refferat skizofrenia

28
BAB I PENDAHULUAN Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis, banyak tokoh psikiatri dan neurologi yang berperan. Mula-mula Emil Kreaplin (18-1926) menyebutkan gangguan dengan istilah dementia prekok yaitu suatu istilah yang menekankan proses kognitif yang berbeda dan onset pada masa awal. Istilah skizofrenia itu sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939), untuk menggambarkan munculnya perpecahan antara pikiran, emmosi dan perilaku pada pasien yang mengalami gangguan ini. Bleuler mengindentifikasi symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi. Penyakit ini bisa mengenai siapa saja. Biasanya gejala- gejala schizophrenia terjadi pada dewasa muda sekitar 0,4 – 0,6 % penduduk yang terkena dampak. Usia remaja dan dewasa muda memang beresiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stressor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian. Studi menunjukkan bahwa genetika, lingkungan, neurobiology, proses sosial dan psikologis adalah faktor penting yang menyebabkan munculnya gejala. I.I LATAR BELAKANG 1

Upload: fadly-setiawirawan

Post on 24-Sep-2015

270 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

llool

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANDalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis, banyak tokoh psikiatri dan neurologi yang berperan. Mula-mula Emil Kreaplin (18-1926) menyebutkan gangguan dengan istilah dementia prekok yaitu suatu istilah yang menekankan proses kognitif yang berbeda dan onset pada masa awal. Istilah skizofrenia itu sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939), untuk menggambarkan munculnya perpecahan antara pikiran, emmosi dan perilaku pada pasien yang mengalami gangguan ini. Bleuler mengindentifikasi symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi.Penyakit ini bisa mengenai siapa saja. Biasanya gejala-gejala schizophrenia terjadi pada dewasa muda sekitar 0,4 0,6 % penduduk yang terkena dampak. Usia remaja dan dewasa muda memang beresiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stressor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian.Studi menunjukkan bahwa genetika, lingkungan, neurobiology, proses sosial dan psikologis adalah faktor penting yang menyebabkan munculnya gejala. I.I LATAR BELAKANGSaat ini banyak faktor stressor yang memicu timbulnya kelainan kelainan kejiwaan salah satunya adalah skizofrenia. Faktor stressor diantaranya kesulitan ekonomi dan pekerjaan. Selain factor stressor, pola asuh yang salah juga berpotensi mengidap penyakit ini. Selain itu, keluarga besar (memiliki banyak saudara) juga menjadi salah satu penyebabnya. Problem saudara rentan terjadi sehingga memicu stress dan depresi pada individu. I.2 TUJUANMenganalisa kasus, penyebab, gejala, dan terapi yang bisa dilakukan.BAB IITINJAUAN PUSTAKAII.I DEFINISISkizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizeinyang berarti terpisahatau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.Terdapat indikasi yang nyata bahwa schizophrenia adalah sebuah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Ditulis dalam buku The Broken Brain: The Biological Revolution in Psychiatry bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan schizophrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak factor. Faktor ini meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur sel kimia otak, dan factor genetic.Schizophrenia terbentuk secara bertahap, di mana keluarga maupun penderita tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam jangka waktu lama. Kerusakan perlahan ini yang akhirnya menjadi schizophrenia yang tersembunyi dan berbahaya. Gejala yang timbul perlahan ini mungkin saja menjadi schizophrenia akut; gangguan yang singkat, kuat, meliputi halusinasi, delusi (penyesatan pikiran), dan kegagalan berpikir.Kadang, schizophrenia muncul secara tiba-tiba. Perubahan perilaku dramatis terjadi dalam waktu beberapa hari atau minggu. Beberapa penderita mengalami gangguan seumur hidup, tapi tak sedikit yang bisa hidup normal kembali. Kebanyakan didapati bahwa mereka dikucilkan, menderita depresi hebat, dan tidak mampu berfungsi layaknya orang normal dalam lingkungannya. Pada beberapa kasus, serangan dapat meningkat menjadi schizophrenia kronis. Penderita menjadi buas, kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan social, tidak memiliki motivasi, depresi, dan tidak memiliki kepekaan tentang perasaannya sendiri. Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespon pesan/rangsangan yang datang. Penderita mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Penderita juga mengalami delusi, yaitu kepercayaan yang kuat dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang-kadang berlawanan dengan kenyataan. Misalnya, pada penderita, lampu trafik di jalan raya yang berwarna merah kuning hijau dianggap sebagai isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita berubah menjadi paranoid. Mereka selalu merasa sedang diamati, diintai, atau hendak diserang. Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu menjadi bagian dari hidup penderita. Mereka tidak merasa memiliki perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina hubungan dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta. Perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi. Depresi yang berkelanjutan akan membuat penderita menarik diri dari lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian. II.2 ETIOLOGIMerupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia.Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial, dan trauma.Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofren. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.

(A) Faktor Neurobiologi

Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu dengan munculnya simptom skizofrenia.Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.

(B) Hipotesa Dopamin

Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa : Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.

