Download - BAB II WEW
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Nilam
Nilam (Pogostemon cablin Benth.) adalah suatu semak tropis penghasil sejenis minyak
atsiri yang dinamakan minyak nilam. Dalam perdagangan internasional, minyak nilam dikenal
sebagai minyak patchouli (dari bahasa Tamil patchai (hijau) dan ellai (daun), karena minyaknya
disuling dari daun). Aroma minyak nilam dikenal 'berat' dan 'kuat' dan telah berabad-abad
digunakan sebagai wangi-wangian (parfum) dan bahan dupa atau setanggi pada tradisi timur.
Harga jual minyak nilam termasuk yang tertinggi apabila dibandingkan dengan minyak atsiri
lainnya.(Wikipedia, 2015)
Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) termasuk tanaman penghasil minyak atsiri
yang memberikan kontribusi penting dalam dunia farmasi, terutama untuk industri parfum dan
aroma terapi. Tanaman nilam berasal dari daerah tropis Asia Tenggara terutama Indonesia dan
Filipina, serta India, Amerika Selatan dan China (Grieve, 2002). Di Indonesia area
pengembangan nilam tersebar di provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Bengkulu
(Mulyodihardjo, 1990). Sejak tahun 1998, pengembangan nilam meluas ke Jawa, dengan pusat-
pusat pengembangan di daerah-daerah kabupaten Sukabumi, Garut, Sumedang, Kuningan,
Ciamis dan Tasikmalaya (Jawa Barat) serta kabupaten-kabupaten Purbalingga, Purworejo dan
Banyumas (Jawa Tengah). Pada Tahun 2001 luas areal pertanaman nilam sekitar 12.972 Ha,
dengan produksi 1.254 ton (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2002). Tanaman
nilam tumbuh pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik. Jenis
tanaman yang baik adalah regosol, latosol, dan aluvial. Tekstur tanahnya lempung berpasir atau
lempung berdebu, keasaman tanahnya (pH) nya sekitar 6-7, dan mempunyai daya resapan yang
baik dan tidak tergenang air pada musim hujan. Untuk menghasilkan daun nilam dengan
konsentrasi minyak yang tinggi diperlukan sinar matahari yang penuh, jatuh secara langsung
sekalipun daun nilam menjadi lebih kecil dan tebal (Sufriadi E., et al, 2004).
Di Indonesia terdapat tiga jenis nilam yang dibudidayakan masyarakat yaitu Pogostemon
heyneanus (nilam Jawa), Pogostemon hortensis (nilam sabun), dan Pogostemon cablin (nilam
Aceh) (Anonimous, 1994). Dari ketiga jenis tersebut yang paling banyak dibudidayakan adalah
varietas Pogostemon cablin, karena varietas inilah yang terbaik ditinjau dari segi mutu dan kadar
minyaknya, sehingga minyak dari varietas inilah yang lebih diminati di pasar dunia atau dalam
dunia perdagangan atsiri (Puteh, 2004).
2.2. Jenis-Jenis Tanaman Nilam
Pada dasarnya terdapat beberapa jenis tanaman nilam yang telah tumbuh dan berkembang
di Indonesia. Namun, nilam aceh lebih dikenal dan telah ditanam secara meluas. Selain itu,
dikenal pula jenis nilam jawa dan nilam sabun. Secara garis besar, jenis nilam menurut literatur
yang ada sebagai berikut (Mangun, 2008).
2.2.1. Nilam Aceh
Nilam aceh (Pogostemon Cablin Benth atau Pogostemon Patchouli) merupakan tanaman
standar ekpor yang direkomendasikan karena memiliki aroma khas dan rendemen minyak daun
keringnya tinggi, yaitu 2,5-5% dibandingkan jenis lain. Nilam aceh dikenal pertama kali dan
ditanam secara meluas hampir di seluruh wilayah Aceh. Sebenarnya jenis tanaman nilam ini
berasal dari Filipina, yang kemudian ditanam dan dikembangkan juga di wilayah Malaysia,
Madagaskar, Brazil, serta Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia
mengembangkan nilam aceh secara khusus (Mangun, 2008).
