digital_117110-andhini iasha amala-fsh.pdf

Upload: tata-dwi-nurlita

Post on 20-Feb-2018

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    1/104

    PENERAPAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN

    KONSUMEN TERHADAP PRODUK ELEKTRONIK: STUDI

    KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN KAMERA LOMO

    Skripsi

    Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

    Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Hukum (SH)

    Disusun Oleh

    Nama: Andhini Iasha Amala

    NIM: 109048000043

    K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

    PROGRAM STUDI I L M U HUKUM

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    J A K A R T A

    1434H/2013M

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    2/104

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    3/104

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    4/104

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    5/104

    iv

    ABSTRAK

    ANDHINI IASHA AMALA. NIM 109048000043. PENERAPAN UNDANGUNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK

    ELEKTRONIK: STUDI KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN KAMERA

    LOMO. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah

    dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1434 H/2013 M.

    82 halaman + 4 halaman daftar pustaka + 2 lampiran undang-undang+ 4 halaman

    lampiran wawancara

    Penelitian ini dilakukan karena adanya masalah pelaku usaha kamera Lomo

    tidak memberikan ganti rugi beruba perbaikan, penggantian barang sejenis, dan

    pengembalian uang kepada Konsumen yang membeli kamera Lomo. Pelaku usaha

    kamera Lomo telah melakukan pelanggaran hukum, khususnya yang berkaitandengan kegiatan perlindungan Konsumen. Untuk mencegah pelanggaran ini terus

    terjadi diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang memadai serta

    pelaksanaan yang optimal dari peraturan perundang-undangan tersebut di samping

    tentunya peran serta dari seluruh lapisan masyarakat.

    Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah

    normatif. Penelitian normatif menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute

    approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Selanjutnya sumber data

    yang digunakan dalam penelitian ini antara lain data primer yaitu wawancara

    terhadap narasumber yaitu Teguh Haryo sebagai Public Relation Lomonesia dan Veri

    Anggrijono sebagai Kasubid Pengawasan Beredar Barang dan Jasa, DitjenPerdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan, karena memiliki pengetahuan

    dan informasi yang relevan dengan skripsi yang disusun. Data sekunder yang terdiri

    dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

    Hasil penelitian menunjukan bahwa kamera Lomo merupakan barang impor

    yang dikirim dari Hongkong melalui jasa penitipan. Barang tersebut masuk kedalam

    wilayah kepabenan dengan ijin sebagai barang untuk digunakan pribadi, namun pada

    prakteknya barang tersebut diperdagangkan di bursa perdagangan Indonesia. Karena

    itu pada produk kamera Lomo ini tidak memiliki bursa jual yang resmi sehingga

    apabila konsumen mengalami kerugian atas produk ini akan menyulitkan konsumen

    untuk meminta pertanggung jawaban untuk ganti rugi kepada pelaku usaha.

    Kata Kunci : Konsumen, Perlindungan Konsumen, Kamera Lomo

    Pembimbing : 1. Kamarusdiana, S.Ag., M.H.

    2. Fitria, SH., MR

    Daftar Pustaka : Tahun 1999 s.d Tahun 2011

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    6/104

    vi

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar,

    atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

    skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi

    Muhammad SAW.

    Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

    Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah

    memberikan bantuan baik materiil dan immateriil, oleh karena itu penulis ingin

    menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

    1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM beserta seluruh jajaran

    dekanat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta;

    2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA dan Drs. Abu Thamrin, SH, M.Hum selaku

    Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum;

    3. Kamarusdiana, S.Ag.,M.H. dan Fitria, SH., MR selaku pembimbing skripsi

    Penulis, terima kasih atas semua kritik dan saran yang membangun untuk

    Penulis;

    4. Lomonesia Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk

    mendapatkan data-data, khususnya Bapak Teguh Haryo sebagai humas

    Lomonesia;

    5. Kedua orang tua Penulis, Ayahanda Agus Bachtiar dan Ibunda Arini Bakar

    yang telah memberikan cinta dan kasih sayangnya selama ini, serta doa yang

    tulus sehingga skripsi ini dapat selesai;

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    7/104

    vii

    6. Teman-teman kesayangan Galih, Syifa, Fenny, Harum, dan Pita yang selalu

    ada selama 4 (empat) tahun ini dan insha Allah untuk selamanya;7. Sahabat ku tercinta Muhammad Fanshoby dan Aina Ullafa untuk selalu

    menemani ku diwaktu-waktu penat dalam penyusunan skripsi ini;

    8. Seluruh teman-teman Ilmu Hukum B angkatan 2009;

    9. Seluruh teman-teman Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis angkatan

    2009, khususnya untuk Hilda terima kasih atas ilmunya selama ini;

    10.Teman-teman Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum 2010;

    11.Teman-teman seperjuanganBussiness Law Community 2012;

    12.Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

    Atas seluruh bantuan dari semua pihak baik materiil maupun imateriil, Penulis

    memanjatkan doa semoga Allah memberikan balasan yang berlipat dan

    menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir, amin. Penulis

    berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan bagi para

    pembaca umumnya.

    Jakarta, 25 Desember 2013

    Andhini Iasha Amala

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    8/104

    viii

    DAFTAR ISI

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ i

    LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii

    LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iii

    ABSTRAK ............................................................................................................ iv

    KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

    DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x

    BAB I : PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

    B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ............................ 8

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 9

    D. Kerangka Konseptual ................................................................... 10

    E. Tinjauan(Review)Kajian Terdahulu ............................................. 13

    F. Metode Penelitian ......................................................................... 14

    1.

    Tipe Penelitian ........................................................................ 14

    2. Pendekatan Masalah ................................................................ 15

    3. Sumber Hukum ....................................................................... 16

    4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum ................................... 16

    5. Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 17

    G. Sistematika Penulisan ................................................................... 17

    BAB II : KERANGKA KONSEPTUAL

    A.

    Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen .................................. 21

    1. Para Pihak Dalam Perlindungan Hukum Konsumen ............. 22

    2. Penyelesaian Sengketa Konsumen ......................................... 31

    3. Sanksi Terhadap Pelanggaran Hak Konsumen ...................... 35

    B. Tinjauan Umum Perdagangan (Impor) dan Kepabeanan ............. 40

    1. Definisis Perdagangangan (Impor)......................................... 41

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    9/104

    ix

    2. Definisi dan Ruang Lingkup Kepabeanan ............................. 42

    3.

    Mekanisme Perdagangan Impor Barang Elektronik .............. 43

    BAB III : TINJAUAN UMUM PERATURAN TENTANG PEMBERIAN

    GARANSI ATAU JAMINAN KEPADA BARANG ELEKTRONIK

    KAMERA LOMO

    A. Peraturan tentang Kewajiban Pelaku Usaha Dalam Membrikan

    Jaminan ........................................................................................ 46

    B. Definisi Kamera Lomo .................................................................. 51

    C.

    Sejarah Kamera Lomo .................................................................. 53D. Keberadaan Kamera Lomo Di Indonesia ..................................... 54

    BAB IV : ANALISIS PENERAPAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN

    KONSUMEN DAN UNDANG-UNDANG KEPABEANAN

    TERHADAP PRODUK ELEKTRONIK KAMERA LOMO

    A. Perlindungan Konsumen Pengguna Kamera Lomo Menurut

    Undang-Undang Perlindungan Konsumen .................................... 56

    1. Hak-hak Konsumen dalam UUPK .......................................... 56

    2. Bentuk Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha Kepada

    Pembeli atas Kerusakan Kamera Lomo .................................. 61

    3. Pelanggaran yang Dilakukan oleh Pelaku Usaha

    Kamera Lomo.......................................................................... 65

    4. Hal-hal yang Dapat Dilakukan Konsumen Apabila Hak-Haknya

    Sebagai Konsumen tidak Dipenuhi oleh Pelaku Usaha Kamera

    Lomo ....................................................................................... 69

    B. Keberadaan Kamera Lomo Menurut Undang Undang

    Kepabeanan .................................................................................. 73

    1. Mekanisme Impor Kamera Lomo .......................................... 74

    2. Peraktek Jual Beli Kamera Lomo di Indonesia ...................... 76

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    10/104

    x

    BAB V : PENUTUP

    A.

