disentri ng2

Upload: angela-sandi-tagaroi-rahasia

Post on 06-Apr-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/3/2019 disentri ng2

    1/17

    Laporan Kasus Disentri Amoeba dengan Blastokistosis

    LabeL: Get A Project Di Pos_kan Oleh Kelinci Orange

    Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja1. Sedangkandiare itu sendiri didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang lunak atau cair tiga

    kali atau lebih dalam satu hari, atau lebih praktis mendefinisikan diare sebagai

    meningkatnya frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak sehingga

    dianggap abnormal oleh ibunya1,2. Di Indonesia penyebab utama disentri adalah

    Shigella, Salmonella, Campylobacter jejuni, Escherchia coli dan Entamoeba

    histolytica.1

    Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit

    usus Entamoeba histolytica3. Sedangkan blastokistosis adalah penyakit yang

    disebabkan oleh Blastocystis hominis4,5.

    Entamoeba histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai komensal

    (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengizinkan dapat berubah

    menjadi patogen (membentuk koloni di dinding usus menimbulkan ulserasi) dan

    menyebabkan disentri amoeba.3 Blastocystis hominis juga merupakan protozoa

    usus yang tergolong Sporozoa, yang menyebabkan penyakit pada manusia (Zierdt,

    1991). Parasit ini menyebabkan blastokistosis.4

    Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun6.

    Disentri amoeba dapat ditularkan lewat feko-oral, baik secara langsung melalui

    tangan, maupun tidak langsung melalui air minum atau makanan yang tercemar.

    Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba. Lajuinfeksi yang tinggi didapat di tempat-tempat penampungan anak cacat atau

    pengungsian dan di negara sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup

    yang jelek. Di negara beriklim tropis banyak didapatkan strain petogen dibanding di

    negara maju yang beriklim sedang. Kemungkinan faktor diet rendah protein di

    samping perbedaan strain amoeba memegang peranan. Di Indonesia diperkirakan

    insidennya cukup tinggi. Penularan

    dapat terjadi lewat beberapa cara, misalnya: pencemaran air minum, pupuk kotoran

    manusia, vektor lalat dan kecoa, dan kontak langsung, seksual kontak oral-anal

    pada homoseksual. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi.

    Epidemik sering terjadi lewat air minum yang tercemar.3

    Blastokistosis tidak banyak diteliti, tetapi nampaknya terjadi di seluruh dunia.

    Originally reported as being associated with diarrhea in the tropics and subtropics,

    more recent reports have show that infections are common in residents of tropical,

    subtropical, and developing countries.Awalnya dilaporkan dikaitkan dengan diare di

    daerah tropis dan subtropis, laporan yang lebih baru telah menunjukkan bahwa

  • 8/3/2019 disentri ng2

    2/17

    infeksi blastokistosis umum di penduduk tropis, subtropis, dan di negara-negara

    berkembang. Immigrants, refugees, and adopted children from developing

    countries seem to have a higher incidence of infection than adults and children

    raised from birth in their new community Kelompok sosial ekonomi yang rendah

    dengan standar kebersihan yang rendah mempunyai prevalensi lebih tinggi. Remaja

    memiliki tingkat infeksi blastokistosis tertinggi.5

    Amubiasis kolon akut atau disentri amoeba (gejala kurang dari 1 bulan) mempunyai

    gejala yang jelas yaitu sindrom disentri yang merupakan kumpulan gejala terdiri

    atas diare dengan tinja yang berlendir dan berdarah serta tenesmus anus. Terdapat

    juga rasa tidak enak di perut dan mules.4

    Gejala klinis blastokistosis antara lain adalah diare, flatulens, kembung, anoreksia,

    berat badan menurun, muntah, nausea, dan obstipasi. Blastokistosis juga dapat

    disertai dengan demam.4

    Metronidazol merupakan obat pilihan untuk disentri amoeba, karena efektifterhadap bentuk histolitika dan bentuk kista. Efek sampingnya ringan, antara lain

