Download - Bab i,II,III,IV,V
FDM-04 UJI PUNTIR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tegangan geser terjadi secara paralel pada bidang material, berbeda
dengan tegangan normal yang tegak lurus dengan bidang. Kondisi tegangan
geser dapat terjadi dengan melakukan geseran secara langsung (direct shear)
dan tegangan puntir (torsional stress). Fenomena geseran secara langsung
dapat dilihat pada saat menancapkan paku ke balik kayu. Pada setiap
permukaan di paku dan di kayu yang bersinggungan langsung dengan paku
akan mengalami geseran secara langsung. Sedangkan fenomena teganga
puntiran dapat terjadi apabila suatu specimen mengalami momen torsi.
Dengan adanya tegangan geser, maka respon yang diterima material pun
berbeda.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan laporan ini bertujuan untuk membantu praktikan lebih memahami
tentang praktikum uji puntir dan mengetahui hasil dari praktikum uji puntir
1
FDM-04 UJI PUNTIR
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tujuan Praktikum
1. Mengetahui standar dan prosedur uji puntir.
2. Mengetahui pengaruh tegangan geser terhadap sifat mekanik material.
3. Mampu menghitung besaran-besaran sifat mekanik material dari uji puntir.
4. Menganalisis perbandingan hasil pengukuran dengan data teoritis.
2.1.1 Maksud dari tujuan praktikum
1. Mengetahui standar dan prosedur yang sudah ditetapakan.
2. Mengetahui reaksi apa yang akan ditimbulkan oleh specimen ketika diberi tegangan geser.
3. Mampu mengolah data-data yang sudah didapat dari percobaan uji puntir.
4. Mampu menganalisis perbandingan yang terdapat pada hasil pengukuran dan perhitungan dengan data teoritis.
2.2 Teori Dasar
Tegangan geser bisa terjadi akibat adanya gaya lintang atau momen puntir yang bekerja pada suatu benda. Perbedaan dengan tegangan normal adalah letak dari gayanya. Untuk tegangan normal letak gayanya adalah tegak lurus terhadap bidangnya, sedangkan untuk tegangan geser letak gayanya adalah sejajar dengan bidangnya.
Contoh tegangan geser akibat momen puntir atau torsi sering kita temui pada kehidupan sehari-hari seperti propeller shaft pada kendaraan roda 4, axle, poros pada turbin dan masih banyak lainnya. Pada contoh yang telah disebutkan, apabila material dan dimensi yang dipilih tidak sesuai dengan kondisi beban yang terjadi maka akan terjadi puntiran yang melebihi batas sehingga terjadi puntiran plastis dan lama kelamaan akan menyebabkan
2
FDM-04 UJI PUNTIR
patah. Untuk itu kita perlu mengetahui batasan pada kondisi mana material tersebut masih aman pada beban puntir yang ada.
Rumus tegangan untuk batang padat adalah :
Sedangkan Momen Inersia Puntir (Ip) untuk silinder penampang pejal adalah :
Dan untuk menghitung sudut puntiran yang terjadi adalah :
3
Gambar 2.1 Ilustrasi tegangan puntir
Sumber : https://www.academia.edu/8413604/Laporan-Puntir
τ = T CIp
I p= π32
D4
Ɵ = T . LI p . G
(rad)
FDM-04 UJI PUNTIR
2.3 Kurva Tegangan vs Regangan
Kekuatan bahan bukanlah kriteria satu-satunya yang harus
diperhitungkan dalam perencanaan struktur. Kekakuan bahan selalu sama
pentingnya. Dengan derajat lebih kecil, sifat seperti kekerasan, ketangguhan,
dan keliatan menetapkan pemilihan bahan sifat ini ditetapkan dengan
membuat pengujian bahan dan membandingkan hasilnya dengan standar yang
telah ada.
Gaya luar (eksternal) yang diberikan pada suatu benda harus diimbangi
oleh gaya penentang yang ada di dalam bahan. Bahan yang mempunyai gaya
internal tadi dikatakan berada dalam keadaan tegang. Untuk lebih mengerti
hakekat gaya internal ini, marilah kita perhatikan apa yang terjadi bila suatu
benda diberi beban. Mula-mula harus ditegaskan bahwa dalam praktek,
semua beban bekerja sedikit demi sedikit. Proses pembebanan ini dapat
diselesaikan dalam selang waktu yang sangat singkat, namun tak akan pernah
sesaat.
Bila gaya dikenakan pada suatu benda, maka bentuk benda akan
berubah dan molekul-molekulnya bergeser sedikit dari posisi awalnya.
