Transcript

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penuaan

Diet lemak yang melebihi kebutuhan standar (menurut Institute of Medicine

Food and Nutrition Board adalah 19%-35% dari total kalori perhari) terutama

lemak jenuh, yang didapat dari kebiasaan makan yang salah dan perubahan gaya

hidup dikaitkan dengan timbulnya penyakit degeneratif dan metabolik yang

merupakan tanda dari proses penuaan (Eszy dkk., 2014).

Pada umumnya, orang hanya menganggap bahwa menjadi tua memang harus

terjadi, sudah ditakdirkan dan semua masalah yang muncul harus dialami. Banyak

faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan, menjadi

sakit dan akhirnya kematian. Faktor-faktor ini dikelompokkan menjadi dua yaitu

faktor internal seperti radikal bebas, berkurangnya hormon, proses glikosilasi,

metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan gen, Faktor eksternal

yang utama adalah gaya hidup yang tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah,

polusi lingkungan, stress dan kemiskinan (Pangkahila,2011).

Ilmu Pengetahuan dan teknologi kedokteran semakin maju, tinjauan

mengenai penuaan secara perlahan mulai bergeser, sehingga menjadikan penuaan

sebagai penyakit yang dapat dicegah dan diobati (Arking, 2006). Perkembangan

Anti Aging Medicine (AAM) menciptakan konsep baru dalam dunia kedokteran,

dimana penuaan itu tidak hanya dianggap sebagai penyakit yang hanya dapat

dicegah dan diobati tetapi juga dapat dikembalikan kekeadaan semula sehingga

usia harapan hidup menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik

(Pangkahila,2007).

Pencegahan terhadap proses penuaan agar fungsi berbagai organ tubuh dapat

dipertahankan optimal. Berbagai organ tubuh dapat berfungsi seperti usia lebih

muda, sehingga penampilan dan kualitas hidupnya lebih muda dari usia

sebenarnya. Dikenal dua macam usia yaitu usia kronologis dan usia fisiologis.

Usia kronologis adalah usia sebenarnya sesuai tahun kelahiran, sedangkan usia

fisiologis adalah usia sesuai dengan fungsi organ tubuh (Pangkahila, 2011).

2.2 Biomarker Penuaan

Penuaan dapat diketahui dengan mengukur atau melihat tanda atau

perubahan yang terjadi dibandingkan sebelumnya, yang disebut biomarker.

Biomarker dapat berupa parameter anatomik, fisiologik, biokimia atau molekuler

yang berkaitan dengan proses penuaan. Biomarker merupakan parameter adanya

penyakit atau berat ringannya suatu penyakit. Secara garis besar, biomarker

penuaan dapat diketahui dengan cara : kuesioner keadaan kesehatan dan faktor

resiko, pemeriksaan fisik serta kapasitas fungsional termasuk pemeriksaan

laboratorium terhadap bahan tubuh seperti darah, saliva, urine dan jaringan tubuh

lain. Pemeriksaan laboratorium profil lipid (pemeriksaan kolesterol total,

kolesterol HDL, LDL dan trigliserida) merupakan pemeriksaan biomarker

penuaan untuk mengetahui risiko penyakit kardiovaskular. Biomarker penuaan

berkaitan erat dengan fungsi berbagai organ tubuh yang menunjang aktivitas

sehari-hari sehingga berkaitan dengan kualitas hidup. Pemeriksaan adanya tanda

atau perubahan akibat proses penuaan seharusnya dilakukan sebelum muncul

keluhan dan sebelum menimbulkan gangguan dalam aktivitas hidup sehari-hari.

(Pangkahila,2011).

2.3 Asam Lemak

Asam lemak merupakan asam monokarboksilat rantai lurus tanpa cabang

yang merupakan atom genap dari C-4, yang terbanyak adalah C-16 dan C-18.

Asam lemak dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada tidaknya ikatan

rangkap dan isomer trans-cis (Silalahi dan Nurbaya, 2011).

Berdasarkan panjang rantainya asam lemak dikelompokkan menjadi 3

kelompok yaitu, asam lemak rantai pendek (Short Chain Fatty Acids / SCFA):

jumlah atom karbonnya C-4 sampai C-8 (asam butirat (C4), asam kaproat (C6)

dan asam kaprilat (C8)) ; asam lemak rantai sedang (Medium Chain Fatty Acids /

MCFA): jumlah atom karbonnya C-10 dan C-12 (asam kaprat (C10) dan asam

laurat (C12)); dan asam lemak rantai panjang (Long Chain Fatty Acids / LCFA):

jumlah atom karbonnya ≥ C-14 (asam miristat (C14), asam palmitat (C16-0),

asam stearat (C18-0), asam oleat (C18-1), asam linoleat (C18-2) dan asam

linolenat (C18-3) (Silalahi dan Nurbaya, 2011).