    mual, muntah dan pusing. Untuk blastokistosis pengobatan yang dianjurkan juga

    menggunakan metronidazol.4

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    I. IDENTITAS PENDERITA

    Nama : An. KW

    Umur : 8 tahun 10 bulan

    Berat Badan : 30 kg

    Tinggi badan : 136 cm

    Jenis kelamin : Laki-laki

  • 8/3/2019 disentri ng2

    3/17

    Nama Ayah : Tn. JW

    Pekerjaan Ayah : Pendeta

    Nama Ibu : Ny. OB

    Pekerjaan Ibu : Guru agama

    Alamat : Kinamang

    Tanggal MRS : 26 Juni 2009

    II. ANAMNESIS

    Alloanamnesis diperoleh dari ibu pendertita tanggal 26 Juni 2009.

    Penderita adalah anak kedua. Anak lahir dengan berat badan lahir 3200 gr, lahirnormal, ditolong oleh dokter. Anak meninggal tidak ada, riwayat keguguran tidak

    ada, anak lahir meninggal tidak ada. Ayah dan ibu menikah 1 kali.

    A. Pohon Keluarga

    B. Keluhan Utama

    BAB cair berdarah, panas, muntah.

    C. Riwayat Penyakit Sekarang

    BAB cair dialami penderita sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada 1 hari

    sebelum masuk rumah sakit, BAB dialami 4 kali per hari, konsistensi cair, tidak

    menyemprot, volume kurang lebih seperempat sampai setengah gelas aqua setiap

    kali berak. berwarna kehijauan, berbuih, terdapat lendir. BAB cair campur darah

    dialami penderita 1 kali, cairan lebih banyak daripada ampas, warna kuning,

  • 8/3/2019 disentri ng2

    4/17

    terdapat lendir dan darah. Panas dialami penderita 1 hari sebelum masuk rumah

    sakit. Panas tinggi pada perabaan. Panas turun bila penderita minum obat penurun

    panas kemudian panas naik lagi. Menggigil tidak dialami oleh penderita. Kejang

    tidak dialami oleh penderita. Muntah dialami penderita 1 kali, 5 jam sebelum masuk

    rumah sakit. Muntah berisi makanan. Penderita juga mengeluh nyeri perut. BAK:

    biasa.

    D. Riwayat Penyakit Dahulu

    - Riwayat penyakit serupa (-)

    - Riwayat alergi obat dan makan (-)

    - Riwayat batuk pilek (+)

    E. Riwayat Imunisasi

    - BCG : 1 kali

    - Polio : 3 kali

    - DTP : 3 kali

    - Campak : 2 kali

    - Hepatitis : 3 kali

    F. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

    Membalik : 3 bulan

    Tertawa : 3 bulan

    Tengkurap : 4 bulan

    Berceloteh : 4 bulan

    Duduk : 5 bulan

  • 8/3/2019 disentri ng2

    5/17

    Merangkak : 7 bulan

    Berdiri : 8 bulan

    Berjalan : 12 bulan

    Memanggil mama : 8 bulan

    Memanggil papa : 8 bulan

    G. Riwayat kesehatan keluarga

    Hanya penderita yang sakit seperti ini di rumah.

    H. Riwayat Makan Minum Anak

    1. ASI diberikan sejak lahir hingga 1 tahun

    2. PASI diberikan sejak umur 2 bulan

    3. Makanan padat :

    - Bubur susu diberikan sejak umur 4 bulan hingga 7 bulan.

    - Bubur saring diberikan sejak umur 7 bulan hingga 10 bulan

    - Bubur biasa mulai diberikan mulai umur 10 bulan.

    - Nasi lembek diberikan mulai umur 1 tahun

    I. Pemeriksaan Kehamilan dan Pre-natal

    Antenatal Care teratur di puskesmas. Imunisasi TT 2 kali. Selama hamil ibu sehat.

    III. PEMERIKSAAN FISIK

    A. Keadaan Umum

  • 8/3/2019 disentri ng2

    6/17

    - Keadaan umum : Tampak sakit

    - Derajat kesadaran : Compos mentis

    - Derajat gizi : Kesan Baik

    B. Tanda Vital

    - Tekanan darah : 110/70 mmHg

    - Nadi : 120x/menit, regular, isi cukup.