Pergeseran ini mengakibatkan timbulnya gaya-gaya antar molekul, yang
tergabung untuk menentang gaya yang ditimbulkan oleh beban tadi. Bila
beban bertambah, perubahan bentuk benda makin besar dan gaya-gaya antar
molekul juga bertambah sampai pembebanan mencapai harga akhirnya.
Gaya-gaya di dalam benda mengadakan reaksi yang sama dan
berlawanan, sehingga keadaan setimbang tercapai. Bahan sekarang dalam
keadaan tegang dan terenggang. Dapat dilihat nanti bahwa kedua keadaan ini
pasti berhubungan, tegangan dalam bahan harus didampingi regangan dan
sebaliknya. Untuk menyederhanakan perhitungan, seringkali lebih mudah bila
diperhatikan „benda tegar‟, namun ini hanya merupakan suatu konsep; karena
ada bahan yang tegar sempurna, dan tidak ada benda nyata yang dapat
menahan beban,tanpa sebelumnya mengalami perubahan bentuk.
4
FDM-04 UJI PUNTIR
Bila benda berbeban yang disebutkan diatas dibagi menjadi dua oleh
suatu bidang khayal, maka tiap bagian harus berada dalam keadaan setimbang
karena pengaruh gaya luar yang bekerja padanya dan gaya-gaya internal
(yaitu gaya antar molekul) yang bekerja pada bidang khayal ini. Intensitas
tegangan (untuk mudahnya biasanya disebut „tegangan‟) di suatu titik pada
bidang, didefinisikan sebagai gaya internal per satuan luas.
Tegangan dibedakan menjadi dua jenis. Bila gaya internal tegak lurus
pada bidang yang diamati, maka didapat tegangan normal atau langsung, dan
sesuai dengan arah gaya, dapat bersifat tarik (tensile) atau mampat
(compressive). Bila gaya internal sejajar dengan bidang yang diamati, didapat
tegangan tangensial atau geser. Seringkali resultan gaya pada elemen luasan
membentuk sudut dengan bidang luasnya. Dalam keadaan semacam itu, gaya
tersebut diuraikan menjadi komponen normal dan tangensial, serta
menghasilkan kombinasi tegangan-tegangan normal geser.
Perubahan bentuk benda yang terjadi pada keadaan tegang disebut
regangan. Ada dua macam regangan. Bahan dapat membesar atau mengecil
dan menghasilkan regangan normal atau lapisan-lapisan bahan dapat bergeser
yang satu terhadap yang lain dan menghasilkan regangan geser. Untuk batang
dalam keadaan tarik atau komprensi sederhana, akibat yang paling jelas
terlihat adalah perubahan panjang batang, yaitu regangan normal. Intensitas
regangan (biasanya disebut „regangan‟ saja) untuk regangan normal,
didefinisikan sebagai perbandingan perubahan ukuran terhadap ukuran
semula.
5
Gambar 2.2 Kurva Tegangan vs ReganganSumber :
https://www.academia.edu/8413604
FDM-04 UJI PUNTIR
2.3.1 Sifat Mekanik Material
Sifat mekanik material, merupakan salah satu faktor terpenting
yang mendasari pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Sifat
mekanik dapat diartikan sebagai respon atau perilaku material terhadap
pembebanan yang diberikan, dapat berupa gaya, torsi atau gabungan
keduanya. Dalam prakteknya pembebanan pada material terbagi dua
yaitu beban statik dan beban dinamik. Perbedaan antara keduanya
hanya pada fungsi waktu dimana beban statik tidak dipengaruhi oleh
fungsi waktu sedangkan beban dinamik dipengaruhi oleh fungsi waktu.
Untuk mendapatkan sifat mekanik material, biasanya dilakukan
pengujian mekanik. Pengujian mekanik pada dasarnya bersifat merusak
(destructive test), dari pengujian tersebut akan dihasilkan kurva atau
data yang mencirikan keadaan dari material tersebut.
Setiap material yang diuji dibuat dalam bentuk sampel kecil atau
spesimen. Spesimen pengujian dapat mewakili seluruh material apabila
berasal dari jenis, komposisi dan perlakuan yang sama. Pengujian yang
tepat hanya didapatkan pada material uji yang memenuhi aspek
ketepatan pengukuran, kemampuan mesin, kualitas atau jumlah cacat
pada material dan ketelitian dalam membuat spesimen. Sifat mekanik
tersebut meliputi antara lain: kekuatan tarik, ketangguhan, kelenturan,
keuletan, kekerasan, ketahanan aus, kekuatan impak, kekuatan mulur,
kekeuatan leleh dan sebagainya.