2.2.2. Nilam Jawa
Nilam jawa (Pogostemon heyneatus Benth) disebut juga nilam hutan. Nilam ini berasal
dari India dan masuk ke Indonesia serta tumbuh meliar di beberapa hutan di Pulau Jawa. Jenis
tanaman ini hanya memiliki minyak sekitar 0,5-1,5%. Jenis daun dan rantingnya tidak memiliki
bulu-bulu halus dan ujung daunnya agak meruncing (Mangun, 2008).
2.2.3. Nilam Sabun
Zaman dahulu, tanaman nilam sabun (Pogostemon hortensis Backer) sering digunakan
untuk mencuci pakaian, terutama kain jenis batik. Jenis nilam ini hanya memiliki kandungan
minyak sekitar 0,5-1,5%. Selain itu, komposisi kandungan minyak yang dimiliki dan
dihasilkannya tidak baik sehingga minyak dari jenis nilam ini tidak memperoleh pasaran dalam
bisnis minyak nilam. Oleh sebab itu, nilam jawa dan nilam sabun tidak direkomendasikan
sebagai tanaman komersial karena kandungan minyaknya relatif sangat sedikit. Selain itu, aroma
yang dimiliki keduanya berbeda dengan nilam aceh dan komposisi kandungan minyaknya tidak
baik. Keunggulan minyak nilam Indonesia sudah dikenal sekaligus sudah diakui oleh berbagai
negara yang menjadi konsumen (importir) minyak tersebut. Baunya lebih harum dan tahan lama
bila dibandingkan nilam produksi negri lain. Hal ini menyebabkan nilam Indonesia disegani
dipasaran internasional (Mangun, 2008).
2.3 Minyak Atsiri Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam tanaman, yang
terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Minyak tersebut
di sintesis dalam sel kelenjar pada jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam
pembuluh resin, misalnya minyak terpentin dari pohon pinus. Minyak atsiri selain dihasilkan
oleh tanaman dapat juga terbentuk dari hasil degradasi trigliserida oleh enzim atau dapat dibuat
secara sintesis (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang
terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) serta beberapa persenyawaan
kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan belerang (S). umumnya komponen kimia dari
dalam minyak atsiri terdiri dari campuran hidrogen dan turunannya yang mengandung Oksigen
yang disebut dengan Terpen atau terpenoid. Terpen merupakan persenyawaan hidrogen tidak
jenuh dan satuan terkecil dari molekulnya disebut isopren (CsHa). Senyawa terpen mempunyai
rangka Karbon yang terdiri dari 2 atau lebih satuan isopren. Klasifikasi dari terpen di dasarkan
atas jumlah satuan isopren yang terdapat dalam molekulnya yaitu : monoterpen, seskuiterpen,
diterpen, triterpen, tetraterpen dan politerpen yang masing-masing terdiri dari 2, 3, 4, 6, 8 dan n
satuan isopren. Rantai molekul terpen dalam minyak atsiri merupakan rantai terbuka (terpen
alifatis) dan rantai melingkar (terpen siklis) (Finer, 1959).
Dari 70 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasaran internasional, sekitar 9-12
macam atau jenis minyak atsiri di suplai dari Indonesia. Oleh sebab itu, Indonesia termasuk
negara produsen besar yang cukup diandalkan dan menjadi negara pengekspor minyak atsiri
dengan kualitas terbaik. Kondisi tersebut disebabkan faktor dan kondisi iklim serta jenis dan
tingkat kesuburan tanah yang dimiliki Indonesia, yang sesuai dengan syarat tumbuh dari tanaman
nilam (patchouli), akar wangi (vetyver), kenanga (cananga), kayu putih (cajeput), serta melati
(yasmin) (Mangun, 2008).
