doc4.3.3-tr-2013 buku panduan pengantar fasilitaor

Upload: dw-kristianto

Post on 01-Nov-2015

20 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Buku ini disusun dalam upaya memberi panduan kepada fasilitator desa dalam menfasilitasi terbentuknya Model Desa Konservasi pada proyek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation (CWMBC).Model Desa Konservasi merupakan desa yang dijadikan model/contoh bagi desa lain di sekitar kawasan hutan konservasi dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi, dengan memperhatikan aspek konservasi, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat serta akan menjadi contoh dalam pemberdayaan masyarakat di tempat lainnya. Diharapkan dengan disusunya buku ini dapat memberi gambaran dan rujukan untuk membangun Model Desa Konservasi.

TRANSCRIPT

  • Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (ICWRMIP)

    CITARUM WATERSHED MANAGEMENT AND BIODIVERSITY CONSERVATION (CWMBC)

    BUKU PANDUAN FASILITATOR DESA MODEL DESA KONSERVASI

    DOC: 4.3.3-TR-2013

  • BUKU PANDUAN

    FASILITATOR DESA

    MODEL DESA KONSERVASI

    CITARUM WATERSHED MANAGEMENT AND BIODIVERSITY CONSERVATION (CWMBC), INTEGRATED CITARUM WATER

    RESOURCES MANAGEMENT INVESTMENT PROGRAM (ICWRMIP).

  • KATA PENGANTAR

    uku ini disusun dalam upaya memberi panduan kepada fasilitator desa dalam menfasilitasi terbentuknya Model Desa Konservasi pada proyek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation (CWMBC). Model Desa Konservasi merupakan desa yang dijadikan

    model/contoh bagi desa lain di sekitar kawasan hutan konservasi dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi, dengan memperhatikan aspek konservasi, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat serta akan menjadi contoh dalam pemberdayaan masyarakat di tempat lainnya. Diharapkan dengan disusunya buku ini dapat memberi gambaran dan rujukan untuk membangun Model Desa Konservasi.

    Pada bab pertama buku ini, memuat tentang kawasan konservasi dan fungsinya dalam mendukung fungsi DAS Citarum, Bab kedua. berisi peran dan tugas fasilitator, Bab ketiga kawasan konservasi di Indonesai dan pengelolaanya, bab ini berisi tentang pembangian fungsi hutan, dan secara rinci menyampaikan pembangian kawasan konservasi, disampikan juga tetang berbagai kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan didalam tiap-tiap kawasan. Bab empat menyajikan tetang tentang pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam mendorong lahirnya Model Desa Konservas, Bab lima berisi tetang apa itu Model Desa Konservasi, dimulai dari definisi, ruang lingkup, sasaran MDK, kriteria MDK, kegiatan-kegiatan dalam mendorong MDK dan pola dalam membangun MDK.

    Demikian buku ini disusun, semoga buku ini bisa memberikan

    arah dan rujukan dalam membangun Model Desa Konservasi. Pada buku terpisah, juga disusun Modul PRA (Participatory Rural Appraisal) untuk oprerasionalisasi teknis. Bandung, 19 Juni2013 Dwi Kriatianto Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Proyek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation (CWMBC)

    B

    ii

  • BUKU PANDUAN FASILITATOR DESA

    MODEL DESA KONSERVASI

    Penyusun : Dwi Kristianto, S.Hut, M.Kesos Editor : Didit Susiyanto, S.Sos, M.Kesos Design Cover : Ery Bukhorie, S.Hut

    Ministry of Forestry Republic of Indonesia Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation Directorate of Conservation Area and Forest Protection Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (ICWRMIP) Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation (CWMBC)

    Alamat : Jl. Kawaluyaan Indah VI No. 17, Kel. Jatisari, Kec. Buah Batu, Bandung 40285; Tlp/Fax. (022) 733 2036; E-mail: [email protected]; Website:www.cwmbc.org

    iii

  • DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................... ii BUKU PANDUAN FASILITATOR DESA MODEL DESA KONSERVASI ............................................................................. iii DAFTAR ISI .................................................................................. iv BAB 1. KAWASAN KONSERVASI DAN FUNGSINYA DALAM MENDUKUNG ......................................................................................... 1 FUNGSI DAS CITARUM ......................................................................... 1 1.1. Pendahuluan ........................................................................... 1 1.2. Maksud dan Tujuan ................................................................. 6 BAB 2. PERAN DAN TUGAS FASILITATOR ......................................... 8 2.1. Peran Fasilitator ...................................................................... 8 2.2. Lingkup Tugas Fasilitator Desa : ............................................ 9 BAB 3. KAWASAN KONSERVASI DI INDONESIA DAN PENGELOLAANYA ................................................................................. 11 3.1. Pengantar ................................................................................ 11 3.2. Pembagian Fungsi Hutan di Indonesia .................................... 11

    3.2.1. Hutan Konservasi. ................................................................... 12 3.2.2. Hutan Lindung .......................................................................... 13 3.2.3. Hutan Produksi. ....................................................................... 13

    3.3. Model Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia .......... 15 3.3.1. Kawasan Suaka Alam ............................................................. 17

    A. Kawasan Cagar Alam ...................................................... 17 B. Suaka Margasatwa ........................................................... 20

    3.3.2. Kawasan Pelestarian Alam ..................................................... 22 A. Taman Nasional ............................................................... 23 B. Taman Wisata Alam ......................................................... 28 C. Taman Hutan Raya .......................................................... 30

    3.3.3. Taman Buru .............................................................................. 32 BAB 4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENDORONG ..... 33 LAHIRNYA MODEL DESA KONSERVASI ............................................. 33 4.1. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment) ......................... 33 4.2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat ........................................ 36 4.3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat ...................................... 36 4.4. Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mendorong

    MDK .............................................................................................. 37 BAB 5. MODEL DESA KONSERVASI (MDK) .......................................... 39 5.1. Definisi Model Desa Konservasi ............................................ 39 5.2. Ruang Lingkup Model Desa Konservasi ................................. 41

    iv

  • 5.3. Sasaran Lokasi Pembangunan Model Desa Konservasi ....... 41 5.4. Kriteria Model Desa Konservasi ............................................... 41 5.5. Kegiatan Model Desa Konservasi ........................................... 42 5.6. Kebijakan Pembangunan Model Desa Konservasi ................ 45 5.7. Pola Pembangunan Model Desa Konservasi .......................... 47 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 48

    v

  • BAB 1

    Kawasan Konservasi dan Fungsinya dalam Mendukung Fungsi DAS Citarum

    1.1. Pendahuluan

    Persoalan perambahan kawasan hutan khusunya pada kawasan konservasi di Indonesia menjadi masalah klasik yang selalu menyisakan persoalan. Jika kita cermati hal tersebut maka kerusakan hutan tersebut akan berdampak pada kelangsungan ekologis antara lain adalah menurunya kwalitas lingkungan terhadap daya dukung satu kawasan daerah aliran sungai. Sementara persoalan yang sering mengemuka yang menyebabkan kondisi tersebut adalah kurang sinerginya pembangunan wilayah dengan penata gunaan hutan. Seperti dikutip dalam TEMPO Interaktif1, BANDUNG bahwa banjir di sejumlah kecamatan di Kabupaten Bandung akibat luapan sungai Citarum yang ternyata salah satu penyebabkan karena beralih fungsinya lahan sepanjang daerah aliran sungai. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyebut, dari 718 ribu hektar lahan di sekitar sungai, 78 persen kini milik warga dan eks perkebunan. "kawasan hutan yang sekarang banyak sudah beralih fungsi dan tidak direhabilitasi" kata Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan saat ditemui usai mengunjungi lokasi banjir di Baleendah, Bandung, Kamis (25/3).

    Selain itu persoalan klasik yang sampai saat ini belum juga terpecahkan adalah dimana daerah dengan sumberdaya alam yang melimpah justru masyarakatnya hidup dalam keterbatasan. Kondisi tersebut juga menjadi persoalan terkait dengan kawasan hutan khusunya kawasan konservasi di hulu DAS Citarum. Karena hal tersebut maka tekanan terhadap

    1http://www.tempo.co/read/news/2010/03/26/058235680/Banjir-Citarum-Akibat-Alih-Fungsi-Lahan-di-Daerah-Aliran-Sungai 1 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • kawasan hutan khususnya kawasan konservasi berujung pada keberlanjutan ekositem dan fungsinya terganggu. Karena itu maka perlu ada upaya perbaikan ekositem di kawasan DAS Citarum tersebut, khususnya pelaksanaan konservasi di Hulu DAS Citarum ini bertujuan untuk menekan jumlah lahan kritis di daerah hulu dan juga untuk memperbaiki lingkungan, seraya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.

