disfungsi testikuler pada penyakit sistemik edit

61
1 DISFUNGSI TESTIKULER PADA PENYAKIT SISTEMIK Latar Belakang Penyakit sistemik non-testikuler memiliki efek-efek utama pada testis meskipun tidak cukup dikenali. Penanganan klinis gangguan medis apapun seharusnya mencakup pertimbangan yang teliti akan efek-efek penyakit dan perlakuannya terhadap kesehatan reproduksi pria (termasuk fertilitas, status androgenic dan fungsi seksual). Pria sangat menghargai kesehatan reproduksi mereka sebagai bagian dari kehidupan yang sepenuhnya. Konsekuensinya pemeliharaan kesehatan reproduksi adalah pertimbangan esensial dalam perawatan medis. Mekanisme Gangguan Reproduksi oleh Penyakit-penyakit Sistemik Efek terhadap sistem reproduksi dari penyakit-penyakit non- testikuler tergantung dari keparahan dan kronisitas penyakit yang mendasarinya. Disfungsi reproduksi pria dapat diakibatkan oleh dampak selektif pada level spesifik dari aksis hipotalamus-pituitari-gonad, namun sering pada penyakit non-testikuler kronik, level-level beragam terkena secara bersamaan. Durasi dan reversibilitas gangguan aksis testikuler tergantung pada keparahan dan mekanisme- mekanisme patofisiologis yang terlibat pada penyakit

Upload: antonius-darmawan

Post on 30-Dec-2014

97 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

1

DISFUNGSI TESTIKULER PADA PENYAKIT SISTEMIK

Latar Belakang

Penyakit sistemik non-testikuler memiliki efek-efek utama pada testis meskipun tidak

cukup dikenali. Penanganan klinis gangguan medis apapun seharusnya mencakup

pertimbangan yang teliti akan efek-efek penyakit dan perlakuannya terhadap

kesehatan reproduksi pria (termasuk fertilitas, status androgenic dan fungsi seksual).

Pria sangat menghargai kesehatan reproduksi mereka sebagai bagian dari kehidupan

yang sepenuhnya. Konsekuensinya pemeliharaan kesehatan reproduksi adalah

pertimbangan esensial dalam perawatan medis.

Mekanisme Gangguan Reproduksi oleh Penyakit-penyakit Sistemik

Efek terhadap sistem reproduksi dari penyakit-penyakit non-testikuler tergantung dari

keparahan dan kronisitas penyakit yang mendasarinya. Disfungsi reproduksi pria dapat

diakibatkan oleh dampak selektif pada level spesifik dari aksis hipotalamus-pituitari-

gonad, namun sering pada penyakit non-testikuler kronik, level-level beragam terkena

secara bersamaan. Durasi dan reversibilitas gangguan aksis testikuler tergantung pada

keparahan dan mekanisme-mekanisme patofisiologis yang terlibat pada penyakit

dasarnya dan terapinya. Gangguan-gangguan spermatogenesis dapat bersifat sementara,

berlangsung kurang dari satu siklus spermatogenik, secara khas dikaitkan dengan

gambaran-gambaran non-spesifik seperti demam, kehilangan berat badan atau efek-efek

sitokin dari penyakit non-testikuler. Hal ini dapat bertahan lama atau bahkan menjadi

ireversibel setelah terapi obat sitotoksik untuk kanker atau penyakit-penyakit serius

lainnya.

Hipogonadisme

Ekspresi defisiensi androgen adalah nyata pada tiap tahap yang berbeda dari kehidupan.

Defisiensi androgen prenatal menyebabkan berbagai derajat perkembangan yang tidak

lengkap dari genitalia interna dan eksterna pria, yang bervariasi dari tidak adanya

perkembangan seksual maskulin secara komplit hingga ke berbagai derajat hipospadia,

Page 2: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

2

ginekomasti dan/atau cryptorchidism. Defisiensi androgen pubertas bermanifestasi

sebagai pubertas terlambat, proporsi tulang rangka yang eunuchoidal dan gangguan

virilisasi, sedangkan defisiensi androgen pascapubertas dapat hadir dengan gambaran-

gambaran klasik defisiensi androgen dewasa yang sudah dikenal baik.

Karena tidak mengancam nyawa, defisiensi androgen yang terjadi dalam kaitan

dengan penyakit kronis biasanya terabaikan dan kurang terdiagnosis. Keadaan ini

secara khusus sering terjadi ketika defisiensi androgen ditutupi oleh penyakit sistemik

yang berat dengan gambaran-gambaran klinis yang lebih dramatis. Gambaran-

gambaran klasik dari defisiensi androgen adalah semburan panas pada pria yang

dikastrasi, manifestasi-manifestasi dari defisiensi androgen moderat hingga berat

yang memanjang.

Defek-defek dalam spermatogenesis hanya bermanifestasi setelah pubertas dan tidak

memiliki gejala-gejala selain infertilitas, hanya terdeteksi saat evaluasi diagnostik untuk

infertilitas atau secara kebetulan (misalnya cryostorage sebelum terapi gonadotoksik).

Level Gangguan pada Aksis Reproduksi Pria

Penyakit-penyakit non-testikuler dapat mengganggu level-level yang berbeda dari aksis

hipotalamus-pituitari-testis. GnRH, gonadotropin dan sekresi dapat disupresi oleh

penyakit-penyakit akut atau kronis melalui gangguan mekanisme pengaturan

hipotalamus, sedangkan penyakit kronik yang mendasari dapat berdampak secara

langsung pada steroidogenesis sel Leydig atau spermatogenesis.

Penyakit-penyakit sistemik kronik atau berat seringkali menghasilkan secara

karakteristik pengaturan aksis hipotalamus-pituitari yang mengalami gangguan, yang

mana serupa dalam mekanismenya dengan mekanisme fisiologis yang bekerja pada

pubertas dan juga pada siklus-siklus gonadal tahunan dari hewan-hewan yang kawin

musiman. Mekanismenya secara karakteristik menunjukkan gambaran trias: inhibisi

sekresi GnRH, hipersensitivitas terhadap umpan balik negatif testikulker, dan resistensi

terhadap nalokson yang telah diistilahkan dengan ontogenic regression. Regresi

ontogenik melibatkan suatu variasi yang reversible dalam sensitivitas terhadap umpan

Page 3: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

3

balik negatif testikuler yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam hal sekresi

gonadotropin dan testosteron.

Regresi ontogenik adalah suatu mekanisme dasar yang umum pada berbagai penyakit

sistemik, termasuk penyakit-penyakit ginjal, respirasi, hati, peradangan, gizi kronis dan

juga penyakit akut dan luka bakar yang berat. Dalam konteks penyakit kronis, dampak

gagal organ kronik dan transplantasi adalah contoh yang jelas dari regresi ontogenik,

baik itu dalam aplikasi manusia yang positif maupun negatif.

Penyakit atau trauma non-gonad sistemik yang paling berat seperti luka bakar, infark

miokard, cedera traumatic atau bedah, dan penyakit kritis akut menekan fungsi

testikuler seperti yang dibuktikan dengan level testosterone darah yang rendah, level-

level inhibin imunoreaktif yang tidak berubah, level-level gonadotropin imunoreaktif

yang menurun atau sedikit meningkat dengan level-level LH bioaktif yang rendah dan

hambatan sekresi LH pulsatil. Defisiensi androgen biokimiawi sementara

(hipogonadisme sekunder) ini adalah sangat umum sehingga ini harus dipikirkan

sebagai pendamping yang regular dari penyakit akut atau kronis berat. Hipogonadisme

sekunder bahkan lebih sering daripada hipotiroidisme hipopituitarisme fungsional yang

reversible sehubungan dengan penyakit non-gonadal sistemik. Dalam teori, defisiensi

androgen yang berat dan bertahan yang disebabkan oleh suatu penyakit kronis dapat

berkontribusi pada morbiditas penyakit dasarnya. Walau demikian untuk menentukan

apakah defisiensi androgen bioimiawi adalah bersifat insidental atau bahkan protektif

membutuhkan RCT yang didesain dengan baik yang mengevaluasi efek-efek jangka

pendek dan jangka panjang dari pergantian androgen fisiologis.

Fungsi testikuler ditekan oleh gambaran-gambaran umum penyakit sistemik

seperti sitokin-sitokin, demam, penurunan berat badan dan penyakit kronis atau

katabolisme dan pembedaan antara efek-efek ini adalah sulit. Hal-hal ekstrim dari

nutrisi mempengaruhi fungsi testikuler namun fungsi reproduksi pria lebih rentan

daripada sistem reproduksi wanita selama keadaan-keadaan katabolic seperti kurang

gizi, trauma dan latihan fisik yang ekstrim. Latihan fisik yang berat memiliki efek

minimal pada fungsi testikuler dan spermatogenesis namun latihan fisik yang ekstrim

Page 4: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

4

menyebabkan inhibisi profunda sekresi androgen testikuler yang dapat dimodifikasi

dengan latihan anaerobic jangka panjang.

Gangguan spermatogenesis dapat mengakibatkan infertilitas terutama melalui reduksi

dalam jumlah sperma yang diejakulasi dan mungkin juga dalam hal fungsi sperma.

Replikasi DNA dan seluler yang intens dari epitel germinal membuatnya secara tunggal

rentan terhadap sitotoksin seperti iradiasi peng ion, obat-obat sitotoksik (terutama

bahan-bahan peng alkilasi), zat-zat terapeutik lainnya (misalnya beberapa antibiotika)

dan paparan lingkungan atau pekerjaan. Zat-zat itu menyebabkan semua derajat

hipospermatogenesis dari penekanan yang reversible hingga ablasi permanen dari

deplesi sel stem germinal. Karena spermiogenesis membentuk dasar morfologis bagi

fungsi sperma, maka interupsi pada stadium spermatogenesis ini dapat menghasilkan

sperma yang hipofungsional (infertil).

Usia adalah pengubah yang penting untuk respons testikuler terhadap penyakit sistemik.

Aksis hipotalamus pituitary testikuler yang semakin matur telah meningkatkan

kerentanan, membuat para remaja secara khusus rentan terhadap pubertas tertunda

selama penyakit kronis. Pria-pria yang lanjut usia menunjukkan penurunan level

testosterone sedangkan level SHBG dan gonadotropin meningkat, perubahan-perubahan

yang secara nyata dipengaruhi oleh koeksistensi penyakit kronis dan/atau terapinya.

Perubahan-perubahan ini mencerminkan perubahan umum pada fungsi hipotalamik

sebagai gambaran dari regresi ontogenik yang mencakup penurunan testosterone,

perubahan-perubahan sekresi LH pulsatil dan sensitivitas terhadap baik umpan balik

steroid negative maupun opioid dan juga manifestasi testikuler yang berkorespondensi

seperti penurunan-penurunan progresif dalam ukuran testis, isi sel dan spermatogenesis.

Obat-obatan dapat mengganggu kerja androgen melalui banyak sekali cara dan

kadangkala beragam mekanisme yang mencakup (i) menurunkan sekresi LH (misalnya

opiat-opiat), (ii) menghambat enzim-enzim steroidogenik (misalnya aminoglutethimide,

ketoconazole, finasteride, dutasteride), (iii) metabolisme testosteron yang meningkat

(misalnya, barbiturat, antikonvulsan dan penginduksi enzim hepatic lainnya), (iv)

antagonis-antagonis reseptor androgen yang memblok kerja testosterone (misalnya,

Page 5: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

5

simetidin, spironolakton, cyproterone acetate), atau (v) bekerja sebagai antagonis-

antagonis fisiologis dari kerja androgen (efek-efek estrogenik digoksin,

hiperprolaktinemia yang diinduksi-obat). Namun, sangat sedikit obat-obat terapeutik

yang telah dipelajari secara detail efek-efek potensial mereka terhadap sistem

reproduksi pria.

