digital_20351566-pr-hafidzah fitriyah (1).pdf

64
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN HIDROSEFALUS DI LANTAI III UTARA RSUP FATMAWATI JAKARTA KARYA ILMIAH AKHIR NERS HAFIDZAH FITRIYAH, S.Kep 0706270655 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS DEPOK JULI 2013 Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

Upload: mutiarasartikasuhardi

Post on 11-Nov-2015

32 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA

    PASIEN HIDROSEFALUS DI LANTAI III UTARA RSUP FATMAWATI JAKARTA

    KARYA ILMIAH AKHIR NERS

    HAFIDZAH FITRIYAH, S.Kep

    0706270655

    FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS

    DEPOK JULI 2013

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • i

    UNIVERSITAS INDONESIA

    ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA

    PASIEN HIDROSEFALUS DI LANTAI III UTARA RSUP FATMAWATI JAKARTA

    KARYA ILMIAH AKHIR NERS

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners keperawatan

    HAFIDZAH FITRIYAH, S.Kep

    0706270655

    FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS

    DEPOK JULI 2013

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • ii

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • iii

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-

    Nya sehingga karya ilmiah saya yang berjudul Analisis Praktik Klinik

    Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Hidrosefalus di

    Lantai 3 Utara RSUP Fatmawati dapat selesai. Penulisan karya ilmiah ini

    dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Ners

    Keperawatan pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya

    menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

    sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu,

    saya mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Ibu Siti Chodidjah, S.Kp., MN; selaku dosen pembimbing yang telah

    mengarahkan saya dalam penyusunan karya ilmiah ini;

    2. Ibu Riri Maria, S.Kp., MANP; selaku Koordinator Mata Ajar Karya Ilmiah

    Akhir-Ners;

    3. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan bantuan dukungan material

    dan moral, serta memberikan semangat;

    4. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu memberikan semangat dan hiburan di

    saat kejenuhan melanda;

    5. Mas Ryan Yudo Widiyatmoko yang selalu memberikan semangat dan

    dukungan dalam penyelesaian karya ilmiah ini;

    6. Teman-teman satu bimbingan (Titis Tolada, Dewanti, Aditya Wijayanti, dan

    Kak Ade Kurniah) yang saling mendukung dalam pembuatan karya ilmiah

    akhir ners ini;

    7. Teman-teman Profesi 2013 yang selalu memberikan semangat dan berjuang

    bersama-sama dengan saya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

    Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan

    semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah ini membawa

    manfaat bagi perkembangan ilmu.

    Depok, 11 Juli 2013

    Penulis

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • v

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • vi

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

    bawah ini:

    Nama : Hafidzah Fitriyah, S.Kep

    NPM : 0706260655

    Program Studi : Ilmu Keperawatan

    Fakultas : Ilmu Keperawatan

    Jenis karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

    demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

    Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive

    Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan

    pada Pasien Hidrosefalus di Lantai 3 Utara RSUP Fatmawati

    beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

    Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

    mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data

    (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap

    mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak

    Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di: Depok

    Pada tanggal: 11 Juli 2013

    Yang menyatakan

    ( Hafidzah Fitriyah, S.Kep )

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • vii

    ABSTRAK Nama : Hafidzah Fitriyah Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat

    Perkotaan pada Pasien Hidrosefalus di Lantai 3 Utara RSUP Fatmawati

    Kejadian hidrosefalus merupakan kasus terbanyak pertama dalam pada Januari-Maret 2013 di ruang bedah anak RSUP Fatmawati Jakarta. Salah satu penatalaksanaan medis bagi anak dengan hidrosefalus adalah operasi VP shunt. Terapi farmakologi maupun nonfarmakologi diberikan untuk menangani nyeri pada pasien hidrosefalus post operasi. Hal tersebut menjadikan dasar tujuan karya ilmiah ini untuk memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan hidrosefalus post operasi VP shunt. Salah satu terapi untuk mengatasi nyeri secara non farmakologi adalah dengan menggunakan non-nutritive sucking. Nyeri pada neonatus dapat dikaji menggunakan skala nyeri neonatus dengan nilai 0-7. Penggunaan non-nutritive sucking ini efektif digunakan untuk mengurangi nyeri pada eonates pada saat prosedur eonates. Hasil penerapan dari intervensi yang telah dilakukan pada anak dengan hidrosefalus post operasi VP shunt dengan diagnosa keperawatan nyeri yaitu nyeri teratasi dibuktikan dengan adanya penurunan skala nyeri dari skala 6 ke skala 2. Kata kunci: hidrosefalus, neonatus, nyeri, non-nutritive sucking.

    ABSTRACT

    Name : Hafidzah Fitriyah Program Study : Faculty of Nursing Title : Analysis Clinical Nursing Practice of Urban Health Problem

    in Children with Hydrocephalus at North Third Floor RSUP Fatmawati

    Hydrocephalus was the first biggest cases in January-March 2013 at pediatric surgery ward in RSUP Fatmawati Jakarta. One of medical treatments for child with hydrocephalus is VP shunt surgery. Pharmacological and non-pharmacological therapy given to treat pain in patient with hydrocephalus postoperative. It makes the basic purpose of this manuscript to provide nursing care to children with hydrocephalus postoperative VP shunt. One of non-pharmacological therapy to treat the pain is using non-nutritive sucking. Pain in neonates can be assased by using neonates pain scale with score 0-7. The use of non-nutritive sucking is effectively used to reduce pain in neonates during invasive procedures. The result of the application the interventions in children with hydrocephalus postoperative VP shunt with a nursing diagnosis of pain, pain can resolved by a decrease in pain scale from scale 6 to scale 2. Key words: hydrocephalus,neonates, pain, non-nutritive sucking

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • viii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN ORISINILITAS ................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................................ v ABSTRAK/ABSTRACT ....................................................................................... vi DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR SKEMA ................................................................................................ ix DAFTAR TABEL ................................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi 1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 5 1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 5

    1.3.1 Tujuan Umum........................................................................................... 5 1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................................... 5

    1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 6 1.4.1 Manfaat Keilmuan .................................................................................... 6 1.4.2 Manfaat Aplikatif ..................................................................................... 6 1.4.3 Manfaat Metodologis ................................................................................ 6

    2. TINJAUAN TEORI ......................................................................................... 7 2.1 Hidrosefalus ..................................................................................................... 7

    2.1.1 Definisi Hidrosefalus ................................................................................ 7 2.1.2 Penyebab Hidrosefalus ............................................................................. 7 2.1.3 Klaisifikasi Hidrosefalus ........................................................................... 8 2.1.4 Patofisiologi Hidrosefalus ......................................................................... 11 2.1.5 Manifestasi Klinis Hidrosefalus ................................................................ 11 2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik............................................................................ 14 2.1.7 Penatalaksanaan Medis ............................................................................. 16 2.1.8 Komplikasi ............................................................................................... 17

    2.2 Konsep Nyeri ................................................................................................... 18 2.2.1 Definisi Nyeri ........................................................................................... 18 2.2.2 Manajemen Nyeri ..................................................................................... 19 2.2.3 Pengkajian Nyeri Pada Neonatus .............................................................. 20

    2.3 Non-Nutritive Sucking ...................................................................................... 21 2.3.1 Definisi Non-Nutritive Sucking ................................................................. 21 2.3.2 Mekanisme Non-Nutritive Sucking dalam Menurunkan Nyeri ................... 21

    2.4 WOC (Web of Causation) ................................................................................ 23

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • ix

    3. ANALISA KASUS ........................................................................................... 24 3.1Pengkajian ........................................................................................................ 24 3.2 Analisa Data .................................................................................................... 25 3.3 Diagnosa Keperawatan ..................................................................................... 26 3.4 Intervensi Keperawatan .................................................................................... 27 3.5 Evaluasi Tindakan ............................................................................................ 28 4. PEMBAHASAN ............................................................................................... 31 4.1 Profil Lahan Praktek ........................................................................................ 31 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait ......................................................................................................... 31 4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dangan Konsep dan Penelitian Terkait............... 32 4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan ................................................... 34 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 35 5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 35 5.2 Saran ................................................................................................................ 36

    5.2.1 Bidang Keilmuan Keperawatan Anak ....................................................... 36 5.2.2 Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan ................. 36 5.2.3 Penelitian .................................................................................................. 36

    DAFTAR REFERENSI ....................................................................................... 37

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • x

    DAFTAR SKEMA

    Skema 2.1 WOC (Web of Causation) ............................................................... 23

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Definisi Operasional Skala Nyeri Neonatus ...................................... 20

    Tabel 3.1 Analisa Data .................................................................................... 26

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Pengkajian

    Lampiran 2 Rencana Keperawatan

    Lampiran 3 Implementasi dan SOAP

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 1

    Universitas Indonesia

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan

    bertambahnya cairan serebrospinal dengan dan pernah dengan tekanan

    intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono,

    2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara

    produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat

    sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-

    kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran

    sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).

