diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

14
1 CONTOH PROPOSAL PENELITIAN DISKRIMINASI PENDIDIKAN KELOMPOK MINORITAS (Study Kasus Jamaat Ahmadiah Lombok) Oleh : Muh. Rifa’i Ilhamudin (MRI) E mail : [email protected] A. Latar Belakang Masalah Anne Booth, seorang ekonom dan pengamat Indonesia menulis suatu artikel di jurnal Indonesia Circle dengan judul yang provokatif, Can Indonesian Survive as a Unitary State?. Artikel Booth ini sangat skeptik terhadap masa depan Indonesia sebagai negara kesatuan dan berargumen bahwa disintegrasi Indonesia tinggal menunggu waktu jika tidak terjadi perubahan fundamental dalam tata cara pengelolaan negara, terutama yang terkait dengan pola hubungan pusat dan daerah. Pada saat itu, tak sedikit pengamat asing yang memprediksi bahwa Indonesia akan mengalami proses Balkanisasi, atau terkoyaknya negara kesatuan menjadi negara- negara kecil seperti di wilayah Eropa Timur, akibat kristalisasi dari gejolak kekecewaan daerah. Untuk menghadapi persoalan ini, nyaris semua pengamat merekomendasikan resep yang seragam, yaitu demokratisasi, desentralisasi dan otonomi daerah dalam berbagai variannya. Dalam kehidupan keseharian, bangsa Indonesia telah memiliki berbagai tradisi keagamaan, budaya, dan adat yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Modalitas ini tentunya harus dipertahankan di dalam kerangka untuk membangun masyarakat yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat. 1 Di dalam pertemuan oleh The Italian Ministry and the Rome-based Sants’ Edigio Community hosted a high-level Conference on Unity and Diversity , tanggal 4 Maret 2009, dinyatakan bahwa baik dunia Barat maupun secara khusus kementerian Luar Negeri Italia bahwa Indonesia adalah model dan sekaligus contoh yang baik tentang eksperimen sebuah masyarakat yang pluralistik dimana masyarakat yang berbeda dalam etnis dan agama membagi sebuah ruang untuk hidup dan menjadi tempat di mana penghormatan terhadap perbedaan dapat tumbuh kembang secara memadai. Bahkan juga dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Italia, Franco Frattini, Indonesia sebagai jembatan yang dapat menghubungkan antara Barat dan Islam dalam kerangka mewujudkan perdamaian dunia. 2 Secara empiris, bahwa masyarakat Indonesia sudah mempunyai pengalaman yang sangat panjang dalam merenda kerukunan Struktur masyarakat majemuk pada dasarnya tidak bisa ditafsirkan sebagai ancaman bagi kohesivitas social. Sebaliknya justru menjadi potensi besar pembentukan masyarakat yang demokratis, yang dicirikan terbangunnya civil 1 Dalam tulisan Samuel Rizk bahkan dinyatakan bahwa Timur Tengah perlu belajar dari pluralisme di Asia Tenggara. Lihat Samuel Rizk, “What the Middle East can Learn from Southeast Asia on Pluralism” dalam The Jakarta Post, Friday, April 3, 2009,7. 2 The Jakarta Post, “RI peaceful coexistence a model, challenge”, Tuesday, March 10, 2009

Upload: muh-rifai-ilhamudin

Post on 21-Jan-2018

97 views

Category:

Education


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

1

CONTOH PROPOSAL PENELITIAN

DISKRIMINASI PENDIDIKAN KELOMPOK MINORITAS

(Study Kasus Jamaat Ahmadiah Lombok)

Oleh : Muh. Rifa’i Ilhamudin (MRI)

E mail : [email protected]

A. Latar Belakang Masalah Anne Booth, seorang ekonom dan pengamat Indonesia menulis suatu artikel

di jurnal Indonesia Circle dengan judul yang provokatif, Can Indonesian Survive as a Unitary State?. Artikel Booth ini sangat skeptik terhadap masa depan Indonesia sebagai negara kesatuan dan berargumen bahwa disintegrasi Indonesia tinggal menunggu waktu jika tidak terjadi perubahan fundamental dalam tata cara pengelolaan negara, terutama yang terkait dengan pola hubungan pusat dan daerah. Pada saat itu, tak sedikit pengamat asing yang memprediksi bahwa Indonesia akan mengalami proses Balkanisasi, atau terkoyaknya negara kesatuan menjadi negara-negara kecil seperti di wilayah Eropa Timur, akibat kristalisasi dari gejolak kekecewaan daerah. Untuk menghadapi persoalan ini, nyaris semua pengamat merekomendasikan resep yang seragam, yaitu demokratisasi, desentralisasi dan otonomi daerah dalam berbagai variannya.

Dalam kehidupan keseharian, bangsa Indonesia telah memiliki berbagai tradisi keagamaan, budaya, dan adat yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Modalitas ini tentunya harus dipertahankan di dalam kerangka untuk membangun masyarakat yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat.1 Di dalam pertemuan oleh The Italian Ministry and the Rome-based Sants’ Edigio Community hosted a high-level Conference on Unity and Diversity, tanggal 4 Maret 2009, dinyatakan bahwa baik dunia Barat maupun secara khusus kementerian Luar Negeri Italia bahwa Indonesia adalah model dan sekaligus contoh yang baik tentang eksperimen sebuah masyarakat yang pluralistik dimana masyarakat yang berbeda dalam etnis dan agama membagi sebuah ruang untuk hidup dan menjadi tempat di mana penghormatan terhadap perbedaan dapat tumbuh kembang secara memadai. Bahkan juga dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Italia, Franco Frattini, Indonesia sebagai jembatan yang dapat menghubungkan antara Barat dan Islam dalam kerangka mewujudkan perdamaian dunia.2 Secara empiris, bahwa masyarakat Indonesia sudah mempunyai pengalaman yang sangat panjang dalam merenda kerukunan Struktur masyarakat majemuk pada dasarnya tidak bisa ditafsirkan sebagai ancaman bagi kohesivitas social. Sebaliknya justru menjadi potensi besar pembentukan masyarakat yang demokratis, yang dicirikan terbangunnya civil

