diskusi kasus farmasi skizofrenia
DESCRIPTION
Diskusi Kasus Farmasi SkizofreniaFK UNSTRANSCRIPT
DISKUSI KASUS
SKIZOFRENIA
Oleh:
Anindya Nur Qurani
G99142106
KEPANITERAAN KLINIK SMF/LAB. FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar
pada kepribadian, distorsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan
bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang
kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan
situasi nyata atau sebenarnya, dan autisme. Meskipun demikian, kesadaran yang
jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu.1,2 Sedangkan gangguan
skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai dengan adanya
gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif diaman
keduanya sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa
hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama.3,4
Skizofrenia dan gangguan skizoafektif merupakan salah satu gangguan
kejiwaan berat dan menunjukkan adanya disorganisasi (kemunduran) fungsi
kepribadian, sehingga menyebabkan disability (ketidakmampuan).
Ketidakmapuan penderita skizofrenia atau dengan gangguan skizoafektif dalam
mencapai berbagai keterampilan hidup inilah yang menyebabkan penderita
menjadi beban keluarga dan masyarakat.5
Ketidakmampuan bersosialisasi pada penderita skizofrenia tergantung dari
tingkat keparahan simptom psikologis yang dialami penderita, dimana semakin
dominan tingkah laku simptomatologik menguasai seluruh tingkah lakunya,
semakin buruk juga ketidakmampuan bersosialisasi yang dialami oleh penderita.
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif maupun
gangguan bipolar, tetapi memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien
dengan skizofrenia.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Skizofrenia adalah gangguan psikiatri mayor yang ditandai dengan
perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Gejala
skizofrenia dibagi dalam dua kelompok, yaitu gejala positif dan gejala
negatif. Gejala positif berupa isi pikiran tidak wajar (waham), gangguan
asosiasi pikiran (inkoherensi), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan
perasaan, serta perilaku tak terkendali (disorganized). Gejala negatif adalah
afek tumpul, menarik diri, ‘miskin’ kontak emosional (pendiam, sulit diajak
bicara), pasif, apatis, sulit berpikir abstrak dan kehilangan inisiatif.1,3,6
B. Fase atau Perjalanan Penyakit
Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gelisah,
serta merasa diteror atau depresi. Pasien juga sering mengeluhkan gejala
somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan
masalah pencernaan Perkembangan gejala prodromal berlangsung beberapa
hari sampai beberapa bulan. Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan
jiwa yang nyata secara klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran,
perasaan dan perilaku. Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu
dan tilikan buruk. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa
gejala skizofrenia hingga tersisa satu atau dua gejala yang tidak terlalu nyata
secara klinis, dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh.1,3,7
C. Etiologi
1. Faktor Genetik
Dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga penderita
skizofrenia terutama anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi
saudara tiri ialah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak
3
dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila kedua
orangtua menderita skizofrenia 40-68%.8
2. Faktor Biokimia
Skizofrenia dapat berasal dari ketidakseimbangan neurotransmitter,
yaitu dopamin yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau
dikarenakan sensitivitas abnormal terhadap dopamin. Beberapa
neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinefrin juga berperan.8
3. Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang
semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan,
adanya hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang
patogenik dalam keluarga.9
D. Patofisiologi
Jalur dopaminergik saraf terdiri dari empat yakni (1) jalur nigrostriatal
dari substantia nigra ke basal ganglia yang mengkoordinir fungsi gerakan dan
sistem ekstra piramidal, (2) jalur mesolimbik dari tegmental area menuju ke
sistem limbik yang mengkoordinir fungsi memori, sikap, kesadaran, dan
proses stimulus, (3) jalur mesocortical dari tegmental area menuju ke frontal
korteks yang mengatur fungsi kognisi, sosial, komunikasi, dan respons
terhadap stress, serta (4) jalur tuberoinfendibular dari hipotalamus ke kelenjar
pituitary yang mengatur pelepasan prolaktin.