Penyakit-penyakit dan Gangguan-gangguan Spesifik

Penyakit Ginjal

Fungsi ginjal yang menurun dapat mengakibatkan defisiensi androgen dan

spermatogenesis abnormal. Tergantung pada waktu terjadinya, disfungsi gonad

bermanifestasi sebagai pubertas terlambat pada remaja dan/atau sebagai atrofi testis,

gangguan spermatogenesis, infertilitas, disfungsi seksual atau ginekomasti pada pria-

pria dewasa.

Gagal ginjal mengakibatkan perubahan pada level-level yang berbeda dari aksis

hipotalamo-pituitari dengan perubahan-perubahan dalam pengaturan hipotalamik akan

fungsi pituitari gonadal menjadi predominan, daripada defek-defek perifer yang intrinsic

pada testis. Inhibisi baik spermatogenesis dan steroidogenesis yang disertai oleh

peningkatan refleks yang sedang hingga minimal dalam gonadoropin, bersama dengan

gambaran-gambaran histologis testikuler adalah indikasi akan suatu kondisi

hipogonadotropik fungsional. Namun demikian, angka klirens gonadotropin yang

menurun jelas pada uremia menutupi efek-efek sekresi gonadotropin yang secara tidak

tepat rendah untuk angka produksi testosterone yang berkurang. Konsekuensinya,

meskipun level testosterone darah rendah, kegagalan kenaikan yang sesuai dalam hal

level LH darah, bersama dengan defek-defek dalam sekresi LH pulsatil dan regulasi

opiatergik hipotalamik mempengaruhi akan sekresi gonadotropin, mencerminkan

predominansi regulasi hipotalamik dalam pathogenesis hipogonadisme uremic manusia,

sebagai suatu manifestasi karakteristik dari regresi ontogenik. Frekuensi denyut GnRH

dipertahankan, sedangkan kekuatan denyut menurun, yang menyebabkan penurunan

dalam LH per ledakan, namun frekuensi denyut LH plasma yang tidak berubah.

Konsekuensi sekunder tambahan dari uremia yang mendasari dan terapinya mencakup

Page 6: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

6

insensitivitas LH relative dari sel-sel Leydig, meningkatnya klirens metabolic

testosterone seluruh tubuh dan gangguan spermatogenesis.

Gagal ginjal akut disertai dengan penurunan level testosterone dengan perubahan

minimal dalam hal level gonadotropin atau SHBG dan respons-respons yang bertahan

terhadap stimulasi GnRH, juga konsisten dengan hipogonadisme hipotalamik

(sekunder) yang dibalikkan menyertai pemulihan fungsi ginjal. Studi-studi

eksperimental pada hewan pengerat (rodents) mengkonfirmasi predominansi regulasi

hipotalamik yang aberrant akan fungsi pitutari gonadal dalam pathogenesis

hipogonadisme uremic.

Disfungsi reproduksi menjadi terbukti pada stadium dini dari gagal ginjal akut atau

kronik perburukan saat perawatan peritoneal or hemodialisis dibalikkan secara penuh

hanya dengan transplantasi ginjal yang berhasil.

Kebanyakan pria dengan uremia pre-dyalisis memiliki level testosteron yang rendah

atau rendah-normal dan prevalensi dan keparahan defisiensi androgen biokimiawi

meningkat pada pasien-pasien yang membutuhkan dialisis. Transplantasi ginjal adalah

satu-satunya terapi yang efektif untuk merestorasi fungsi testis dan membalikkan

hampir semua gangguan dalam hal sekresi testosteron dan spermatogenesis. Meski

demikian, minoritas pria dengan transplant ginjal yang berhasil memiliki defisiensi

androgen biokimiawi yang menetap ringan dan gangguan spermatogenesis, dapat

disebabkan oleh normalisasi yang tidak komplit akan fungsi ginjal. Meskipun temuan-

temuan yang konsisten tentang defisiensi androgen pada uremia kronik, studi-studi

terkontrol tentang terapi penggantian androgen masih sangat jarang namun menjanjikan.

Farmakokinetika testosteron transdermal pada pria dengan gagal ginjal stadium akhir

dapat diperbandingkan dengan pria hipogonadal yang sehat, sehingga ini dapat

digunakan untuk pria-pria yang kekurangan androgen dengan gagal ginjal. Bahkan jika

terapi penggantian testosteron tidak menjanjikan, terapi testosteron farmakologis

mungkin memiliki manfaat bagi pria-pria dengan insufisiensi ginjal kronik. Sebagai

contoh, terapi androgen farmakologis dengan testosteron atau androgen-androgen

Page 7: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

7

sintesis sebagai terapi adjuvant untuk anemia ginjal, kekurangan gizi dan osteodistrofi

selama fase-fase pre-dyalisis dan dialysis telah diketahui dengan baik dan seringkali

dianggap sebagai terapi alternatif yang cukup efektif namun berbiaya rendah daripada

terapi mahal modern seperti eritropoietin atau bisphosphonates.

Pernyataan bahwa terapi-terapi lain, termasuk supresi hiperprolaktinemia, suplementasi

seng atau eritropoietin, memperbaiki fungsi testikuler belum dikonfirmasi pada studi-

studi yang terkontrol baik. Regimen-regimen imunosupresif konvensional yang

melibatkan prednisone, azathioprine, cyclosporine A, mycophenolate mofetil atau

rapamycin inhibitors (sirolimus, tacrolimus, everolimus) tampaknya memiliki sedikit

atau tidak ada efek-efek signifikan yang secara klinis konsisten terhadap fungsi

testikuler manusia. Namun, keterbatasan studi-studi retrospektif membuatnya sulit

untuk mengevaluasi laporan-laporan observasional tentang efek-efek merugikan yang

potensial.

Penyakit Hati

Penyakit hati akut yang mencakup hepatitis menyebabkan peningkatan jelas dalam

level-level SHBG sirkulasi, yang menghasilkan kenaikan reflex dalam hal sekresi

gonadotropin dan steroid seks untuk mempertahankan testosteron testikuler dan suplai

androgen jaringan. Patofisiologis dari gangguan biokimiawi sementara seperti itu

selama penyakit akut masih belum jelas.

Gagal hati kronik dikaitkan dengan gambaran-gambaran yang menonjol untuk

hipogonadisme, termasuk infertilitas, gangguan spermatogenesis, atrofi testis,

ginekomasti, berkurangnya rambut badan dan disfungsi seksual.

Angka produksi testosteron menurun, menyebabkan level testosteron sirkulasi yang

lebih rendah meskipun terjadi kenaikan dalam hal level SHBG sirkulasi dengan

konsekuensi kejatuhan angka klirens testosteron menutupi keparahan defisiensi

androgen. Meskipun level-level testosteron subnormal, namun level gonadotropin masih

dalam kisaran rendah hingga normal dengan penurunan sekresi LH pulsatil,

menekankan arti penting disregulasi hipotalamik dalam pathogenesis hipogonadisme

Page 8: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

8

pada penyakit hati kronik. Pada penyakit hati kronik, testosteron sirkulasi yang

meningkat dapat mewakili sebuah faktor risiko untuk karsinoma hepatoseluler.

Data eksperimental menunjukkan bahwa porto-caval shunting, aromatase over-

expression atau defisiensi insulinlike growth factor I semuanya telah dipikirkan

memiliki peran-peran yang mungkin dalam disfungsi gonad sehubungan dengan sirosis,

meskipun belum ada yang terkonfirmasi pada manusia.

Karena alkohol adalah penyebab yang paling sering untuk gagal hati kronik pada

masyarakat kaya, maka gambaran-gambaran klinis yang sering dari penyakit hati kronis

adalah manifestasi-manifestasi klinis sehubungan dengan penyakit hati kronis itu sendiri

dan toksisitas alkoholik kronik. Para pria dengan penyakit hati alkoholik menunjukkan

level-level gonadotropin yang jelas tinggi yang mengisyaratkan akan kerusakan testis

langsung tambahan dari alcohol, selain dari efek-efek hipotalamik yang predominan

untuk gagal hati kronik; pria dengan gagal hati cenderung memiliki level gonadotropin

yang rendah secara tidak sesuai, khususnya dengan gagal hati berat dan koma dimana

level gonadotropin sangat berkurang.

Terpisah dari toksisitas alcohol langsung terhadap testis, faktor-faktor patogenik utama

untuk efek-efek reproduktif dari penyakit hati adalah kehilangan parenkima hati dan

portacaval shunting (menyebabkan kelebihan dopamine serebral yang mungkin), namun

peran-peran relative mereka masih perlu diklarifikasi. Pada umumnya, jumlah jaringan

hati fungsional sisa berkorelasi dengan derajat defisiensi androgen biokimiawi.

Demikian pula disfungsi endokrin testikuler dan konsekuensi-konsekuensi defisiensi

androgen parsial terhadap prostat adalah proporsional terhadap keparahan fungsi hati

yang mendasari dan dibalikkan oleh transplantasi hati yang berhasil.

Pemberian testosteron memperbaiki kondisi, meningkatkan protein-protein serum dan

mengurangi edema tanpa efek-efek merugikan yang serius namun meta-analisis

komprehensif tentang bukti terbaik yang ada mengindikasikan tidak adanya manfaat

biokimiawi maupun klinis yang signifikan atau bertahan lama. Terapi standar saat ini

untuk hepatitis C kronis dengan interfern alpha2b dan ribavirin menyebabkan

Page 9: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

9

penurunan level testosteron darah, tanpa perubahan konsisten dalam level LH, FSH atau

SHBG, sebuah efek yang reversible setelah penghentian terapi, konsisten dengan efek

obat langsung dan/atau sebuah efek yang dimediasi melalui perbaikan penyakit yang

mendasari.

Pria dengan hepatitis aktif kronis yang membutuhkan imunosupresi pada prinsipnya

spermatogenesis normal meskipun diberikan dosis azathioprine hingga 150 mg sehari.

Sedikit informasi tersedia mengenai parameter-parameter semen pada penyakit-penyakit

hati kronik lainnya.

Kelebihan muatan zat besi sistemik oleh karena baik itu genetik maupun

hemokromatosis pascatransfusi yang didapat seringkali menyebabkan hipogonadisme

hipogonadotropik oleh karena deposisi zat besi pituitari, yang menyebabkan kerusakan

yang relatif selektif terhadap gonadotropes. Pada penyakit yang lebih lanjut, efek-efek

tambahan dari sirosis dan diabetes selanjutnya menggarisbawahi presentasi klinis

defisiensi androgen. Gangguan ini dahulu seringkali hadir dengan defisiensi androgen

progresif pada pria-pria setengah dengan terapi penggantian androgen atau jika

dibutuhkan fertilitas, maka dipakai terapi gonadotropin. Hipogonadisme yang diinduksi-

kelebihan zat besi jarang dibalikkan oleh desaturasi besi dari vena seksi kecuali pada

pria-pria muda (<40 tahun). Terapi pengganti testosteron seringkali perlu dan efektif

baik secara simptomatis dan dalam merestorasi kehilangan densitas tulang karena

defisiensi androgen. Induksi gonadotropin untuk spermatogenesis secara khusus efektif

pada hemokromatosis genetic, karena awitan defisiensi gonadotropin menyertai

pubertas normal sedangkan terapi GnRH pulsatil tidak efektif karena sekresi

gonadotropin tidak bisa diinduksi. Penemuan defek genetic pada hemokromatosis dan

perkembangan skrining keluarga dan komunitas pra-simptomatik yang efektif telah

menurun secara dramatis, namun tidak tereliminasi, presentasi-presentasi lambat dari

hemokromatosis genetik dengan manifestasi-manifestasi klinis yang nyata akan

defisiensi androgen.

Page 10: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

10

Penyakit-penyakit Respirasi

Infeksi-infeksi sinopulmonaris kronik (bronchitis, bronkiektasis, kambuh-kambuhan,

sinusitis dan/atau otitis media kronis) dikaitkan dengan infertilitas yang berhubungan

dengan Young syndrome, cystic fibrosis (CF), and dyskinetic cilia syndromes (termasuk

immotile cilia dan Kartagener syndrome).