1 Dalam tulisan Samuel Rizk bahkan dinyatakan bahwa Timur Tengah perlu belajar

dari pluralisme di Asia Tenggara. Lihat Samuel Rizk, “What the Middle East can Learn

from Southeast Asia on Pluralism” dalam The Jakarta Post, Friday, April 3, 2009,7. 2 The Jakarta Post, “RI peaceful coexistence a model, challenge”, Tuesday, March

10, 2009

Page 2: Diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

2

society3. Pluralitas agama sebenarnya bukan fenomena baru bagi bangsa Indonesia. Selama orde baru saja, secara de jure diakui oleh pemerintah aksistensi lima agama dan bahkan puluhan, atau bahkan mungkin ratusan aliran kepercayaan.4

Sebagai bagian dari NKRI, Lombok dikenal dengan sebutan pulau “1000 masjid”5, sebagai pertanda bahwa Islam merupakan penduduk mayoritas, serta masyarakatnya dikenal sangat fanatik dalam menjalankan ajaran agama Islam. Indikasi ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah masjid dan mushalla6, serta maraknya pengajian-pengajian (majlista’lim) yang disampaikan oleh tuan guru di daerah tersebut. Namun demikian, predikat sebagai masyarakat religius yang fanatik, dimana nilai-nilai religius membaur dalam ranah kehidupan sosial masyarakat berupa tradisi adat masyarakat Sasak yang telah berjalan sekian lama. Dinamika tersebut mengarah pada kondisi harmoni maupun konflik seakan menjadi bagian yang tidak dapat terelakkan, belum sepenuhnya terealisasi dalam kehidupan beragama.7 Sebagai bukti terlihat dari tata cara menyikapi perbedaan pandangan dalam kehidupan beragama, sebagaimana yang terjadi dalam kasus kelompok minoritas. Dalam tulisan ini, kelompok minoritas yang dimaksud adalah Jemaat Ahmadiyah.8 Warga Ahmadiyah dipandang menyebarkan (dakwah) aliran sesat,9 sehingga tidak ada ruang bagi mereka untuk bisa tinggal di Lombok. Permasalahan Ahmadiyah, terutama di Lombok NTB, merupakan salah satu masalah yang hingga kini belum tuntas diselesaikan oleh pemerintah, bahkan sebaliknya cenderung memanas sejak awal mula kedatangan Ahmadiyah di Lombok sekitar tahun 1970, yang dibawa oleh Maulvi Ahmad Nuruddin asal Sumatera Barat, salah seorang

3 Heru Nugroho, Konstruksi SARA, Kemajemukan dan Demokrasi. Dalam Jurnal

UNISIA No.40/XXII/IV (Yokyakarta : UII, 1999). 129 4 Robert Hardaniwarya, Dialog Umat Kristiani dengan Umat Pluri-

Agama/Kepercayaan di Nusantara,(Yokyakarta : Kanisius, 2001). 27-45 5 Sri Banun Muslim, dalam laporan hasil penelitian yang berjudul Islam di Pulau

Lombok;Kajian historis tentang Perkembangan Islam di Lombok , (Mataram: STAIN

Mataram, 1999). 94. 6 Terdapat perbedaan antara masjid dan mushalla, baik dari sisi definisi dan fungsi.

Dalam masyarakat Lombok, masjid dipahami sebagai tempat melaksanakan lima waktu

termasuk mendirikan shalat jum'at. Sedangkan mushalla adalah tempat yang biasa

digunakan untuk melaksanakan shalat fardhu lima waktu sehari semalam di luar jum'at.

Tradisi masyarakat Lombok membangun mushalla di setiap komunitas kecil sehingga

dipastikan setiap keluarga memiliki mushalla sendiri-sendiri, yang digunakan selain sebagai

tempat shalat, juga digunakan sebagai tempat pelaksanaan hajatan seperti acara selamatan

pernikahan, khitanan, walîmatussasfar, peringatan maulid keluarga besar dan lainlain. 7 . Rosidi Achmad, HARMONI Jurnal Multikultural & Multireligius Puslitbang

Kehidupan Keagamaan Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI (Volume X,

Nomor 3, Juli - September 2011) 681 8 Ahmadiyah terbagi ke dalam dua golongan: Qadiyan dan Lahore. Di Indonesia,

aliran Qadiyan tergabung dalam Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sementara aliran

Lahore tergabung dalam Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI). 9 Aliran sesat yang dimaksud di sini adalah aliran yang tidak sesuai/berseberangan

dengan pemahaman mainstreem di Lombok.