Patofisiologi skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan
serotonergik. Beberapa hipotesis / teori tentang patofisiologi skizofrenia
diantaranya pada pasien skizofrenia terjadi hiper-reaktivitas sistem
dopaminergik. Hiper-dopaminergia pada sistem mesolimbik berkaitan dengan
gejala positif yang muncul. Sedangkan hipo-dopaminergia pada sistem
mesocortis dan nigrostriatal bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan
gejala ekstrapiramidal
4
E. Pedoman Diagnostik
1. Sedikitnya satu gejala berikut yang amat jelas (biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala kurang jelas atau kurang tajam):
a. Isi pikiran
1) thought eco= isi pikiran berulang atau bergema dalam kepalanya
(tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda;
2) thought insertion or withdrawl= isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawl);
3) thought broadcasting= isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umum mengetahuinya;
b. Waham
1) delusion of control= waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar;
2) delusion of passivity= waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;
3) delusion of influence= waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar;
4) delusion perception= pengalaman inderawi yang tak wajar,
biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
c. Halusinasi auditorik
1) Suara yang berkomentar terus menerus terhadap perilaku diri;
2) Berbagai suara yang berbicara mendiskusikan tentang dirinya;
3) Suara yang berasal dari salah satu bagian tubuh;
d. Waham menetap lain yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama
tertentu atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa;
2. Atau paling sedikit dua gejala berikut yang harus selalu ada secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca-indera, apabila disertai waham
yang mengembang maupun yang setengah berbentuk tanpa
5
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan yang menetap;
b. Perilaku katatonik, seperti gaduh-gelisah, posturing atau fleksibilitas
cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
c. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan atau neologisme;
d. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara jarang, dan respon
emosional menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial;
3. Gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama satu bulan atau
lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
4. Perubahan konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari
beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, sikap larut dalam diri sendiri, tidak berbuat sesuatu,
dan penarikan diri secara sosial.4
F. Klasifikasi
1. Skizofrenia Paranoid (F20.0)
a. Halusinasi dan / atau waham harus menonjol.
b. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif nyata / tidak menonjol.
2. Skizofrenia Hebefrenik (F20.1)
a. Pada usia remaja atau dewasa muda dengan pengamatan kontinu.
b. Kepribadian premorbid pemalu dan senang menyendiri (solitary).
c. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses
pikir umumnya menonjol.
3. Skizofrenia Katatonik (F20.2)
a. Gambaran klinis dominan berupa stupor, gaduh gelisah,
menampilkan posisi tubuh tertentu, negativisme, rigiditas, dan atau
flexibilitas cerea.
6
b. Pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
4. Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated) (F20.3)
a. Tidak memenuhi kriteria paranoid, hebefrenik, atau katatonik.
b. Tidak memenuhi kriteria residual atau depresi pasca skizofrenia.
5. Depresi Pasca-skizofrenia (F 20.4)
a. Pasien menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir, beberapa
gejala skizofrenia masih ada, dan gejala depresi menonjol,
memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif dan telah
ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu
b. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis
menjadi episode depresif.
6. Skizofrenia Residual (F20.5)
a. Gejala negatif skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif,
kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, serta komunikasi
nonverbal dan kinerja sosial yang buruk;
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik skizofrenia yang jelas;
c. Sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal)
dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia;
d. Tidak terdapat gangguan otak organik, depresi kronis atau
institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.
7. Skizofrenia Simpleks (F20.6)
Bergantung perkembangan perlahan dan progresif dari gejala negatif
khas skizofrenia residual tanpa didahului halusinasi, waham, atau
manifestasi lain psikotik disertai perubahan perilaku yang bermakna.
8. Skizofrenia lainnya (F20.8) dan Skizofrenia YTT (F20.9).4
7
G. Penatalaksanaan
Sasaran terapi Skizofrenia bervariasi berdasarkan fase dan keparahan
penyakit. Pada fase akut terapi ditujukan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala psikotik dan meningkatkan fungsi. Sedangkan pada
fase stabilisasi terapi bertujuan untuk mengurangi resiko kekambuhan dan
meningkatkan adaptasi pasien terhadap kehidupan dalam masyarakat
1. Terapi Medikamentosa
Ada berbagai obat antipsikotik konvensional / tipikal / FGA, seperti
haloperidol klorpromazin, flufenazin, droperidol, perfenazin,
flupenthixol, dan trifluoperazin. Obat ini bekerja dengan mengeblok
reseptor dopamine D2. Kelebihan utama adalah mengobati gejala positif,
namun kurang efektif terhadap gejala negatif skizofrenia serta
mempunyai efek samping ekstra pyramidal yang besar. Obat ini tersedia
dalam bentuk tablet, cairan, suntikan jangka pendek dan jangka
panjang.1,11,12
Obat antipsikotik generasi kedua / atipikal / SGA meliputi
aripiprazol, clozapin, olanzapin, paliperidon, quetiapin, dan risperidon.1,13
Obat ini bekerja mengeblok reseptor serotonin 5-HT2 dengan efek
blockade dopamine rendah. Efektif mengobati gejala positif seperti
halusinasi dan delusi serta dapat juga mengatasi gejala negatif. Obat
golongan ini mempunyai efek samping ekstra pyramidal lebih kecil. Obat
tersedia dalam bentuk tablet, cairan dan suntikan jangka pendek dan
jangka panjang.11
Terapi episode akut skizofrenia pada 7 hari pertama bertujuan
untuk mengurangi agitasi, hostility, agresi, dan anxiety. Jika seorang
pasien terkena serangan psikotik akut, lebih baik diatasi dengan “meng-
imobilisasi” pasien dulu dan mengajaknya bicara, kemudian diberi
benzodiazepine untuk penenang dan atau suatu obat antipsikotik.