Berdasarkan jumlah ikatan rangkapnya, dikelompokkan menjadi asam lemak

jenuh (saturated fatty acid/SFA), contohnya asam laurat, asam miristat, asam

palmitat dan asam stearat) dan asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid)).

Asam lemak tak jenuh dikelompokkan lagi menjadi 2 yaitu asam lemak tak jenuh

tunggal (monounsaturated fatty acids/MUFA), contohnya asam oleat) dan asam

lemak tak jenuh jamak (Polyunsaturated Fatty Acids/PUFA), contohnya asam

linoleat dan asam linolenat). Asam lemak tak jenuh secara alamiah biasanya

berbentuk cis-isomer, hanya sedikit yang berbentuk trans (trans fatty acids, TFA).

Asam linoleic dan asam α-linolenic termasuk asam lemak esensial dalam diet

manusia karena tubuh kita tidak mampu untuk mensintesisnya (Silalahi dan

Nurbaya, 2011).

Posisi asam lemak dalam molekul lemak (triacylglycerol, TAG) dibedakan

berdasarkan stereoisomer atom karbon dalam molekul gliserol yaitu stereospesific

numbering system (sn) menjadi sn-1, sn-2 dan sn-3 (Berry, 2009).

H O

H – C – O – C – R’ posisi sn-1

O

R” - C - O – C - H posisi sn-2

O

H – C – O – C – R” posisi sn-3

H

Gambar 2.1 Struktur Molekul TAG (Berry, 2009)

Karakteristik kimia, fisika dan biokimia (metabolisme dan sifat aterogenik)

dari suatu lemak ditentukan oleh komposisi asam lemak, dan posisi asam lemak

(sn-1, sn-2 dan sn-3) yang teresterkan di dalam molekul lemak (triasilgliserol).

Metabolisme daya cerna lemak dipengaruhi oleh panjang rantai dan posisi asam

lemak dalam molekul TAG (Silalahi dan Nurbaya, 2011).

2.4 Lipid

Lipid merupakan sekelompok senyawa heterogen, dari molekul organik

hidrofobik yang dapat diekstraksi dari jaringan oleh pelarut nonpolar. Lipid adalah

sumber energi utama untuk badan. Lipid disimpan di jaringan adiposa. Fungsi

lemak / lipid adalah sebagai sumber energi, pelindung organ tubuh, pembentuk

sel, alat angkut vitamin larut lemak, pemberi rasa kenyang dan kelezatan, dan

memelihara suhu tubuh (Almatsier, 2009).

Lipid plasma yang utama adalah kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam

lemak bebas. Kombinasi lipid dan protein (lipoprotein) adalah konstituen sel yang

terpenting, yang terdapat baik di membran sel maupun di mitokondria, dan yang

juga berfungsi sebagai alat pengangkut lipid dalam darah. Lipid atau lemak

tersusun dari tiga asam lemak dengan tiga gugus alkohol dari senyawa gliserol

(Botham dan Mayes, 2006).

2.5 Absorbsi, Transportasi, dan Metabolisme Lipid

Lipid dapat diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan (eksogen) dan dari

hasil produksi organ hati (endogen) (Junaidi, 2009). Lipid eksogen terutama

terdiri dari kolesterol, kolesteril ester, phospholipid dan yang tidak teresterifikasi (

bebas) ( Harvey dan Ferrier, 2011).

2.5.1 Proses dari lipid eksogen di dalam lambung

Pencernaan lipid di mulai di lambung, dikatalisasi oleh enzim lingual lipase

yang stabil terhadap asam. Enzim ini dihasilkan dari kelenjar dibelakang lidah.

Molekul TAG (triacylglycerol) terutama yang mengandung asam lemak rantai

pendek atau sedang (kurang dari 12 karbon seperti yang ditemukan didalam lemak

susu), merupakan target utama dari enzim ini. TAG ini juga didegradasi secara

terpisah oleh enzim gastric lipase yang disekresi oleh mukosa gaster. Kedua

enzim ini relatif stabil pada pH 4-6 ( Harvey dan Ferrier, 2011).

2.5.2 Emulsifikasi dari lipid eksogen didalam usus halus

Proses kritis dari emulsifikasi dari lipid eksogen terjadi di dalam duodenum.

