tahun

sebelumnya, yaitu dari 21.060.982,16 US $ di tahun 2010 menjadi 117.685.291,26 US $ di tahun

2011.

Sebagian besar ekspor Kota Yogyakarta berasal dari industri kerajinan tangan yang pada

umumnya memiliki ciri khas dari suatu daerah sehingga sulit untuk ditiru dan menjadikan

komoditas tersebut dapat bersaing di pasar Amerika maupun Eropa. Kontribusi dari yang

terbesar secara berturut-turut berada pada komoditas mebel kayu, minyak atsiri, dan sarung

tangan polyrutan.

Page 4: Tubes Pengek Smt 2

Adapun Batas-batas administratif Kota Yogyakarta adalah:

Utara : Kecamatan Mlati dan Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman

Timur : Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman dan Kecamatan Banguntapan, Kabupaten

Bantul

Selatan : Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Sewon, dan Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Bantul

Barat : Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman dan Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul

Page 5: Tubes Pengek Smt 2

Bab II

Kajian Teori

2.1 Perkembangan PDRB

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat diartikan dalam tiga pengertian, yaitu:

a. Menurut pengertian produksi, PDRB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang

dihasilkan oleh berbagai unit produksi di dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu

(satu tahun).

b. Menurut pengertian pendapatan, PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-

faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah atau daerah dalam

jangka waktu tertentu (satu tahun).

c. Menurut pengertian pengeluaran, PDRB adalah jumlah pengeluaran yang dilakukan untuk

konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan, konsumsi

pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor neto (Ekspor

dikurangi Impor).

Dari uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa jumlah pengeluaran untuk

berbagai kepentingan tadi harus sama dengan jumlah produk barang dan jasa akhir yang

dihasilkan, dan harus sama juga dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksinya.

2.2 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk

mengetahui hasil pembangunan yang dilaksankan, khususnya dalam bidang ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana kinerja/aktivitas dari berbagai sektor

ekonomi menghasilkan pendapatan/nilai tambah masyarakat pada suatu periode tertentu.

Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor

produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu

aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya

pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor

produksi juga akan meningkat.

Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor penting sebagai berikut

(Arsyad, 1999 : 214) :

a. Akumulasi Modal

Akumulasi modal adalah termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan),

peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources), akan terjadi jika ada bagian

dari pendapatan sekarang yang ditabung dan kemudian diinvestasikan untuk memperbesar

Page 6: Tubes Pengek Smt 2

output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal akan menambah sumberdaya-

sumberdaya yang baru dan akan meningkatkan sumberdaya-sumberdaya yang telah ada.

b. Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan

kerja (labor force) dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan

ekonomi, namun kemampuan merangsang pertumbuhan ekonomi bergantung pada

kemampuan sistem ekonomi yang berlaku dalam menyerap dan mempekerjakan tenaga

kerja yang ada secara produktif.

c. Kemajuan Teknologi

Menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling penting bagi

pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan teknologi

disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan

pekerjaan-pekerjaan tradisional.

Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan pemerintah,

khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang

dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan

tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai indikator penting bagi daerah untuk

mengevaluasi keberhasilan pembangunan (Sirojuzilam, 2008: 18).

2.3 Komposisi Sektor PDRB

Berdasarkan lapangan usaha, PDRB dibagi dalam sembilan sektor, sedangkan secara

makro ekonomi dibagi menjadi tiga kelompok besar yang disebut sebagai sektor primer,

sekunder dan tersier. Sektor primer apabila outputnya masih merupakan proses tingkat dasar

dan sangat bergantung kepada alam, yang termasuk dalam sektor ini adalah sektor Pertanian

dan sektor Pertambangan dan Penggalian.

Untuk sektor ekonomi yang outputnya berasal dari sektor primer dikelompokkan ke

dalam sektor sekunder, yang meliputi sektor Industri Pengolahan, sektor Listrik, Gas dan Air

Minum serta sektor Bangunan. Sedangkan sektor-sektor lainnya, yakni sektor Perdagangan,

Hotel dan Restoran, sektor Pengangkutan dan Komunikasi, sektor Bank dan Lembaga Keuangan

lainnya serta sektor Jasa-Jasa dikelompokkan ke dalam sektor tersier (Sitorus, dkk., 1997).