Benzodiazepine (contoh: lorazepam 2mg IM tiap 30 menit) terbukti
efektif mengurangi agitasi sehingga mengurangi dosis antipsikotik yang
dibutuhkan dan mengurangi efek samping. Jika dibutuhkan antipsikosis
8
untuk agitasi yang berat, obat potensi tinggi bisa digunakan, seperti
haloperidol 2-5mg IM setiap 60 menit. Selanjutnya dapat digunakan anti-
psikotik lain yang sesuai indikasi.6
Terapi stabilisasi minggu ke 2-3 pada skizofrenia bertujuan untuk
meningkatkan sosialisasi dan perbaikan kebiasaan (self-care habits) dan
perasaan. Mungkin perlu waktu 6-8minggu utk mendapat respon yang
diharapkan, dan pada pasien kronis mungkin butuh waktu 3-6bulan.
Pengobatan menggunakan antipsikotik atipikal, jika menggunakan obat
tipikal: dosis yang ekuivalen dengan chlorpromazin 300-1000mg dapat
digunakan. Terapi biasanya hanya mengurangi gejala dan belum bisa
menyembuhkan.6
Terapi pemeliharaan bertujuan untuk mencegah kekambuhan.
Terapi harus diberikan sedikitnya satu hingga lima tahun sejak sembuh
dari episode akut, kemudian dosis pada diturunkan perlahan-lahan.
Terapi pemeliharaan dapat diberikan dalam dosis setengah dari dosis
akut. Bagi pasien yang kepatuhannya rendah dapat digunakan obat yang
dibuat dalam formulasi depot seperti flufenazin dekanoat atau
haloperidol dekanoat yang dapat diberikan setiap 2-4minggu sekali
secara IM.6
Karena penderita Skizofrenia menggunakan obat dalam jangka
waktu lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek
samping yang timbul. Masalah tersering bagi penderita yang
menggunakan antipsikotik konvensional ialah gangguan pergerakan otot
yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Agar tidak
kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya tidak
dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor
pada ekstremitas. Dapat diberikan obat anti-kolinergik (biasanya
benztropin) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mengatasinya.
Efek samping lain ialah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan
mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial
grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi
9
dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik atau
mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia
yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat
membantu mengatasi masalah ini.1,3,5
2. Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi
diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal.3
b. Terapi berorientasi keluarga
Setelah periode pemulangan, topik penting yang dibahas dalam
terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali anggota keluarga mendorong pasien
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Hal ini
berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia serta
penyangkalan tentang keparahan.4
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien
skizofrenia.3
d. Psikoterapi individual
Menegakkan hubungan sering sulit dilakukan; pasien
skizofrenia sering kesepian dan menolak keakraban, serta
mengembangkan sikap curiga, cemas, dan bermusuhan jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh, perintah
sederhana, kesabaran, dan ketulusan hati lebih disukai daripada
informalitas yang prematur.3
10
e. Perawatan di RS
Indikasi perawatan adalah untuk diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, dan perilaku yang kacau termasuk ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan dasar. Perawatan di RS menurunkan stres
pada pasien dan membantu menyusun aktivitas harian.3
H. Prognosis
Sampai saat ini belum ada metode yang dapat memprediksi
kesembuhan, tetapi ada faktor yang dapat mempengaruhi seperti usia tua,
faktor pencetus yang jelas, onset akut, riwayat sosial yang baik, menikah,
pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, riwayat keluarga gangguan mood,
sistem pendukung baik, dan gejala positif akan memberikan prognosis baik.