    Saat ini kenyataan yang kita hadapi pelaksanaan konservasi di hulu DAS Citarum belum mampu memberikan dampak suatu perubahan bagi pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Karena itu pendekatan pembangunan kawasan hutan berbasis desa-desa penyangga di seluruh kawasan konservasi di hulu DAS Citarum merupakan satu langkah strategis yang dapat ditempuh sehingga, kelestarian hutan juga berdampak pada kesejateraan masyarakat. Program tersebut dikemas dalam program pembangunan Model Desa Konservasi.

    Untuk menuju kesana, program pembangunan Model desa Konservasi perlu didorong dengan upaya pendampingan, dimana dalam prateknya, kegiatan tersebut akan dilakukan oleh pendamping atau fasilitator desa, guna melakukan perubahan sosial menuju pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Fokus utamanya meningkatkan kesejahteraan masyakat melalui kegiatan usaha ekonomi yang tidak berbasis lahan. Dalam mendorong program pembangunan model desa konservasi,ada tiga pendekatan yang yang digunakan, yaitu pendekatandesentraslisasi, pendekatan pemberdayaan danpendekatan partisipatif, secara singkat tiga pendekatan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

    a. Desentralisasi Pada umumnya pemahaman tentang desentralisasi adalah proses menyerahkan/menggulirkan kewenangan secara

    2 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • proporsional dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Namun di dalam konteks konservasi keanekaragaman hayati dan khususnya pelaksanaan kegiatan komponen 4, maka proses desentralisasi inipun diartikan pula sebagai menggulirkan kewenangan secara proporsional dari aparat kepada masyarakat, sehingga masyarakat memiliki keberdayaan dalam memerankan fungsinya sebagai penjaga, pemelihara dan pemanfaat kawasan konservasi. Penerapan desentralisasi dalam program konservasi keanekaragaman hayati harus mampu membangun pemahaman, keberanian, kemampuan dan kekuatan pemerintah daerah, para stakeholder serta masyarakat dan kelembagaannya untuk dapat menggunakan kewenangan yang menjadi miliknya (hak untuk mengambil keputusan dan bertindak) dalam pembangunan konservasi keanekaragaman hayati di wilayahnya secara bertanggungjawab.

    b. Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat adalah proses menyerahkan/menggulirkan kekuasaan dari aparat kepada masyarakat (petani dan kelembagaannya). Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok (masyarakat dan kelembagaannya) untuk melakukan tindakan agar sesuatu dapat terjadi atau mencegah sesuatu untuk tidak terjadi. Ada 3 (tiga) jenis kekuasaan yang harus dimiliki oleh masyarakat yang berdaya, yaitu : kekuasaan peran (role-power), kekuasaan keahlian (expert-power) dan kekuasaan sumberdaya (resource-power). Kekuasaan Peran (Role Power), adalah : Kemampuan seseorang atau kelompok (masyarakat dan kelembagaannya) untuk mengambil keputusan dan memberlakukan serta menerapkan keputusan itu secara

    3 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • taat azas. Dalam konteks pemberdayaan masyarakat untuk konservasi keanekaragaman hayati, maka kemampuan yang diperlukan untuk melakukan peranannya dapat dirincikan sebagai berikut : Kognisi perlu didukung oleh tumbuhnya

    kemampuan menyusun rencana kegiatan konservasi dan rencana usaha-alternatif serta kemampuan merumuskan peraturan-peraturan yang ralistik dan rasional dalam kegiatan konservasi. (Misalnya Peraturan Desa dan atau Aturan Sosial lainnya)

    Afeksi harus didukung oleh tumbuhnya kesadaran, keberanian, rasa percaya diri, semangat dan etos kerja, serta motivasi dan tanggung-jawab sebagai kekuatan intrinsik, agar mereka mampu melaksanakan rencananya serta memberlakukan dan menerapkan aturan-aturan yang ditetapkan tentang konservasi keanekaragaman hayati di wilayahnya secara taat azas.

    Psikomotorik (keterampilan) dalam melaksanakan konservasi keanekaragaman hayati harus didukung oleh tumbuhnya kemampuan memimpin, berkomunikasi serta kemampuan bertindak secara efektif dan efisien. Kemampuan pada ketiga ranah tersebut di atas (afeksi, kognisi dan psikhomotorik) harus dilandasi oleh tumbuhnya kemampuan pada aspek konasi.

    Konasi, yaitu kemampuan untuk memiliki dan memelihara tumbuh-kembangnya keinginan, harapan, dan cita-cita pada masyarakat baik sebagai individu maupun kelompok atau komunitas sebagai subjek, pelaku utama program konservasi keanekaragaman hayati di wilayahnya.

    Kekuasaan Keahlian (Expert Power), adalah : Kemampuan seseorang atau kelompok (masyarakat dan

    4 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • kelembagaannya) untuk bertindak yang didasari oleh penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, sehingga menjadi kecakapan dan keahlian khusus. Dalam konteks konservasi keanekaragaman hayati, masyarakat dan kepemimpinannya harus menguasai pengetahuan, teknologi dan informasi mengenai hal itu. Kekuasaan Sumberdaya (Resource Power), adalah : Kemampuan dan kekuatan seseorang atau kelompok (masyarakat dan kelembagaannya) untuk menguasai dan memanfaatkan (kontrol dan akses) terhadap sumberdaya (sumberdaya tanah, air, modal, sarana produksi, alsintan, teknologii, pasar dll.). Kekuasaan atau kemampuan dan kekuatan masyarakat dan kelembagaannya dalam penguasaan sumberdaya ini merupakan hal pokok dan penting dalam melakukan peranannya sebagai manajer program konservasi keanekaragaman hayati di wilayahnya. Tanpa kemampuan dan kekuatan penguasaan sumberdaya ini, tak mungkin pemberdayaan akan dapat diwujudkan secara optimal. Untuk membangun kemampuan dan kekuatan masyarakat dan kelembagaannya dalam penguasaan sumberdaya diperlukan kemampuan manajerial dan kemampuan membangun jejaring kerjasama baik intra kelompok maupun antar kelompok, agar tumbuh menjadi kekuatan. Kekuatan masyarakat dan kelembagaannya merupakan prasyarat utama untuk dapat meningkatkan posisi tawar dalam bermitra dengan pihak-pihak lain dalam kesetaraan.

    c. Partisipasi Menurut Mikkelsen (2005, h. 53-54) bahwa partisipasi biasanya digunakan di masyarakat dalam berbagai makna umum sebagai berikut:Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat dalam suatu proyek

    5 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • (pembangunan), tetapi tanpa mereka ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi juga diartikan sebagai sebuah proses membuat masyarakat menjadi lebih peka dalam rangka menerima dan merespon berbagai proyek pembangunan, selain itu partisipasi adalah suatu proses aktif, yang bermakna bahwa orang ataupun kelompok yang sedang ditanyakan mengambil inisiatif dan mempunyai otonomi untuk melakukan hal itu, partisipasi adalah proses menjembatani dialog antara komunitas lokal dan pihak penyelenggara proyek dalam rangka persiapan, pengimplementasian, pemantauan, dan pengevaluasian staf agar dapat memperoleh informasi tentang konteks sosial ataupun dampak sosial proyek terhadap masyarakat. Disampaikan juga bahwa partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela dalam perubahan yang ditentukan sendiri oleh masyarakat dan Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan, dan diri mereka sendiri.

    Ketiga pendekatan tersebut yang menjadi dasar pijakan dalam membangun Model Desa Konservasi di kawasan Hulu DAS Citarum. Dengan mengunakan pendekatan tersebut diharapkan desai pembangunan Model Desa Konservasi menjadi model pendekatan pembangunan MDK yang genuine. Sehingga digarapkan desain ini akan menjadi literatur dalam pembangunan desa-desa di pinggir kawasah hutan khusunya kawasan konservasi.

    1.2. Maksud dan Tujuan Disusunya buku pegangan ini ditujukan untuk memberi gamaran umum tetang pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. Sehingga dalam memfasilitasi pembangunan program Model Desa Konservasi mempunyai arah dan

    6 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • rujukan. Hal tersebut penting agar program-program yang didorong didalam desa model tersebut bisa selaras dengan fungsi kawasan dan tidak menimbulkan persoalan baru terhadap kawasan dikemudian hari.