    - Respirasi : 36x/menit

    - Suhu : 39,5 C

    C. Status gizi

    - Umur : 8 tahun 10 bulan

    - Berat Badan : 30 kg

    - Tinggi Badan : 136 cm

    Antropometri

    - BB/U = 30/28 x 100 % = 107 % (BB normal)

    - TB/U = 136/133 x 100 % = 102 % (TB normal)

    - BB/TB = 30/30 x 100 % = 100 % (Gizi Baik)

    D. Kulit

    Kulit sawo matang, turgor kembali cepat.

    E. Kepala

    Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, sukar dicabut, ubun-ubun besar datar.

    F. Wajah

  • 8/3/2019 disentri ng2

    7/17

    Oedema (-), moon face (-)

    G. Mata

    Oedema periorbita (-/-), conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cowong(-/-), air mata (+/+)

    H. Hidung

    Pernapasan cuping hidung (-), sekret (-/-)

    I. Mulut

    Mukosa basah (+), sianosis (-)

    J. Telinga

    Daun telinga dalam batas normal, sekret (-).

    K. Tenggorok

    Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 T1 hiperemis (-)

    L. Leher

    Limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak membesar, kaku kuduk (-)

    M. Thorax

    Bentuk : normochest, retraksi (-)

    Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

    Palpasi : ictus cordis kuat angkat

    Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

    Batas kiri atas : ICS II LPSS

  • 8/3/2019 disentri ng2

    8/17

    Batas kiri bawah : ICS IV LMCS

    Batas kanan atas : ICS II LPSD

    Batas kanan bawah : ICS IV LPSD

    Auskultasi :BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)

    Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

    Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

    Perkusi : Sonor

    Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)

    Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

    N. Abdomen

    Inspeksi : Dinding perut datar

    Palpasi : Lemas, turgor kembali cepat, hepar dan lien tidak teraba

    Perkusi :Timpani

    Auskultasi :Peristaltik (+) meningkat

    O. Punggung

    Nyeri ketok kostovertebral (-)

    P. Ekstremitas

    Akral hangat, Oedem (-)

    Capillary refill time < 2 detik

    Clubbing fingers (-)

    Q. Pemeriksaan Neurologi

    Refleks fisiologis : +/+

  • 8/3/2019 disentri ng2

    9/17

    Refleks patologis : -/-

    Kaku kuduk (-), Tanda rangsang meningeal (-)

    Pemeriksaan neurologis dalam batas normal.

    IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Laboratorium darah tanggal 26 Juni 2009

    Hemoglobin : 14,5 g/dl

    Hematokrit : 47,5 %

    Leukosit : 15.700 L

    Trombosit : 231.000 L

    Malaria : (-)

    Laboratorium elektrolit darah tanggal 26 Juni 2009

    Natrium : 134 mEq/L

    Kalium : 4,1 mEq/L

    Clorida : 101 mEq/L

    Laboratorium parasit feses lengkap tanggal 26 Juni 2009

    Eritrosit : ++

    Leukosit : +

    Benzidine : +

  • 8/3/2019 disentri ng2

    10/17

    Entamoeba histolitica : + (23/LP)

    Blastocystosis homoris : +++ (penuh)

    V. RESUME

    Tanggal 26 Juni 2009 jam 10:30 WITA, datang seorang pasien laki-laki umur 8 tahun

    10 bulan, BB: 30 kg, TB 136 cm dengan keluhan BAB berdarah 1 kali, BAB cair 1

    hari SMRS, panas 4 hari SMRS, dan muntah 1 kali.

    Pemeriksaan fisik didapatkan: KU tampak sakit, compos mentis, gizi baik. Tanda

    vital: T = 110/70; N = 120x/1, reguler, isi cukup; RR = 36x/1; S = 39,5 C.

    Kepala: Mata: conjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-), air

    mata (+/+); Mulut: Mukosa basah (+).

    Thorax: simetris, retraksi (-). Cor dan pulmo dalam batas normal; Abdomen : datar,

    lemas, timpani, turgor kembali cepat, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, bising

    usus (+) meningkat.

