disentri

26
, DIARE DISENTRI PENDAHULUAN Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dis (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan luka atau ulkus di colon ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2) diare, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir. 1 Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Disentri amuba tersebar hampir ke seluruh dunia terutama di negara yang sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, hygiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang. 2 Akibat penting dari diare disentri adalah penurunan berat badan, anoreksia dan kerusakan usus karena bakteri invasif. Beberapa komplikasi lain juga dapat terjadi. Penyebab utama disentri akut adalah Shigella, penyebab lain adalah Campylobacter jejuni, E coli enteroinvasive, Salmonella dan Entamuba histolytica. Aeromonas juga diketahui sebagai bakteri penyebab diare disentri.

Upload: taufik-ghockil-zlaluw

Post on 16-Sep-2015

76 views

Category:

Documents


27 download

DESCRIPTION

disentri

TRANSCRIPT

,

DIARE DISENTRIPENDAHULUANDisentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dis (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan luka atau ulkus di colon ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2) diare, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir. 1Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Disentri amuba tersebar hampir ke seluruh dunia terutama di negara yang sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, hygiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang. 2Akibat penting dari diare disentri adalah penurunan berat badan, anoreksia dan kerusakan usus karena bakteri invasif. Beberapa komplikasi lain juga dapat terjadi. Penyebab utama disentri akut adalah Shigella, penyebab lain adalah Campylobacter jejuni, E coli enteroinvasive, Salmonella dan Entamuba histolytica. Aeromonas juga diketahui sebagai bakteri penyebab diare disentri. Dalam satu studi pasien diare dengan Aeromonas positif, gejala klinis yang muncul 30% diare berdarah, 37% muntah-muntah, dan 31% demam. 1

EPIDEMIOLOGIDinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infection dan waterborne infection yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC). 2Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya yang mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun. 2Sebuah penelitian mengenai penyebab diare disentri pada anak usia 0 15 tahun di Salvador, Brazil ditemukan pada hasil kutur tinja Shigella adalah penyebab tersering dan ditemukan pada 141 (54.3%) hasil kultur. Sedangkan Salmonella ditemukan dalam 100 (38.4%) dan Enteropathogenic E. coli 19 (7.3%). Salmonella ditemukan sebagai penyebab utama diare bakterial pada anak usia di bawah lima tahun sedangkan Shigella ditemukan lebih sering pada anak usia 5 sampai 15 tahun. 4Amubiasis merupakan protozoa kedua setelah malaria yang dapat menyebabkan kematian. Di seluruh dunia 500 juta orang adalah sebagai karier Entamuba histolytica atau Entamuba dispar, 50 juta adalah penderita amubiasis aktif dan 50.000 sampai 100.000 orang meninggal pertahun. Amubiasis tinggi di negara Afrika, Indocina, Amerika Tengah dan Selatan. Di Amerika Serikat kasus ini lebih jarang terjadi, kelompok risiko utama adalah imigran dari daerah endemik dan orang yang tinggal di penampungan. Distribusi puncak usia penderita amubiasis ada dua yaitu pada usia 2 sampai 3 tahun dengan tingkat fatalitas kasus 20% dan usia lebih dari 40 tahun dengan tingkat fatalitas kasus sebesar 70%. 5 PATOFISIOLOGI