Sifar-sifat mekanik material yang perlu diperhatikan:
Tegangan yaitu gaya diserap oleh material selama berdeformasi
persatuan luas.
Regangan yaitu besar deformasi persatuan luas.
Modulus elastisitas yang menunjukkan ukuran kekuatan material.
Kekuatan yaitu besarnya tegangan untuk mendeformasi material
atau kemampuan material untuk menahan deformasi.
Kekuatan luluh yaitu besarnya tegangan yang dibutuhkan untuk
mendeformasi plastis.
6
FDM-04 UJI PUNTIR
Kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum yang berdasarkan pada
ukuran mula.
Keuletan yaitu besar deformasi plastis sampai terjadi patah.
Ketangguhan yaitu besar energi yang diperlukan sampai terjadi
perpatahan.
Kekerasan yaitu kemampuan material menahan deformasi plastis
lokal akibat penetrasi pada permukaan.
2.4 Momen
Momen adalah kecenderungan sebuah gaya untuk memutar sebuah
benda di sekitar sumbu tertentu dari benda tersebut. Didefinisikan sebagai
perkalian besar gaya F dengan jarak tegak lurus d.
Arah momen gaya tergantung dari perjanjian, misalnya searah jarum jam
(CW/clockwise) atau berlawanan arah jarum jam (CCW/contraclockwise).
Begitu pula dengan perjanjian tanda positif dan negatif dari CCW atau CW.
Teorema Varignon
Momen sebuah gaya terhadap sebuah sumbu sama dengan jumlah
momen komponen gaya itu terhadap sumbu yang bersangkutan. Berarti
kecenderungan suatu benda berputar dipengaruhi oleh garis kerja serta
besarnya gaya yang bekerja terhadap benda tersebut. Sehingga salah satu
syarat kesetimbangan benda selain jumlah gaya-gaya yang bekerja pada
benda tersebut adalah 0 yaitu sigma dari momen gaya-gaya yang bereaksi
pada benda, dihiutng terhadap suatu sumbu, haruslah nol.
Bila gaya-gaya dinyatakan dalam komponen-komponennya, momen gaya
tersebut terhadap suatu sumbu dapat diperoleh dengan menghitung momen
dari komponen-komponen secara terpisah, masing-masing dengan lengan
momen yang bersangkutan dan menjumlahkan hasilnya.
7
M = F x d
FDM-04 UJI PUNTIR
2.5 Torsi
Konsep torsi dalam fisika juga disebut momen diawali dari kerja
Archimedes dalam lever. Informalnya, torsi dapat dipikir sebagai gaya
rotasional. Analog rotational dari gaya, masa, dan percepatan adalah torsi,
momen inersia dan percepatan angular. Gaya yang bekerja pada lever,
dikalikan dengan jarak dari titik tengah lever, adalah torsi. Contohnya, gaya
dari tiga newton bekerja sepanjang dua meter dari titik tengah mengeluarkan
torsi yang sama dengan satu newton bekerja sepanjang enam meter dari titik
tengah. Ini menandakan bahwa gaya dalam sebuah sudut pada sudut yang
tepat kepada lever lurus. Lebih umumnya, seseorang dapat mendefinisikan
torsi sebagai perkalian silang:
Dimana :
r adalah vektor dari axis putaran ke titik di mana gaya bekerja
F adalah vektor gaya.
2.6 Tegangan
Kekuatan bahan bukanlah kriteria satu-satunya yang harus
diperhitungkan dalam perencanaan struktur. Kekakuan bahan selalu sama
pentingnya. Dengan derajat lebih kecil, sifat seperti kekerasan, ketangguhan,
dan keliatan menetapkan pemilihan bahan sifat ini ditetapkan dengan
membuat pengujian bahan dan membandingkan hasilnya dengan standar yang
telah ada.
Gaya luar (eksternal) yang diberikan pada suatu benda harus diimbangi
oleh gaya penentang yang ada di dalam bahan. Bahan yang mempunyai gaya
internal tadi dikatakan berada dalam keadaan tegang. Untuk lebih mengerti
hakekat gaya internal ini, marilah kita perhatikan apa yang terjadi bila suatu
benda diberi beban. Mula-mula harus ditegaskan bahwa dalam praktek,
semua beban bekerja sedikit demi sedikit. Proses pembebanan ini dapat
diselesaikan dalam selang waktu yang sangat singkat, namun tak akan pernah
sesaat.
8
FDM-04 UJI PUNTIR
Bila gaya dikenakan pada suatu benda, maka bentuk benda akan
berubah dan molekul-molekulnya bergeser sedikit dari posisi awalnya.
