bab i,ii,iii,iv,v

47
FDM-04 UJI PUNTIR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tegangan geser terjadi secara paralel pada bidang material, berbeda dengan tegangan normal yang tegak lurus dengan bidang. Kondisi tegangan geser dapat terjadi dengan melakukan geseran secara langsung (direct shear) dan tegangan puntir (torsional stress). Fenomena geseran secara langsung dapat dilihat pada saat menancapkan paku ke balik kayu. Pada setiap permukaan di paku dan di kayu yang bersinggungan langsung dengan paku akan mengalami geseran secara langsung. Sedangkan fenomena teganga puntiran dapat terjadi apabila suatu specimen mengalami momen torsi. Dengan adanya tegangan geser, maka respon yang diterima material pun berbeda. 1.2 Tujuan Penulisan Penulisan laporan ini bertujuan untuk membantu praktikan lebih memahami tentang praktikum uji puntir dan mengetahui hasil dari praktikum uji puntir 1

Upload: fahdiarz-haruka

Post on 21-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Laporan Puntir

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tegangan geser terjadi secara paralel pada bidang material, berbeda

dengan tegangan normal yang tegak lurus dengan bidang. Kondisi tegangan

geser dapat terjadi dengan melakukan geseran secara langsung (direct shear)

dan tegangan puntir (torsional stress). Fenomena geseran secara langsung

dapat dilihat pada saat menancapkan paku ke balik kayu. Pada setiap

permukaan di paku dan di kayu yang bersinggungan langsung dengan paku

akan mengalami geseran secara langsung. Sedangkan fenomena teganga

puntiran dapat terjadi apabila suatu specimen mengalami momen torsi.

Dengan adanya tegangan geser, maka respon yang diterima material pun

berbeda.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan laporan ini bertujuan untuk membantu praktikan lebih memahami

tentang praktikum uji puntir dan mengetahui hasil dari praktikum uji puntir

1

Page 2: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tujuan Praktikum

1. Mengetahui standar dan prosedur uji puntir.

2. Mengetahui pengaruh tegangan geser terhadap sifat mekanik material.

3. Mampu menghitung besaran-besaran sifat mekanik material dari uji puntir.

4. Menganalisis perbandingan hasil pengukuran dengan data teoritis.

2.1.1 Maksud dari tujuan praktikum

1. Mengetahui standar dan prosedur yang sudah ditetapakan.

2. Mengetahui reaksi apa yang akan ditimbulkan oleh specimen ketika diberi tegangan geser.

3. Mampu mengolah data-data yang sudah didapat dari percobaan uji puntir.

4. Mampu menganalisis perbandingan yang terdapat pada hasil pengukuran dan perhitungan dengan data teoritis.

2.2 Teori Dasar

Tegangan geser bisa terjadi akibat adanya gaya lintang atau momen puntir yang bekerja pada suatu benda. Perbedaan dengan tegangan normal adalah letak dari gayanya. Untuk tegangan normal letak gayanya adalah tegak lurus terhadap bidangnya, sedangkan untuk tegangan geser letak gayanya adalah sejajar dengan bidangnya.

Contoh tegangan geser akibat momen puntir atau torsi sering kita temui pada kehidupan sehari-hari seperti propeller shaft pada kendaraan roda 4, axle, poros pada turbin dan masih banyak lainnya. Pada contoh yang telah disebutkan, apabila material dan dimensi yang dipilih tidak sesuai dengan kondisi beban yang terjadi maka akan terjadi puntiran yang melebihi batas sehingga terjadi puntiran plastis dan lama kelamaan akan menyebabkan

2

Page 3: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

patah. Untuk itu kita perlu mengetahui batasan pada kondisi mana material tersebut masih aman pada beban puntir yang ada.

Rumus tegangan untuk batang padat adalah :

Sedangkan Momen Inersia Puntir (Ip) untuk silinder penampang pejal adalah :

Dan untuk menghitung sudut puntiran yang terjadi adalah :

3

Gambar 2.1 Ilustrasi tegangan puntir

Sumber : https://www.academia.edu/8413604/Laporan-Puntir

τ = T CIp

I p= π32

D4

Ɵ = T . LI p . G

(rad)

Page 4: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

2.3 Kurva Tegangan vs Regangan

Kekuatan bahan bukanlah kriteria satu-satunya yang harus

diperhitungkan dalam perencanaan struktur. Kekakuan bahan selalu sama

pentingnya. Dengan derajat lebih kecil, sifat seperti kekerasan, ketangguhan,

dan keliatan menetapkan pemilihan bahan sifat ini ditetapkan dengan

membuat pengujian bahan dan membandingkan hasilnya dengan standar yang

telah ada.