Mayoritas patogen tidak dapat mencapai usus dengan mudah. Karena tubuh mempunyai berbagai macam pertahanan yaitu : 1. Keasaman lambung (pH 10 mm). Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). 5 Gbr 5. Bentuk Kista dan trofozoit amubaBentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia. Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa. Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam sistem air minum. 5 DIAGNOSISGejala klinis Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul nyeri perut, demam, dan tinja encer. Tinja yang encer tersebut berhubungan dengan kerja eksotoksin dalam usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, karena infeksi meliputi ileum dan kolon, maka jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer tapi sering mengandung lendir dan darah. Tiap gerakan usus disertai dengan mengedan dan tenesmus yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih dari setengah kasus dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan air dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan kematian. Hal ini dikarenakan terdapat hubungan perkembangan metabolisme cairan dan elektrolit sistem gastrointestinal yang memiliki variasi usia. Pada bayi mukosa usus cenderung lebih permeabel terhadap air. Sehingga pada bayi dampak dari peningkatan osmolalitas lumen karena proses diare menghasilkan kehilangan cairan dan elektrolit yang lebih besar daripada anak yang lebih tua atau orang dewasa dengan proses yang sama. 9Disentri Amuba Carrier (Cyst Passer) tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena amuba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke dinding usus. Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang (tenesmus). Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan. 5Laboratorium Pemeriksaan tinja dapat membantu menegakkan diagnosis. Ditemukannya darah dan lendir di tinja merupakan tanda yang penting penyebab diare disentri. Leukosit di tinja menunjukkan 70% penyebab diare adalah bakteri dan 90% adalah diare disentri karena leukosit di tinja memiliki sensitivitas dan positive predictive value cukup tinggi untuk diare disentri 2 Tabel 2. Perbandingan pemeriksaan leukosit dengan hasil kultur tinja10

Tabel 3. Pemeriksaan tinja dan interpretasi hasil 2

Pemeriksaan leukosit di tinjaDapatkan sejumlah kecil tinja segar, sebaiknya dengan lendir. Kemudian usap tipis pada objek glass dan tambahkan setetes metilen biru kemudian tutup dengan coverslip. Lihat di bawah mikroskop dengan perbesaran rendah 10 x kemudian periksa lagi dengan perbesaran tinggi (40x). Adanya lebih dari 5 leukosit dalam satu lapangan pandang di mikroskop menunjukkan hasil positif. 2

Pemeriksaan tinja amubiasis. Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar mengandung darah dan lendir dari Anal Swab atau Colok dubur. Kemudian tinja dihapuskan ke objek glass dan diberi larutan Nacl 0,9% kemudian tutup dengan cover slip. Lihat di bawah mikroskop dengan perbesaran rendah 10 x kemudian periksa lagi dengan perbesaran tinggi (40x). 2Dalam tinja pasien dapat ditemukan bentuk trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin. Temuan adanya trofozoit sebagai diagnosis pasti amubiasis, temuan adanya kista amuba beum cukup untuk mendiagnosis amuba. 2Kista amubiasis berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin kista akan mengendap. 2

Gbr. 6 Pemeriksaan mikroskopis kista dan trofozoit amuba (perbesaran 1000x). E dan F Kista amuba dalam pengecatan salin, G. Kista amuba dengan pengecatan Iodine. H. Trofozoit amuba yang menelan eritrosit dengan pengecatan salin. I. Trofozoit dengan pengecatan trichrome 8 KOMPLIKASI

1. Hipokalemi. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian oralit atau makanan kaya kalium seperti pisang, air kelapa dan sayuran berdaun hijau.2. Demam tinggi. Jika anak demam tinggi (? 39 C atau ? 102,2 F) yang akan menyebabkan kesulitan, berikan parasetamol.3. Prolaps rektum. Sedikit tekan kembali prolaps rektum menggunakan sarung tangan bedah atau kain basah. Atau, siapkan cairan yang hangat dari magnesium sulfat dan kompres dengan larutan ini untuk mengurangi prolaps dengan mengurangi edema tersebut.4. Kejang. Jika berlangsung lama atau berulang, maka berikan antikonvulsi dengan daizepam intravena atau diazepam rektal.5. Sindrom hemolitik-uremik. Bila pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan, maka pikirkan kemungkinan sindrom hemolitik-uremik (HUS) pada pasien dengan mudah memar, pucat, kesadaran menurun atau tidak ada output urin.9