Baik Young syndrome maupun CF memiliki azoospermia obstruktif yang disebabkan

oleh ketiadaan kongenital vas deferens pada CF, sedangkan pada Young syndrome

epididymis dan vas deferens secara anatomis intak namun epididymis menjadi

terhambat secara intraluminal. Sebaliknya, sistem dan luaran sperma normal pada

sindrom-sindrom silia diskinetik namun sperma adalah imotil karena defek-defek dalam

fungsi axonemal, meskipun jarang namun telah dikemukakan adanya varian-varian

sindrom silia diskinetik yang kurang penyakit respirasi, dengan defek-defek silia yang

terbatas pada paru-paru atau sperma atau dengan obstruksi duktuler.

CF klasik, oleh karena mutasi-mutasi pada gen CFTR, juga dikaitkan dengan pubertas

terlambat yang dilatarbelakangi oleh penyakit kronik dan juga nutrisi suboptimal dari

disfungsi pankreas eksokrin. Hampir semua (95%) para pria dengan CF mengalami

ketiadaan bilateral congenital vas deferens (CBAVD), namun CBAVD sendiri dikenali

sebagai suatu varian CF genital primer, dengan para pria yang paling banyak terkena

yang membawa heterozigot-heterozigot compound untuk dua mutasi CFTR yang

berbeda. Mutasi-mutasi yang paling sering yang terkait dengan CBAVD adalah

penghilangan ΔF508 dari gen CFTR dan suatu varian intron 8 (IVS8-5T), namun sekitar

1.500 mutasi lain dari gen ini telah teridentifikasi sejauh ini, kebanyakan dari mereka

adalah perubahan-perubahan nukleotida tunggal, seringkali “private” bagi keluarga

tertentu. Genotipe-genotipe ini membuat skrining bagi kasus-kasus sporadik sulit karena

tidak mungkin untuk melakukan skrining secara komprehensif untuk semua mutasi,

banyak dari mereka yang mungkin masih belum ditemukan. Namun, karena ART dapat

secara regular mencapai paternitas dari aspirasi sperma testkuler maka setiap anak

adalah carrier CF obligat dan konseling genetika yang terinformasi dengan baik adalah

penting. Apa yang menentukan pola klinis penyakit (CF vs CABVD) masih suatu teka-

teki biologis.

Page 11: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

11

Sekitar setengah dari pasien-pasien pria dengan sarcoidosis menunjukkan

hipogonadisme hipogonadotropik yang independen akan penggunaan glukokortikoid.

Keterlibatan neural pada 5% dapat menghasilkan hipogonadisme hipogonadotropik oleh

infiltrasi pituitari. Kurangnya temuan-temuan morfologis spesifik pada traktus

reproduksi adalah konsisten dengan efek dari mekanisme regresi ontogenik penyakit

kronik. Apakah level-level testosteron sirkulasi yang rendah berkontribusi pada

kelelahan, kelemahan otot dan mood yang depresif masih akan ditentukan.

Sleep apnea obstruktif dikaitkan dengan disfungsi seksual dan level-level testosteron

yang menurun tanpa kenaikan refleks dalam hal level-level gonadotropin yang indikatif

akan suatu mekanisme hipogonadotropik sentral. Efek-efek ini, yang dapat dibalikkan

oleh pemeliharaan mekanis patensi jalan nafas atas tanpa kehilangan berat badan terjadi

pada umumnya bersama dengan obesitas dan gejala-gejala sindrom metabolic.

Kontribusi-kontribusi relatif hipoksia dan fragmentasi tidur terhadap hipogonadisme

sentral masih perlu diklarifikasi. Pemberian testosteron dapat mempresipitasi apnea

tidur yang obstruktif pada beberapa pria obese yang berpredisposisi dan efek-efek

jangka pendek yang merugikan pada tidur dan pernafasan pada dosis-dosis lebih tinggi

pada pria tua. Hasil-hasil dari RCTs menunjukkan bahwa pemberian testosteron dosis

tinggi dapat memiliki efek-efek jangka-pendek yang merugikan terhadap tidur dan

pernafasan, namun efek-efek dari dosis yang lebih rendah masih perlu dievaluasi.

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) terkait dengan penundaan pubertas

sehubungan dengan penyakit kronik dan terapi kortikosteroid sistemik namun efek-efek

yang dilaporkan pada fungsi reproduksi pria pascapubertas masih tidak konklusif.

Defisiensi androgen biokimiawi pada COPD telah dihubungkan dengan hipoksemia,

inflamasi sistemik dan penggunaan kortikosteroid yang berdampak pada regulasi aksis

hipotalamik-pituitari yang konsisten dengan mekanisme regresi ontogenik yang

mendasari. Sebagai contoh, di antara 138 pria dengan COPD, eksaserbasi

mengakibatkan penurunan level-level testosteron sirkulasi (berkorelasi positif dengan

PaO2) dan suatu peningkatan refleks dalam gonadotropin-gonadotropin yang

dinormalisasi secara parallel dengan perbaikan dalam hal gas-gas darah arterial selama

pemulihan. Beberapa bukti menunjukkan efek-efek yang merugikan dari terapi

Page 12: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

12

glukokortikoid jangka panjang seperti kehilangan massa otot atau tulang dapat diatasi

dengan terapi androgen. Emfisema yang terkait dengan defisiensi α1-antitrypsin genetik

dihubungkan dengan fungsi testikuler normal dan fertilitas. Awitan lambat dari gejala-

gejala berat dapat menjelaskan prevalensi tinggi yang tidak biasa dari penyakit genetik

deleterious ini yang sepertinya tidak mampu mengganggu “kebugaran” genetik hingga

setelah usia reproduksi.

Penyakit Keganasan

Kanker dan terapinya dengan obat-obat sitotoksik atau irradiasi memiliki efek yang

dramatis terhadap fungsi reproduksi pria dan secara regular menghasilkan kerusakan

spermatogenik sementara atau permanen, infertilitas dan, kurang sering, defisiensi

androgen. Ini secara khusus mengenai keganasan-keganasan umum dari hidup

reproduksi pria yang ditangani secara medis dengan intent kuratif selama kehidupan

reproduksi yang terdiri atas tumor-tumor testikuler (teratoma, seminoma) dan

hematologis (Limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin) dan sarcoma. Meskipun

perencanaan keluarga seringkali menjadi isu yang penting bagi para pria yang berusia

reproduksi dengan kanker, beberapa pria masih belum mendapatkan informasi yang

baik tentang infertilitas sebagai suatu efek samping terapi kanker. Sebuah survey

tentang pasien kanker pria di Amerika Serikat yang berusia 14-40 tahun menunjukkan

bahwa 51% menginginkan anak di masa mendatang, namun hanya 60% yang ingat

bahwa mereka telah diberi informasi mengenai infertilitas sebagai efek samping dari

terapi.

Secara virtual semua pria yang datang dengan kanker menunjukkan disfungsi testikuler

yang moderat termasuk khususnya penekanan spermatogenesis bahkan sebelum terapi

sitotoksik. Mekanisme patogenesisnya masih belum jelas, namun kontribusi-kontribusi

dari demam, kehilangan berat badan, prosedur-prosedur diagnostik atau sitokin-sitokin

dan juga efek-efek regresi ontogenik dari penyakit kronik sepertinya berkontribusi dan

sulit untuk membedakannya. Pasien-pasien kanker seringkali mengalami penyakit

dalam hal massa otot, anoreksia, kelemahan, kelelahan, depresi dan disfungsi seksual.

Gejala-gejala non-spesifik tersebut sulit untuk dibedakan dari gejala-gejala defisiensi

androgen. FSH serum meningkat secara konsisten sesuai dengan derajat kerusakan

Page 13: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

13

germinal dari terapi kanker sitotoksik, perubahan-perubahan dalam level-level sirkulasi

LH, T dan SHBG adalah inkonsisten. Sepertinya bahwa suatu variasi dari faktor-faktor

individual seperti sitokin-sitokin (IL 6, IGF-1 dan lainnya), variasi-variasi dalam terapi

sitotoksik dan terapi nyeri berbasis-opiat dan faktor-faktor lain mempengaruhi status

androgen bersih pada survivors kanker pria. Di antara studi-studi yang terkontrol-baik

yang sangat sedikit adanya tentang terapi androgen pada beragam kanker, temuan-

temuannya tidak menetapkan manfaat yang konsisten akan terapi androgen dan

dibutuhkan uji coba klinis lebih lanjut sebelum terapi ini dijustifikasi.

Pembedahan

Orkidektomi unilateral untuk kanker testis memiliki efek konsisten yang sedikit pada

luaran sperma atau fertilitas, jika testis kontralateral normal. Namun, kanker testis dan

pembedahan memiliki efek-efek sementara dan reversibel terhadap produksi sperma dan

luarannya. FSH dan LH darah pasca-orkidektomi meningkat secara moderat, namun

testosteron tidak dipengaruhi oleh orkidektomi unilateral. Prostatektomi radikal atau

operasi kanker rectal dapat menghasilkan angka yang tinggi disfungsi erektil pasca-

bedah. Perbaikan teknik-teknik bedah, seperti operasi nerve-sparing atau unilateral

bukannya diseksi nodus limfe retroperitoneal radikal bilateral, dapat memperbaiki

fungsi ereksi dan ejakulasi pascabedah untuk mengurangi prevalensi ejakulasi kering

dan disfungsi ereksi.

Kemo-/Radioterapi

Terapi dengan kombinasi kemoterapi dan/atau irradiasi terapeutik secara virtual selalu

menyebabkan azoopsermia dan infertilitas. Namun, durasi azoospermia dan derajat dan

kecepatan pemulihan spermatogenic bervariasi menurut regimen yang digunakan dari

reversibilitas penuh (misalnya, cisplatinum/vinblastine/bleomycin untuk teratoma),

parsial (misalnya kemoterapi kombinasi untuk untuk sarcoma) dan tergantung dosis

(misalnya irradiasi pelvis dengan pelindungan testis untuk seminoma) selama beberapa

tahun setelah terapi hingga sterilisasi ireversibel yang esensial (misalnya MOPP untuk

penyakit Hodgkin [Whitehead dkk. 1982]). Pada pria dengan penyakit Hodgkin

sterilisasi yang tidak terhindarkan dari suatu perjalanan standar MVPP atau MOPP

mungkin dapat dihindari dengan menggunakan siklus-siklus MOPP yang lebih sedikit,

Page 14: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

14

MOPP yang diselang-seling dengan regimen ABVD (doxorubicin, bleomycin,

vinblastine, dacarbazine) atau ABVD sendiri yang memiliki efikasi terapeutik yang

setara namun lebih kurang toksisitas spermatogenik daripada MOPP mungkin

sehubungan dengan tidak adanya zat-zat pengalkilasi yang poten, yang secara khusus

bersifat gonadotoksik.

Regimen-regimen terapeutik yang digunakan untuk menangani limfoma Non-Hodgkin

seperti VAPEC-B, atau VEEP adalah kurang bersifat gonadotoksik daripada regimen-

regimen yang biasanya dipakai untuk penyakit Hodgkin, mungkin karena zat-zat

pengalkilasi yang poten procarbazine dan dacarbazine .

Testis sangat sensitive terhadap irradiasi pengion, dengan dosis-dosis tunggal 20 rads

(cGy) yang menyebabkan azoospermia dan waktu-untuk-pemulihan menjadi

proporsional terhadap dosis . Perlindungan testis yang efektif dapat sangat mengurangi

dosis testikuler selama irradiasi pelvis namun dosisnya (tipikalnya ~2% dari dosis)

masih melebihi ambang batas untuk kerusakan spermatogenik (<0,5% dari dosis).

Berlawanan dengan jaringan-jaringan lain, fraksionasi dosis meningkatkan kematian

spermatogonial.