Gaya luar (eksternal) yang diberikan pada suatu benda harus diimbangi

oleh gaya penentang yang ada di dalam bahan. Bahan yang mempunyai gaya

internal tadi dikatakan berada dalam keadaan tegang. Untuk lebih mengerti

hakekat gaya internal ini, marilah kita perhatikan apa yang terjadi bila suatu

benda diberi beban. Mula-mula harus ditegaskan bahwa dalam praktek,

semua beban bekerja sedikit demi sedikit. Proses pembebanan ini dapat

diselesaikan dalam selang waktu yang sangat singkat, namun tak akan pernah

sesaat.

Bila gaya dikenakan pada suatu benda, maka bentuk benda akan

berubah dan molekul-molekulnya bergeser sedikit dari posisi awalnya.

Pergeseran ini mengakibatkan timbulnya gaya-gaya antar molekul, yang

tergabung untuk menentang gaya yang ditimbulkan oleh beban tadi. Bila

beban bertambah, perubahan bentuk benda makin besar dan gaya-gaya antar

molekul juga bertambah sampai pembebanan mencapai harga akhirnya.

Gaya-gaya di dalam benda mengadakan reaksi yang sama dan

berlawanan, sehingga keadaan setimbang tercapai. Bahan sekarang dalam

keadaan tegang dan terenggang. Dapat dilihat nanti bahwa kedua keadaan ini

pasti berhubungan, tegangan dalam bahan harus didampingi regangan dan

sebaliknya. Untuk menyederhanakan perhitungan, seringkali lebih mudah bila

diperhatikan „benda tegar‟, namun ini hanya merupakan suatu konsep; karena

ada bahan yang tegar sempurna, dan tidak ada benda nyata yang dapat

menahan beban,tanpa sebelumnya mengalami perubahan bentuk.

4

Page 5: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

Bila benda berbeban yang disebutkan diatas dibagi menjadi dua oleh

suatu bidang khayal, maka tiap bagian harus berada dalam keadaan setimbang

karena pengaruh gaya luar yang bekerja padanya dan gaya-gaya internal

(yaitu gaya antar molekul) yang bekerja pada bidang khayal ini. Intensitas

tegangan (untuk mudahnya biasanya disebut „tegangan‟) di suatu titik pada

bidang, didefinisikan sebagai gaya internal per satuan luas.

Tegangan dibedakan menjadi dua jenis. Bila gaya internal tegak lurus

pada bidang yang diamati, maka didapat tegangan normal atau langsung, dan

sesuai dengan arah gaya, dapat bersifat tarik (tensile) atau mampat

(compressive). Bila gaya internal sejajar dengan bidang yang diamati, didapat

tegangan tangensial atau geser. Seringkali resultan gaya pada elemen luasan

membentuk sudut dengan bidang luasnya. Dalam keadaan semacam itu, gaya

tersebut diuraikan menjadi komponen normal dan tangensial, serta

menghasilkan kombinasi tegangan-tegangan normal geser.

Perubahan bentuk benda yang terjadi pada keadaan tegang disebut

regangan. Ada dua macam regangan. Bahan dapat membesar atau mengecil

dan menghasilkan regangan normal atau lapisan-lapisan bahan dapat bergeser

yang satu terhadap yang lain dan menghasilkan regangan geser. Untuk batang

dalam keadaan tarik atau komprensi sederhana, akibat yang paling jelas

terlihat adalah perubahan panjang batang, yaitu regangan normal. Intensitas

regangan (biasanya disebut „regangan‟ saja) untuk regangan normal,

didefinisikan sebagai perbandingan perubahan ukuran terhadap ukuran

semula.

5

Gambar 2.2 Kurva Tegangan vs ReganganSumber :

https://www.academia.edu/8413604

Page 6: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

2.3.1 Sifat Mekanik Material

Sifat mekanik material, merupakan salah satu faktor terpenting

yang mendasari pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Sifat

mekanik dapat diartikan sebagai respon atau perilaku material terhadap

pembebanan yang diberikan, dapat berupa gaya, torsi atau gabungan

keduanya. Dalam prakteknya pembebanan pada material terbagi dua

yaitu beban statik dan beban dinamik. Perbedaan antara keduanya

hanya pada fungsi waktu dimana beban statik tidak dipengaruhi oleh

fungsi waktu sedangkan beban dinamik dipengaruhi oleh fungsi waktu.

Untuk mendapatkan sifat mekanik material, biasanya dilakukan

pengujian mekanik. Pengujian mekanik pada dasarnya bersifat merusak

(destructive test), dari pengujian tersebut akan dihasilkan kurva atau

data yang mencirikan keadaan dari material tersebut.