    Kesimpulan................................................................................... 79B. Saran ............................................................................................. 80

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 83

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    11/104

    x

    DAFTAR LAMPIRAN

    1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

    Konsumen

    2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan

    Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan

    3. Lampiran Hasil Wawacara Dengan Humas Lomonesia

    4. Lampiran Hasil Wawancara Dengan Kasubid Pengawasan Barang ILMEA

    Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, Ditjen Dalam Negeri

    Perdagangan

    5. Lampiran Hasil Wawancara Dengan Gift Buyer Aksara BookStore

    6.

    Lampiran Hasil Wawancara Dengan Konsumen Kamera Lomo

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    12/104

    1

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A.Latar Belakang Masalah

    Perlindungan konsumen merupakan alat perangkat hukum yang diciptakan

    untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.1Sebagai contoh para pelaku

    usaha wajib memberikan garansi atau layanan service yang sesuai dengan produk

    yang dijual.2

    UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

    KonsumenRepublik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya

    adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

    mengonsumsibarang dan/ataujasa, hak untuk diperlakukan atau dilayani secara

    benar dan jujur, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau

    penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

    perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya dan sebagainya.3Konsumen adalah

    setiap orang pemakaibarang dan/ataujasa yang tersedia dalam masyarakat, baik

    1 Yusuf Shofie. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Jakarta:

    Citra Aditya, 2007, h.21

    2MiryaniYanti.Perindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Gramedia, 2008, h.15

    3Taufik Makaro, Habloel Mawadi.Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jakarta:

    Indeks, 2013, h.15

    http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Baranghttp://id.wikipedia.org/wiki/Jasahttp://id.wikipedia.org/wiki/Baranghttp://id.wikipedia.org/wiki/Jasahttp://id.wikipedia.org/wiki/Jasahttp://id.wikipedia.org/wiki/Baranghttp://id.wikipedia.org/wiki/Jasahttp://id.wikipedia.org/wiki/Baranghttp://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia
  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    13/104

    2

    bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain

    dan tidak untuk diperdagangkan.4

    Dewasa ini kebutuhan seseorang semakin beragam. Salah satu kebutuhan

    untuk memenuhi kegemaran yang banyak diminati yaitu kegemaran dalam bidang

    fotografi. Alat yang dipergunakan di dalam fotografi tersebut adalah kamera.

    Semakin hari kamera diciptakan semakin canggih dan mudah dipergunakan.Selain

    pemakain yang mudah, kamera Lomo juga diciptakan dengan efek-efek baru yang

    dapat manarik peminatnya untuk menggunakan kamera itu.5Pada saat sekarang,

    kamera tidak hanya dapat menghasilkan gambar hitam putih atau berwarna, juga

    efek-efek yang semakin unik. Berbagai penemuan yang dilakukan oleh ahli di

    bidang fotografi menghasilkan kamera-kamera yang semakin beragam, sehingga

    para peminat fotografi tidak bosan dan mempunyai banyak pilihan kamera untuk

    menunjang kegemaran mereka.6

    Lomografi adalah bagian dari fotografi yang menggunakan sebuah kamera

    khusus yang disebut dengan kamera Lomo. Lomo adalah singkatan dari

    Leningradskoye Optiko-Mechanichesckoye Obydineniemerupakan sebuah pabrik

    lensa yang berada di St. Petersburg, Rusia; yang memproduksi lensa untuk alat-

    4 Indonesia (a), Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN

    No.42/1999, LTN No.3821, Pasal 1 angka 3.

    5Wiwi Miswa. Tampil Beda denganKameraLomo, Jakarta: Gramedia, 2011, h. 10

    6IrfanSiregar.Photographer, Jakarta: Gramedia, 2011, h. 20

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    14/104

    3

    alat kesehatan (seperti untuk lensa mikroskop), alat-alat persenjataan, dan lensa

    kamera.7

    Awalnya kamera Lomo kurang populer di Indonesia, namun dengan

    pesatnya informasi maka kamera Lomo pun menjadi cukup dikenal pada saat ini.8

    Kamera Lomo pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2001, yang dibawa

    oleh Tommy Hartanto dari hasil kunjungan pameran kamera Lomo di Singapore.

    Dan semenjak itulah kamera Lomo mulai dikenal dikalangan masyarakat

    Indonesia.9Setelah itu pada tahun 2004 Lomonesia terbentuk, Lomonesia ini resmi

    berdiri sejak Agustus 2004. Pusatnya terletak di Jl. Kemang Timur IV No 9,

    Kemang, Jakarta Selatan. Komunitas kemang ini merupakan pusat komunitas

    Lomo untuk Indonesia yang membawahi beberapa komunitas Lomo lain di daerah

    seperti di Bandung, Yogyakarta, dan Bali. Selain menyediakan penjualan kamera

    Lomo, komunitas Lomonesia sering juga mengadakan pertemuan dengan sesama

    anggota Lomonesia di seluruh Indonesia dan melakukan kegiatan fotografi

    bersama. Tidak ada syarat tertentu untuk bergabung dengan komunitas Lomonesia.

    Pendiri dari komunitas ini adalah Teguh Haryo dan Tommy Hartanto.10

    Saat ini pengguna kamera Lomo sudah cukup populer. Hal itu dikarenakan

    pesatnya informasi lewat media internet, televisi, majalah, dan dari mulut ke

    7Effendi Surya Jaya. The Art Of Lomo, Bandung : Elex Media, 2012, h. 12.

    8Farah Christy.Penggemar Lomonesia, Jakarta:Gramedia, 2008, h. 10

    9Ridwan Rian.Lomonesia di Indonesia, Jakarta:Gramedia, 2011, h. 7

    10Ibid, h. 14.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    15/104

    4

    mulut. Bahkan pada saat ini pembeli dari kamera Lomo bukan hanya meraka yang

    merupakan peminat fotografi, melainkan mereka yang awam atau asing terhadap

    fotografi pun tertarik untuk membeli kamera Lomo, karena kamera Lomo

    memiliki keunikan dalam fisiknya yang seperti kamera jaman dahulu maupun

    dalam hasil pemakaian dari kamera tersebut. Kamera Lomo memiliki banyak jenis,

    dimana jenis tersebut menghasilkan hasil foto yang berbeda-beda. Sampai saat ini

    sudah sangat beragam jenis kamera Lomo yang di jual di Indonesia.

    Yang membuat kamera Lomo lebih menarik dengan kamera lainnya adalah

    dari foto yang dihasilkannya. Kamera Lomo akan menghasilakan gambar yang

    unik yaitu efek foto cembung seperti mata ikan yang dihasilkan oleh kamera Lomo

    Fisheye, efek foto kuno yang dihasilakan oleh kamera Lomo Diana F+, dan efek

    unik lainnya dari kamera-kamera Lomo jenis lainnya. Selain itu kamera Lomo

    juga memiliki tampilan atau fisik yang menarik.11

    Permasalahan muncul karena kamera Lomo itu tidak mempunyai agen

    resmi di Indonesia. Agen resmi kamera Lomo Asia terletak di Hongkong, Kamera

    Lomo yang dijual di Indonesia tidak memiliki agen resmi, sehingga apabila terjadi

    kerusakan maka tidak ada garansi resmi dari Kamera Lomo tersebut untuk wilayah

    Indonesia.

    Suatu barang atau jasa yang dijual oleh pelaku usaha haruslah memiliki

    garansi, agar apabila terjadi kerusakan sewaktu-waktu, konsumen atau pembeli

    11Farah Christy.Penggemar Lomonesia, Jakarta:Gramedia, 2008, h. 20

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    16/104

    5

    barang tersebut dapat meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha atas

    kerusakan barang yang ia beli.12Sangat disayangkan kamera Lomo yang dijual di

    Indonesia tidak dilengkapi dengan layanan purna jual, karena agen resminya

    terletak di Hongkong, sehingga jika terdapat kerusakan terhadap kamera, para

    konsumen yang membeli tidak mendapat ganti rugi atau perbaikan untuk kamera

    Lomo yang mereka beli.

