diare disentri

26
DIARE DISENTRI PENDAHULUAN Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dis (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan luka atau ulkus di colon ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2) diare, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir. 1 Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Disentri amuba tersebar hampir ke seluruh dunia terutama di negara yang sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, hygiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang. 2 Akibat penting dari diare disentri adalah penurunan berat badan, anoreksia dan kerusakan usus karena bakteri invasif. Beberapa komplikasi lain juga dapat terjadi. Penyebab utama disentri akut adalah Shigella, penyebab lain adalah Campylobacter jejuni, E coli enteroinvasive, Salmonella dan Entamuba histolytica. Aeromonas juga diketahui sebagai bakteri penyebab diare disentri. Dalam satu studi pasien diare dengan Aeromonas positif, gejala klinis yang muncul 30% diare berdarah, 37% muntah-muntah, dan 31% demam. 1 EPIDEMIOLOGI Dinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infection dan waterborne infection yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC). 2 Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya yang mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun. 2 Sebuah penelitian mengenai penyebab diare disentri pada anak usia 0 – 15 tahun di Salvador, Brazil ditemukan pada hasil kutur tinja Shigella adalah penyebab tersering dan ditemukan pada 141 (54.3%) hasil kultur. Sedangkan Salmonella ditemukan dalam 100 (38.4%) dan Enteropathogenic E. coli 19 (7.3%). Salmonella ditemukan sebagai penyebab utama diare bakterial pada anak usia di bawah lima tahun sedangkan Shigella ditemukan lebih sering pada anak usia 5 sampai 15 tahun. 4

Upload: mumutya

Post on 25-Nov-2015

175 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

diare disentri

TRANSCRIPT

DIARE DISENTRIPENDAHULUANDisentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dis (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan luka atau ulkus di colon ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2) diare, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir.1Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Disentri amuba tersebar hampir ke seluruh dunia terutama di negara yang sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, hygiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang.2Akibat penting dari diare disentri adalah penurunan berat badan, anoreksia dan kerusakan usus karena bakteri invasif. Beberapa komplikasi lain juga dapat terjadi. Penyebab utama disentri akut adalah Shigella, penyebab lain adalah Campylobacter jejuni, E coli enteroinvasive, Salmonella dan Entamuba histolytica. Aeromonas juga diketahui sebagai bakteri penyebab diare disentri. Dalam satu studi pasien diare dengan Aeromonas positif, gejala klinis yang muncul 30% diare berdarah, 37% muntah-muntah, dan 31% demam.1EPIDEMIOLOGIDinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karenafoodborne infectiondanwaterborne infectionyang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).2Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya yang mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.2Sebuah penelitian mengenai penyebab diare disentri pada anak usia 0 15 tahun di Salvador, Brazil ditemukan pada hasil kutur tinja Shigella adalah penyebab tersering dan ditemukan pada 141 (54.3%) hasil kultur. Sedangkan Salmonella ditemukan dalam 100 (38.4%) dan Enteropathogenic E. coli 19 (7.3%). Salmonella ditemukan sebagai penyebab utama diare bakterial pada anak usia di bawah lima tahun sedangkan Shigella ditemukan lebih sering pada anak usia 5 sampai 15 tahun.4Amubiasis merupakan protozoa kedua setelah malaria yang dapat menyebabkan kematian. Di seluruh dunia 500 juta orang adalah sebagai karier Entamuba histolytica atau Entamuba dispar, 50 juta adalah penderita amubiasis aktif dan 50.000 sampai 100.000 orang meninggal pertahun. Amubiasis tinggi di negara Afrika, Indocina, Amerika Tengah dan Selatan. Di Amerika Serikat kasus ini lebih jarang terjadi, kelompok risiko utama adalah imigran dari daerah endemik dan orang yang tinggal di penampungan. Distribusi puncak usia penderita amubiasis ada dua yaitu pada usia 2 sampai 3 tahun dengan tingkat fatalitas kasus 20% dan usia lebih dari 40 tahun dengan tingkat fatalitas kasus sebesar 70%.5PATOFISIOLOGI