Sedangkan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat
sosial buruk, autistik, tidak menikah / janda / duda, riwayat keluarga
skizofrenia, sistem pendukung buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal,
sering relaps dan riwayat agresif akan memberikan prognosis buruk.1,5
11
STATUS PENDERITA
I. Anamnesis
A. Identitas
Nama : Tn. P
Umur : 35 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Perguruan tinggi tidak tamat
Pekerjaan : Pengangguran
Alamat : Surakarta
Agama : Islam
B. Riwayat Psikiatri
1. Keluhan Utama:
Dibawa karena mengamuk dan memukul wanita muda tidak dikenal
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Alloanamnesis:
Tn. H, 42 tahun, kakak kedua pasien yang tinggal serumah dan
mengetahui kegiatan pasien.
Sejak 1 hari SMRS, pasien mengamuk. Ia menganggap bahwa
wanita yang dipukulnya adalah wanita jalang yang pantas
mendapatkan pukulan darinya.
Saat berusia 24 tahun, pasien sempat mendapat pekerjaan
selama tujuh bulan. Pasien mendapat bisikan untuk menjauhi teman
kerjanya. Sejak saat itu pasien menjadi curiga dan menarik diri.
Pasien dirawat di RS. Akhirnya dia dipecat dan sejak saat itu pasien
menganggur.
Selama masa kuliah, pasien pernah menjalin hubungan khusus
dengan seorang wanita, namun ketika sang pacar mengakhiri
hubungan mereka pasien tidak menerima kenyataan dan
12
menganggap pacarnya pergi karena diculik sekawanan penjahat,
pasien pernah meminta bantuan polisi untuk membantu mencari sang
pacar. Prestasi akademik pasien menurun drastis dan ia diminta
keluar dari fakultasnya dan mencari bantuan psikiatrik.
Selama masa sekolah, pasien menggangap teman sekolah
mengejek dirinya. Pasien memperhatikan bahwa teman-temannya
akan meludah dan cekikikan jika pasien akan memasuki kelas.
Secara sosial pasien hanya berinteraksi dengan kakaknya dan
petugas kesehatan mental. Pasien serumah dengan kakaknya, pasien
menganggap lingkungan rumahnya adalah jaringan komunikasi
yang besar, yang dilengkapi kamera dimana-mana yang selalu
memantau kegiatan pasien, yang apabila dia sedikit saja melakukan
kegiatan maka orang-orang sekitar akan memberitahukan pada
semua penduduk desa pasien tinggal. Pasien kadang berpikir bahwa
orang-orang mengintai dan mengawasi dirinya karena mereka ingin
tahu rahasia besar dari intelegensia superiornya.
Dalam 11 tahun terakhir pasien telah dirawat di RS sebanyak
12 kali dengan waktu perawatan terlama adalah 8 bulan. Dalam 5
tahun belakangan ini, pasien hanya dirawat selama satu kali dengan
durasi 3 minggu. Selama perawatan pasien mendapatkan obat, walau
medikasi rawat jalan telah diberikan, pasien biasanya menghentikan
medikasi segera setelah keluar dari RS.
Autoanamnesis :
Pada saat wawancara pasien berpakaian agak lusuh,
pembicaraannya inkoheren tidak sesuai arah sasaran. Afeknya
menumpul.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
R. Gangguan jiwa sebelumnya: (+), tahun 2004
R. Mondok di RSJ: (+), tahun 2004, 3 minggu di RSJD Surakarta
13
R. Gangguan medis sebelumya: disangkal
R. Trauma kepala, kejang, penyakit neurologis: disangkal
R. Penggunaan zat: disangkal
4. Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien adalah anak bungsu dari 3 bersaudara
b. Riwayat masa kanak awal (0 – 3 tahun)
Pasien tumbuh normal seperti anak-anak lain dan diasuh oleh
orang tua kandung.
c. Riwayat masa pertengahan ( 3 - 11)
Pasien tumbuh normal dan tidak pernah menderita sakit berat.
d. Riwayat masa anak akhir (pubertas – remaja)
Hubungan sosial: sebelum sakit pasien orang yang pendiam
Riwayat sekolah: prestasi sedang
Riwayat psikoseksual: belum menikah
Latar belakang agama: biasa
5. Riwayat keluarga
Terdapat riwayat gangguan jiwa pada keluarga yakni paman pasien
II. PEMERIKSAAN
A. Vital sign : tekanan darah : 130 / 90 mmHg
frekuensi nadi : 104 x/menit
frekuensi nafas : 24 x/menit
suhu : 37,2 oC
B. Status interna : dalam batas normal
C. Status neurologis : dalam batas normal
D. Status Psikiatri :
1. Diskripsi umum
14
Penampilan : laki-laki sesuai umur, penampilan kurang
dan perawatan diri jelek.