    Secara keseluruhan, insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran.

    Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan

    11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan

    bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras.

    Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih

    sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah

    akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid

    dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior. Secara

    internasional, insiden hidrosefalus yang didapat juga tidak diketahui

    jumlahnya. Sekitar 100.000 shunt yang tertanam setiap tahun di negara maju,

    tetapi informasi untuk negara-negara lain masih sedikit. Kematian pada

    hidrosefalus yang tidak ditangani dapat terjadi oleh karena herniasi tonsil

    sekunder yang dapat meningkatkan tekanan intracranial, kompresi batang otak

    dan sistem pernapasan (Darsono, 2005:211).

    Hidrosefalus menjadi kasus yang banyak terjadi di perkotaan. Angka kejadian

    kasus hidrosefalus di RSUP Fatmawati di ruang rawat bedah anak lantai III

    utara selama 3 bulan dari bulan Januari-Maret 2013 adalah sebanyak 22 kasus.

    Penyebab hidrosefalus salah satunya adalah bakteri. Pada daerah perkotaan

    yang padat penduduk, memungkinkan terjadi penyebaran bakteri dengan cepat

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 2

    Universitas Indonesia

    salah satunya bakteri yang menyebabkan hidrosefalus. Selain itu, pada daerah

    perkotaan yang padat penduduk masih banyak penduduk yang tingkat

    kesejahteraannya rendah. Tingkat kesejahteraan yang rendah dapat

    mempengaruhi nutrisi pada ibu hamil. Nutrisi pada ibu hamil juga

    mrmpengaruhi perkembangan janin. Pada ibu dengan nutrisi yang kurang,

    maka perkembangan janin pun akan terganggu sehingga dapat menimbulkan

    kelainan kongenital seperti hidrosefalus.

    Kebanyakan kasus hidrosefalus dialami oleh neonatus. Anak dengan

    hidrosefalus memerlukan perawatan khusus dan benar karena pada anak yang

    mengalami hidrosefalus ada kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan

    neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat vital dan

    resiko terjadi dekubitus. Di ruang perawatan bedah anak, pasien diberikan

    perawatan termasuk tindakan pemasangan infus, perawatan luka dan prosedur

    invasif lain. Dalam kasus hidrosefalus ini, pemberian Non-nutritive sucking

    (NNS) dapat membantu untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh

    neonatus.

    Salah satu prosedur invasif yang dilakukan bagi anak adalah terapi melalui

    intra vena. Beberapa obat hanya efektif bila diberikan melalui jalur tersebut.

    Metode terapi intravena ini adalah memberikan obat-obatan pada anak yang

    mengalami ketidakmampuan absorpsi sebagai akibat dari kondisi diare,

    dehidrasi, atau pembuluh darah yang sudah kolaps, mereka membutuhkan

    konsentrasi serum tinggi dari suatu obat, mereka yang resisten terhadap

    kondisi infeksi apabila menerima pengobatan parenteral dalam jangka waktu

    lama, dan mereka yang mengalami nyeri terus menerus serta mereka yang

    menerima pengobatan di gawat darurat (Movahaedi, 2006).

    Prosedur terapi melalui jalur intravena ini menimbulkan kondisi nyeri akut

    bagi anak terutama neonatus. Bayi baru lahir (neonatus) perlu melakukan

    adaptasi karena perubahan yang dialami dari dalam rahim ke luar rahim.

    Bobak et al., (2005) menyatakan bahwa kebanyakan bayi dapat menjalani

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 3

    Universitas Indonesia

    penyesuaian yang dibutuhkan untuk hidup di luar rahim tanpa banyak

    kesulitan, tetapi kesehatannya tergantung pada perawatan yang diterimanya.

    Bayi baru lahir cukup bulan yang dirawat di rumah sakit secara kontinu akan

    dilakukan pemberian terapi, oleh karena itu diperlukan pemasangan infus.

    Tindakan ini merupakan prosedur invasif yang menyakitkan (Taddio et al.,

    1998).

    Nyeri adalah fenomena kompleks yang paling sulit dipahami neonatus

    (Merestein & Gardner, 2002). Pendapat yang sama dikemukakan oleh

    Melzack dan Wall (1965, dalam Kenner & McGrath, 2004) bahwa nyeri

    merupakan fenomena multidimensi yang tergantung pada persepsi sensorik

    dan emosional individu. Rangkaian proses terjadinya nyeri diawali ketika

    nosiceptor yang terletak pada bagian perifer tubuh distimuli oleh berbagai

    stimulus. Impuls nyeri diteruskan melalui aferen utama menuju medula

    spinalis melalui dorsal horn. Hal ini didukung oleh Merestein dan Gardner

    (2002) yang menyatakan bahwa neurotransmiter dan reseptornya memperkuat

    signal di dorsal horn sebelum mengirim sinyal tersebut ke otak. Di bagian

    talamus dan korteks serebri individu dapat mempersepsikan,

    menggambarkan, melokalisasi, menginterpretasikan dan mulai berespon

    terhadap nyeri (Prasetyo, 2010). Hal ini juga akan dirasakan neonatus pada

    saat dilakukan tindakan pemasangan infus maupun perawatan luka.

    Nyeri akut merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan dan

    pengalaman emosional yang muncul akibat kerusakan yang aktual atau

    potensial atau digambarkan dalam kondisi akibat kerusakan (Asosiasi

    Internasional Bagi Peneliti Nyeri) yang tiba-tiba atau lambat dengan berbagai

    tingkatan baik sedang hingga tinggi dengan diantisipasi atau diprediksi serta

    waktunya kurang dari 6 bulan (NANDA, 2007).

    Oleh sebab itu diperlukan penanganan terhadap nyeri pada neonatus.

    Penanganan nyeri dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu farmakologi dan

    nonfarmakologi yang diperlukan untuk mengatasi respon nyeri dari prosedur

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 4

    Universitas Indonesia

    invasif yang diterima oleh bayi (American Academy of Pediatric, 2006). Jika

    memungkinkan, keduanya harus digunakan dalam penatalaksanaan nyeri

    (Hockenberry & Wilson, 2009). Namun penatalaksanaan secara

    nonfarmakologi sangat penting karena intervensi ini didasarkan pada

    pengkajian klinis perawat terhadap nyeri dan dapat dilakukan staf perawat

    tanpa instruksi dari dokter (Kashaninia et al., 2008). Selain itu

    penatalaksanaan nonfarmakologi bersifat aman, noninvasif, tidak mahal, dan

    merupakan fungsi keperawatan yang mandiri (Hockenberry & Wilson, 2009).

    Penanganan nyeri secara nonfarmakologi dapat dilakukan dengan pemberian

    sukrosa (AAP, 2006). Hal ini didukung oleh Taddio, Shah, dan Katz (2009)

    yang menyatakan bahwa sukrosa adalah gula alami dengan analgesik dan

    efeknya menenangkan pada bayi muda. Studi yang dilakukan Elserafy et al.,

    (2009) menyatakan sukrosa (karena rasa manis) dan nyeri saling berhubungan

    melalui sistem opioid endogen tubuh yang menyediakan analgesia alami.

    Analgesik sukrosa mengaktifkan sistem opioid endogen pusat, hal ini serupa

    dengan analgesik opioid. Cara kerja analgesik opioid adalah dengan mengikat

    reseptor opioid pada neuron aferen, sehingga impuls nyeri akan terhenti pada

    spinal cord dan tidak ditransmisikan ke korteks serebri. Dalam keadaan ini

    nyeri kemudian tidak dipersepsikan (Prasetyo, 2010). Blass dan Ciaramitaro

    (1994, dalam Gibbins & Stevens, 2001) menyatakan bahwa rasa manis dari

    sukrosa terdeteksi pada lidah pada 2 menit sebelum prosedur invasif yang

    dilakukan dan menimbulkan efek selama 5-10 menit setelah rangsangan

    diberikan.

    Non-nutritive sucking (NNS) juga termasuk salah satu jenis penanganan

    nonfarmakologi yang dapat diberikan pada neonatus yang menerima prosedur

    invasif (AAP, 2006). Non-nutritive sucking (NNS) adalah penyediaan dot atau

    puting susu nonlaktasi ke mulut bayi yang menyebabkan mekanisme

    pengisapan tanpa pemberian ASI atau formula gizi (Gibbins & Stevens, 2001;

    Kenner & McGarth, 2004). NNS diperkirakan menghasilkan analgesia melalui

    stimulasi orotactile dan mekanoreseptor ketika diberikan kepada bayi.

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 5

    Universitas Indonesia

    Mekanisme yang mendasari kerja NNS adalah teori gate control dan efeknya

    akan berakhir ketika mekanisme menghisap berhenti (Gibbins & Stevens,

    2001).