Page 3: Diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

3

keponakan dari Syeikh Ibrahim Musa pendiri Sumatera Thawalib Padang10, Sumatera Barat.11

Rentetan peristiwa penyerangan terhadap minoritas ahmadiah dimulai tanggal 11 September 200212 di desa pancor Lombok timur,13 menyusul kemudian di wilayah Lombok Timur lainya, tepatnya di Desa Sembalun.14 sebanyak 70 jiwa warga Ahmadiyah yang masih ada di Sembalun dipaksa menyatakan diri keluar dari Ahmadiyah jika mereka ingin tetap tinggal di Sembalun. Jika tidak, mereka harus keluar dari desa Sembalun.15 Di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Puncak dari konflik ini terjadi pada tanggal 22 Juni 2002. Kejadian ini disebut juga dengan tragedi Sambielen, karena peristiwa ini terjadi di sebuah daerah yang bernama Sambielen, Desa Loloan, Kecamatan Bayan.16 Hal sama juga terjadi Dusun Ketapang, Desa Gegerung, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat. Di tempat ini, konflik dan kekerasan terjadi pada hari rabu tanggal 19 Oktober 2005, bertepatan dengan bulan suci Ramadhan 1426 H. Pada tanggal 17 Maret 2006 pengusiran secara paksa terjadi terhadap warga Ahmadiyah yang berdomisili di Praya,17 Kedutaan Besar Amerika Serikat secara khusus menyoroti berbagai kekerasan bernuansa agama yang marak terjadi di NTB.18 Beberapa media asing menjadikan masalah ini sebagai headline news dengan menulis seperti: Ahmadiyah Homes Attacked in Lombok.19

Dampak negatif dari konflik Jemaat Ahmadiyah dengan masyarakat non Ahmadiyah di Lombok adalah semakin merenggangnya hubungan kedua belah pihak. Mereka sama-sama menutup diri dan tidak mau berinteraksi satu sama lain. Warga Ahmadiyah melakukan shalat berjamaah, shalat jum’at dan atau shalat sunat hari raya di mushalla pengungsian. Hal ini disebabkan karena masyarakat sekitar menolak warga Ahmadiyah yang mereka yakini sebagai penganut aliran sesat. Secara sosial pun mereka hanya berinteraksi sesama komunitas mereka saja. Begitu pula dengan konflik Jemaat Ahmadiyah dengan masyarakat non Ahmadiyah di

10 Pondok pesantren Thawalib Parabek didirikan oleh Syeikh Ibrahim Musa pada

tahun 1910 M, yaitu sekembalinya ia dari menuntut ilmu pengetahuan di Makkah. Pada

tahun 1916 ia mendirikan halaqah yang disebut dengan Muzakaratul Ikhwan, lalu berubah

nama menjadi Sumatera Thawalib pada tahun 1918. Lebih jelas lihat Profil Singkat

Sumatera Thawalib Parabek Jelang Satu Abad 1910-2010. 11 Ahmad Iwan Darmawan (I Wayan Rupa Mengwi), dalam makalah yang berjudul:

Munculnya Ahmadiyah di Lombok dan Propinsi NTB, Mataram, 1 Ramadhan 1427 H. 2. 12 Lihat Suara NTB, 12 September 2002. 13 Tempat kelahiran Nahdlatul Wathan, sebuah organisasi yang bergerak dibidang

pendidikan, social dan dakwah dan merupakan organisasi terbesar di NTB yang didirikan

oleh THKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid. 14 Sebuah daerah di bawah kaki gunung Rinjani yang sangat subur. Pada zaman Orde

Baru daerah ini diproyeksikan sebagai lumbung bawang oleh Presiden Suharto. 15 Dokumen Dewan Pengurus Wilayah Jemaat Ahmadiyah NTB 2007. 16 Waktu itu kecamatan bayan masih masuk ke wilayah Lombok barat sebelum

dimekarkan menjadi Lombok utara. 17 Lihat Lombok Post, edisi 28 Maret 2006. 18 Lombok Pos, 17 Pebruari 2004. 19 Lebih lanjut lihat: Indonesian matters.htm, Pebruary, 6th, 2006.

Page 4: Diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

4

Lombok, mempunyai dampak positif dan negatif dari kedua belah pihak. Di antara dampak positif dari Jemaat Ahmadiyah adalah semakin meningkatnya rasa solidaritas di antara sesama warga Ahmadiyah, terlebih setelah mereka berada di pengungsian. Mereka yang tadinya berada di tempat berbeda-beda, akhirnya disatukan oleh tempat yang sama yaitu Wisma Transito di Mataram, karena tempat dan aset milik warga Ahmadiyah sudah tidak ada lagi. Pemerintah kota awalnya tidak bersedia menerima dan mengizinkan mereka tinggal di wilayah kota Mataram. Alasannya karena mereka pengikut Ahmadiyah dan organisasinya merupakan aliran keagamaan yang menyebarkan ajaran sesat.20 Meskipun pada akhirnya, pemerintah kota Mataram bersedia menampung mereka di Wisma Transito, Majeluk Mataram, setelah disepakatinya beberapa persyaratan.21

Gutman mengatakan ketika negara memberikan prioritas tertentu pada kelompok tertentu, maka, telah terjadi subordinasi pada kelompok yang lain dan ketidakadilan telah dibiarkan. Keadilan demokratis berarti memperlakukan setiap individu sebagai warga yang setara dengan kebebasan dan kesempatan yang sama. Bila kelompok identitas diberikan hak-hak yang berbeda maka dampaknya adalah mensubordinasi individu-individu yang tidak masuk dalam kelompok tersebut.22

