bab ii kajian pustaka 2.1 penuaan 2.1.1 definisi penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai...

56
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan Hingga saat ini, penuaan masih dianggap sesuatu yang alamiah terjadi. Selama proses penuaan banyak terjadi perubahan yang diakibatkan oleh berbagai faktor. Secara umum, penuaan merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan serta memperbaiki kerusakan yang diderita . Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi, dan semakin banyak distorsi metabolik dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke, infark miokard dan lain-lain (McGeer,P.L and McGeer, E.G, 2004). Secara ekstrim, penuaan atau aging dapat didefinisikan sebagai suatu koleksi atau kumpulan penyakit dan patologis (Turturro et al, 2002). 2.1.2 Penyebab Penuaan Banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit, dan akhirnya membawa kepada kematian. Pada dasarnya faktor-faktor ini dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor internal meliputi radikal bebas, ketidakseimbangan hormon, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun,

Upload: others

Post on 27-Feb-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penuaan

2.1.1 Definisi Penuaan

Hingga saat ini, penuaan masih dianggap sesuatu yang alamiah terjadi.

Selama proses penuaan banyak terjadi perubahan yang diakibatkan oleh berbagai

faktor. Secara umum, penuaan merupakan suatu proses menghilangnya secara

perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan serta memperbaiki

kerusakan yang diderita . Dengan begitu manusia secara progresif akan

kehilangan daya tahan terhadap infeksi, dan semakin banyak distorsi metabolik

dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes

melitus, alzheimer, parkinson, stroke, infark miokard dan lain-lain (McGeer,P.L

and McGeer, E.G, 2004). Secara ekstrim, penuaan atau aging dapat didefinisikan

sebagai suatu koleksi atau kumpulan penyakit dan patologis (Turturro et al, 2002).

2.1.2 Penyebab Penuaan

Banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses

penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit, dan akhirnya membawa kepada

kematian. Pada dasarnya faktor-faktor ini dikelompokkan menjadi faktor internal

dan eksternal. Beberapa faktor internal meliputi radikal bebas, ketidakseimbangan

hormon, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun,

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

12

dan genetik. Sedangkan faktor eksternal meliputi pola hidup yang tidak sehat, diet

yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi, lingkungan, stres dan kemiskinan

(Pangkahila, 2011a).

2.1.3 Teori Proses Penuaan

Terdapat banyak teori penuaan yang dikemukakan oleh para ahli. Tetapi

kebanyak teori belum dapat dibuktikan sepenuhnya oleh manusia karena waktu

hidup manusia yang relatif panjang. Masing-masing teori atau hipotesis saling

melengkapi satu dengan lainnya (Goldmann and Klatz, 2003). Telah banyak

dilakukan penelitian untuk menyokong teori penuaan ini yang hingga saat ini

masih menjadi perdebatan. Teori-teori ini mendasari berbagai perubahan ditingkat

biokimia, biomolekuler dan seluler yang terjadi dalam proses penuaan.

2.1.3.1 Teori Wear and Tear

Teori wear and tear pada prinsipnya menyatakan tubuh menjadi lemah lalu

meninggal sebagai akibat dari penggunaan dan kerusakan yang terakumulasi.

Teori ini telah lama diperkenalkan oleh Dr. August Weismann, seorang ahli

biologi dari Jerman pada tahun 1882. Menurut teori ini, tubuh dan sel yang

terdapat pada makhluk hidup menjadi rusak karena terlalu sering digunakan dan

disalahgunakan. Kerusakan tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi ke

tingkatan sel (Pangkahila, 2011a).

Hal ini menyatakan bahwa walaupun seseorang tidak pernah merokok,

minum alkohol, dan hanya mengkonsumsi makanan alami, dengan menggunakan

organ tubuh secara biasa saja, pada akhirnya akan berujung pada terjadinya suatu

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

13

kerusakan. Penyalahgunaan organ tubuh akan membuat kerusakan terjadi lebih

cepat. Karena itu, tubuh akan menjadi tua, dimana sel juga merasakan

pengaruhnya, terlepas dari seberapa sehat gaya hidupnya. Sistem pemeliharaan

pola hidup yang baik pada masa muda dinilai dapat berpengaruh terhadap

perbaikan tubuh sebagai kompensasi terhadap pengaruh penggunaan dan

kerusakan normal berlebihan (Pangkahila, 2011a).

Dengan menjadi tua, tubuh berangsur kehilangan kemampuan dalam

memperbaiki kerusakan karena penyebab apa pun. Banyak orang tua meninggal

karena penyakit yang pada masa mudanya dapat ditolak. Teori ini meyakini

bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak terlambat dapat

membantu mengembalikan proses penuaan dengan mekanismenya adalah

merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan

organ tubuh dan sel (Pangkahila, 2011a). Teori wear and tear meliputi:

A. Teori Kerusakan DNA

Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri (DNA

repair). Proses penuaan sejatinya memiliki arti sebagai proses penyembuhan yang

tidak sempurna dan sebagai akibat penimbunan kerusakan molekul yang terus

menerus. Kerusakan DNA yang terakumulasi dalam waktu lama, dapat mencapai

suatu keadaan dimana basis molekul sudah mengalami kerusakan yang berat.

Kerusakan molekuler dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari luar, seperti

radiasi, polutan, asap rokok dan mutagen kimia (Pangkahila, 2011a).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

14

B. Teori Penuaan Radikal Bebas

Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme dapat mengalami penuaan

dikarenakan adanya akumulasi kerusakan oleh radikal bebas di dalam sel dalam

jangka waktu tertentu. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang

mempunyai susunan elektron tidak berpasangan sehingga bersifat sangat tidak

stabil. Untuk menjadi stabil, radikal bebas akan menyerang sel-sel untuk

mendapatkan elektron pasangannya dan terjadilah reaksi berantai yang

menyebabkan kerusakan jaringan ya ng luas. Molekul utama di dalam tubuh yang

dapat dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein (Suryohusodo,

2000). Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan yang terjadi pada

sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga dapat mengganggu

metabolisme sel, juga merangsang terjadinya mutasi sel, yang akhirnya bisa

berakibat kanker dan kematian. Pada kulit, radikal bebas dapat merusak kolagen

dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit agar tetap lembab, halus, fleksibel

dan elastis. Jaringan tersebut akan mengalami kerusakan akibat paparan radikal

bebas, terutama pada daerah wajah, di mana akan terbentuk lekukan kulit dan

kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman dan

Klatz, 2003).

C. Glikosilasi

Teori ini dikemukakan dan mendapatkan momentumnya sejak diketahui

bahwa glikosilasi memiliki peranan penting dalam kaitannya dengan diabetes tipe

2. Glukosa bergabung dengan protein yang telah mengalami dehidrasi, yang

kemudian menyebabkan terganggunya sistem organ tubuh. Pada diabetes,

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

15

glikosilasi menyebabkan kekakuan arteri, katarak, hilangnya fungsi syaraf, yang

merupakan komplikasi yang umum terjadi pada diabetes (Pangkahila, 2011).

2.1.3.2 Programmed Theory

Teori ini menganggap bahwa di dalam tubuh manusia terdapat suatu jam

biologik, yang dimulai dari proses konsepsi sampai ke kematian dalam suatu

model terprogram. Peristiwa ini terprogram mulai dari sel sampai embrio, janin,

masa bayi, anak-anak remaja, menjadi tua dan akhirnya meninggal (Pangkahila,

2011). Programmed theory meliputi:

A. Teori Terbatasnya Replikasi Sel

Teori ini mengatakan bahwa pada ujung chromosome strands terdapat

struktur khusus yang disebut telomere. Setiap replikasi sel telomere mengalami

pemendekan ukuran pada proses pembelahan pembelahan sel. Dan setelah

sejumlah pembelahan sel tertentu, telomere telah dipakai dan pembelahan sel

terhenti. Menurut Hayflick, mekanisme telomere tersebut menentukan rentang

usia sel dan pada akhirnya juga rentang usia organisme itu sendiri (Pangkahila,

2011).

B. Proses Imun

Rusaknya sistem imun tubuh seperti mutasi yang berulang atau perubahan

protein protein pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan

sistem imun tubuh dalam mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi

somatik dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel,

maka hal ini akan menyebabkan sistem imun dalam tubuh menganggap sel yang

mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

16

Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Salah satu

bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi pada orang

lanjut usia (Pangkahila, 2011).

C. Teori Neuroendokrin

Teori ini diperkenalkan Vladimir Dilman, PhD, dengan dasar peranan

berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Pada usia muda, berbagai hormon

bekerja dengan baik dalam mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh, sehingga

fungsi berbagai organ tubuh sangat optimal, seperti kemampuan bereaksi terhadap

panas dan dingin, kemampuan motorik, fungsi seksual, dan fungsi motorik.

Seiring dengan menuanya seseorang maka tubuh hanya mampu memproduksi

hormon lebih sedikit, sehingga kadarnya menurun dan berakibat pada gangguan

berbagai fungsi tubuh. Contoh yang jelas ialah menopause pada wanita, dan

andropause pada pria. Terapi sulih hormon dikatakan dapat membantu untuk

mengembalikan fungsi hormon tubuh sehingga dapat memperlambat proses

penuaan (Goldman dan Klatz, 2003).

2.1.4 Tahapan Penuaan

Proses penuaan berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut:

1. Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)

Pada tahap ini sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu

hormone testosteron, growth hormone, estrogen. Radikal bebas, yang dapat

merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh, tetapi secara fisik

belum terlihat tanda–tanda penuaan.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

17

2. Tahap Transisi (usia 35-45 tahun):

Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 persen. Massa otot

berkurang sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun, tenaga dan

kekuatan terasa hilang, komposisi lemak tubuh bertambah yang

mengakibatkan terjadinya resistensi insulin, resiko penyakit jantung

pembuluh darah meningkat. Pada tahap ini gejala penuaan mulai muncul,

yaitu penglihatan dan pendengaran menurun, rambut mulai putih,

elastisitas kulit berkurang, dorongan seksual dan bangkitan seksual

menurun.

3. Tahap Klinis (usia 45 tahun keatas) :

Pada tahap ini penurunan hormon terus berlanjut, meliputi DHEA,

melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid.