Pergeseran ini mengakibatkan timbulnya gaya-gaya antar molekul, yang
tergabung untuk menentang gaya yang ditimbulkan oleh beban tadi. Bila
beban bertambah, perubahan bentuk benda makin besar dan gaya-gaya antar
molekul juga bertambah sampai pembebanan mencapai harga akhirnya.
Gaya-gaya di dalam benda mengadakan reaksi yang sama dan
berlawanan, sehingga keadaan setimbang tercapai. Bahan sekarang dalam
keadaan tegang dan terenggang. Dapat dilihat nanti bahwa kedua keadaan ini
pasti berhubungan, tegangan dalam bahan harus didampingi regangan dan
sebaliknya. Untuk menyederhanakan perhitungan, seringkali lebih mudah
bila diperhatikan benda tegar, namun ini hanya merupakan suatu konsep
karena ada bahan yang tegar sempurna, dan tidak ada benda nyata yang dapat
menahan beban, tanpa sebelumnya mengalami perubahan bentuk.
Bila benda berbeban yang disebutkan diatas dibagi menjadi dua oleh
suatu bidang khayal, maka tiap bagian harus berada dalam keadaan setimbang
karena pengaruh gaya luar yang bekerja padanya dan gaya-gaya internal
(yaitu gaya antar molekul) yang bekerja pada bidang khayal ini. Intensitas
tegangan (untuk mudahnya biasanya disebut tegangan) di suatu titik pada
bidang, didefinisikan sebagai gaya internal per satuan luas.
Tegangan dibedakan menjadi dua jenis. Bila gaya internal tegak lurus
pada bidang yang diamati, maka didapat tegangan normal atau langsung, dan
sesuai dengan arah gaya, dapat bersifat tarik (tensile) atau mampat
(compressive). Bila gaya internal sejajar dengan bidang yang diamati, didapat
tegangan tangensial atau geser. Seringkali resultan gaya pada elemen luasan
membentuk sudut dengan bidang luasnya. Dalam keadaan semacam itu, gaya
tersebut diuraikan menjadi komponen normal dan tangensial, serta
menghasilkan kombinasi tegangan-regangan normal geser.
2.6.1 Tegangan Normal
Tegangan normal terjadi akibat adanya reaksi yang
diberikan pada benda. Jika gaya dalam diukur dalam N,
9
FDM-04 UJI PUNTIR
sedangkan luas penampang dalam m2, maka satuan tegangan
adalah N/m2 atau dyne/cm2.
2.6.1a Akibat Beban Aksial
Tegangan normal akibat beban aksial adalah
tegangan yang di akibatkan oleh beban akibat beban
dengan arah aksial. Berikut beberapa contoh Tegangan
normal akibat beban aksial :
Tegangan Tarik
Tegangan tarik pada umumnya terjadi pada
rantai, tali, paku keling, dan lain-lain. Rantai yang
diberi beban W akan mengalami tegangan tarik
yang besarnya tergantung pada beratnya.
10
Gambar 2.3 Tegangan Normal
Sumber : https://www.academia.edu/8413604/Laporan
-Puntir
Gambar 2.4 Tegangan tarik
Sumber : https://www.academia.edu/8413604/Laporan-Puntir
FDM-04 UJI PUNTIR
Tegangan Tekan
Tegangan tekan terjadi bila suatu batang diberi gaya
F yang saling berlawanan dan terletak dalam satu garis
gaya. Misalnya, terjadi pada tiang bangunan yang belum
mengalami tekukan, porok sepeda, dan batang torak.
Tegangan tekan dapat ditulis:
2.6.1b Akibat Momen Lentur
Adalah tegangan yang diakibatkan oleh momen
yang ditimbulkan oleh gaya luar.
Contohnya :
Tegangan Lentur.
Menurut teori lentur sederhana, distribusi
tegangan di dalam penampang yang mendukung
momen lentur dinyatakan dengan persamaan :
dengan :
fy = Tegangan lentur
M = Momen pada penampang yang ditinjau.
y = Jarak serat ke pusat berat penampang.
11
Gambar 2.5 Tegangan Tekan
Sumber : https://www.academia.edu/8413604/Laporan-Puntir
FDM-04 UJI PUNTIR
I = Momen inersia (kelembamam).
Persamaan berlaku untuk penampang yang masih
elastis dan batas berlakunya sampai dengan serat terluar
mencapai tegangan leleh. Persamaan tidak berlaku bila
sebagaian atau seluruh telah menjadi plastis.