Mayoritas patogen tidak dapat mencapai usus dengan mudah. Karena tubuh mempunyai berbagai macam pertahanan yaitu :1. Keasaman lambung (pH 10 mm). Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite).5Gbr 5. Bentuk Kista dan trofozoit amubaBentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia. Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa. Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam sistem air minum.5DIAGNOSISGejala klinisSetelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul nyeri perut, demam, dan tinja encer. Tinja yang encer tersebut berhubungan dengan kerja eksotoksin dalam usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, karena infeksi meliputi ileum dan kolon, maka jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer tapi sering mengandung lendir dan darah. Tiap gerakan usus disertai dengan mengedan dan tenesmus yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih dari setengah kasus dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan air dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan kematian. Hal ini dikarenakan terdapat hubungan perkembangan metabolisme cairan dan elektrolit sistem gastrointestinal yang memiliki variasi usia. Pada bayi mukosa usus cenderung lebih permeabel terhadap air. Sehingga pada bayi dampak dari peningkatan osmolalitas lumen karena proses diare menghasilkan kehilangan cairan dan elektrolit yang lebih besar daripada anak yang lebih tua atau orang dewasa dengan proses yang sama.9Disentri AmubaCarrier (Cyst Passer) tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena amuba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke dinding usus. Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang (tenesmus). Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.5LaboratoriumPemeriksaan tinja dapat membantu menegakkan diagnosis. Ditemukannya darah dan lendir di tinja merupakan tanda yang penting penyebab diare disentri. Leukosit di tinja menunjukkan 70% penyebab diare adalah bakteri dan 90% adalah diare disentri karena leukosit di tinja memiliki sensitivitas danpositive predictive valuecukup tinggi untuk diare disentri2Tabel 2. Perbandingan pemeriksaan leukosit dengan hasil kultur tinja10

Tabel 3. Pemeriksaan tinja dan interpretasi hasil2

Pemeriksaan leukosit di tinjaDapatkan sejumlah kecil tinja segar, sebaiknya dengan lendir. Kemudian usap tipis pada objek glass dan tambahkan setetes metilen biru kemudian tutup dengan coverslip. Lihat di bawah mikroskop dengan perbesaran rendah 10 x kemudian periksa lagi dengan perbesaran tinggi (40x). Adanya lebih dari 5 leukosit dalam satu lapangan pandang di mikroskop menunjukkan hasil positif.2

Pemeriksaan tinja amubiasis.Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar mengandung darah dan lendir dari Anal Swab atau Colok dubur. Kemudian tinja dihapuskan ke objek glass dan diberi larutan Nacl 0,9% kemudian tutup dengan cover slip. Lihat di bawah mikroskop dengan perbesaran rendah 10 x kemudian periksa lagi dengan perbesaran tinggi (40x).2Dalam tinja pasien dapat ditemukan bentuk trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin. Temuan adanya trofozoit sebagai diagnosis pasti amubiasis, temuan adanya kista amuba beum cukup untuk mendiagnosis amuba.2Kista amubiasis berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin kista akan mengendap.2

Gbr. 6 Pemeriksaan mikroskopis kista dan trofozoit amuba (perbesaran 1000x). E dan F Kista amuba dalam pengecatan salin, G. Kista amuba dengan pengecatan Iodine. H. Trofozoit amuba yang menelan eritrosit dengan pengecatan salin. I. Trofozoit dengan pengecatan trichrome8KOMPLIKASI

1. Hipokalemi. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian oralit atau makanan kaya kalium seperti pisang, air kelapa dan sayuran berdaun hijau.2. Demam tinggi. Jika anak demam tinggi (? 39 C atau ? 102,2 F) yang akan menyebabkan kesulitan, berikan parasetamol.3. Prolaps rektum. Sedikit tekan kembali prolaps rektum menggunakan sarung tangan bedah atau kain basah. Atau, siapkan cairan yang hangat dari magnesium sulfat dan kompres dengan larutan ini untuk mengurangi prolaps dengan mengurangi edema tersebut.4. Kejang. Jika berlangsung lama atau berulang, maka berikan antikonvulsi dengan daizepam intravena atau diazepam rektal.5. Sindrom hemolitik-uremik. Bila pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan, maka pikirkan kemungkinan sindrom hemolitik-uremik (HUS) pada pasien dengan mudah memar, pucat, kesadaran menurun atau tidak ada output urin.9