Terjadi penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan

makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulang menurun, masa otot

berkurang sekitar satu kilogram setiap tiga tahun, yang mengakibatkan

ketidakmampuan membakar kalori sehingga meningkatkan lemak tubuh

dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh

mulai mengalami kegagalan, aktivitas sehari hari terganggu, disfungsi

seksual merupakan keluhan yang terpenting (Pangkahila, 2007).

Dengan melihat ketiga tahap ini, dapat dikatakan bahwa proses penuaan tidak

selalu dinyatakan dengan suatu gejala atau keluhan. Hal ini mempertegas bahwa

seseorang yang tidak menunjukkan gejala ataupun keluhan bukan berarti tidak

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

18

mengalami proses penuaan dan dalam mengatasi proses penuaan, tidaklah perlu

menunggu adanya gejala atau keluhan yang nyata (Pangkahila, 2007)

2.1.5 Penanda Molekuler dan Seluler Penuaan

Terdapat setidaknya sembilan penanda yang terlibat dalam proses penuaan

dan berperan dalam menentukan fenotip penuaan (Gambar 2.1). Penanda proses

penuaan setidaknya memenuhi beberapa kriteria, yaitu: (1) harus ada selama

prosespenuaan normal, (2) aktifasi secara eksperimental dari penanda tersebut

harus mempercepat proses penuaan, (3) perbaikan secara eksperimental dari

penanda tersebut harus memperlambat proses penuaan normal dan meningkatkan

kesehatan dan harapan hidup (Lopez-Otın et al., 2013).

Gambar 2.1.

Penanda Penuaan (Lopez-Otın et al., 2013)

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

19

2.1.5.1 Ketidakseimbangan Genom

Telah banyak sekali dilakukan penelitian dan mendapatkan hasil bahwa

kerusakan genom berkaitan dengan penuaan dan induksi artifisial dari kerusakan

genom tersebut dapat menginduksi beberapa keadaan patologis yang berkaitan

dengan mempercepat penuaan. Terdapat bukti hasil penelitian yang menunjukkan

bahwa perbaikan faktor yang terlibat dalam pengaturan segregasi kromosom saat

pembelahan sel dapat meningkatkan harapan hidup pada mamalia (Baker et al.,

2013). Intervensi terhadap mesin DNA repair telah terbukti berdampak pada

proses penuaan dini (Lopez-Otın et al., 2013).

Gambar 2.2.

Beberapa Kelainan pada Genom yang Mempercepat Penuaan

(Lopez-Otın et al., 2013)

2.1.5.2 Pemendekan Telomer

Kromosom pada eukaryota, pada manusia, termasuk mamalia,

mempunyai pelindung sering disebut sebagai “cap” (topi), terdiri dari beberapa

urutan nukleotida khusus (TTAGGG), dengan untaian yang berulang mulai dari

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

20

beberapa ratus kali sampai ribuan kali pada kedua ujung kromosom, disebut

sebagai telomer. Pada keadaan proliferasi sel secara normal, selalu diikuti oleh

pemendekan dari telomer, pemendekan ini bersifat akumulasi yang pada suatu

saat tertentu proliferasi sel terhenti oleh karena batas pemendekan sudah

mencapai maksimal (mutlak). Hal ini relevan dengan kemampuan proliferasi sel

manusia yang terus menurun sesuai dengan bertambahnya usia baik secara

pemeriksaan in vitro maupun in vivo (Campisi and Fagagna, 2007).

2.1.5.3 Perubahan Epigenetik

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penuaan diikuti dengan

perubahan epigenetic, dan gangguan epigenetic dapat merangsang sindrom

progeroid pada hewan coba. Lebih lanjut, SIRT6 merupakan salah satu contoh

enzim yang berkaitan dengan epigenetik. Peningkatan ekspresi SIRT6

menunjukkan peningkatan harapan hidup tikus, sedangkan hilangnya ekspresi gen

ini menunjukkan fenotip penuaan muncul lebih cepat (Mostoslavsky et al., 2006;

Kanfi et al., 2012).

Gambar 2.3.

Perubahan Epigenetik Terkait Penuaan (Lopez-Otın et al., 2013)

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

21

2.1.5.4 Gangguan Proteotasis

Ada bukti yang kuat bahwa penuaan berhubungan dengan gangguan

proteostasis, dan gangguan eksperimental terhadap proteostasis dapat memicu

kondisi patologi terkait usia. Hasil penelitian yang penting mengenai ini adalah

manipulasi genetik yang meningkatkan proteostasis terbukti dapat menunda

penuaan pada mamalia (Zhang dan Cuervo, 2008).

Gambar 2.4.

Gangguan Proteotasis (Lopez-Otın et al., 2013)

2.1.5.5 Deregulasi Nutrisi

Secara kolektif, bukti yang ada saat ini sangat mendukung gagasan bahwa

sinyal anabolik mempercepat penuaan dan penurunan signaling ini dapat

memperpanjang umur (Fontana et al., 2010). Manipulasi farmakologis yang

meniru keadaan ketersediaan nutrisi terbatas, seperti rapamycin, dapat

memperpanjang umur panjang pada tikus (Harrison et al., 2009).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

22

2.1.5.6 Disfungsi Mitokondria

Fungsi mitokondria memiliki dampak yang mendalam pada proses

penuaan. Disfungsi mitokondria dapat mempercepat penuaan pada mamalia

(Trifunovic et al, 2004; Kujoth et al, 2005; Vermulst et al., 2008), namun hingga

saat ini masih kurang jelas apakah dengan meningkatkan fungsi mitokondria,

misalnya melalui mitohormesis, dapat memperpanjang umur pada mamalia,

meskipun bukti sugestif dalam pengertian ini sudah ada (Lopez-Otın et al., 2013)

2.1.5.7 Penuaan Sel

Dalam beberapa aspek fisiobiologis, penuaan selular adalah kompensasi

yang menguntungkan dalam menanggapi kerusakan yang mempercepat penuaan

ketika jaringan kehilangan kapasitas regeneratif mereka. Mengingat kompleksitas

ini, beberapa peneliti memperdebatkan peristiwa ini apakah penuaan sel

memenuhi kriteria yang ideal untuk ketiga definisi ciri khas penanda penuaan.

Peningkatan dari tumor supresor protein terbukti dapat memperpanjang umur

panjang (Mathieu et al., 2007, 2009), dan pada saat yang sama, dengan

menghilangkan sel yang mengalami penuaan (senescence cell) dalam eksperimen

model hewan progeria dapat menunda keadaan patologi terkait usia (Baker et al.,

2013). Oleh karena itu, dua intervensi yang secara konseptual berlawanan dapat

memperpanjang usia.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

23

Gambar 2.5.

Cell Senescence (Lopez-Otın et al., 2013)

2.1.5.8 Berkurangnya Populasi Stem Cell

Berkurangnya stem cell nerupakan konsekuensi integratif dari berbagai

jenis kerusakan terkait penuaan dan kemungkinan merupakan salah satu penyebab

utama dari penuaan jaringan, organ dan organisme. Penelitian terbaru

menunjukkan bahwa peremajaan stem cell mungkin dapat membalikkan fenotip

penuaan pada tingkat organisme (Random dan Chang, 2012).

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

24

2.1.5.9 Perubahan Komunikasi Interseluler

Ada bukti kuat bahwa penuaan bukan hanya fenomena di dalam satu sel,

namun merupakan gabungan perubahan fenotip berbagai sel yang ditunjukkan

dengan adanya komunikasi interseluler. Hal ini dapat membuka peluang untuk

mengintervensi proses penuaan pada tingkat ini. Yang menarik adalah adanya

bukti untuk peremajaan melalui faktor sistemik melalui darah (Conboy et al.,

2005; Villeda et al., 2011; Loffredo et al., 2013).

2.2 Pelatihan Fisik Berlebih

2.2.1 Definisi Pelatihan Fisik Berlebih

Pelatihan fisik atau olahraga merupakan suatu kegiatan yang penting bagi

kehidupan manusia. Olahraga yang teratur dan tepat dapat mempertahankan

kebugaran fisik. Kondisi lingkungan yang memadai dan takaran pelatihan yang

tepat untuk setiap individu meliputi Frequency, Intensity, Time and Type (FITT)

sangat mendukung untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan resiko yang

minimal pada pelatihan olahraga. Frekuensi pelatihan yang dianjurkan adalah 3-4

kali seminggu, dengan intensitas 72-87% dari denyut jantung maksimal (220-

umur) dengan variasi 10 denyut per menit. Tipe pelatihan yang dianjurkan adalah

kombinasi dari latihan erobik dan pelatihan otot dalam waktu 30-60 menit, yang

didahului oleh pemanasan selama 15 menit dan diakhiri oleh pendinginan selama

10 menit (Pangkahila, 2010; Pangkahila, 2013; Pangkahila dan Siswanto, 2015).

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

25

Gambar 2.6.

Definisi Overreaching, Overtraining dan Overuse (Anonim, 2015)

Tujuan dari pelatihan olahraga adalah peningkatan dan perbaikan kinerja

fisik, namun setiap kali pelatihan yang berlebihan dan diperpanjang secara

bersamaan dengan pemulihan yang tidak memadai, menyebabkan beberapa

perubahan fisiologis yang disebut latihan fisik berlebih atau overtraining

(Armstrong and VanHeest, 2002). Overtraining dapat didefinisikan sebagai

peningkatan volume atau intensitas pelatihan yang menghasilkan penurunan

kinerja jangka panjang atau bahkan ditandai oleh penurunan kinerja yang spesifik

dari olahraga (Urhausen and Kindermann, 2002).

Para pakar mendefinisikkan overtraining sebagai suatu perubahan

karakteristik fisik, fisiologis atau psikologis yang terkait dengan overtraining dan

rangsangan yang mendahului atau mengikuti terjadinya sindrom overtraining

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

26

saat ini (Kreher and Schwartz, 2012). Hingga saat ini, belum terdapat

penanda/marker overtraining spesifik yang dapat digunakan sebagai pedoman

pasti untuk mendefinisikan overtraining (Armstrong and VanHeest, 2002;

Gleeson, 2002; Petibois et al., 2002; Lac and Maso, 2004).