Selanjutnya akan ditinjau tegangan yang terjadi
pada salah satu potongan balok yang penampangnya
persegi empat dan mendukung momen lentur bertahap,
dari nol hingga seluruh seratnya mencapai tegangan
leleh, distribusi tegangan ditunjukan dengan gambar 1.b.
Pada kondisi ini distribusi tegangan masih linier.
2.6.2 Tegangan geser
Tegangan geser terjadi jika suatu benda bekerja dengan dua gaya yang berlawanan arah, tegak lurus sumbu batang, tidak segaris gaya namun pada penampangnya tidak terjadi momen. Tegangan ini banyak terjadi pada konstruksi. Misalnya: sambungan keling, gunting, dan sambungan baut.
12
Gambar 2.6 Distribusi tegangan akibat lentur
Sumber: http://2.bp.blogspot.com/_mtqdXtBbm5E/TGaQvNxBbwI/AAAAAAAAAPM/jTP5-NbhQFc/s1600/5.gif
FDM-04 UJI PUNTIR
Tegangan geser terjadi karena adanya gaya radial F yang
bekerja pada penampang normal dengan jarak yang relatif kecil,
maka pelengkungan benda diabaikan. Untuk hal ini tegangan
yang terjadi adalah Apabila pada konstruksi mempunyai n buah
paku keling, maka sesuai dengan persamaan dibawah ini
tegangan gesernya adalah
2.6.2a Akibat gaya lintang
Adalah tegangan geser yang timbul akibat reaksi
gaya dalam terhadap gaya luar yang
diberikan.contohnya :
13
Gambar 2.7 Tegangan geser pada baut
Sumber : https://www.academia.edu/8413604/Laporan-Puntir
FDM-04 UJI PUNTIR
2.6.2b Akibat momen puntir
TeganganTorsi (Puntir)
Terkadang suatu komponen struktur menerima
puntiran, kopel punter atau momen puntiran.
Puntiran tersebut menimbulkan tegangan geseran yang
disebut sebagai tegangan geser puntir.
Tegangan puntir sering terjadi pada poros
roda gigi dan batang-batang torsi pada mobil, juga
saat melakukan pengeboran. Jadi, merupakan
tegangan tangensial.
14
Gambar 2.8 Tegangan geser akibat gaya lintang
Sumber : https://www.academia.edu/8413604/Laporan-Puntir
Gambar 2.9 Tegangan Torsi
Sumber : https://www.academia.edu/8413604/Laporan-Puntir
FDM-04 UJI PUNTIR
2.7 Regangan
Perubahan bentuk benda yang terjadi pada keadaan tegang disebut
regangan. Ada dua macam regangan. Bahan dapat membesar atau mengecil
dan menghasilkan regangan normal atau lapisan-lapisan bahan dapat bergeser
yang satu terhadap yang lain dan menghasilkan regangan geser. Untuk batang
dalam keadaan tarik atau komprensi sederhana, akibat yang paling jelas
terlihat adalah perubahan panjang batang, yaitu regangan normal. Intensitas
regangan (biasanya disebut regangan saja) untuk regangan normal,
didefinisikan sebagai perbandingan perubahan ukuran terhadap ukuran
semula.
2.8 Defleksi
Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y akibat
adanya pembebanan vertical yang diberikan pada balok atau
batangDeformasi pada balok secara sangat mudah dapat dijelaskan
berdasarkan defleksi balok dari posisinya sebelum mengalami pembebanan.
efleksi diukur dari permukaan netral awal ke p sisi netral setelah terjadi
deformasi. Konfigurasi yang diasumsikan dengan deformasi permukaan
netral dikenal sebagai kurva elasti dari balok. Gambar 1(a) memperlihatkan
balok pada posisi awal sebelum terjadi deformasi dan Gambar 1(b) adalah
balok dalam konfigurasi terdeformasi yang diasumsikan akibat aksi
pembebanan.
15
Gambar 2.10 Regangan
Sumber :
FDM-04 UJI PUNTIR
2.9 Jenis-jenis tumpuan
Tumpuan Rol
Alat ini mampu melawan gaya-gaya dalam suatu garis aksi yang
spesifik. Tumpuan Rol merupakan tumpuan yang mampu menahan gaya
dalam arah vertikal. Penghubung yang terlihat pada gambar dibawah ini
dapat melawan gaya hanya dalam arah AB rol. Pada gambar dibawah
hanya dapat melawan beban vertical.