(C) Faktor Genetika

Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga dekat. Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia.

(D) Faktor Psikososial

1. Teori Tentang Individu PasienTeori PsikoanalitikFreud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, yang muncul lebih awal dari pada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk.Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk-turut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh kesulitan interpersonal yang terjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan.Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak.Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.

2. Teori Psikodinamik

Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal.Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar.Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap skizofrenia.

3. Teori BelajarMenurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah emosional.

4. Teori Tentang Keluarga

Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain:

Double Bind

Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua berkaitn dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya itu.

Schims and Skewed Families

Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.

Pseudomutual and Pseudohostile Families

Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

Ekspresi Emosi

Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien skizofrenia.

Teori Sosial

Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.

II.3 GEJALA KLINIS

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu gejala positif dan negativ.

Gejala positif ( Positive Symptom ): Berupa peningkatan atau distorsi dari fungsi yang normal waham Halusinasi Inkoherensi, sosialisasi longgar, peningkatan pembiacaraanPerilaku yang sangat kacau

Gejala Negatif ( Negative Symptom ) : Berupa pengurangan atau kehilangan dari fungsi normal Ekspresi afektif yang datar Alogia ( kemiskinan pembicaraan ) Avolition ( ketidakmampuan memulai dan mempertahankan aktivitas yang bertujuan ) Anhedonia Bloking Penarikan sosial Defisit kognitif Defisit perhatian Ketidak mampuan merawat diri

II.4 KLASIFIKASIGejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :1. Skizofrenia ParanoidMemenuhi kriteria diagnostik skizofreniaSebagai tambahan :Halusinasi dan atau waham harus menonjol :(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.

Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.

2. Skizofrenia Hebefrenik

Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan.Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

3. Skizofrenia KatatonikMemenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya);(f) Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan(g) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.

Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofreniaTidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik.Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

5. Depresi Pasca-SkizofreniaDiagnosis harus ditegakkan hanya kalau :(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

6. Skizofrenia ResidualUntuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua(a) Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.

7. Skizofrenia SimpleksDiagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, danmdisertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.

8. Skizofrenia lainnya

9. Skizofrenia YTTSelain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain :Bouffe delirante (psikosis delusional akut).Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala yang kurang dari tiga bulan.

II.5 KRITERIA DIAGNOSISPedoman diagnosis berdasarkan PPDGJ Diagnosis skizofrenia ditegakkan atas dasar beberapa kriteria sbb: Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas :a. Gangguan isis pikir: Thought echo, Thought insertion or wihdrawal, Thought broadcasting b. Waham :Delution of control, Delution of passivity, Delusional perception c. Halusinasi auditorikd. Waham-waham menetap Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :a. Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa sajab. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan c. Perilaku katatonikd. Gejala-gejala negatif Gejala-gejala tsb berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi

II.5 TERAPI SCHIZOPRENIA Penderita skizofrenia perlu ditatalaksana secara integrasi, baik dari aspek psikofarmakologis (terapi somatik) dan aspek psikososial. penderita skizofrenia merupakan seseorang dengan sifat individual, memiliki keluarga dan sosial psikologis berbeda-beda, sehingga menimbulkan gangguan bersifat kompleks karenaitu perlu penanganan dari beberapa modalitas terapi.Obat anti psikotik terdapat dalam dua generasi. Generasi pertama dan kedua.

Mekanisme kerja dari antipsikotik generasi pertama yaitu memberikan efek antipsikotik dengan jalan menurunkan aktivitas dopamine. Obat antipsikotik generasi pertama juga dapat meghambat aktivitas dopamine yang diinduksi oleh amfetamin. Perilaku sereotipik yang dimediasi oleh penggunaan dopamine dapat berkurang dengan pemberian APG I Banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan APG II Ada 2 pengecualian Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler diberikan antipsikotik long acting dengan interval 2-4 minggu (depot formulations).

Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang

BAB IIIPENUTUPKESIMPULANBerdasarkan kasus diatas Penyakit ini dianggap sebagai suatu penyakit yang serius, yang ciri-cirinya antara lain berupa kekacauan kepribadian seseorang yang ditandai dengan hilang-nya hubungan dirinya dengan dunia realitas. Tanda-tanda umum dari penyakit mental ini antara lain adalah waham,halusinasi, ilusi, kekacauan pikiran, dan penarikan diri dari realitas.

DAFTAR PUSTAKA

D. Elvira, sylvia. Dkk. Buku ajar Psikiatri FK UI. Jakarta : badan penerbit FKUI; 2013: 173-198 Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta, 2001 Sadock, Benjamin J., Kaplan & sadock buku ajar psikiatri klinis. Alih bahasa, Profitasari, Tiara Mahatmi Nisa ; editor edisi Bahasa Indonesia, Husni M, Retna Neary ES. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2010: 14768 National Institue of Mental Health, National Institues of Health. www.nimh.nih.gov Schizophrenia. [available at www.merck.com Schizophrenia Treatment. [available at www.Psychiatrist4u.co.uk] Introducing Schizophrenia. [available at :www.emedicine.com]

1