PENATALAKSANAAN

Prinsip tatalaksana diare adalah : 9a. Mengatasi dehidrasi. Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan terapi oral dengan memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin , kuah sayur, air sup.b. Pemberian nutrisi. Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang masih mimun ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak. c. Pemberian Zink. Pemberian Zink selama 10 hari untuk anak dibawah usia 6 bulan 10 mg dan di atas 6 bulan 20 mg sekali sehari terbukti dapat memperbaiki kerusakan vili usus pada diare sehingga mempercepat penyembuhan diare, mengurangi frekuensi diare dan mencegah terjadinya diare berikutnya.d. Memberi edukasi pada orang tua. Memberi peringatan pada oran tua mengenai cara pemberian cairan pengganti diare, mengenali tanda tanda dehidrasi berat dan untuk tetap meneruskan makan dan minum selama anak diare. Bila anak masih mendapat ASI, tetap dilanjutkan e. Pemberian antibiotik. Apabila ditemukan penderita diare infeksi, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti feses lendir dan berdarah, leukosit pada feses, kolera dan pasien imunokompromis. Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman. Anak gizi buruk dengan disentri, serta anak dibawah usia 2 bulan dengan disentri harus dimondokkan di rumah sakit. Sebagai tambahan anak yang kelihatan sangat sakit atau toksik, letargis, perut kembung dan tegang serta kejang beresiko tinggi untuk mengalami sepsis sehingga harus dimondokkan di rumah sakit juga. Selain dari kelompok ini dapat dilakukan rawat jalan pada anak di rumah dengan pemberian obat : 91. Antibiotik selama 5 hari. Antibiotik pilihan adalah yang masih sensitif dengan Shigella di daerah tersebut. Sebagai contoh adalah ciprofloxacin, pivmecillinam, atau fluoroquinolones lain. Catatan : metronidazole, streptomisin, tetrasiklin, kloramfenicol, sulfonamid, nitrofuran (cth : nitrofurantoin, furazolidone), aminoglikosida (cth : gentamisin, kanamisin), cephalosporins generasi pertama dan kedua (cth : cephaleksin, cefamandole), dan amoksisilin tidak efektif untuk Shigella. Kotrimoxazole dan ampisilin sekarang sudah tidak efektif lagi oleh karena telah terjadi resistensi di hampir seluruh dunia. 2. Evaluasi gejala klinis setelah pemberian antibiotik selama dua hari, bila tidak ada perbaikan, hentikan pemberian antibiotik pertama dan beri antibiotik lini kedua yang masih sensitif untuk Shigella di daerah tersebut. Bila antibitik lini kedua masih tidak memberi perbaikan klinis setelah dua hari maka pikirkan kemungkinan diagnosis lain, rawat inap anak bila terdapat indikasi klinis atau tatalaksana sebagai disentri amuba dan beri Metronidazole (50 mg/kgBB/hari, 3 kali perhari) selama 5 hari. 3. Lakukan kultur feses dan sensitivitas antibiotik bila memungkinkan.4. Anak usia dibawah dua bulan dengan diare lendir darah, pikirkan kemungkinan intususepsi dan rujuk ke dokter bedah bila perlu. Bila tidak, maka beri antibiotik Ceftriaxon IV/IM 100 mg/kg/hari, single dose selama 5 hari. 5. Anak gizi buruk dengan diare disentri, pertama ditatalaksana sebagai disentri Shigella bila tidak membaik ditatalaksana sebagai disentri amuba. Tetapi bila fasilitas kesehatan tersedia pemeriksaan mikroskopis tinja maka lakukan pemeriksaan trofozoit pada tinja.