F
Ray
16
Gambar 2.11 (a)Balok sebelum terjadi deformasi,(b)Balok dalam konfigurasiterdeformasi
Sumber : http://bambangpurwantana.staff.ugm.ac.id/KekuatanBahan
Gambar 2.12 Tumpuan roll
Sumber :
Gambar 2.13 DBB tumpuan roll
FDM-04 UJI PUNTIR
Tumpuan Pin (Engsel)
Tumpuan yang berpasak mampu melawan gaya yang bekerja
dalam setiap arah dari bidang. Jadi pada umumnya reaksi pada suatu
tumpuan seperti ini mempunyai dua komponen yang satu dalam arah
horizontal dan yang lainnya dalam arah vertikal. Tidak seperti pada
perbandingan tumpuan rol atau penghubung,maka perbandingan antara
komponen-komponen reaksi pada tumpuan yang terpasak tidaklah tetap.
Untuk menentukan kedua komponen ini, dua buah komponen statika
harus digunakan.
F
F
Rax
Ray
Tumpuan Jepit
Tumpuan jepit ini mampu melawan gaya dalam setiap arah, baik
arah vertikan dan horizontal dan juga mampu melawan suaut kopel
atau momen. Secara fisik,tumpuan ini diperoleh dengan membangun
sebuah balok ke dalam suatu dinding batu bata. Mengecornya ke
dalam beton atau mengelas ke dalam bangunan utama. Suatu
komponen gaya dan sebuah momen.
17
Gambar 2.14 Tumpuan Pin
Gambar 2.15 DBB Tumpuan Pin
Gambar 2.16 Tumpuan Jepit
Gambar 2.17 DBB Tumpuan Jepit
FDM-04 UJI PUNTIR
F
F
M
2.10 Penurunan rumus inersia polar
Gambar di atas menunjukkan dua jenis penampang lintang poros yang
banyak dijumpai dalam praktek. Menurut persamaan (3.5) besarnya inersia poler
adalah :
I P=∫Ri
Ro
r2(2 πr . dr )
I p=2 π|r4|Ro
Ri
18
Gambar 2.18. Penampang lingkaran
Sumber : http://tazziemania.wordpress.com
/link-tazzie/
FDM-04 UJI PUNTIR
I p=π2|r4|Ro
R i
Untuk poros pejal Gambar 3.2(a), jari-jari dalam (inner radius) Ri = 0 dan
jari-jari luar (outer radius) Ro = R = D/2 , maka, besarnya inersia poler menurut
persamaan (3.9) menjadi
I p=π2|r4|R
0
I p=π2|R4−0|
I p=π2|R4−0|
I p=π2
R4
I p=π2
x (D2 )
4
I p=π2
xD4
16
2.11 Aplikasi uji puntir di dunia industry
Alat uji puntir biasa digunakan oleh industri untuk pengukuran dan
mendapatkan data kekuatan puntir suatu aplikasi, sehingga standar yang
ingin diketahui dapat diterima dan diketahui.
2.12 Instalasi percobaan
Pengujian dilakukan menggunakan alat uji puntir TQ-STR6
Torsional, seperti yang ditampilkan pada gambar 2.18. Dudukan benda uji
dijepit oleh chuck pada kedua ujungnya. Benda uji yang digunakan pada
percobaan ini adalah batang baja, kuningan dan stainless steel 201.
19
I p=π32
x D 4
FDM-04 UJI PUNTIR
Alat ini memungkinkan mahasiswa untuk melakukan percobaan
dalam pemberian torsi, yaitu dengan memutar tuas load tumbwheel yang
ada pada salah satu ujung material dan ujung yang satunya dihubungkan
dengan strain gage sehingga besarnya gaya yang diberikan pada material
tersebut dapat dibaca pada digital force display. Maka dengan diberinya
gaya yang dikalikan dengan jarak R menjadi torsi tersebut. Sudut puntir
dapat dilihat pada protactor scale (penunjuk sudut puntiran)
2.13 Prosedur percobaan
Prosedur percobaan alat pengujian momen puntir (STR6)
Langkah –langkah yang dilakukan dalam pengujian adalah sebagai berikut :
1. Siapkan alat pengujian beserta Digital force display, kunci chuck, dan
specimen.
20
Gambar 2.19 Instalasi Instalasi Percobaan Uji Puntir
FDM-04 UJI PUNTIR
2. Hubungkan Digital force display dengan sensor pada alat pengujian.
3. Hubungkan Digital force display tersebut dengan arus listrik. Lalu periksa
apakah Digital force display sudah terpasang dengan baik.
4. Siapkan specimen uji dan ukur dimensi specimen tersebut.
5. Letakan kedua ujung specimen pada chuck yang ada di alat pengujian
dengan ukuran yang sudah ditentukan. Lalu kunci kedua chuck tersebut.