PENATALAKSANAAN

Prinsip tatalaksana diare adalah :9a.Mengatasi dehidrasi.Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan terapi oral dengan memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin , kuah sayur, air sup.b.Pemberian nutrisi. Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang masih mimun ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.c.Pemberian Zink. Pemberian Zink selama 10 hari untuk anak dibawah usia 6 bulan 10 mg dan di atas 6 bulan 20 mg sekali sehari terbukti dapat memperbaiki kerusakan vili usus pada diare sehingga mempercepat penyembuhan diare, mengurangi frekuensi diare dan mencegah terjadinya diare berikutnya.d.Memberi edukasi pada orang tua. Memberi peringatan pada oran tua mengenai cara pemberian cairan pengganti diare, mengenali tanda tanda dehidrasi berat dan untuk tetap meneruskan makan dan minum selama anak diare. Bila anak masih mendapat ASI, tetap dilanjutkane.Pemberian antibiotik. Apabila ditemukan penderita diare infeksi, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti feses lendir dan berdarah, leukosit pada feses, kolera dan pasien imunokompromis. Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.Anak gizi buruk dengan disentri, serta anak dibawah usia 2 bulan dengan disentri harus dimondokkan di rumah sakit. Sebagai tambahan anak yang kelihatan sangat sakit atau toksik, letargis, perut kembung dan tegang serta kejang beresiko tinggi untuk mengalami sepsis sehingga harus dimondokkan di rumah sakit juga. Selain dari kelompok ini dapat dilakukan rawat jalan pada anak di rumah dengan pemberian obat :91. Antibiotik selama 5 hari. Antibiotik pilihan adalah yang masih sensitif dengan Shigella di daerah tersebut. Sebagai contoh adalah ciprofloxacin, pivmecillinam, atau fluoroquinolones lain. Catatan : metronidazole, streptomisin, tetrasiklin, kloramfenicol, sulfonamid, nitrofuran (cth : nitrofurantoin, furazolidone), aminoglikosida (cth : gentamisin, kanamisin), cephalosporins generasi pertama dan kedua (cth : cephaleksin, cefamandole), dan amoksisilin tidak efektif untuk Shigella. Kotrimoxazole dan ampisilin sekarang sudah tidak efektif lagi oleh karena telah terjadi resistensi di hampir seluruh dunia.2. Evaluasi gejala klinis setelah pemberian antibiotik selama dua hari, bila tidak ada perbaikan, hentikan pemberian antibiotik pertama dan beri antibiotik lini kedua yang masih sensitif untuk Shigella di daerah tersebut. Bila antibitik lini kedua masih tidak memberi perbaikan klinis setelah dua hari maka pikirkan kemungkinan diagnosis lain, rawat inap anak bila terdapat indikasi klinis atau tatalaksana sebagai disentri amuba dan beri Metronidazole (50 mg/kgBB/hari, 3 kali perhari) selama 5 hari.3. Lakukan kultur feses dan sensitivitas antibiotik bila memungkinkan.4. Anak usia dibawah dua bulan dengan diare lendir darah, pikirkan kemungkinan intususepsi dan rujuk ke dokter bedah bila perlu. Bila tidak, maka beri antibiotik Ceftriaxon IV/IM 100 mg/kg/hari, single dose selama 5 hari.5.Anak gizi buruk dengan diare disentri, pertama ditatalaksana sebagai disentri Shigella bila tidak membaik ditatalaksana sebagai disentri amuba. Tetapi bila fasilitas kesehatan tersedia pemeriksaan mikroskopis tinja maka lakukan pemeriksaan trofozoit pada tinja.