    Namun begitu meskipun pada awal penjualannya di Indonesia, kamera

    Lomo tidak mempunyai tempat layanan purna jual, sebagai tempat sarana

    perbaikan ataupun pemeliharaan. Sekarang sudah didirikan tempat reparasi kamera

    Lomo yang bernama Lomo Embassy yang bertempat di Jakarta yang di dirikan

    oleh Teguh Haryo dan Tommy Hartanto sebagai pendiri komunitas Lomonesia.

    Namun Lomo Embassy ini bukanlah agen resmi dari produk kamera Lomo

    tersebut. Kerusakan kamera Lomo biasanya berhubungan dengan lampu cahaya

    kameranya yang rusak atau kamera Lomo itu sudah cacat fisiknya seperti patah

    atau retak.

    Berdasarkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995, sebagaimana

    telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan

    juga membahas mengenai barang impor, yang mana kamera Lomo adalah

    termasuk barang impor. Kamera Lomo merupakan barang impor yang di kirim

    dari Hongkong melalui jasa penitipan pengiriman barang, hal tersebut terkait

    12 Kristiyanti, Celina Tri Siwi. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika,

    2008, h. 16.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    17/104

    6

    dengan pasal 10B ayat 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang

    Kepabeanan yang berbunyi barang impor yang dikirim melalui pos atau jasa

    titipan hanya dapat dikeluarkan atas persetujuan pejabat bea dan cukai. Setelah

    sampai di Indonesia produk barang kamera Lomo tersebut di perdagangkan oleh

    pihak yang telah memesan barang tersebut dari Hongkong.

    Terkait dengan bunyi pasal tersebut bahwa barang yang diperdagangkan di

    luar negeri dapat masuk ke dalam daerah kepabeanan namun tidak memperhatikan

    terhadap perlindungan konsumen di Indonesia. Dalam hal ini juga terkait dengan

    Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 19/m-dag/per/5/2009

    tentang pendaftaran petunjuk penggunaan (manual) dan kartu garansi purna jual

    dalam bahasa Indonesia bagi produk telematika dan elektronik.

    Di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berlaku sejak

    tanggal 20 April 2000, yaitu Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang

    Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disebut UUPK). Undang-Undang ini

    bertujuan untuk melindungi pihak konsumen dari praktik-praktik pelaku usaha

    yang merugikan konsumen. Hal ini disebabkan karena konsumen umumnya lemah

    dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan daya tawar.

    Berdasarkan pada Pasal 19 ayat (1) UUPK Pelaku usaha bertanggung

    jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian

    konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan atau

    diperdagangkan. Sedangkan pada ayat (2) yangberbunyi ganti rugi sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau ganti barang

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    18/104

    7

    dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau

    pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

    yang berlaku. Dari kedua isi pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha

    wajib memberikan tanggung jawabnya dalam bentuk ganti rugi kepada konsumen.

    Penggantian atas kerusakan kamera Lomo yang rusak dapat dalam bentuk

    perbaikan atau penggantian kamera Lomo yang baru. Penggantian atau perbaikan

    kamera Lomo yang rusak ini sangat penting terutama bagi pembeli kamera Lomo

    yang masih awam dalam bidang fotografi, sehingga ketika kameranya mengalami

    kerusakan konsumen awam tersebut tidak mengerti apa yang harus dia lakukan

    terhadap kamera Lomo tersebut.

    Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa hak konsumen merupakan kewajiban

    dari pelaku usaha dan sebaliknya kewajiban konsumen merupakan hak dari pelaku

    usaha. Jika dilihat dari masalah yang terjadi dalam hal masalah bagi konsumen

    yang telah membeli kamera Lomo, dapat dikatakan bahwa masyarakat sebagai

    konsumen telah melaksanakan kewajibannya yaitu membayar sejumlah uang

    untuk membeli kamera tersebut, namun ternyata pihak penjual dari kamera Lomo

    tersebut melalaikan kewajibannya sebagai pelaku usaha yaitu dengan tidak

    memberikan garansi untuk perbaikan atau ganti rugi dengan kamera yang baru

    apabila kamera Lomo tersebut cacat fisiknya.

    Atas dasar latar belakang pemikiran tersebut, penyusunan menganggap

    hak-hak konsumen perlu dilindungi terhadap perbuatan yang dilakukan oleh

    pelaku usaha yang tidak memberikan ganti rugi berupa perbaikan atau penggantian

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    19/104

    8

    dengan kamera Lomo yang baru. Dengan tidak memberikan ganti rugi tersebut,

    maka dapat merugikan konsumen pembeli kamera Lomo dan oleh karena itu untuk

    meneliti permasalahan ini maka penyusun membuat skripsi yang berjudul

    Penerapan Undang Undang Perlindungan Konsumen Terhadap Produk

    Elektronik : Studi Kasus Perl indungan Konsumen Kamera L omo

    B.Pembatasan dan Rumusan Masalah

    1. Pembatasan Masalah

    Mengingat luasnya cakupan masalah tentang perlindungan konsumen di

    Indonesia, maka ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini dibatasi dari

    segi perlindungan atas hak-hak konsumen kamera Lomo terhadap perbuatan yang

    dilakukan oleh pelaku usaha dan/atau produsen yang tidak memberikan ganti rugi

    berupa perbaikan atau penggantian dengan kamera Lomo yang baru dan mengenai

    claimterhadap kartu garansi atas produk kamera Lomo.

    2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah diatas, maka

    rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:

    a. Bagaimana pengaturan undang-undang perlindungan konsumen dan

    perdagangan terhadap barang impor elektronik di Indonesia?

    b.Bagaimana implementasi perlindungan hukum terhadap konsumen

    kamera Lomo di Indonesia?

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    20/104

    9

    C.Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1.

    Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tentang aspek hukum

    perlindungan konsumen terhadap pengguna kamera Lomo di Indonesia. Secara

    khusus penelitian ini dilakukan untuk:

    a. Untuk mengetahui aturan undang-undang perlindungan konsumen

    terhadap kepabeanan dan perdagangan impor barang elektronik di

    Indonesia;

    b.Untuk mengetahui implementasi perlindungan hukum terhadap

    konsumen kamera Lomo di Indonesia;

    2. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

    a. Memberikan sumbangan pemikiran secara teoritis didalam

    mengembangkan pengetahuan hukum khususnya bidang perlindungan

    konsumen;

    b.Memberikan masukan terhadap Badan Perlindungan Konsumen untuk

    memperketat pengawasaannya terhadap kegiatan perlindungan

    konsumen di Indonesia;

    c. Memberikan saran kepada Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya

    Masyarakat sebagai lembaga non pemerintah untuk mengawasi dan

    menangani masalah perlindungan konsumen;

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    21/104

    10

    d.Memberikan pengetahuan dan informasi kepada konsumen akan hak-

    haknya sebagai konsumen.

    D.Kerangka Konseptual

    Pengertian-pengertian atau istilah-istilah terkait dengan judul skripsi

    memiliki kedudukan dalam membatasi permasalahan, menyamakan persamaan

    istilah dan persepsi yang dimaksud guna menjawab pokok permasalahan skripsi.

    1.Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

    kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

    Dengan adanya perlindungan konsumen maka konsumen memiliki hak

    posisi yang berimbang, dan konsumen pun dapat menuntut jika ternyata

    hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.13

    2.Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dana atau jasa yang

    tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

    orang lain, maupun makhluk lain dan tidak diperdagangkan. Konsumen

    merupakan setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan

    untuk tujuan tertentu.14

    3.Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

    yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang

    didirikan dan berkedudukan melakukan kegiatan dalam wilayah hukum

    13 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen yang Dirugikan, Transmedia Pustaka: Jakarta,

    2008 h.5

    14Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Daya Widya: Jakarta,

    1999, h.13.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    22/104

    11

    Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

    perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

    ekonomi.