6. Beri pembebanan sesuai gaya atau sudut yang ditentukan. Lalu lihat hasil
pada Digital force display (untuk gaya) dan Protactor scale (untuk sudut).
7. Masukan data yang akan diambil pada table pengamatan
8. Lakukan percobaan untuk spesimen, panjang dan gaya yang berbeda.
21
Gambar 3.2 alat yang digunakan
FDM-04 UJI PUNTIR
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Proses Pengujian
22
Gambar 3.1 Spesimen yang digunakan
Gambar 3.3 digital force display
Gambar 3.4 memasukan specimen ke dalam alat
FDM-04 UJI PUNTIR
23
Gambar 3.5 memberikan gaya ke spesimen
Gambar 3.6 melihat gaya yang dibeikan pada digital force dispay
FDM-04 UJI PUNTIR
24
FDM-04 UJI PUNTIR
3.2 Data pengamatan
Data pengamatan dengan panjang yang sama
Baja
NoG σy
Diameter
F L Ɵ
(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 79,6 250 3,3 6,7 370 102 79,6 250 3,3 9,4 370 15
3.1 Baja dengan panjang sama
Stainless Steel 1
NoG σy Diameter F L Ɵ
(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 74,1 276 3,1 6,7 370 52 74,1 276 3,1 11,6 370 10
3.2 Stainless Steel 1 dengan panjang sama
Stainless Steel 2
NoG σy Diameter F L Ɵ
(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 74,1 276 4 3,6 370 72 74,1 276 4 2,4 370 14
3.3 Stainless Steel 2 dengan panjang sama
Brass 1
NoG σy Diameter F L Ɵ
(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 38 239,69 4,1 3,4 370 202 38 239,69 4,1 5,3 370 28
3.4 Brass 1 dengan panjang sama
Brass 2
NoG σy Diameter F L Ɵ
(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 38 239,69 4,1 3,4 370 202 38 239,69 4,1 5,3 370 28
3.5 Brass 2 dengan panjang sama
25
FDM-04 UJI PUNTIR
Data pengamatan dengan Ɵ yang sama
Baja
NoG σy
Diameter
F L Ɵ
(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 79,6 250 3,3 6,8 520 152 79,6 250 3,3 9,1 340 15
3.6 Baja dengan Ɵ sama
Stainless Steel 1
NoG σy
Diameter
F L Ɵ
(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 74,1 276 3,1 7,9 480 152 74,1 276 3,1 14 310 15
3.7 Stainless Steel 1 dengan Ɵ sama
Stainless Steel 2
NoG σy
Diameter
F L Ɵ
(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 74,1 276 4 6,3 440 152 74,1 276 4 9,3 270 15
3.8 Stainless Steel 2 dengan Ɵ sama
Brass 1
NoG σy
Diameter
F L Ɵ
(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 38 239,69 4,1 11,7 260 152 38 239,69 4,1 8,5 460 15
3.9 Brass 1 dengan Ɵ sama
Brass 2
NoG σy
Diameter
F L Ɵ
(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 38 239,69 3,1 3,5 300 152 38 239,69 3,1 3,1 350 15
3.10 Brass 2 dengan Ɵ sama
26
FDM-04 UJI PUNTIR
3.4 Tabel hasil pengolahan data
Pengolahan data hasil percobaan dengan panjang yang sama
BajaNo
F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error
1 17.64 0.0474 7.62 10 0.2382 17.64 0.0666 10.31 15 0.312
Tabel 3.11 Baja dengan panjang yang sama
Stainless Steel 1No
F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error
1 34.66 0.0966 3.78 5 0.2442 34.66 0.0461 6.58 10 0.34
Tabel 3.12 Stainless Steel 1 dengan panjang yang sama
Stainless Steel 2No
F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error
1 15.5 0.0382 5.67 7 0.0092 15.5 0.0255 3.78 14 0.007
Tabel 3.13 Stainless Steel 2 dengan panjang yang sama
Brass 1No
F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error
1 32.436 0.028 7.84 11 0.2872 32.436 0.046 12.56 22 0.429
Tabel 3.14 Brass 1 dengan panjang yang sama
Brass 2No
F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error
1 14.02 0.029 10.42 20 0.472 14.02 0.0453 16.27 28 0.41
Tabel 3.15 Brass 2 dengan panjang yang sama