    1.2 Perumusan Masalah Tindakan pemasangan infus merupakan prosedur yang menimbulkan

    kecemasan dan ketakutan serta rasa tidak nyaman bagi anak akibat nyeri yang

    dirasakan saat prosedur tersebut dilaksanakan. Anak seringkali merasa takut

    dan menganggap prosedur tindakan dapat mengancam integritas tubuhnya

    (Wong, 2006). Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri diungkapkan secara

    subyektif oleh neonatus dengan tangisan. Tangisan yang muncul tiba-tiba dan

    panjang merupakan tangisan sebagai akibat dari nyeri yang dirasakan bayi

    (Santrock, 2001). Menurut Bobak et al., (2005) bayi yang menangis karena

    nyeri memiliki nada yang lebih tinggi dan melengking.

    Berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan rasa nyeri dan meningkatkan

    rasa nyaman pada neonatus baik secara mandiri maupun kolaboratif. Non-

    nutritive sucking (NNS) juga termasuk salah satu jenis penanganan

    nonfarmakologi yang dapat diberikan pada neonatus yang menerima prosedur

    invasif (AAP, 2006). Hal ini membuat penulis tertarik untuk mengetahui

    bagaimana Pengaruh pemberian Non-nutritive sucking (NNS) terhadap

    asuhan keperawatan pada neonatus dengan hidrosefalus post op pemasangan

    VP shunt yang dirawat di ruang rawat bedah anak lantai III utara RSUP

    Fatmawati.

    1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum

    Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak yang

    mengalami hidrosefalus.

    1.3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah akhir ini adalah

    mahasiswa:

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 6

    Universitas Indonesia

    Mampu mengidentifikasi masalah fisik yang muncul pada anak

    dengan hidrosefalus post op pemasangan VP shunt;

    Mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan

    hidrosefalus pos op pemasangan VP shunt;

    Mampu menerapkan aplikasi Non-nutritive sucking (NNS) pada anak

    dengan hidrosefalus post op pemasangan VP shunt.

    1.4 Manfaat Penulisan 1.4.1 Manfaat Keilmuan

    Karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

    keperawatan anak khususnya dalam memberikan gambaran tentang

    pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan hidrosefalus.

    1.4.2 Manfaat Aplikatif Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

    gambaran pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan hidrosefalus

    pada pihak rumah sakit dan ruang bedah anak lantai III utara. Hal ini

    diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan

    yang diwujudkan dengan meningkatnya kepuasaan klien terhadap

    pelayanan keperawatan yang diberikan.

    1.4.3 Manfaat Metodologis Karya ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai penemuan baru

    terkait penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan hidrosefalus

    sehingga kemudian hari dapat dijadikan sebagai sumber rujukan ilmiah

    bagi penulisan karya ilmiah berikutnya.

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 7

    Universitas Indonesia

    BAB 2

    TINJAUAN TEORI

    2.1 Hidrosefalus

    2.1.1 Definisi Hidrosefalus

    Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan

    bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan

    intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel

    (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan

    antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu

    bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya

    kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta

    terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al,

    2007:328).

    2.1.2 Penyebab Hidrosefalus

    Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebro-

    spinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS

    dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarakhnoid.

    Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H.

    Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan

    kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidro-

    sefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi.

    Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan

    anak (Allan H. Ropper, 2005:360) :

    1) Kelainan bawaan (kongenital)

    a. Stenosis akuaduktus sylvii

    b. Spina bifida dan kranium bifida

    c. Sindrom Dandy-Walker

    d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 8

    Universitas Indonesia

    2) Infeksi

    Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis

    terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna

    basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.

    3) Neoplasma

    Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat

    aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan

    ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu

    glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan

    ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

    4) Perdarahan

    Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan

    fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain

    penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

    2.1.3 Klasifikasi Hidrosefalus

    Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan

    dengannya, berdasarkan:

    1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus)

    dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).

    2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus

    akuisita.

    3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus

    kronik.

    4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non

    komunikans.

    Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel,

    hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga

    subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 9

    Universitas Indonesia

    menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor.

    Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan

    asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana

    faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut

    sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus

    ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya

    terdapat pada orang tua (Darsono, 2005).

    Hidrosefalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:

    1. Kongenital

    Merupakan hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan,

    sehingga:

    Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.

    Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya

    tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.

    2. Didapat

    Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan

    penyebabnya adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma,

    TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.

    Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi

    kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan

    intrakranial. Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di

    dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan

    kemungkinan prognosisnya.

    Berdasarkan letak obstruksi CSS (cairan serebrospinal), hidrosefalus

    pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu:

    1. Hidrosefalus komunikan

    Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subarachnoid, sehingga

    terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat

    sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 10

    Universitas Indonesia

    arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat

    sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa,

    biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah

    sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien

    memperkembangkan tanda dan gejala-gejala peningkatan ICP).

    2. Hidrosefalus non komunikan

    Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel

    sehingga menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang

    terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal

    sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan. Biasanya

    diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah

    bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut

    usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada sistem saraf

    pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas

    luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi

    pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka

    didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis

    sutura yang berfungsi atau pada anakanak dibawah usia 1218 bulan

    dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tandatanda

    dan gejalagejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang

    garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan /separasi garis

    sutura dan pembesaran kepala.

    3. Hidrosefalus bertekanan normal (Normal Pressure Hidrocephalus)

    Di tandai pembesaran sister basilar dan ventrikel disertai dengan

    kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan

    intrakranial biasanya normal, gejala gejala dan tanda tanda lainnya

    meliputi; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini

    berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau

    thrombosis, meningitis; pada beberapa kasus (kelompok umur 60 70

    tahun) ada kemungkinan ditemukan hubungan tersebut.

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 11

    Universitas Indonesia

    2.1.4 Patofisiologi Hidrosefalus

    Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal, hidrosefalus secara

    teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu produksi likuor

    yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran likuor, dan peningkatan

    tekanan sinus venosa. Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah

    peningkatan tekanan intrakranial (TIK) sebagai upaya mempertahankan

    keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi

    ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama

    perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari

    kompresi sistem serebrovaskuler, redistribusi dari likuor serebrospinalis

    atau cairan ekstraseluler, perubahan mekanis dari otak, efek tekanan

    denyut likuor serebrospinalis, hilangnya jaringan otak, dan pembesaran

    volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial. (Darsono,

    2005:212).

    Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid.

    Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus

    hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran

    akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya

    mempertahankan reasorbsi yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus

    vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena

    kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial

    bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang

    dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus

    vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini

    tergantung dari komplians tengkorak (Darsono, 2005:212).

    2.1.5 Manifestasi Klinis Hidrosefalus

    Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat

    ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono,

    2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya

    hipertensi intrakranial.

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 12

    Universitas Indonesia

    Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi

    dua golongan, yaitu:

    1) Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus

    Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus

    kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya

    adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar

    adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam

    semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi

    lebih besar dari biasa. Fontanel terbuka dan tegang, sutura masih

    terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di

    sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul

    Rickham, 2003).

    2) Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak

    Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai

    manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas.

    Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti

    penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada

    pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran

    abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan

    sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua

    deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai

    empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu fontanel anterior yang

    sangat tegang, sutura kranium tampak atau teraba melebar, kulit kepala

    licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol, dan

    fenomena matahari tenggelam (sunset phenomenon). Gejala hipertensi

    intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan

    dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan

    kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada

    gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia,

    aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 13

    Universitas Indonesia

    Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol,

    lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang

    karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior

    posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital

    tertekan ke bawah dan mata terletak agak ke bawah dan ke luar dengan

    penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi

    vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji

    radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang

    terpisah pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan

    pembesaran pada sistem ventrikel . CT scan dapat menggambarkan

    sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adanya massa pada

    ruangan occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas

    normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara

    spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme

    ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka

    akan terjadi retardasi mental dan fisik (Darsono, 2005:213).

    Tanda dan gejala hidrosefalus pada bayi adalah kepala menjadi makin

    besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun; keterlambatan penutupan

    fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit

    tinggi dari permukaan tengkorak. Tanda tanda peningkatan tekanan

    intracranial antara lain muntah, gelisah, menangis dengan suara tinggi,

    peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan

    pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi stupor,

    peningkatan tonus otot ekstrimitas, dahi menonjol bersinar atau

    mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah terlihat jelas, alis mata dan

    bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas iris, bayi

    tidak dapat melihat ke atas, sunset eyes, strabismus, nystagmus, atropi

    optic, dan bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 14

    Universitas Indonesia

    Pada anak yang telah menutup suturanya terjadi tanda-tanda

    peningkatan tekanan intrakranial seperti nyeri kepala, muntah, letargi,

    lelah, apatis, perubahan personalitas, ketegangan dari sutura cranial

    dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun, penglihatan ganda,

    kontruksi penglihatan perifer, strabismus, dan perubahan pupil.

    2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

    Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil

    pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus

    dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu:

    1) Rontgen foto kepala

    Dengan prosedur ini dapat diketahui:

    1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya

    pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik

    berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.