    Ekstremitas: akral hangat, CRT

  • 8/3/2019 disentri ng2

    11/17

    - Zinkid 1 x 1 tablet

    - Antasida syrup 3 x 1 cth

    - Oralit ad libitum

    BAB III

    DISKUSI

    Diagnosis pada pasien ini yaitu disentri amoeba dengan blastokistosis ditegakkan

    berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

    Penderita datang dengan keluhan BAB berdarah, muntah dan panas. Dari

    anamnesis diketahui BAB cair 1 hari sebanyak 4 kali, BAB berdarah sebanyak 1 kali

    dan terdapat lendir, panas sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit dan muntah 1

    kali, yaitu pada 5 jam sebelum masuk rumah sakit.

    Dalam kepustakaan, diare lebih praktis didefinisikan sebagai meningkatnya

    frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari atau konsistensinya menjadi lebih

    lunak. Sedangkan disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam

    tinja. Di Indonesia penyebab utama disentri adalah Shigella, Salmonella,

    Campylobacter jejuni, Escherchia coli dan Entamoeba histolytica.1

    Penyebab disentri pada pasien ini adalah Entamoeba histolytica. Entamoeba

    histolytica menyebabkan disentri pada anak yang lebih besar, tetapi jarang pada

    balita1. Disentri amoeba mempunyai gejala yang jelas yaitu sindrom disentri yang

    merupakan kumpulan gejala terdiri atas diare dengan tinja yang berlendir dan

    berdarah serta tenesmus anus (nyeri pada anus waktu buang air besar). Terdapat

    juga rasa tidak enak di perut dan mules. Bila tinja segar diperiksa, Entamoeba

    histolitika dapat ditemukan4.

  • 8/3/2019 disentri ng2

    12/17

    Sedangkan pada infeksi B.hominis, gejala yang biasa timbul adalah diare, flatulens,

    kembung, anoreksia, berat badan turun, muntah, nausea, dan obstipasi. Infeksi

    B.hominis pernah dilaporkan pada anak berumur 4 tahun dengan feses yang

    mengandung darah, yang kemudian menderita diare cair dengan gumpalan darah

    dan disertai demam4. Pada pasien ini gejala blastokistosis yang dapat ditemukan

    adalah diare.

    Diare dan muntah adalah upaya tubuh untuk mengeluarkan racun dan

    mengeluarkan virus atau/kuman yang ada di dalam saluran cerna8,9. Muntah dapat

    disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis karena infeksi, ileus yang

    menyebabkan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan infeksi sistemik10.

    Diare dengan panas sering terjadi pada diare yang disebabkan karena rotavirus

    atau bakteri invasif, seperti shigella, campylobacter atau salmonella11. Demam

    juga dapat terjadi karena dehidrasi10. Demam yang timbul akibat dehidrasi pada

    umumnya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi yang cukup.10

    Dari pemeriksaan fisik didapatkan : KU tampak sakit, compos mentis, gizi kesan

    baik; VS : Tensi = 110/70; N = 120x/1, reguler, isi cukup; RR = 36x/1; S = 39,5 C.

    Kepala: Mata: cowong (-/-), air mata (+/+); Mulut: Mukosa basah (+). Thorax, cor

    dan pulmo dalam batas normal; Abdomen : datar, lemas, timpani, turgor kembali

    cepat, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, bising usus meningkat.

    Pada penderita tidak ditemukan adanya tanda dehidrasi. Bising usus meningkat

    menandakan bahwa peristaltik usus meningkat sehingga terjadi diare pada

    penderita.

    Pada infeksi Entamoeba hystolitica maupun infeksi Blastocystis hominis dapat

    ditemukan peningkatan suhu tubuh penderita4,12. Pada umumnya demam akan

    timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel usus10.

    Berdasarkan patogenesisnya E. hystolitica dan B. hominis dapat menginvasi usus

    dan menyebabkan tukak dengan sedikit respon radang lokal4,7.

    Patogenesis E. hystolitica diyakini tergantung pada 2 mekanisme, yaitu kontak sel

    dan pemajanan toksin. Amoeba dapat mengeluarkan protein pembentuk pori yang

    membentuk saluran pada membrane sel sasaran hospes. Bila trofozoid E. histolytica

    menginvasi usus, akan menyebabkan tukak dengan sedikit respon radang lokal.