    4.Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyrakat adalah lembaga

    non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang

    mempunyai kegiatan perlindungan konsumen.

    5.Badan Peneyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas

    menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan

    konsumen

    6.Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk

    untuk membantu upaya pengembangan perlindungan Konsumen.

    7.Barang adalah setiap baik berwujud maupun tidak berwujud, beik

    bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat

    dihabiskan, yang dapat untuk di perdagangkan, dipakai, dipergunakan,

    atau dimanfaatkan oleh konsumen.

    8.Lomografi adalah sebuah dari bagian fotografi yang menggunakan

    sebuah kamera khusus yang disebut dengan kamera Lomo.15

    9.Lomo adalah singkatan dari Leningradskoye Optiko-Mechanichesckoye

    Obydinenie (Leningrad Optical Mechanical Amalgamation) merupakan

    sebuah pabrik lensa yang berada di St.Petersburg, Rusia yang

    15Ridwan Rian.Lomonesia di Indonesia, Jakarta, Gramedia, 2011, h. 13.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    23/104

    12

    memproduksi lensa untuk alat-alat kesehatan (seperti untuk lensa

    mikroskop), alat-alat persenjataan, dan lensa kamera.

    10.Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh

    penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar

    kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar

    perorangan atau disebut individu dengan individu, antara individu

    dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan

    pemerintah negara lain

    11.Impor adalah perdagangan dengan cara memasukan barang dari luar

    negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan

    yang berlaku.

    12.Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

    pengawasan atas lalulintas barang yang masuk atau keluar daerah

    pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.

    13.Wilayah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi

    wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat

    tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang

    didalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    24/104

    13

    E.Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

    Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk membahas tentang

    perlindungan konsumen terhadap barang atau jasa di Indonesia. Salah satu

    diantaranya adalah dalam bentuk skripsi yang berjudul Perlindungan Konsumen

    Terhadap Produk Kosmetik Import Tanpa Izin Edar Dari Badan POM Ditinjau

    dari Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia yang disusun oleh Anastasia

    Marisa R Hutabarat, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 201116

    , yang

    mengkaji tentang hak konsumen atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

    dalam penggunaan dan peredaran produk kosmetik yang tidak memenuhi

    persyaratan dan merugikan konsumen serta pelaku usaha lainnya. Selain itu juga

    membahas peranan Badan Pengawas Obat dan Makanan atau yang disebut juga

    dengan Badan POM, yang untuk mengawasi dan menindak segala bentuk

    penyimpangan terhadap peredaran kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan ini.

    Penelitian selanjutnya yang dijadikan bagian dalam review studi terdahulu

    adalah skripsi dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Konsumen

    Atas Beredarnya Makanan Kadaluarsa yang disusun oleh Lira Apriana Sari

    Nasution, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tahun 2011,17

    skripsi ini

    membahas tentang produk-produk makanan yang telah kadaluwarsa namun masih

    16 Anastasia Marisa R Hutabarat, Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Kosmetik

    Import Tanpa Izin Edar Dari Badan POM Ditinjau dari Hukum Perlindungan Konsumen Di

    Indonesia, (Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 2011), h. 3

    17 Apriana Sari Nasution, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Konsumen Atas

    Beredarnya Makanan Kadaluarsa, (Skripsi S1Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara,

    Medan, 2011) h. 3

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    25/104

    14

    diperdagangkan oleh pelaku usaha secara dengan sengaja, hal ini sangatlah dapat

    merugikan dari hak-hak konsumen karena dapat membahayakan kesehatan dan

    keselamatan dari konsumen. Dan juga membahas pengaturan mengenai

    perlindungan konsumen atas beredarnya makanan kadaluwarsa serta permasalahan

    yang dihadapi konsumen dalam mengkonsumsi makanan kadaluwarsa.

    Perbedaan antara dua skripsi diatas dengan penelitian yang akan diangkat

    oleh penulis adalah apabila didalam dua skripsi tersebut membahas mengenai hak

    konsumen atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam penggunaan dan

    peredaran produk yang tidak memenuhi persyaratan dan merugikan konsumen

    serta pelaku usaha lainnya sedangkan yang akan penulis teliti adalah bagaimana

    produk kamera Lomo ini tidak memiliki purna jual yang resmi sehingga tidak bisa

    menangani proses ganti rugi dan juga bertanggung jawab apabila produk kamera

    Lomo tersebut mengalami kerusakan. Yang mana seharusnya pelaku usaha

    memberikan garansi atas sebuah produk yang diperdagangkan.

    F.Metode Penelitian

    1. Tipe Penelitian

    Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah termasuk dalam penelitian

    normatif. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen yang

    dilengkapi dengan wawancara. Studi dokumen itu sendiri adalah suatu cara

    pengumpulan data dengan meneliti literatur-literatur yang berhubungan dengan

    objek yang diteliti sehingga akan memberikan gambaran umum mengenai

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    26/104

    15

    persoalan yang akan dibahas.18

    Sedangkan wawancara itu sendiri adalah suatu cara

    pengumpulan data, yang menggali dengan pertanyaan, dengan menggunakan

    pedoman wawancara atau kuisioner.19

    Pedoman wawancara berisikan pokok-

    pokok yang diperlukan dalam wawancara.20

    Untuk penelitian ini, penulis menggunakan data primer dan sekunder. Data

    primer akan dikumpulkan dengan melakukan wawancara terhadap narasumber

    yang berhubungan dengan objek yang diteliti.21

    Penulis akan melakukan

    wawancara terhadap narasumber yaitu Teguh Haryo sebagai Public Relation

    Lomonesia dan Veri Anggrijino sebagai Kasubdit Pengawasan Barang ILMEA

    Direktorat Pengawasan Beredar Barang dan Jasa, Ditjen Perdagangan Dalam

    Negeri Departemen Perdagangan, karena memiliki pengetahuan dan informasi

    yang relevan dengan skripsi yang sedang disusun. Sedangkan data sekunder dalam

    penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

    2. Pendekatan Masalah

    Pendekatan masalah yang digunakan disini yaitu pendekatan perundang-

    undangan (Statue approach) khususnya pada Undang-undang No. 8 Tahun 1999

    18 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, PenelitianHukumNormatif: Suatu Tinjauan

    Singkat, Jakarta: Rajawali Pers, 1983, h. 23-24

    19Ibid, h. 25.

    20Sri Mamudji,Metode Penelitiandan Penulisan Hukum,Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

    Hukum Universitas Indonesia, 2000, h. 31.

    21Valerine Kriekhof,Metode Penelitian Hukum, Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum

    Universitas Indonesia, 2000, h. 31.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    27/104

    16

    tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang Kepabeanan No.17 Tahun

    2006, dan pendekatan konseptual yuridis normatif.

    3. Sumber Hukum

    a. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-

    Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) No. 8 Tahun 1999, Peraturan

    Perundang-Undangan Kepabeanan dan Cukai No. 17 Tahun 2006 dan

    Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 19/m-

    dag/per/5/2009 tentang pendaftaran petunjuk penggunaan (manual) dan kartu

    garansi purna jual dalam bahasa Indonesia

    b.Bahan hukum skunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku-

    buku, makalah, dan artikel, serta internet yang berkaitan dengan

    perlindungan konsumen terhadap pengguna kamera Lomo.

    c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

    penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti

    kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

    4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

    Kedua bahan hukum baik primer maupun bahan hukum skunder

    dikumpulkan berdasarkan topik-topik terkait yang telah dirumuskan berdasarkan

    keterkaitan antara sumber dengan penelitian yang dilakukan penulis untuk dapat di

    kaji secara komperhensif.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    28/104

    17

    5. Pengolahan dan Analisis Data

    Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penitian studi kepustakaan,

    dan artikel dimaksud penulis uraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga

    disajikan dalam penulisan yang telah penulis rumuskan. Cara pengolahan bahan

    hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu

    permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.

    Bahan hukum yang ada di analisis untuk membuat suatu aturan baru guna

    menyelesaikan masalah yang akan terjadi di masa yang akan datang, sehingga

    menjadikan permasalahan ini tidak terulang kembali.