Setiap material yang diuji dibuat dalam bentuk sampel kecil atau

spesimen. Spesimen pengujian dapat mewakili seluruh material apabila

berasal dari jenis, komposisi dan perlakuan yang sama. Pengujian yang

tepat hanya didapatkan pada material uji yang memenuhi aspek

ketepatan pengukuran, kemampuan mesin, kualitas atau jumlah cacat

pada material dan ketelitian dalam membuat spesimen. Sifat mekanik

tersebut meliputi antara lain: kekuatan tarik, ketangguhan, kelenturan,

keuletan, kekerasan, ketahanan aus, kekuatan impak, kekuatan mulur,

kekeuatan leleh dan sebagainya.

Sifar-sifat mekanik material yang perlu diperhatikan:

Tegangan yaitu gaya diserap oleh material selama berdeformasi

persatuan luas.

Regangan yaitu besar deformasi persatuan luas.

Modulus elastisitas yang menunjukkan ukuran kekuatan material.

Kekuatan yaitu besarnya tegangan untuk mendeformasi material

atau kemampuan material untuk menahan deformasi.

Kekuatan luluh yaitu besarnya tegangan yang dibutuhkan untuk

mendeformasi plastis.

6

Page 7: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

Kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum yang berdasarkan pada

ukuran mula.

Keuletan yaitu besar deformasi plastis sampai terjadi patah.

Ketangguhan yaitu besar energi yang diperlukan sampai terjadi

perpatahan.

Kekerasan yaitu kemampuan material menahan deformasi plastis

lokal akibat penetrasi pada permukaan.

2.4 Momen

Momen adalah kecenderungan sebuah gaya untuk memutar sebuah

benda di sekitar sumbu tertentu dari benda tersebut. Didefinisikan sebagai

perkalian besar gaya F dengan jarak tegak lurus d.

Arah momen gaya tergantung dari perjanjian, misalnya searah jarum jam

(CW/clockwise) atau berlawanan arah jarum jam (CCW/contraclockwise).

Begitu pula dengan perjanjian tanda positif dan negatif dari CCW atau CW.

Teorema Varignon

Momen sebuah gaya terhadap sebuah sumbu sama dengan jumlah

momen komponen gaya itu terhadap sumbu yang bersangkutan. Berarti

kecenderungan suatu benda berputar dipengaruhi oleh garis kerja serta

besarnya gaya yang bekerja terhadap benda tersebut. Sehingga salah satu

syarat kesetimbangan benda selain jumlah gaya-gaya yang bekerja pada

benda tersebut adalah 0 yaitu sigma dari momen gaya-gaya yang bereaksi

pada benda, dihiutng terhadap suatu sumbu, haruslah nol.

Bila gaya-gaya dinyatakan dalam komponen-komponennya, momen gaya

tersebut terhadap suatu sumbu dapat diperoleh dengan menghitung momen

dari komponen-komponen secara terpisah, masing-masing dengan lengan

momen yang bersangkutan dan menjumlahkan hasilnya.

7

M = F x d

Page 8: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

2.5 Torsi

Konsep torsi dalam fisika juga disebut momen diawali dari kerja

Archimedes dalam lever. Informalnya, torsi dapat dipikir sebagai gaya

rotasional. Analog rotational dari gaya, masa, dan percepatan adalah torsi,

momen inersia dan percepatan angular. Gaya yang bekerja pada lever,

dikalikan dengan jarak dari titik tengah lever, adalah torsi. Contohnya, gaya

dari tiga newton bekerja sepanjang dua meter dari titik tengah mengeluarkan

torsi yang sama dengan satu newton bekerja sepanjang enam meter dari titik

tengah. Ini menandakan bahwa gaya dalam sebuah sudut pada sudut yang

tepat kepada lever lurus. Lebih umumnya, seseorang dapat mendefinisikan

torsi sebagai perkalian silang:

Dimana :

r adalah vektor dari axis putaran ke titik di mana gaya bekerja

F adalah vektor gaya.

2.6 Tegangan

Kekuatan bahan bukanlah kriteria satu-satunya yang harus

diperhitungkan dalam perencanaan struktur. Kekakuan bahan selalu sama

pentingnya. Dengan derajat lebih kecil, sifat seperti kekerasan, ketangguhan,

dan keliatan menetapkan pemilihan bahan sifat ini ditetapkan dengan

membuat pengujian bahan dan membandingkan hasilnya dengan standar yang

telah ada.