2.4.1. Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tanaman Minyak atsiri pada family Lamiaceae, terkandung di rambut kelenjar (trikoma grandular)
di bagian epidermis (Trubus, 2012). Jaringan epidermis merupakan jaringan tubuh tumbuhan
yang terletak paling luar. Jaringan epidermis menutupi seluruh tubuh tumbuhan mulai dari akar,
batang, hingga daun. Biasanya epidermis hanya terdiri dari selapis sel yang berbentuk pipih dan
rapat. Fungsi jaringan epidermis adalah sebagai pelindung jaringan di dalamnya serta sebagai
tempat pertukaran zat. Jaringan epidermis daun terdapat di permukaan atas dan permukaan
bawah daun. Jaringan epidermis daun tidak mempunyai kloroplas kecuali pada bagian sel
penutup stomata (Hardiyanti, 2011).
Gambar 2.1 Struktur Daun Nilam
Sumber: Gou et al (2013), Anonim (2011), Anonim (2014) [telah diolah]
Pertumbuhan tanaman nilam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah hujan, periode
pencahayaan sepanjang tahun, dan masa panen daun nilam. Pertumbuhan nilam akan menurun
bila kelembapan tanaman berkurang, sehingga menyebabkan penurunan jumlah minyak atsiri
yang akan diekstrak (Singh et al dalam Araujo et al, 2008).
2.4.2 Sifat-Sifat Minyak Atsiri
Adapun sifat-sifat minyak atsiri diterangkan sebagai berikut :
• Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.
• Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau minyak atsiri satu
dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-
masing komponen penyusun.
• Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai
panas, atau justru dingin ketika sampai dikulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya.
• Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain) mudah menguap pada suhu
kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan menguap, tidak
meninggalkan bekas noda pada kertas yang ditempel.
• Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi tengik (rancid). Ini
berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak
• Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar
matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena terdiri dari berbagai macam
komponen penyusun.
• Indeks bias umumnya tinggi.
• Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi yang spesifik
karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik.
• Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut hingga dapat
memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil.
• Sangat mudah larut dalam pelarut organik (Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.4.3. Parameter Minyak Atsiri
Beberapa parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenali kualitas minyak
atsiri meliputi:
2.4.3.1. Berat Jenis
Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian
minyak atsiri. Nilai berat jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara berat
minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada yang sama
pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung
didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar
pula nilai densitasnya. Biasanya berat jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar
dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi (Sastrohamidjojo, 2004).
2.4.3.2. Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan
kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan
erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama
halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai
indeks biasnya. Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen
bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga
cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak
lebih besar. Menurut Guenther, nilai indeks juga dipengaruhi salah satunya dengan adanya air
dalam kandungan minyak nilam tersebut. Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin
kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya yang
datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan
minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil (Sastrohamidjojo, 2004).
2.4.3.3. Putaran optik
Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter yang nilainya
dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam cahaya
yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan
(dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary). Pengukuran parameter ini sangat menentukan
kriteria kemurnian suatu minyak atsiri (Sastrohamidjojo, 2004).
2.4.3.4. Bilangan Asam
Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang
semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri. Yaitu senyawa-senyawa
asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Hal ini dapat disebabkan oleh lamanya
penyimpanan minyak dan adanya kontak antara minyak atsiri yang dihasilkan dengan sinar dan
udara sekitar ketika berada pada botol sampel minyak pada saat penyimpanan. Karena sebagian
komposisi minyak atsiri jika kontak dengan udara atau berada pada kondisi yang lembab akan
mengalami reaksi oksidasi dengan udara (oksigen) yang dikatalisi oleh cahaya sehingga akan
membentuk suatu senyawa asam. Jika penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau secara
langsung kontak dengan udara sekitar, maka akan semakin banyak juga senyawa-senyawa asam
yang terbentuk. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat
membentuk gugus asam karboksilat sehingga akan menambah nilai bilangan asam suatu minyak
atsiri. Hal ini juga dapat disebabkan oleh penyulingan pada tekanan tinggi (temperatur tinggi),
dimana pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya proses oksidasi sangat besar. Bilangan
asam adalah ukuran dari asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam
lemak atau campuran asam lemak Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH
0,1N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak
atau lemak (Sastrohamidjojo, 2004).