Menurut Lewis Coser, konflik tidak selamanya negatif atau disfungsional untuk sistem di mana konflik itu terjadi, melainkan bahwa konflik itu dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi positif atau menguntungkan sistem itu.23 Pemikiran awal tentang fungsi positif konflik sosial berasal dari George Simmel, tetapi diperluas oleh Coser, yang menyatakan bahwa konflik berfungsi untuk (a) membantu mengeratkan ikatan kelompok yang terstruktur secara longgar, (b) konflik dengan satu kelompok dapat membantu menciptakan kohesi melalui aliansi dengan kelompok lain, (c) dalam satu masyarakat, konflik dapat mengaktifkan peran individu yang semula terisolasi, dan (d) konflik dapat membantu fungsi komunikasi.24

Dari realitas objektif kondisi Jamaat Ahmadiah yang demikian, tentunya menjadi sebuah pertanyaan kemudian bagaimana peluang serta tantangan kelompok minoritas ini dapat terintegrasi dalam kelompok mayoritas dan menarik untuk kaji bagaimana hak-hak pendidikan Jamaat Ahmadiah di Lombok pasca terjadinya konflik karena Pendidikan merupakan hak dasar manusia.25 Pendidikan dalam

20 Lihat Lombok Pos, 5 Pebruari 2006. 21 Beberapa persyaratan yang dimaksud adalah; pertama, tidak boleh tinggal secara

berkelompok (mengekslusif diri), kedua, setelah diterima masyarakat, mereka harus mau

membuka diri dan membaur dengan masyarakat sekitarnya, dan ketiga, tidak

mengagamakan orang yang sudah beragama. Lihat Lombok Pos, 7 Pebruari 2006. 22 Gutmann, A. (ed.), Multiculturalism and ‘The Politics of Recognition’, Princeton:

Princeton University Press, 1992, 80. 23 Lewis A. Coser, The Functions of Sosial Conflict, (New York: The Free Press,

1956) 24 George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana,

2004). 84. 25Ngainun Naim & Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi

(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), 39.

Page 5: Diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

5

perspektif filosofis adalah usaha membantu memanusiakan manusia.26 Pendidikan merupakan salah satu perhatian sentral masyarakat muslim. Dalam ajaran agama Islam pendidikan mendapat posisi yang sangat penting dan strategis.27 Al-qur’an dan al-Hadtis memberikan apresiasi yang begitu tinggi bagi para pelajar ilmu dan orang-orang yang berilmu.28 Bahkan ayat al-qur’an yang pertama kali diturunkan oleh Allah adalah mengandung perintah secara langsung untuk mencari ilmu.29

Pemerintah juga memberikan kemudahan akses30 yang merata kepada warga negara untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Negara berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social31 dan juga diperjelas dengan pasal-pasal dalam batang tubuh UUD ’45. Pasal 28B (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia. Pasal 31 UUD ’45 lebih tegas menyatakan tentang hak warga negara atas pendidikan dan kewajiban negara memberikan pendidikan kepada warganya. Pasal 31 menyatakan 1) setiap warga berhak mendapat pendidikan, 2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, 3) negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).

Pasal 4 ayat 1 dari UU Sisdiknas secara eksplisit menyebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai

26 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Rosdakarya, 2006), 33. 27 Menuntut ilmu itu merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang ingin mendalami

ajaran agamanya baik laki-laki maupun perempuan, kaya-miskin, tua-muda, semuanya

berada pada kedudukan yang sama. Baca Hayyan, Ta’lim al-Kibâr Wa al-Ta’lîmu al-

Mustamir al-Mafhumu al-Khashâishu al-Tatbîqât, (Riyadh: Maktab at-Tarbiyah al-’Arabi,

2002), 49. 28 Baca QS: al-Mujadilah: 58/11. Al-Zumar: 39/9, Al-Taubah: 9/122, Thahah: 20/11,

Al-Nahal: 16/43. 29 Dalam surat al-’alaq ayat 1-5, kata إقراء yang mengandung perintah untuk mencari

dan mengembangkan ilmu pengetahuan diulang sebanyak dua kali, hal ini menunjukkan

betapa pentingnya kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam. Keterangan selanjutnya, baca

Samsul Nizar, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama,

2001), 8. 30 Di dalam kecenderungan sosial luas menuju demokratisasi sepanjang abad ini,

pendidikan dilihat sebagai salah satu alat penting untuk memeberikan kesempatan yang

sama kepada semua orang dan itu merupakan sebuah proses menjadi lebih sadar politik.

Akses pendidikan harus terbuka kesempatan luas dengan membuka sekolah -sekolah dan

mewajibkan anak-anak usia 6 samapi 14 tahun untuk sekolah. Baca Helen Connel, Rforming

Schooling-What Have We Learnt, (United Nations Educational, Scientific and Cultural

Organization, 2003), 22. 31 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta : Sinar Grafika. 1999).

1

Page 6: Diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

6

kultural, dan kemajemukan bangsa.32 Nilai ini ternyata kompatibel dengan cara pandang UNESCO33 bahwa semua anak memiliki hak yang sama untuk memperoleh akses terhadap pendidikan34. Dalam kaitan ini, UNESCO memprogramkan pendidikan untuk semua, suatu program yang populer dengan sebutan education for all (EFA).35 Di samping itu penyelenggaraan Otonomi Daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. pembangunan hukum yang digariskan dalam UUD 1945.36

32 Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 (Jakarta: Sinar Grafika Offset,

2006), 19. 33 UNESCO, “International Conference on Education,” dalam Education for All for

Learning to Live Together: Contents and Learning Strategies, Problems and Solutions ,

(Geneva: IBE, 2001). 34 Kebutuhan-kebutuhan manusiawi ini setidak-tidaknya dapat mengacu kepada

“Deklarasi Islam Universal tentang Hak Asasi Manusia” atau IUDHR (Islamic Universal