ANTIBIOTIK PADA DISENTRI SHIGELLA

Untuk diare disentri, manajemen pengobatan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) didasarkan bahwa diare disentri di negara berkembang banyak disebabkan oleh Shigella. Dimana Shigella jarang menyebabkan bakteremia dan sering menyerang pasien imunokompromis serta masih berespon baik dengan pemberian antimikroba berbeda dengan Salmonella. Sehingga penangananan yang tepat dapat mengurangi gejala hingga 50%. Sayangnya resistensi terhadapplasmid-mediated antimicrobialtelah muncul dengan cepat dan merupakan fenomena di seluruh dunia. Oleh karena itu uji sensitivitas terhadap antibiotik sangat diperlukan. Trimethoprim-sulfametoksazol merupakan obat pilihan untuk Shigella di daerah dimana sensitivitas antibiotik belum diketahui.9Sebuah meta analisis (International Journal of Epidemiology, 2010) mengenai kebijakan WHO baru dalam pengobatan diare disentri terbukti bahwa antibiotik ciprofloxacin, ceftriaxon, pivmenacilam yang direkomendasikan oleh WHO untuk diare disentri > 99% efektif dalam mengurangi tanda dan gejala disentri secara klinis, bakteriologis dan kekambuhan diare12Rangkuman hasil dari sebuah tinjauan kepustakaan sistematis (Cochrane review, 2009) dengan kriteria inklusi : penelitian acak buta terkendali pemberian antibiotik pada disentri Shigella dan luaran yang dinilai adalah terjadinya diare, demam pada masa follow up, kambuhnya diare, kesembuhan secra bakteriologis, efek samping obat.111.Antibiotik vs plaseboRodriguez 1989, membandingkan Furazolidone atau Kotrimoxazole dengan plasebo. Pasien yang diberi antibiotik lebih sedikit mengalami diare pada masa follow up dibanding kelompok plasebo (Furazolidone, RR 0,21, 95% CI 0,09 0,48, 73 peserta, Kotrimoxazole RR 0,30, 95% CI 0,15-0,59; 76 peserta, Analisis 1.1).Kabir 1986, membandingkan Ceftriaxone intravena (n = 64) dan Ampisilin intravena (n = 60) dengan plasebo (n = 30). Dengan hasil tidak dijumpai perbedaan antara kedua kelompok pada luaran waktu penyembuhan diare, demam dan darah di tinja atau efek samping obat2.Fluoroquinolones vs beta-laktamasea) Diare pada masa follow up. Beta-laktamase lebih efektif daripada fluoroquinolones (RR 4,68, CI 95% 1,74-12,59; 257 anak-anak) (Haltalin 1973; Leibovitz 2000); dari empat penelitian lain dengan pasien kurang dari 90% Shigella dikonfirmasi positif, menunjukkan hasil tidak ada pola yang jelas (Salam 1988;Bennish 1990; 1994 Alam; Salam 1998).b) Kambuhnya diare. Tidak ada pola hasil yang jelas meskipun telah dilakukan analisis subkelompok (Haltalin 1973; Salam1998; Leibovitz2000)c) Demam pada masa follow up. Tidak ada perbedaan antara kedua kelompok (n= 191) (Alam 1994; Salam 1998)d) Penyembuhan Bakteriologis. Tidak ada perbedaan antara dua kelompok antibiotik (n = 450) (Haltalin 1973; Salam1988; 1990 Bennish; Alam 1994; Salam 1998)e) Efek samping obat. Tidak terrdapat perbedaan pada kedua kelompok (Salam1988; 1990 Bennish; Salam1998; Leibovitz2000)3.Fluoroquinolones versus makrolid. Menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pada hasil luaran kejadian diare dan demam pada masa follow up, waktu sembuhnya diare, kesembuhan bakteriologis, efek samping obat dan waktu penghentian darah tinja (Khan 1997; Shanks 1999)4.Kotrimoksazol versus beta-laktamase.Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pada hasil luaran kejadian diare dan demam pada masa follow up, waktu sembuhnya diare, kesembuhan bakteriologis, efek samping obat dan waktu penghentian darah tinja (Nelson 1976a; Prado 1993)5.Kotrimoksazol versus fluoroquinolones.Tidak ada perbedaan signifikan antara dua kelompok pada hasil luaran kesembuhan bakteriologis, efek samping obat (n=62) (Gotuzzo 1989)6.Kotrimoksazol versus Furazolidine. Menunjukkan hasil tidak ada perbedaan signifikan antara dua kelompok pada luaran terjadinya diare masa follow up (Rodriguez 1989)7.Gentamisin oral versus Asam Nalidiksat.Menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada luaran terjadinya diare. Untuk hasil luaran penurunan demam, Asam Nalidiksat lebih efektif menurunkan demam dibandingkan Gentamisin oral (RR 2.37, 95% CI 1.11 5.07; 79 peserta). Untuk kesembuhan bakteri, Asam Nalidiksat lebih efektif menghasilkan penyembuhan bakteri dibandingkan Gentamisin oral (RR 2.10, 95% CI 1.29 to 3.42; 79 peserta) (Islam, 1994)8.Sulfonamid versus tetracyclines.Menunjukkan hasil tidak ada perbedaan pada kedua kelompok pada luaran terjadinya diare dan kesembuhan bakteri (Bibile, 1961)Dari tinjauan kepustakaan sistematis ini (Cochrane review, 2009) disimpulkan bahwa pemberian antibiotik terbukti mengurangi durasi disentri Shigella. Dan dianjurkan perlunya dilakukan pemeriksaan pola sensitivitas antibiotik terbaru untuk spesies dan strain yang berbeda dari Shigella sehingga dapat digunakan sebagai penuntun terapi empiris lini pertama pada diare disentri secara lokal atau regional.11

Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)Ruang Lingkup Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit:- Imunisasi- Surveilans epidemiologi- TBC- Malaria- Kusta- DBD- Penanggulangan KLB- ISPA/Pnemonia- Filariasis- AFP- Diare- Rabies/Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR)- Kesehatan Matra (Haji dan P. Bencana)- Frambusia- Leptospirosis- HIV/AIDS- Penyakit tidak menular (DM, hipertensi, dll).Definisi epidemiologi menurut WHO (1989) adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa yang berkaitan dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah kesehatan.Pengertian Surveilans (WHO) adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.Surveilans epidemiologi adalah kegiatan aalisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tinakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.Tujuan surveilans:1. Menentukan data dasar/besarnya masalah kesehatan2. Memantau atau mengetahui kecenderungan penyakit3. Mengidentifikasi adanya kejadian luar biasa4. Membuat rencana, pemantauan, penilaian atau evaluasi program kesehatan.

Subsistem surveilans epideiologi kesehatan:c. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menulard. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menulare. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilakuf. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatang. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentan Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.Jenis-jenis penyakit yang diamati di Puskesmas (STP):

10. Kolera11. Diare12. Diare Berdarah13. Tifus perut klinis14. TB Paru BTA +15. TB Paru Klinis16. Kusta PB17. Kusta MB18. Campak19. Difteri20. Batuk Rejan21. Tetanus22. Hepatitis Klinis23. Malaria Klinis24. Malaria Vivax25. Malaria Falsifarum26. Malaria mix27. Demam Berdarah Dengue28. Demam Dengue29. Pnemonia30. Sifilis31. Gonore32. Frambusia33. Filariasis34. Influenza

Kejadian Luar Biasa (KLB) =Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB) = adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidmiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu.

Kriteria Kerja KLB:1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktuberturut-turut menurut jenis penyakitnya.3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkandengan periode sebelumnya.4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikkan dua kali lipatatau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahunsebelumnya.5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kalilipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata perbulan dari tahunsebelumnya.6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.7. Proposional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentumenunjukkan kenaikan dua kali atau lebih periode yang sama dalam kurunwaktu/tahun sebelumnya.8. Beberapa penyakit khusus: kolera, DBD/DSS:a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis)b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggusebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita: keracunan makanan,keracunan pestisida.