Gaya luar (eksternal) yang diberikan pada suatu benda harus diimbangi

oleh gaya penentang yang ada di dalam bahan. Bahan yang mempunyai gaya

internal tadi dikatakan berada dalam keadaan tegang. Untuk lebih mengerti

hakekat gaya internal ini, marilah kita perhatikan apa yang terjadi bila suatu

benda diberi beban. Mula-mula harus ditegaskan bahwa dalam praktek,

semua beban bekerja sedikit demi sedikit. Proses pembebanan ini dapat

diselesaikan dalam selang waktu yang sangat singkat, namun tak akan pernah

sesaat.

8

Page 9: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

Bila gaya dikenakan pada suatu benda, maka bentuk benda akan

berubah dan molekul-molekulnya bergeser sedikit dari posisi awalnya.

Pergeseran ini mengakibatkan timbulnya gaya-gaya antar molekul, yang

tergabung untuk menentang gaya yang ditimbulkan oleh beban tadi. Bila

beban bertambah, perubahan bentuk benda makin besar dan gaya-gaya antar

molekul juga bertambah sampai pembebanan mencapai harga akhirnya.

Gaya-gaya di dalam benda mengadakan reaksi yang sama dan

berlawanan, sehingga keadaan setimbang tercapai. Bahan sekarang dalam

keadaan tegang dan terenggang. Dapat dilihat nanti bahwa kedua keadaan ini

pasti berhubungan, tegangan dalam bahan harus didampingi regangan dan

sebaliknya. Untuk menyederhanakan perhitungan, seringkali lebih mudah

bila diperhatikan benda tegar, namun ini hanya merupakan suatu konsep

karena ada bahan yang tegar sempurna, dan tidak ada benda nyata yang dapat

menahan beban, tanpa sebelumnya mengalami perubahan bentuk.

Bila benda berbeban yang disebutkan diatas dibagi menjadi dua oleh

suatu bidang khayal, maka tiap bagian harus berada dalam keadaan setimbang

karena pengaruh gaya luar yang bekerja padanya dan gaya-gaya internal

(yaitu gaya antar molekul) yang bekerja pada bidang khayal ini. Intensitas

tegangan (untuk mudahnya biasanya disebut tegangan) di suatu titik pada

bidang, didefinisikan sebagai gaya internal per satuan luas.

Tegangan dibedakan menjadi dua jenis. Bila gaya internal tegak lurus

pada bidang yang diamati, maka didapat tegangan normal atau langsung, dan

sesuai dengan arah gaya, dapat bersifat tarik (tensile) atau mampat

(compressive). Bila gaya internal sejajar dengan bidang yang diamati, didapat

tegangan tangensial atau geser. Seringkali resultan gaya pada elemen luasan

membentuk sudut dengan bidang luasnya. Dalam keadaan semacam itu, gaya

tersebut diuraikan menjadi komponen normal dan tangensial, serta

menghasilkan kombinasi tegangan-regangan normal geser.

2.6.1 Tegangan Normal

Tegangan normal terjadi akibat adanya reaksi yang

diberikan pada benda. Jika gaya dalam diukur dalam N,

9

Page 10: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

sedangkan luas penampang dalam m2, maka satuan tegangan

adalah N/m2 atau dyne/cm2.

2.6.1a Akibat Beban Aksial

Tegangan normal akibat beban aksial adalah

tegangan yang di akibatkan oleh beban akibat beban

dengan arah aksial. Berikut beberapa contoh Tegangan

normal akibat beban aksial :

Tegangan Tarik

Tegangan tarik pada umumnya terjadi pada

rantai, tali, paku keling, dan lain-lain. Rantai yang

diberi beban W akan mengalami tegangan tarik

yang besarnya tergantung pada beratnya.

10

Gambar 2.3 Tegangan Normal

Sumber : https://www.academia.edu/8413604/Laporan

-Puntir

Gambar 2.4 Tegangan tarik

Sumber : https://www.academia.edu/8413604/Laporan-Puntir

Page 11: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

Tegangan Tekan

Tegangan tekan terjadi bila suatu batang diberi gaya

F yang saling berlawanan dan terletak dalam satu garis

gaya. Misalnya, terjadi pada tiang bangunan yang belum

mengalami tekukan, porok sepeda, dan batang torak.

Tegangan tekan dapat ditulis:

2.6.1b Akibat Momen Lentur

Adalah tegangan yang diakibatkan oleh momen

yang ditimbulkan oleh gaya luar.

Contohnya :

Tegangan Lentur.

Menurut teori lentur sederhana, distribusi

tegangan di dalam penampang yang mendukung

momen lentur dinyatakan dengan persamaan :

dengan :

fy = Tegangan lentur

M = Momen pada penampang yang ditinjau.

y = Jarak serat ke pusat berat penampang.