    2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup

    maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan

    tekanan intrakranial.

    2) Transimulasi

    Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan

    ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi

    selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan

    rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat

    lebih lebar 1-2 cm.

    3) Lingkaran kepala

    Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan

    lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart

    (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada

    anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh

    karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional.

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 15

    Universitas Indonesia

    Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis

    maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

    4) Ventrikulografi

    Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras

    lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior

    langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung

    difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang

    melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk

    memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium

    bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan

    mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki

    fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

    5) Ultrasonografi

    Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG

    diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar.

    Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita

    hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan

    keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak

    dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti

    halnya pada pemeriksaan CT Scan.

    6) CT Scan kepala

    Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya

    pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas

    ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar.

    Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas

    oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.

    Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan

    dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang

    subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 16

    Universitas Indonesia

    7) MRI (Magnetic Resonance Imaging)

    Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan

    menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat

    bayangan struktur tubuh.

    2.1.7 Penatalaksanaan Medis

    Penanganan hidrosefalus masuk pada katagori live saving and live

    sustaining yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang

    dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan

    menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan

    hidrosefalus harus dipenuhi yakni: mengurangi produksi cairan

    serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan

    reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang

    menghambat pembentukan cairan serebrospinal, memperbaiki

    hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat

    absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid, dan

    pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial,

    yakni: drainase ventrikule-peritoneal, drainase lombo-peritoneal,

    drainase ventrikulo-pleural, drainase ventrikule-uretrostomi, dan

    drainase ke dalam anterium mastoid.

    Cairan serebrospinal dialirkan ke dalam vena jugularis dan jantung

    melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang

    memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini

    merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti

    sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya

    infeksi sekunder dan sepsis. Tindakan bedah pemasangan selang

    pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien

    telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan

    pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan

    dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut,

    dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 17

    Universitas Indonesia

    di kepala dan perut dihubungakan dengan selang yang ditanam di

    bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar. Pengobatan modern atau

    canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang

    awet, lentur, tidak mudah putus.

    Ada 2 macam terapi pintas/shunting yaitu eksternal dengan cara CSS

    dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara.

    Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus

    tekanan normal. Secara internal, CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam

    anggota tubuh lain dengan cara: ventrikulo-sisternal, CSS dialirkan ke

    sisterna magna (Thor-Kjeldsen); ventrikulo-atrial, CSS dialirkan ke

    sinus sagitalis superior; ventrikulo-bronkhial, CSS dialirkan ke

    bronkus; ventrikulo-mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum;

    ventrikulo-peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum. Lumbo

    Peritoneal Shunt dengan cara CSS dialirkan dari Resessus Spinalis

    Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan

    jarum Touhy secara perkutan.

    2.1.8 Komplikasi

    Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi

    dan malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau

    perpindahan didalam ventrikel dari bahan bahan khusus (jaringan

    /eksudat) atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari

    pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan

    dengan manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti

    dengan status neurologis buruk.

    Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi

    umumnya akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi

    itu meliputi septik, Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt,

    meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya

    adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 18

    Universitas Indonesia

    pada tekanan ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi

    adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh

    kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan ilius.

    2.2 Konsep Nyeri

    2.2.1 Definisi Nyeri

    Nyeri adalah fenomena kompleks yang paling sulit dipahami neonatus

    (Merestein & Gardner, 2002). Pendapat yang sama dikemukakan oleh

    Melzack dan Wall (1965, dalam Kenner & McGrath, 2004) bahwa

    nyeri merupakan fenomena multidimensi yang tergantung pada persepsi

    sensorik dan emosional individu. Rangkaian proses terjadinya nyeri

    diawali ketika nosiceptor yang terletak pada bagian perifer tubuh

    distimuli oleh berbagai stimulus. Impuls nyeri diteruskan melalui aferen

    utama menuju medula spinalis melalui dorsal horn. Hal ini didukung

    oleh Merestein dan Gardner (2002) yang menyatakan bahwa

    neurotransmiter dan reseptornya memperkuat signal di dorsal horn

    sebelum mengirim sinyal tersebut ke otak. Di bagian talamus dan

    korteks serebri individu dapat mempersepsikan, menggambarkan,

    melokalisasi, menginterpretasikan dan mulai berespon terhadap nyeri

    (Prasetyo, 2010).

    Nyeri akut merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan dan

    pengalaman emosional yang muncul akibat kerusakan yang aktual atau

    potensial atau digambarkan dalam kondisi akibat kerusakan (Asosiasi

    Internasional Bagi Peneliti Nyeri) yang tiba-tiba atau lambat dengan

    berbagai tingkatan baik sedang hingga tinggi dengan diantisipasi atau

    diprediksi serta waktunya kurang dari 6 bulan (NANDA, 2007).

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 19

    Universitas Indonesia

    2.2.2 Manajemen Nyeri

    Anak memiliki pengalaman nyeri yang ditimbulkan oleh cedera akibat

    penyakit ataupun prosedur yang menyakitkan, pembedahan, tekanan,

    peregangan berlebihan atau berkurangnya suplai oksigen ke jaringan

    (Potts & Mandleco, 2007). Nyeri yang terus-menerus dalam jangka

    panjang akan berpotensial memiliki konsekuensi terhadap fisiologis,

    psikososial, dan perilaku (Goldschneider, 1998 dalam Hockenberry &

    Wilson, 2009). Oleh sebab itu, manajemen nyeri harus menjadi prioritas

    bagi perawat klinik.

    Ada dua macam manajemen nyeri yaitu farmakologi dan

    nonfarmakologi:

    1) Manajemen Farmakologi

    Ada beberapa analgesik yang digunakan dalam manajemen

    farmakologi. Nonopioid mencakup asetaminofen (tylenol. Paracetamol)

    dan obat nonsteroid antiinflamatory (NSAIDs), sesuai untuk nyeri

    ringan sampai sedang. Opiod diperlukan untuk nyeri sedang sampai

    berat. Kombinasi dari aksi kedua analgesik ini pada sistem nyeri berada

    di dua tingkat: aksi utama nonopioid pada sistem perifer dan aksi utama

    opioid pada sistem saraf pusat. Pendekatan ini meningkatkan efek

    analgesik tanpa meningkatkan efek samping.

    2) Manajemen Nonfarmakologi

    Nyeri sering dihubungkan dengan ketakutan, kecemasan, dan stres.

    Sejumlah teknik nonfarmakologi, seperti distraksi, relaksasi, imajinasi

    terpimpin, dan stimulasi kulit, memberikan strategi koping yang

    membantu menurunkan persepsi nyeri, membuat nyeri lebih ditoleransi,

    menurunkan kecemasan, dan meningkatkan efektivitas analgesik atau

    menurunkan dosis yang dibutuhkan. Meskipun masih kurang penelitian

    mengenai efektivitas beberapa intervensi ini, namun strategi ini aman,

    noninvasif, tidak mahal, dan merupakan tindakan keperawatan mandiri

    (Hockenberry & Wilson, 2009).

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 20

    Universitas Indonesia

    2.2.3 Pengkajian Nyeri pada Neonatus

    Rasa nyeri yang dirasakan neonatus saat dilakukan prosedur invasif

    disampaikan melalui tangisan. Menurut Santrock (2001) perkembangan

    bahasa pada masa bayi masih sangat sederhana, sehingga bayi masih

    sulit untuk mengkomunikasikan keinginannya. Oleh karena itu

    neonatus menggunakan tangisan sebagai mekanisme yang paling

    penting dalam berkomunikasi dengan dunia sekitar mereka. Menangis

    sehubungan dengan nyeri lebih sering dan lama. Ekspresi wajah adalah

    karakter paling konsisten dan spesifik. Kebanyakan bayi berespon

    dengan meningkatkan gerak tubuh, namun bayi mungkin saja

    mengalami nyeri meskipun ketika ia berbaring tenang dengan mata

    terpejam (Hockenberry & Wilson, 2009).