Overtraining merupakan masalah berulang dikarenakan ada risiko yang

terus-menerus akibat adanya ketidakseimbangan antara pelatihan, kompetisi dan

pemulihan (Alves et al., 2006). Dilaporkan bahwa 6 % pelari jarak jauh, 21%

perenang dan lebih dari 50% pemain sepak bola Australia telah mengalami

overtraining (Smith, 2000). Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa 70% dari

atlet daya tahan tingkat tinggi telah overtraining selama karir mereka (Birreret al.,

2013). Peneliti memperkirakan bahwa 10 sampai 20% dari semua atlet yang

terlibat dengan program pelatihan olahraga intensif mengalami overtraining

syndrome (Hackney and Battaglini, 2007). Penelitian juga telah membuktikan

bahwa sekitar 7 hingga 20% dari semua atlet yang dilatih menunjukkan gejala

sindrom overtraining (MacKinnon, 2000).

Akibat dari overtraining dilaporkan terjadi beberapa perubahan fisiologis,

biokomia dan psikologi, hal ini umumnya terkait dengan pelatihan yang berat dan

telah diusulkan sebagai penanda potensial terjadinya overtraining. Tanda-tanda

latihan berlebih ialah sebagai berikut:

Psikis : kelelahan umum, konsentrasi menurun, apati, insomnia, mudah

tersinggung, dan depresi (Pinel, 2009).

Penampilan (Performance) : penampilan menurun, pemulihan terlambat,

dan tidak toleran terhadap pelatihan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

27

Fisiologis : Peningkatan denyut nadi basal, peningkatan rasa nyeri, nyeri

otot yang kronis, penurunan berat badan, mudah infeksi dan menurunnya

nafsu makan (Kreher and Schwartz, 2012).

Pelatihan fisik berlebih akan mempengaruhi fungsi organ tubuh mulai dari

kardiovaskuler, hormon serta muskuloskeletal sehingga mempengaruhi fungsi

untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu pelatihan berlebih menurunkan

kadar testosteron dan menurunkan gairah seksual (Pangkahila, 2011b).

Pemeriksaan secara mendalam dapat dilakukan pemeriksaan hormon dan radikal

bebas. Oleh karena itu maka pelatihan kebugaran seksual perlu dilakukan

berdasarkan kaidah ilmiah (Pangkahila, 2011a).

Sebaliknya kondisi pra-overtraining adalah penurunan kinerja jangka

pendek yang diikuti pemulihan lengkap dalam beberapa hari atau bahkan terjadi

peningkatan kinerja fisik (supercompensation) (Gleeson, 2002). Hal ini yang

mendasari banyak pelatih menegaskan bahwa perlu untuk menginduksi keadaan

pra-overtraining selama proses pelatihan (Urhausen and Kindermann, 2002).

2.2.2 Patofisiologi Pelatihan Fisik Berlebih (Overtraining)

Banyak penelitian fokus terhadap peran hypothalamus dalam fisiobiologi

dan patobiologi pada pelatihan fisik berlebih, karena hypothalamus bertindak

dalam aktivasi sistem saraf otonom dalam kelenjar adrenal dan gonad.

Overtraining mengakibatkan perubahan kadar katekolamin, glukokortikoid dan

indeks testosteron dalam darah. Beberapa peneliti meyakini bahwa sistem ini

terlibat dalam overtraining yang merupakan stres fisik dan psikologis yang

ekstrim (Kinucan and Kravitz, 2005).

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

28

Selama pelatihan ketahanan secara intens, diketahui bahwa terjadi

peningkatan sekresi ACTH oleh hipofisis, dan peningkatan indeks kortisolpada

tahap pra overtraining. Pada tahap selanjutnya sebelum tahap overtraining terjadi

penurunan respon adrenal walaupun sekresi ACTH meningkat, sehingga terjadi

penurunan indeks kortisol. Setelah itu dalam tahap lanjut dari overtraining, terjadi

juga penurunan pelepasan ACTH oleh hipofisis.

Peningkatan angka kejadian infeksi pada penderita overtraining terjadi

karena adanya penurunan sistem imunitas dan indeks glutamin dalam darah

(MacKinnon, 2000a; 2000b). Penelitian membuktikan bahwa apabila terjadi

peningkatan yang dramatis dari beban pelatihan karena atlet tidak mampu

menjaga asupan kalori yang cukup terutama karbohidrat, maka hal ini

mengakibatkan penurunan glikogen otot. Sebagai akibat penurunan glikogen otot

tersebut maka akan terjadi kelelahan dan penurunan kinerja fisik yang sering

diamati dalam overtraining (Kreher and Schwartz, 2012).

Overtraining dapat terjadi karena pelatihan berulang di mana tidak ada

kegiatan fisik yang bervariasi. Diasumsikan bahwa secara psikologis, kebosanan

pelatihan dapat menyebabkan peningkatan dampak negatif pada kinerja fisiologis

atlet, sehingga memungkinan terjadinya lesi (monotone overtraining) (Brown et

al., 2009). Pendapat lain menyatakan overtraining adalah merupakan respon

terhadap stres otot rangka yang berlebihan terkait dengan kurangnya periode

beristirahat dan pemulihan, yang dapat menyebabkan peradangan lokal yang akut,

bahkan dapat menjadi peradangan yang kronis sampai ke peradangan yang

sistemik. Bagian dari peradangan sistemik melibatkan aktivasi monosit, yang

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

29

dapat mensintesis sejumlah sitokin inflamasi (IL-1 β, IL-6 dan TNF-α). Sitokin ini

dalam susunan syaraf pusat mendorong sejumlah perilaku, di antaranya

menurunkan nafsu makan dan depresi, juga bertindak dalam sistem saraf simpatik

dan menekan indeks katekolamin, glukokortikoid dan hormon gonad dalam darah.

Radikal bebas sebagai salah satu faktor utama dari timbulnya respon inflamasi,

disebabkan oleh lesi otot setelah pelatihan yang overtraining (Woodset al, 2012).

Salah satu gejala yang paling penting pada penderita overtraining adalah

kelelahan, yang didefinisikan sebagai ketidakmampuan menjaga intensitas

pelatihan yang diberikan, yang dapat dianggap sebagai peringatan dari tubuh

dalam merespon stres yang berlebihan. Sebaliknya, kelelahan memainkan peran

penting dalam pelatihan olahraga, karena merupakan langkah pertama untuk

proses adaptasi pelatihan yang menstimulasi peningkatan fungsi organik dari atlet,

dimana keseimbangan antara stres dan pemulihan menentukan kualitas program

pelatihan (Petibois et al., 2002).

Beberapa gejala lain telah dilaporkan dibagi menjadi: 1) fisiologis yang

meliputi penurunan kinerja fisik, penurunan kekuatan otot, penurunan koordinasi,

peningkatan tenaga dan periode pemulihan, perubahan dari kurva laktat, tidur dan

anoreksia, 2) biokimia, meliputi penurunan glikogen otot, konten mineral tulang,

testosteron bebas dan testosteron/kortisol rasio yang lebih tinggi dari 30%, serta

peningkatan kortisol dan urea, 3) psikologis, antara lain depresi, stres emosional,

takut bersaing, apatis, dan 4) kekebalan, seperti peningkatan infeksi dan penyakit,

penurunan aktivitas neutrofil dan makrofag (Kreher and Schwartz, 2012).

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

30

2.2.3 Penanda (marker) Overtraining

2.2.3.1 Penanda Biokimia

Diantara penanda biokimia yang paling sering digunakan adalah glutamin

dalam plasma, aktivitas kreatin kinase, kadar urea dan laktat di dalam darah.

Konsentrasi glutamin dalam plasma diusulkan sebagai indikator utama yang

kemungkinan mempunyai hubungan dengan pelatihan yang berlebihan, dimana

indeks glutamin di dalam plasma yang rendah sekali biasanya terdapat pada atlet

dengan overtraining. Konsentrasi glutamin di dalam plasma menurun setelah

latihan mendadak atau diperpanjang, tetapi tidak menurun setelah latihan dengan

intensitas tinggi dan durasi yang pendek (MacKinnon, 2000a; 2000b). Penurunan

glutamin juga dapat terjadi setelah trauma fisik, luka bakar, radang dan infeksi

(Newsholme, 2001). Konsentrasi glutamin di dalam plasma meningkat sementara

setelah asupan protein, tetapi menurun 25% setelah beberapa hari dengan asupan

rendah karbohidrat.

Evaluasi aktivitas enzim kreatin kinase telah banyak digunakan tetapi

bukan sebagai penanda overtraining, melainkan sebagai alat untuk identifikasi

tahap awal dari lesi otot atau pra-overtraining. Fakta ini menjelaskan setelah atlet

yang terlatih melakukan kontraksi otot tidak menambah kegiatan kreatin kinase,

tapi terjadi nyeri otot, hal ini mungkin karena adanya lesi atau peradangan pada

otot jaringan (Gleeson, 2002).

Penurunan kadar asam laktat di dalam darah pada latihan yang

submaksimal juga diamati dalam atlet dengan overtraining, hal ini mungkin

terjadi karena adanya penurunan dari indeks glikogen di dalam otot, dan

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

31

penurunan kadar katekolamin dalam merespon latihan, atau penurunan efek

katekolamin terhadap jaringan otot (Gleeson, 2002). Penentuan kadar asam laktat

di dalam darah rutin bagi para atlet merupakan hal ini penting untuk mengetahui

apakah dapat digunakan sebagai instrumen dalam diagnosis overtraining, tetapi

harus diperhatikan karena terjadi penyimpangan dari kurva asam laktat ke kanan

baik dalam pelatihan dan dalam overtraining.

2.2.3.2 Penanda Hormonal

Dalam penanda (marker) hormonal ini dipakai rasio antara hormon

tetstosteron dan kortisol. Keseimbangan antara aktivitas anabolik dan katabolik

diwakili oleh hormon testosteron dan kortisol, yang dikenal sebagai rasio

testosteron-kortisol atau rasio testosteron bebas-kortisol. Berdasarkan pada premis

bahwa testosteron memiliki efek anabolik dan kortisol mempunyai efek katabolik,

dimana rasio testosteron-kortisol telah diusulkan sebagai penanda/marker utama

untuk overtraining (MacKinnon, 2000b). Dilaporkan bahwa penurunan rasio ini

harus lebih tinggi dari 30%, baru atlet akan berada pada kondisi overtraining

(Banfi and and Dolci, 2006).

Meskipun demikian, kinerja atlet harus dipertimbangkan, karena belum

tentu ketika rasio lebih tinggi dari 30% atlet akan mengalami penurunan fisik.