27
FDM-04 UJI PUNTIR
Pengolahan data hasil percobaan dengan Ɵ yang sama
Baja (Ɵ sama)No
F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error
1 17.64 0.0481 10.93 15 0.272 17.64 0.0644 9.56 15 0.36
Tabel 3.16 Baja dengan Ɵ sama
Stainless Steel 1No
F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error
1 34.66 0.0314 5.78 15 0.6142 34.66 0.0557 6.64 15 0.55
Tabel 3.17 Stainless Steel 1 dengan Ɵ sama
Stainless Steel 2No
F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error
1 15.5 0.053 11.8 15 0.2132 15.5 0.079 10.3 15 0.313
Tabel 3.18 Stainless Steel 2 dengan Ɵ sama
Brass 1No
F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error
1 32.436 0.0432 8.25 15 0.452 32.436 0.031 10.59 15 0.294
Tabel 3.19 Brass 1 dengan Ɵ sama
Brass 2No
F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error
1 14.02 0.879 256 15 0.9412 14.02 0.779 265 15 0.94
Tabel 3.20 Brass 2 dengan Ɵ sama
28
FDM-04 UJI PUNTIR
3.5 Grafik
350 400 450 500 550 600 650 700 7500123456789
10
Spesimen Baja ( L sama dan θ berbeda )
1. Spesimen Baja ( L sama dan θ berbeda )
Grafik 3.1 spesimen baja dengan panjang yang sama
350 400 450 500 550 600 650 700 7500
2
4
6
8
10
12
14
Spesimen Stainless Steel 1 ( L sama dan θ berbeda )
3. Spesimen Stainless Steel 1 ( L sama dan θ berbeda )
Grafik 3.2 spesimen Stainless steel 1 dengan panjang sama
29
FDM-04 UJI PUNTIR
350 400 450 500 550 600 650 700 7500
0.51
1.52
2.53
3.54
Spesimen Stainless Steel 2 ( L sama dan θ berbeda )
4. Spesimen Stainless Steel 2 ( L sama dan θ berbeda )
Grafik 3.3 Spesimen stainless steel 2 dengan panjang yang sama
350 400 450 500 550 600 650 700 7500
1
2
3
4
5
6
Spesimen Brass ( L sama dan θ berbeda )
7. Spesimen Brass ( L sama dan θ berbeda )
Grafik 3.4 spesimen kuningan 1 dengan panjang yang sama
30
FDM-04 UJI PUNTIR
350 400 450 500 550 600 650 700 7500
1
2
3
4
5
6
spesimen brass 2 dengan panjang yang sama
spesimen brass 2 dengan panjang yang sama
Grafik 3..5 Spesimen Brass 2 dengan panjang yang sama
200 250 300 350 400 450 500 5500
2
4
6
8
10
12
14
16
bajastainless steel 2stainless steelbrassbrass 2
Grafik 3.6 Spesimen baja, SS, Brass dengan Ɵ yang sama
31
FDM-04 UJI PUNTIR
BAB IV
ANALISA
Terjadi perbedaan antara hasil percobaan dan hasil perhitungan di hampir
semua perhitungan.
Adanya perbedaan antara θ pada baja dan θ pada kuningan , dikarenakan
perbedaan Modulus Geser antara baja dan kuningan
Pada percobaan kuningan terjadi error yang lebih besar kemungkinan
dikarenakan kesalahan penglihatan ketika mengambil data sudut θ.
Dengan F yang sama ,θ kuningan lebih besar dibanding dengan baja
kemungkinan dikarenakan, σyield baja lebih tinggi dibandingkan dengan
kuningan.
32
FDM-04 UJI PUNTIR
BAB V
KESIMPULAN
Semakin panjang jarak torsi dari tumpuan, maka nilai dan gaya yang
dibutuhkan kecil, sebaliknya apabila jarak antara tumpuan dengan torsi
maka nilai dan gaya yang dibutuhkan semakin besar.
Semakin besar tegangan puntir yang diberikan maka semakin besar juga
sudut θ pada material.
Pada kuningan dengan F yang sama tetapi sudut θ nya lebih besar , ini
menandakan bahwa baja lebih kaku dari kuningan.
Sifat mekanik kekuatan baja lebih tinggi dibandingkan dengan kuningan
33
FDM-04 UJI PUNTIR
DAFTAR PUSTAKA
Modul Fenomena Dasar Mesin, Teknik Mesin Itenas
Popov, E. P, Mechanics of material edisi ke dua 1978, New Jersey, USA
http://repository.binus.ac.id/content/D0472/D047236789.doc.
https://www.academia.edu/8413604/Laporan-Puntir
.http://en.wikipedia.org/wiki/Deflection_engineering
34