    Tabel 2.1 Definisi Operasional Skala Nyeri Neonatus Ekspresi wajah

    0- Otot rileks Wajah tenang, ekspresi tenang 1- Menyeringai Otot wajah tegang; dagu, rahang, alis mengkerut (ekspresi

    wajah negatif: hidung, mulut, alis) Menangis 0- Tidak menangis Tenang, tidak menangis 1- Merengek Mengerang pelan, sebentar-sebentar 2- Menangis keras Jeritan keras; meningkat, melengking terus-menerus

    (catatan: tangisan tanpa suara jika bayi intubasi seperti yang ditunjukkan oleh gerakan wajah dan mulut yang jelas)

    Pola bernapas 0- Rileks Pola bernapas biasa pada bayi 1- Perubahan pola napas

    Tersengguk-sengguk, tidak teratur, lebih cepat dari biasanya; tersumbat; menahan napas

    Lengan 0- Rileks/tenang Otot tidak kaku, kadang-kadang ada pergerakan lengan

    acak 1- Tertekuk/lurus Menegang, lengan lurus, kaku dan atau ekstensi cepat,

    tertekuk Kaki 0- Rileks/tenang Otot tidak kaku, kadang-kadang ada pergerakan kaki acak 1- Tertekuk/lurus Menegang, kaki lurus, kaku dan atau ekstensi cepat,

    tertekuk Keadaan terjaga 0- Tidur, terjaga Tenang, tidur dengan tenang atau terjaga 1- Rewel Terjaga, gelisah, meronta-ronta

    Sumber: Merestein & Gardner, 2002

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 21

    Universitas Indonesia

    Beberapa alat pengkajian nyeri telah dikembangkan untuk pengkajian

    nyeri pada neonatus. Salah satu alat pengkajian nyeri yang digunakan

    perawat adalah neonatal infant pain scale (NIPS) yang dikembangkan

    oleh Lawrence et al. pada tahun 1993. Terdapat enam parameter yang

    digunakan untuk mengevaluasi nyeri pada neonatus yaitu ekspresi

    wajah (facial expression), menangis (cry), pola bernafas (breathing

    patterns), lengan (arms), kaki (legs), dan keadaan terjaga (state of

    arousal). Rentang skor 0-1 dan 0-2, setelah dijumlahkan maka skor

    minimum adalah 0 dan skor maksimum adalah 7. Semakin tinggi skor

    menunjukkan semakin nyeri.

    2.3 Non-Nutritive Sucking (NNS)

    Non-nutritive sucking (NNS) merupakan salah satu terapi yang dapat diberikan

    untuk menurunkan nyeri secara nonfarmakologis. NNS diperkirakan

    menghasilkan analgesia melalui stimulasi orotactile dan mekanoreseptor ketika

    diberikan kepada bayi. Mekanisme yang mendasari kerja NNS adalah teori

    gate control dan efeknya akan berakhir ketika mekanisme menghisap berhenti

    (Gibbins & Stevens, 2001). Sebelumnya kita perlu mengetahui tentang definisi

    dan mekanisme NNS dalam menurunkan nyeri.

    2.3.1 Definisi Non-Nutritive Sucking (NNS)

    NNS adalah penyediaan dot atau puting susu nonlaktasi ke mulut bayi

    yang menyebabkan mekanisme pengisapan tanpa pemberian ASI atau

    formula gizi (Gibbins & Stevens, 2001; Kenner & McGarth, 2004).

    Dapat disimpulkan bahwa NNS adalah dot yang diberikan kepada

    neonatus tanpa pemberian nutrisi.

    2.3.2 Mekanisme Non-Nutritive Sucking (NNS) dalam Menurunkan Nyeri

    NNS diperkirakan menghasilkan angka analgesia pada bayi melalui

    stimulasi dari orotactile dan mekanoreseptor ketika dot atau puting

    nonlaktasi masuk ke dalam mulut bayi. Induksi analgesia orotactile

    pada NNS tidak muncul melalui jalur opioid; hal ini tidak terpengaruh

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 22

    Universitas Indonesia

    oleh pemberian naltrexone, dan kemanjurannya berakhir ketika

    mekanisme mengisap berhenti (Gibbins & Stevens, 2001).

    Data yang tersedia terbatas untuk mendukung dasar mekanisme NNS

    sebagai intervensi penghilang rasa nyeri. Namun, kemungkinan

    mekanisme yang mendasari yaitu teori Gate Control (Gibbins &

    Stevens, 2001). Teori Gate Control dari Melzack dan Wall (1965)

    menyatakan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat

    oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.

    Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa substansia

    di dalam kornu dorsalis pada medulla spinalis, talamus, dan sistem

    limbik. (Clancy & McVivar, 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Teori

    ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan

    tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar terapi

    menghilangkan nyeri.

    Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol

    desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta A dan C

    melepaskan substansia P untuk mentransmisi impuls melalui

    mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron

    beta A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan

    neurotransmitter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal

    dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan

    tersebut dan neonatus akan mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika

    impuls nyeri dihantar ke otak, terdapat pusat korteks yang lebih tinggi

    di otak yang memodifikasi persepsi nyeri (Potter & Perry, 2005). NNS

    dapat mengurangi rasa nyeri dengan menghambat impuls nociceptive

    dari perifer sepanjang serabut asenden dan mengaktifkan taktil serabut

    aferen yang menstimulasi sistem desenden untuk menutup gerbang dan

    mengurangi nyeri (Gibbins & Stevens, 2001).

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 23

    Universitas Indonesia

    2.4 WOC (Web of Causation)

    vvv

    Diagnosa Gangguan Mobilisasi Fisik b.d penururnan fungsi sensorik motorik Kriteria hasil: Tidak terjadinya dekubitus Intervensi : Ubah Posisi anak secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi . Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsional seperti bokong, kaki, tangan. Bantu klien untuk melakukan latihan rentang gerak Berikan perawatan kulit dengan cermat, berikan pelembab, ganti pakaian yang basah dan pertahankan linen klien tetap bersih dan bebas dari kerutan.

    Spina Bifida (terbukanya sal. Saraf mulai di kepala hingga tulang belakang)

    Syndrome Dandy-Walker (sal. CSF buntu, karena obstruksi dari perluasan ventrikel IV)

    WEB OF CAUSATION HIDROSEFALUS

    Stenosis aquaduktus syvii (sex linked)

    Aneurisma arteri

    Trauma (perinatal/ tidak)

    Perdarahan

    Terbentuk oklusi/hematom

    Obstruksi sal. CSF

    Medula spinalis, medula oblongata, serebelum, letaknya lebih rendah, menutupi foramen magnum

    gradient tekanan cairan intraventrikel &

    Ventrikel otak membesar

    Neoplasma

    Massa di otak

    Mendesak jaringan sekitar (obstruksi sal. CSF)

    Ventrikel IV, III, & aquaductus sylvii tersumbat

    Trauma saat lahir/trauma pada anak-anak

    Infeksi

    Eksudat

    Menghambat vili-vili

    Reabsorbsi CSF

    Penumpukan CSF

    Membentuk fibrosis, karena penumpukan eksudat purulen & koagulasi darah di ruang

    Ibu hamil makan daging mentah/tidak cuci tangan

    Infeksi terinfeksi

    Menular ke anak melalui plasenta

    Obstruksi pada vili-vili arachnoid

    Hidrosefalus

    Menekan subkortikal & batang otak

    Kehilangan autoregulasi serebral

    Batang otak tertekan

    Subkortikal tertekan

    Muntah TTV kacau

    Suhu tubuh

    Menekan system saraf

    Penurunan fungsi neurologis

    Refleksi pupil Fungsi sensorik motorik

    Nyeri kepala hebat

    Gangguan rasa nyaman: nyeri

    Gangguan cairan & elektrolit

    Gangguan mobilitas fisik Risiko cedera

    Risiko cedera

    Diagnosa Resiko kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan keluaran cairan yang berlebihan Kriteria hasil: Anak tidak menunjukkan gejala dehidrasi Intervensi: kaji tanda-tanda kekurangan cairan monitor intake dan output berikan terapi cairan secara intravena atur jadwal pemberian cairan dan tetesan infus monitor TTV

    Diagnosa Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan kontur b.d immobilisasi Kriteria hasil: Anak tidak mengalami integritas kulit Intervensi:

    mobilisasi anak (miring kanan dan miring kiri) setiap 2 jam

    observasi terhadap tanda-tanda kerusakan integritas kulit dan kontraktur

    jaga kebersihan dan kerapihan tempat tidur berikan latihan secara pasif dan perlahan-

    lahan Ubah posisi anak secara teratur dan buat

    sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut

    Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsional seperti bokong, kaki, tangan

    Diagnosa: Penurunan perfusi serebral b.d peningkatan TIK pada hidrocefalus Kriteria hasil: Anak akan mempertahankan fungsi otak dan tidak menunjukkan tanda-tanda peningkatan TIK Intervensi: Naikkan posisi kepala 30 Ukur lingkar kepala 1-2 x/hr Kaji fungsi neurologis setiap 2-4 jam Kaji TTV setiap 2-4 jam Kaji fungsi saraf cranial 2-4 jam Untuk bayi, kaji fontanel setiap 4 jam untuk melihat adanya

    Diagnosa: Resiko kekurangan cairan dan elektrolit b.d intake yang kurang disertai muntah Kriteria hasil: Anak tidak menunjukkan tanda dehidrasi seperti BB yang stabil, turgor kulit baik, cairan elektrolit stabil Intervensi: Kaji tanda-tanda kekurangan cairan Monitor intake dan output cairan Berikan terapi cairan intravena