    Organisme memperbanyak diri dan menyebar di bawah usus untuk menimbulkan

    ulkus yang khas. Lesi ini biasanya ditemukan pada coecum, colon transversum dankolon sigmoid.2

    Diduga bahwa patogenesis dari blastokistosis berawal dari reaksi toksoalergik yang

    menyebabkan terjadinya radang tidak spesifik dari mukosa kolon. Menurut

    beberapa penelitian, dianggap bahwa B. hominis mengeluarkan toksin penyebab

    diare, B. hominis juga memproduksi protease yang merangsang pengeluaran

    imunoglobulin A dari saluran gastrointestinal. Untuk sekarang ini B. hominis

  • 8/3/2019 disentri ng2

    13/17

    dianggap organisme komensal, yang dalam kondisi tertentu (penurunan imunitas

    host) dapat berubah menjadi patogen.7

    Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan: Hemoglobin: 14,5 g/dl;

    Hematokrit: 47,5 %; Leukosit: 15.700 L; Trombosit: 231.000 L; Malaria: (-).

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, penderita tidak anemia, leukosit meningkat

    menandakan adanya infeksi, dan tidak menderita malaria.

    Pada pemeriksaan feses didapatkan: Eritrosit: ++; Leukosit: +; Benzidin: +;

    Entamoeba hystolitica: + (23/LP); Blastocystis hominis: +++ (penuh).

    Dengan ditemukannya Entamoeba hystolitica dan Blastocystis homonis pada

    pemeriksaan feses mikroskopik, maka diagnosis disentri amoeba dengan

    Blastokistosis dapat ditegakkan.

    Menurut kepustakaan, obat pilihan untuk disentri amoeba adalah metronidazol

    dengan dosis 30 mg/kgbb/hari selama 5-10 hari10. Selain metronidazol, jenis obatlain yang juga dapat digunakan pada disentri amoeba adalah emetin hidroklorida,

    dan antibiotik seperti tetrasiklin dan eritromisin4.

    Untuk pengobatan blastokistosis, obat pilihan juga adalah metronidazol. Obat lain

    adalah iodoquinol dengan dosis 3 x 650 mg selama 20 hari, dan furazolidon 4 x 100

    mg sehari selama 7 hari.

    Metronidazole terutama digunakan untuk amoebiasis, trichomoniasis dan infeksi

    bakteri anaerob. Metronidazole efektif untuk amoebiasis inestinal maupun

    ekstraintestinal. Mertonidazole memperlihatkan daya amubisid langsung. Sampai

    saat ini belum ditemukan amuba yang resisten terhadap metronidazole.13 Efeksamping hebat yang memerlukan penghentian pengobatan jarang ditemukan. Efek

    samping yang paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap

    logam. Sedangkan muntah, diare dan spasme usus jarang dialami. Efek samping

    juga dapat berupa pusing, vertigo, ataksia parastesi, urtikaria, flushing, pruritus,

    disuria, rasa tekan pada pelvik.13

    Menurut kepustakaan lain, dosis metronidazole adalah 40 mg/kgBB/hari4. Pada

    penderita ini diberikan metronidazole dengan dosis 1500 mg/hari 3 kali sehari.

    Dipilih obat metronidazole karena merupakan drug of choice disentri amoeba dan

    blastokistosis, serta dosis 1500 mg/hari disesuaikan dengan berat badan 30 kg.

    Pada penderita ini selain diberikan metronidazol, juga diberikan cefixime, sanmol,

    antasida, zinkid dan oralit. Tambahan obat ini dimaksudkan sebagai perawatan

    suportif dan simptomatis bagi penderita ini.