2.4.3.5. Kelarutan Dalam Alkohol
Telah diketahui bahwa alkohol merupakan gugus OH. Karena alkohol dapat larut dengan
minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen-
komponen terpen teroksigenasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther bahwa kelarutan
minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak.
Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah
larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya
larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa
nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin
kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak
atsirinya semakin baik (Sastrohamidjojo, 2004).
2.5 Komposisi Minyak NilamMinyak nilam terdiri dari campuran persenyawaan terpen dengan alkohol,aldehid, dan
ester yang mampu memberikan bau khas (Nurlelasari et al, 2007). Patchouli alcohol (PA),
merupakan komponen aktif terbesar dalam P. cablin dan biasanya mencapai 30% hingga 40%
dari total massa komponen dalam minyak nilam. (Hybertson BM dalam Liao et al, 2013).
Karena itu komposisi PA digunakan sebagai indikator kualitas dari P. cablin dan minyak nilam.
(Liao et al,2013)
Hu et al (2006) melakukan analisis kandungan nilam dan mampu mengidentifikasi 9 jenis
komponen antara lain β-patchoulene; caryophyllene; α-guaiene; seychellene; β- guaiene; ơ-
guaiene; spathulenol; patchouli alcohol; dan pogostone. Sedangkan Karimi (2014) menyatakan
26 komponen kimia yang terdeteksi.
Gambar 2.3 Minyak NilamSumber: Dinas Perkebunan Kaltim (2013)
Patchouli alcohol (C15H26O) merupakan senyawa seskuiterpen alkohol, tidak larut dalam
air, larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik yang lain, mempunyai titik didih 280,37 OC dan
kristal yang terbentuk memiliki titik leleh 56 OC. Minyak nilam selain mengandung senyawa
Patchouli Alkohol (komponen utama) juga mengandung komponen minor lainnya, pada
umumnya senyawa penyusun minyak atsiri bersifat asam dan netral, begitu pula dengan minyak
nilam, tersusun atas senyawa-senyawa yang bersifat asam dan netral misalnya senyawa asam 2-
naftalenkarboksilat yang merupakan salah satu komponen minor penyusun minyak nilam
(Irawan, 2010).
Gambar 2.4 Struktur Molekul Patchouli AlcoholSumber: Chakrapani et al, 2013
Minyak nilam memiliki aroma atau bau khas minyak nilam yang bersifat tahan lama.
Bahkan aroma atau bau wanginya tetap terasa sampai seluruh minyaknya menguap. Oleh karena
itu minyak nilam banyak dipakai dalam berbagai industry kimia dan kosmetika atau kecantikan.
Bahkan, seiring dengan perkembangan zaman dan semakin meningkatnya kebutuhan manusia
pada kesehatan dan kebugaran, minyak nilam banyak digunakan sebagai bahan baku untuk
aromaterapi karena aromanya yang khas. Minyak nilam bersifat fiksatif terhadap bahan pewangi
lain sehingga dapat mengikat bau wangi dan mencegah penguapan zat pewangi tersebut sehingga
bau wanginya tidak cepat hilang alias lebih tahan lama. Bau khas yang diciptakan dalam suatu
campuran dengan minyak nilam menambah deretan mannfaat minyak nilam dewasa ini.
Sementara itu, minyak nilam sendiri sebenarnya sudah bisa disebut sebagai parfum karena
baunya memang enak dan wangi. Minyak nilam sampai saat ini belum bisa dibuat tiruannya
(sintetisnya) (Kardinan dalam Taufiq, 2007).