11

Gambar 2.5 Tegangan Tekan

Sumber : https://www.academia.edu/8413604/Laporan-Puntir

Page 12: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

I = Momen inersia (kelembamam).

Persamaan berlaku untuk penampang yang masih

elastis dan batas berlakunya sampai dengan serat terluar

mencapai tegangan leleh. Persamaan tidak berlaku bila

sebagaian atau seluruh telah menjadi plastis.

Selanjutnya akan ditinjau tegangan yang terjadi

pada salah satu potongan balok yang penampangnya

persegi empat dan mendukung momen lentur bertahap,

dari nol hingga seluruh seratnya mencapai tegangan

leleh, distribusi tegangan ditunjukan dengan gambar 1.b.

Pada kondisi ini distribusi tegangan masih linier.

2.6.2 Tegangan geser

Tegangan geser terjadi jika suatu benda bekerja dengan dua gaya yang berlawanan arah, tegak lurus sumbu batang, tidak segaris gaya namun pada penampangnya tidak terjadi momen. Tegangan ini banyak terjadi pada konstruksi. Misalnya: sambungan keling, gunting, dan sambungan baut.

12

Gambar 2.6 Distribusi tegangan akibat lentur

Sumber: http://2.bp.blogspot.com/_mtqdXtBbm5E/TGaQvNxBbwI/AAAAAAAAAPM/jTP5-NbhQFc/s1600/5.gif

Page 13: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

Tegangan geser terjadi karena adanya gaya radial F yang

bekerja pada penampang normal dengan jarak yang relatif kecil,

maka pelengkungan benda diabaikan. Untuk hal ini tegangan

yang terjadi adalah Apabila pada konstruksi mempunyai n buah

paku keling, maka sesuai dengan persamaan dibawah ini

tegangan gesernya adalah

2.6.2a Akibat gaya lintang

Adalah tegangan geser yang timbul akibat reaksi

gaya dalam terhadap gaya luar yang

diberikan.contohnya :

13

Gambar 2.7 Tegangan geser pada baut

Sumber : https://www.academia.edu/8413604/Laporan-Puntir

Page 14: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

2.6.2b Akibat momen puntir

TeganganTorsi (Puntir)

Terkadang suatu komponen struktur menerima

puntiran, kopel punter atau momen puntiran.

Puntiran tersebut menimbulkan tegangan geseran yang

disebut sebagai tegangan geser puntir.

Tegangan puntir sering terjadi pada poros

roda gigi dan batang-batang torsi pada mobil, juga

saat melakukan pengeboran. Jadi, merupakan

tegangan tangensial.

14

Gambar 2.8 Tegangan geser akibat gaya lintang

Sumber : https://www.academia.edu/8413604/Laporan-Puntir

Gambar 2.9 Tegangan Torsi

Sumber : https://www.academia.edu/8413604/Laporan-Puntir

Page 15: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

2.7 Regangan

Perubahan bentuk benda yang terjadi pada keadaan tegang disebut

regangan. Ada dua macam regangan. Bahan dapat membesar atau mengecil

dan menghasilkan regangan normal atau lapisan-lapisan bahan dapat bergeser

yang satu terhadap yang lain dan menghasilkan regangan geser. Untuk batang

dalam keadaan tarik atau komprensi sederhana, akibat yang paling jelas

terlihat adalah perubahan panjang batang, yaitu regangan normal. Intensitas

regangan (biasanya disebut regangan saja) untuk regangan normal,

didefinisikan sebagai perbandingan perubahan ukuran terhadap ukuran

semula.

2.8 Defleksi

Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah y akibat

adanya pembebanan vertical yang diberikan pada balok atau

batangDeformasi pada balok secara sangat mudah dapat dijelaskan

berdasarkan defleksi balok dari posisinya sebelum mengalami pembebanan.

efleksi diukur dari permukaan netral awal ke p sisi netral setelah terjadi

deformasi. Konfigurasi yang diasumsikan dengan deformasi permukaan

netral dikenal sebagai kurva elasti dari balok. Gambar 1(a) memperlihatkan

balok pada posisi awal sebelum terjadi deformasi dan Gambar 1(b) adalah

balok dalam konfigurasi terdeformasi yang diasumsikan akibat aksi

pembebanan.

15

Gambar 2.10 Regangan

Sumber :

Page 16: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

2.9 Jenis-jenis tumpuan

Tumpuan Rol

Alat ini mampu melawan gaya-gaya dalam suatu garis aksi yang

spesifik. Tumpuan Rol merupakan tumpuan yang mampu menahan gaya

dalam arah vertikal. Penghubung yang terlihat pada gambar dibawah ini

dapat melawan gaya hanya dalam arah AB rol. Pada gambar dibawah

hanya dapat melawan beban vertical.