    Pada dasarnya antibiotik tidak diberikan pada kasus diare akut kecuali pada diare

    berdarah dan kolera. Pemberian antibiotik dapat memperpanjang lamanya diare

    karena akan menggangu keseimbangan flora usus dan Clostridium dificile yang

  • 8/3/2019 disentri ng2

    14/17

    akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan.14 Cefixime bersifat

    bakterisid dan berspektrum luas terhadap mikroorganisme gram positif dan gram

    negatif. Anak dengan berat badan 30 kg, dosis harian yang direkomendasikan

    adalah 50-100 mg diberikan per oral dua kali sehari.15

    Pemberian sanmol pada pasien ini dimaksudkan untuk menurunkan suhu badanpasien karena pada dari pemeriksaan fisik suhu badan pasien 39,5C. Sanmol

    merupakan nama dagang dari parasetamol. Khasiatnya analgetis dan antipiretik,

    tetapi tidak untuk anti radang16. Efek antipiretik menurunkan suhu tubuh

    berdasarkan efek sentral. Parasetamol tidak mengakibatkan iritasi, erosi dan

    perdarahan lembung juga tidak mengakibatkan gangguan asam basa dan

    pernapasan13. Efek samping jarang terjadi,antara lain reaksi hipersensitivitas dan

    kelainan darah. Pada penggunaan lama dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan

    hati, pada dosis diatas 6 g mengakibatkan nekrose hati irreversibel.13 Pemilihan

    sanmol 3 x 3/4 tablet pada kasus ini karena parasetamol dianggap sebagai

    antipiretik yang palin aman serta dosis disesuaikan untuk BB 30 kg.

    Pada pasien ini diberikan antasida syrup 3 x 1 cth. Pemberian antasida pada pasien

    ini dikarenakan adanya keluhan rasa tidak enak di perut (sakit perut) pada pasien

    ini. Antasida bekerja menetralkan asam lambung dan menginaktifkan pepsin

    sehingga rasa nyeri ulu hati akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin berkurang.

    Antasida di indikasikan untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan

    kelebihan asam lambung, gastritis, tukak lambung, tukak pada duodenum dengan

    gejala-gejala seperti mual, nyeri lambung, nyeri ulu hati, kembung dan perasaan

    penuh pada lambung. Pemberian antasida pada pasien ini disesuaikan berdasarkan

    dosis untuk anak umur 6-12 tahun yaitu 1/2 1 sendok teh.17

    Zinkid merupakan nama dagang dari sediaan zink. Tiap tablet mengandung zink 25mg, untuk indikasi penatalaksanaan diare dan rekomendasi WHO untuk terapi diare

    sehingga dapat memperpendek durasi diare akut, mencegah berubahnya diare akut

    ke diare kronik, mengurangi keparahan diare18. Dosis zink untuk anak di atas 6

    bulan adalah 20 mg (1tablet) per hari, diberikan selama 10-14 berturut-turut

    terbukti mengurangi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama

    2-3 bulan14. Zink berperan menjaga keutuhan epitel usus dan juga berperan dalam

    aktivasi limfosit T14.

    Pada kasus ini digunakan oralit seperlunya atau sekehendak anak mau minum

    dikarenakan pada penderita ini tidak terdapat gejala dehidrasi. Rehidrasi oral

    merupakan hal yang paling penting untuk mencegah dan mengobati kekurangan

    cairan dan elektrolit. Di indonesia telah dibuat ORS (Oral Rehidration Solution) yang

    diberi nama Oralit, yang berisi NaCl 0,7g, KCl 0,3 g, trinatrium sitrat dihidrat 2,9 g,

    serta glukosa anhidrat yang berbentuk serbuk dalam sachet dimana setiap sachet

    untuk 200 ml air.18

  • 8/3/2019 disentri ng2

    15/17

    Disentri amoeba jika tidak diobati akan menjalar keluar dari usus dan menyebabkan

    amebiasis ekstra intestinal, yang antara lain dapat menimbulkan abses hati, abses

    paru, abses otak, peritonitis, amebiasis kulit dinding perut, amebiasis perianal,

    amebiasis perineal. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada blastokistosis

    antara lain rash kulit, nyeri kepala hebat, artritis dan radang usus19. Pada pasien ini

    tidak ditemukan adanya komplikasi.

    Prognosis pada pasien ini adalah baik, karena penegakkan diagnosis sudah tepat,

    penatalaksanaan penyakit menggunakan obat yang efektif dan pada pasien ini

    tidak ditemukan adanya komplikasi.

    BAB IV

    PENUTUP

    I. Kesimpulan

    Pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis disentri amoeba dengan

    blastokistosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

    laboratorium.