Total body irradiation (TBI) yang diberikan untuk pengkondisian sebelum

hematopoietic stem cell transplantation (HSCT) yang allogeneik menyebabkan

kerusakan spermatogenik yang berat. Pemulihan spermatogenik lebih cenderung pada

pria muda (<25 tahun) dan ketika mereka masih bebas dari penyakit Graft-versus-Host

kronik (Rovo dkk. 2006). Sebuah study yang mengevaluasi para survivors jangka

panjang setelah HSCT melaporkan bahwa 19% dari pasien-pasien pria melaporkan

hipogonadisme hipogonadotropik 1,5 tahun setelah HSCT, namun level-level

testosterone dinormalisasi setelah 3 tahun.

Pasien-pasien kanker tiroid yang mendapatkan dosis standar tunggal atau sedikit dosis

radioiodine131I, mengalami biasanya hanya gangguan spermatogenesis sementara.

Page 15: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

15

Selain cryostorage sperma praterapi, cara-cara untuk memproteksi kesehatan reproduksi

selama terapi mencakup meminimalkan kemoterapi gonadotoksik, shielding testikuler

yang maksimal selama radioterapi, teknik-teknik operasi nerve-sparing dan di masa

depan, mungkin transplantasi sel germ autologous. Pilihan-pilihan yang lebih spekulatif

untuk di masa mendatang, khususnya untuk anak-anak laki-laki prapubertas,

memasukkan xenografting atau autografting ektopik jaringan testis, maturasi in vitro

jaringan testis atau penggunaan sel-sel stem embrionik yang pluripoten. Terapi-terapi

sitoproteksi hormonal ekspermental dengan menggunakan baik itu steroid dan/atau

analog-analog GnRH untuk menghambat fungsi testis selama kemoterapi menunjukkan

hanya sedikit harapan pada model-model eksperimental atau studi-studi awal pada

manusia atau primata bukan-manusia.

Disfungsi testis praterapi adalah sesuatu yang terbatas pada cryopreservation sperma,

meskipun kebanyakan pria mampu untuk melakukan cryostore sperma jika mereka mau.

Cryopreservation sperma bagi para pria tanpa keluarga-keluarga yang lengkap

merepresentasikan persiapan yang efektif biaya dan menguatkan secara psikologis

untuk pemulihan dari terapi. Sebagai suatu bentuk jaminan fertilitas, hanya penggunaan

terbatas dari material yang di cryostored pada inseminasi artificial atau faktor pria

IVF/ICSI dapat diharapkan dan follow-up yang tepat, termasuk saran yang tepat

mengenai kontrasepsi, prognosis untuk sembuh dan analisis semen, dibutuhkan untuk

menentukan apakah akan membuang atau melanjutkan cryostorage sperma.

Hal yang sering menjadi pemikiran para survivor kanker adalah risiko defek-defek

kelahiran pada keturunan mereka pasca-terapi. Data yang paling komprehensif yang

tersedia mengindikasikan bahwa tidak ada risiko teratogenik atau genetik yang

meningkat terhadap keturunan mereka. Dalam konteks ini, cryopreservation sperma

yang elektif sebelum terapi kanker menghindarkan paparan sperma terhadap efek-efek

genetik yang potensial dari terapi sitotoksik meskipun sperma itu terus terpapar dengan

irradiasi lingkungan selama cryostorage. Meski demikian, peningkatan aneuploidy

dan/atau kerusakan DNA in vitro pada sperma manusia telah dilaporkan pada pria-pria

dengan kanker. Disparitas antara mereka secara in vitro jelas temuan-temuan yang

merugikan pada integritas DNA sperma dengan observasi-observasi klinis negatif yang

Page 16: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

16

menunjukan bahwa seleksi embrio yang alami (dan mungkin sperma) dan mekanisme

surveilans yang berkulminasi pada kemungkinan angka keguguran yang meningkat

dapat melindungi pasangan-pasangan terhadap risiko-risiko teratogenik dan/atau genetik

dari terapi kanker yang dimediasi-secara paternal.

Penyakit-penyakit Neurologis

Mekanisme-mekanisme yang dengan mana penyakit-penyakit neurologis menghasilkan

disfungsi testis masih hanya sebagian diketahui. Selain efek-efek dominan dari regulasi

hipotalamik akan fungsi pituitari-testis melalui sekresi GnRH, terdapat pula bukti bagi

regulasi neural langsung akan fungsi testis dan efek-efek steroid seks langsung pada

beragam fungsi otak seperti membentuk perkembangan otak, plastisitas neural dan

fungsi-fungsi otak yang lebih tinggi seperti kemampuan mood dan kognisi.

Gangguan-gangguan Genetik

Distrofi miotonik, suatu gangguan multi-sistem yang dominan otosomal adalah penyakit

otot orang dewasa yang paling sering diwariskan, dan dikaitkan dengan penurunan

fertilitas, atrofi testis, hipospermatogenesis, peningkatan gonadotropin dan level

testosteron rendah atau normal. Defek testikuler tidak memiliki hubungan dengan

keparahan, durasi atau terapi penyakit otot ataupun terapi testosteron farmakologis tidak

juga memperbaiki kekuatan otot meskipun meningkatkan massa otot.

Mutasi genetik adalah suatu ekspansi polimorfik akan ulangan-ulangan codon triplet

CTG tandem (>35) pada regio 3’ yang tidak ditranslasi dari gen myotonin protein

kinase pada 19q13, yang menyebabkan pendiaman transkripsional dari SIX5 allele.

Kehilangan SIX5 mengakibatkan sterilitas pada pria dan penurunan yang tergantung-

umur pada massa testis. Namun demikian, penggunaan ART memberi luaran reproduksi

yang baik, namun konseling genetika yang terinformasi dengan baik, mungkin dengan

memasukkan plihan diagnosis genetik praimplantasi, adalah hal yang penting.

Dasar genetika dari penyakit Kennedy (atrofi otot bulbospinal resesif terkait-X, awitan

lambat) telah diidentifikasi sebagai suatu peningkatan variable dalam jumlah ulangan-

ulangan triplet CAG jauh dari kisaran fisiologis (<38) dalam exon pertama dari reseptor

Page 17: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

17

androgen pada suatu regio yang memberi kode untuk non-binding nya, domain terminal.

Atrofi neuromuscular progresif mulai pada pinggang dan bahu, berlanjut ke otot-otot

bulbar yang diinervasi-batang otak, yang mengakibatkan kesulitan dalam berjalan,

berbicara dan menelan dan akhirnya seringkali kematian karena kesulitan pernafasan.

Selain itu terdapat bukti samar akan resistensi androgen ringan yang didapatkan

termasuk ginekomastia, gejala-gejala defisiensi androgen, atrofi testis dan

oligo-/azoospermia. Keparahan gejala dan usia awitan berkorelasi dengan jumlah

ulangan triplet CAG tandem. Patogenesis masih belum dipahami dengan jelas dengan

faktor-faktor utama adalah efek-efek gain-of-function yang toksik seperti penyakit-

penyakit neurodegeneratif lain ataupun defek-defek dalam fungsi reseptor androgen.

Meskipun temuan-temuan histopatologis khusus pada jaringan-jaringan neural dan

muskuler dan beberapa model tikus yang ditetapka.

Sindroma fragile-X, penyebab yang paling umum untuk retardasi mental dengan sekitar

satu dalam 4.000 pria yang dipengaruhi dan yang menjelaskan kelebihan pria pada

institusi-institusi mental, adalah suatu gangguan yang terkait-X yang disebabkan oleh

ekspansi-ekspansi hipermetilasi hingga lebih dari 200 kopian triplet CGG pada 5’UTR

dari gen FMRI. Ini dikaitkan dengan derajat-derajat retardasi mental yang berbeda-beda,

gambaran dismorfik yang tersamar dan macroorchidism, yang sering menjadi

termanifestasi tepat sebelum pubertas, namun menunjukkan fungsi gonadal normal.

Sebuah subkelompok pria tua yang membawa allele pra-mutasi yang relatif umum

(FMRI) (didefinisikan dengan sekitar 55-200 ulangan CGG), dapat mengembangkan

tremor/sindrom ataksia yang terkait fragile-X yang dapat saja disalahdiagnosis sebagai

sindroma Parkinson.

Penyakit Huntington (HD) adalah suatu penyakit neurodegeneratif, yang dikarakterisir

oleh kelainan-kelainan motorik, neuropsikiatrik dan kognitif. Ini disebabkan oleh suatu

ekspansi trinukleotida CAG dalam gen HD pada kromosom 4p16.3, yang memberi

kode. Individu-individu yang terkena penyakit Huntington telah dtunjukkan memiliki

penurunan level testosteron total dan LH namun fertilitas normal, sedangkan evaluasi

histopatologis testes pascakematian dari empat pasien HD menunjukkan penurunan

Page 18: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

18

angka sel-sel germ, dan suatu morfologi tubulus seminiferus abnormal dan temuan

untuk disfungsi testikuler awitan lambat pada model-model tikus dari penyakit ini.

Alasan bahwa penyakit-penyakit ini dengan replikasi DNA yang tidak stabil yang dapat

diwariskan semua manifestasi disfungsi testikuler dan neurologic masih belum jelas.

Variasi penyakit-penyakit neurologis genetik langka lainnya yang melibatkan beragam

defek congenital dikaitkan dengan hipogonadisme hipogonadotropik, agaknya

dikarenakan oleh sirkuit neural yang rusak yang melibatkan neuron-neuron GnRH

hipotalamik dan/atau generator denyut mereka. Sindrom-sindrom ini mencakup

sindroma Prader-Labhart-Willi, retardasi mental, hipotonia, perawakan pendek dan

obesitas yang disebabkan oleh penghilangan atau disomi uniparental kromosom 15,

sindroma Laurence-Moon-Biedl retinitis pigmentosa, obesitas, reardasi mental dan

polidaktili atau gambaran dismorfik lainnya, sindroma Friedreich dan ataksia serebelar

lain, sindroma lentigines multipel, defisiensi sulfatase steroid (ichtyosis congenital

terkait-X) dan sindroma-sindroma neurologis congenital yang jarang lainnya seperti

sindroma Woodhouse-Sakati , sindroma-sindroma Moebius, RUD, CHARGE, Lowe,

Martsolf, Rothmund-Thompson, Borjeson-Forssman-Lehman (Rimoin dan Schimke

1971). Pasien-pasien demikian mungkin membutuhkan penggantian androgen meskipun

faktor-faktor sosial biasanya mendiktasi bahwa fertilitas yang membutuhkan induksi

gonadotropin untuk spermatogenesis adalah jarang diminta.

Penyakit-penyakit yang Didapat

Beberapa studi baru-baru ini mengamati korelasi negatif antara penyakit Alzheimer

dengan level testosteron darah, paling mungkin dikarenakan oleh efek-efek regresi

ontogenik non-spesifik dari demensia kronik pada regulasi hipotalamo-pituitari fungsi

testikuler, yang umum dengan banyak penyakit kronik. Sebuah penelitian perintis

tentang terapi penggantian testosteron pada pria-pria dengan penyakit Alzheimer awal

yang memiliki level testosteron sirkulasi yang rendah menghasilkan perbaikan marginal

dalam hal kemampuan spasial. Evaluasi lanjut dengan RCTs yang terkontrol-baik dan

diberi tenaga yang sesuai untuk penggantian testosteron, yang mengontrol efek-efek

mood non-spesifik pada kognisi, akan dibutuhkan sebelum aplikasi klinis terapi itu

dijustifikasi.

Page 19: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

19

Penurunan level testosteron yang terkait-umur pada pria-pria yang menua dengan

penyakit Parkinson dilaporkan serupa dengan kelompok-kelompok kontrol tanpa

demensia atau penyakit neurodegenerative dan sebuah RCT menunjukkan tidak adanya

efek manfaat dari terapi penggantian testosteron pada pria-pria yang terkena dengan

level testosteron borderline.