Menurut Espino et al dalam Harimurti (2012) besarnya indeks bias minyak nilam sangat
ditentukan oleh metode pemprosesan. Harimurti (2012) juga menyatakan besarnya indeks bias
minyak atsiri berkaitan erat dengan komponen – komponen penyusun minyak atsiri yang
dihasilkan. Semakin banyak komponen berantai panjang maka kerapatan medium minyak atsiri
akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar dibiaskan. Hal ini menyebabkan
indeks bias minyak lebih besar
Pengolahan minyak nilam biasanya dilakukan dengan cara penyulingan. Daun nilam hasil
pangkasan dipotong sepanjang 3-5 cm kemudian dijemur. Jemur daun di bawah terik matahari
selama 5-6 jam. Selanjutnya layukan daun dengan cara mengering anginkan selama 2-3 hari,
sampai kadar air mencapai 15%. Tebal lapisan penjemuran sekitar 50 cm dan harus dibalik 2-3
kali sehari. Berikutnya daun siap disuling. Penyulingan dilakukan dengan menggunakan uap
langsung atau uap dan air (secara dikukus). Daun nilam disuling selama 4-6 jam untuk cara uap
langsung dan 5-10 jam untuk cara dikukus. Alat suling yang digunakan terbuat dari besi tahan
karat (stainless steel) atau flat besi yang digalvanis (carbon steel) setidaknya pada bagian pipa
pendingin dan pemisah minyak, agar diperoleh hasil minyak berwarna lebih muda dan jernih
(Pujiharti et al, 2008).
Sebagian penyulingan minyak nilam masih menggunakan alat penyuling yang terbuat dari
logam besi, hal ini menyebabkan minyak nilam yang dihasilkan berwarna gelap dan keruh,
karena terjadi reaksi antara logam besi (Fe) dengan minyak (Payne, 1964; EOA, 1975;
Brahmana, 1991 dan Rusli, 2002 dalam Ma’mun, 2008). Untuk mempelajari pemurnian minyak
nilam, Ma’mun (2008) melakukan penelitian untuk memurnikan minyak nilam dan minyak
cengkeh dengan cara kompleksiometri. Dari penelitian tersebut, dihasilkan minyak nilam dengan
kadar Fe 17,66 ppm dan kadar patchouli alcohol sebesar 34,14-34,20%.
Sariadi (2012) melakukan pemurnian minyak nilam dengan metode adsorbsi menggunakan
bentonit. Dalam penelitian tersebut, dihasilkan minyak nilam dengan kadar patchouli alcohol
32,818% dan Kadar Fe 0,00 ppm.
Dengan cara penyulingan menggunakan boiler yang dilakukan oleh Zuliansyah, Sumardi
dan Susilo (2013), mendapatkan hasil rendemen terbaik sebesar 1,84%. Sedangkan produksi
yang dilakukan oleh Nasrudin, Priyanto, dan Hamzah (2005) dengan cara delignifikasi dan
fermentasi menggunakan kapang Trichoderma viride menghasilkan rendemen optimal sebesar
2,343%.
Pada tahun 2010 telah dilakukan pula peningkatan kualitas dan kuantitas rendemen oleh
Irawan dan Jos (2010) dengan metode ekstraksi-destilasi menggunakan n-heksana dan benzene,
mendapatkan rendemen terbaik sebesar 4,3% dengan kadar patchouli alcohol (PA) sebesar 32%.
Untuk mendapatkan hasil tersebut, digunakan pelarut campuran untuk proses ekstraksinya
dengan perbandingan n-heksana dan benzene sebesar 3:1.