F

Ray

16

Gambar 2.11 (a)Balok sebelum terjadi deformasi,(b)Balok dalam konfigurasiterdeformasi

Sumber : http://bambangpurwantana.staff.ugm.ac.id/KekuatanBahan

Gambar 2.12 Tumpuan roll

Sumber :

Gambar 2.13 DBB tumpuan roll

Page 17: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

Tumpuan Pin (Engsel)

Tumpuan yang berpasak mampu melawan gaya yang bekerja

dalam setiap arah dari bidang. Jadi pada umumnya reaksi pada suatu

tumpuan seperti ini mempunyai dua komponen yang satu dalam arah

horizontal dan yang lainnya dalam arah vertikal. Tidak seperti pada

perbandingan tumpuan rol atau penghubung,maka perbandingan antara

komponen-komponen reaksi pada tumpuan yang terpasak tidaklah tetap.

Untuk menentukan kedua komponen ini, dua buah komponen statika

harus digunakan.

F

F

Rax

Ray

Tumpuan Jepit

Tumpuan jepit ini mampu melawan gaya dalam setiap arah, baik

arah vertikan dan horizontal dan juga mampu melawan suaut kopel

atau momen. Secara fisik,tumpuan ini diperoleh dengan membangun

sebuah balok ke dalam suatu dinding batu bata. Mengecornya ke

dalam beton atau mengelas ke dalam bangunan utama. Suatu

komponen gaya dan sebuah momen.

17

Gambar 2.14 Tumpuan Pin

Gambar 2.15 DBB Tumpuan Pin

Page 18: Bab i,II,III,IV,V

Gambar 2.16 Tumpuan Jepit

Gambar 2.17 DBB Tumpuan Jepit

FDM-04 UJI PUNTIR

F

F

M

2.10 Penurunan rumus inersia polar

Gambar di atas menunjukkan dua jenis penampang lintang poros yang

banyak dijumpai dalam praktek. Menurut persamaan (3.5) besarnya inersia poler

adalah :

I P=∫Ri

Ro

r2(2 πr . dr )

I p=2 π|r4|Ro

Ri

18

Gambar 2.18. Penampang lingkaran

Sumber : http://tazziemania.wordpress.com

/link-tazzie/

Page 19: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

I p=π2|r4|Ro

R i

Untuk poros pejal Gambar 3.2(a), jari-jari dalam (inner radius) Ri = 0 dan

jari-jari luar (outer radius) Ro = R = D/2 , maka, besarnya inersia poler menurut

persamaan (3.9) menjadi

I p=π2|r4|R

0

I p=π2|R4−0|

I p=π2|R4−0|

I p=π2

R4

I p=π2

x (D2 )

4

I p=π2

xD4

16

2.11 Aplikasi uji puntir di dunia industry

Alat uji puntir biasa digunakan oleh industri untuk pengukuran dan

mendapatkan data kekuatan puntir suatu aplikasi, sehingga standar yang

ingin diketahui dapat diterima dan diketahui.

2.12 Instalasi percobaan

Pengujian dilakukan menggunakan alat uji puntir TQ-STR6

Torsional, seperti yang ditampilkan pada gambar 2.18. Dudukan benda uji

dijepit oleh chuck pada kedua ujungnya. Benda uji yang digunakan pada

percobaan ini adalah batang baja, kuningan dan stainless steel 201.

19

I p=π32

x D 4

Page 20: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

Alat ini memungkinkan mahasiswa untuk melakukan percobaan

dalam pemberian torsi, yaitu dengan memutar tuas load tumbwheel yang

ada pada salah satu ujung material dan ujung yang satunya dihubungkan

dengan strain gage sehingga besarnya gaya yang diberikan pada material

tersebut dapat dibaca pada digital force display. Maka dengan diberinya

gaya yang dikalikan dengan jarak R menjadi torsi tersebut. Sudut puntir

dapat dilihat pada protactor scale (penunjuk sudut puntiran)

2.13 Prosedur percobaan

Prosedur percobaan alat pengujian momen puntir (STR6)

Langkah –langkah yang dilakukan dalam pengujian adalah sebagai berikut :

1. Siapkan alat pengujian beserta Digital force display, kunci chuck, dan

specimen.

20

Gambar 2.19 Instalasi Instalasi Percobaan Uji Puntir

Page 21: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

2. Hubungkan Digital force display dengan sensor pada alat pengujian.

3. Hubungkan Digital force display tersebut dengan arus listrik. Lalu periksa

apakah Digital force display sudah terpasang dengan baik.