Declaration of Human Rights) yang dihasilkan oleh sebagian ahli, sarjana, pemuka agama,

dan intelektual Muslim pada tahun 1980-an. Deklarasi ini memuat berbagai hak yang

berkaitan dengan: (1) hak untuk hidup; (2) hak akan kebebasan; (3) hak akan keadilan dan

memperoleh perlakuan yang adil; (4) hak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan

kekuasaan; (5) hak memperoleh perlindungan dari perlakuan sewenang-wenang; (6) hak

perlindungan akan martabat dan nama baik; (7) hak suaka politik; (8) hak minoritas; (9) hak

dan kewajiban untuk terlibat dalam perkara publik; (10) hak kebebasan untuk berkeyakinan,

berbicara dan berpendapat, kebebasan beragama, dan kebebasan berserikat; (11) hak akan

kesejahteraan ekonomi dan hasil-hasil pembangunan; (12) hak perlindungan terhadap hak

milik; (13) hak memperoleh status dan martabat kerja; (14) hak akan keamanan sosial; (15)

hak berkeluarga; (16) hak wanita untuk dinikahi; (17) hak akan pendidikan; serta (18) hak

kebebasan untuk bergerak dan menetap. Seluruh isi (contents) hak tersebut cukup lengkap

dan sejalan dengan dokumen HAM (Hak Asasi Manusia) dari PBB (Persatuan Ban gsa-

Bangsa) seperti Universal Declaration of Human Rights, Konvensi tentang Hak Sipil dan

Politik, dan sebagainya. Penjelasan relatif memadai dan singkat mengenai bahasan ini dapat

dibaca dalam Adnan Buyung Nasution, 1996. 105-120. 35 Dalam catatan statistik UNESCO pada 2003 penduduk dunia yang buta huruf

tercatat 862 juta orang. Di Negara-negara berkembang anak-anak usia antara 5-11 tahun

yang tidak mampu memasuki sekolah sebanyak 115 juta anak, 56% di antaranya adalah

anak perempuan. Lebih jauh tentang ini lihat UNESCO: What It Is What It Does? ,

(UNESCO, France: Bureau of Public Information, 2003), 5-6. 36 Republik Indonesia, Undang-Undang Otonomi Daerah, (Jakarta : Sinar Grafika.

1999). 2

Page 7: Diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

7

B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka kajian utama penelitian ini

diarahkan kepada problema pendidikan bagi jamaat ahmadiah pasca konflik di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dengan rumusan masalah 1. Bagaimana problema pendidikan jamaat Ahmadiyah di Lombok pasca konflik ?

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui problematika pendidikan

bagi jamaat ahmadiah pasca konflik di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

D. Signifikansi Penelitian Secara teoritis hasil penelitian dalam bidang pendidikan kaum minoritas ini

diharapkan memberi kontribusi secara akademis, sebagai sebuah konsep tentang pendidikan bagi kaum minoritas, ditengah-tengah minimnya pergumulan wacana pendidikan kaum minoritas. Selain itu bagi penelitian selanjutnya yang relevan, dapat dijadikan pembanding, untuk membangun konsep-konsep yang lebih kaya bidang pendidikan minoritas. Secara praktis penelitian ini dapat memberi sumbangan gagasan bagi pengambil kebijakan baik institusi pemerintah maupun swasta yang menaruh minat pada bidang pendidikan minoritas.

E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan Syaiful Anam menyimpulkan bahwa Ahmadiyah terus berada di bawah

serangan sejak aksi kekerasan meledak pasca reformasi di tahun 1998-2011 di pulau seribu Masjid, Lombok, NTB. penyebab serangan ini adalah keresahan masyarakat dengan sikap Ahmadi yang ekslusive dan gagal dalam sharing tempat ritual.

Ahmadiyah Di Era Reformasi Saipul Hamdi menyimpulkan bahwa kekerasan kepada jamaat ahmadiah disebabkan oleh banyak faktor di antaranya adalah perbedaan penafsiran teks agama, sikap ekslusivisme, lemahnya budaya dialog, lemahnya law enforcement, dan inkonsistensi posisi pemerintah dan kesalahan kebijakan negara.

Kemudian Erni Budiwanti dalam ”Jemaat Ahmadiyah dan Resistensi Sosial di Lombok, 2007, yang menyatakan bahwa konflik Jemaat Ahmadiyah di Lombok disebabkan oleh perebutan pengaruh tokoh masyarakat setempat. Penelitian tentang konflik dan integrasi yang sudah dilakukan yaitu oleh Ahmad Fedyani Saifuddin dengan judul Konflik dan Integrasi; Perbedaan faham dalam agama Islam. Penelitian ini difokuskan kepada kajian konflik yang terjadi di antara kelompok Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah pada masyarakat Alabio, Kalimantan Selatan. Sedangkan tentang Jemaat Ahmadiyah, terdapat buku ditulis oleh R. Batuah pada tahun 1985 dengan judul Ahmadiyah apa dan mengapa. Buku ini berisi

Page 8: Diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

8

antara lain penegasan tentang fungsi Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah versi Qodian dengan tujuan menjelaskan siapa sebenarnya Mirza Ghulam Ahmad itu terutama berkaitan dengan kenabiannya yang secara jelas tidak membawa syariat baru.

Ilusi Negara Islam, Wahid Institute. Penelitian ini berfokus pada gerakan-gerakan keagamaan yang dianggap radikal yang berusaha untuk menanamkan pengertian tentang Islam yang cenderung melihat pada model Timur Tengah dan mengabaikan pola dan karakteristik Islam Nusantara yang amat kultural.