Macam penyakit menular:Penyakit karantina atau wabah (UU No.1 dan 2 tahun 1962): Kolera, Pes,Demam kuning, Deman bolak-balik, Tifus Bercak Wabah, Poliomielitis danDifteri).Penyakit menular dengan potensi wabah tinggi: DBD, Diare, Campak, Pertusisdan Rabies, Avian Influenza, HIV/AIDS.Penyakit menular dengan potensi wabah rendah: malaria, meningitis,frambusia, keracunan, influenza, ensefalitis, antraks, tetanus neonatorumdan tifus abdominalis.Penyakit menular yang tidak berpotensi wabah : kecacingan, lepra, TBC,Sifilis, Gonore dan Filariasis.

Penyelidikan epidemiologi KLB yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk memastikan adanya penderita penyakit yang dapat menimbulkan KLB, mengenai sifat-sifat penyebabnya dan faktor-fator yang mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasannya.Tujuan Penyelidikan Epidemiologi KLB adalah untuk menentukan jenis penyakit yang menimbulkan KLB dan cara-cara mencegah meluasnya daerah/populasi yang terkena dan caracara pemberantasannya.

3 M Plus adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara :

1. Menguras tempat-tempat penampungan air seperti : bak mandi / WC,tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggusekali.2. Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drumdan lain-lain.3. Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar / di luar rumah yangdapat menampung air hujan.

Plus tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atausulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid 2 3 bulansekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosid untuk100 liter air. Abate dapat diperoleh/dibeli di puskesmas atau di apotik. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk. Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.

ERADIKASI CAMPAKPenyakit campak sering juga disebut penyakit morbili atau measles. Definisi kasus campak klinis adalah kasus dengan gejala bercak kemerahan di tubuh berbentukmakulo papular selama 3 hari atau lebih disertai panas badan 38 derajat C atau lebih (teraba panas) dan disertai salah satu gejala batuk pilek atau mata merah (WHO).Pada sidang CDC/PAHO/WHO, tahun 1996 menyimpulkan bahwa penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) /reservoir campak hanya pada manusia, serta tersedia vaksin dengan potensi yang cukup tinggi yaitu effikasi vaksin 85%, dan diperkirakan eradikasi dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi.WHO mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya pemberantasan campak, dengan tekanan strategi yang berbeda-beda pada setiap tahap yaitu :

1.Tahap ReduksiTahap ini dibagi dalam 2 tahap :a.Tahap pengendalian campakPada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbiditas campak yang tinggi. Daerah-daerah ini masih merupakan daerah endemis campak, tetapi telah terjadipenurunan insiden dan kematian, dengan pola epidemiologi kasus campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun.b.Tahap Pencegahan KLBCakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi > 80% dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, insiden campak telah bergeser kepada umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun.2. Tahap EliminasiCakupan imunisasi sangat tinggi > 95% dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi.Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imuniasi campak.3. Tahap Eradikasi.Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus campak sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi.

Surveilans campak dilakukan untuk mengetahui permasalahan dalam penanggulangan campak yang meliputi :1. Kelompok umur kasus campak2. Status imunisasi kasus campak3. Wilayah yang bermasalah serta waktu kejadian kasus campak4. Memprediksi terjadinya KLB campak

Kegunaan data surveilans campak bagi program imunisasi :1. Untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan imunisasi campak2. Memberikan arahan bagi program imunisasi dalam menentukan kebijakan imunisasi campak dan perencanaan dimasa mendatang secara tepat sesuai dengan permasalahan yang ditemukan oleh surveilans.Peran petugas kesehatan dalam surveilans campak:1. Melakukan pengobatan2. Mencatat dan melaporkan setiap kasus campak ke Puskesmas / DinasKesehatan setempat menggunakan form C13. Pastikan status imunisasi campak penderita telah tercatat.4. Menanyakan pada keluarga penderita apakah ada penderita campak lain diwilayahnya5. Jika terdapat kasus, keluarga disarankan untuk membawa penderita campakke Puskesmas / pelayanan kesehatan setempat