ANTIBIOTIK PADA DISENTRI SHIGELLA

Untuk diare disentri, manajemen pengobatan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) didasarkan bahwa diare disentri di negara berkembang banyak disebabkan oleh Shigella. Dimana Shigella jarang menyebabkan bakteremia dan sering menyerang pasien imunokompromis serta masih berespon baik dengan pemberian antimikroba berbeda dengan Salmonella. Sehingga penangananan yang tepat dapat mengurangi gejala hingga 50%. Sayangnya resistensi terhadap plasmid-mediated antimicrobial telah muncul dengan cepat dan merupakan fenomena di seluruh dunia. Oleh karena itu uji sensitivitas terhadap antibiotik sangat diperlukan. Trimethoprim-sulfametoksazol merupakan obat pilihan untuk Shigella di daerah dimana sensitivitas antibiotik belum diketahui. 9Sebuah meta analisis (International Journal of Epidemiology, 2010) mengenai kebijakan WHO baru dalam pengobatan diare disentri terbukti bahwa antibiotik ciprofloxacin, ceftriaxon, pivmenacilam yang direkomendasikan oleh WHO untuk diare disentri > 99% efektif dalam mengurangi tanda dan gejala disentri secara klinis, bakteriologis dan kekambuhan diare 12Rangkuman hasil dari sebuah tinjauan kepustakaan sistematis (Cochrane review, 2009) dengan kriteria inklusi : penelitian acak buta terkendali pemberian antibiotik pada disentri Shigella dan luaran yang dinilai adalah terjadinya diare, demam pada masa follow up, kambuhnya diare, kesembuhan secra bakteriologis, efek samping obat. 111. Antibiotik vs plaseboRodriguez 1989, membandingkan Furazolidone atau Kotrimoxazole dengan plasebo. Pasien yang diberi antibiotik lebih sedikit mengalami diare pada masa follow up dibanding kelompok plasebo (Furazolidone, RR 0,21, 95% CI 0,09 0,48, 73 peserta, Kotrimoxazole RR 0,30, 95% CI 0,15-0,59; 76 peserta, Analisis 1.1). Kabir 1986, membandingkan Ceftriaxone intravena (n = 64) dan Ampisilin intravena (n = 60) dengan plasebo (n = 30). Dengan hasil tidak dijumpai perbedaan antara kedua kelompok pada luaran waktu penyembuhan diare, demam dan darah di tinja atau efek samping obat 2. Fluoroquinolones vs beta-laktamasea) Diare pada masa follow up. Beta-laktamase lebih efektif daripada fluoroquinolones (RR 4,68, CI 95% 1,74-12,59; 257 anak-anak) (Haltalin 1973; Leibovitz 2000); dari empat penelitian lain dengan pasien kurang dari 90% Shigella dikonfirmasi positif, menunjukkan hasil tidak ada pola yang jelas (Salam 1988;Bennish 1990; 1994 Alam; Salam 1998). b) Kambuhnya diare. Tidak ada pola hasil yang jelas meskipun telah dilakukan analisis subkelompok (Haltalin 1973; Salam1998; Leibovitz2000) c) Demam pada masa follow up. Tidak ada perbedaan antara kedua kelompok (n= 191) (Alam 1994; Salam 1998)d) Penyembuhan Bakteriologis. Tidak ada perbedaan antara dua kelompok antibiotik (n = 450) (Haltalin 1973; Salam1988; 1990 Bennish; Alam 1994; Salam 1998) e) Efek samping obat. Tidak terrdapat perbedaan pada kedua kelompok (Salam1988; 1990 Bennish; Salam1998; Leibovitz2000)3. Fluoroquinolones versus makrolid. Menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pada hasil luaran kejadian diare dan demam pada masa follow up, waktu sembuhnya diare, kesembuhan bakteriologis, efek samping obat dan waktu penghentian darah tinja (Khan 1997; Shanks 1999)4. Kotrimoksazol versus beta-laktamase. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pada hasil luaran kejadian diare dan demam pada masa follow up, waktu sembuhnya diare, kesembuhan bakteriologis, efek samping obat dan waktu penghentian darah tinja (Nelson 1976a; Prado 1993) 5. Kotrimoksazol versus fluoroquinolones. Tidak ada perbedaan signifikan antara dua kelompok pada hasil luaran kesembuhan bakteriologis, efek samping obat (n=62) (Gotuzzo 1989) 6. Kotrimoksazol versus Furazolidine. Menunjukkan hasil tidak ada perbedaan signifikan antara dua kelompok pada luaran terjadinya diare masa follow up (Rodriguez 1989)7. Gentamisin oral versus Asam Nalidiksat. Menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada luaran terjadinya diare. Untuk hasil luaran penurunan demam, Asam Nalidiksat lebih efektif menurunkan demam dibandingkan Gentamisin oral (RR 2.37, 95% CI 1.11 5.07; 79 peserta). Untuk kesembuhan bakteri, Asam Nalidiksat lebih efektif menghasilkan penyembuhan bakteri dibandingkan Gentamisin oral (RR 2.10, 95% CI 1.29 to 3.42; 79 peserta) (Islam, 1994)8. Sulfonamid versus tetracyclines. Menunjukkan hasil tidak ada perbedaan pada kedua kelompok pada luaran terjadinya diare dan kesembuhan bakteri (Bibile, 1961)Dari tinjauan kepustakaan sistematis ini (Cochrane review, 2009) disimpulkan bahwa pemberian antibiotik terbukti mengurangi durasi disentri Shigella. Dan dianjurkan perlunya dilakukan pemeriksaan pola sensitivitas antibiotik terbaru untuk spesies dan strain yang berbeda dari Shigella sehingga dapat digunakan sebagai penuntun terapi empiris lini pertama pada diare disentri secara lokal atau regional. 11