Kesadaran : kuantitatif : CM
kualitatif : berubah
Pembicaraan : mutisme
Perilaku dan psikomotor : hipoaktif
Sikap terhadap pemeriksa : tidak kooperatif
2. Alam perasaan (afek dan mood) : Inappropriate
3. Proses pikir
Bentuk : non realistik
Isi : waham
Progresi : inkoherensi
4. Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik (+)
Halusinasi visual (-)
Ilusi (-)
5. Sensorium dan kognitif
Orientasi tempat, orang dan waktu : buruk
Kognitif : Daya ingat jangka panjang : buruk
Daya ingat jangka pendek : buruk
6. Tilikan diri / Insight : Jelek
Resume
Penderita tn. P, laki-laki, usia 35 tahun, anak ketiga dari tiga bersaudara, alamat
Surakarta. Keluhan utama adalah mengamuk dan memukul wanita tidak dikenal.
Didapatkan riwayat gangguan jiwa pada keluarga, mengalami gangguan nyata
dalam fungsi pekerjaan dan sosial, adanya waham, halusinasi dengar, serta tilikan
diri yang jelek.
Diagnosis
F.20.0 Skizofrenia Paranoid
15
Diagnosis Banding
F.60.0 Gangguan Kepribadian Paranoid
Tujuan Penatalaksanaan
Pada fase akut serangan (hingga 7 hari) terapi bertujuan untuk mengurangi
agitasi, hostility, agresi, dan anxiety. Setelah pasien tenang, diberikan obat anti-
psikotik untuk mengurangi gejala psikosisnya.
Penatalaksanaan
Non medikamentosa
Psikoterapi berupa terapi perilaku (social skills therapy)
Psikoterapi berupa terapi berorientasi keluarga
Psikoterapi individual
Medikamentosa
R/ Lorazepam 2mg/ml inj amp No.II
Cum spuit cc 1 No.II
S i.m.m. selang 30 menit
R/ Risperidon tab mg 1 No.II
S 2 dd tab I
Pro: Tn. P (35 tahun)
Analisis Kasus
1. Skizofrenia paranoid pada kasus ini ditegakkan atas dasar :
Pasien mengalami ideas of reference yaitu terjadi pencampuran waham dan
halusinasi dengan kecenderungan memberikan impresi atau nuansa pribadi
atas kejadian yang dialaminya. Selain itu terdapat halusinasi auditorik dimana
pasien merasa ada yang membisikkan untuk menjauhi teman-teman. Gejala-
gejala tersebut telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan lebih. Ada
perubahan yang konsisten dan bermakna terhadap the overall quality yang
membedakannya dari sekedar gangguan kepribadian paranoid.
16
2. Terapi
Terapi yang pertama diberikan adalah mengatasi amukan dan tindakan
kekerasan penderita terhadap orang lain dengan memberikan injeksi
Lorazepam yang memberikan efek sedatif pada pasien, dengan begitu pasien
lebih tenang dan terkendali. Setelah itu diberi tablet risperidon sebagai terapi
antipsikotik. Pasien diindikasikan untuk rawat inap agar mendapat terapi
intensif mengingat pasien telah melakukan hal yang membahayakan orang
lain.
Lorazepam
Bentuk sediaan : Injeksi 2mg/ml dan 4mg/ml dalam vial berisi 1 dan 10ml
Indikasi :
Derivat benzodiazepin digunakan untuk menimbulkan sedasi,
menghilangkan rasa cemas, dan keadaan psikosomatik yang berhubungan
dengan rasa cemas.
Selain itu derivat benzodiazepin juga digunakan sebagai obat hipnotik,
antikonvulsi, pelemas otot dan induksi anestesi umum.