Dalam perhitungan pendapatan nasional, terdapat 2 (dua) metode antara lain:

a. Metode langsung, yaitu perhitungan nilai tambah dari suatu lapangan usaha/sektor atau sub

sektor suatu region dengan cara mengalokasikan angka pendapatan nasional.

b. Metode tidak langsung, yaitu metode alokasi pendapatan nasional dengan memperhitungkan

nilai tambah sektor/sub sektor suatu region dengan cara mengalokasikan angka pendapatan

Page 7: Tubes Pengek Smt 2

nasional dan sebagai dasar alokasi adalah jumlah produksi fisik, nilai produksi fisik, nilai

produksi bruto/netto dan tenaga kerja, serta alokator tidak langsung.

Metode yang umum digunakan dari kedua metode di atas adalah metode langsung, seperti

di Indonesia. Metode langsung, dilaksanakan dengan beberapa pendekatan antara lain :

1. Pendekatan Produksi (Production Approach), yaitu menghitung nilai tambah dari barang dan

jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan biaya tiap-

tiap sektor/sub sektor.

2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach), yaitu menghitung nilai tambah setiap sektor

kegiatan ekonomi dengan menjumlahkan semua balas jasa faktor-faktor produksi yaitu

upah/gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung netto.

3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu menghitung nilai tambah suatu

kegiatan ekonomi yang bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang

diproduksi.

Di Indonesia, pendekatan yang umum digunakan adalah dari segi Pendekatan Produksi.

Perlu diperhatikan bahwa dalam menjumlahkan hasil produksi barang dan jasa, haruslah

dicegah perhitungan ganda (Double Countung/Multiple Counting). Hal tersebut penting sebab

sering terjadi bahan mentah suatu sektor dihasilkan oleh sektor lain, sehingga nilai bahan

mentah tersebut telah dihitung pada sektor yang menghasilkannya.

Produk Domestik Regional Bruto secara keseluruhan maupun sektoral umumnya

disajikan dalam dua bentuk yaitu penyajian atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga

konstan dengan suatu tahun dasar.

Penyajian atas dasar harga berlaku menunjukkan besaran nilai tambah bruto masing-

masing sektor, sesuai dengan keadaan pada tahun sedang berjalan. Dalam hal ini penilaian

terhadap produksi, biaya antara ataupun nilai tambahnya dilakukan dengan menggunakan

harga berlaku pada masing-masing tahun. Oleh kartena itu penyajian seperti ini masih

dipengaruhi oleh adanya faktor perubahan harga (inflasi/deflasi).

Penyajian atas dasar harga konstan merupakan penyajian harga yang berlaku secara

berkala, perkembangan pendapatan regional dapat diartikan sebagai perkembangan karena

meningkatnya produksi.

Penyajian atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan harga tetap suatu

tahun dasar. Dalam hal ini semua barang dan jasa yang dihasilkan, biaya antara yang digunakan

ataupun nilai tambah masing-masing sektor dinilai berdasarkan harga-harga pada tahun dasar.

Penyajian seperti ini akan memperlihatkan perkembangan produktivitas secara riil karena

pengaruh perubahan harga (inflasi/deflasi) sudah dikeluarkan.

Page 8: Tubes Pengek Smt 2

Angka PDRB secara absolut memberikan gambaran besarnya tingkat produksi suatu

wilayah. Angka PDRB yang dinilai dengan harga konstan memperlihatkan laju pertumbuhan

ekonomi wilayah tersebut yang diwakili oleh peningkatan produksi berbagai sektor.

Dari uraian-uraian tersebut akan diperlihatkan adanya kenaikan PDRB maupun

pendapatan regional perkapita, perubahan dan pergeseran strukur ekonomi menurut sektor-

sektor primer, sekunder maupun tertier. Pergeseran struktur pada masing-masing sektor yang

bersangkutan seperti sektor pertanian, industri, perdagangan, pemerintahan dan sektor-sektor

lainnya.