    7 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • BAB 2 PERAN DAN TUGAS FASILITATOR

    2.1. Peran Fasilitator

    Peran Fasilitator secara umum dalam proyek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation (CWMBC) Komponen 4. Mainstriming Biodeversity in the Production Landscape,antara lain:

    1. Fasilitator Desa harus mampu melakukan peran fasilitatif (fasilitative roles), berkaitan dengan menstimulasi dan mendukung pengembangan masyarakat pada program sub bidang komponen IV Pengarusutamaan Keanekaragaman Hayati di Lahan Produksi Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation (CWMBC). Teknik-teknik untuk memfasilitasi proses,mengunakan metode PRA (Participatory Rural Appraisal) antar lain adalah :

    a) Memfasilitasi masyarakat untuk menyusun dan mendokumentasikan kegiatan harian melalui kalender harian.

    b) Menyusun Kalender Musiman c) Menyusun Bagan Hubungan Kelembagaan (Diagram

    Venn) d) Memfasilitasi masyarakat untuk menyusunSketsa/Peta

    Desa e) Memfasilitasi masyarakat untuk menyusunPeta Transek f) Memfasilitasi masyarakat untuk menyusun Peta

    Mobilitas g) Memfasilitasi masyarakat untuk menyusunPenetapan

    Peringkat masalah (Matriks Ranking)

    8 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • h) Memfasilitasi masyarakat untuk menyusun untuk mampu menganalsis masalah (Pohon Masalah)

    i) Memfasilitasi masyarakat untuk melihat hubungan dan antar variabel dengan mengunakan Diagram Alir

    j) Memfasilitasi masyarakat untuk menyusunrencana kegiatan secara partisipatif

    k) Memfasilitasi masyarakat untuk menyusunrencana bisnis (Bisnis plan).

    2. Fasilitator Desa harus mampu melakukanperan pendidik (educational roles), dalam peran ini fasilitator tidak hanya membantu proses saja, tetapi juga memiliki input yang lebih positif dan langsung, berdasarkan pengetahuannya, keterampilannya atau pengalamannya. Peran ini antara lain mencakup pembangkitan kesadaran, memberikan informasi, mengkonfrontasikan dan memberikan pelatihan terkait dengan isu dan program-program yang sudah disusun.

    3. Fasilitator Desa harus mampu melakukan peran perwakilan (representational roles), peran ini digunakan untuk menunjukkan peran pekerja masyarakat dalam berinteraksi dengan lembaga-lembaga eksternal, atas nama atau demi kepentingan masyarakat. Peran ini terdiri dari menghasilkan sumber, advokasi, penggunaan media, public relation, membangun jaringan kerja dan berbagi pengetahuan dan pengalaman.

    4. Fasilitator Desa harus mampu melakukanperan teknis (technical roles), mencakup : pengumpulan data dan analisis, penggunaan komputer, presentasi lisan dan tertulis, manajemen dan pengendalian keuangan. Selain itu ada juga peran teknis yang sangat penting yakni need assessment dan evaluasi.

    2.2. Lingkup Tugas Fasilitator Desa :

    9 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • Pada proyek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation (CWMBC)khusunya Komponen 4. Mainstriming Biodeversity in the Production Landscape,untuk menjalankan tugas dan fungsinya fasilitator desa mempunyai ruang lingkup tugas sebagai berikut :

    1. Melakukan pendampingan dan fasilitasi program dan kegiatan Model Desa Konservasi.

    2. Melakukan pengambilan data primer maupun sekunder untuk mendukung data dan informasi komponen 4

    3. Bertanggungjawab atas penyelesaian seluruh pekerjaan dan laporan capaian;

    4. Menyusun dan menyampaikan laporan capaian sasaran dari tiap tahapan kegiatan; sesuai dengan jadwal yang disusun oleh TC komponen IV.

    5. Bekerjasama dengan tim dalam menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan;

    6. Memberikan paparan hasil pekerjaan. 7. Menyusun laporan bulanan dan laporan perkembangan

    program 8. Menyusun loporan keuangan, dari dana-dana yang

    digunakan dalam aktivitas program. 9. Bertangungjawab terhadap tersusunya Master Plan Model

    Desa Konservasi pada tiap-tiap desa yang menjadi lingkup tugasnya.

    10 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • BAB 3

    KAWASAN KONSERVASI DI INDONESIA DAN PENGELOLAANYA

    Bab ini menyampaikan gambaran umum pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia, mengacu kepada beberapa sumber hukum

    khususnya Undang-Undang Republik Indonesia No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5

    Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

    3.1 Pengantar

    Indonesia merupakan salah satu megadiversity country, artinya Indonesia memiliki keragaman hayati tertinggi di dunia, terutama keragaman taxa tumbuhan berkayu, serangga, amphibia, reptilia, burung dan mamalia. Megadiversity country lainnya adalah Columbia, Mexico, Zaire, Brazil dan sebagainya. Walaupun luas daratan Indonesia hanya 1,5 % dari luas dunia, Indonesia memiliki sekitar 12% dari mammalia dunia, 7,3% reptilia dan ampibia, dan 17% burung2.

    2. Wijayanto, Agustinus. (2004). Keanekaragaman Hayati dan Pelestariannya di Papua yang disampaikan pada pelatihan jurnalistik lingkungan Jayapura 25 Agustus 2003 dan disampaikan kembali pada Pendidikan Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Timur 11 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • Berapa jumlah keanekaragaman hayati (terutama keanekaragaman jenis) di dunia? Para ahli konservasi dan taksonomist memperkiraan ada sekitar 5-30 juta spesies, namun hanya sekitar 10% yang telah dideskripsikan secara ilmiah (Krebs 2001). Sebagian besar (lebih dari 50%) keanekaragaman jenis ini berada di kawasan tropis (daerah sekitar 230 lintang selatan - 230 lintang utara), hanya mencakup sekitar 7-10% permukaan bumi. Di kawasan tropis, keanekaragaman hayati paling banyak terdapat dalam ekosistem hutan hujan tropis dan ekosistem terumbu karang3.

    Hasil penelitian ahli konservasi dari CI menyimpulkan bahwa untuk melestarikan 50% dari keanekaragam hayati di dunia, hanya diperlukan 4% dari luas daratan bumi. Sebagian besar kawasan itu berada di kawasan tropis yang saat ini berada dalam wilayahadministrasi sekitar 25 negara di dunia, termasuk Indonesia (Myers dkk. 2000).4

    Karena peran penting hutan dalam pembangunan Nasional dan ekositem global maka dalam Undang-Undang Dasar 1945 khusunya pasal 33 ayat 2 dan 3 disampaikan: ayat 2 : Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasaihajat hidup orang banyak dikuasai hajat hidup orang banyak dikuasai olehNegara, ayat 3: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai olehNegara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

    3.2 Pembagian Fungsi Hutan di Indonesia

    Untuk itu, guna mengatur tata kelola hutan di Indonesia maka dibuat Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999. Apabila merujuk pada undang-undang tersebut,

    Indonesia,29-31 Yogyakarta 2004 CONSERVATION INTERNATIONAL INDONESIA PAPUA PROGRAM 3.Ibid 4.Myers, N., R.A. Mittermeier, C.G. Mittermeier, G.A.B. da Fonseca, and J. Kent. 2000. Biodiversity hotspots for conservation priorities. Nature. 403: 853-858 12 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • berdasarkan pasal 6 undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, fungsi hutan di Indonesia, maka fungsi hutan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Berdasarkan tiga fungsi tersebut, pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok, yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.

    3.2.1. Hutan Konservasi. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas kawasan hutan suaka alam dan kawasan hutan pelestarian alam.

    a. Hutan Suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya serta berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Kawasan hutan suaka alam terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Buru

    b. Kawasan Hutan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam terdiri atastaman nasional, taman hutan raya (TAHURA) dan taman wisata alam.

    3.2.2. Hutan Lindung

    13 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan.

    3.2.3. Hutan Produksi.

    Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada umumnya serta pembangunan, industri, dan ekspor pada khususnya. Hutan produksi dibagi menjadi tiga, yaitu hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP), dan hutan produksi yang dapat dikonservasikan (HPK).

    Pembagian pengelolaan kawasan hutan tersebut bertujuan untuk menjaga kelestarian fungsi ekosistem hutan sehingga dapatuntuk memajukan kesejateraan rakyat, mendorong pembangunan nasional dan berperan aktif dalam kegiatan pembangunan global.