Selain itu keadaan individu dari atlet harus dipertimbangkan, oleh karena setiap

orang dapat memberikan reaksi yang berbeda terhadap keadaan anabolik dan

katabolik.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

32

2.2.3.3 Radikal Bebas

Radikal bebas dan mekanisme adaptasi pada olahragawan meningkat

secara signifikan, hal ini berkaitan dengan jumlah konsumsi oksigen. Radikal

oksigen terbentuk oleh adanya reduksi oksigen yang tidak lengkap. Latihan fisik

yang mendadak mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen, akan

menyebabkan peningkatan pembentukan radikal bebas. Peningkatan molekul ini

terjadi juga dalam perpanjangan latihan dan latihan dengan intensitas yang tinggi,

namun pelatihan fisik mampu mengadaptasi mencegah efek berbahaya dari

oksigen radikal bebas (Schneider and Oliveira, 2004).

Radikal bebas yang dihasilkan selama kontraksi otot menyebabkan

kelelahan otot dan berkaitan dengan lesi otot. Ketika produksi Radikal oksigen

melebihi kemampuan jaringan antioksidan, maka hasilnya adalah stres oksidatif

dan ini juga terkait dengan lesi otot, dengan demikian overtraining akan

meningkatkan volume oksigen pada otot, namun pada individu yang terlatih,

mampu menginduksi lesi dan kelelahan otot tersebut. Pada overtraining terjadi

penurunan kekuatan yang memanjang dan ini mungkin ada kaitannya dengan

oksigen radikal bebas (Woodset al, 2012).

Radikal oksigen juga dikaitkan dengan mekanisme yang berkaitan dengan

respon inflamasi setelah latihan dan dengan penyebaran lesi otot setelah latihan.

Radikal oksigen mungkin salah satu faktor utama infiltrasi dari neutrofil dan

makrofag dalam otot, yang menghasilkan respon peradangan. Neutrofil dan

makrofag menghasilkan super oxida melalui pernapasan, yang dikatalisasi oleh

enzim oksidase NADPH yang terletak di membran plasma (Woods et al, 2012).

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

33

2.3 Enzim Protease

Protease, disebut juga peptidase atau proteinase, yang merupakan enzim

golongan hidrolase yang akan memecah protein menjadi molekul yang lebih

sederhana, seperti menjadi oligopeptida pendek atau asam amino dengan reaksi

hidrolisis pada ikatan peptida. Enzim ini diperlukan oleh semua makhluk hidup

karena bersifat esensial dalam metabolisme protein. Peranannya dalam tubuh

antara lain membantu pencernaan protein dalam makanan, menggunakan kembali

protein-protein intraseluler, koagulasi sel darah, dan aktivasi berbagai jenis

protein, enzim, hormon, serta neurotransmiter (Poliana and MacCabe, 2007).

Enzim protease sangat penting dalam proses pencernaan karena enzim

tersebut memecah ikatan peptida pada makanan yang mengandung protein untuk

melepaskan asam-asam amino yang diperlukan tubuh. Dalam dunia medis, enzim

protease digunakan sebagai terapi untuk pengobatan tumor, radang, kelainan

darah, dan pengaturan kekebalan. Protease mampu menghidrolisis hampir semua

jenis protein, sepanjang protein tersebut bukan komponen sel hidup. Sel hidup

yang normal terlindung dari lisis oleh mekanisme penghalang.

Parasit, jamur, dan bakteri, merupakan protein.Virus merupakan parasit sel

yang tersusun dari asam nukleat yang tertutup lapisan protein. Enzim protease

dapat memecah protein yang tidak tercernak, serpihan sel, dan toksin dalam darah.

Dengan demikian, sistem kekebalan tubuh dapat berkonsentrasi pada serangan

bakteri atau parasit.

Protease atau peptidase dibagi menjadi enam kelompok, yaitu serina-,

treonina-, sisteina-, aspartat, glutamat, dan metalo-peptidase. Selain itu, protease

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

34

dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat keasamannya, yakni protease asam,

protease netral, dan protease basa.

Kekurangan enzim protease atau enzim pemecah protein dapat

mempengaruhi kesehatan tubuh. Pencernaan protein menimbulkan keasaman, oleh

karena itu kekurangan protease menyebabkan kelebihan alkali pada darah, dimana

kondisi alkalis ini dapat menyebabkan kecemasan dan insomnia. Selain itu, karena

protein diperlukan untuk membawa kalsium yang terikat pada protein dalam

darah, kekurangan protease bisa menyebabkan artritis, osteoporosis, dan penyakit-

penyakit lain yang berkaitan dengan kekurangan kalsium.

Karena protein diubah menjadi glukosa, kekurangan protein yang dicerna

tubuh akan menyebabkan kemurungan, ketidakstabilan emosi, dan mudah

tersinggung. Protease juga mampu mencernak serpihan-serpihan yang tidak

diinginkan dalam darah, termasuk bakteri dan virus. Oleh karena itu, orang yang

kekurangan protease kekebalannya akan menurun sehingga ia lebih rentan

terhadap infeksi bakteri, virus, dan jamur (Kardos et al., 2001; Shpacovitch et al.,

2008; Heutinck et al., 2010).

Sebaliknya, jika kadar protease dalam tubuh tinggi akan menyebabkan

beberapa gangguan. Tingginya kadar protease dapat menyebabkan kerusakan

berbagai macam organ seperti ginjal, hati, otak, limpa dan organ lainnya melalui

induksi apoptosis. Penelitian membuktikan bahwa dalam proses apoptosis,

protease menginduksi terjadinya kondensasi, fragmentasi dan degradasi DNA di

dalam inti sel yang dapat diamati pada tahap akhir apoptosis (Moffitt et al., 2007).

Ini terjadi melalui peran protease dalam meningkatkan permiabilitas membran

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

35

mitokondria sehingga terjadi sekresi sitokrom C (Egger et al., 2003) dan terlibat

pula dalam jalur eksternal Fas-Ligan yang melibatkan FADD (Thorburn et al.,

2003), yang berujung pada aktivasi kaskade kaspase (Sudiana, 2011). Beberapa

jenis protease lainnya yang tergolong dalam cystein protease seperti protease

CPP32 dan ICE/Ced3-protease juga terbukti berperan terhadap induksi apoptosis

sel (Furman et al., 2009).

2.4 Gen p16INK4α

Gen p16INK4α

merupakan susunan DNA yang menyandi protein p16INK4α

atau umum disebut cyclin-dependent kinase inhibitor 2A (CDKN2A). Gen ini

terletak pada lokus INK4α dari kromosom 9p21 manusia dan terdiri dari 12 ekson

(Larsen, 2004). Gen p16INK4α

mengkode transkrip yang sebagian besar terlibat

dalam regulasi siklus sel dan proses penuaan selular (Collins and Sedivy, 2003).

Gen ini menghasilkan beberapa varian transkrip yang berbeda pada ekson

pertamanya. Setidaknya terdapat tiga varian alternative splicing pada susunan

pengkode protein telah dilaporkan, dua di antaranya mengkode isoform struktural

terkait dengan fungsi protein p16INK4α

sebagai inhibitor Cdk4 kinase

(Kannengiesser et al., 2009). Transkrip lainnya termasuk alternatif ekson pertama

yang terletak 20 Kb di bagian upstream; transkrip ini mengandung open reading

frame (ARF) alternatif yang menentukan protein yang secara struktural tidak

terkait dengan produk-produk dari varian lainnya. Protein ARF berfungsi sebagai

penyeimbang kadar tumor suppressor gene p53 melalui interaksi langsung, dan

mensupresi MDM2 (E3 ubiquitin-protein ligase), protein yang bertanggung jawab

untuk degradasi p53. Terlepas dari perbedaan struktural dan fungsional, isoform

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

36

inhibitor CDK dan produk ARF dikodekan oleh gen ini, melalui peran regulasi

Cdk4 dan p53 pada tahap G1 dari siklus sel. Gen ini sering mengalami mutasi

atau bahkan delesi pada berbagai macam tumor, dan dikenal sebagai gen supresor

tumor yang penting (Kannengiesser et al., 2009; McKenzie et al., 2010; Miller et

al., 2011).

Gambar 2.7.

Skema Lokus Ink4α dari kromosom 9p21 (Sherr, 2012)

Ekspresi gen p16INK4α

dengan cepat diregulasi oleh iradiasi ultraviolet dan

dalam respon terhadap stres oksidatif yang diinduksi H₂O₂. Interfensi kerja

p16INK4α

menggunakan small interference RNA meningkat reactive oxygen species

(ROS) intraseluler dan kerusakan oksidatif DNA (8-oxoguanine), yang lebih

ditingkatkan dengan pemberian H₂O₂. Peningkatan kadar ROS juga diamati pada

keratinosit manusia, di seluruh kulit dan fibroblast tikus yang kekurangan p16INK4α

(Jenkins et al., 2011).

Telah umum diketahui bahwa protein p16INK4α

merupakan protein yang

terlibat dalam regulasi pembelahan sel. Kelebihan ekspresi (overexpression) dari

gen p16INK4α

akan menyebabkan munculnya fenotip penuaan, sedangkan

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

37

hilangnya ekspresi gen ini akibat mutasi, delesi atau epigenetik akan

menimbulkan proliferasi sel berlebihan yang berujung pada keganasan (Li et al.,

2011; Romagosa et al., 2011).

Hilangnya lokus gen p16INK4α

pada tikus telah dilaporkan dapat

mengakibatkan tingginya risiko tumor (Krimpenfort et al., 2001). Tikus yang

kekurangan protein p16INK4α

juga menunjukkan penurunan yang lebih rendah

terkait usia pada potensi self renewal, yang mana proses ini dikaitkan dengan

peningkatan kadar protein p16INK4α

(Molofsky et al., 2006). Penelitian lain pada

tikus yang berusia tua melaporkan bahwa dengan menghilangkan senescent cell

yang mengekspresikan p16INK4α

dapat menunda munculnya gejala-gejala penuaan,

seperti lordokifosis, sarkopenia dan katarak, meskipun relatif tidak

memperpanjang umur tikus (Baker et al., 2011). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa delesi gen p16INK4α

pada tikus menunjukkan hiperplasia kelenjar timus dan

mengalami peningkatan responsivitas mitogenik, sedangkan pada kelompok

kontrol menunjukkan peran p16INK4α

dalam menghambat proliferasi sel pada

kelenjar timus (Sharpless et al., 2001). Kesalahan pada signaling pathway dari

ekspresi gen p16INK4α

/ CyclinD1/Rb juga terbukti berasosiasi dengan karsinoma

kelenjar endokrin pada saluran pencernaan (Li et al., 2008).