Mekanisme kerja:
Benzodiazepin berikatan langsung pada sisi spesifik (subunit gamma)
reseptor GABA-A (reseptor kanal ion klorida kompleks), sedangkan GABA
berikatan pada subunit alfa atau beta. Pengikatan ini akan menyebabkan
pembukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel,
menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membran sel dan
menyebabkan sel sukar tereksitasi..
Dosis :
Dosis awal 2-3mg/hari IM / IV, 2-3 kali sehari. Selanjutnya dapat diberikan
2-6mg/hari IM / IV, 2-3 kali sehari. Dosis maksimal 10mg/hari.
Efek samping :
Kepala ringan, malas / tak bermotivasi, lamban, inkoordinasi motorik,
ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi
berpikir, bingung, disartria, dan amnesia retrograd.
17
Risperidon
Bentuk sediaan : Tablet 0,25mg, 0,5mg, 1mg, 2mg, 3mg, 4mg dan Solutio
1mg/ml
Indikasi :
Untuk pengobatan skizofrenia akut dan kronik serta keadaan psikotik lain
dengan gejala positif (halusinasi, delusi, gangguan pola pikir, permusuhan,
kecurigaan) dan atau gejala negative (menarik diri secara sosial-emosional,
sulit berbicara). Juga bisa mengurangi gejala afektif (depresi, perasaan
bersalah, cemas) yang berhubungan dengan skizofrenia.
Mekanisme kerja :
Adalah antagonis monoamin selektif yang mempunyai afinitas tinggi
terhadap reseptor serotonin 5-HT2 dan reseptor dopamin D2. Risperidon
mengikat juga reseptor adrenergic alfa-1 dan berafinitas rendah terhadap
histaminergik H1 dan reseptor adrenergic alfa-2. Risperidon tidak memiliki
afinitas terhadap reseptor kolinergik. Meskipun risperidon merupakan
antagonis D2 yang kuat, yang memperbaiki gejala positif skizofrenia namun
menyebabkan depresi aktivitas motor dan menginduksi katalepsi yang kurang
disbanding neuroleptik klasik. Antagonis serotonin dan dopamine sentral
yang seimbang dapat mengurangi efek samping ekstra pyramidal dan
memperluas aktivitas terapetik terhadap gejala negative dan efektif dari
skizofrenia.
Dosis :
Mulai dengan 1mg, 2 kali sehari. Dosis ditingkatkan pada hari kedua menjadi
2mg, 2 kali sehari dan pada hari ketiga menjadi 3mg, 2 kali sehari.
Selanjutnya dosis dapat dipertahankan atau disesuaikan dengan kondisi
pasien. Dosis maksimum adalah 8mg, 2 kali sehari.
Efek samping :
Gangguan tidur, agitasi, cemas, dan sakit kepala.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Schultz S, et al. 2007. Schizophrenia: A Review. American Phamily
Phisician, 75(12), 1821-1829.
2. Mansjoer Arief, et al. (editor). 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid
1. Jakarta: Media Aesculapis.
3. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan
Prilaku Psikiatri Klinis Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.
4. Maslim R. (editor). 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
5. Maramis WF. 2006. Catatan Kuliah Kedokteran Jiwa. Cetalan ketujuh.
Surabaya: Penerbit Airlangga University Press.
6. Maharatih GA, Nuhriawangsa I, dan Sudiyanto A. 2010. Psikiatri
Komprehensif. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Buchanan RW, Carpenter TW. 2005. Schizophrenia: Introduction and
overview. Kaplan & Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry (7th ed.).
Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins, Inc.
8. Durland VM, and Barlow DH. 2007. Essentials of Abnormal Psychology. 3rd
edition Pacific Grove, CA: Wadsworth.
9. Wiraminaradja dan Sutardjo. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung:
Refika Aditama.
10. Freedman R. 2003. Schizophrenia. The New England Journal of Medicine.
Colorado: University of Colorado Health Sciences Center.
11. APA Clinical Guidelines. American Psychiatric Association. 2004. Practice
Guidelines for the treatment of patients with schizophrenia.
12. Brannon GE, MD. 2012. Schizoaffective Disorder.
http://emedicine.medscape.com/article/294763-overview#aw2aab6b2b5aa
Diakses pada tanggal 06 Januari 2015 jam 08.26.
13. Lieberman et al. 2003. Pharmacol Rev, 60: 358-403
14. Sulistia G. Ganiswara, 2005, Farmakologi dan Terapi, Jakarta: Bagian
Farmakologi FKUI
19