2.4 Perkembangan Inflasi

Pengertian umum inflasi adalah proses kenaikan harga barang-barang secara umum yang

berlangsung terus menerus, bukan hanya satu barang dan bukan dalam tempo sesaat. Kenaikan

harga dari satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi. Kamerschen menyatakan : inflation

represent a persistent rise in the average level of prices which is not match by a proportionate

increase in the level of the quality of good and services consumed. Jadi inflasi menggambarkan

kenaikan tingkat harga rata-rata yang tidak diimbangi dengan kenaikan yang proporsional dari

kualitas barang dan jasa yang dikonsumsi (Sukendar, 2000).

Beberapa pengertian inflasi yang patut digarisbawahi mencakup aspek-aspek :

a. Tendency, yaitu kecenderungan harga-harga untuk meningkat, artinya dalam jangka waktu

tertentu dimungkinkan terjadi kecenderungan harga untuk meningkat.

b. Sustained, yaitu peningkatan harga tersebut tidak hanya terjadi pada waktu tertentu atau

sekali waktu saja, melainkan terus menerus dalam jangka waktu yang lama.

c. General level of prices, yaitu tingkat harga yang dimaksud adalah tingkat harga barang-

barang secara umum sehingga tidak hanya harga dari satu macam barang saja.

Perkembangan inflasi di Indonesia mengalami pasang surut. Hal ini terlihat dari nilai

aktual yang ada dalam data BI. Pada tahun 2001, target inflasi sekitar dari 4%–6% dengan

aktualisasi sebesar 12,55%. Adanya selisih yang sangat tajam ini juga dipengaruhi oleh

perekonomian negara lain. Krisis di beberapa negara membuat ekspor Indonesia menjadi

tersendat. Kalau tidak mampu melihat pangsa pasar lain, maka perekonomian akan terganggu

juga. Sementara itu, pada tahun berikutnya adalah sebagai berikut.

*Tahun 2002 (9%-10% ; 10,03%)

*Tahun 2003 (9%-10% ; 5,06%)

*Tahun 2004 (5,5% ± 1% ; 6,40%)

*Tahun 2005 (6% ± 1% ; 17,11%)

*Tahun 2006 (8% ± 1% ; 6,60%)

*Tahun 2007 (6% ± 1% ; 6,59%)

Page 9: Tubes Pengek Smt 2

*Tahun 2008 (5% ± 1% ; 11,06%)

*Tahun 2009 (4,5% ± 1% ; 2,78%)

*Tahun 2010 (5% ± 1% ; -)

*Tahun 2011 (5% ± 1% ; -)

Catatan: Angka pertama di dalam kurung menunjukkan nilai target inflasi, sedangkan angka kedua

menunjukkan nilai inflasi aktual.

2.5 Perkembangan APBD

APBD merupakan kependekan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD

adalah anggaran pendapatan dan belanja daerah setiap tahun yang telah disetujui oleh anggota

DPRD (Dewan perwakilan Rakyat Daerah). APBD berisi daftar sistematis yang memuat

penerimaan dan pengeluaran daerah selama 1 tahun (1 Januari sampai 31 Desember) tahun

berjalan.

Struktur APBD

1. Pendapatan daerah, terdiri dari :

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri atas : pajak daerah yang sesuai PERDA,

retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.

Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU),

Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Otonomi Khusus (seperti Aceh dan Papua).

Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

2. Belanja daerah, digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.

Page 10: Tubes Pengek Smt 2

Bab III

Identifikasi Kondisi Perekonomian

Berikut ialah keadaan kota Yogyakarta dilihat dari beberapa aspek-aspek ekonomi:

3.1 Perkembangan PDRB

Penghitungan PDRB dilakukan melalui dua pendekatan harga, yaitu pendekatan

menggunakan harga berlaku dan harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku merupakan

PDRB yang dihitung menurut harga pada saat data diambil. Sementara PDRB berdasarkan harga

konstan dihitung menurut harga pada tahun yang dijadikan acuan.

PDRB berdasarkan harga konstan dinilai lebih akurat untuk menggambarkan kenaikan

total produk karena tidak dipengaruhi oleh inflasi. Kenaikan pada PDRB harga konstan

mencerminkan kenaikan riil/nyata dari PDRB, sementara PDRB harga berlaku dapat dikatakan

meningkat ketika persentase kenaikan PDRB lebih besar daripada persentase kenaikan inflasi.