    G.Sistematika Penelitian

    Skripsi ini disusun berdasarkan buku Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas

    Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012 dengan

    sistematika yang terbagi dalam lima bab.Untuk mempermudah pemahaman

    pembaca, maka penulis membagi tulisan ini menjadi beberapa Bab yang terdiri

    dari atas beberapa sub bab sebagai berikut:

    BAB I Di dalam bab ini, penulis memaparkan mengenai hal-hal yang

    melatarbelakangi pengambilan judul di atas. Latar belakang didasarkan

    pada pengetahuan penulis akan masalah yang terdapat didalam judul

    penelitian. Latar belakang tersebut yang menjadi dasar-dasar dari

    penelitian. Hal-hal yang pokok akan dikemukakan melalui perumusan

    masalah. Selain itu, dalam bab ini juga terdapat manfaat dan tujuan

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    29/104

    18

    dilakukannya penelitian. Lalu bab ini juga menjabarkan definisi

    operasional, definisi operasinal ini berfungsi untuk menyamakan istilah

    yang sering muncul di dalam penelitian. Lalu di bagian akhir terdapat

    pula sistematika penulisan yang menjabarkan garis besar dari bab-bab

    yang ada di dalam penelitan.

    BAB II Dalam bab ini terdapat istilah dan pengertian dalam Perdagngan Impor,

    Kepabeanan dan Hukum Perlindungan Konsumen. Dengan penjabaran

    mengenai istilah dan pengertian dalam Perdagangan Impor, Kepabeanan,

    dan Hukum Perlindungan Konsumen maka akan memudahkan kita

    mengetahui apa itu perdagangan impor, kepabeanan dan perlindungan

    konsumen. Selain itu, di dalam bab ini juga dijabarkan ruang lingkup

    kepabeanan. Dan dilengkapi denganhak dan kewajiban pelaku usaha,

    yaitu mengenai apa yang seharusnya didapatkan oleh pelaku usaha dan

    apa yang harus di berikan pelaku usaha kepada konsumen. Selanjutnya

    di dalam bab ini akan dibahas tanggung jawab pelaku usaha, yaitu apa

    yang harus dilakukan oleh pelaku usaha terhadap barang atau jasa yang

    ia jual kepada konsumen. Terakhir yang akan di bahas di bab ini adalah

    sanksi terhadap pelanggar UUPK. Di dalam bab ini akan dibahas

    mengenai sanksi yang diberikan terhadap pelaku usaha yang tidak

    melaksanakan kewajibannya untuk memberikan ganti rugi terhadap

    konsumen yang membeli kamera Lomo yang ia jual.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    30/104

    19

    Bab III Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai difinisi dari kamera

    Lomo. Selain itu penulis juga akan membahas sejarah dari pada kamera

    Lomo. Dari negara manakah kamera Lomo itu berasal dan terbuat dari

    apakah lensa kamera Lomo itu. Terakhir yang akan dibahas di dalam bab

    ini adalah mengenai jenis-jenis kamera Lomo. Kamera Lomo memiliki

    banyak jenis yang akan menghasilkan hasil foto yang berbeda-beda.

    Bab IV Dalam bab ini penulis akan menjabarkan bagaimana keberadaan kamera

    lomo di Indonesia sesuai dengan undang-undang kepabenan. Serta akan

    membahas mengenai mekanisme impor kamera Lomo. Dan juga penulis

    akan menjabarkan permasalahan dalam penggunaan kamera Lomo. Apa

    saja yang ditemui oleh para pengguna kamera Lomo. Selanjutnya yang

    akan dibahas di dalam bab ini adalah analisis pelanggaran tanggung

    jawab pelakun usaha penjual kamera Lomo. Pelanggaran apa saja yang

    dilakukan oleh pelaku usaha penjual kamera Lomo, yang berkaitan

    dengan pemberian ganti rugi atas kamera Lomo yang rusak, sehinggan

    harus di perbaiki atau diganti dengan yang baru. Terakhir yang akan

    dibahas di dalam bab ini adalah sanksi yang diberikan kepada pelaku

    usaha penjual kamera Lomo. Sanksi apa saja yang diberikan kepada

    pelaku usaha penjual kamera Lomo yang tidak memberikan hak-hak

    konsumen yang membeli kamera Lomo dan kewajiban para penjual

    kamera Lomo yang berkaitan dengan ganti rugi yang harus diberikan

    kepada konsumen yang kamera Lomonya rusak.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    31/104

    20

    Bab V Merupakan bab terakhir, terdiri atas simpulan dan saran. Bab ini

    merupakan uraian akhir yang ditarik penulis dari hasil pembahasan

    secara menyeluruh dari bab-bab sebelumnya. Kesimpulan merupakan

    jawaban dari pokok permasalahan yang ada pada bab pendahuluan. Di

    samping itu penelitian juga memberikan saran dan solusi terkait pada

    penelitian tersebut.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    32/104

    21

    BAB II

    KERANGKA KONSEPTUAL

    A.Tinjauan Umum Hukum Perlindungan Konsumen

    Dalam perlindungan konsumen sangat erat kaitannya dengan teori

    perlindungan hukum seperti yang telah di jelaskan oleh Satijito Raharjo, teori

    perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia

    (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada

    masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.22

    Perlindungan konsumen lahir karena adanya hak-hak konsumen yang diabaikan

    oleh pelaku usaha, pada era globalisasi dan perdagangan internasional saat ini,

    banyak bermunculan berbagai macam produk. Produk tersebut berupa barang dan

    pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen, baik melalui promosi, iklan,

    maupun penawaran secara langsung. Perkembangan globalisasi dan perdagangan

    sangat didukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi, memberikan ruang

    gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan. Realitas tersebut

    menjadi tantangan yang positif dan sekaligus negative. Dikatakan positif karena

    kondisi tersebut memberikan manfaat bagi konsumen untuk memilih barang dan

    jasa yang diinginkannya. Konsumen memiliki kebebasan untuk menentukan jenis

    dan kualitas barang dan jasa sesuai dengan kebutuhannya. Dikatakan negatif

    22Satijipto Raharjo,Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2000, h. 54

    21

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    33/104

    22

    karena kondisi tersebut menybabkan posisi konsumen menjadi lemah daripada

    posisi pelaku usaha.23

    Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui

    Undang-Undang Perlindungan Konsumen, membrikan harapan agar pelaku usaha

    tidak lagi bertindak sewenang-wenang. Dengan adanya Undang-Undang

    Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen dan pelaku

    usaha memiliki hak dan posisi yang berimbang.Konsumen dapat menggugat atau

    menuntut jika ternyata hak-haknya telah dilanggar dan dirugikan oleh pelaku

    usaha.24

    1. Para Pihak Dalam Hukum Perlindungan Konsumen

    a)Konsumen

    Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

    consument/konsument (Belanda). Penegertian dari consumer atau consument itu

    tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harfiah arti kata consumer itu

    adalah setiap orang yang menggunakan barang.25

    Dalam Pasal 1 angka 2UUPK diterangkan apa yang dimaksud konsumen

    yaitu setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

    baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain

    23 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen yang Dirugikan, Transmedia Pustaka: Jakarta,

    2008, h. 2-3.

    24Ibid, h.4-5.

    25Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Daya Widya: Jakarta,

    1999, h.3.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    34/104

    23

    dan tidak untuk diperdagangkan.26

    Di dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 UUPK,

    disebutkan bahwa di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir

    dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari

    suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan

    suatu produk sebagai bagian dari proses suatu prosik lainnya. Penegrtian konsumen

    dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir.27

    Adapun konsumen memiliki hak dan kewajiban terhadap pelaku usaha.

    Berdasarkan UUPK, hak-hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan,

    dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan jasa. Selanjutnya kewajiban

    konsumen terdapat dalam Pasal 5 UUPK, kewajiban dari konsumen antara

    lain:

    a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

    atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan

    keselamatan.

    b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

    jasa.

    c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

    d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

    konsumen secara patut28

    .

    26Ibid, Pasal 1 ayat (2).

    27Ibid, Penjelasan Pasal 1 ayat (2).