Emulsifikasi meningkatkan area permukaan hydrophobic lipid droplets sehingga

enzim pencernaan yang bekerja pada interface dari droplet dan larutan berair di

sekitarnya, dapat bekerja efektif. Emulsifikasi dilakukan oleh dua mekanisme

komplementer, yaitu menggunakan sifat deterjen dari garam-garam empedu dan

mekanisme pencampuran karena peristaltik. Garam empedu dibuat di hati dan

disimpan di kandung empedu, merupakan derivat dari kolesterol. Garam empedu

berinteraksi dengan partikel lipid eksogen dan cairan dalam duodenum,

menstabilkan partikel menjadi partikel yang lebih kecil, dan mencegah mereka

dari penggabungan ( Harvey dan Ferrier, 2011).

2.5.3 Degradasi dari lipid eksogen oleh enzim pankreatik

TAG, kolesteril ester dan phospholipid dalam diet dicerna oleh enzim

pankreatik, yang sekresinya dikontrol oleh hormon.

1. Degradasi TAG

Molekul TAG terlalu besar untuk dapat diambil secara efisien oleh sel

mukosa dari villi usus. Degradasinya dibantu oleh esterase, pancreatic

lipase, yang istimeva menghapus asam lemak pada karbon 1 dan 3. Produk

utama dari hidrolisis adalah campuran dari 2-monoacylglycerol (2-MAG)

dan free fatty acids (FFA). Protein yang ke2 adalah collipase, juga

disekresi oleh pankreas, berikatan dengan lipase pada rasio 1:1, berada

pada lipid aqueous interface. Colipase mengembalikan aktivitas lipase di

hadapan zat penghambat seperti garam empedu yang berikatan dengan

micelles ( Harvey dan Ferrier, 2011).

2. Degradasi kolesteril ester (CE)

Kebanyakan diet kolesterol dalam bentuk bebas ( tidak teresterifikasi),

hanya 10-15% dalam bentuk teresterifikasi. CE dihidrolisis oleh

pancreatic cholesteryl ester hydrolase ( cholesterol esterase), yang

menghasilkan kolesterol dan FFA. Aktivitas cholesteryl ester hydrolase

sangat meningakat dengan adanya garam empedu ( Harvey dan Ferrier,

2011).

3. Degradasi Phospholipid

Pancreatic juice kaya akan proenzim dari phospholipase A2, seperti

procolipase diaktifkan oleh trypsin dan seperti cholesteryl ester hydrolase,

memerlukan garam empedu untuk aktivitas yang optimum ( Harvey dan

Ferrier, 2011).

4. Kontrol pencernaan lipid

Pankreas mensekresi enzim hidrolitik yang bertugas mendegradasi lipid

diet dalam usus halus, proses degradasi ini dikontrol oleh hormon. Sel di

dalam mukosa dari duodenum bagian bawah dan jejenum memproduksi

hormon peptide kecil, cholecystokinin (CCK), sebagai respon terhadap

adanya lipid dan mencerna sebagian protein yang masuk usus halus bagian

atas. CCK bekerja di dalam kandung empedu dan di sel eksokrin dari

pankreas. CCK juga menurunkan motilitas gaster, menyebabkan

lambatnya pengeluaran isi gaster ke dalam usus halus. Sel usus yang lain

memproduksi hormon peptide kecil yang lain yaitu sekretin, sebagai

respon terhadap PH yang rendah dari chyme yang memasuki usus.

Sekretin menyebabkan pankreas dan hati mengeluarkan cairan yang kaya

bikarbonat yang membantu menetralisir pH dari isi usus, menjadi pH yang

sesuai untuk aktivitas pencernaan oleh enzim pankreas ( Harvey dan

Ferrier, 2011).

2.5.4 Absorbsi lipid oleh sel mukosa usus

FFA, kolesterol bebas dan 2-MAG adalah produk dari lipid yang terutama di

cerna di dalam jejenum. Ke3nya ini ditambah garam empedu dan vitamin yang

larut dalam lemak (A,D,E,K) membentuk misel berbentuk cluster lipid amphipatik

yang bersatu dengan grup hidrophobiknya dibagian dalam dan grup hidrophilik di

bagian luar. Misel larut di dalam cairan dari lumen usus. Partikel ini mendekati

sisi utama dari absorbsi lipid, membran sikat pembatas dari sel mukosa.