Di lain pihak, protein p16INK4α

berfungsi sebagai penekan siklus sel.

Dalam satu studi, pemberian injeksi p16INK4α

pada tikus mengakibatkan resistensi

kanker dan penuaan normal (Matheu et al., 2004). Protein p16INK4α

merupakan

salah satu tumor supresor protein yang banyak terlibat dalam respon seluler

terhadap stress, salah satunya dengan induksi apoptosis (Al-Khalaf, 2013). Protein

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

38

ini memiliki peran penting dalam proses penuaan dari ginjal (Melk et al., 2004),

sel-sel melanosit (Sviderskaya, 2002), otak (Molofsky et al., 2006), dan organ

lainnya dalam tubuh.

Protein p16INK4α

menyebabkan apoptosis yang merupakan salah satu

fenotip penuaan. Percobaan in vitro membuktikan bahwa protein ini dapat

menyebabkan hambatan pertumbuhan dan induksi apoptosis pada human

hepatocellular carcinoma (HCC) cell lines BEL7402 (Qin et al., 2004). Penelitian

ini didukung oleh penelitian lainnya, membuktikan bahwa protein p16INK4α

menginduksi cell cycle arrest melalui induksi ekspresi protein Rb (Carnero, 2000;

Qin et al., 2004). Penelitian lain menunjukkan penurunan kadar protein cpp32 dan

protein cyclinB1, serta induksi pemecahan poly (ADP-ribose) polymerase (PARP)

sebagai salah satu mekanisme induksi apoptosis pada kultur sel kanker payudara,

osteosarkoma dan kanker paru yang diberi injeksi protein p16INK4α

. Jalur lain yang

mungkin dilalui oleh protein p16INK4α

dalam menginduksi apoptosis adalah jalur

MDM2, penelitian berhasil membuktikan secara in vitro bahwa kadar MDM2

meningkat drastis di hari ke 3 setelah injeksi p16INK4α

pada human NSCLC cell

line A549 (Katsuda et al., 2002).

Terdapat beberapa mekanisme yang mengatur penuaan sel, seperti

mekanisme pemendekan telomer dan radikal bebas. Namun beberapa jenis sel

seperti sel ginjal dan sel epitel menunjukkan bahwa protein p16INK4α

merupakan

satu-satunya mekanisme regulasi proses penuaan (Melk et al., 2004; Dabelsteen et

al., 2009). Secara umum dapat dikatakan bahwa konsentrasi p16INK4α

meningkat

secara dramatis sejalan dengan pertambahan usia jaringan. Oleh karena itu

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

39

pemeriksaan kadar p16INK4α

, baik dalam darah maupun jaringan,berpotensi untuk

digunakan sebagai marker untuk mengukur seberapa cepat jaringan tubuh

mengalami penuaan pada tingkat molekul (Ressler et al., 2006; Liu et al., 2009).

2.5 Apoptosis

2.5.1 Definisi Apoptosis

Kematian sel terprogram (apoptosis) memiliki peranan yang sangat

penting dalam pertumbuhan organisme multiseluler. Pada manusia normal,

pertumbuhan diregulasi secara ketat melalui keseimbangan antara proliferasi dan

apoptosis. Keseimbangan apoptosis dan proliferasi sel masive ini bertanggung

jawab atas keseimbangan sel dan jaringan (interior milliue atau homeostasis).

Pada orang dewasa, diperkirakan sekitar 50-70 milyard sel mengalami apoptosis,

termasuk 5x1011

sel darah dimusnahkan melalui proses apoptosis ini (Cooper and

Hausman, 2009; Malik, 2010).

Apoptosis merupakan suatu proses yang berbentuk kaskade dimana

aktivitas enzim kaspase berfluktuasi, DNA mengalami pemecahan dan

phosphatidylserine ditransfer keluar membran sel. Pada proses fisiolgis dan

terjadinya suatu penyakit apoptosis memegang peranan sangat penting, disamping

itu proses biokimia yang terjadi juga menyebabkan perubahan morfologi pada sel

yang khas dan kematian dari sel itu sendiri. Berbeda dengan nekrosis, apoptosis

menghasilkan sel yang disebut apoptotic body yang bisa difagositosis oleh sel-sel

fagosit seperti makrofag dan sel dendritik yang selanjutnya secara cepat

dipindahkan sebelum isi dari sel-sel tersebut ditumpahkan di sekitarnya, dimana

keadaan ini dapat menimbulkan kerusakan dari sel yang bersangkutan. Sedangkan

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

40

pada nekrosis (Golstein and Kroemer, 2007; Berata et al., 2011). kematian sel

terjadi akibat suatu trauma yang berasal dari luka sel yang akut

Gambar 2.8.

Perbedaan Fundamental antara Apoptosis dan Nekrosis (Jain et al., 2014)

Apoptosis merupakan proses aktif yang bersifat fisiologis dan melibatkan

berbagai macam molekul protein dengan berbagai perubahan kimiawi dan fisik.

Terjadi secara bertahap dan terorganisir dengan rapi, yang meliputi perubahan

pada membran sel, sitoplasma, inti sel, dan akan berakhir pada kematian sel.

Proses kematian ini berawal dari pelepasan kontak antara sel dengan sel

disekitarnya. Di dalam sitoplasma terjadi pelebaran retikulum endoplasma untuk

membentuk vesikel dan vakuola. Sedangkan pada inti sel terjadi kondensasi

kromatin membentuk agregat kompak dan padat, kemudian terjadi fragmentasi

internukleosom oleh enzim endonuklease dan berakhir dengan terbentuknya

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

41

apoptotic bodies. Kejadian tersebut merupakan karakter morfologi spesifik pada

sel yang apoptosis (Vermeulen et al., 2005; Cooper and Hausman, 2009).

2.5.2 Fase-fase Apoptosis

Dalam proses apoptosis terjadi tiga fase utama, yaitu : 1) fase inisiasi,

dimana sel mulai mendapatkan stimulus untuk induksi apoptosis; 2) fase efektor,

sel berkomitmen untuk mengalami dan memulai aktivitas apoptosis; 3) fase

eksekusi proses apoptosis mencapai tahap akhir dan sel memperlihatkan

karakteristik biokimiawi dan morfologi dari apoptosis (Malik, 2010).

Pada fase inisiasi sel menerima berbagai rangsangan, baik intraseluler

maupun interseluler melalui jalur internal dan eksternal yang kemudian akan

merangsang kaskade apoptosis. Induktor apoptosis dapat berupa: 1) induktor

fisiologis seperti hormon dan sitokin; 2) induktor biologi seperti bakteri, virus dan

parasit; 3) induktor fisik seperti radiasi dan senyawa toksin. Suatu induktor dapat

mengakibatkan berbagai jenis respon apoptosis pada tipe sel yang berbeda (Torres

and Varges., 2003).

Setelah sel menerima rangsangan untuk melakukan apoptosis, maka sel

tersebut akan kehilangan kontak dengan sel disekitarnya dan mengalami

perubahan menuju arah apoptosis, baik secara morfologi maupun biokimia. Fase

ini disebut sebagai fase efektor dan eksekusi (Torres and Varges., 2003).

Setelah sel mengalami apoptosis, sel akan segera mengalami eliminasi.

Pada fase eliminasi sel-sel yang telah mengalami apoptosis akan meninggalkan

jejak sisa apoptosis, atau sering disebut apoptotic body, akan segera difagositosis

oleh sel fagositik profesional seperti makrofag, sel denritik , dan sel fibroblast.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

42

Namun kejadian eliminasi pada kasus apoptosis tidak melibatkan proses

inflamasi, berbeda dengan nekrosis (Gregory, 2000; Torres and Varges., 2003)

2.5.3 Jalur-jalur Apoptosis

Proses apoptosis terjadi dan dimulai karena adanya stimulus endogen

(growth factor depreviation), maupun faktor stimulus eksogen seperti ultraviolet,

radiasi, dan bahan-bahan lain yang merusak DNA. Kerusakan DNA ini

merupakan salah satu prinsip dasar pencetus kematian sel terprogram dan awal

usaha mengeliminasi sel-sel yang memiliki potensi untuk mutasi. Kegagalan

kontrol apoptosis pada umumnya akan mengakibatkan terbentuknya tumor, yang

merupakan salah satu langkah penting dalam karsinogenesis. Terdapat dua jalur

utama (basic pathway) mekanisme apoptosis yang sudah banyak diteliti dan dapat

menjelaskan bagaimana proses apoptosis terjadi. Kedua jalur tersebut yaitu: 1)

jalur eksternal (extrinsic or death receptor-mediated pathway) dan 2) jalur

internal (intrinsic or mitochondrial pathway) Jalur apoptosis lain yang belum

banyak diketahui seperti : endoplasmic reticulum stress-induced apoptosis dan

caspase-independent apoptosis (Vermeulen et al., 2005).

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

43

Gambar 2.9.

Ringkasan Jalur yang terlibat dalam Apoptosis (Varecza, 2011)

Pada apoptosis jalur eksternal atau extrinsic or death receptor-mediated

pathway, terjadi kontak dan ikatan antara ligan dengan reseptor yang terletak pada

membran plasma (Gambar 2.9). Reseptor yang terlibat dengan apoptosis antara

lain Tumor Necrosis Factor receptor superfamily (TNF-R) seperti: Fas (Apo-1

atau CD95), TNF-Receptor-1 (TNFR-1), Death Receptor-3 (DR-3), atau TNF-

Receptor-related Apoptosis-Mediating Protein (TRAMP) atau Apo-3, TNF-

Related Apoptosis Inducing Ligand Receptor-1 (TRAIL-R1 atau DR4), TRAIL-

R2 (DR atau Apo-2) dan DR-6. Reseptor terkait kematian atau apoptosis, sering

disebut sebagai death receptor yang banyak diteliti dengan baik adalah Fas

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

44

receptor (Vermeuler et al., 2005; Wright et al., 2007; Elstrom and Thompson,

2008; Cooper and Hausman, 2009; Malik 2010).