Tatalaksana kasus campak:1. Pengobatan simptomatik (atipiretik)2. Pemberian antibiotik bila ada komplikasi, bila berat segera dirujuk ke RS3. Pemberian vitamin A dosis tinggi (sesuai umur)4. Perbaikan gizi5. meningkatkan cakupan imunisasi campak/ring vaksinasi (program cepat,sweeping) pada desa-desa risiko tinggi.Peran Puskesmas dalam Penanggulangan KLB Campak:1. Setiap kasus campak yang datang ke Puskesmas, harus dicatat dalam formulirC1, laporkan setiap bulan ke Kabupaten.2. Setelah itu tanyakan apakah ada anak lain di sekitar penderita yangmempunyai penyakit dengan gejala yang sama, bila ada, lakukan pelacakan.3. Bila terdapat lebih dari 5 penderita dalam 4 minggu berturut-turutmengelompokkan secara epidemiologis di wilayah puskesmas, lakukanpenyelidikan KLB menggunakan formulir C1 dan C2.

Definisi Kasus Campak Konfirmasi:1. Pemeriksaan laboratorium serologis (IgM positip atau kenaikan titer antibodi 4kali) dan atau isolasi virus campak positip.2. Kasus campak yang mempunyai kontak langsung (hubungan epidemiologi)dengan kasus konfirmasi, dalam periode waktu 1-2 minggu.

Definisi KLB campak1. Tersangka KLB CampakAdanya 5 atau lebih kasus tersangka campak dalam waktu 4 mingguberturut-turut mengelompok dan mempunyai hubungan epidemiologis satu samalain.2. KLB Campak PastiApabila minimum 2 spesimen positif IgM campak dari hasil pemeriksaan kasuspada tersangka KLB campak.

Tindakan Puskesmas bila terjadi tersangka KLB campak ?1. Laporkan ke Dinas Kesehatan Kab/Kota2. Lacak penderita bersama Kab/Kota menggunakan formulir C1 dan C23. Ambil specimen darah penderita sesuai pedoman, segera kirim ke DinkesKabupaten / Kota4. Analisa data, buat kesimpulan seperti tertera dalam peran Puskemas5. Laporkan hasil penyelidikan KLB dan diskusikan dengan staf Puskesmasdan Kabupaten6. Buat laporan lengkap KLB setelah tidak ada lagi kasus tambahan selama2x masa inkubasi (22 minggu). Laporkan ke Dinas Kesehatankabupaten/kota.

Menurut WHO, apabila ditemukan satu (1) kasus pada satu wilayah, maka kemungkinan ada 17-20 kasus di lapangan pada jumlah penduduk rentan yang tinggi.

Pada tahap reduksi campak dengan pencegahan KLB :Pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap 10 - 15 kasus baru pada setiap KLB.Populasi rentan (susceptible) atau tak terlindungi imunisasi campak dapat dihitung dengan rumus :Prc = Px - 0,85 ( Cix .Px ) - BS - AMPrc = Jumlah populasi rentan campak pada tahun (x)Px = Jumlah populasi bayi pada tahun (x)Ci.x = % cakupan imunisasi tahun (x)BS = Jumlah Bayi sakit campak selama periode thn xAM = Jurnlah Bayi meninggal selama periode tahun (x)Cara pengambilan specimen darah pada tersangka KLB campak ?1. Darah : ambil 3 5 ml darah vena pada tersangka penderita campak sebelum 28hari setelah timbul rash, menggunakan syring 5 ml. Diamkan dalam suhu kamarselama 1 jam. Ambil serum,masukkan ke dalam tabung khusus. LAli masukkan kedalam spesimen carier pada suhu 2 8 C.2. Segera kirim ke propinsi atau laboratorium campak nasional