Demikian pula, sekitar 25% pria dengan multiple sclerosis (MS) memiliki level

testosteron sirkulasi yang menurun dengan level LH yang bervariasi yang mungkin

dikarenakan oleh efek-efek non-spesifik dari proses radang kronik yang mendasari.

Selain itu, demielinisasi spinal mengakibatkan gangguan ereksi dan fungsi ejakulasi

namun spermatogenesis tidak terganggu oleh penyakit ini atau terapinya dengan

interferon beta. Efek-efek neuroprotektif yang menjanjikan yang diklaim untuk terapi

testosteron pada suatu studi saling-silang kecil pada para pria dengan MS kambuh-

remisi memerlukan konfirmasi.

Epilepsi lobus temporal dikaitkan dengan hipogonadisme dan disfungsi seksual,

sedangkan bentuk-bentuk lain dari epilepsy memiliki dampak sistematik yang sedikit

diketahui terhadap fungsi testikuler. Data hewan klinis dan eksperimental menunjukkan

sistem temporolimbik mengubah regulasi hipotalamo-pituitari untuk GnRH dan sekresi

gonadotropin. Operasi lobus temporal menormalkan angka testosteron darah. Level-

level testosteron yang rendah dan hiposeksualitas adalah umum pada epilepsy yang

diterapi-antikonvulsan. Antikonvulsan meningkatkan sekresi sekresi SHBG hepatic

yang mengakibatkan penurunan angka klirens metabolik untuk testosteron bersamaan

dengan peningkatan dalam testosteron total dan gonadotropin, sedangkan level

testosteron bebas menurun. Parameter-parameter semen tampaknya sedikit terpengaruh

pada pria-pria epileptic yang tidak diterapi dan yang diterapi-fenitoin, meskipun data

masih sangat kurang. Luaran sperma masih normal namun morfologi dan motilitas

terganggu selama terapi jangka panjang dengan fenitoin. Testosteron memiliki efek

antikejang pada model-model hewan eksperimental namun efek-efek terhadap kejang-

kejang eksperimental pada manusia adalah campuran. Peranan aromatisasi testosteron

terhadap estradiol, yang memiliki efek-efek prokonvulsan, masih perlu diklarifikasi.

Page 20: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

20

Namun, studi-studi klinis terkontrol yang lebih besar akan efek-efek pemberian

androgen pada kontrol kejang atau status androgenic akan menjadi hal yang menarik.

Kerusakan korda spinalis dari trauma atau penyakit neurologis menyebabkan disfungsi

testikuler yang tergantung pada keparahan pada level dan luasnya interupsi korda

spinalis. Fungsi testikuler diganggu oleh termoregulasi yang aberrant, infeksi saluran

kemih asenden yang rekuren dari kateterisasi kandung kemih dan disfungsi neurogenik

serta faktor-faktor iatrogenic (irradiasi diagnostic, obat-obatan). Hipospermatogenesis

dan atrofi testis biasanya teramati pada pria-pria dengan cedera spinal jangka panjang,

namun fertilitas dapat dipertahankan dengan cryopreservation sperma yang berjangka

dengan menggunakan electroejaculation yang dipasangkan dengan fertilisasi yang

dibantu . Impotensi predominan disebabkan oleh interupsi jalur neural yang mengontrol

ereksi dan emisi sedangkan libido masih sesuai untuk usia. Konservasi fungsi seksual

tergantung pada level dan luasnya cedera spinal.

Cedera kepala dapat menyebabkan defisiensi gonadotropin oleh karena gangguan aliran

darah portal pituitary dan/atau infark pituitary yang menyertai fraktur tengkorak basal.

Level testosteron darah yang menurun dihubungkan dengan beragam gangguan

psikiatrik, seperti skizofrenia dimana efek-efek utama dikaitkan dengan gejala-gejala

negatif .

Gangguan distimik pada pria lanjut usia dihubungkan dengan level testosteron darah

yang rendah ketika dibandingkan dengan pria-pria yang tidak depresi atau tidak

mengalami depresi berat. Cluster headache juga telah dikaitkan dengan testosteron

darah rendah dan beberapa manfaat terapeutik sederhana dari terapi testosteron. Tanpa

evaluasi sistematik lanjut, paling mungkin bahwa hal-hal ini merepresentasikan efek-

efek non-spesifik dari penyakit non-testikuler kronik terhadap fungsi testikuler.

Penyakit-penyakit Gastrointestinal

Penyakit Coeliac dikaitkan dengan pubertas terlambat, subfertilitas, gangguan luaran

sperma, morfologi dan motilitas bersama dengan kenaikan testosteron darah, SHBG dan

level gonadotropin, sedangkan dengan penurunan level dihidrotestosteron. Perubahan-

Page 21: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

21

perubahan ini adalah reversibel terhadap perbaikan diet dari enteropati gluten. Pola

endokrin yang menonjol ini adalah petanda akan resistensi androgen yang didapat

(mislanya level testosteron yang tinggi yang tidak mampu mensupresi sekresi LH)

dan/atau inhibisi reduksi 5-α; walau demikian, studi-studi rinci untuk fungsi atau aksi

reseptor androgen 9farthing dan Dawson 1983) adalah kurang. Aktivasi hipotalamik

opioidergik oleh peptide-peptida gluten telah ditunjukkan sebagai suatu mekanisme

yang deranges aksis gonadal.

Inflammatory bowel disease (IBD) seringkali dikaitkan dengan pubertas terlambat, yang

lebih umum pada penyakit Crohn daripada pada colitis ulseratif. Level-level

gonadotropin serum adalah secara inkonsisten dilaporkan naik ataupun turun.

Mekanisme yang mendasarinya mungkin melibatkan suatu efek kombinasi dari kurang

gizi dan sitokin-sitokin sebagai TNFα. Fungsi endokrin testikuler pascapubertas

seringkali tidak terpengaruh, namun spermatogenesis seringkali terganggu.

Hipospermatogenesis pada penyakit Crohn kemungkinan terkait dengan demam,

penyakit kronik, mediator-mediator inflamasi dan/atau status gizi. Demikian pula

dengan para pria dengan colitis ulseratif yang memakai salazopyrine memperlihatkan

gangguan spermatogenesis, fungsi sperma dan fertilitas pria. Penggunaan rutin

salazopyrine baik untuk terapi akut ataupun rumatan preventative awal dalam perjalanan

kolitis ulseratif pada beberapa negara pada pria-pria yang tidak diterapi untuk

menentukan luasnya efek-efek kolitis ulseratif itu sendiri. Parameter-parameter semen

membaik pada pasien-pasien yang beralih dari salazopyrine ke 5-aminosalicylic acid

pasien-pasien yang belum melengkapi keluarga-keluarga mereka seharusnya diterapi

dengan obat terakhir. Pasien-pasien dengan IBD memiliki frekuensi yang lebih tinggi

akan antibodi-antibodi antisperma (ASA), mungkin sehubungan dengan permeabilitas

intestinal yang meningkat dan imunisasi terhadap antigen-antigen flora intestinal. ASA

menunjukkan reaktivitas-silang dengan antigen-antigen spermatozoa dan beberapa

mikroorganisme, sebagai flora gastrointestinal dan genital yang fisiologis dan patologis.

ASA juga meningkat setelah penyakit diare pada shigellosis dan salmonellosis.

Tidak ada studi terkontrol yang telah mengevaluasi efek dari penggantian testosteron

pada IBD pada pria dewasa. Penggunaan terapi testosteron jangka pendek untuk

Page 22: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

22

menginduksi pubertas tidak dievaluasi juga, namun sebagaimana pada penyakit-

penyakit kronik lainnya yang terkait dengan pubertas yang terlambat, terapi testosteron

yang dimonitor dengan teliti tampaknya masuk akal.

Ulserasi peptic tidak memiliki efek yang dilaporkan mengenai fungsi testikuler,

meskipun terapi dengan simetidin pemblok reseptor-H2 mengganggu fungsi testikuler

oleh antagonisme reseptor androgen yang tidak terkait dengan aktivitas pemblokingan

reseptor-H2 (Knigge dkk. 1983). Efek-efek ini tida teramati dengan ranitidine dan

pemblok reseptor H2 atau obat-obat anti-asam lainnya.

Penyakit-penyakit Hematologis

Hemoglobinopathies dihubungkan dengan pubertas terlambat. Pada anak-anak yang

ditransfusi secara regular dengan kelebihan muatan zat besi yang diinduksi-transfusi β-

thalassemia mengakibatkan defisiensi gonadotropin yang didapat yang secara

fungsional serupa dengan hemokromatosis genetik. Awitan pra-pubertas terapi zat besi

meningkatkan maturasi pubertas, agaknya dengan cara mencegah siderosis pituitary.

Sebagian besar pria-pria dewasa dengan β-thalassemia major menderita hipogonadisme

hipogonadotropik dan gangguan-gangguan parameter seme. Kelebihan muatan zat besi

dapat mempredisposisikan sperma terhadap cedera oksidatif dan terhadap meningkatnya

kerusakan DNA. Data tentang sickle cell anemia masih belum pasti dengan mayoritas

studi, menunjukkan masalah testikuler primer dengan level gonadotropin yang tinggi

dan suatu respons gonadotropin normal terhadap stimulasi GnRH , namun pasien-pasien

sickle cell mengalami hipogonadisme sekunder dan memiliki spermatogenesis yang

buruk (Agbaraji dkk. 1988). Variasi dapat tergantung pada lokasi predominan dari

mikroinfark iskemik sehubungan dengan episode sickling. Dampak terapi hidroksiurea,

yang digunakan untuk terapi atau mencegah krisis sickling, pada fungsi reproduksi pria

belum diteliti dan sebab itu belum diketahui.

Anemia defisiensi besi tidak memiliki efek-efek yang dikenali pada fungsi testikuler

namun anemia megaloblastik dari defisiensi-defisiensi folat atau vitamin B12 yang

menginhibisi replikasi DNA dalam sumsum tulang dan dapat menyebabkan

Page 23: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

23

penangkapan epithelium; namun demikian, tidak ada laporan tentang spermatogenesis

di antara para pria dengan megaloblastosis tersedia untuk menguji hipotesis ini, agaknya

mencerminkan paucity defisiensi vitamin B12 atau folat pada pria-pria muda non-

alkoholik di negara-negara maju. Hemofilia dikaitkan dengan penurunan hebat pada

fertilitas pria meskipun apakah ini dijelaskan secara penuh dengan voluntary restraint of

fertility masih belum jelas, karena tidak ada studi fungsi testikuler pada pasien

hemofilia yang tersedia.

Penyakit-penyakit Endokrin dan Metabolik

Penyakit tiroid mempengaruhi fungsi reproduksi pria dengan efek-efek yang paling

hebat bermanifestasi melalui perubahan-perubahan pada level SHBG sirkulasi dan

kerusakan spermatogenik sementara akibat terapi iodine radioaktif unuk kanker tiroid.

Hormon-hormon tiroid menstimulasi sintesis SHBG hepatik sehingga hipertiroidisme

meningkatkan level SHBG sirkulasi dan hipotiroidisme menyebabkan level SHBG yang

rendah, perubahan-perubahan yang dibalikkan oleh normalisasi level hormon tiroid.

Kenaikan SHBG menurunkan laju klirens testosteron, mengakibatkan kenaikan

testosteron total, level estradiol dan gonadotropin. Efek bersih pada keseluruhan

jaringan aksi androgen masih belum jelas. Gambaran-gambaran klinis mencakup

ginekomastia, disfungsi ereksi dan gangguan ejakulasi pada sejumlah besar kasus.

Gejala-gejala ini menghilang dengan dicapainya kembali status eutiroid.

Spermatogenesis tertekan pada tirotoksikosis dan hipotiroidisme waktu lama dari awitan

pra-pubertas namun sedikit dipengaruhi oleh hipotiroidisme pascapubertas. Motilitas

sperma adalah parameter fertilitas utama yang dipengaruhi oleh hiperiroidisme dan

membaik pada terapi.