4. Siapkan specimen uji dan ukur dimensi specimen tersebut.

5. Letakan kedua ujung specimen pada chuck yang ada di alat pengujian

dengan ukuran yang sudah ditentukan. Lalu kunci kedua chuck tersebut.

6. Beri pembebanan sesuai gaya atau sudut yang ditentukan. Lalu lihat hasil

pada Digital force display (untuk gaya) dan Protactor scale (untuk sudut).

7. Masukan data yang akan diambil pada table pengamatan

8. Lakukan percobaan untuk spesimen, panjang dan gaya yang berbeda.

21

Page 22: Bab i,II,III,IV,V

Gambar 3.2 alat yang digunakan

FDM-04 UJI PUNTIR

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Proses Pengujian

22

Gambar 3.1 Spesimen yang digunakan

Page 23: Bab i,II,III,IV,V

Gambar 3.3 digital force display

Gambar 3.4 memasukan specimen ke dalam alat

FDM-04 UJI PUNTIR

23

Page 24: Bab i,II,III,IV,V

Gambar 3.5 memberikan gaya ke spesimen

Gambar 3.6 melihat gaya yang dibeikan pada digital force dispay

FDM-04 UJI PUNTIR

24

Page 25: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

3.2 Data pengamatan

Data pengamatan dengan panjang yang sama

Baja

NoG σy

Diameter

F L Ɵ

(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 79,6 250 3,3 6,7 370 102 79,6 250 3,3 9,4 370 15

3.1 Baja dengan panjang sama

Stainless Steel 1

NoG σy Diameter F L Ɵ

(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 74,1 276 3,1 6,7 370 52 74,1 276 3,1 11,6 370 10

3.2 Stainless Steel 1 dengan panjang sama

Stainless Steel 2

NoG σy Diameter F L Ɵ

(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 74,1 276 4 3,6 370 72 74,1 276 4 2,4 370 14

3.3 Stainless Steel 2 dengan panjang sama

Brass 1

NoG σy Diameter F L Ɵ

(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 38 239,69 4,1 3,4 370 202 38 239,69 4,1 5,3 370 28

3.4 Brass 1 dengan panjang sama

Brass 2

NoG σy Diameter F L Ɵ

(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 38 239,69 4,1 3,4 370 202 38 239,69 4,1 5,3 370 28

3.5 Brass 2 dengan panjang sama

25

Page 26: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

Data pengamatan dengan Ɵ yang sama

Baja

NoG σy

Diameter

F L Ɵ

(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 79,6 250 3,3 6,8 520 152 79,6 250 3,3 9,1 340 15

3.6 Baja dengan Ɵ sama

Stainless Steel 1

NoG σy

Diameter

F L Ɵ

(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 74,1 276 3,1 7,9 480 152 74,1 276 3,1 14 310 15

3.7 Stainless Steel 1 dengan Ɵ sama

Stainless Steel 2

NoG σy

Diameter

F L Ɵ

(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 74,1 276 4 6,3 440 152 74,1 276 4 9,3 270 15

3.8 Stainless Steel 2 dengan Ɵ sama

Brass 1

NoG σy

Diameter

F L Ɵ

(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 38 239,69 4,1 11,7 260 152 38 239,69 4,1 8,5 460 15

3.9 Brass 1 dengan Ɵ sama

Brass 2

NoG σy

Diameter

F L Ɵ

(Gpa) (Mpa) (mm) (N) (mm) (◦)1 38 239,69 3,1 3,5  300  152 38 239,69 3,1  3,1 350 15