Menurut Nickavar, et al yang dikutip Aisyah (2010), perbedaan komposisi dan jumlah
komponen penyusun minyak disebabkan karena variabilitas dari subspesies tanaman yang
berbeda. Sedangkan menurut perbedaan komposisi kimia minyak atsiri dari spesies yang sama
dan dari daerah yang berbeda disebabkan karena perbedaan kompleksnya metabolisme sekunder,
atau proses adaptasi khususnya terhadap kondisi ekologi (Hosni et al. dalam Aisyah, 2010)
Tabel. 2.1. Persyaratan Mutu Minyak Nilam
No Jenis Uji Satuan Persyaratan1 Warna - Kuning muda-Coklat kemerahan2 Bobot Jenis 25oC - 0,950-0,9753 Indeks bias (nD20) - 1,507-1,5154 Kelarutan dalam etanol 90%
pada suhu 20oC- Larutan jernih atau opalesensi
ringan dalam perbandingan volume 1:10
5 Bilangan asam - Maks. 86 Bilangan ester - Maks. 207 Putaran optic - (-)48o - (-) 65o8 Patchouli Alcohol (C15H26O) % Min. 309 Alpha Copaene( C15H24) % Maks. 0,510 Kandungnan besi (Fe) mg/kg Maks. 25
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2006)
2.2 Minyak nilam
Minyak nilam berasal dari tanama nilam (Pogostemon cablin), berupa semak dan dapat tumbuh
di berbagai jenis tanah (andosol, regosol, latosol, podsolik, dan grumusol) dengan tekstru
lempung, liat berpasir dengan drainase yang baik Ph tanah 5-7. Tanaman ini membutuhkan curah
hujan atau ketersediaan air yang cukup dengan suhu 24-28 0C. Indonesia merupakan Negara
tropis yang mempunyai curah hujan dengan kelembapab yang cukup tinggi. Oleh karena itu
tanaman nilam dapat tumbuh dengan baik. Minyak nilam dapat dihasilkan dengan beberapa
teknik antara lain teknik distilasu, ekstraksi, dan fermentasi. Rendemen minyak nilam dari daun
kering yang diperoleh dengan menggunakan teknik distilasi sebanyak 0,73%, teknik ekstraksi
sebanyak 3.56 % sedangkan teknik fermentasi sebanyak 6.22 % (Yuliana 2003)
Proses distilasi yang dilakukan pada daun nilam dapat mengakibatkan kehilangan minyak atsiri
karena terjadu penguapan. Beberapa proses dilakukan terlebih dahulu terhadap bahan baku
umtuk mendapatkan rendemen minyak yang lebih tinggi antara lain pengeringan, pengecilan
ukuran, fermentasi, pelayuan dan pemotongan. Pengeringan daun nilam bertujuan untuk
memperbaiki kualitas bahan baku dan kualitas minyak yang dihasilkan. Penyulingan daun segar
akan menghasilkan rendemen yang rendah karena minyak yang berada di dalam daun tidak bias
keluar karena terhalang oleh kadnugan air di dalam daun. Proses isolasi minyak nilam dengan
pengeringan langsung belum sempurna karena minyak nilam masih terikat pada jaringan daun.
Oleh karena itu, diperlukan suatu metode utuk menghancurkan jaringan daun nilam agar jumlah
minyak nilam yang dapat diisolasi semakin optimal. Fermentasi merupakan salah satu metode
yang digunkan untuk menghancurkan jaringan daun nilam. Prinsip fermentasi pada isolasi
minyak nilam adalah dengan cara memecahkan dinding sel rambut kelenjar dari daun nilam
dengan menggunakan enzim yang tersapat dalam mikroorganisme. Hancurnya dinding sel dan
rambut kelenjar mengakibatkan minyak nilam terpisah dari daun dan dapat diisolasi lebih
nikmudah. Minyak hasik penyulingan masih mengandung persenyawaan kompleks yang
terbentuk dalam tumbuhan karena pengaruh air atau uap panas. Kandungan yang terdapat dalm
minyak nilam meliputi, patchouli alcohol, eugenol, benzaldehyde cinamic, aldehyde, dan
candiene. Namun, komponen yang paling menentukan mutu minyak nilam adalah patchouli
alcohol karena merupakan penciri utama (Santoso, 1990)