Hiperplasia adrenal congenital, yang paling banyak disebabkan oleh 21-hydroxylase-

deficiency dapat mengakibatkan kegagalan testkuler sekunder, gangguan

spermatogenesis dan infertilitas , meskipun mayoritas pria yang diterapi maupun yang

tidak diterapi adalah fertile. Disfungsi gonadal dapat disebabkan oleh inhibisi sekresi

gonadotropin oleh konsentrasi darah yang tinggi dari androgen-androgen adrenal,

namun sel-sel adrenal aberrant dalam testes, yang disebut tumor-tumor rest adrenal

testikuler, apat menyebabkan azoospermia dan akhirnya kerusakan testis yang berat

Page 24: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

24

oleh obstruksi dan kongesti tubulus seminiferus setelah stimulasi oleh

adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang naik secara kronis.

Hiperkortisolisme dari sebab apapun dapat menghambat fungsi testis pada berbagai

level aksis HPT, yang mengakibatkan reduksi level-level gonadotropin dan testosteron

sirkulasi yang dibalikkan oleh interupsi dari paparan terhadap glukokortikoid yang

berlebih. Derajat hingga mana defisiensi androgen berkontribusi pada status katabolic

dan gejala-gejala disfungsi seksual dan kelemahan selama hiperkortisolisme masih

belum jelas. Mekanisme melibatkan beragam level aksis HPT termasuk inhibisi dari

sekresi GnRH hipotalamik, dari sekresi LH pituitary yang terstimulasi GnRH serta dari

stimulasi LH akan biosintesis testosteron sel Leydig.

Efek-efek diabetes mellitus (DM) terhadap fungsi reproduksi pria terutama disebabkan

oleh komplikasi-komplikasi vaskuler dan neuropatik dari diabetes yang menyebabkan

disfungsi ereksi dan/atau ejakulasi sedangkan efek-efek langsung dari hiperglikemia

pada fungsi testikuler tidak diketahui dengan baik. Beberapa studi cross-sectional

melaporkan penurunan ringan level testosteron pada pria dengan DM tipe 2, yang paling

cenderung mencerminkan beragam faktor yang memperantarai efek-efek penyakit

kronik (melalui mekanisme regresi ontogenik hipotalamik), obesitas (melalui penurunan

SHBG) dan gangguan steroidogenesis sel Leydig. Subjek-subjek dengan DM tipe I

sebaliknya dilaporkan memiliki level gonadotropin dan TT yang normal.

Sedangkan beberapa bukti awal menunjukkan bahwa terapi penggantian testosteron

memperbaiki sensitivitas pada pria-pria sehat denga level testosteron yang rendah dan

memiliki efek-efek bermanfaat terhadap resistensi insulin, penurunan hiperglikemia dan

lemak visceral pada pria-pria paruh baya yang obese dan pasien-pasien dengan DM tipe

2, studi-studi yang lebih kuat tampaknya dijamin untuk mengevaluasi secara kritis

manfaat dan risiko terapi adjuvant testosteron pada pria-pria diabetic untuk mengurangi

komplikasi-komplikasi vaskuler.

Spermatogenesis dan fertilitas sedikit terpengaruh pada pria-pria dengan diabetes yang

fungsi seksualnya intak. Selain dari penurunan volume semen yang disebabkan oleh

Page 25: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

25

fungsi ejakulasi yang diperantarai-saraf yang mengalami kerusakan, para pria dengan

diabetes memiliki parameter-parameter sperma konvensional yang normal, meskipun

telah dilaporkan beberapa kenaikan dalam hal kerusakan DNA mitokondria dan inti

sperma yang makna klinisnya masih belum pasti.

Studi-studi baru telah melaporkan suatu hubungan antara sindroma metabolik dengan

defisiensi androgen biokimiawi. Hal ini telah didefinisikan sebagai suatu hubungan

positif antara level testosteron darah yang rendah dengan insensitivitas insulin yang

dimanifestasikan secara klinis sebagai suatu tumpang tindih antara hiperglikemia,

hiperinsulinemia dan obesitas. Kausalitas asosiasi ini masih belum pasti namun

sepertinya bahwa defisiensi testosteron adalah konsekuensinya bukannya penyebab dari

status metabolic yang terganggu.

Anoreksia nervosa jarang terjadi pada pria namun dapat menyebabkan inhibisi profunda

akan fungsi endokrin testikuler (Buvat dkk. 1983). Pria-pria yang anorektik

menunjukkan level testosteron yang rendah dengan gonadotropin yang rendah dan

respons yang buruk terhadap stimulasi GnRH. Penambahan berat badan dikaitkan

dengan peningkatan level LH dan testosteron, yang konsisten dengan korelasi positif

dengan level leptin (Wabitsch dkk. 2001). Efek-efek dari kekurangan gizi yang moderat

atau defisiensi mikronutrien diet yang selektif (misalnya, vitamin-vitamin, kofaktor)

pada fungsi testikuler manusia adalah kurang jelas.

Obesitas menghambat fungsi endokrin testis dan memiliki efek-efek negatif pada

spermatogenesis dan fertilitas. Anak-anak laki-laki yang obese menunjukkan

perkembangan pubertas yang tertunda dengan penurunan level testosteron untuk usia

kronologis, namun akhirnya pertumbuhan normal dan perkembangan testikuler normal

(Denzer dkk. 2007). Penurunan testosteron darah dan level SHBG adalah proporsionat

terhadap derajat overweight, sedangkan level estradiol darah meningkat, mungkin

dikarenakan oleh meningkatnya konversi testosteron ke estradiol yang perifer dan

tergantung-aromatase. Yang terakhir menjelaskan observasi bahwa penurunan level

testosteron darah mungkin sebagian dibalikkan oleh suatu inhibitor aromatase (Loves

dkk. 2008). Mekanisme patogenik utama penurunan level testosteron darah yang

Page 26: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

26

diinduksi-obesitas dapat melibatkan hiposomatotropisme fungsional dan/atau resistensi

insulin yang menyebabkan penurunan dalam hal sekresi SHBG hepatic. Perubahan-

perubahan hormonal ini tidak disertai dengan gambaran klinis yang jelas untuk

defisiensi androgen dan dibalikkan dengan penurunan berat badan. Obesitas sedang

memiliki efek nyata yang sedikit terhadap fungsi reproduksi pria namun dapat

berkontribusi pada penurunan fungsi hipotalamus dan pituitary testikuler pada pria-pria

tua.

Konsentrasi dan luaran sperma terkait dengan body mass index (BMI) pada cara yang

berbentuk U dengan produksi sperma yang tertinggi dalam kelompok dengan BMI

antara 20 dan 25 kg/m2. Mekanisme patofisiologis spermatogenesis yang menurun pada

BMI yang tinggi maupun rendah masih belum jelas, termasuk apakah mereka

merupakan efek langsung dari berat badan atau secara tidak langsung karena faktor-

faktor metabolic gaya hidup dan/atau gizi. Meski demikian, terdapat sedikit bukti yang

konsisten bagi obesitas sebagai suatu penyebab infertilitas pria.

Penyakit-penyakit Imun

Otoantibodi-otoantibodi terhadap spermatozoa berkembang pada sekitar 70% pria

setelah vasektomi namun tidak memiliki efek-efek deleterious yang nyata pada

kesehatan umum (Petitti 1986) meskipun mereka menghambat fungsi sperma dan

fertilitas setelah vasectomy reversal (Linnet dkk. 1981). Otoantibodi-otoantibodi sperma

teramati pada 5% pria infertile yang non-vasektomi yang juga memiliki peningkatan

prevalensi otoantibodi spesifik-organ lainnya (lihat Bab 15). Kompleks-kompleks imun

yang belum diketahui makna pentingnya telah teramati pada membran-membran basal

tubulus seminiferus dari pria-pria yang infertile.

Kebanyakan penyakit-penyakit otoimun memiliki predominan wanita yang nyata (>5:1)

(misalnya systemic lupus erythematosus, hepatitis kronik aktif, sirosis biliaris kronik)

yang masih juga belum terjelaskan dan keterlibatan testikuler pada penyakit imun

adalah tidak biasanya jauh dari poliarteritis nodosa dimana biopsy testikuler dapat

diagnostik. Artritis rheumatoid menyebabkan penekanan yang panjang pada level

testosteron selama flares of aktivitas penyakut dengan pemulihan spontan saat remisi

Page 27: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

27

(Cutolo dkk. 1991). Di antara para pria dengan artritis rheumatoid yang lama dengan

dan tanpa terapi glukokortikoid, terdapat prevalensi yang tinggi gangguan fungsi

endokrin testikuler (Martens dkk. 1994; Silva dkk. 2002). Namun, sebuah ujicoba klinis

acak tentang substitusi testosteron menunjukkan tidak adanya manfaat terhadap

aktivitas penyakit pada pria-pria dengan artritis rheumatoid (Hall dkk. 1996). Fungsi

endokrin testikuler adalah normal pada pria-pria dengan ankylosing spondylitis (Stahl

dan Decker 1978; Gordon dkk. 1986), systemic lupus erythematosus (Stahl dan Decker

1978) atau osteoarthritis (Spector dkk. 1988). Terapi penyakit-penyakit imunologis

dengan obat-obat sitotoksik dapat mengakibatkan kerusakan spermatogenik yang berat,

tergantung-dosis dan kadangkala ireversibel yang tipikal dari zat-zat peng alkylasi.

Orchitis otoimun adalah suatu komponen yang jarang dari cluster otoimun yang

spesifik-organ dan hipofisitis otoimun yang menyebabkan defisiensi gonadotropin

terisolasi atau panhypopituitarisme juga masih jarang (Obermayer-Straub dan Manns

1998).

Penyakit-penyakit Infeksius

Infeksi-infeksi sistemik seringkali mempengaruhi fungsi testis bahkan tanpa

menyebabkan orchitis. Banyak mekanisme terlibat, termasuk efek-efek demam,

mediator-mediator radang seperti tumor necrosis factor-α dan sitokin-sitokin,

kehilangan berat badan dan katabolisme kronik. Efek-efek bersih tergantung pada

keparahan dan durasi, dan juga lokasi infeksi.

Epididymo-orchitis adalah jarang pada anak laki-laki prapubertas, namun terjadi pada

15-30% pria pubertal atau pascapubertas yang terkena-gondongan dengan 15-30%

adalah bilateral (Philip dkk. 2006; Hviid dkk. 2008), dengan demikian, meskipun

asosiasi yang telah diketahui dengan baik, secara keseluruhan, gondongan hanya jarang

mengakibatkan infertilitas yang kemudian dapat ditangani sebagaimana layaknya

bentuk-bentuk infertilitas pria lainnya (Lin dkk. 1999).

Mekanisme patofisiologis mencakup infeksi virus langsung pada tubulus, nekrosis

dinduksi-tekanan pada tubulus seminiferus oleh karena edema parenkim di dalam

Page 28: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

28

kapsul testis yang ketat dan juga reaksi radang yang terasosiasi kuat. Kerusakan

testikuler langsung adalah terbukti pada fase akut dengan penurunan yang nyata

testosteron darah dan kenaikan refleks pada gonadotropin darah sebelum atrofi

testikuler yang terjadi pada hingga setengah dari pria-pria yang terinfeksi. Laporan-

laporan bahwa terapi mumps-orchitis dengan interferon Alfa 2B mencegah atrofi testis

dan mungkin melindungi fertilitas membutuhkan verifikasi lebih lanjut (Ku dkk. 1999).

Namun demikian, vaksinasi masih menjadi proteksi terbaik terhadap infertilitas yang

terkait gondongan.