Gambar III.1

PDRB atas Harga Berlaku dan KonstanKota Yogyakarta Tahun 2008-2012

sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013

Pada PDRB harga konstan di atas, harga yang digunakan sebagai acuan perhitungan

adalah harga pada tahun 2008. Dilihat dari diagram, dapat dilihat bahwa PDRB berdasarkan

harga konstan dan harga berlaku menunjukan adanya kenaikan dari tahun ke tahun. Besaran

nilai kenaikan PDRB harga konstan dan harga berlaku tidak sama. Hal ini disebabkan oleh

adanya pengaruh inflasi pada harga tahun berlaku.

Peningkatan PDRB berdasarkan harga konstan menunjukan adanya tren peningkatan

yang cenderung konstan atau stabil tiap tahunnya. Hal ini menunjukan bahwa total produk yang

dihasilkan Kota Yogyakarta cenderung untuk meningkat pada laju yang konstan. Selain

0

2000000

4000000

6000000

8000000

10000000

12000000

14000000

16000000

2008 2009 2010 2011 2012

9806813 10591261

11777579

12962435 14327564

5021149 5244851 5505942 5816568 6151679

Harga Konstan

Harga Berlaku

Page 11: Tubes Pengek Smt 2

menunjukan suatu kestabilan, angka yang cenderung konstan ini juga mengindikasikan bahwa

produk dari kegiatan ekonomi Kota Yogyakarta masih memiliki peminat dalam dalam pasar dan

belum berada pada posisi jenuh.

Karena PDRB merepresentasikan kegiatan produksi barang dan jasa yang diproduksi oleh

masyarakat pada daerah tertentu, kenaikan PDRB menunjukan adanya kenaikan produksi

barang dan jasa. Naik-turunnya PDRB sangat ditentukan oleh permintaan terhadap barang.

Permintaan barang yang meningkat akan direspon oleh produsen barang dengan peningkatan

produksi. Sementara munculnya permintaan dapat disebabkan oleh meningkatnya daya beli.

Sehingga naiknya PDRB Kota Yogyakarta dapat dihubungkan dengan kenaikan daya beli yang

dapat diartikan sebagai kenaikan kesejahteraan pada masyarakat Kota Yogyakarta.

3.2 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi didapatkan dari persentase kenaikan PDRB harga konstan antara

dua tahun terhadap PDRB tahun awal. Pertumbuhan ekonomi menunjukan peningkatan pada

kegiatan ekonomi suatu daerah.

Gambar III.2

Pertumbuhan Ekonomi Kota Yogyakarta Tahun 2006-2012

Sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi di Kota Yogyakarta berada

pada tingkat yang relatif stabil dan memiliki tren meningkat meskipun sempat mengalami

penurunan pada tahun 2009. Karena pertumbuhan ekonomi menggunakan data PDRB sebagai

data dasar, naik turunnya pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada permintaan pasar.

Peningkatan permintaan pasar yang tercermin pada pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh

beberapa hal. Naiknya permintaan dapat diakibatkan oleh kenaikan daya beli masyarakat,

perubahan demografi maupun peningkatan efisiensi energi pada proses produksi.

3,97

4,46

5,12

4,46

4,98

5,64 5,76

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

angk

a p

ertu

mb

uh

an d

alam

%

Pertumbuhan

Page 12: Tubes Pengek Smt 2

Tabel III.1

Pertumbuhan Ekonomi Kota Yogyakarta atas Dasar Harga Konstan 2012

Lapangan Usaha 2010 2011 2012

Pertanian 0,56 1,72 1.04

Pertambangan dan Penggalian 2,63 7,69 0.90

Industri Pengolahan 7,26 2,02 -1.43

Listrik. Gas dan Air 2,25 4,44 5.79

Bangunan 3,09 5,42 5.61

Perdagangan. Hotel dan Restoran 4,39 4,87 6.71

Pengangkutan dan Transportasi 4,74 7,89 7.08

Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 5,81 6,50 8.02

Jasa-Jasa 5,18 5,95 5.52

PDRB 4,98 5,64 5.76

Sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013

Dilihat dari tabel diatas, Pertumbuhan ekonomi total (PRB) mengalami kenaikan dari

tahun ke tahun. Dapat dilihat bahwa persentase kenaikan pertumbuhan ekonomi di Kota

Yogyakarta cenderung fluktuatif. Kenaikan yang konstan dapat ditemukan pada lapangan usaha

listrik, gas dan air, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran serta keuangan, dan sewa serta

jasa perusahaan.