    Dasar diagnosis untuk kasus ini adalah adanya disentri, pada pemeriksaan

    fisik didapatkan suhu badan penderita 39,5 dan pada pemeriksaan feses

    didapatkan Entamoeba histolytica dan Blastocystis hominis

    Pada kasus ini penanganan dengan menggunakan metronidazole sebagai obat

    pilihan disentri amoeba dan blastokistosi, cefixime, sanmol, antasida, zinkid dan

    oralit.

    II. Saran

    Menjaga kebersihan perorangan (personal hygiene) antara lain dengan

    mencuci tangan dengan bersih sesudah mencuci anus dan sebelum makan.

    Menjaga kebersihan lingkungan (environtment sanitation) meliputi: memasak

    air minum sampai mendidih sebelum diminum, mencuci sayuran sampai bersih

    sebelum memasaknya sebelum dimakan, buang air besar di jamban, tidak

  • 8/3/2019 disentri ng2

    16/17

    menggunakan tinja manusia sebagai pupuk, menutup dengan baik makanan yang

    dihidangkan untuk menghindari kontaminasi oleh lalat dan lipas, membuang

    sampah di tempat sampah yang ditutup untuk menghindari lalat.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Direktorat Jenderal Pemberantasan Peyakit Menular dan Penyehatan

    Lingkungan Pemukiman. Buku ajar diare. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

    Indonesia. 1999.

    2. Richard E. Diarrhea. Florida: Bagian Pediatri Universitas Florida/ Rumah Sakit

    Shands. 2005.

    3. Soewandojo E. Amebiasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 3. Jilid I.

    Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002.

    4. Gandahusada S, Illahude HHD, Pribadi W. Bab 2: Protozoologi. Parasitologi

    Kedokteran. Jakarta: Gaya Baru. 2004.

    5. Miller J, Smith S. Blastocystis hominis. Universitas Stanford.http://www.provolab.ab.ca/bugs/webbug/parasite/arifact/bhominis.htm. 2009

    6. Nelson WE. Penyakit protozoa. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Vol 2.

    Jakarta: EGC. 2000.

    7. Chakarova B. Blastocystosis: pathogenesis, clinical course. Trakia Journal of

    Sciences vol. 16. Universitas Trakia. http://www.uni-sz.bg. 2008

    8. Mama. Diare-muntah. http://www.mail-archive.com/balita-anda@balita-

    anda.com. 2009

    9. Amonymous. Muntah pada bayi dan anak.http://www.anakku.net/content/muntah-pada-bayi-dan-anak. 2007

    10. Suraatmaja S. Kapita selekta gastroenterologi anak. Lab/SMF Ilmu Kesehatan

    Anak FK UNUD/RS Sanglah. Denpasar: CV Sagung Seto. 2007.

    11. Prie. Asuhan keperawatan pada diare. http://perawatpsikiatri.blogspot.com.

    2009

  • 8/3/2019 disentri ng2

    17/17

    12. Garavelli PL, Scaglione L, Bicocchi R, Libanore M. Blastocystosis: baru diperoleh

    setelah penyakit sindrom imunodefisiensi?. Alessandria: National Library of

    Medicine. 2001.

    13. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi.

    Farmakologi dan terapi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: GayaBaru. 2005.

    14. Juffrie M, Mulyani NS. Modul Diare. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

    Gajah Mada. 2009

    15. Anonymus. Cefixime. Dexa Medica. http://www.dexa-

    medica.com/ourproducs/prescriptionproducts/detail.php. 2009

    16. Tjay TH, Rahardja K. Obat-obat penting, khasiat, pengguanaan dan efek-efek

    sampingnya edisi 5. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2002.

    17. Anonymus. Antasida doen. Apotek INDICA.http://www.farmasiku.com/index.php. 2009

    18. Amini A. PT Indofarma (Persero) Tbk menandatangani kerjasama dengan

    KAMAS IDAI. Bekasi: PT Indofarma. 2007.

    19. Anonymus.Blastocystosis-perut.

    http://de.wikipedia.org/wiki/Benutzer:Gastro_1/Blastocystosis. 2009