Prevalensi defisiensi androgen simptomatis di antara para pria yang positif-HIV dengan

penyakit lanjut sebelum highly active antiretroviral therapy (HAART) adalah

dilaporkan 6% (Dube dkk. 2007). Sebelum HAART tersedia, defisiensi androgen

dilaporkan pada ~50% pria dengan AIDS, sedangkan sekarang ~20% pasien AIDS

memiliki level testosteron darah yang rendah (Rietschel dkk. 2000). Mayoritas pria

yang terinfeksi-HIV menunjukkan hipogonadisme hipogonadotropik atau

normogonadotropik, yang mengindikasikan gangguan regulasi hipotalamo-pituitari,

sedangkan setelah progresi menjadi AIDS maka level LH dan FSH naik dan evaluasi

pascakematian menunjukkan atrofi testis (Salehian dkk. 1999). Berapa banyak dari

efek-efek yang berhubungan dengan terapi obat masih belum jelas (Dube dkk. 2007).

Kerusakan spermatogenik pada pria-pria dengan AIDS hampir universal pada

pascakematian (de Paepe dan Waxman 1989), sedangkan spermatogenesis (Crittenden

dkk. 1992) tidak dipengaruhi pada pria asimptomatik, yang seropositif HIV (van

Leeuwen dkk. 2008).

Defisiensi androgen pada AIDS dikaitkan dengan kehilangan berat badan, termasuk

kehilangan massa otot, yang konsisten dengan efek-efek non-spesifik dari penyakit-

penyakit non-testis kronik lainnya (Grinspoon dkk. 1996).

Keganasan yang terkait-HIV seperti limfoma-limfoma atau infeksi-infeksi oportunistik

seperti toksoplasmosis dapat menyebabkan lesi-lesi massa yang mengganggu aksis

hipotalamo-pituitari-testikuler pada semua level. Faktor-faktor tambahan yang

Page 29: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

29

berkontribusi pada hipogonadisme pada pasien-pasien HIV mencakup medikasi-

medikasi yang umumnya digunakan pada kelompok ini (seperti ketokonazol, megestrol-

asetat, ganciclovir, spironolactone) atau penggunaan obat-obat yang prevalen seperti

opiate, alcohol dan marijuana.

Terapi penggantian testosteron pada pria-pria positif-HIV yang simptomatik memiliki

efek-efek manfaat pada komposisi tubuh (Bhasin dkk. 1998, 2007) dan memperbaiki

kualitas hidup pada pria-pria yang kekurangan androgen dengan sindroma wasting

AIDS (Grinspoon dkk. 1998).

Penyakit menular seksual dapat mempengaruhi fertilitas dengan cara mengganggu

spermatogenesis (misalnya ureaplasma urealyticum dapat menyebabkan

asthenozoospermia dan gangguan kondensasi DNA) atau dengan menyebabkan striktur-

striktur uretra dan epididymo-orchitis (misalnya gonorrhoea). Dampak negative infeksi

Chlamydia pria pada fertilitas pasangan (sehubungan dengan transmisi ke pihak wanita)

sudah diketahui dengan baik, namun pengaruh langsung pada fertilitas pria masih belum

pasti, meskipun meningkatnya kerusakan DNA sperma dan interaksi langsung antara

sperma dengan Chlamydia telah dilaporkan (Cunningham dan Beagley 2008).

Manifestasi genital lepromatous leprosy mengakibatkan hingga 50% subjek-subjek yang

terkena mengalami atrofi testikuler dan hipogonadisme hipergonadotropik (Martin dkk.

1968), sedangkan tuberculoid leprosy jarang mengakibatkan hipogonadisme, yang

terutama sekunder terhadap penyakit granulomatosa dari hipotalamus.

Toksoplasmosis kongenital (Massa dkk. 1989) dan infeksi-infeksi kongenital lainnya

dengan keterlibatan serebral dilaporkan muncul sebagai hipogonadisme

hipogonadotropik. Toksoplasmosis akut pada pria dapat mempresipitasi hipogonadisme

hipogonadotropik baik melalui ensefalitis toksoplasma yang jarang atau melalui

mekanisme penyakit akut yang berat. Selain itu dalam infeksi-infeksi oligosimptomatik,

reaksi radang yang diinduksi-sitokin dari hipotalamus dapat mengakibatkan

terganggunya pelepasan GnRH yang menyebabkan hipogonadisme hipogonadotropik

dengan respons normal terhadap GnRH eksogen (Oktenli dkk. 2004).

Page 30: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

30

Tuberkulosis dapat mengakibatkan hipogonadisme hipogonadotropik denga cara

gangguan pada aksis gonadal (Post dkk. 1994) dan dapat menginfiltrasi traktus genitor-

urinarius, yang menyebabkan epididymitis dan konsekuensinya adalah infertlitas.

Meskipun kasus-kasus kebanyakan ditemuakan di negara-negara yang sedang

berkembang dan Negara-negara yang sedang mengalami transisi, maka penegakan

diagnosis harus mempertimbangkan kemungkinan ini khususnya pada populasi migrant

(Al-Ghazo dkk. 2005; Tzvetkov dan Tzvetkova 2006).

Penyakit tidur yang disebabkan oleh infeksi-infeksi parasitic dengan Trypanosoma

brucei menyebabkan suatu hipogonadisme hipogonadotropik yang hanya sebagaian

reversible, mungkin terkait dengan kombinasi infiltrasi parasitic langsung dan efek-efek

sentral sekunder dari suatu reaksi radang sistemik yang berat (Petzke dkk. 1996).

Penyakit-penyakit Kardiovaskuler

Hipertensi dikaitkan dengan level-level testosterone sirkulasi yang menurun (Hughes

dkk. 1989) dan medikasi antihipertensi dikaitkan dengan level-level testosterone yang

bahkan lebih rendah (Suzuki dkk. 1988). Ini atau confounding dengan obesitas mungkin

menjelaskan asosiasi epidemiologis terbalik (tidak tergantung usia dan obesitas) antara

tekanan darah dan level testosterone (Svartberg dkk. 2004). Penurunan-penurunan kecil

seperti itu dalam hal level testosterone darah tidak mencukupi untuk bertanggung jawab

atas disfungsi ereksi yang berprevalensi tinggi yang tidak proporsional pada pria-pria

hipertensif yang diterapi. Hal ini agaknya mencerminkan aterogenesis yang lebih lanjut

maupun faktor-faktor hemodinamika bukannya efek-efek hormonal dari medikasi

antihipertensif (Jaffe dkk. 1996).

Studi-studi epidemiologis observasional menunjukkan secara konsisten bahwa level-

level testosterone yang rendah dikaitkan dengan meningkatnya angka penyakit

kardiovaskuler, namun arah kausalitas masih belum diketahui. Apakah terdapat faktor-

faktor tambahan lain di luar efek-efek penyakit kronik non-spesifik (regresi ontogenik)

akan penurunan sedang level testosterone darah karena adanya penyakit kardiovaskuler

akut atau kronik masih harus ditentukan. Beberapa (Khaw dkk. 2007; Laughlin dkk.

Page 31: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

31

2008), namun tidak semua (Smith dkk. 2005; Araujo dkk. 2007), studi-studi prospektif

baru-baru ini menunjukkan bahwa level-level testosterone serum yang rendah dapat

memprediksi kematian kardiovaskuler. In conjunction with level-level testosterone

rendah yang dikaitkan dengan beberapa faktor-faktor risiko kardiovaskuler lainnya, ini

masih perlu di elucidated apakah level-level testosterone yang rendah adalah lebih dari

hanya suatu epiphenomenon universal yang mencerminkan beragam aspek penyakit

kardiovaskuler kronik. Pada konsentrasi-konsentrasi farmakologis, testosterone

memiliki kandungan vasodilator yang tergantung-dosis ex vivo pada arteri-arteri

resistensi hewan coba dan manusia (Jones dkk. 2004; Malkin dkk, 2006a).

Ujicoba klinis terapi penggantian testosterone telah dilaksanakan di antara para pria

dengan penyakit jantung koroner (Jaffe 1977; English dkk. 2000; Webb dkk. 2008) dan

pada gagal jantung kongestif (Malkin dkk. 2004, 2006b). Namun demikian, manfaat-

manfaat masih marginal dan inkonsisten namun menjamin studi-studi yang lebih lama

dan lebih besar, yang diperlukan sebelum terapi adjuvant testosterone itu dijustifikasi.

Terdapat hubungan yang kuat antara penyakit kardiovaskuler aterosklerotik dengan

disfungsi ereksi. Selain dari sindroma Leriche klasik (suatu penyakit oklusi aortoiliac

yang mengakibatkan disfungsi ereksi, klaudikasio intermiten dan tidak adanya atau

menurunnya denyut femoral), terdapat prevalensi yang tinggi penyakit kardiovaskuler

yang diketahui dan yang tidak terdiagnosis (angina, iskemia, infark, stroke trombotik,

insufisiensi vaskuler perifer) di antara para pria dengan disfungsi erektil organik.

Sekarang ini semakin dipahami bahwa awitan disfungsi ereksi adalah suatu kejadian

peringatan sentinel awal bagi incipient, namun biasanya masih belum terdiagnosis,

penyakit kardiovaskuler. Hal ini membentuk suatu dasar patologis yang penting bagi

vaskulogenik, bentuk yang paling sering dari disfungsi ereksi organik. Lagipula,

interaksi dengan terapi nitrat untuk penyakit kardiovaskuler menciptakan efek

merugikan yang paling serius dari phosphodiesterase -5-inhibitor dalam terapi disfungsi

ereksi. Terdapat pula bukti bahwa aterosklerosis adalah suatu determinan yang penting

dari degenerasi testikuler pada pria-pria lanjut usia.

Page 32: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

32

Penyakit-penyakit Dermatologis

Psoriasis dihubungkan dengan gangguan spermatogenesis yang berkorelasi dengan luas

dan keparahan penyakit bukannya dengan terapi methotrexate atau kortikosteroid

(Grunnert dkk. 1977).

Penyakit-penyakit Kronis Lain

Hereditary angioedema (HAE) adalah suatu gangguan sistem komplemen yang

diwariskan secara dominan otosomal yang disebabkan oleh mutasi-mutasi gen C1-INH

pada kromosom 11q12, yang dapat mengakibatkan defisiensi (HAE tipe 1) atau

gangguan fungsi (HAE tipe 2) dari inhibitor C1-esterase. Penyakit ini dikarakerisir oleh

serangan-serangan edema episodic yang kebanyakan pada tangan dan kaki, namun

kadangkala juga mengenai genitalia, badan, wajah, lidah, dinding usus besar dan sistem

respirasi, yang bisa jadi fatal, jika tidak ditangani secara adekuat (Frank 2008).

Meskipun ini merupakan suatu kondisi dimana androgen-androgen teralkilasi 17-α

sintetik telah membuktikan efek-efek bermanfaat pada perjalanan klinis penyakit

(Banerji dkk. 2008) dengan cara meningkatkan level-level inhibitor C1 sirkulasi in vivo

dan in vitro (Falus dkk. 1990), namun fungsi testis yang mendasar masih kurang diteliti

dan mungkin normal (Thon dkk. 2007). Hal ini menggambarkan bahwa eksistensi

disfungsi testikuler yang mendasari dari suatu penyakit bukanlah prasyarat bagi terapi

androgen farmakologis yang efektif untuk kondisi tersebut.

Amiloidosis testis jarang adanya, terjadi paling sering sebagai AA-amiloidosis sistemik

sekunder. Namun demikian, infiltrasi testikuler primer yang massif yang menyebabkan

macro-orchidism telah dilaporkan (Handelsman dkk. 1983). Hypogonadisme

sehubungan dengan deposisi amiloid testikuler dan parameter-parameter semen

abnormal dan infertilitas telah digambarkan (Ozdemir dkk. 2002; Scalvini dkk. 2008).