    Indonesia sebagai negara yang mempunyai belantara tropis duniamempunyai tangungjawab secara global untuk mempertahankan kelestarian hutan tersebut. Kondisi ini didasarkan karena kawasan hutan di Indonesia sangat berpengaruh pada iklim global sekaligus rumah dari berbagai flora-fauna di sebagian dunia. Untuk itu, Indonesia menetapkan beberapa kawasan hutan menjadi kawasan konservasi, hal tersebut dilakukan untuk menjawab tantangan pembangunan kedepan dalam prespektif pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan melestarikan sumber daya alam.

    Meskipun demikian, dalam perjalanan pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia masih terdapat beberapa kendala. Pengelolaan kawasan konservasi Indonesia khususnya setelah kemerdekaan dirasa masih belum menemukan bentuk, ini terbukti

    14 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • keberadaan kawasan konservasi yang seharusnya memberikan jaminan kesejahteraan masyarakat yang terdekat dengan kawasan belum terwujud bahkan di beberapa tempat kepentingan akan konservasi justru memingirkan kepentingan masyarakat terhadap kawasan. Metode konservasi konvensional yang bersifat top-down dan sentralistik, melalui penetapan kawasan dilindungi dengan pendirian barrier di sekeliling kawasan, disertai pemberian hukuman bagi pencuri dan pelanggar batas kawasan dianggap sebagai cara terbaik untuk mempertahankan biodeversitas di negara berkembang termasuk di Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya jarak antara masyarakat dengan sumberdaya alam yang ada, padahal sesunguhnya kelestarian sumberdaya alam itu ditujukan untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat.

    Berdasarkan kasus dan realitas diatas, dirasa perlu ada sebuah pendekatan baru dan inovatif untuk merespon kondisi tersebut, yaitu mengintegrasikan pengelolaan kawasan dengan peningkatan kesejateraan masyarakat sekitar dimana keberadaan masyarakat dikawasan-kawasan penyangga di kawasan konservasi di Indonesia bukan lagi menjadi ancaman tetapi justru menjadi sumberdaya yang bisa menjaga fungsi ekositem untuk tujuan konservasi alam dengan tetap meningkatkan dan memperhatikan kesejateraan masyarakat setempat.

    3.3 Model Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia

    Untuk membekali fasilitator terkait dengan fungsi kawasan maka perlu disampaikan model pengelolaan kawasan konservasi sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam undang-undang tersebut

    15 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • membahas bahwa Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non-hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. Sementara Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

    Sementara itu, apabila merujuk pada istilah Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan dimana konservasi sumberdaya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang ada, tidak memuat definisi mengenai kawasan konservasi secara jelas. Meskipun demikian, jika merujuk pada Pengertian kawasan konservasi yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam(PHKA), Departemen Kehutanan adalah: kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan lindung. Istilah-istilah yang lebih dikenal untuk mendifinisikan kawasan tersebut adalah istilah kawasan lindung, tetapi jika merujuk pada Pedoman Kriteria dan Indikator Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Konservasi (Desember 2007) Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan, disampaikan bahwa:

    Hutan konservasi, adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.Menurut ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan konservasi dibagi menjadi 2(dua) yaitu Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestari Alam,

    16 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • definisi/pengertian dari kedua kawasan konservasitersebut, yaitu:

    Bagan 1. Pembagian Kawasan Konservasi Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

    KAWASAN KONSERVASI

    Kawasan Suaka Alam

    Kawasan Cagar Alam

    Kawasan Pelestarian

    Kawasan Suaka

    Kawasan Taman Nasional

    Kawasan Taman

    Wisata Alam

    Kawasan Taman

    Hutan Raya

    Kawasan Taman Buru

    17 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • 3.3.1 Kawasan Suaka Alam Kawasan Suaka Alam sdalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan, yang mencakup Kawasan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa.

    A. Kawasan Cagar Alam

    Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Adapun Kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan cagar alam : a. Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan

    dan satwa dan tipe ekosistem; b. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit

    penyusunnya; c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun

    fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;

    d. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis secara alami;

    e. Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau

    f. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.

    18 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • Pemerintah bertugas mengelola kawasan cagar alam. Suatu kawasan cagar alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan cagar alam sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upayaperlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.Upaya pengawetan kawasan cagar alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : a. Perlindungan dan pengamanan kawasan. b. Inventarisasi potensi kawasan. c. Penelitian dan pengembangan yang menunjang

    pengawetan. Beberapa kegiatan dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan cagar alam adalah : a. Melakukan perburuan terhadap satwa yang

    berada di dalam kawasan. b. Memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa

    bukan asli ke dalam kawasan. c. Memotong, merusak, mengambil, menebang,

    dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan.

    d. Menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan, atau

    e. Mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa.

    Larangan juga berlaku terhadap kegiatan yang dianggap sebagai tindakan permulaan yang berkibat pada perubahan keutuhan kawasan, seperti: memotong, memindahkan, merusak atau

    19 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • menghilangkan tanda batas kawasan, atau membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut, menebang, membelah, merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan. Sesuai dengan fungsinya, cagar alam dapat dimanfaatkan untuk: a. Penelitian dan pengembangan b. Ilmu pengetahuan c. Pendidikan d. Kegiatan penunjang budidaya.

    B. Suaka Margasatwa

    Kawasan suaka margasatwa, adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan suaka margasatwa: a. Merupakan tempat hidup dan

    perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya;

    b. Merupakan habitat dari suatu jenis satwa langka dan atau dikhawatirkan akan punah;

    c. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;

    d. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; dan atau

    e. Mempunyai luasan yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.

    Pemerintah bertugas mengelola kawasan suaka margasatwa. Suatu kawasan suaka margasatwa

    20 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan suaka margasatwa sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. Upaya pengawetan kawasan suaka margasatwa dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : a. Perlindungan dan pengamanan kawasan. b. Inventarisasi potensi kawasan. c. Penelitian dan pengembangan yang menunjang

    pengawetan. d. Pembinaan habitat dan populasi satwa.

    Bentuk-bentuk pembinaan habitat dan populasi satwa dalam kawasan Suaka Margasatwa, meliputi kegiatan : a. Pembinaan padang rumput. b. Pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat

    berkubang dan mandi satwa. c. Penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon

    pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa.

    d. Penjarangan populasi satwa. e. Penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau f. Pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa

    pengganggu.

    Beberapa kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan suaka margasatwa adalah : a. Melakukan perburuan terhadap satwa yang

    berada di dalam kawasan;

    21 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • b. Memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan3. memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan;

    c. Menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan, atau;

    d. Mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa.

    Larangan juga berlaku terhadap kegiatan yang dianggap sebagai tindakan permulaan yang berkibat pada perubahan keutuhan kawasan, seperti : a. Memotong, memindahkan, merusak atau

    menghilangkan tanda batas kawasan, atau b. Membawa alat yang lazim digunakan untuk

    mengambil, mengangkut, menebang, membelah, merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan.

    Sesuai dengan fungsinya, cagar alam dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan pengembangan a. Ilmu pengetahuan. b. Pendidikan. c. Wisata alam terbatas. d. Kegiatan penunjang budidaya.

    Kegiatan penelitian di atas, meliputi:Penelitian dasar, penelitian untuk menunjang pemanfaatan dan budidaya.Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.

    22 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • 3.3.2 Kawasan Pelestarian Alam

    Adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, yang mencakup :

    a. Kawasan taman nasional, b. Kawasan taman wisata alam, c. Kawasan taman hutan raya.

    Sementara jika kita merujuk pada Undang-undang Kehutanan No 41 Tahun 1999 Pasal 7. Tentang Hutan Konservasi Pembagian Kawasan Konservasi terbagi menjadi tiga antara lain: 1). kawasan hutan suaka alam, 2). kawasan hutan pelestarian alam, dan 2). taman buru.Berikut penjelasan lebih mendalam terkait dengan pembagian fungsi masing-masing kawasan konservasi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanankhusunya beberapa kegiatan yang dilarang dan yang menunjang fungsi kawasan konservasi :

    A. Taman Nasional

    Kriteria Penetapan Kawasan Taman Nasional (TN) adalah sebagai berikut : a. Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas

    yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami;

    b. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami;

    c. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;

    23 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • d. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam;

    e. Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam Zona Inti, Zona Pemanfaatan, Zona Rimba dan Zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.

    Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat antara lain : a. Ekonomi, dapat dikembangkan sebagai

    kawasan yang mempunyai nilai ekonomis, sebagai contoh potensi terumbu karang merupakan sumber yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi sehingga membantu meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa negara.

    b. Ekologi, dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan.

    c. Estetika, memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam / bahari.

    d. Pendidikan dan Penelitian, merupakan obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.

    e. Jaminan Masa Depan, keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat maupun di perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara batasan bagi

    24 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang.

    Kawasan Taman Nasional dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman nasional di kelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya.

    Rencana pengelolaan taman nasional sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. Pengelolaan Taman nasional didasarkan atas sistem zonasi, yang dapat dibagi atas : Zona inti, Zona pemanfaatan Zona rimba; dan atau yang ditetapkan Menteri berdasarkan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

    Kriteria zona inti, yaitu : mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan atau tidak atau belum diganggu manusia mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.

    25 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • Kriteria zona pemanfaatan, yaitu : mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. Kriteria zona rimba, yaitu : kawasan yang ditetapkan mampu mendukung upaya perkembangan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi memiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu. Upaya pengawetan kawasan taman nasional dilaksanakan sesuai dengan sistem zonasi pengelolaannya: a. Upaya pengawetan pada zona inti

    dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : perlindungan dan pengamanan inventarisasi potensi kawasan penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan.

    b. Upaya pengawetan pada zona pemanfaatan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : perlindungan dan pengamanan inventarisasi potensi kawasan penelitian dan pengembangan dalam menunjang pariwisata alam

    c. Upaya pengawetan pada zona rimba dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : perlindungan dan pengamanan inventarisasi potensi kawasan penelitian dan pengembangan dalam menunjang

    26 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • pengelolaan pembinaan habitat dan populasi satwa.

    Dalam pembinaan habitat dan populasi satwa pada kawasan taman nasional, meliputi kegiatan : a. Pembinaan padang rumput b. Pembuatan fasilitas air minum dan atau

    tempat berkubang dan mandi satwa c. Penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon

    pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa

    d. Penjarangan populasi satwa e. Penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau f. Pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa

    pengganggu.

    Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman nasional adalah : a. Merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk

    ekosistem b. Merusak keindahan dan gejala alam c. Mengurangi luas kawasan yang telah

    ditentukan d. Melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai

    dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.

    Sesuatu kegiatan yang dapat dianggap sebagai tindakan permulaan melakukan kegiatan yang berakibat terhadap perubahan fungsi kawasan adalah : a. Memotong, memindahkan, merusak atau

    menghilangkan tanda batas kawasan b. Membawa alat yang lazim digunakan untuk

    mengambil, menangkap, berburu, menebang, merusak,memusnahkan dan mengangkut

    27 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • sumberdaya alam ke dan dari dalam kawasan.Taman nasional dapat dimanfaatkan sesuai dengan sistem zonasinya :

    Pemanfaatan Zona inti : a. Penelitian dan pengembangan yang

    menunjang pemanfaatan. b. Ilmu pengetahuan. c. Pendidikan. d. Kegiatan penunjang budidaya.

    Pemanfaatan zona pemanfaatan : a. Pariwisata alam dan rekreasi. b. Penelitian dan pengembangan yang

    menunjang pemanfaatan. c. Pendidikan dan atau

    d. Kegiatan penunjang budidaya. Pemanfaatan zona rimba : a. Penelitian dan pengembangan yang

    menunjang pemanfaatan b. Ilmu pengetahuan c. Pendidikan d. Kegiatan penunjang budidaya e. Wisata alam terbatas.

    Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam.

    B. Taman Wisata Alam

    Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Adapun kriteria untuk penunjukkan

    28 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • dan penetapan sebagai kawasan taman wisata alam: a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan,

    satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik;

    b. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi potensi dan daya atarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;

    c. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.

    Kawasan taman wisata alam dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman wisata alamdikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya.

    Rencana pengelolaan taman wisata alam sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.

    Upaya pengawetan kawasan taman wisata alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : a. Perlindungan dan pengamanan; b. Inventarisasi potensi kawasan; c. Penelitian dan pengembangan yang menunjang

    pelestarian potensi; d. Pembinaan habitat dan populasi satwa.

    Pembinaan habitat dan populasi satwa, meliputi kegiatan : a. Pembinaan padang rumput; b. Pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat

    berkubang dan mandi satwa; 29 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • c. Penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa;

    d. Penjarangan populasi satwa; e. Penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau f. Pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa

    pengganggu.

    Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman wisata alam adalah : a. Berburu, menebang pohon, mengangkut kayu

    dan satwa atau bagian-bagiannya di dalam dan ke luar kawasan, serta memusnahkan sumberdaya alam di dalam kawasan;

    b. Melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran kawasan;

    c. Melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.

    Sesuai dengan fungsinya, taman wisata alam dapat dimanfaatkan untuk : a. Pariwisata alam dan rekreasi; b. Penelitian dan pengembangan (kegiatan

    pendidikan dapat berupa karya wisata, widya wisata, dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian serta peragaan dokumentasi tentang potensi kawasan wisata alam tersebut).;

    c. Pendidikan; d. Kegiatan penunjang budaya.

    C. Taman Hutan Raya

    Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan

    30 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.

    Adapun kriteria penunjukkan dan penetaan sebagai kawasan taman hutan raya : a. Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli

    maupun buatan baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah;

    b. Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam; dan

    c. Mempunyai luas yang cukup yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan atau bukan asli.

    Kawasan taman hutan raya dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman wisata alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya.

    Rencana pengelolaan taman hutan raya sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.

    Upaya pengawetan kawasan taman hutan raya dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : a. Perlindungan dan pengamanan; b. Inventarisasi potensi kawasan;

    31 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • c. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pengelolaan;

    d. Pembinaan dan pengembangan tumbuhan dan atau satwa. Pembinaan dan pengembangan bertujuan untuk koleksi.

    Beberapa kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan taman hutan raya adalah : a. Merusak kekhasan potensi sebagai pembentuk

    ekosistem; b. Merusak keindahan dan gejala alam; c. Mengurangi luas kawasan yang telah

    ditentukan; d. Melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai

    dengan rencana pengelolaan dan atau rencana pengusahaan yang telah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.

    Sesuatu kegiatan yang dapat dianggap sebagai tindakan permulaan melakukan kegiatan yang berakibat terhadap perubahan fungsi kawasan adalah : a. Memotong, memindahkan, merusak atau

    menghilangkan tanda batas kawasan; b. Membawa alat yang lazim digunakan untuk

    mengambil, menangkap, berburu, menebang, merusak, memusnahkan dan mengangkut sumberdaya alam ke dan dari dalam kawasan.

    Sesuai dengan fungsinya, taman hutan raya dapat dimanfaatkan untuk : a. Penelitian dan pengembangan (kegiatan

    penelitian meliputi penelitian dasar dan penelitian untuk menunjang pengelolaan kawasan tersebut).;

    b. Ilmu pengetahuan; c. Pendidikan;

    32 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • d. Kegiatan penunjang budidaya; e. Pariwisata alam dan rekreasi; f. Pelestarian budaya.

    3.3.3 Taman Buru

    Taman buru adalah suatu kawasan yang didalamnya terdapat potensi satwa buru, yang diperuntukan untuk rekreasi berburu.

    33 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • BAB 4 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENDORONG

    LAHIRNYA MODEL DESA KONSERVASI 4.1 Pemberdayaan Masyarakat (empowerment)

    Program pemberdayaan masyarakat (empowerment) diperlukan agar dapat mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan.Pada dasarnya pemberdayaan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan partisipasi dan inisiatif masyarakat dalam proses pembangunan. Masyarakat menjadi aktor utama dalam proses pemberdayaan dengan membangkitkan potensi dan sumber daya yang ada dalam komunitas. Menurut Ife (2008, h. 130) Pemberdayaan bertujuan meningkatkan keberdayaan dari mereka yang dirugikan (The disadvantaged). Pernyataan ini mengandung dua konsep yaitu keberdayaan dan yang-dirugikan, yang masing-masing perlu dipertimbangkan dalam setiap pembahasan pemberdayaan sebagai bagian dari suatu perspektif keadilan sosial dan HAM5. Jika cara apa pun orang memandang pemberdayaan, tidak bisa tidak itu adalah terkait dengan kekuasaan artinya bahwa individu atau kelompok memiliki atau menggunakan kesempatan untuk meraih kekuasaan ke dalam tangan mereka, meredistribusikan kekuasaan dari kaum mampu kepada kaum tidak mampu, dan seterusnya. Dalam melihat kekuasaan dapat dilihat dari empat kategori yaitu pertimbangan pluralis, pertimbangan elite, pertimbangan struktural, pertimbangan post struktural. Setiap kategori melibatkan suatu perspektif yang berbeda pada proses pemberdayaan.