Jika diamati, keempat sektor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Keempat faktor

tersebut semuanya memiliki keterkaitan dengan bidang pariwisata. Berkembangnya pariwisata

akan meningkatkan kebutuhan akan bangunan (sebagai akomodasi), serta menjadi faktor

peningkatan pendapatan pada perdagangan, hotel, restoran, kebutuhan listrik, air, gas dan

peningkatan pada sektor keuangan (bank dan non-bank), sewa dan jasa perusahaan.

Pertumbuhan yang cukup signfikan terjadi pada bidang pertambangan dan penggalian

pada tahun 2011. Hal ini dapat dikarenakan adanya peningkatan teknologi yang meningkatkan

hasil tambang dan galian maupun pembukaan tambang baru. Meskipun demikian, pada tahun

2012 peningkatan dari bidang pertambangan dan penggalian hanya mencapai 0.9%.

3.3 Komposisi Sektor PDRB

PDRB Kota Yogyakarta merupakan gabungan dari sektor-sektor ekonomi daerah tersebut.

PDRB Kota Yogyakarta terdiri dari sembilan sektor lapangan usaha, yaitu sektor Pertanian,

sektor Pertambangan dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, sektor Listrik. Gas dan Air,

sektor Bangunan, sektor Perdagangan, sektor Hotel dan Restoran, sektor Pengangkutan dan

Transportasi sektor Keuangan. Sewa dan Jasa Perusahaan, dan sektor Jasa-Jasa. Sembilan sektor

Page 13: Tubes Pengek Smt 2

tersebut kemudian dijumlahkan menjadi PDRB Kota Yogyakarta dapat dilihat dari tabel

dibawah:

Table III.2

Produk Domestik Regional Bruto menurut Lapangan Usaha

atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kota Yogyakarta

Lapangan Usaha 2011 2012

Pertanian 17755.18 17939.17

Pertambangan dan Penggalian 293.41 296.04

Industri Pengolahan 606849.37 598158.97

Listrik. Gas dan Air 71776.67 75935.64

Bangunan 449854.03 475072.61

Perdagangan. Hotel dan Restoran 1460971.26 1559069.54

Pengangkutan dan Transportasi 1185006.38 1268866.02

Keuangan. Sewa dan Jasa Perusahaan 820764.58 886590.61

Jasa-Jasa 1203296.95 1269750.81

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) 5816567.83 6151679.41

sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013

Dilihat dari nominal nilai riil PDRB Kota Yogyakarta, dapat dilihat terjadi kenaikan nilai

produksi pada mayoritas lapangan usaha. Dari sembilan lapangan usaha, delapan diantaranya

mengalami peningkatan. Peningkatan nilai pada PDRB atas dasar harga konstan

mengindikasikan adanya peningkatan produksi barang atau jasa pada sektor-sektor tersebut.

Penurunan PDRB dapat dilihat pada sektor industri pengolahan. Terjadi penurunan PDRB

sebesar 1,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini amat disayangkan, mengingat industri

pengolahan merupakan sektor industri dengan nilai tambah (value-added) yang cukup besar.

Adanya penurunan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti penurunan jumlah

permintaan maupun penurunan produksi akibat faktor produksi yang semakin mahal.

Tabel IIII.3

Persentase dan Nominal Perubahan PDRB Dirinci Berdasarkan Lapangan Usaha

Lapangan Usaha % Perubahan Nominal Perubahan

Pertanian 1.04 183.99

Pertambangan dan Penggalian 0.90 2.63

Industri Pengolahan -1.43 -8690.4

Listrik. Gas dan Air 5.79 4158.97

Bangunan 5.61 25218.58

Page 14: Tubes Pengek Smt 2

Perdagangan. Hotel dan Restoran 6.71 98098.28

Pengangkutan dan Transportasi 7.08 83859.64

Keuangan. Sewa dan Jasa Perusahaan 8.02 65826.03

Jasa-Jasa 5.52 66453.86

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) 5.76 335111.58

sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013

Meskipun terjadi penurunan pada sektor industri pengolahan, PDRB total Kota Yogyakarta

masih mengalami peningkatan sebesar 5,76%. Kenaikan PDRB tersebut menunjukan

pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta yang masih terus berkembang ke arah positif.