Familial Mediterranean fever (FMF) adalah suatu penyakit yang dikarakterisir oleh

episode-episode kambuhan dari demam, peritoneal, pleuritis dan arthritis dengan

amiloidosis sebagai salah satu komplikasi utama. Penyakit ini dikaitkan dengan

penangkapan sel-germ testikuler dan oligo atau azoosprmia (Ben-Chetrit dan Levy

2003). Demikian pula efek-efek merugikan pada spermatogenesis juga dilaporkan pada

Page 33: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

33

penyakit Behcet, suatu penyakit radang multisystem yang melibatkan sistem urogenital

dengan cirri ulkus-ulkus aphtous genital dan juga cystitis, urethtitis dan epididymitis

serta dengan awitan setelah pubertas dan kecenderungan pada pria yang begitu kuat

sehingga menunjukkan peran androgen dalam patogenesisnya (Sakane dkk. 1999).

Efek-efek ini paling mungkin disebabkan oleh efek-efek deleterious dari demam

kambuhan terhadap spermatogenesis (Mieusset dk. 1991). Efek-efek tambahan potensial

dari colchicines, suatu alkaloid yang umumnya digunakan untuk pencegahan dan terapi

episode-episode arthritis pada arthritis gout, FMF dan penyakit Behcet, terhadap testis

masih spekulatif (Haimov-Kochman dan Ben-Chetrit 1998).

Konsumsi opioid kronik mengakibatkan defisiensi androgen yang diinduksi-opioid

dengan menurunnya level testosteron dan gonadotropin yang proporsional terhadap

dosis opiate bersih namun tidak tergantung dari rute pemberian (oral, transdermal,

intrathecal) atau sumber (diresepkan, illicit). Sebagai contoh, pemberian intrathecal

untuk nyeri kronik menghasilkan level testosterone yang mendekati kastrasi pada ~90%

kasus. Efek-efek pemodifikasi dari faktor-faktor confounding seperi penyakit kronik,

nyeri, gizi, penggunaan zat tambahan masih sulit untuk dipisahkan atau dikuantifikasi

namun masih kecil secara kuantitas dibandingkan dengan dosis opiate. Mekanisme-

mekanisme patofisiologis predominan karena efek-efek reseptor µ-opiatergic yang

memiliki pengaruh kuat pada pola-pola fisiologis sekresi GnRH hipotalamik (Abs dkk.

2000; Rajagopal dkk. 2004). Data tentang produksi sperma dan fertilitas di antara para

pengguna opiate kronik masih sangat jarang, namun asthenozoospermia dilaporkan di

antara para pecandu obat dan data eksperimental memberikan dasar bagi efek-efek

opioid farmakologis pada fungsi sperma (Agirregoitia dkk. 2006). Penggantian

testosterone transdermal pada pria-pria yang tergantung-opiat yang diterapi untuk nyeri

bukan keganasan telah dilaporkan memperbaiki kualitas hidup namun studi-studi

terkontrol placebo masih kurang (Daniell dkk. 2006).

Efek-efek dari obat-obat rekreasional seperti marijuana, kokain atau ecstasy terhadap

fungsi testikuler belum dipahami dengan baik; sedikit studi yang telah dilaporkan dan

tak satupun yang terkontrol baik untuk efek-efek confounding dari kekurangan gizi,

penggunaan obat multipel, faktor-faktor sosioekonomik dan psikologis.

Page 34: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

34

Asupan alkohol berat kronis memiliki efek-efek multipel dan kumulatif terhadap sistem

reproduksi pria sehubungan dengan toksisitas testikuler langsung yang ireversibel

(Villalta dkk. 1997) dan juga efek-efek toksik tidak langsung (misalnya, gizi,

hepatotoksik; lihat Sect. 18.3.2). Ethanol menurunkan produksi testosteron testikuler

melalui modifikasi yang berbeda pada aksis pituitary-gonadal (Emanuele dan Emanuele

2001), termasuk penurunan sekresi LH yang diinduksi-alkohol pada pria-pria yang

dewasa (Frias dkk. 2002). Efek-efek asupan alcohol terhadap parameter-parameter

semen dan fertilitas masih belum jelas, namun bahkan konsumsi regular alcohol jumlah

sedang (>40g/hari) mungkin saja terkait dengan gangguan-gangguan spermatogenesis

dengan cara yang tergantung dosis (Pajarinen dkk. 1996) dan paparan alcohol kronik

moderat menurunkan fertilitas (Jensen dkk. 1998).

Merokok memiliki efek-efek merusak pada spermatogenesis, fungsi sperma (Zavos dkk.

1998; Wallock dkk. 2001) dan fertilitas pria pada kecuali pria-pria sehat (Bolumar dkk.

1996; Chia dkk. 2000), yang mengakibatkan menurunnya angka keberhasilan pada ART

termasuk IVF dan ICSI (Zitzmann dkk. 2003). Pembalikan subfertilitas pria apapun

setelah penghentian merokok belum ditentukan dengan baik.

Steroid-steroid anabolik, yang seringkali disalahgunakan oleh para atlit elit dan

rekreasional untuk meningkatkan performa fisik dan citra tubuh, menghambat sekresi

gonadotropin melalui mekanisme umpan balik negative dan bekerja sebagai kontrasepsi

hormonal, yang biasanya reversible pada penghentian steroid-steroid.

Implikasi-implikasi Terapeutik

Secara teleologis, makna penting evolusioner dari inhibisi reversible fungsi-fungsi

reproduksi selama penyakit akut atau kronik yang belum jelas dipahami. Banyak

gambaran-gambaran umum yang teramati pada mekanisme-mekanisme fisiologis yang

mendasari yang dipakai oleh mamalia selama pubertas, musiman, kurang gizi, status

katabolik dan penyakit sistemik telah menggiring pada istilah “regresi ontogenik” untuk

menggambarkan mekanisme yang mendasari yang umum, yang dapat juga dianggap

Page 35: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

35

suatu bentuk adaptasi fungsional dari regulasi fisiologis sebagai apoptosis adalah untuk

turnover seluler yang teratur.

Dalam situasi ini, waktu siklus spermatogenik yang panjang membutuhkan periode-

periode yang panjang untuk meregresi ke level-level infertile. Hal ini mungkin telah

mengharuskan inhibisi yang lebih cepat akan fertilitas yang dibawa oleh inhibisi fungsi

seksual melalui penghentian sekresi androgen. Namun demikian, mekanisme adaptif

terakhir ini, yang ideal untuk periode singkat, dapat menjadi deleterious selama

penyakit nonfatal yang lama. Pada kondisi ini pemanjangan regresi ontogenik dapat

menggiring pada efek-efek jaringan defisiensi androgen yang ter superimposed pada

efek-efek penyakit yang mendasari. Ini analog dengan efek-efek merusak dari otoimun,

yang mana pada korupsi fungsi imun yang penting, mengakibatkan kerusakan sistem-

sistem tubuh. Meskipun dari sudut pandang evolusioner, fertilitas yang berkurang

sementara selama penyakit berat dapat dianggap sebagai isu umum, yang adaptif

berguna tentang apakah defisiensi androgen yang disebabkan oleh penyakit kronis

adalah protektif , berbahaya atau netral tidak bisa langsung dijawab dan mungkin

tergantung pada kondisi yang lebih khusus dari kehidupan modern.

Implikasi-implikasi terapeutik disfungsi gonadal selama penyakit-penyakit sistemik

non-gonadal bervariasi dari minimal hingga berpotensi besar. Mereka tergantung pada

manifestasi pasti dari disfungsi gonad, kronisitas dan keparahan. Pada minimum,

penyakit sistemik dapat mengubah tes-tes rutin fungsi testikuler yang dapat

mengganggu evaluasi kesuburan atau gangguan-gangguan andrologis lainnya. Nilai

suplementasi androgen dalam rectifying defisiensi androgen parsial yang terkait dengan

penyakit medis kronis belum ditentukan dengan jelas. Contoh-contoh khusus tertentu

defisiensi androgen terkait penyakit kronis, seperti orchidectomy bilateral atau

hipogonadisme yang didapat sehubungan dengan kelebihan muatan zat besi yang

mengkhawatirkan, pengggantian androgen sebagai penyebab defisiensi androgen yang

klasik. Pada banyak penyakit sementara seperti episode infeksius febril, trauma bedah

atau kecelakaan, respons hipotalamik terhadap penyakit sistemik dengan defisiensi

androgen akut yang attendant tidak memiliki efek lama yang diketahui terhadap

kesehatan umum dan keadaan sehatnya.

Page 36: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

36

Meskipun reduksi sementara dalam hal sekresi androgen dalam kondisi demikian,

bukti yang tersedia saat ini tidak menjustifikasi terapi testosteron namun akan

memungkinkan untuk studi-studi yang sesuai. Pada penyakit medis kronis yang

lebih memanjang yang mengakibatkan penurunan level-level androgen yang

persisten dan bertahan atau saat status katabolik lama yang berat, seperti penyakit

kritis, mungkin terdapat rasional yang plausible untuk terapi penggantian

testosteron.

Hal ini akan bertujuan untuk menurunkan morbiditas jangka panjang dari defisiensi

androgen yang bertahan yang menyebabkan kehilangan massa tulang dan otot. Bukti

yang meyakinkan dari ujicoba-ujicoba klinis acak terkontrol-plasebo untuk

menjustifikasi terapi seperti itu sayangnya masih kurang. Studi-studi jangka pendek dan

terkontrol selama tahun 1960an menunjukkan bahwa suplementasi androgen awalnya

menambah status anabolic; namun, respons ini tidak bertahan selama terapi yang

panjang. Meskipun suplementasi testosterone tidak bisa direkomendasikan saat ini,

ujicoba-ujicoba klinis yang dirancang dengan baik untuk mengevaluasi intervensi-

intervensi demikian adalah dapat dilakukan dan diinginkan.

Infertilitas adalah suatu masalah umum yang semakin banyak ada di antara para pria

dengan penyakit-penyakit medis kronis.

Hal-hal ini mencakup para pria dengan transplan-transplan ginjal yang saat ini dapat

mengharapkan angka harapan hidup yang lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik

dan, semakin banyak di antara para pria dengan transplant jantung, hati atau sumsum

tulang yang pada mereka angka harapan hidup mungkin bertambah panjang. Mengikuti

banyak transplant organ yang berhasil, terganggunya fungsi reproduksi sehubungan

dengan kegagalan organ seringkali membaik atau menjadi normal. Selain itu, banyak

pria sekarang ini yang bertahan hidup dari terapi kanker tumor-tumor testis,

kegananasan darah atau sarcomata namun efektif diterapi keganasan mereka namun

dengan imbalan kerusakan testis yang bertahan, berat dan seringkali ireversibel. Pada

pria-pria ini, konseling tentang kecenderungan pemulihan spermatogenik, sara

kontrasepsi dan juga aplikasi yang sesuai teknik-teknik reproduksi yang dibantu seperti

Page 37: Disfungsi Testikuler Pada Penyakit Sistemik Edit

37

cryostorage sperma praterapi, inseminasi atau faktor pria IVF/ICSI mungkin dibutuhkan

dan harus diberikan secara simpatetis. Para pria dengan infeksi-infeksi virus kronik

seperti HIV dan hepatitis B dan C yang menghadapi harapan hidup yang memanjang

dengan penyakit infeksi yang mengancam nyawa membutuhkan konseling ahli dan teliti

untuk kesehatan reproduksi mereka. Keputusan psiko-sosial dan etika yang sulit

mungkin dihadapi mengenai tanggung jawab orangtua dengan harapan hidup yang

terbatas, risiko malformasi yang diperantarai secara paternal dan inseminasi pasca-

kematian. Datangnya transplantasi sel germ autoloous dapat menambah pilihan-pilihan

lanjut bagi jaminan fertilitas untuk perawatan medis para pria yang menghadapi

gangguan fungsi reproduksi sebagai suatu efek samping yang dapat diprediksi dari

terapi-terapi medis yang menyelamatkan nyawa.

Disfungsi seksual yang termasuk impotensia adalah suatu gambaran umum dari penuaan

dan kebanyakan penyakit-penyakit kronis yang berakumulasi pada pria-pria lanjut usia.

Defisiensi androgen adalah suatu penyebab disfungsi seksual yang mudah ditentukan

dan ditangani dengan memuaskan namun relatif jarang adanya.