    Semetara Wrihatnolo (2007, h. 75) mengartikan keberdayaan masyarakat adalah unsur-unsur yang memungkinkan masyarakat untuk bertahan (survive) dan dalam pengertian dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan.

    5 Ife, Jim & Tesoriero. (2008). Community development: alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. (terjemahan: Sastrawan Manullang) Yogyakarta: Pustaka Pelajar (terjemahan)

    34 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat Indonesia yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan6. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.

    Rappaport dalam Wrihatnolo (2007, hal 177) menyatakan bahwa para ahli kemasyarakatan telah mengembangkan teori pemberdayaan selama 20 tahun terakhir ini. Pemberdayaan diartikan sebagai suatu proses, suatu mekanisme, dalam hal ini, individu, organisasi dan masyarakatnya menjadi ahli akan masalah yang mereka hadapi. Teori pemberdayaan mengasumsikan bahwa :

    a. Pemberdayaan akan berbeda bentuk untuk orang yang berbeda. Presepsi, keahlian dan tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tenaga kerja akan berbeda antara remaja yang belum menikah dengan wanita dewasa yang sedang hamil. Latar belakang, situasi dan kematangan seseorang sangatlah menentukan.

    b. Pemberdayaan akan berbeda bentuk untuk konteks berbeda. Presepsi, keahlian dan tindakan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu akan berbeda antara pekerjaan diorganisasi otoritatif dan pekerja di organisasi partisipatif. Inisiatif pekerja pada situasi pertama ditekan di tingkat paling rendah, sementara pada situasi kedua pekerja didorong untuk berkembang semaksimal mungkin.

    c. Pemberdayaan akan berfluktuasi atau berubah sejalan dengan waktu. Seseorang dapat merasa terberdayakan pada suatu saat dan tidak terberdayakan pada waktu

    6Wrihatnolo, Randy, et al. 2007. Manajemen Pemberdayaan, Sebuah Pengantar dan Panduan Untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

    35 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • yang lain, bergantung pada kondisi yang mereka hadapi pada suatu waktu. Gerakan mahasiswa berhasil mempromosikan agenda reformasi sebelum jatuhnya orde baru, namun mereka tidak memiliki kekuatan untuk memastikan pelaksanaan agenda tersebut sesudahnya.

    Desain model desa konservasi seperti telah disampikan pada Bab 2, Model Desa Konservasi adalah desa yang dijadikan model/contoh bagi desa lain di sekitar kawasan hutan konservasi dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi, dengan memperhatikan aspek konservasi, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat serta akan menjadi contoh dalam pemberdayaan masyarakat di tempat lainnya.

    Kunci dalam membangun desa model konservasi adalah kemampuan masyarakat desa secara mandiri dalam mengelola sumberdaya alam (hutan) yang menjadi wilayah desanya. Dimana kondisi tersebut hanya akan dapat terwujud dengan peran aktif dan kemandirian masyarakat setempat. Untuk itu pemberdayaan masyarakat merupakan pendekatan utama yang dilakukan dalam mendorong model desa konservasi. Meski demikian, pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi bukan sekedar untuk menghentikan terjadinya perusakan sumberdaya hutan dan ekosistemnya saja, tetapi diarahkan sebagai upaya untuk memberikankesempatan, kemudahan dan fasilitasi terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan. Hal tersebut ditujukan agar masyarakat secara mandiri mau dan mampu mengembangkan kesadaran, pengetahuan dan keterampilannya, guna memanfaatkan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya untuk sebesar-besar kemakmurannya,dengan senantiasa memperhatikan upaya pelestarian (ekologi, ekonomi dan sosial budaya) sumberdaya alam, dan lingkungan hidupnya.

    Sejalan dengan pengertian tersebut di atas, pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi diharapkan mampu:

    36 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • a. Memantapkan kelestarian keanekaragaman hayati danekosistemnya, dengan meningkatkan peran serta masyarakat.

    b. Mengembangkanpartisipasi,desentralisasi,kemitraan,pemerataan,keberlanjutan,kemandirian, guna meningkatkan kelestarian kawasan konservasi.

    c. Meningkatkankontribusikawasankonservasiterhadappeningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi.

    4.2 TujuanPemberdayaan Masyarakat

    Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi, bertujuan untuk: a. Menjamin keseimbangan ekologis, ekonomi, maupun

    sosial budaya dan kelestarian kawasan konservasi. b. Meningkatkan kemandirian masyarakat sebagai

    pendukung utama dalam pembangunan kehutanan melalui peningkatan ekonomi kerakyatan di sekitar kawasan konservasi.

    c. Mengaktualisasikan akses timbal balik peran masyarakat dan fungsikawasan konservasi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    Karena itu, pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi, harus ditujukanbukan sekedar untuk mengamankan kawasan konservasi dari kerusakan, melainkan bertujuan untuk terus menerus menumbuh-kembangkan kesadaran dan kemampuan ekonomi masyarakat, agar berpartisipasi dalam pembangunan kawasan konservasi secara lestari.

    4.3 StrategiPemberdayaan Masyarakat

    Strategi pemberdayaan masyarakat dilakukan secara seimbang, serasi, dan simultan, mencakup: a. Pengelolaan usaha berbasis sumber daya hutan yang

    efisien dalam arti mampu menghasilkankeuntungan 37 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • untuk kemakmuran masyarakat, yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan konservasi.

    b. Pemanfaatan, konservasi, dan rehabilitasi sumber daya hutan demimenjaga kelestarian sumber daya hutan dan lingkungan hidup.

    c. Pelestarian nilai-nilai sosial budaya dan kearifan tradisional kaitannyadengan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya hutan.

    d. Memberikanakses kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalampengelolaan kawasan konservasi.

    e. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat melalui beberapa tahapan darimembangun kesepahaman sampai pengembangan kegiatan.

    4.4 Prinsip-PrinsipPemberdayaan Masyarakat Dalam Mendorong MDK

    Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi perlu memperhatikan prinsip-prinsip: a. Pendekatan Kelompok,

    Apapun kegiatan yang dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui pendekatan kelompok, sehingga menumbuhkan kelompok-kelompok yang terus bergerak dinamis untuk melanjutkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan yang ditumbuhkan dari, oleh dan untuk kepentingan warga masyarakat desa di dalam dan di sekitar kawasan konservasi, bukan untuk kepentingan yang lain.

    b. Keserasian, Setiap kelompok pemberdayaan masyarakat haruslah terdiri dari warga masyarakat desa di dalam dan di sekitar kawasan hutan konservasi yang saling mengenal, saling percaya dan mempunyai kepentingan yang sama, sehingga akan tumbuh kerjasama yang kompak dan serasi.

    c. Kepemimpinan dari mereka sendiri,

    38 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • Memberi kesempatan seluas-luasnya kepada seluruhwarga masyarakatdesa di dalam dan di sekitarkawasanhutan konservasi untuk mengembangkan kepemimpinan dari kalangan mereka sendiri.

    d. Pendekatan Kemitraan, Memperlakukan warga masyarakat desa di dalam dan di sekitar kawasan konservasi sebagai mitra kerja pembangunan kehutanan,yang berperan serta secara aktif dalam pengambilan keputusan. Ikut sertanya mereka dalam proses pengambilan keputusan, akan menjadikan mereka sebagaimitra kerja yang aktif dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan hutan yang lestari.

    e. Swadaya, Semuakegiatanyangdilakukanberupabimbingan,dukungan dankemudahanharuslahmampumenumbuhkan keswadayaan dan kemandirian.

    f. Belajar Sambil Bekerja, Dirancang dan dilaksanakan sebagai proses pembelajaran yang partisipatif, yang dilakukan sendiri oleh warga masyarakat desa di dalam dan di sekitarkawasan konservasi,agarmereka mengalami dan menemukan sendiri masalah-masalah serta alternatif pemecahannya.

    g. Pendekatan Keluarga, Tidak hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki dewasa (bapak-bapak) saja, tetapi juga para ibu dan anak-anaknya, sehingga seluruh anggota keluarga warga masyarakat desa di dalam dan di sekitar kawasan konservasi memperoleh pemberdayaan sesuai dengan masalah dan kebutuhan masing-masing.

    h. Dari Masyarakat Untuk Masyarakat. Semuakegiatan dirancang dan dilaksanakan oleh masyarakat yang hasilnyauntuk peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

    39 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • Bab 5 MODEL DESA KONSERVASI (MDK)

    Desa konservasi adalah sebuah pendekatan model konservasi yang memberi peluang kepada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan

    konservasi untuk terlibat aktif dalam upaya pengelolaan kawasan konservasi. Model ini juga memberi peluang kepada masyarakat untuk mendapat akses yang aman untuk pemanfaatan kawasan

    sehingga dapat menjamin komitmen jangka panjang mereka untuk mendukung konservasi kawasan hutan. Model akses pemanfaatan

    ini dapat berbeda-beda dari satu kawasan ke kawasan lain tergantung pada kesepakatan dengan pihak yang berwenang dalam

    pengelolaan kawasan7. Soemarno, pslp-ppsub-2011

    5.1. Definisi Model Desa Konservasi

    Model Desa Konservasi adalah desa yang dijadikan model/contoh bagi desa lain di sekitar kawasan hutan konservasi dalam upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi, dengan memperhatikan aspek konservasi, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat serta akan menjadi contoh dalam pemberdayaan masyarakat di tempat lainnya.