Kenaikan nilai total PDRB merupakan kontribusi dari naiknya PDRB pada delapan sektor

lainnya. Dilihat dari nilainya, penyumbang kenaikan terbesar berasal dari sektor Perdagangan,

Hotel dan Restoran, diikuti oleh sektor Pengangkutan dan Transportasi. Sementara jika dilihat

dari besarnya persentase perubahan, kenaikan terbesar terjadi pada sektor Keuangan, Sewa

dan Jasa Perusahaan, dengan sektor Pengangkutan dan Transportasi pada urutan kedua.

Tabel III.4

Distribusi Persentase PDRB Kota Yogyakarta berdasarkan

Lapangan Usaha Tahun 2011-2012

Lapangan Usaha 2011 2012

Pertanian 0.305 0.292

Pertambangan dan Penggalian 0.005 0.005

Industri Pengolahan 10.433 9.724

Listrik. Gas dan Air 1.234 1.234

Bangunan 7.734 7.723

Perdagangan. Hotel dan Restoran 25.117 25.344

Pengangkutan dan Transportasi 20.373 20.626

Keuangan. Sewa dan Jasa Perusahaan 14.111 14.412

Jasa-Jasa 20.687 20.641

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) 100 100

sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013

3.4 Perkembangan Inflasi yang Terjadi

Inflasi Kota Yogyakarta pada tahun 2012 mencapai 4,31 persen. Secara umum tingginya

tingkat inflasi terutama disebabkan oleh perubahan harga pada kelompok perumahan,

kesehatan dan pendidikan (BPS, 2012).

Page 15: Tubes Pengek Smt 2

Tabel III.5

Laju Inflasi Kota Yogyakarta dan Nasional

Tahun Laju Inflasi

Kota Yogya Nasional

2007 7,99 6,59

2008 9,88 11,06

2009 2,93 2,78

2010 7,38 6,96

2011 3,38 3,79

2012 4,31 4,30

sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013

Laju perkembangan inflasi di Kota Yogyakarta dari tahun 2007 sampai 2012 terus mengalami

fluktuasi. Inflasi paling tinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 9,88%. Meskipun demikian,

inflasi yang terjadi pada tahun 2007-2012 termasuk dalam kategori ringan, karena nilainya

masih dibawah 10%. Laju inflasi Kota Yogyakarta relatif normal jika dibandingkan dengan

inflasi yang terjadi pada Indonesia pada tahun yang sama.

Gambar III.5

Laju Inflasi Kota Yogyakarta dan Nasional

sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2013

Inflasi pada tingkat ringan merupakan hal yang baik bagi suatu daerah karena inflasi ringan

mengindikasikan adanya pertumbuhan ekonomi.

7,99

9,88

2,93

7,38

3,38 4,31

0

2

4

6

8

10

12

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Kota Yogya

Nasional

Page 16: Tubes Pengek Smt 2

3.5 Perkembangan APBD Anggaran 2010 Anggaran 2011

PENDAPATAN

PENDAPATAN ASLI DAERAH

Pendapatan Pajak Daerah 75.200.000.000,00 101.349.000.000,00

Pendapatan Retribusi Daerah 29.492.761.000,00 31.725.760.317,00

Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan

11.031.304.700,00 10.121.339.863,00

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 60.147.942.593,00 60.642.117.706,00

Jumlah Pendapatan Asli Daerah 175.872.008.293,00 203.838.217.886,00

PENDAPATAN TRANSFER

Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan

Dana Bagi Hasil Pajak 80.998.335.726,00 51.162.089.069,00

Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 249.280.000,00 2.125.905.447,00

Dana Alokasi Umum 395.444.062.000,00 436.129.821.000,00

Dana Alokasi Khusus 13.599.100.000,00 1.761.900.000,00

Jumlah Transfer Pemerintah Pusat - Dana

Perimbangan

490.290.777.726,00 491.179.715.516,00

Transfer Pemerintah Pusat Lainnya

Dana Otonomi Khusus

Dana Penyesuaian 83.003.370.525,00 125.374.128.480,00

Dana Tunjangan Pendidikan

Jumlah Transfer Pemerintah Pusat

Lainnya

83.003.370.525,00 125.374.128.480,00

Transfer Pemerintah Provinsi

Pendapatan Bagi Hasil Pajak 48.986.880.441,00 60.317.654.000,00

Pendapatan Bagi Hasil Lainnya

Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi 48.986.880.441,00 60.317.654.000,00