Terjadi ikatan antara reseptor dengan ligannya (Fas-Fas ligan) akan

menyebabkan terjadinya trimerisasi reseptor dan direkrutnya protein adaptor

spesifik. Struktur anatomi Fas receptor terdiri dari Death Domain (DD) yang

terdapat dalam sitoplasma tempat interaksi protein adaptor, protein Fas-

Associated Death Domain (FADD) dan membentuk Death receptor-Induced

Signalling Complex (DISC). Disamping DD, FADD terdapat juga Death Effector

Domain (DED) tempat dimana terjadinya pengrekrutan Caspase Inisiator seperti

Caspase-8, Caspase-10 dan kemudian bergabung dengan DISC. Inisiator caspase

yang sudah aktif (procaspase-8, procaspase-10 aktif) selanjutnya akan

mengaktifkan caspase efektor atau eksekutor seperti caspase-3, caspase-6, dan

caspase-7 yang akan mendegradasi target sel. Death receptor lainnya seperti

TNF-R1 dengan ligannya (TNF-a) memicu terjadinya trimerisasi dan membentuk

ikatan TNF-R-Associated Death Domain protein (TRADD) dan berikatan dengan

FADD kemudian mengaktivasi procaspase-8,-10 menjadi Caspase-8,-10 aktif dan

kemudian mengaktifkan caspase efektor atau eksekutor seperti caspase-3,

caspase-6, dan caspase-7 yang akan mendegradasi target sel. Mekanisme

degradasi suatu sel, caspase eksekutor mulai dengan aksi memecah berbagai

substrat protein melalui proses proteolysis (Vermeuler et al., 2005; Wright et al.,

2007; Elstrom and Thompson, 2008; Cooper and Hausman, 2009; Malik 2010).

Target caspase substrat spesifik adalah poly-(ADP-ribose) polymerase

(PARP) merupakan protein inti (nuclear protein) berperan dalam DNA repair.

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

45

PARP merupakan protein spesifik sebagai target pertama caspase efektor atau

eksekutor untuk dipecah. Pemecahan protein ini menyebabkan Inhibitor of

Caspase-Activated DNAse (ICAD) tidak aktif dan memberikan kesempatan

Caspase Activated DNAse (CAD) atau sering disebut DNA Fragmentation Factor

(DFF) masuk kedalam inti. CAD atau DFF (DFF45, DFF40) dalam inti sel

bertanggung jawab atas terjadinya pemecahan DNA (internucleosomal DNA

cleavage) dan terbentuk pecahan-pecahan DNA (oligonucleosomal DNA

fragments) Perubahan biokimia dan morfologi ini merupakan karakteristik

spesifik suatu kematian sel akibat apoptosis. Melalui death receptor ini (TNF-R)

tidak sepenuhnya terjadinya apoptosis oleh karena dalam proses ini terjadi pula

ikatan antara TNF receptor-associated factor-2 (TRAF-2) dengan TRADD dan

kemudian merekrut cellular inhibitor of apoptosis (c-IAP-1 dan c-IAP-2), ikatan

ini kemudian membentuk signal yang dapat memblok aktivitas caspase-7 sebagai

eksekutor target sel (Vermeuler et al., 2005; Wright et al., 2007; Elstrom and

Thompson, 2008; Cooper and Hausman, 2009; Malik 2010).

Bila TRADD berinteraksi dengan receptor interaction ptrotein (RIP) akan

membentuk sinyal yang mengaktivasi transcription factor nuclear factor-kappa-

beta (NF-κβ), kemudian menyebabkan terjadinya transkripsi gen anti apoptosis

(Bcl-2) dan berakhir dengan promosi sel berkembang (cell survived) dan alternatif

lain juga terjadi bila interaksi TRADD dengan RIP dapat membentuk sinyal yang

mampu mengaktivasi procaspase-2 menjadi caspase-2 aktif dan kemudian

mengaktivasi procaspase-7 menjadi caspase-7 aktif, sehingga terjadi proses

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

46

degradasi target sel atau apoptosis (Vermeuler et al., 2005; Wright et al., 2007;

Elstrom and Thompson, 2008; Cooper and Hausman, 2009; Malik 2010).

Gambar 2.10.

Jalur Ekstrinsik atau death receptor-mediated pathway pada Apoptosis

(Almagro and Vucic, 2012)

Pada jalur internal (intrinsic or mithocondrial pathway) oleh sesuatu

peristiwa atau penyebab rusaknya DNA, seperti kemoterapi, radiasi dan peristiwa-

peristiwa lainnya akan mengawali sinyal apoptosis dengan dilepaskannya

cytochrom C dan komponen apoptosis lainnya dari ruang antar membran

mitokondria ke sitoplasma, cytochrome C akan berikatan dengan apoptotic

protease activating factor-1 (Apaf-1), kemudian membentuk DISC atau disebut

juga dengan apoptosome dengan berat molekul 1MDa, terdiri dari masing-masing

7 molekul Apaf-1, cytochrome C, (d)ATP dan procaspase-9 yang akan diaktivasi

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

47

menjadi caspase-9 (inisiator caspase). Komplek ini kemudian akan mengaktifkan

caspase efektor atau eksekutor caspase-3,-6 atau -7. Aktivasi caspase-3 diketahui

akan memecah ICAD menjadi CAD atau DNA Fragmentation Factor-45

(FDD45) dan DNA Fragmentation Factor-40 (FDD40) yang berperan aktif untuk

memecah DNA dalam inti sel dan berakhir dengan proses eksekusi kematian sel

atau apoptosis (Gambar 2.10). Kedua jalur apoptosis ini tidak berjalan sendirian

tetapi keduanya bekerja sama melalui mekanisme crosstalking yang melibatkan

p53 mengaktifkan Bcl-2 family proapoptosis seperti bid dengan mengadakan

kontak melalui tBid dan bax, kemudian mengaktivasi mitokondria melepaskan

Cytocrom C, dan proses apoptosis ini terjadi tergantung pada keseimbangan antar

molekul-molekul proapoptosis (Bax, Bak, p53) dan antiapoptosis (Bcl-2, Bcl-Xl)

(Vermeuler et al., 2005; Wright et al., 2007; Elstrom and Thompson, 2008;

Cooper and Hausman, 2009; Malik 2010).

Gambar 2.11.

Jalur Intrinsik pada Apoptosis (Almagro and Vucic, 2012)

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

48

Jalur alternatif (alternative pathway) seperti: Endoplasmic Reticulum

stress-induced apoptosis. Endoplasmic Reticulum sutau organel dalam sitoplasma

tempat dimana terdapat protein dalam bentuk matur seperti: protein dalam kondisi

terlipat (folding) dan oligomerisasi sebagai hasil dari proses translasi sempurna.

Bila didalam endoplasmic reticulum terdapat akumulasi protein-protein tidak

mature seperti: protein dalam kondisi tidak terlipat dengan benar (misfolded),

maka akan menyebabkan terjadinya signal aktivasi terhadap unfolded protein

response (UPR). Kondisi tersebut merangsang terjadi signal transduksi untuk

memperbaiki protein dari unfolded menjadi folding protein. Pada kasus-kasus

tertentu dimana terjadi kerusakan protein berlebihan dan tidak mampu diperbaiki,

akan menimbulkan inisiasi apoptosis. Mekanisme apoptosis melalui jalur ini

melibatkan mitokondria yang ditandai dengan dilepaskannya cytochrome-C.

Nampaknya apoptosis melalui jalur ini dihambat oleh Bcl-2 family (antiapoptosis)

yang berlokasi didalam membran sel retikulum endoplasma. Disamping terdapat

protein mature di dalam reticulum endoplasma, terdapat juga Ca2+

yang

keseimbangannya dikontrol oleh Bcl-2 family, bila terjadi gangguan

keseimbangan atau terlepasnya Ca2+

ini akan mengaktivasi terjadinya apoptosis

dengan mempengaruhi membran mitokondria atau permeability transition pore

(PTP). Peristiwa tersebut menyebabkan terjadi pelepasan cytochrome-C ke dalam

sitoplasma dan juga secara langsung mengaktifkan caspase-12. Mekanisme

aktivasi caspase-12 belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan ada dua

faktor berperan yaitu Calpain-dependent removal of pro-domain dan self

cleavage. Calpain adalah Ca2+

dependent cytosolic cysteine protease, dapat

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

49

memediasi terjadinya apoptosis melalui jalur caspase-independent apoptosis

pathway. Disamping caspase-12, ada molekul lain punya hubungan dengan

endoplasmic reticulum stress-induced apoptosis seperti Bap13 dimana molekul ini

pengatur procaspase-8 dan substrat caspase-8 itu sendiri (Vegran et al., 2006).

Jalur alternatif lain seperti: Caspase-Independent apoptosis pathway.

Beberapa sel mati tidak mudah dibedakan bahwa sel itu mengalami apoptosis atau

nekrosis. Bila terjadi kematian sel dengan menampilkan molekul Z-VAD.fmk

(caspase activation) tanpa terjadi fragmentasi DNA, kondensasi DNA atau

caspase activation, itu menunjukkan kematian sel melalui proses apoptosis.

Molekul Z-VAD.fmk merupakan protein yang bekerja menghambat caspase

dengan cara mengadakan ikatan permanen pada bagian katalitik semu caspase.

Ikatan tersebut menyebabkan terjadinya aspartic acid residue yang menyerupai

cleavage site dan fluoromethyl ketone (fmk) group membentuk covalent inhibitor-

enzym complex. Bila proses apoptosis hanya melibatkan caspase saja maka sel

akan hidup kembali bila diterapi atau dengan adanya Z-VAD.fmk. Hal inilah yang

kemudian disebut sebagai kematian sel yang tidak tergantung caspase (caspase-

independent apoptosis). Kematian sel melalui jalur ini tidak selamanya terbukti

dengan kehadiran molekul Z-VAD.fmk. Suatu penelitian menunjukkan bahwa

kematian sel melalui inisiasi Bax-triggered cell death dan perubahan permiabilitas

membran mitokondria menyebabkan lepasnya cytochrome-C dan apoptosis-

inducing factor (IAF) tidak terbukti dipengaruhi oleh Z-VAD.fmk. Bukti lain juga

menjelaskan bahwa kematian sel melalui induksi TNF pada sel tertentu

membutuhkan caspase dan contoh lain seperti kematian sel melalui proses

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

50

nekrosis tanpa membutuhkan aktivasi caspase. Enzim bukan caspase (non-

caspase proteases) yang lainnya seperti: capthensins, calpains, dan serin protease

(granzym A atau B dan omi atau HtrA2) memiliki peran seperti caspase dalam

proses apoptosis. Protein-protein ini dapat bekerja sama dengan caspase tetapi

dapat juga sebagai triggers caspase-independent apoptosis (Vermeuler et al.,

2005).