    Merujuk pada buku Materi Penyuluh Kehutanan maksud dari pembangunan Model Desa Konservasi Alam adalah terlaksananya pembangunan wilayah disekitar kawasan hutan konservasi yang berwawasan lingkungan, yang dapat mendukung perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan

    7 MODEL DESA KONSERVASI (MDK) Soemarno, pslp-ppsub-2011 40 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • kawasan hutan konservasi secara lestari8. Dalam buku tersebut disampaikan pula tujuan pembangunan Model Desa Konservasi meliputi 3 aspek, yaitu:

    1. Aspek Lingkungan dapat menyangga kawasan hutan konservasi dari berbagai gangguan; dapat memperluas habitat flora dan fauna yang ada di kawasan hutan konservasi; dapat menambah areal serapan air jika terletak di bagian hulu sungai; dapat menangkal bencana alam berupa banjir, erosi, angin dan bencana alam lainnya.

    2. Aspek Sosial meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat; masyarakat dapat bersikap positif dan mendukung pengelolaan kawasan hutan konservasi; kesehatan masyarakat meningkat; ketergantungan masyarakat terhadap kawasan berkurang.

    3. Aspek Ekonomi meningkatkan pendapatan masyarakat; terciptanya berbagai aktifitas masyarakat untuk menambah pendapatan; potensi SDA yang ada dapat bernilai ekonomi melalui pengelolaan dengan teknologi yang sesuai, adanya modal/investasi yang masuk sehingga roda perekonomian pedesaan dapat berjalan.

    Berdasarkan penjelasan diatas, maka Model Desa Konservasi merupakan desa yang dijadikan contoh dalam upaya pemberdayaan masyarakat di dalam/sekitar kawasan konservasi. Salah satu yang harus dicapai adalah bagaimana memfungsikan kelembagaan lokal yang ada. Sehingga diharapkan Model Desa Konservasi dapat menciptakan dan meningkatkan kapasitas masyarakat, mengurangiketergantungan terhadap Kawasan Konservasi dan berdampakpositif terhadap perlindungan, pengawetan serta pemanfaatan kawasan konservasi. Tantunya Model Desa Konservasi ini didukung oleh

    8 Lilik S Siswari Ryke, Dwi Hastuti Endang, Haniriyanto R. "Model Desa Konservasi (MDK)" Materi Penyuluh Kehutanan - Kementerian Kehutanan Badan Penyuluh dan Pengembangan SDM Kehutanan Pusat Penyuluhan Kehutanan 2012. 41 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • semua pemangku kepentingan yang terkait baik dalam pengelolaan kawasan mupun stakeholder lain.

    5.2. Ruang Lingkup Model Desa Konservasi

    Dalam pengembangan model desa konservasi setidaknya ada tiga rujukan yang menjadi ruang lingkup dari Model Desa Konservasi (Soemarno, pslp-ppsub-2011)9, antara lain:

    a. Pemberdayaan Masyarakat, b. Penataan Ruang/Wilayah Pedesaan Berbasis

    Konservasi, c. Pengembangan Ekonomi Pedesaan Berbasis

    Konservasi.

    5.3. Sasaran Lokasi Pembangunan Model Desa Konservasi

    Sasaran dari pembangunan Model Desa Konservasi adalah : a. Desa yang sudah ada dan penduduknya telah turun

    temurun adasebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutankonservasi.

    b. Desa yang berada di dalam kawasan hutan konservasi danmasyarakat sydah diakui sebagai masyarakat adat.

    c. Desa-desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutankonservasi.

    5.4. Kriteria Model Desa Konservasi

    Soemarno (2011) menyampaikan bahwa suatu desa dapat menjadi desa model (Model Desa Konservasi) setidaknya memenuhi kriteria sebagai berikut:

    a. Desa yang berlokasi di sekitar/ di dalam kawasan konservasi;

    b. Masyarakat mempunyai ketergantungan dengan KK ; c. Desa yang masyarakat nya miskin dan pendapatan

    rendah; d. Desa yang mempunyai potensi SDA yang dapat

    dikembangkan di kawasan konservasi;

    9ibid 42 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • e. Desa yang dapat dijadikan contoh bagi desa lain; f. Desa yang masyarakatnya berpendidikan rendah; g. Bentuk kegiatan semaksimal mungkin berhubungan

    satu-sama lain; h. Bentuk kegiatan semaksimal mungkin berhubungan

    dengan program kehutanan.

    Sementara apabila merujuk pada Materi Penyuluh Kehutanan tentang Model Desa Konservasi, suatu desa dapat ditetapkan sebagai Model Desa Konservasi meliputi :

    a. Desa yang secara fisik berbatasan langsung dengan kawasan hutan konservasi/daerah penyangga ataupun desa enclave dan masyarakatnya mempunyai interaksi langsung dengan kawasan hutan konservasi;

    b. Desa yang letaknya strategis, mudah dilihat oleh masyarakat dari desa lain;

    c. Desa yang berada di tengah-tengah kawasan hutan konservasi, diakui sebagai masyarakat adat dan penduduknya bermukim dilokasi tersebut sudah lama sebelum ditetapkan sebagai kawasan hutan konservasi;

    d. Desa yang kehidupan masyarakatnya mempunyai ketergantungan kuat dengan keberadaan kawasan hutan konservasi;

    e. Desa yang mempunyai potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan;

    f. Desa yang secara umum mempunyai permasalahan yang sama dengan desa-desa lainnya di sekitar kawasan hutan konservasi;

    g. Telah dilakukan koordinasi dengan Pemerintah daerah setempat.

    5.5. Kegiatan Model Desa Konservasi

    Sebagaimana yang telah disampaikan dalam ruang lingkup MDK maka setidaknya ada 3(tiga) kegiatan utama dalam pengembangan MDK antara lain: 1). Pemberdayaan Masyarakat, 2). Penataan Ruang/Wilayah Pedesaan Berbasis

    43 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • Konservasi, 3). Pengembangan Ekonomi Pedesaan Berbasis Konservasi.

    a. Pemberdayaan Masyarakat Setempat. Yang dimaksud dengan pemberdayaan masyarakat setempat adalah, adanya kedaulatan dan kemandirian masyarakat dalam mengelola sumberdaya alamnya secara berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam upaya mencapai kesejateraan sosial. Dalam istilah lain disampikan juga bahwa program pemberdayaan masyarakat (empowerment) ditujukan untuk mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan. Pada dasarnya pemberdayaan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan partisipasi dan inisiatif masyarakat dalam proses pembangunan. Dalam pemberdayaan masyarakat (empowerment) masyarakat menjadi aktor utama dalam proses pemberdayaan dengan membangkitkan potensi dan sumber daya yang ada dalam komunitas.

    Pembanguan Model Desa Konservasi diawali dengan pemberdayaan masyarakat melalui sembilan tahapan yaitu : a) Membangun Kesepahaman dengan pihak terkait; b) Membangun/mengembangkan kelembagaan di

    tingkat desa; c) Menyiapkan fasilitator/pendamping; d) Pelatihan PRA perangkat desa; e) Melaksanakan PRA di lokasi desa dan sekitarnya; f) Peningkatan kapasitas SDM (masyarakat)/pelatihan

    ketrampilan produktif; g) Pengembangan kegiatan usaha ekonomi produktif

    masyarakat. h) Membangun kemitraan dan jejaring usaha produktif; i) Monitoring dan evaluasi.