Lalu Ahmad Zainuri dalam Kesimpulan utama disertasi tentang konflik Jemaat Ahmadiyah dengan masyarakat non Ahmadiyah di Lombok ini, adalah konflik kepentingan dari masing-masing kelompok, yang disebabkan karena kesalahan komunikasi, utamanya menyangkut tiga unsur komunikasi, yaitu komunikator, message, dan metode (cara) dalam berkomunikasi.

Tentang konflik yang melibatkan Ahmadiyah dengan warga juga dilakukan oleh Ahmad Suaedy dkk. Ia melakukan penelitian dengan judul Politisasi Agama dan Konflik Komunal, penulis di dalamnya membahas tentang Diskriminasi Hak Sipil Minoritas: Pelarangan Pencatatan Pernikahan Jemaat Ahmadiyah di Kuningan. Penelitian ini hanya difokuskan kepada latar belakang pelarangan pencatatan pernikahan orang-orang Ahmadi di Kuningan.

Penulis lainnya adalah Fauzy Sa’ied Thaha dalam bukunya Ahmadiyah dalam Persoalan. Penulis mencoba merespon dan menjawab statement orang-orang Ahmadiyah tentang ajaran Ahmadiyah dalam majalah mereka “Sinar Islam”, sehingga terjadi semacam perdebatan antara penulis dengan redaktur majalah tersebut. Dalam pandangan penulis, upaya mengidentifikasi potensi konflik sosial dalam masyarakat majemuk itu sangat penting, apalagi kalau upaya tersebut dilandasi oleh hasil penelitian lapangan mengenai kehidupan keagamaan dalam kenyataan sehari-hari. Dari penjelasan di atas tampak di mana seharusnya posisi penelitian ini, yang berusaha memfokuskan penelitian terhadap konflik sosial yang terjadi antara Jemaat Ahmadiyah di Lombok.

Kemudian tesis Imdadun Rahmat yang kemudian diterbitkan dengan judul Arus Baru Islam Radikal; Transmisi Arus Revivalisme Timur Tengah ke Indonesia. Karya ini membahas tentang dakwah dan sejarah kemunculan kelompok-kelompok baru Islam radikal dan pertaliannya dengan gerakan yang serupa di Timur Tengah seperti gerakan Ikhwan al-Muslimin, Hizbuttahrir dan dakwah Salafiyyah. Menurut Imdadun, munculnya gerakangerakan baru ini di Indonesia merupakan bentuk jaringan transnasional. Hal ini ia buktikan dengan kesamaan karaktristik serta visi dan misi gerakan ini dengan berbagai gerakan Islam yang ada di Timur Tengah.

Disertasi Zaki Mubarak yang diterbitkan oleh LP3ES 2007 dengan judul Geneologi Islam Radikal di Indonesia; Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokrasi. Disertasi ini mencoba membongkar dan memetakan akar-akar historis dari berbagai gerakan Islam yang muncul pasca reformasi seperti Laskar Jihad, Front Pembela Islam, Majlis Mujahidin Indonesia dan gerakan Salafi. Senada dengan Imdadun, Zaki Mubarak juga berpendapat bahwa gerakan Salafi di Indonesia mempunyai jaringan dan hubungan dengan Timur Tengah terutama Arab Saudi baik dari segi gerakan maupun doktrin dan pemikiran.

Page 9: Diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

9

Penelitian yang dilakukan oleh Litbang Departemen Agama Republik Indonesia tentang konflik kelompok Salafi dan masyarakat di Lombok 2006 yang kemudian diterbitkan dengan judul Kasus-kasus Aliran/Faham Aktual di Indonesia. Penelitian ini mencoba mencari dan menganalisa penyebab penyebab terjadinya konflik antara masyarakat dengan kelompok Salafi di Lombok. Penelitian ini menyimpulkan bahwa konflik yang terjadi antara masyarakat Sasak dan kelompok Salafi karena adanya perbedaan pemahaman keagamaan dan kepentingan politik. Ketiga karya di atas, walaupun membahas tentang gerakan dan dakwah kelompok Salafi di Indonsia, namun tidak membahas komunikasi yang terjadi antara kelompok Salafi dengan kelompok lain dalam masyarakat secara mendalam. Ketiga penelitian di atas tidak membahas tentang gerakan dakwah, pola-pola dan proses komunikasi yang diterapkan oleh kelompok Salafi dalam mengembangkan dakwah mereka.

Karya lain yang terkait dengan hubungan antarbudaya dan etnis melalui pendekatan komunikasi antarbudaya adalah penelitian yang dilakukan oleh Endang Keronosasi pada program S2 Universitas Indonesia 2006 yang berjudul Stereotipe dan Prasangka (Studi Intraksi Antar Kelompok Suku Bangsa Bali dan Suku Bangsa Sasak di Pemukiman Shindu Lombok Barat). Penelitian ini bertujuan untuk melihat mengapa dan bagaimana stereotype dan prasangka bisa terjadi antara kedua budaya dalam konteks komunikasi antaretnis Bali dan Sasak. Endang menyimpulkan bahwa perbedaan agama antara dua etnis yaitu Sasak dan Bali merupakan pemicu munculnya prasangka dan strereotip antar kedua kelompok etnis.