    Diagnosa Gangguan mobilitas fisik b.d peningkatan TIK Kriteria hasil: Memepertahankan kekuatan dan fungsi otot Mempertahankan integritas kulit Intervensi : Bantu anak untuk mangambil posisi yang sesuai Berikan latihan ROM pasif untuk bayi Ajarkan orang tua latihan rentang gerak Berikan perawatan kulit dengan cermat Pantau pola eliminasi anak, bantu agar anak dapat defekasi secara teratur Periksa adanya daerah nyeri tekan, kemerahan, kulit hangat, dan otot yang tegang

    Diagnosa Gangguan Mobilisasi Fisik b.d penururnan fungsi sensorik motorik. Kriteria hasil: Tidak terjadinya dekubitus Intervensi : Ubah Posisi anak secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi . Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsional seperti bokong, kaki, tangan. Bantu klien untuk melakukan latihan rentang gerak

    Diagnosa Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d peningkatan tekanan intracranial Kriteria hasil: Rasa nyeri anak berkurang Intervensi: Jelaskan penyebab nyeri Atur posisi pasien Ajarkan pasien teknik relaksasi Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesic Persiapan operasi

    Diagnosa: Resiko cidera b.d peningkatan TIK yang disebabkan penekanan pada sistem saraf. Kriteria hasil: Tidak terjadi cedera pada saat TIK meningkat Intervensi: monitor TTV dan neurologis kaji ukuran pupil dan reaksi kesadaran serta respon secara keseluruhan laporakan ke dokter tentang adanya perubahan RR ireguler atau bradikardi

    Diagnosa: Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan akibat mual dan muntah karena TIK Kriteria hasil: Bayi/anak tidak muntah Intervensi: memberikan makanan dalam jumlah kecil tapi sering monitor cairan dan elektrolit berikan makanan yang disukai anak

    TIK

    Perfusi jaringan

    Kesadaran

    Tengkorak lebih tipis

    Mata setting sun

    Berat kepala Kulit kepala lebih tipis &

    Hipoksia

    Letargi

    Gangguan mobilitas fisik Risiko kerusakan integritas kulit

    Penurunan perfusi serebral

    Resiko kekurangan cairan & elektrolit

    Resiko perubahan nutrisi

    Pada bayi: sutura & fontanel belum menutup

    Kepala

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 24

    Universitas Indonesia

    BAB 3

    ANALISA KASUS

    3.1 Pengkajian Kasus

    Klien bernama Anak L, usia 2 bulan, masuk melalui IGD dan dirawat di ruang

    bedah anak lantai III utara RSUP Fatmawati sejak tanggal 20 Mei 2013. Klien

    dibawa ke rumah sakit dengan alasan mengalami pembesaran kepala sejak

    lahir. Orangtua klien mengatakan, klien lahir di bidan secara normal. Pada saat

    lahir memang kepala klien terlihat agak besar, namun di bidan mengatakan

    klien normal. Tidak ada kejang. Saat masuk RS, berat badan klien 6,7 kg.

    Panjang badan 58 cm. Lingkar kepala klien 49,8 cm. Klien dirawat untuk pro

    operasi pemasangan VP shunt pada tanggal 23 Mei 2013. Operasi mundur

    dari rencana awal menjadi tanggal 24 Mei 2013. Setelah operasi, klien dirawat

    di ruang High Care Unit lantai III selatan untuk mendapat perawatan yang

    lebih intensif. Pada tanggal 27 Mei 2013, klien pindah lagi ke ruang III utara

    karena kondisi sudah stabil.

    Pada saat pengkajian awal, kesadaran klien compos mentis dan keadaan

    umumnya sedang. Di kepalanya tampak balutan luka operasi. Selain itu di

    abdomen juga terdapat luka balutan. Tanda-tanda vital klien cukup stabil yaitu

    N: 110 x/menit, pernafasan 28 x/ menit, dan suhu 36,8oC.. Klien terlihat

    berbaring di tempat tidur. Klien terlihat sering menangis, terutama pada saat

    dilakukan prosedur invasif seperti pemasangan infus dan pengambilan sampel

    darah. Hasil dari pemeriksaan cairan otak secara makroskopi didapatkan hasil

    Tes Nonne (+) dan Tes Pandy (+), protein total 53 mg/d, glukosa 45 mg/dl,

    dan klorida 667 mg/dl. Sedangkan hasil pemeriksaan hematologi semuanya

    dalam batas normal.

    Sejak lahir, klien pernah mengalami demam dan batuk pilek, tidak ada kejang

    dan mimisan. Klien sudah mendapat imunisasi BCG dan polio. Klien diberi

    ASI oleh ibu klien. Menurut orangtua klien, klien tidak ada masalah dalam

    pemberian ASI, klien minum cukup banyak. Selain ASI, klien juga diberikan

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 25

    Universitas Indonesia

    PASI yaitu bubur susu. Pola tidur klien yaitu 9 jam untuk tidur malam dan 2

    jam saat siang. Klien BAB 2 kali sehari, BAK 6 kali sehari. Penilaian risiko

    jatuh dengan metode humpty dumpty, skor yang didapat adalah 13 yaitu risiko

    jatuh sedang. Penilaian risiko dekubitus dengan metode norton, skornya

    adalah 9 yaitu kategori sedang. Klien mendapatkan obat parenteral yaitu

    ceftriaxone 2x200 mg dan ketorolac 2x7,5 mg. Klien mendapat cairan IVFD

    yaitu KaEn IB 500ml dalam 24 jam. (Pengkajian lengkap terlampir).

    3.2 Analisa Data

    Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan, lalu dilakukan analisa kasus dan

    didapatkan beberapa masalah keperawatan yang muncul. Klien memiliki

    risiko gangguan perfusi jaringan serebral. Hal ini tampak dari ukuran kepala

    klien yang melebihi ukuran kepala normal pada usianya. Tanda dan gejala

    yang tampak seperti sunset eyes juga menunjukkan tanda dan gejala

    hidrosefalus. Selain itu dari CT scan tampak dilatasi ventrikel dan hasil

    pemeriksaan cairan otak secara makroskopi didapatkan hasil Tes Nonne (+)

    dan Tes Pandy (+).

    Masalah lain yang muncul adalah gangguan rasa nyaman: nyeri. Hal ini

    dikarenakan karena respons klien yang menunjukkan ketidaknyamanan seperti

    menangis. Terutama pada saat dilakukan prosedur invasif seperti pemasangan

    infus dan pengambilan sampel darah. Selain itu pada klien telah dilakukan

    operasi pemasangan VP shunt pada 24 Mei 2013, sehingga muncul masalah

    risiko infeksi pada luka operasi. Setelah operasi, klien terpasang perban luka

    pada dua tempat yaitu di kepala dan abdomen.

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 26

    Universitas Indonesia

    Tabel 3.1 Analisa Data DATA KLIEN MASALAH KEPERAWATAN

    Data Subjektif: Ibu mengatakan anak rewel dan menangis. Data Objektif: Anak tampak meringis dan sering

    menangis. Pengkajian nyeri neonatus 6 dari 7 Terpasang balutan luka op di kepala

    dan abdomen.

    'Gangguan rasa nyaman: nyeri

    Data Subjektif: - Data Objektif: Terpasang balutan luka op di kepala

    dan abdomen. Leukosit 10.000/uL Suhu: 36,8 o C

    Risiko infeksi

    Data Subjektif: Ibu mengatakan kepala anak

    membesar sejak lahir Data Objektif: Kepala tampak membesar, lingkar

    kepala 49,8 cm, terlihat sunset eyes pada anak

    Hasil CT scan: Tampak dilatasi ventrikel

    Hasil pemeriksaan makroskopi cairan otak: tes Nonne (+), tes Pandy (+)

    Risiko gangguan perfusi serebral

    3.3 Diagnosa Keperawatan

    Dari masalah yang muncul di atas, muncul beberapa diagnosa yang dapat

    diangkat. Dari diagnosa keperawatan yang diangkat, dapat dibuat prioritas

    diagnosa keperawatan yang akan diatasi, yaitu:

    1) Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi

    2) Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

    3) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK

    (tekanan intrakranial).

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 27

    Universitas Indonesia

    3.4 Intervensi Keperawatan

    Diagnosa: Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post

    operasi

    Kriteria hasil:

    1. Skala nyeri berkurang menjadi 3

    2. Klien tampak tenang dan ekspresi wajah tidak menyeringai

    3. Klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas dan istirahat

    Implementasi:

    a. Mengkaji tingkat nyeri menurut skala pengkajian neonatus (0-7)

    b. Memberikan posisi nyaman pada klien

    c. Memberikan terapi non-nutritive sucking

    d. Melibatkan orangtua dalam setiap tindakan

    e. Melakukan kolaborasi pemberian ketorolac 2x7,5 mg

    Diagnosa: Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

    Kriteria hasil:

    1. Suhu dan tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi: 60-120x/menit ,

    suhu: 36,5-37,5oC, RR: 20-40x/menit)

    2. Luka insisi operasi bersih, tidak ada pus

    3. Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka post operasi (kemerahan, panas,

    dan bengkak)

    4. Hasil lab: leukosit dalam batas normal (9.000-12.000/uL )

    Implementasi:

    a. Memonitor tanda-tanda vital.

    b. Mengbservasi tanda infeksi: perubahan suhu, warna kulit, malas minum,

    irritability.

    c. Mengubah posisi kepala setiap 3 jam untuk mencegah dekubitus

    d. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada luka insisi yang terpasang shunt,

    melakukan perawatan luka pada shunt dan upayakan agar shunt tidak

    tertekan.