    44 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • b. Penataan Ruang/Wilayah Pedesaan Berbasis Konservasi. Seluruh wilayah NKRI terbagi habis dalam wilayah desa. Sehingga desa memiliki wilayah dengan fungsi yang bermacam-macam, dimana ada yang memiliki wilayah hutan, pertanian, dan fungsi-fungsi lain dalam tata kelola lahan. Oleh karena itu dalam sistem pemerintahan desa sesungguhnya juga harus mempunyai strategi pengelolaan sesuai dengan fungsi masing-masing kawasan sehingga sumberdaya lahan yang ada dapat dikelola secara maksimal tanpa mengurangi daya dukungnya. Untuk itu maka perlu pemahaman bersama dalam mendesai ruang-ruang tersebut oleh komunitas masyarakat. Hal ini penting agar masyarakat memahami arti penting konservasi dan perlindungan kawasan hutan dalam skala desa.

    c. Pengembangan Ekonomi Pedesaan Yang Berbasis Konservasi. Tak dapat dipungkiri bahwa di daerah yang memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah atau kawasan konservasi cenderung masyarakatnya berada pada garis kemiskinan dengan akses fasilitas publik yang terbatas. Karena itu biasanya ketergantungan mereka terhadap sumberdaya hutan di kawasan konservasi sangat tinggi baik itu lahan maupun sumberdaya yang lain. Kondisi ini tentunya berdampak pada kelangusngan dan kelestarian ekosistem satu kawasan konservasi. Untuk itu kegiatan pengembangan ekonomi pedesaan yang berbasis konservasi perlu terus diupayakan. Bentuk-bentuk kegiatan ekonomi ini tentunya kegiatan-kegiatan yang sesuai dan selaras dengan fungsi kawasan.

    45 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • 5.6. Kebijakan Pembangunan Model Desa Konservasi

    Dalam buku Materi Penyuluh Kehutanan tentang Model Desa KonservasiDasar Hukum Pembangunan Model Desa Konservasi adalah PeraturanMenteri Kehutanan No.19/Menhut-II/2004 Tentang Model DesaKonservasi. Kebijakan yang ditempuh dalam rangka pemberdayaan masyarakat disekitar kawasan hutan konservasi melalui pembangunan Model DesaKonservasi, meliputi :

    a. Pembangunan kawasan hutan konservasi harus tetapmemperhatikan pembangunan masyarakat didalam dan sekitarhutan;

    b. Pembangunan Model Desa Konservasi sebagai upaya kongkritpemberian contoh kepada masyarakat mengenai pemberdayaanmasyarakat;

    c. Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutankonservasi/daerah penyangga dilakukan secara terintegrasi dalampengelolaan kawasan secara partisipatif melalui pelibatanmasyarakat dalam pengelolaan kawasan unit management BalaiBesar/Balai TN dan Balai Besar/Balai KSDA dan dikoordinasikandengan Pemerintah Daerah setempat;

    d. Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutankonservasi/daerah penyangga dilakukan melalui optimalisasi potensipemanfaatan jasa lingkungan dan TSL (hasil hutan non kayu);

    e. Pembangunan masyarakat dilaksanakan melalui pemberdayaanmasyarakat untuk meningkatkan kemampuan dan kemandiriannyayang dilakukan melalui pembangunan desa model di sekitarkawasan hutan konservasi;

    f. Pemberdayaan masyarakat harus mengarah kepada kegiatanpeningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian sumberdaya hutan;

    g. Pemberdayaan masyarakat di arahkan pada desa-desa di sekitarkawasan hutan konservasi/daerah penyangga

    46 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • yang masyarakatnyamempunyai interaksi langsung dengan kawasan hutan konservasidan berpotensi mengancam kelestarian kawasan.

    Untuk menjalankan kebijakan tersebut dikembangkan melalui beberapa strategi sebagai berikut :

    a. Pengembangan aspirasi dan partisipasi masyarakat Memahami permasalahan dan potensi ekologis, sosial, ekonomi danbudaya masyarkat yang perlu dikembangkan sesuai aspirasi danpartisipasi masyarakat.

    b. Pengembangan Kelembagaan Masyarakat Dilakukan melalui pendampingan, penyuluhan, pembinaan danpelatihan untuk mendorong peran serta masyarakat agar mampumemahami, merencanakan dan melaksanakan serta memecahkanpermasalahannya sendiri dengan membangun kelembagaan yangmampu mendorong terselenggaranya pengelolaan danpemanfaatan kawasan konservasi.

    c. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat Dilakukan antara lain melalui peningkatan kemampuan masyarakatdalam mendapatkan modal yang diperlukan untuk menjalankan danmengembangkan usahanya dari lembaga keuangan formal,kemampuan menjual hasilnya dengan lancar dengan harga yanglayak serta berkelanjutan, dll. Pengembangan usaha ekonomimasyarakat tetap memperhatikan potensi, lokasi, aspirasi dantuntutan masyarakat setempat.

    d. Pendekatan lintas sektoral (koordinasi) Dilakukan melalui koordinasi dengan berbagai pihak terkait yangmeliputi Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Masyarakat, LSM,Kalangan swasta dan stake holders lainnya.

    e. Menerapkan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan Dilakukan dengan sistem budidaya atau cara kerja yang bisameningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang

    47 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • dihasilkansehingga dapat memberikan nilai tambah dengan tetapmemperhatikan lingkungan.

    5.7. Pola Pembangunan Model Desa Konservasi

    Pola Pembangunan Model Desa Konservasi harus mengacu pada :

    a. Pedoman Penyusunan Master Plan Pemberdayaan Masyarakat disekitar kawasan konservasi;

    b. Rencana pengelolaan kawasan dan program pembangunan daerahsetempat;

    c. Ruang kelola Model Desa Konservasi merupakan desa di sekitarkonservasi yang letaknya di dalam daerah penyangga atau desaenclave dan desa-desa adat yang ditetapkan dengan peraturandaerah;

    d. Rencana program Model Desa Konservasi sudah dikoordinasikandengan instansi teknis terkait dan pemerintah daerah setempat.

    Berdasarkan pola tersebut, pembangunan Model Desa Konservasidalam rangka pemberdayaan masyarakat menganut beberapa prinsipmeliputi :

    a. Pendekatan kelompok; b. Keserasian; c. Kepemimpinan dari mereka sendiri; d. Pendekatan Kemitraan; e. Swadaya; f. Belajar sambil bekerja; g. Pendekatan keluarga.

    48 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • DAFTAR PUSTAKA

    http://www.tempo.co/read/news/2010/03/26/058235680/Banjir-Citarum-Akibat-Alih-Fungsi-Lahan-di-Daerah-Aliran-Sungai

    Ife, Jim & Tesoriero. (2008). Community development: alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. (terjemahan: Sastrawan Manullang) Yogyakarta: Pustaka Pelajar (terjemahan)

    Lilik S Siswari Ryke, Dwi Hastuti Endang, Haniriyanto R. "Model Desa Konservasi (MDK)" Materi Penyuluh Kehutanan - Kementerian Kehutanan Badan Penyuluh dan Pengembangan SDM Kehutanan Pusat Penyuluhan Kehutanan 2012.

    Myers, N., R.A. Mittermeier, C.G. Mittermeier, G.A.B. da Fonseca, and J. Kent. 2000. Biodiversity hotspots for conservation priorities. Nature. 403: 853-858.

    Mikkelsen, Britha. (2003). Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan, Sebuah Buku Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

    MODEL DESA KONSERVASI (MDK) Soemarno, pslp-ppsub-2011

    Wijayanto, Agustinus. (2004). Keanekaragaman Hayati dan Pelestariannya di Papua yang disampaikan pada pelatihan jurnalistik lingkungan Jayapura 25 Agustus 2003 dan disampaikan kembali pada Pendidikan Pembangunan Berkelanjutan di Kawasan Timur Indonesia, 29-31 Yogyakarta 2004 CONSERVATION INTERNATIONAL INDONESIA PAPUA PROGRAM

    Wrihatnolo, Randy, et al. 2007. Manajemen Pemberdayaan, Sebuah Pengantar dan Panduan Untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

    49 | P a g e BUKU PANDUAN FASILITATOR Projek Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation

    2013

  • BUKU FINAL PEGANGAN FASILITATOR finalPENGANTAR BUKU FINAL PEGANGAN FASILITATORB5.pdfPage 1