Proses kematian sel melalui jalur caspase-independent ini lebih tegas

dijelaskan bahwa, AIF terdapat diantara membran mitokondria sebagai

flavoprotein memiliki kemampuan unik untuk induksi terjadinya kondensasi

kromatin dan fragmentasi DNA tanpa tergantung pada caspase (caspase

independent). Pada mekanisme apoptosis, AIF berpartisipasi dalam mengatur

permiabilitas membran mitokondria dan menunjukkan aktivitas NADH oxidase.

Pada peristiwa induksi apoptosis, AIF akan masuk kedalam sitoplasma dan

kedalam inti sel, kemudian dalam sitoplasma berpengaruh terhadap mitokondria

untuk mengeluarkan Cytochrom-C dan AIF, sedangkan AIF di dalam inti sel

berperan sebagai penyebab terjadinya proses kondensasi kromatin. Pada binatang

coba, setelah diinjeksikan anti-AIF antibody atau gen AIF dihilangkan (knockout)

berhasil membuktikan bahwa AIF diperlukan selama proses apoptosis. AIF

menjadi faktor penting selama proses apoptosis dan menjadi peristiwa pertama

pada caspase-independent apoptosis pathway (Cande et al., 2002)

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

51

Gambar 2.12.

Caspase Independent Apoptosis Pathway (Hongmei, 2012)

2.6 Pengaruh Peningkatan Aktivitas Enzim Protease dan Peningkatan

Ekspresi Gen p16INK4α

terhadap Proses Penuaan

Peran enzim protease didalam tubuh sangat penting yaitu membantu

pencernaan protein dalam makanan, menggunakan kembali protein-protein

intraseluler, koagulasi sel darah, dan aktivasi berbagai jenis protein, enzim,

hormon, serta neurotransmiter (Poliana and MacCabe, 2007). Kekurangan enzim

protease dapat menyebabkan kelebihan alkali pada darah, dimana kondisi alkalis

ini dapat menyebabkan kecemasan, insomnia, artritis, osteoporosis, dan penyakit-

penyakit lain yang berkaitan dengan kekurangan kalsium. Selain itu akibat

kekurangan enzim protease juga dapat menyebabkan penurunan kekebelan tubuh

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

52

sehingga lebih rentan terhadap infeksi bakteri, virus dan jamur (Kardos et al.,

2001; Shpacovitch et al., 2008; Heutinck et al., 2010).

Sebaliknya, jika kadar protease dalam tubuh tinggi akan menyebabkan beberapa

gangguan. dan kerusakan berbagai macam organ seperti ginjal, hati, otak, limpa

dan organ lainnya melalui induksi apoptosis. Penelitian membuktikan bahwa

dalam proses apoptosis (Moffitt et al., 2007).

Telah diketahui bahwa protein p16INK4α

merupakan protein yang terlibat

dalam regulasi pembelahan sel. Kelebihan ekspresi (overexpression) dari gen

p16INK4α

akan menyebabkan munculnya fenotip penuaan, sedangkan hilangnya

ekspresi gen ini akibat mutasi, delesi atau epigenetik akan menimbulkan

proliferasi sel berlebihan yang berujung pada keganasan (Li et al., 2011;

Romagosa et al., 2011). Percobaan in vitro membuktikan bahwa protein p16INK4α

dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan dan induksi apoptosis pada human

hepatocellular carcinoma (HCC) cell lines BEL7402 (Qin et al., 2004). Selain itu

bahwa protein p16INK4α

menyebabkan apoptosis yang merupakan salah satu

fenotip penuaan

Growth hormone merupakan salah satu hormon yang sangat penting bagi

manusia, memiliki peran dalam regulasi pertumbuhan normal linier pada masa

anak-anak dan mengatur metabolisme, komposisi tubuh, serta fungsi imun pada

saat dewasa (Pangkahila, 2011). Growth hormone juga bertindak sebagai

pengatur utama komposisi tubuh, metabolisme otot dan tulang, fungsi jantung,

merangsang sintesis protein dan proliferasi sel (Meinhardt et al., 2010). Pengaruh

dari penurunan kadar hormon pertumbuhan yang pada umumnya menyebabkan

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

53

terganggunya sintesa protein, hal ini akan mengakibatkan kurangnya kadar protein

di dalam sel sehingga akan terjadi hambatan pertumbuhannya bahkan akan terjadi

kematian sel (apoptosis) (Hayashi and Proud, 2007). Penurunan kadar hormon

pertumbuhan juga berimplikasi terhadap rendahnya produksi dan sekresi dari

protease inhibitor (Sliva et al, 1994). Rendahnya kadar growth hormone yang

berujung pada menurunnya aktivitas protease inhibitor akan mengakibatkan

aktivitas enzim protease menjadi meningkat, dengan meningkatknya aktivitas

enzim protease tersebut maka akan bersifat merusak (destructive enzyme),

sehingga menyebabkan banyak protein yang rusak dan menginduksi kematian sel

(apoptosis).

Dari uraian diatas ternyata peningkatan aktivitas enzim protease serum dan

peningkatan ekspresi gen p16INK4α

akan menginduksi apoptosis, dan hal ini

mengakibatkan terjadinya fenotip penuaan dan akan mempercepat proses penuaan

(penuaan dini)

2.7 Ginjal

2.7.1 Fisiologi Ginjal

Ginjal merupakan organ ekskresi yang memegang peranan penting dalam

homeostasis senyawa kimia di dalam tubuh mamalia termasuk manusia. Ginjal

terletak secara retroperitoneal pada bagian posterior dinding abdominal pada

setiap sisi kolumnar vertebra diantara T12 - L3 (Gambar 2.13). Ginjal

menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia

darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekskresikan zat terlarut dan air

secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

54

glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang

sesuai disepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di ekskresikan

keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Alatas et al., 2002;

Price and Wilson, 2005).

Gambar 2.13.

Letak Ginjal di dalam Tubuh Tikus (Pinterest, 2016)

Price and Wilson (2005) menjelaskan secara singkat fungsi utama ginjal

yaitu fungsi ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Terkait dengan fungsi ekskresi,

ginjal berperan dalam mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mili

Osmol dengan mengubah-ubah ekskresi air, mempertahankan volume cairan

esktraseluler (ECF) dan tekanan darah dengan mengubah-ubah ekskresi natrium,

mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam

rentang normal, mempertahankan derajat keasaman/pH plasma sekitar 7,4 dengan

mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk kembali karbonat,

Ginjal

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

55

mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama urea,

asam urat dan kreatinin), dan bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar

obat (Alatas et al., 2002; Price and Wilson, 2005).

Terkait dengan fungsi non ekskresi, ginjal berperan dalam mensintesis dan

mengaktifkan hormon seperti renin yang berperan penting dalam pengaturan

tekanan darah, eritropoitin yang merangsang produksi sel darah merah oleh

sumsum tulang, 1,25-dihidroksivitamin D3 sebagai hidroksilasi akhir vitamin D3

menjadi bentuk yang paling kuat, prostaglandin yang sebagian besar adalah

vasodilator bekerja secara lokal dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal,

dan degradasi hormon polipeptida, insulin, glukagon, parathormon, prolaktin,

hormon pertumbuhan, ADH, dan hormon gastrointestinal (Alatas et al., 2002;

Price dan Wilson, 2005, Guyton and Hall, 2007)

Sistem ekskresi terdiri atas dua buah ginjal dan saluran keluar urin. Ginjal

sendiri mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri yang masuk ke

medialnya. Ginjal akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah dan

mengubahnya menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter.

Dari ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu dikandung kemih lalu

dikeluarkan melalui uretra (Alatas et al., 2002; Price dan Wilson, 2005).

Unit fungsional ginjal terkecil yang mampu menghasilkan urin disebut

nefron. Tiap ginjal bisa tersusun atas satu juta nefron yang saling disatukan oleh

jaringan ikat. Nefron ginjal terbagi dua jenis, nefron kortikal yang lengkung

henle-nya hanya sedikit masuk medula dan memiliki kapiler peritubular, dan

nefron jukstamedulari yang lengkung Henlenya panjang ke dalam medula dan

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

56

memiliki Vasa Recta. Vasa Recta adalah susunan kapiler yang panjang mengikuti

bentuk tubulus dan lengkung Henle. Secara makroskopis, korteks ginjal akan

terlihat berbintik-bintik karena adanya glomerulus, sementara medula akan terlihat

bergaris-garis karena adanya lengkung henle dan tubulus pengumpul (Sherwood,

2002; Alatas et al., 2002; Price dan Wilson, 2005).

Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu

filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi (Gambar 2.14). Pembentukan urin dimulai dengan

filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus

ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi

secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula

bowman hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas

oleh kapiler glomerulus tetapi tidak difiltrasi. Kemudian direabsorpsi parsial,

reabsorpsi lengkap dan kemudian akan diekskresi. Setiap proses filtrasi

glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus diatur menurut kebutuhan

tubuh (Sherwood, 2002; Guyton and Hall, 2007).

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

57

Gambar 2.14.

Fisiologi Fungsi Ginjal: Proses Produksi Urin

(Khandelwal and Uthaman, 2016)

2.7.2 Anatomi dan Histologi Ginjal

Ginjal adalah salah satu organ di dalam tubuh mamalia yang berwarna

coklat kemerahan seperti kacang merah. Organ ini terletak pada dinding posterior

abdomen, berjumlah sebanyak dua buah dimana masing-masing terletak dikanan

dan kiri columna vertebralis (Snell, 2006). Kedua ginjal terletak di retroperitoneal

pada dinding abdomen, masing-masing di sisi kanan dan kiri columna vertebralis

setinggi vertebra torakal 12 sampai vertebra lumbal tiga. Ginjal kanan terletak

sedikit lebih rendah dari pada ginjal kiri karena besarnya lobus hati kanan

(Junqueira and Carneriro, 2007).