Permukaan hidrophilik dari misel memfasilitasi transport dari lipid hidrophobik

melalui melalui lapisan unstirred water menuju membran sikat pembatas tempat

mereka diabsorbsi. Garam empedu diabsorbsi di ileum. Asam lemak rantai pendek

dan sedang tidak memerlukan bantuan misel untuk diabsorbsi oleh mukosa usus (

Harvey dan Ferrier, 2011).

2.5.5 Resintesis dari TAG dan CE

Lipid diabsorbsi oleh enterosit dibawa ke retikulum endosplamik tempat

biosintesis lipid komplek. Asam lemak adalah yang pertama dikonversi menjadi

bentuk aktif oleh fatty acyl-CoA synthetase ( thiokinase). Dengan derivat dari fatty

acyl-CoA, 2-MAG diabsorbsi oleh enterosit dikonversi menjadi TAGs oleh enzim

TAG synthase. Komplek ini mensintesis TAG dengan aksi berurutan dari aktivitas

2 enzim yaitu acyl CoA ( monoacylglycerol acyltransferase) dan acyl CoA

(diacylglycerol acyltransferase). Lysophospholipids di deacylated menjadi bentuk

phospholipid oleh family dari acyltransferases dan kolesterol diesterifikasi

menjadi asam lemak terutama oleh acyl CoA (cholesterol acyltransferase). Semua

asam lemak rantai panjang masuk ke dalam enterosit menggunakan cara ini untuk

membentuk TAGs, phospholipid dan CE. Asam lemak rantai pendek dan sedang

tidak dikonversi menjadi derivat CoA dan tidak di resterifikasi menjadi 2-MAG.

Sebagai gantinya asam lemak rantai pendek dan sedang di lepaskan ke dalam

sirkulasi portal, dimana mereka dibawa oleh albumin serum ke dalam liver (

Harvey dan Ferrier, 2011).

LCFA setelah masuk ke dalam sel, diubah di dalam cytosol menjadi derivat

CoA nya oleh long chain fatty acyl CoA synthetase (thiokinase), enzim pada

membran luar mitokondria. Proses β oksidasi terjadi di dalam matrix mitokondria,

asam lemak harus di bawa melewati membran dalam mitokondria yang

impermeabel terhadap CoA. LCFA memerlukan carrier carnitin untuk dapat

membawa the long chain acyl grup dari cytosol ke dalam matrix mitokondria.

Proses ini di sebut the carnitine shuttle. Asam lemak kurang dari 12 karbon dapat

langsung melewati membran dalam mitokondria tanpa bantuan carnitin. Segera

setelah berada di dalam mitokondria, mereka diaktivasi menjadi derivat CoAnya

oleh enzim matrix dan dioksidasi ( Harvey dan Ferrier, 2011).

Trigliserida rantai panjang di hati, yang berasal dari lipogenesis (sintesis dari

karbohidrat), asam lemak bebas, dan sisa kilomikron, akan disekresikan ke dalam

sirkulasi dalam bentuk lipoprotein berdensitas rendah/ very low density

lipoprotein (VLDL). Dari hati, kolesterol diangkut oleh Low Density Lipoprotein

(LDL) untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan setelah berikatan denagn

reseptor LDL. Sebaliknya High Density Lipoprotein (HDL) mengangkut

kelebihan kolesterol kembali ke hati dan selanjutnya oleh hati akan diuraikan dan

dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam/cairan empedu (Irwanto, 2012).

2.6 Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan

peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL serta penurunan kadar HDL,

yang terjadi karena interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Dislipidemia

merupakan faktor resiko utama timbulnya aterosklerosis (Suryaatmaja dan

Silman, 2006).

Pada keadaan dislipidemia, terjadi ketidak seimbangan dari profil lipid

dimana kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida meningkat sedangkan kadar

kolesterol HDL menurun. Trigliserida yang meningkat akan diakumulasi oleh sel

adiposit dan jaringan adiposa. Hipertropi adiposit dan akumulasi jaringan adiposa

merupakan keadaan patogenik yang dikenal dengan istilah adiposapathy (Bays

dkk., 2013). Keadaaan ini menstimulasi pelepasan sitokin yaitu tumor necrosis

factor alpha (TNFα). Kadar TNFα yang meningkat, dapat menyebabkan

terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin pada adiposit dapat menurunkan

aktivitas enzim lipoprotein lipase (LPL), yang menyebabkan penurunan clearance

VLDL, yang mengakibatkan peningkatan kadar VLDL dalam darah. Resistensi

insulin juga meningkatkan hidrolisis trigliserida sehingga terjadi peningkatan FFA

(free fatty acid). FFA masuk ke dalam sirkulasi darah, lalu ke hati. Peningkatan

FFA di hati akan merangsang sekresi VLDL, sehingga terjadi hipertrigliseridemia.