Jumlah Pendapatan Transfer 622.281.028.692,00 676.871.497.996,00

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

Pendapatan Hibah 12.649.280.000,00 3.491.882.849,00

Pendapatan Dana Darurat

Pendapatan Lainnya 7.250.000.000,00 33.780.500.000,00

Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah 19.899.280.000,00 37.272.382.849,00

JUMLAH PENDAPATAN 818.052.316.985,00 917.982.098.731,00

BELANJA

BELANJA OPERASI

Page 17: Tubes Pengek Smt 2

Belanja Pegawai 584.733.466.519,00 630.631.459.637,00

Belanja Barang 182.135.924.939,00 188.168.122.471,00

Belanja Bunga 554.537.870,00 235.378.950,00

Belanja Subsidi

Belanja Hibah 31.026.861.150,00 66.911.634.085,00

Belanja Bantuan Sosial 40.000.495.725,00 33.056.803.116,00

Belanja Bantuan Keuangan

Jumlah Belanja Operasi 838.451.286.203,00 919.003.398.259,00

BELANJA MODAL

Belanja Tanah 9.449.135.000,00 2.166.750.000,00

Belanja Peralatan dan Mesin 20.010.850.392,00 17.366.234.796,00

Belanja Gedung dan Bangunan 27.392.240.500,00 14.341.022.375,00

Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan 12.886.131.657,00 30.024.402.270,00

Belanja Aset Tetap Lainnya 5.461.402.700,00 3.576.825.000,00

Belanja Aset Lainnya 522.164.300,00 309.483.940,00

Jumlah Belanja Modal 75.721.924.549,00 67.784.718.381,00

BELANJA TAK TERDUGA

Belanja Tak Terduga 2.880.959.428,00 4.000.000.000,00

Jumlah Belanja Tak Terduga 2.880.959.428,00 4.000.000.000,00

TRANSFER

Transfer/Bagi Hasil ke Desa

Bagi Hasil Pajak

Bagi Hasil Retribusi

Bagi Hasil Pendapatan Lainnya

Jumlah Transfer/Bagi Hasil ke Desa

JUMLAH BELANJA 917.054.170.180,00 990.788.116.640,00

SURPLUS/DEFISIT (99.001.853.195,00) (72.806.017.909,00)

PEMBIAYAAN

PENERIMAAN PEMBIAYAAN

Penggunaan SiLPA tahun sebelumnya 98.196.733.350,00 74.972.670.064,00

Pencairan Dana Cadangan

Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang

Dipisahkan

Pinjaman Dalam Negeri

Penerimaan Kembali Pinjaman 150.000.000,00 1.120.000.000,00

Penerimaan Piutang Daerah 1.916.772.000,00 275.000.000,00

Jumlah Penerimaan Pembiayaan 100.263.505.350,00 76.367.670.064,00

PENGELUARAN PEMBIAYAAN

Page 18: Tubes Pengek Smt 2

Pembentukan Dana Cadangan

Penyertaan Modal Pemerintah Daerah 500.000.000,00 3.000.000.000,00

Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri -

Pemerintah Pusat

761.652.155,00 561.652.155,00

Pemberian Pinjaman Daerah

Jumlah Pengeluaran Pembiayaan 1.261.652.155,00 3.561.652.155,00

PEMBIAYAAN NETTO 99.001.853.195,00 72.806.017.909,00

Membandingkan APBD Kota Yogyakarta pada tahun 2010 dan 2011, dapat disimpulkan

bahwa baik pendapatan maupun pembelanjaan Kota Yogyakarta keduanya mengalami

peningkatan. Pada tahun 2011, Pendapatan Kota Yogyakarta mengalami kenaikan sebesar

99.929.781.746,00 menjadi 917.982.098.731,00 dari sebelumnya 818.052.316.985,00. Begitu

pula dengan belanja daerahnya. Belanja daerah naik sebesar 73.733.946.460, menjadi

990.788.116.640,00 dari semula 917.054.170.180,00.