    28Ibid,Pasal 5.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    35/104

    24

    Kewajiban lain yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut adalah

    kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa

    perlindungan kunsumen secara patut. Kewajiban ini dianggap sebagai hal

    baru, sebab sebelum diundangkannya UUPK hamoir tidak dirasakan adanya

    kewajiban secara khusus seperti ini dalam perkara perdata, sementara dalam

    kasus pidanan tersangka/terdakwa lebih banyak dikendalikan oleh aparat

    kepolisian dan/atau kejaksaan.29

    Adanya kewajiban seperti ini diatur dalam

    UUPK dianggap tepat, sebab kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak

    konsumen untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa perlindungan

    konsumen secara patut. Hanya saja kewajiban ini, tidak cukup untuk maksud

    tersebut jika tidak diikuti oleh kewajiban yang sama dari pihak pelaku

    usaha.30

    b)Pelaku Usaha

    Menurut Pasal 1 butir 3 UUPK, pelaku usaha didefinisikan sebagai

    berikut: Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha,

    baik yang berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

    melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri

    maupun bersama-sama melalui perjanjian melakukan berbagai kegiatan

    29Ahmadimiru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen.PT Raja Grafindo

    Persada, Jakarta, 2004, h. 48

    30Ibid,49-50

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    36/104

    25

    usaha dalam bidang ekonomi.31

    Dalam penjelasan Pasal 1 angka 3

    disebutkan bahwa pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian tersebut

    adalah perusahaan, koperasi, korporasi, BUMN, importer, pedagang,

    distributor, dan lain-lain.32

    Adapun pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban serta tanggung

    jawab terhadap konsumen. Didalam UUPK Pasal 6 diuraikan hak-hak dari

    pelaku usaha adalah sebagai berikut:

    (1) Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

    kondisi dan nilai tukar barang dan jasa yang diperdagangkan;

    (2) Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

    beritikad tidak baik;

    (3) Melakukan pembelaan sepatutnya didalam penyelesaian hukum

    sengketa konsumen;

    (4) Rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa

    kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa

    yang diperdagangkan;

    (5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

    undangan lainnya33

    31 Indonesia (a), Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN

    No.42/1999, LTN No.3821, Pasal 1 angka 3.

    32 Indonesia (a), Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN

    No.42/1999, LTN No.3821, Penjelasan Pasal 1 angka 3.

    33Indonesia (a), Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN No.

    42/1999, LTN No.3821, Pasal 6

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    37/104

    26

    Menyangkut hak pelaku usaha pada Pasal 6 ayat (2), (3) dan (4),

    sesungguhnya merupakan hak-hak yang lebih banyak berhubungan dengan

    pihak aparat pemerintah dan/atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

    Pengadilan dalam tugasnya diharapkan untuk tidak memberikan

    perlindungan kepada konsumen secara berlebihan hingga mengabaikan

    kepentingan pelaku usaha dapat dihindari. Satu-satunya yang berhubungan

    dengan kewajiban konsumen atas hak-hak pelaku usaha yang disebut pada

    Pasal 6 ayat (2), (3), dan (4)tersebut adalah kewajiban konsumen mengikuti

    upaya penyelesaian sengketa dengan secara patut.

    Selanjutnya sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah

    disebutkan pada uraian terdahulu, maka kepada pelaku usaha dibebankan

    pula kewajiban sebagaiman yang terdapat dalam Pasal 7 UUPK, sebagai

    berikut:

    (1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

    (2) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

    kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, serta memberikan

    penjelasan penggunaan perbaikan dan pemeliharaan

    (3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur,

    serta tidak diskriminatif.

    (4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

    diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

    dan/atau jasa yang berlaku

    (5) Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji,

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    38/104

    27

    dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu, serta memberikan

    jaminan dan/atau garansi atas barnag yang dibuat dan/atau

    diperdagangkan.

    (6) Memberikan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila

    arang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

    (7) Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

    barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai

    dengan perjanjian.34

    Dengan adanya kesadaran pelaku usaha akan kewajibannya maka

    konsumen akan merasa jauh lebih aman dalam mengkonsumsi suatu produk.

    Jika disimak baik-baik, jelas bahwa kewajiban pelaku usaha tersebut

    merupakan manifestasi hak konsumen dalam sisi lain yang ditargetkan untuk

    menciptakan budaya tanggung jawab pada diri pelaku usaha.Berdasarkan

    Pasal 19 UUPK, tanggung jawab pelaku usaha adalah:

    (1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

    kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat

    mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau

    diperdagangkan.

    (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

    pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang

    sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau

    34Ibid, Pasal 7

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    39/104

    28

    pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

    perundang-undangan yang berlaku.

    (3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7

    (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

    (4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

    ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan

    pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya

    unsur kesalahan.

    (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

    berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa

    kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.35

    c)

    Pemerintah

    Adanya keterlibatan pemerintah dalam pembinaan penyelenggaraan

    perlindungan konsumen berdasarkan ketentuan Pasal 29 UUPK, didasarkan

    pada kepentingan yang diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945 bahwa

    kehadiran negara antara lain, untuk mensejahterkan rakyatnya. Amanat ini

    dijabarkan dalam Pasal 33 UUD 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara

    (GBHN), serta peraturan perundang-undangan lainnya.36

    35Indonesia (a),Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No.

    42/1999, LTN No. 3821,Pasal 19

    36Ahmadimiru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo

    Persada: Jakarta 2004,h.180

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    40/104

    29

    d)Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

    Berdasarkan Pasal 1 butir 9 UUPK, Lembaga Perlindungan

    Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-pemerintah yang

    terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan

    menangani perlindungan konsumen.37

    Pada Pasal 30 ayat (1) disebutkan bahwa pengawasan terhadap

    penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan

    peraturan perundang-undangan diselenggarakan oleh pemerintah,

    masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.38

    Kemudian pada Pasal 30 ayat (3) UUPK disebutkan pula pengawasan

    oleh masyarakat dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya

    Masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.39

    Pada penjelasan Pasal 30 ayat (3) UUPK, pengawasan yang dilakukan

    oleh masyarakat dan Lembaga Swadaya Konsumen Swadaya Masyarakat

    dilakukan atas barang dan.atau jasa yang beredar di pasar dengan

    carapenelitian, pengujian, dan/atau survei. Aspek pengawasan meliputi

    pemuatan informasi tentang resiko penggunaan barang jika diharuskan,

    pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan

    ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebiasaan dalam praktek dunia

    37Indonesia (a), Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN No.

    42/1999, LTN No. 3821, Pasal 1 butir9

    38Ibid,pasal 30 ayat (1)

    39Ibid, pasal 30 ayat (3)

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    41/104

    30

    usaha.40

    e) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

    Menurut Pasal 1 angka 11 UUPK, Badan Penyelesaian Sengketa

    Konsumen (selanjutnya disebut BPSK) adalah badan yang bertugas

    menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelakuusaha dan

    konsumen.41

    Tugas dan wewenang BPSK meliputi:

    a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen,

    dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

    b.Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

    c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

    d.Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran

    ketentuan dalam Undang-Undang ini;

    e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari

    konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan

    konsumen;

    f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan

    konsumen;

    g.Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

    terhadap perlindungan konsumen;

    h.Memangggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang

    40Ibid, penjelasan pasal 30 ayat (3)

    41Ibid,Pasal 1 ayat (11)

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    42/104

    31

    yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-Undang ini;

    i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,

    saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan

    huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian

    sengketa konsumen;

    j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti

    lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

    k.Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak

    konsumen;

    l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan

    pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

    m.Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar

    ketentuan Undang-Undang ini.42

    2. Penyelesaian Sengketa Konsumen

    UUPK membagi penyelesaian sengketa konsumen menjadi dua

    bagianyaitu:

    a. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan

    b.Penyelesaian sengketa konsumen melalui proses litigasi.43

    Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan terbagi atas 2

    42Ibid,Pasal 52

    43Indonesia (a), Undang-undang Perlindungan Konsumen, UUNo. 8 Tahun 1999, LN No.