Rekomendasi dari NECP (National Cholesterol Education Program),

Amerika Serikat untuk menghindari terjadinya PKV (penyakit kardiovaskular),

dianjurkan memiliki kadar trigliserida kurang dari 200 mg/100ml, kolesterol total

kurang dari 200 mg/100 ml, kolesterol LDL kurang dari 130mg/100 ml, dan

kolesterol HDL lebih dari 45 mg/100 ml darah (NECP, 2001).

2.6.1 Penyebab Dislipidemia

Penyebab dislipidemia (Grundy, 2006) :

1. Penyebab primer, yaitu faktor keturunan (genetik)

2. Penyebab sekunder, salah satunya akibat konsumsi lemak jenuh yang tinggi

disertai aktivitas fisik yang kurang.

2.6.2 Diagnosis Dislipidemia

Diagnosa dislipidemia ditegakkan dengan pemeriksaan profil lemak serum,

yaitu kolesterol total, Triglyserida dan HDL kolesterol dan LDL kolesterol serta

VLDL (Grundy, 2006).

2.6.3 Penanganan Dislipidemia

Penanganan dislipidemia dibagi 2 yaitu:

A. Terapi Non Farmakologi : memperbaiki gaya hidup

Terapi diet dengan cara menurunkan intake lemak total, asam lemak jenuh,

dan kolesterol secara progresif, peningkatan asupan serat yang dapat larut,

mengurangi asupan karbohidrat dan alkohol, mengurangi berat badan berlebih,

peningkatan aktivitas fisik sehari-hari, dan menghentikan kebiasaan merokok

(Grundy, 2006).

Terapi non farmakologi ini hendaknya menjadi terapi utama untuk

dislipidemia, kecuali pada pasien dengan hiperkolesterolemia familial

(bawaan/genetik), dengan kelainan metabolisme lipoprotein/kolesterol) atau

hiperlipidemia gabungan yang bersifat familial, terapi non farmakologi dan

farmakologi dimulai bersamaan (Grundy, 2006).

B. Terapi Farmakologi

Obat antidislipidemik adalah obat yang diberikan dengan tujuan menurunkan

/ meningkatkan kadar lipid/lemak di dalam darah/plasma. Obat antidislipidemik

diberikan apabila terapi diet dan olah raga tidak responsif. Obat antidislipidemik

yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi Asam Fibrat, Resin,

Penghambat HMGR-KoA Reduktase (3 Hidroksi 3 Metil Glutaril Ko – Enzim A

Reduktase Inhibitor), Asam nikotinat, Ezetimibe, terapi kombinasi (McKenney

dkk., 2007).

2.7 Minyak Kelapa

Ada empat jenis minyak kelapa yang dibuat dengan cara yang berbeda.

Minyak kelapa olahan, fraksinasi, hidrogenasi dan minyak kelapa murni (VCO).

Minyak kelapa olahan diekstrak dari kopra, memiliki rasa dan aroma kelapa,

sering digunakan untuk memasak, industri dan komersial. Minyak kelapa

fraksinasi dibuat dengan cara fraksinasi, dengan tujuan untuk mempertahankan

asam lemak jenuhnya, digunakan untuk industri dan medis. Minyak hidrogenasi

adalah minyak diberi tekanan tinggi untuk menghasilkan gelembung hidrogen,

dapat bertahan lebih lama, mengandung lemak yang merugikan kesehatan

(Anonim, 2012). Pembuatan VCO, dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan

cara mengeringkan daging kelapa segar dengan temperatur rendah tidak lebih dari

600C kemudian di pressing untuk mengekstraksi minyaknya, yang kedua dengan

mengekstrak santan dari daging buah kelapa yang segar, diikuti penambahan

enzim untuk beberapa jam atau dengan proses mekanik menggunakan centrifuge

(Caradang, 2008).

Selain keempat jenis minyak kelapa tersebut diatas, ada yang dikenal dengan

minyak kelapa tradisional. Minyak kelapa ini dibuat dari daging buah kelapa

(Cocos nucifera) di rumah-rumah secara tradisional. Buah kelapa yang sudah

cukup tua/matang dikupas kulitnya, dibelah kemudian dipisahkan daging buah

dan tempurungnya, selanjutnya daging buahnya diparut, hasil parutan kelapa

dicampur air kemudian diperas dan disaring menghasilkan santan. Santan

dididihkan sampai terbentuk cairan minyak dibagian atas (Mansur, 2013).