Meskipun terjadi kenaikan pendapatan, APBD Kota Yogyakarta masih mengalami defisit

anggaran. Hal ini dikarenakan penerimaan yang lebih sedikit daripada pembelanjaan daerah.

Namun defisit ini nominalnya menurun dibanding tahun sebelumnya.

Page 19: Tubes Pengek Smt 2

Bab IV

Kesimpulan

1. PDRB meningkat dilihat dari pengertian produksi, yaitu jumlah nilai produk barang dan

jasa akhir yang dihasilkan oleh kesembilang unit produksi dalam Kota Yogayakarta

meningkat dari tahun ke tahun, dalam hal ini tahun 2008 sebagai tahun dasarnya.

2. Terjadi pertumbuhan ekonomi dengan tren positif. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan

PDRB yang kemudian menghasilkan pendapatan masyarakat. Salah satu hal yang memicu

ialah adanya pertumbuhan penduduk yang jumlahnya turut disumbang oleh migran yang

masuk ke dalam Kota Yogyakarta. Hal ini terlihat dari perkembangan PDRB di bidang

transportasi; bangunan; listrik, air, dan gas; keuangan; perdagangan, dan perhotelan.

Sedangkan faktor teknologi tidak terlalu tampak dilihat dari bidang industri pengolahan

yang justru sangat menurun drastis jumlahnya.

3. Dilihat dari nilainya, penyumbang kenaikan PDRB terbesar berasal dari sektor

Perdagangan, Hotel dan Restoran, diikuti oleh sektor Pengangkutan dan Transportasi.

Sementara jika dilihat dari besarnya persentase perubahan, kenaikan terbesar terjadi pada

sektor Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan, dengan sektor Pengangkutan dan

Transportasi pada urutan kedua.

4. Laju inflasi di Kota Yogyakarta termasuk inflasi ringan karena nilainya di bawah 10% dan

relatif normal jika dibandingkan dengan inflasi yang terjadi pada Indonesia pada tahun

yang sama. Hal ini menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi di Kota Yogyakarta.

5. Baik pendapatan maupun pembelanjaan Kota Yogyakarta keduanya mengalami

peningkatan.

6. Oleh karena hal-hal di atas, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi di kota

Yogyakarta mengalami peningkatan dan kinerja pemerintah dalam hal ekonomi sudah

cukup baik.

Page 20: Tubes Pengek Smt 2

Daftar Pustaka

BPS Kota Yogyakarta. www.jogjakota.bps.go.id

_____. Tanpa Tahun. Pertumbuhan Ekonomi. Dalam:

http://almasdi.unri.ac.id/bahan_ajar/Ekonomi_Pembangunan/Pertemuan_3_pertumbuha

n%20ekonomi.pdf. Diakses Jum’at, 20 Juni 2014.

_____. Tanpa Tahun. Pengertian Inflasi. http://www.ut.ac.id/. Diakses Jum’at, 20 Juni 2014.

_____. 2012. Pengertian APBN dan APBD. http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/.

Diakses Jum’at, 20 Juni 2014.

Ahira, Anne. Tanpa Tahun. Perkembangan Inflasi di Indonesia. Dalam:

www.anneahira.com/perkembangan-inflasi-di-indonesia.htm+&cd=8&hl=id&ct=clnk.

Diakses Jum’at, 20 Juni 2014.

Bancin, RE. 2012. Pembangunan Ekonomi. Dalam: repository.usu.ac.id. Diakses Jum’at, 20 Juni

2014.

Kota Yogyakarta dalam Angka 2012.

Kota Yogyakarta dalam Angka 2012.

Kota Yogyakarta dalam Wikipedia. www.id.wikipedia.org. Diunduh Jumat, 20 Juni 2014.

Manik, IRT. 2011. Pertumbuhan Ekonomi. Dalam: repository.usu.ac.id/. Diakses Jum’at, 20 Juni

2014.

Profil Keuangan Kota Jogja dalam Jogjakota. Jogjakota.go.id/profile/keuangan. Diunduh Jumat,

20 Juni 2014.

Ritonga, T. 2011. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dalam:

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26961/4/Chapter%20II.pdf. Diakses Jum’at,

20 Juni 2014.