    42.1999, LTN No. 3821, Pasal 45 ayat (2)

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    43/104

    32

    bagian, yakni:

    a. Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak yang bersengketa;dan

    b.Penyelesaian sengketa melalui BPSK dengan menggunakan mekanisme

    melalui konsiliasi, mediasi, atau arbitrase.44

    a.Penyelesaian Sengketa Secara Damai oleh Para Pihak yang Bersengketa

    Penyelesaian sengketa konsumen, sebagaimana dimaksud pada Pasal 45

    ayat (2), tidak menutup kemungkinan dilakukannya penyelesaian sengketa

    secara damai oleh para pihak yang bersengketa, yaitu pelaku usaha dan

    konsumen, tanpa melalui pengadilan atau BPSK, dan sepanjang tidak

    bertentangan dengan UUPK. Bahkan dalam penjelasan pasal tersebut

    dikemukakan bahwa pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan

    penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa.

    b.Penyelesaian Sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

    (BPSK)

    UUPK mengamanatkan agar pemerintah membentuk suatu badan baru

    untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan, yakni BPSK.

    Sesuai penjelasan UUPK, dengan adanya BPSK maka diharapkan penyelesaian

    sengketa konsumen dapat dilakukan secara lebih cepat, mudah, dan murah.

    Cepat karena undang-undang menentukan dalam tenggang waktu dua puluh

    44Ibid, Penjelasan Pasal 45 ayat (2)

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    44/104

    33

    satu hari keija, BPSK wajib memberikan putusannya.45

    Mudah karena prosedur

    administratif dan proses pengambilan putusan yang sangat sederhana.46Murah

    terletak pada biaya perkara yang lebih terjangkau.

    Tata cara penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK diatur dalam

    UUPK jo. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

    350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan

    Penyelesaian Sengketa Konsumen. Proses penyelesaiannya pun diatur sangat

    sederhana dan sejauh mungkin dihindari suasana yang formal.47

    Konsumen

    yang dirugikan dapat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa

    konsumen kepada BPSK yang terdekat dengan tempat tinggal konsumen.48

    Adapun tiga mekanisme dalam penyelesaian sengketa melalui BPSK

    yaitu konsiliasi, mediasi, atau arbitrase. Konsiliasi adalah suatu proses

    penyelesaian sengketa di antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga

    yang netral dan tidak memihak yang disebut konsiliator.

    Sedangkan Mediasi adalah proses negosiasi penyelesaian sengketa atau

    pemecahan masalah di mana pihak-pihak ketiga yang tidak memihak

    (impartial), yang disebut sebagai mediator, bekerjasama dengan para pihak

    yang bersengketa membantu memperoleh kesepakatan perjanjian yang

    45Ibid,Pasal 55.

    46 Yusuf Shofie dan Somi Awan, Sosok Peradilan Konsumen Mengungkap Berbagai

    Persoalan Mendasar BPSK, Jakarta:Piramedia, 2004, h.17

    47Susanti Nugroho,Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara

    serta Kendala Implementasinya, Jakarta: Kencana, 2008, h. 103

    48Ibid. h. 104

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    45/104

    34

    memuaskan. Seorang mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan

    sengketa. Seorangmediator tersebut hanya membantu para pihak untuk

    menyelesaikan persoalan-persoalan yang diserahkan kepadanya.

    Arbitrase adalah salah satu bentuk ajudikasi privat. Di dalam Undang-

    Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

    Sengketa, pengertian Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata

    di luar pengadilan, yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara

    tertulis oleh para pihak yang bersengketa.49

    Arbitrase, sebagai salah satu forum

    penyelesaian sengketa alternatif, adalah bentuk alternatif yang paling formal

    untuk menyelesaikan sengketa sebelum berlitigasi.

    c. Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui Proses Litigasi

    Manakala upaya perdamaian telah gagal mencapai kata sepakat, atau

    para pihak tidak mau lagi menempuh alternatif perdamaian, maka para pihak

    dapat menempuh penyelesaian sengketanya melalui pengadilan dengan cara

    pengajuan gugatan secara perdata diselesaikan menurut instrumen hukum

    perdata dan dapat digunakan prosedur:

    a. Gugatan perdata konvensional;

    b.Gugatan peiwakilan atau gugatan kelompok (class action) ;

    c. Gugatan atau hak gugat LPKSM dan organisasi non pemerintah lain;

    atau;

    49Indonesia (b), Undang-undang Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,

    YY Nomor 30 Tahun 1999,LN No. 138 Tahun 1999,TLN No. 3872, Pasal 1 butir 1.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    46/104

    35

    d.Gugatan oleh pemerintah dan/atau instansi terkait.50

    Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui

    lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan

    pelakuusaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan

    umum.51

    Dengan memperhatikan Pasal 48 UUPK, penyelesaian sengketa

    konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum

    yang berlaku. Jadi dengan demikian, proses penyelesaian sengketa konsumen

    melalui pengadilan negeri, dilakukan seperti halnya mengajukan gugatan

    sengketa perdata biasa, dengan mengajukan tuntutan ganti kerugian baik

    berdasarkan perbuatan melawan hukum, gugatan ingkar janji atau wanprestasi,

    atau kelalaian dari pelaku usaha atau produsen yang menimbulkan cidera,

    kematian, atau kerugian bagi konsumen.52

    3.Sanksi Terhadap Pelanggaran Hak Konsumen

    Pelaku usaha yang melanggar hak-hak konsumen dikenakan sanksi.

    Pada dasarnya hubungan hukum keperdataan, tapi UU Perlindungan Konsumen

    juga mengenakan sanksi pidana bagi pelanggar hak-hak konsumen.53

    Sebagaimana disebutkan dalam UU Perlindungan Konsumen pasal 45 ayat 3,

    Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat 2

    50Indonesia (a) Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN No.

    42/1999, LTN No. 3821, Pasal 52 hrf.m.jo Pasal 46 ayat (2)

    51Ibid, Pasal 45 ayat (1)

    52Ibid.

    53Ibid.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    47/104

    36

    tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam

    Undang-Undang.54

    a. Sanksi Administratif

    Sebagaimana diatur dalam UUPK Pasal 60, Badan Penyelesaian

    Sengketa Konsumen (BPSK) berhak menjatuhkan sanksi administratif kepada

    pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), Pasal 20, Pasal 25, dan

    Pasal 26, berupa denda uang maksimum Rp. 200.000.000 (dua ratus juta

    rupiah).55

    Pengaturan kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

    (BPSK) untuk menjatuhkan sanksi administratif sebenarnya bermasalah.

    Selama ini pemahaman terhadap sanksi administratif tertuju pada sanksi yang

    berupa pencabutan izin usaha atau sejenisnya. Melalui pemahaman seperti ini,

    praktik di lingkungan peradilan umum dalam hal menemukan adanya

    pelanggaran yang memerlukan dijatuhkannya sanksi administratif kepada si

    pelaku, maka dalam putusannya memerintahkan instansi penerbit izin usaha

    untuk melakukan pencabutan izin usaha pihak pelaku yang bersangkutan.56

    b.Sanksi Pidana

    Pada Pasal 61 UUPK, disebutkan bahwa penuntutan pidana dapat

    54Indonesia (a)Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN No.

    42/1999,LTN No. 3821, Pasal 45 ayat (3)

    55Ibid.

    56 Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen,(PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta,

    2004), h. 273

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    48/104

    37

    ditujukan terhadap pelaku usaha dan juga pengurusnya. Ketentuan di dalam

    Pasal 61 tersebut jelas memperlihatkan suatu bentuk pertanggungjawaban

    pidana yang tidak saja dapat dikenakan kepada pengurus tetapi juga kepada

    perusahaannya. Hal ini menurut Nurmadjito merupakan upaya yang bertujuan

    menciptakan sistem bagi perlindungan konsumen. Melalui ketentuan pasal ini

    perusahaan dinyatakan sebagai subjek hukum pidana.57

    1)Sanksi Pidana Pokok

    Tiga bentuk sanksi pidana menurut Pasal 62 UUPK adalah sebagai

    berikut.