Minyak kelapa yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak kelapa di

proses secara tradisional di rumahan. Komposisi dari minyak kelapa adalah

sebagai berikut : asam kaproat C6:0 0,4-0,6%, asam kaprilat C8:0 6,9-9,4%, asam

kaprat C10:0 6,2-7,8%, asam laurat C12:0 45,9-50,3%, asam miristat C14:0 16,8-

19,2%, asam palmitat C16:0 7,7-9,7%, asam oleat C18:1 5,4-7,4%, asam stearat

C18:0 2,3-3,2%, asam linoleat C18:2 (omega 6) 1,3-2,1% (Hambali dkk., 2007).

Gambar 2.2 Tanaman Kelapa (Cocos nucifera) (Wawan, 2011)

2.8 Minyak Sawit

Minyak sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis). MS dapat

digolongkan menjadi 2 tipe minyak, yaitu minyak dari daging buah sawit (palm

oil) dan minyak dari biji kelapa sawit (palm kernel oil). Daging buah sawit

menghasilkan minyak mentah sebagai bahan baku minyak goreng (Fadhilla,

2008).

Secara botani, buah kelapa sawit terdiri dari pericarp yang terbungkus oleh

exocarp (kulit), mesocarp (yang secara salah kaprah biasanya disebut pericarp)

dan endocarp (cangkang). Komposisi kimia minyak yang berada dalam mesocarp

(CPO-crude palm oil) berbeda dengan minyak yang ada dalam endosperm matang

(PKO- palm kernel oil) (Pahan, 2008).

Nama Latin dari kelapa sawit adalah Elaeis guineensis Jacq.Elaeis berasal

dari kata Elaion yang berarti minyak dalam bahasa Yunani dan Guineensis berasal

dari kata Guinea yaitu pantai barat Afrika. Jacq. berasal dari nama asal botani

(botanist) Amerika bernama Jacquin. Tanaman ini termasuk dalam famili palma

(palm) genus Arecaceae (Wawan, 2011).

Minyak sawit yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak Bimoli

spesial, yang berdasarkan analisis yang dilakukan di Balai Penelitian dan

Pengembangan Industri Balai Besar Industri Argo Bogor, memiliki komposisi

sebagai berikut : asam laurat (0,2%), asam miristat (0,87%), asam palmitat

(30,4%), asam stearat (3,27%), asam oleat (46,1%), asam linoleat (18,7%) dan

asam linolenat (0,33%)(lampiran 1). MS ini, diolah dengan cara pemurnian multi

proses dengan tujuan mempertahankan secara optimum zat-zat yang bermanfaat

bagi kesehatan terutama mempertahankan kebaikan dari omega 9 (asam oleat)

agar tahan terhadap panas yang tinggi.

Gambar 2.3. Tanaman Sawit (Elaeis) (Fadilla, 2008)

Tabel 2.1

Persentase Asam Lemak pada Minyak Kelapa dan Minyak Sawit (Hambali

dkk., 2007; lampiran 4).

Asam lemak Minyak kelapa Minyak sawit

Asam kaproat C6:0 0,4 - 0,6 % -

Asam kaprilat C8:0 6,9 - 9,4 % -

Asam kaproat C10:0 6,2 - 7,8 % -

Asam laurat C12:0 45,9 - 50,3 % 0,2 %

Asam Miristat C14:0 16,8 – 19,2 % 0,8 %

Asam Palmitat C16:0 7,7 – 9,7 % 30,4 %

Asam Stearat C18:0 2,3 – 3,2 % 3,27 %

Asam Oleat C18:1 5,4 – 7,4 % 46,1 %

Asam Linoleat C18:2 1,3 – 2,1 % 18,7 %

2.9 Pengaruh Pemanasan terhadap Kualitas Minyak Goreng

Secara umum, minyak goreng rentan terhadap kerusakan oksidasi akibat

proses penggorengan berulang. Reaksi oksidasi pada minyak goreng dimulai

dengan pembentukan radikal bebas, yang dipercepat dengan adanya cahaya,

panas, logam (besi dan tembaga), dan senyawa oksidator pada bahan pangan yang

digoreng (seperti klorofil, hemoglobin dan pewarna sintetik tertentu). Faktor lain

yang juga mempengaruhi laju oksidasi dari minyak goreng adalah jumlah oksigen,

derajat ketidakjenuhan asam lemak dalam minyak dan adanya antioksidan

(Rorong dkk., 2008).