IMUNISASITujuan kegiatan imunisasi:1. Memberikan kekebalanpada bayi, anak dan ibu hamil dengan maksud menurunkanangka kesakitan dan kematian serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dariPD3I.2. Tercapainya Universal Child Immunization yaitu tercapainya cakupanimunisasi dasar lengkap > 80% (1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosois Polio,1 dosis Campak dan 3 dosis Hepatitis B sebelum anak berusia 1 tahun).3. Tercapainya Eliminasi Tetanus Neonatorum (insiden < 1 per 10.000 KH). 4. Tercapainya Eradikasi Poliomyelitis di seluruh Indonesia. 5. tercapainya reduksi Campak sebesar 90% dibandingkan sebelum program imunisasi dilakukan. Vaksin dibuat dari berbagai cara:Bibit penyakit yang dimatikan : bakteri pertusisBibit penyakit yang dilemahkan: campak, polio, BCGToksin yang diubah menjadi toksoid: TT dan DTBioteknologi rekayasa genetika: Hepatitis B.Karakteristik vaksin: Jenis vaksin produksi PT. Bio Farma untuk program imunisasi saat ini adalah : BCG (Basillus Calmette Guirene) dalam bentuk ampul berisi 20 dosis IP = 4 Polio dalam bentuk vial berisi 10 dosis/5 cc IP = 8 Campak dalam bentuk vial verisi 10 dosis/5 cc IP = 4 TT (Tetanus Toxoid) dalam bentuk vial berisi 10 dosis/5 cc) IP = 8 DT (Difteri Tetanus) dalam bentuk 10 dosis/5 cc) IP = 20 DTP (Difteri, Tetanus, Pertusis) dalam bentuk vial berisi 10 dosis/5 cc IP = 6 Hepatitis B dalam bentuk uniject berisi 1 dosis (0,5 cc) IP = 1 Sifat vaksin: 1. Vaksin yang rusak karena pembekuan: DPT, DT, TT, Hepatitis B 2.Vaksin yang tidak rusak karena pembekuan (boleh beku): BCG, Polio dan Campak. Kebijaksanaan penggunaan kembali vaksin yang telah dibuka adalah sebagai berikut : a. Vaksin DTP, DT, TT, Hep. B dan Polio dapat digunakan kembali hingga 4 minggu sejak vial vaksin dibuka. b. Vaksin campak karena tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan tidak lebih dari 6 jam sejak dilarutkan. Sedangkan vaksin BCG boleh digunakan hanya 3 jam setelah dilarutkan. c. Sisa vaksin dari lapangan seperti BCG, Campak, Polio, DTP, DT, TT dan Hep. B jangan disimpan dalam lemari es d. Sisa vaksin harus disimpan selama 1 bulan. Hal ini diperlukan untuk melacak bila terjadi kasus KIPI pada vaksin yang telah dipergunakan Uji mutu vaksin Mutu vaksin DPT yang baik:Bila didiamkan lama maka ada sedikit endapan pada dasarnya.Bila botol dimiringkan maka endapan mudah bergerak.Jika dikocok maka vaksin menjad berkabut. Kabut sangat halus dan tidakada bintik-bintik. Kabut tersebut menjadi endapan lagi secara perlahan-lahan.Vaksin DPT dapat rusak kalau pernah beku. Untuk itu diperiksa denganuji kocok. Uji kocok (shake test) vaksin DPT:

TIDAK PERNAH BEKUSaat ini = Rata dan keruh15 menit = Tetap rata dan keruh30 menit = Mulai jernih tapi tidak ada endapan60 menit = Sebagian jernih dan dengan endapan keruh bila digoyang

WAKTU PERNAH BEKUSaat ini = Ada gumpalan kecil, sedikit keruh15 menit = Ada endapan pada dasar botol30 menit = Sebagian tetap jernih, ada endapan tebal60 menit = Endapan tebal bergerak bila botol digoyang

5 DOSIS TT SEUMUR HIDUP

ANTIGEN INTERVAL PROTEKSITT1 0 tahun4 mingguTT2 3 tahun6 bulanTT3 5 tahun1 tahunTT4 10 tahun1 tahunTT5 > 25 Tahun

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)Definisi KIPIMenurut Komite Nasional Pengkajian dan Penaggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor etiologi menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:

1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors)2. Reaksi suntikan3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)4. Faktor kebetulan (koinsiden)5. Penyebab tidak diketahui

Imunisasi Pada Kelompok ResikoUntuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko adalah:1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahuluHal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk penanganan segera.2. Bayi berat lahir rendahPada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dari pada bayi cukup bulanb) Apabila berat badan bayi sangat kecil (