Penelitian (disertasi) Wakidul Kahar pada Universitas Islam Negeri Jakarta (2008) yang berjudul Komunikasi Antarbudaya Anak Nagari Lunang dan etnis Padang dalam Era Otonomi Daerah . Penelitian ini mefokuskan bahasan tentang interaksi antara dua etnis yang berbeda yang hidup di kota Padang yaitu etnis Jawa dan etnis Padang. penelitian ini menyimpulkan bahwa perbedaan budaya antara etnis Jawa dan etnis Padang berpengaruh terhadap itensitas dan efektifitas komunikasi antarbudaya.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian Penelitian ini hendak mengkaji problematika pendidikan Jemaat Ahmadiyah

dengan di Lombok pasca konflik . Penelitian ini berbentuk studi kasus (case studies), dan bersifat mencari penjelasan tentang faktor-faktor yang menjadi masalah bagi pendidikan jamaat Ahmadiyah di Lombok pasca konflik, serta dampak lainnya yang ditimbulkan akibat konflik. Studi kasus bila dilihat dari segi wilayahnya, maka hanya meliputi daerah atau subyek yang sempit, tetapi jika dilihat dari sifatnya studi ini lebih mendalam. Yin mengatakan studi kasus dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu: studi kasus eksplanatoris dan deskriptif, serta deskripitif analitis.57 Sedangkan penelitian ini adalah studi kasus deskriptif analitis. Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji sebuah hipotesis.37

37 R. K. Yin, Studi Kasus: Desain dan Metode, (Jakarta: Rajawali Press, 2002), h. 4.

Page 10: Diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

10

Dalam penelitian ini sesuai dengan kasus yang terjadi yakni problematika pendidikan kaum minoritas Ahmadiyah di Lombok pasca konflik, maka penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Melalui metode kualitatif, kita dapat mengenal orang (subyek) secara pribadi dan melihat mereka mengembangkan definisi mereka sendiri tentang dunia ini. Kita dapat merasakan apa yang mereka alami sehari-hari, kita dapat mempelajari kelompok-kelompok dan pengalaman yang belum kita ketahui sama sekali.

2. Lokasi Penelitian Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Jemaat Ahmadiyah yang berada di

pulau Lombok Wilayah Nusa Tenggara Barat. Pulau Lombok sendiri terdiri dari tiga kabupaten masing-masing Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Barat, serta satu kota yaitu Kota Mataram. Yang disebut terakhir merupakan jantung kota Nusa Tenggara Barat, yakni sebagai Ibu Kota Propinsi NTB.

Dari masing-masing kabupaten dipilih satu Kelurahan/Desa yang menjadi lokasi penelitian. Untuk kabupaten Lombok Tengah dipilih Kelurahan Prapen Kecamatan Praya, Kabupaten Lombok Barat diambil Desa Segerongan Kecamatan Lingsar, dan Lombok Timur dipilih Kelurahan Pancor, Kecamatan Selong.

Penentuan lokasi dimaksudkan untuk memudahkan dalam mengidentifikasi permasalahan, serta didasarkan atas pertimbangan bahwa masing-masing desa/kelurahan yang disebut di atas, merupakan tempat/basis Ahmadiyah. Selain itu, di daerah tersebut, selama ini menjadi sasaran konflik.

3. Teknik Pengumpulan data Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah

metode observasi, wawancara (interview) dan dokumentasi.

a. Observasi (observation)

Metode observasi adalah proses memperoleh keterangan untuk penelitian dengan melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang diteliti.38 Adapun jenis observasi yang digunakan adalah non participan observer.39 Dengan non participant observer ini, peneliti tidak terlibat secara langsung, melainkan mengamati dengan seksama terhadap kegiatan warga masyarakat.40 b. Wawancara (Interview)

Istilah wawancara mempunyai arti sebagai suatu percakapan atau tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada masalah tertentu.

38 Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), 181. 39 Sutrisno Hadi, Metodologi, …. 193. 40 Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian, (Jakarta: Penerbit Angkasa, 2003), 146.

Page 11: Diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

11

Jenis interview yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah interview bebas terpimpin yaitu wawancara yang dilakukan secara tidak terikat kepada pedoman pertanyaan yang telah disusun sebelumnya, melainkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat wawancara berlangsung. Pewawancara hanya membawa pedoman yang merupakan garis besar akan hal-hal yang akan ditanyakan.

Sedangkan penentuan informan dalam penelitian ini tidak dilakukan dengan cara acak, akan tetapi peneliti menentukan informen kunci (key informan) yang mempunyai kriteria sebagai seorang yang betul-betul terlibat dan memahami keberadaan dan perkembangan Jemaat Ahmadiyah. Antara lain adalah pengurus atau penanggung jawab Ahmadiyah seperti Dewan Pimpinan Wilayah (DPW), Koordinator pengungsi Ahmadiyah, Ketua Muballigh Ahmadiyah NTB, Pengurus Ahmadiyah Kota Mataram, dan anggota Jemaat Ahmadiyah sebagai representasi dari anggota-anggota lainnya. Sedangkan dari warga Lombok diwakili oleh tokoh-tokoh agama dan masyarakat, Ketua MUI Kota Mataram, Camat, serta Kepala Desa. Peneliti juga melakukan wawancara dengan warga masyarakat Lombok non Ahmadiyah, yang tinggal berdampingan dengan komunitas Ahmadiyah, serta mengetahui akan permasalahan tersebut. Mereka ini tinggal berdekatan dengan warga Ahmadiyah, dan melakukan interaksi social kemasyarakatan.

c. Dokumentasi Selain dengan cara observasi dan wawancara, data penelitian juga dapat

dikumpulkan melalui pengkajian terhadap dokumen-dokumen resmi yang relevan dengan masalah penelitian, seperti buku pedoman anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, hasil-hasil keputusan rapat organisasi, majalah-majalah yang diterbitkan oleh organisasi Ahmadiyah, kliping-kliping dan lain-lain. Metode dokumentasi ini digunakan untuk menggali data yang bersumber dari dokumendokumen terdahulu, catatan-catatan, foto-foto serta laporan-laporan lain yang mengandung petunjuk-petunjuk tertentu yang dibutuhkan untuk menunjang penelitian ini.