1. Pemanasan pada minyak kelapa

Dalam teknologi pengolahan bahan pangan, minyak kelapa berperan penting

dalam menggoreng makanan sehingga bahan pangannya menjadi kering.

Penggorengan bahan pangan, biasanya menggunakan sistem deep frying dimana

bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dengan suhu minyak

mencapai 200-2050C. Minyak kelapa memiliki titik asap yang tinggi (± 232

0C)

sehingga lebih stabil terhadap panas dibandingkan minyak nabati lainnya (Rorong

dkk., 2008).

Minyak kelapa walaupun dikatakan stabil terhadap pemanasan tetapi jika

digunakan untuk menggoreng dapat mengalami reaksi oksidasi pada suhu ± 175-

1800C, dapat menghasilkan produk yang bersifat toksis yang berdampak buruk

bagi kesehatan. Proses oksidasi yang disebabkan oleh oksigen di udara

(autooksidasi) terjadi spontan, dengan kecepatan proses oksidasinya tergantung

kepada tipe lemaknya. Proses oksidasi diawali dengan pembentukan peroksida

dan hidroperoksida, selanjutnya terurainya asam-asam lemak disertai konversi

hidroperoksida menjadi aldehid dan keton. Kerusakan minyak dan lemak ditandai

dengan degradasi warna, bau dan rasa tengik (Rorong dkk., 2008).

Gejala yang terjadi pada hewan setelah diberikan minyak/lemak yang

dipanaskan dan telah teroksidasi adalah gejala keracunan seperti iritasi saluran

pencernaan, pembengkakan organ tubuh, depresi pertumbuhan dan kematian

(Rorong dkk., 2008).

1. Pemanasan pada minyak sawit

Minyak sawit mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh jenis asam

oleat dan linoleat. Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh pada minyak sawit

menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan (deep frying),

karena selama proses penggorengan minyak dipanaskan secara terus menerus

dalam suhu tinggi dan terjadi kontak dengan oksigen dari udara luar memudahkan

terjadinya reaksi oksidasi. Pada pemanasan ≥ 1000C kerusakan oksidasi terjadi

pada asam lemak tak jenuh maupun asam lemak jenuh. Oksidasi pada

penggorengan suhu 2000C, kerusakan lebih mudah pada asam lemak dengan

derajat ketidakjenuhan yang tinggi, sedangkan hidrolisis mudah terjadi pada

minyak dengan asam lemak jenuh rantai panjang (Sartika, 2009).

Penelitian yang dilakukan Sartika (2009), melakukan penelitian tentang

pengaruh penggorengan dengan minyak sawit yang dilakukan dengan cara deep

frying terhadap pembentukan asam lemak trans. Pengaruh metabolik dari lemak

trans adalah menyebabkan terjadinya penyakit kardiovaskular. Minyak sawit

dipanaskan sampai suhu 2000C, kemudian digunakan untuk menggoreng. Pada

proses penggorengan pertama terjadi penurunan konsentrasi asam oleatnya tetapi

belum terbentuk lemak trans. Pada pengulangan yang kedua terjadi pembentukan

lemak trans ( Sartika, 2009).

2.10 Minyak goreng dan dislipidemia

Pada keadaan dislipidemia, terjadi ketidak seimbangan dari profil lipid yaitu

kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida meningkat sedangkan kadar kolesterol

HDL menurun. Trigliserida yang meningkat akan diakumulasi oleh sel adiposit

dan jaringan adiposa. Hipertropi adiposit dan akumulasi jaringan adiposa

merupakan keadaan patogenik yang dikenal dengan istilah adiposapathy (Bays

dkk., 2013). Keadaan ini menstimulasi pelepasan sitokin yaitu tumor necrosis

factor alpha (TNFα). Komponen asam lemak yang terdapat di dalam minyak

kelapa tradisional dan minyak sawit PMP memiliki peran masing-masing dalam

hubungannya dengan keadaan dislipidemia.

Asam laurat (C12:0), merupakan asam lemak dengan konsentrasi tertinggi

didalam minyak kelapa tradisional. Asam laurat dapat meregulasi keseimbangan

asam lemak melalui peroxisome proliferator-activated receptors alpha (PPARα)

dan peroxisome proliferator-activated receptors gamma (PPARᵧ). Asam oleat

(C18:1) menstimulasi PPARᵧ. PPAR merupakan nuclear regulatory protein

receptors, yang meregulasi pertumbuhan dan metabolisme sel.