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

58

Gambar 2.15.

Anatomi Ginjal Tikus (BCRC, 2011)

Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang

dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal

mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari

glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-massa

triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian

apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan

hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis

ginjal (Tortora and Derrickson, 2011).

Ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, dua daerah utama yang dapat

digambarkan yaitu korteks dibagian luar dan medulla dibagian dalam (Guyton and

Hall, 2007). Masing-masing ginjal terdiri dari 1–4 juta nefron yang merupakan

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

59

satuan fungsional ginjal terdiri atas korpuskulum renal, tubulus kontortus

proksimal, lengkung henle dan tubulus distal (Junqueira and Carneriro, 2007).

Setiap korpuskulum renal terdiri atas seberkas kapiler berupa glomelurus

yang dikelilingi oleh kapsula epitel berdinding ganda yang disebut kapsula

bowman. Lapisan viseralis atau lapisan dalam kapsula ini meliputi glomerulus,

sedangkan lapisan luar yang membentuk batas korpuskulum renal disebut lapisan

parietal. Di antara kedua lapisan kapsula bowman terdapat ruang urinarius yang

menampung cairan yang disaring melalui dinding kapiler dan lapisan viseral

(Junqueira and Carneriro, 2007).

Tubulus renal yang berawal pada korpuskulum renal adalah tubulus

kontortus proksimal, tubulus ini terletak pada korteks yang kemudian turun ke

dalam medula dan menjadi ansa henle. Ansa henle terdiri atas beberapa segmen,

antara lain segmen desenden tebal tubulus kontortus proksimal, segmen asenden

dan desenden tipis, dan segmen tebal tubulus kontortus distal (Eroschenko, 2010).

Ginjal diperdarahi oleh arteri renalis yang letaknya setinggi diskus

intervertebralis vertebra lumbal satu dan vertebra lumbal dua (Junqueira and

Carneriro, 2007). Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan kemudian

bercabang membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis dan

arteriol aferen yang menuju ke kapiler glomelurus (Guyton and Hall, 2007).

Sistem vena pada ginjal berjalan paralel dengan sistem arteriol dan membentuk

vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris dan vena renalis (Guyton and

Hall, 2007). Persarafan ginjal berasal dari pleksus renalis dari serabut simpatis dan

parasimpatis (Junqueira and Carneriro, 2007).

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

60

Gambar 2.16.

Sirkulasi pada Ginjal (OpenStax, 2016)

Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Didalam setiap ginjal

terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi

yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula Bowman, tubulus kontraktus

proksimal, lengkung henle dan tubulus kontraktus distal yang mengosongkan diri

ke duktus pengumpul. Glomerulus bersama kapsula Bowman juga disebut badan

Malpigi (Alatas et al., 2002; Eroschenko, 2010).

Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi

sebagai penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel yang

mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang mengandung banyak lubang

disebut fenestra dengan diameter 500-1000A° (Alatas et al., 2002). Setiap korpus

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

61

renal berdiameter 200 μm dan terdiri atas seberkas kapiler yaitu glomerulus,

dikelilingi oleh kapsul epitel berdinding ganda yang disebut kapsula Bowman.

Lapisan luar membentuk batas luar korpuskulus renal (lamina parietalis) yang

terdiri atas epitel selapis gepeng yang ditunjang lamina basalis dan selapis tipis

serat retikulin. Lapisan dalam (lamina visceralis) meliputi kapiler glomerulus

yang terdiri dari sel-sel podosit. Pada kutub urinarius dari korpuskulus renal,

epitel gepeng dari lapisan parietal kapsula Bowman, berhubungan langsung

dengan epitel selindris dari tubulus kontraktus proksimal. Tubulus ini lebih

panjang dari tubulus kontraktus distal dan karenanya tampak lebih banyak dekat

korpuskulus renalis dalam labirin korteks (Junqueira and Carneriro, 2007).

Lengkung henle adalah struktur berbentuk U terdiri atas ruas tebal

descenden dengan struktur yang sangat mirip tubulus kontraktus proksimal; ruas

tipis descenden dan ruas tebal ascenden strukturnya sangat mirip dengan tubulus

kontraktus distal. Lebih kurang sepertujuh dari semua nefron terletak dekat batas

korteks-medula yang disebut dengan nefronjukstamedula. Nefron lainnya disebut

nefron kortikal. Semua nefron turut serta dalam proses filtrasi, absorpsi dan

sekresi (Junqueira and Carneriro, 2007).

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

62

Gambar 2.17.

Histologi Ginjal Tikus: renal corpuscle (RC), urinary pole (UP), dan

vascular pole (VP) (Fitzgerald, 2009)

Bila ruas tebal ascend lengkung henle menerobos korteks, struktur

histologisnya tetap terpelihara tetapi menjadi berkelok-kelok dan disebut tubulus

kontortus distal, yaitu bagian terakhir nefron yang dilapisi oleh epitel selapis

kuboid. Lumen tubulus distal lebih besar dan karena sel-sel tubulus distal lebih

gepeng dan lebih kecil dari tubulus proksimal, maka tampak lebih banyak sel dan

inti dinding tubulus distal (Junqueira and Carneriro, 2007).

Urin mengalir dari tubulus kontortus distal ke tubulus koligens, yang

saling bergabung dan membentuk duktus koligens yang lebih besar dan lebih

lurus yaitu duktus papilaris Bellii yang berangsur-angsur melebar sewaktu

mendekati puncak piramid. Tubulus koligens yang lebih kecil dilapisi oleh epitel

kuboid dan berdiameter kurang lebih 40μm. Dalam medulla, duktus kolagens

Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

63

merupakan komponen utama dari mekanisme pemekatan urin (Junqueira and

Carneriro, 2007).

2.8 Hewan Coba : Tikus Wistar (Rattus norvegicus)

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus wistar

(Rattus norvegicus). Selain mencit, tikus putih galur wistar merupakan hewan

laboratorium yang paling sering digunakan untuk penelitian karena tikus ini

relatif mudah ditangani. Tikus wistar merupakan hewan laboratorium yang

dikembangkan di Institut Wistar pada tahun 1906 (Hubrecht and Kirkwood,

2010). Taksonomi tikus wistar adalah sebagai berikut (Armitage 2008) :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Mamalia

Ordo : Rodentia

Sub Ordo : Myomorpha

Family : Muridae

Sub Family : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Page 54: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

64

Gambar 2.18.

Tikus Wistar (Rattus norvegicus)

Tikus telah menjadi model penelitian mamalia yang digemari oleh

peneliti. Di antara banyak alasan untuk ini, alasan yang paling utama adalah

kedekatan genetik tikus dengan manusia yang mencapai 99%, kemungkinan

memanipulasi genom dan ketersediaan banyak strain (Boguski, 2002; Ladiges, et

al., 2009; Vanhooren and Libert, 2013). Di bidang penelitian penuaan, tikus telah

menjadi subjek penelitian yang sangat banyak digunakan dan dapat diandalkan.

Mengingat tikus laboratorium memiliki waktu hidup (lifespan) hanya beberapa

tahun, pendekatan genetik dan strategi lain untuk mengintervensi penuaan dapat

diuji dengan memeriksa efek perlakuan terhadap umur tikus dan parameter

penuaan dalam waktu yang relatif singkat (Vanhooren and Libert, 2013).

Page 55: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

65

Tabel 2.1

Data biologis tikus wistar (Hubrecht dan Kirkwood, 2010)

Jenis Data Nilai

Panjang tubuh lahir

Berat badan lahir

Berat badan dewasa : Jantan

Betina

Masa kebuntingan

Masa hidup

Suhu tubuh

Denyut Nadi

Frekuensi nafas

Volume darah

2,2 cm

2-4 g

300-800 g

250-400 g

20-21 hari

2-4 tahun

38-39° C

320-480 kali/menit

85-110 kali/menit

5,6 – 7,1 ml/100g berat badan

Penelitian mengenai penuaan dengan menggunakan tikus sebagai hewan

coba banyak dilakukan untuk mengetahui pengaruh intervensi yang diberikan,

khususnya senyawa-senyawa kimia, terhadap ekspektasi hidup (life expectancy)

(Miller et al., 2007), retardasi penuaan dengan pembatasan kalori, mutasi spontan

atau rekayasa genetika yang mempengaruhi umur, penentuan umur pada

beberapa strain (Yuan et al.,2009) , dan penelitian quantitative trait locus

(QTL1) untuk menemukan gen yang berhubungan dengan penuaan (Lang et al.,

2010).

Parameter fenotipik yang dapat dijadikan acuan dalam menilai proses

penuaan pada tikus adalah lesi yang merupakan bagian dari penurunan progresif

Page 56: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, alzheimer, parkinson, stroke,

66

fungsi organ yang mengalami penuaan. Lesi eksternal dan lesi yang dapat diraba

dapat dengan mudah diamati dan dicatat oleh peneliti, peternakan, atau staf

dokter hewan selama pengujian (Treuting, 2008). Selain itu parameter lain yang

dapat digunakan untuk menentukan proses penuaan adalah parameter kelainan

klinis, patologi anatomi dan histopatologi (Pettan-Brewer and Treuting, 2011)

Untuk tikus yang dipelihara di laboratorium, makanan dan minuman

diberikan secara ad libitum, dan pencahayaan ruangan diatur sehingga 12 jam

terang dan 12 jam gelap. Tikus umumnya sensitif terhadap cahaya, maka

intensitas cahaya laboratorium sebaiknya tidak melebihi 50 lux (Hubrecht dan

Kirkwood, 2010).

Kondisi optimal bagi tikus di laboratorium antara lain sebagai berikut

(Krinke, 2000; Ngatidjan, 2006; Hubrecht dan Kirkwood, 2010) :

a. Kandang tikus harus cukup kuat, tidak mudah rusak, mudah dibersihkan,

mudah di bongkar pasang, hewan tidak mudah lepas, harus tahan gigitan

dan hewan tampak jelas dari luar. Alas tempat tidur harus mudah

menyerap air pada umumnya dipakai sekam padi atau serbuk gergaji

yang diganti seminggu sekali untuk mempertahankan hieginitas kandang.

b. Menciptakan suasana lingkungan yang stabil dan sesuai dengan keperluan

fisiologis tikus (suhu sekitar 20-22oC).

c. Transportasi jarak jauh sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan

stres pada tikus.