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 28

    Universitas Indonesia

    e. Melakukan kolaborasi pemberian ceftrixone 2x200 mg

    Diagnosa: Risiko gangguan perfusi serebral berhubungan dengan peningkatan

    TIK (tekanan intrakranial)

    Kriteria hasil:

    1. Tidak terjadi peningkatan TIK (ditandai dengan nyeri kepala hebat,

    kejang, muntah, dan penurunan kesadaran)

    2. Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi: 60-120x/menit , suhu: 36,5-

    37,5oC, RR: 20-40x/menit)

    3. Klien akan mempertahankan atau meningkatkan kesadaran

    Implementasi:

    a. Mempertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda

    vital

    b. Memantau status neurologis

    c. Memantau frekuensi/irama jantung dan denyut jantung

    d. Memantau pernapasan, catat pola, irama pernapasan dan frekuensi

    pernapsan.

    e. Meninggikan kepala tempat tidur sekitar 30 derajat sesuai indikasi.

    Menjaga kepala pasien tetap berada pada posisi netral.

    f. Mengukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi fontanel dari

    cembung dan palpasi sutura kranial

    3.5 Evaluasi Tindakan

    a. Diagnosa: Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post

    operasi

    Evaluasi:

    Subjektif:

    - Ibu mengatakan tangisan anak berkurang pada saat diberikan NNS

    Objektif:

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 29

    Universitas Indonesia

    - Anak tampak tenang, tidak menangis tetapi hanya merengek sesekali,

    pola bernapas lebih cepat dari biasanya, otot-otot pada ekstremitas

    tidak menegang (skala nyeri 2)

    - Skala nyeri dari 6 menjadi 2

    Analisa:

    - Masalah teratasi sebagian

    Planning:

    - Lakukan penilaian skala nyeri neonatus setiap prosedur invasif

    - Berikan non-nutritive sucking (NNS) selama prosedur invasif

    dilakukan

    b. Diagnosa: Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

    Evaluasi:

    Subjektif: -

    Objektif:

    - Suhu= 36,5oC

    - Leukosit dalam batas normal

    - ruangan

    - Tidak tampak tanda-tanda infeksi

    - Tidak ada pus pada luka operasi

    - Ibu tampak selalu menggunakan hand rub yang ada di depan

    Analisa:

    - Masalah infeksi tidak terjadi

    Planning:

    - Pantau tanda-tanda vital

    - Pantau tanda-tanda infeksi

    - Ganti balutan luka dengan prinsip steril

    - Kolaborasi pemberian antibiotik

    c. Diagnosa: Risiko gangguan perfusi serebral berhubungan dengan

    peningkatan TIK (tekanan intrakranial)

    Evaluasi:

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 30

    Universitas Indonesia

    Subjektif:

    - Ibu mengatakan tidak ada demam dan muntah pada anak

    Objektif:

    - Suhu: 36,5oC

    - Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK seperti kejang dan muntah

    - Lingkar kepala 49 cm

    Analisa:

    - Gangguan perfusi serebral tidak terjadi

    Planning:

    - Pantau tanda-tanda vital

    - Pantau adanya kejang

    - Pertahankan posisi kepala 30

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 31

    Universitas Indonesia

    BAB 4

    PEMBAHASAN

    4.1 Profil Lahan Praktik

    Lantai III utara merupakan salah satu ruang perawatan anak umum dan

    bedah, yang terletak di gedung teratai RSUP Fatmawati. Lantai III Utara

    terdiri dari 12 kamar yang terbagi atas: 1 kamar bedah prima, 3 kamar kelas I,

    2 kamar kelas II, 1 kamar khusus isolasi infeksi, 1 kamar khusus luka bakar,

    dan 4 kamar kelas III dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 45 tempat tidur.

    Jumlah ketenagaan di ruangan ini berjumlah 23 orang perawat, yang terdiri

    dari 7 orang lulusan S1 keperawatan, 14 orang lulusan DIII keperawatan, 2

    orang lulusan SPK, dan 2 orang pekarya lulusan SLTA. Ruang lantai III utara

    dikelola oleh seorang Kepala Ruangan yaitu Ibu Ns. Yuminah S.Kep.,

    dibantu oleh Wakil Kepala Ruangan Ibu Fenty Sahara, AMK., dan dua orang

    PN yaitu PN 1 Ibu Yanti, AMK. dan PN 2 Bapak Ns. Dedi Lisman, S.Kep.,

    serta 17 orang perawat pelaksana.

    4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan

    Konsep Kasus Terkait

    Hasil pengkajian didapatkan data bahwa klien menderita Hidrosefalus dengan

    tindakan operasi pemasangan VP shunt. Hidrosefalus merupaka kelainan

    kongenital yang belum diketahui penyebabnya secara pasti. Infeksi bakteri

    merupakan salah satu dari penyebab hidrosefalus. Pada saat janin masih

    berada di dalam perut ibu, infeksi mungkin dapat terjadi sehingga

    mengganggu perkembangan janin. Akibat infeksi dapat timbul perlekatan

    meningen sehingga secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan

    arakhnoid di sekitar sistem basalis dan daerah lainnya. Dari hasil pemeriksaan

    cairan otak klien, didapatkan bahwa hasil tes Nonne dan tes Pandi positif.

    Dapat disimpulkan bahwa cairan otak klien positif meningitis. Meningitis

    merupakan inflamasi pada leptomeningeal dan ruang subaraknoid yang

    disebabkan oleh invasi bakteri, virus, agen kimiawi, maupun agen infeksius

    lain (Kumar, Cotran, & Robins, 1997).

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 32

    Universitas Indonesia

    Dari kasus An.L didapatkan data bahwa keluarga tergolong dalam kaum

    urban yang tinggal Bogor. Daerah ini termasuk daerah yang padat penduduk.

    Orangtua An.L masih tinggal bersama orangtuanya. Dengan usianya yang

    masih tergolong muda, Ibu A melahirkan An.L pada usia 17 tahun. Suaminya

    yang bekerja sebagai buruh dengan penghasilan kurang dari 2 juta sehingga

    keluarga termasuk dalam ekonomi menengah ke bawah. Ibu A yang lulusan

    SMP mengaku tidak mengetahui tentang penyebab penyakit anaknya. Ibu A

    juga tidak mengetahui tentang kebutuhan nutrisi selama kehamilan.

    Walaupun tidak diketahui secara pasti, nutrisi ibu selama kehamilan dan usia

    ibu yang masih muda dianggap turut berperan dalam perkembangan janin.

    Selain itu, keluarga tinggal di kota yang padat penduduk yang memungkinkan

    penularan infeksi meningococal meningitis. Kelainan kongenital yang dialami

    An.L mungkin juga disebabkan oleh hal-hal tersebut.

    4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait

    Pelaksanaan intervensi keperawatan kepada An.L dilakukan secara

    komprehensif, baik fisik maupun psikologis klien. Terkait masalah gangguan

    rasa nyaman nyeri yang dialami klien, maka salah satu intervensi yang

    dilakukan oleh penulis terkait aplikasi tesis yaitu penggunaan Non-nutritive

    sucking (NNS) ysng merupakan salah satu penanganan nonfarmakologi. Tesis

    yang penulis adaptasi berjudul Efektivitas Pemberian Sukrosa dan Non-

    Nutritive Sucking Terhadap Respon Nyeri dan Lama Tangisan Neonatus Pada

    Prosedur Invasif di RSAL dr.Ramelan Surabaya milik Kristiawati dari

    Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Program Studi Magister

    Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Anak Juli 2010.

    Nyeri adalah fenomena kompleks yang paling sulit dipahami neonatus

    (Merestein & Gardner, 2002). Oleh sebab itu diperlukan penanganan terhadap

    nyeri pada neonatus. Penanganan nyeri dikelompokkan menjadi dua kategori

    yaitu farmakologi dan nonfarmakologi yang diperlukan untuk mengatasi

    respon nyeri dari prosedur invasif yang diterima oleh bayi (American

    Academy of Pediatric, 2006). Non-nutritive sucking (NNS) juga termasuk

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 33

    Universitas Indonesia

    salah satu jenis penanganan nonfarmakologi yang dapat diberikan pada

    neonatus yang menerima prosedur invasif (AAP, 2006). NNS diperkirakan

    menghasilkan analgesia melalui stimulasi orotactile dan mekanoreseptor

    ketika diberikan kepada bayi. Mekanisme yang mendasari kerja NNS adalah

    teori gate control dan efeknya akan berakhir ketika mekanisme menghisap

    berhenti (Gibbins & Stevens, 2001).