Ada 3 jenis PPAR yang teridentifikasi pada berbagai organ dalam tubuh

manusia, PPARα, PPARᵧ dan PPARβ. PPARα terdapat di hati, ginjal, jantung,

otot, jar adipose dan lain-lain, PPARᵧ terdapat di jantung, otot, jaringan adipose

dan lain-lain, sedangkan PPARβ terdapat di otak, jaringan adipose dan lain-lain

(Dayrit, 2015).

PPARα menormalkan kadar TNFα yang meningkat pada keadaaan

dislipidemia (Chen dkk., 2009). PPARᵧ menekan ekspresi dari TNFα. yang

meningkat pada keadaan dislipidemia (Shudiefat dkk., 2013). Peranan PPARα

dalam menormalkan kadar TNFα dan PPARᵧ menekan ekspresi dari TNFα,

menyebabkan proses oksidasi asam lemak di hati meningkat, menghambat sintesis

kolesterol di hati dan meningkatkan sensitivitas insulin. Sensitivitas insulin yang

meningkat akan meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase dan menurunkan

FFA, serta menghambat CETP (Kersshaw dan Flier, 2004).

CETP adalah protein plasma yang memediasi pertukaran cholesteryl ester

dari HDL dengan molekul trigliserida dari LDL, VLDL, maupun kilomikron,

sehingga VLDL kaya kolesterol, sedangkan HDL menjadi kaya akan trigliserida

atau lipoprotein kaya trigliserida (TGrL). Apo A-1 dapat memisahkan diri dari

HDL kaya trigliserida. Apo A-1 bebas ini segera dibersihkan dari plasma melalui

ginjal, sehingga mengurangi kemampuan HDL untuk reverse cholesterol

transport. Kadar HDL dalam darah menurun. LDL kaya trigliserida dapat

mengalami lipolisis menjadi small dense LDL (Shulman, 2000). Penghambatan

trhadap CETP menyebabkan peningkatan kadar HDL, kolesterol dan penrunan

kadar LDL kolesterol (Liu Di dkk., 2009)

Asam miristat (C14:0) menurunkan regulasi reseptor LDL yang

mengakibatkan peningkatan kadar kolesterol LDL dalam darah (Ong dan Goh,

2002).

Asam stearat (C18:0) cepat berubah menjadi asam oleat (C18:1) sehingga

tidak meningkatkan kadar kolesterol LDL (Ong dan Goh, 2002).

Asam palmitat (C16:0) sulit diserap karena berada pada posisi sn-1 dan 3

pada molekul TAG sehingga cenderung bersifat netral atau sedikit meningkatkan

kolesterol walaupun tidak sekuat asam miristat (Ong dan Goh, 2002).

Asam linoleat (C18:2) bekerja meningkatkan regulasi receptor LDL (

aktivitas full) sehingga kolesterol lipoprotein dibersihkan dari plasma (Ong dan

Goh, 2002).

20

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia dan

tiga kali lebih banyak daripada kematian karena kanker. Angka kematian akibat

penyakit kardiovaskular meningkat setiap tahunnya. Dislipidemia merupakan

salah satu faktor resiko penyakit jantung koroner (PJK), yang dapat dimodifikasi.

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid, yang ditandai dengan

peningkatan atau penurunan fraksi/profil lipid dalam plasma, yaitu kenaikan kadar

kolesterol total, kadar kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL), kadar

Trigliserida dan penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Dislipidemia

dipengaruhi oleh faktor internal yaitu genetik dan hormonal, sedangkan faktor

eksternalnya adalah diet tinggi lemak dan kurangnya aktivitas fisik.

Salah satu sumber asupan lemak dari makanan adalah minyak goreng.

Minyak goreng yang umum digunakan adalah minyak sawit dan minyak kelapa.

Faktanya di masyarakat saat ini minyak goreng yang lebih banyak digunakan

adalah minyak sawit karena mudah didapat, harga ekonomis dan banyak pilihan,

sedangkan minyak kelapa tradisional jarang digunakan karena sulit didapat.

Minyak sawit PMP maupun minyak kelapa tradisional dikatakan mampu

memperbaiki profil lipid dalam kondisi dislipidemia karena kandungan masing-

masing asam lemaknya. Namun minyak kelapa dikatakan stabil terhadap

pemanasan. Hal ini mendorong peneliti meneliti kedua minyak ini, minyak sawit

21

PMP dan minyak kelapa tradisional dalam pengaruhnya terhadap profil lipid.

Kedua minyak dipanaskan


Top Related