DAFTAR PUSTAKA

1. DeWitt G.T, Acute Infectious Bloody Diarrhea. Pediatr. Rev. 1992;13;97-119 2. Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-305.3. Diniz-Santos R.D., Santana, Epidemiological and Microbiological Aspects of Acute Bacterial Diarrhea in Children from Salvador, Bahia, Brazil, The Brazilian Journal of Infectious Diseases 2005;9(1):77-834. Yost J. Amebiasis. Pediatr. Rev 2002;23;2935. DeWitt G.T, Acute Diarrhea in Children. Pediatr. Rev 1989;11;6-126. Haque R, Huston, C.D, et al, Amebiasis, N Engl J Med 2003; 348;167. Sudhakar P., Subramani P, REVIEW: Mechanisms of Bacterial Pathogenesis and Targets for Vaccine Design, Journal of Young Investigation, 2005;20;2;18. Northrup S.R., Flanigan P.T., Gastroenteritis. Pediatr. Rev 1994;15;461-4719. Pocket book of hospital care for children: guidelines for the management of common illnesses with limited resources. WHO Guidelines, 200510. DeWitt G.T., Humphrey FK., McCarthy P, Clinical Predictors of Acute Bacterial Diarrhea in Young Children, Pediatrics, 1985;76;551-55611. R.H. PC, David KV, John SM, Sankarapandian V, Antibiotic for Shigella disentery (Review), Cochrane Review 2009; CD006784. DOI: 10.100212. Traa SB, Walker Fischer CL, Munos M, Black ER, Antibiotics for the treatment of dysentery in children. International Journal of Epidemiology 2010;39:i70i74 More Sharing ServicesShare|Share on facebookShare on twitterShare on emailShare on print Toilet Training Perlindungan ASI terhadap INfeksi 3 comments on Diare Disentri1. Aziizah SyifariazzahraJuly 24, 2012 at 6:57 am yaReply 2. Dicky HermawanJuly 29, 2012 at 9:09 am thank youReply 3. Helmy OthmanSeptember 19, 2012 at 8:35 am bermanfaat bgtReply Leave a replyTop of Form

Bottom of FormRead Us in Newspaper!Recent Posts Cegah Kanker Hati dengan Imunisasi Cara Pemakaian Supositoria yang Benar Were the Gen C Pasienku yang Sembuhkanku Dirgahayu IDI : Mengapa Ke Luar Negeri?Popular Posts Infeksi Tali Pusat Benjolan di Kulit Kepala Diare Disentri Kesehatan Ibu hamil, melahirkan dan nifas Universal PrecautionsRecent Comments Rangga Lawe on Benjolan di Kulit Kepala Anjun Cece on Disentri Azura Fiad on Pramuka Berjaya YhaRayha Midwifery on Infeksi Tali Pusat Amar Syah on ORAL TRUSHContributors Coffee and Life Vicka Farah Diba's Blog Dokter AnakkuRelated Links Visitors Online 02 visitor(s) online powered by WassUpCopyrighted 2012 Dokter Anakku. Designed by paramitopia. Powered by WordPress. Pink October WordPress theme by simplyWP