    Pada klien An.L, terapi ini dapat dilakukan karena usia An.L yang tergolong

    dalam neonatus sehingga pengkajian nyeri dapat dilihat dari respon nyeri dan

    lamanya tangisan neonatus. Rasa nyeri yang dirasakan neonatus saat

    dilakukan prosedur invasif disampaikan melalui tangisan. Menurut Santrock

    (2001) perkembangan bahasa pada masa bayi masih sangat sederhana,

    sehingga bayi masih sulit untuk mengkomunikasikan keinginannya. Oleh

    karena itu neonatus menggunakan tangisan sebagai mekanisme yang paling

    penting dalam berkomunikasi dengan dunia sekitar mereka. Menangis

    sehubungan dengan nyeri lebih sering dan lama. Ekspresi wajah adalah

    karakter paling konsisten dan spesifik. Kebanyakan bayi berespon dengan

    meningkatkan gerak tubuh, namun bayi mungkin saja mengalami nyeri

    meskipun ketika ia berbaring tenang dengan mata terpejam (Hockenberry &

    Wilson, 2009).

    Evaluasi dari pemberian terapi ini dapat dilihat dari penilaian skala nyeri

    neonatus atau neonatal infant pain scale (NIPS) yang dilakukan pada klien

    An.L pada saat prosedur pemasangan infus. Dari penilaian skala nyeri

    didapatkan bahwa ekspresi wajah An.L tenang, tidak menangis tetapi hanya

    merengek sesekali, pola bernapas lebih cepat dari biasanya, dan otot-otot

    pada ekstremitas tidak menegang, dan keadaan tenang atau terjaga. Skor yang

    didapat adalah 2 dari skala maksimum 7. Hal ini membuktikan bahwa

    pemberian NNS pada neonatus terlihat efektif pada saat prosedur invasif yang

    menimbulkan nyeri.

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 34

    Universitas Indonesia

    4.4 Alternatif Pemecahan Masalah yang Dapat Dilakukan

    Berbagai alternatif penanganan nyeri dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri

    pada neonatus selain menggunakan Non-Nutritive Sucking (NNS). Banyak

    teknik nonfarmakologis seperi distraksi, relaksasi, guided imagery, stimulasi

    kulit memberikan strategi koping yang membantu menurunkan tingkat nyeri,

    sehingga nyeri dapat ditolerir, cemas menurun, dan efektifitas pereda nyeri

    meningkat (Wong & Hockenberry, 2003). Teknik nonfarmakologi yang dapat

    dilakukan adalah salah satunya dengan teknik distraksi. Teknik distraksi

    adalah teknik yang dilakukan untuk mengalihkan perhatian klien dari nyeri,

    salah satunya dengan terapi musik.

    Terapi musik digunakan oleh individu dari bermacam rentang usia dan

    beragam kondisi. Terapi ini juga digunakan untuk mendukung proses

    pembelajaran, membangun rasa percaya diri, mengurangi stress, mendukung

    latihan fisik dan mamfasilitasi berbagai macam aktivitas yang berkaitan

    dengan kesehatan (Ariestia, 2006). Terapi musik bisa dilakukan untuk

    mengurangi rasa khawatir klien yang menjalani berbagai operasi atau

    serangkaian perawatan penyakit berat di rumah sakit. Terapi musik dapat

    dijadikan alternatif dalam meminimalkan nyeri dan kecemasan pada anak

    yang mengalami hospitalisasi sebagai bagian dari program bermain pada

    anak.

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 35

    Universitas Indonesia

    BAB 5

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Hidrosefalus adalah salah satu kelainan kongenital yang dapat terjadi di

    masyarakat perkotaan. Berdasarkan angka kejadian kasus hidrosefalus di

    RSUP Fatmawati di ruang rawat bedah anak lantai III utara selama 3 bulan

    dari bulan Januari-Maret 2013 yaitu sebanyak 22 kasus, kebanyakan kasus

    hidrosefalus dialami oleh neonatus. Anak dengan hidrosefalus memerlukan

    perawatan khusus dan benar karena pada anak yang mengalami hidrosefalus

    mengalami kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan neurologis berupa

    gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat vital dan resiko terjadi

    dekubitus.

    Berbagai masalah fisik maupun mental dapat dialami oleh anak dengan

    hidrosefalus. Masalah fisik yang muncul dapat berupa gangguan rasa nyaman

    yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan

    membesarnya kepala anak. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan

    untuk mengatasi hidrosefalus pun beragam, salah satunya dengan

    pemasangan VP shunt. Masalah keperawatan yang dapat muncul pada anak

    post operasi pemasangan VP shunt adalah risiko infeksi. Risiko infeksi dapat

    dicegah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat seperti

    perawatan luka dengan prinsip steril.

    Perawatan kepada anak terutama neonatus diberikan secara komprehensif di

    rumah sakit. Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada anak mencakup

    tindakan pemasangan infus, perawatan luka dan prosedur invasif lain. Bayi

    baru lahir cukup bulan yang dirawat di rumah sakit secara kontinu akan

    dilakukan pemberian terapi, oleh karena itu diperlukan pemasangan infus.

    Tindakan ini merupakan prosedur invasif yang menyakitkan bagi neonatus.

    Pemberian Non-nutritive sucking (NNS) dapat membantu untuk mengurangi

    nyeri yang dirasakan oleh neonatus.

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 36

    Universitas Indonesia

    5.2 Saran

    Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan di atas, penulis dapat

    memberikan saran terkait hasil pemberian asuhan keperawatan pada klien

    dengan hidrosefalus.

    5.2.1 Bidang Keilmuan Keperawatan Anak Saran untuk bidang keilmuan agar dapat memperkaya teori mengenai

    asuhan keperawatan pada klien dengan hidrosefalus sehingga dapat

    dijadikan referensi bagi penelitian tentang pemberian asuhan

    keperawatan pada klien hidrosefalus selanjutnya.

    5.2.2 Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan

    Saran untuk pelayanan di rumah sakit agar asuhan keperawatan yang

    diberikan tidak hanya sebatas masalah fisik saja, namun juga dapat

    diberikan asuhan keperawatan psikososial pada pasien di ruang rawat

    sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Sedangkan

    saran untuk perawat ruangan agar dapat terus memotivasi dan

    melibatkan anak dan keluarga dalam setiap pemberian asuhan

    keperawatan. Selain itu, diharapkan agar perawat dapat meningkatkan

    komunikasi terapeutik dan menerapkan prinsip atraumatic care pada

    anak agar pemberian asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan tepat.

    5.2.3 Penelitian Saran untuk penelitian berikutnya terkait pemberian asuhan

    keperawatan pada klien dengan hidrosefalus adalah diharapkan asuhan

    keperawatan yang diberikan dapat lebih mengkaji tentang penyebab

    hidrosefalus terutama kondisi kehamilan ibu saat mengandung janin.

    Hal ini penting karena hidrosefalus ini merupakan kelainan kongenital

    dan berkaitan erat dengan kehamilan ibu.

    Analisis praktik ..., Hafidzah Fitriyah, FIK UI, 2013

  • 37

    Universitas Indonesia

    DAFTAR REFERENSI

    American Academy of Pediatrics, (2006). Prevention and management of

    pain in the neonate: update. http://pediatrics.aappublications.org-

    /cgi/reprint/118/5/2231. (Diakses 25 Juni 2013).

    Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., Jansen, M.D. (2005). Buku ajar

    keperawatan maternitas. Edisi 4. Jakarta: EGC.

    Darsono dan Himpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia dengan UGM.

    (2005). Buku ajar neurologi klinis. Yogyakarta: UGM Press.

    DeVito E.E., Salmond C.H., Owler B.K., Sahakian B.J., & Pickard J.D.

    (2007). Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure

    hydrocephalus. Acta Neurol Scand 2007: 116: pages 328332.

    Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Nursing care of infants and

    children. (8th ed.). St.Louis: Mosby Elsevier.

    Kenner, C., & Mc.Grath, J.M. (2004). Developmental care of newborns &

    infants: A guide for health professionals. St.Louise: Mosby Inc.

    Kumar, V., Cotran, R.S., & Robbins, S.L. (1997). Basic pathology.

    Philadelphia: W.B. Saunders Company.

    Merestein, G.B., & Gardner, S.L. (2002). Handbook of neonatal intensive

    care. Missouri: Mosby Inc.

    Prasetyo, S. (2010). Konsep dan proses keperawatan nyeri. Yogyakarta:

    Graha Ilmu.

    Rickham, P. P. (2003). Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/

    bmj.327.7428.1408.

    Ropper, A. H., & Brown, R.H. (2005). Adams and victors principles of

    neurology: Eight Edition. USA.

    Santrock, J.W. (2001). Child development (9th Ed.). New York: McGraw

    Hill.

    Taddio, A., Shah, V., & Katz, J. (2009). Reduced infant response to a routine

    care procedue after sucrosa analgesia. Pediatrics Of