3.10 Brass 2 dengan Ɵ sama

26

Page 27: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

3.4 Tabel hasil pengolahan data

Pengolahan data hasil percobaan dengan panjang yang sama

BajaNo

F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error

1 17.64 0.0474 7.62 10 0.2382 17.64 0.0666 10.31 15 0.312

Tabel 3.11 Baja dengan panjang yang sama

Stainless Steel 1No

F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error

1 34.66 0.0966 3.78 5 0.2442 34.66 0.0461 6.58 10 0.34

Tabel 3.12 Stainless Steel 1 dengan panjang yang sama

Stainless Steel 2No

F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error

1 15.5 0.0382 5.67 7 0.0092 15.5 0.0255 3.78 14 0.007

Tabel 3.13 Stainless Steel 2 dengan panjang yang sama

Brass 1No

F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error

1 32.436 0.028 7.84 11 0.2872 32.436 0.046 12.56 22 0.429

Tabel 3.14 Brass 1 dengan panjang yang sama

Brass 2No

F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error

1 14.02 0.029 10.42 20 0.472 14.02 0.0453 16.27 28 0.41

Tabel 3.15 Brass 2 dengan panjang yang sama

27

Page 28: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

Pengolahan data hasil percobaan dengan Ɵ yang sama

Baja (Ɵ sama)No

F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error

1 17.64 0.0481 10.93 15 0.272 17.64 0.0644 9.56 15 0.36

Tabel 3.16 Baja dengan Ɵ sama

Stainless Steel 1No

F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error

1 34.66 0.0314 5.78 15 0.6142 34.66 0.0557 6.64 15 0.55

Tabel 3.17 Stainless Steel 1 dengan Ɵ sama

Stainless Steel 2No

F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error

1 15.5 0.053 11.8 15 0.2132 15.5 0.079 10.3 15 0.313

Tabel 3.18 Stainless Steel 2 dengan Ɵ sama

Brass 1No

F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error

1 32.436 0.0432 8.25 15 0.452 32.436 0.031 10.59 15 0.294

Tabel 3.19 Brass 1 dengan Ɵ sama

Brass 2No

F izin τ Ɵ teori Ɵ praktek error

1 14.02 0.879 256 15 0.9412 14.02 0.779 265 15 0.94

Tabel 3.20 Brass 2 dengan Ɵ sama

28

Page 29: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

3.5 Grafik

350 400 450 500 550 600 650 700 7500123456789

10

Spesimen Baja ( L sama dan θ berbeda )

1. Spesimen Baja ( L sama dan θ berbeda )

Grafik 3.1 spesimen baja dengan panjang yang sama

350 400 450 500 550 600 650 700 7500

2

4

6

8

10

12

14

Spesimen Stainless Steel 1 ( L sama dan θ berbeda )

3. Spesimen Stainless Steel 1 ( L sama dan θ berbeda )

Grafik 3.2 spesimen Stainless steel 1 dengan panjang sama

29

Page 30: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

350 400 450 500 550 600 650 700 7500

0.51

1.52

2.53

3.54

Spesimen Stainless Steel 2 ( L sama dan θ berbeda )

4. Spesimen Stainless Steel 2 ( L sama dan θ berbeda )

Grafik 3.3 Spesimen stainless steel 2 dengan panjang yang sama

350 400 450 500 550 600 650 700 7500

1

2

3

4

5

6

Spesimen Brass ( L sama dan θ berbeda )

7. Spesimen Brass ( L sama dan θ berbeda )

Grafik 3.4 spesimen kuningan 1 dengan panjang yang sama

30

Page 31: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

350 400 450 500 550 600 650 700 7500

1

2

3

4

5

6

spesimen brass 2 dengan panjang yang sama

spesimen brass 2 dengan panjang yang sama

Grafik 3..5 Spesimen Brass 2 dengan panjang yang sama

200 250 300 350 400 450 500 5500

2

4

6

8

10

12

14

16

bajastainless steel 2stainless steelbrassbrass 2

Grafik 3.6 Spesimen baja, SS, Brass dengan Ɵ yang sama

31

Page 32: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

BAB IV

ANALISA

Terjadi perbedaan antara hasil percobaan dan hasil perhitungan di hampir

semua perhitungan.

Adanya perbedaan antara θ pada baja dan θ pada kuningan , dikarenakan

perbedaan Modulus Geser antara baja dan kuningan

Pada percobaan kuningan terjadi error yang lebih besar kemungkinan

dikarenakan kesalahan penglihatan ketika mengambil data sudut θ.

Dengan F yang sama ,θ kuningan lebih besar dibanding dengan baja

kemungkinan dikarenakan, σyield baja lebih tinggi dibandingkan dengan

kuningan.

32

Page 33: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

BAB V

KESIMPULAN

Semakin panjang jarak torsi dari tumpuan, maka nilai dan gaya yang

dibutuhkan kecil, sebaliknya apabila jarak antara tumpuan dengan torsi

maka nilai dan gaya yang dibutuhkan semakin besar.

Semakin besar tegangan puntir yang diberikan maka semakin besar juga

sudut θ pada material.

Pada kuningan dengan F yang sama tetapi sudut θ nya lebih besar , ini

menandakan bahwa baja lebih kaku dari kuningan.

Sifat mekanik kekuatan baja lebih tinggi dibandingkan dengan kuningan

33

Page 34: Bab i,II,III,IV,V

FDM-04 UJI PUNTIR

DAFTAR PUSTAKA

Modul Fenomena Dasar Mesin, Teknik Mesin Itenas

Popov, E. P, Mechanics of material edisi ke dua 1978, New Jersey, USA

http://repository.binus.ac.id/content/D0472/D047236789.doc.

https://www.academia.edu/8413604/Laporan-Puntir

.http://en.wikipedia.org/wiki/Deflection_engineering

34