Dokumen-dokumen tersebut dipergunakan sebagai data tambahan untuk melengkapi data penelitian sehingga dengan data yang disaring melalui metode dokumentasi ini mampu melengkapi serta memperkuat pengungkapan dan pemaknaan tentang masalah penelitian.

F. Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun secara berurutan yang terdiri dari bab-bab. Bab pertama

sebagai bab pendahuluan menguraikan latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, signifikansi dan urgensi penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian serta sistematika penulisan.

Pada bab dua akan diuraikan landasan teoritis dan kerangka teori, yang mencakup teori interaksionisme simbolik, teori konflik, teori komunikasi antarpribadi, teori komunikasi antarbudaya, teori efek, serta kerangka konseptual.

Bab tiga membahas tentang potret Jemaat Ahmadiyah di Lombok yang diawali dengan pembahasan tentang gambaran umum Lombok baik yang menyangkut kondisi sosial dan keberagamaannya, serta potensi dan peta konflik di

Page 12: Diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

12

Lombok. Selain itu juga dibahas tentang Ahmadiyah yang menyangkut pendiri, kebenaran ajarannya versi Ahmadiyah, kontroversi seputar Ahmadiyah dan perkembangan Ahmadiyah di Lombok.

Pada bab empat membahas dinamika konflik yang terjadi antara Jemaat Ahmadiyah dengan masyarakat non Ahmadiyah di Lombok, dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik serta dampak yang ditimbulkan dari konflik, serta dampak konflik.

Kemudian pada bab lima adalah penutup yang akan membahas tentang kesimpulan dan saran-saran.

Page 13: Diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

13

DAFTAR PUSTAKA

BUKU Robert Hardaniwarya, Dialog Umat Kristiani dengan Umat Pluri-

Agama/Kepercayaan di Nusantara,(Yokyakarta : Kanisius, 2001). Gutmann, A. (ed.), Multiculturalism and ‘The Politics of Recognition’,

Princeton: Princeton University Press Lewis A. Coser, The Functions of Sosial Conflict, (New York: The Free

Press, 1956) George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta:

Kencana, 2004). Ngainun Naim & Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan

Aplikasi (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008) Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Rosdakarya, 2006) Samsul Nizar, Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya

Media Pratama, 2001) R. K. Yin, Studi Kasus: Desain dan Metode, (Jakarta: Rajawali Press, 2002) Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990) Suharsimi Arikunto, Metode Penelitian, (Jakarta: Penerbit Angkasa, 2003)

JURNAL Heru Nugroho, Konstruksi SARA, Kemajemukan dan Demokrasi. Dalam

Jurnal UNISIA No.40/XXII/IV (Yokyakarta : UII, 1999). Rosidi Achmad, HARMONI Jurnal Multikultural & Multireligius Puslitbang

Kehidupan Keagamaan Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI (Volume X, Nomor 3, Juli - September 2011)

Hayyan, Ta’lim al-Kibâr Wa al-Ta’lîmu al-Mustamir al-Mafhumu al-Khashâishu al-Tatbîqât, (Riyadh: Maktab at-Tarbiyah al-’Arabi, 2002)

Helen Connel, Rforming Schooling-What Have We Learnt, (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, 2003)

TESIS, DISERTASI, LAPORAN PENELITIAN

Sri Banun Muslim, dalam laporan hasil penelitian yang berjudul Islam di Pulau Lombok;Kajian historis tentang Perkembangan Islam di Lombok , (Mataram: STAIN Mataram, 1999).

MAKALAH Ahmad Iwan Darmawan (I Wayan Rupa Mengwi), Munculnya Ahmadiyah di

Lombok dan Propinsi NTB, Mataram, 1 Ramadhan 1427 H.

MEDIA CETAK DAN ELEKTRONIK Samuel Rizk, “What the Middle East can Learn from Southeast Asia on

Pluralism” dalam The Jakarta Post, Friday, April 3, 2009

Page 14: Diskriminasi pendidikan jamaat ahmadiah di lombok ntb

14

The Jakarta Post, “RI peaceful coexistence a model, challenge”, Tuesday, March 10, 2009

Suara NTB, 12 September 2002. Lombok Post, edisi 28 Maret 2006. Lombok Pos, 17 Pebruari 2004. Indonesian matters.htm, Pebruary, 6th, 2006. Lombok Pos, 5 Pebruari 2006. Lombok Pos, 7 Pebruari 2006.

DOKUMEN Dokumen Dewan Pengurus Wilayah Jemaat Ahmadiyah NTB 2007. Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta : Sinar Grafika.

1999). 1 Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 (Jakarta: Sinar Grafika

Offset, 2006), 19. UNESCO, “International Conference on Education,” dalam Education for All

for Learning to Live Together: Contents and Learning Strategies, Problems and Solutions, (Geneva: IBE, 2001).

UNESCO: What It Is What It Does?, (UNESCO, France: Bureau of Public Information, 2003), h. 5-6.

Republik Indonesia, Undang-Undang Otonomi Daerah, (Jakarta : Sinar Grafika. 1999). 2