    (1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15,

    Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan

    Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

    tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00

    (dua miliar rupiah).

    (2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16,

    dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling

    lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp

    500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

    57Ibid, h. 276

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    49/104

    38

    (3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit

    berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana

    yang berlaku.58

    Ketentuan Pasal 62 UUPK memberlakukan dua aturan hukum

    sesuai tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu

    pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap,

    atau kematian diberlakukan ketentaun hukum pidana (KUHP),

    sementara di luar dari tingkat pelanggaran tersebut berlaku ketentuan

    pidana tersebut dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

    Dengan demikian, terhadap ilustrasi yang dikemukakan berkenaan

    dengan ketentuan Pasal 61 sebelumnya, persoalan pidananya

    diselesaikan berdasarkan ketentuan KUHP sepanjang akibat

    perbuatan pidana yang dilakukan oleh PT sebagai subjek hukum,

    memenuhi kualifikasi luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau

    kematian konsumen.

    Hal lain yang juga dapat diketahui dari ketentuan ini, bahwa

    sanksi pidana yang dikenal dalam UUPK ada 2 (dua) tingkatan, yaitu

    sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling

    banyak sebesar Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) dan sanksi

    pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling

    58Indonesia (a) Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN No.

    42/1999, LTN No. 3821, Pasal 62.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    50/104

    39

    banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

    2) Sanksi Pidana Tambahan

    Menurut UU Perlindungan Konsumen Pasal 63,

    dimungkinkan diberikannya sanksi pidana di luar sanksi pidana

    pokok yang dijtauhkan berdasarkan pasal 62 UUPK. Sanksi-sanksi

    tersebut berupa:

    (a)Perampasan barang tertentu;

    (b)Pengumuman keputusan hakim;

    (c)Pembayaran ganti rugi;

    (d)Pencabutan izin usaha;

    (e)Dilarang memperdagangkan barang/jasa;

    (f) Wajib menarik barang/jasa dari peredaran; dan

    (g)Hasil pengawasan disebarkan kepada masyarakat umum

    Sebenarnya sanksi tersebut sudah cukup berat. Namun,

    faktanya masih banyak ditemukan praktik pelanggaran hak

    konsumen.

    Berdasarkan Pasal 22 UUPK, penegak hukum diberikan

    beban dan tanggung jawab pembuktian pidana atas kesalahan yang

    dilakukan oleh pelaku usaha. Pembuktian tersebut juga dapat

    dilakukan oleh jaksa penuntut umum. Badan Penyelesaian Sengketa

    Konsumen (BPSK) sendiri sebenarnya memiliki kewenangan untuk

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    51/104

    40

    menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh

    pelaku usaha.

    Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen memiliki hak dan

    kewenangan untuk menjatuhkan sanksi admisnistratif bagi pelaku

    usaha yang tidak memberikan ganti rugi kepada konsumen. Di

    samping sanksi perdata, ada juga sanksi pidana yang dapat

    dijatuhkan bagi pelaku usaha yang melanggar hak-hak konsumen.

    B.Tinjauan Umum Perdagangan Internasional Dan Kepabeanan

    Terkait dengan perlindungan konsumen adalah adanya perdagangan antara

    pelaku usaha dengan konsumen. Perdagangan merupakan suatu hal yang sangat

    penting dalam kegiatan perekonomian suatu negara. Giatnya aktivitas perdagangan

    suatu negara menjadi indikasi tingkat kemakmuran masyarakatnya serta menjadi

    tolak ukur tingkat perekonomian negara itu sendiri. Sehingga bisa dikatakan

    perdagangan merupakan urat nadi perekonomian suatu negara. Perdagangan atau

    perniagaan pada umumnya adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat

    dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk

    memperoleh keuntungan. Melalui perdagangan pula suatu negara bisa menjalin

    hubungan diplomatik dengan negara tetangga sehingga secara tidak langsung

    perdagangan juga berhubungan dengan dunia politik.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    52/104

    41

    1. Definisi Perdagangan (Impor)

    Adam Smith berpendapat bahwa perdagangan internasional merupakan

    kegiatan perdagangan yang kegiatannya melampaui batas negara, disisi lain Amir

    M.S berpendapat perdagangan internasional merupakan salah satu cabang dari

    pada bidang perniagaan yang melibatkan hubungan antar negara satu dengan

    negara yang lain.59

    Pengertian dari para ahli diatas dapat kita simpulkan bahwa

    pengertian perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh

    penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

    bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu

    dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara, atau

    pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.60

    Impor adalah perdagangan dengan cara memasukan barang dari luar negeri

    ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.61

    Menurut kamus besar bahasa Indonesia impor adalah pemasukan barang dan

    sebagainya dari luar negeri.62

    Sedangkan menurut UU Kepabeanan No. 17 Tahun

    2006 (selanjutnya disebut UU Kepabeanan), impor adalah kegiatan memasukan

    barang kedalam daerah kepabeanan.

    59Munir Fuady,Pengantar Hukum Bisnis, Jakarta: Citra Aditya, 2008, h. 11

    60Ibid, h. 12

    61Abdul Sani,Buku Pintar Kepabeanan,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 20.

    62Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 : 427

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    53/104

    42

    2. Definisi dan Ruang Lingkup Kepabeanan

    Pengertian kepabeanan menurut UU Kepabeanan Nomor 10 tahun 1995

    (UU Kepabeanan yang lama) adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

    pangawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan

    pemungutan Bea Masuk. Sekarang pengertian tersebut mengalami beberapa

    perubahan dengan UU Kepabean yaitu, Kepabeanan adalah segala sesuatu yang

    berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau atau

    keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar. Perubahan

    tersebut menandakan bahwa ruang lingkup Kepabeanan mengalami

    pengembangan cangkupan.63

    Ruang lingkup kepabeanan adalah seluruh daerah pabean yaitu wilayah

    Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara

    diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan

    landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang Kepabeanan. Pada

    daerah pabean dipersempit lagi menjadi kawasan pabean yang berarti kawasan

    dengan batas-batas tertentu baik di pelabuhan laut, pelabuhan udara, dan pos

    pelintas batas yang berada di perbatasan contohnya antara lain perbatasan

    Indonesia dan Malaysia yang semuanya berada dalam pengawasan Direktorat

    Jendral Bea dan Cukai.64

    63Abdul Sani,Buku Pintar Kepabeanan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 20.

    64Ibid, h. 35.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    54/104

    43

    3. Mekanisme Perdagangan Impor Barang Elektronik

    Peraturan impor Indonesia tertuang dengan jelas di dalam undang-undang

    tentang kepabeanan.Importir harus tunduk terhadap peraturan impor tersebut. Agar

    importir tidak mengalami hambatan dalam kegiatan impor, importir harus

    mengikuti dengan benar alur prosedur.

    Hal yang terpenting selama mengikuti alur prosedur impor yaitu

    kelengkapan dokumen dan data. Dokumen dan data tersebut berisi sepuluh item.

    Sepuluh item tersebut yaitu surat izin pendirian usaha yang dilengkapi dengan

    NPWP perusahaan. Sertifikat tanah yang membuktikan kepemilikan tempat usaha.

    Laporan keuangan terakhir perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan publik.

    Surat keterangan lokasi perusahaan beroperasi. Surat keterangan akta pendirian

    perusahaan yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Jika terjadi

    perubahan data tentang akta pendirian perusahaan, importir harus membuktikan

    perubahan tersebut dengan akta perubahan terakhir yang sudah disahkan oleh

    Kementerian Hukum dan HAM.65

    Importir harus sudah memiliki Angka Pengenal Impor (API). API

    diperoleh dari lembaga pemerintah yang terkait denganbarang impor. API

    merupakan salah satu dari keseluruhan tahapan di dalam prosedur impor yang

    65 Website resmi Beacukai, diakses tanggal 03 November 2013 dari http://bctjemas.

    beacukai.go.id/index.php/media-center/artikel-terkait/54-prosedur-umum-importasi

    http://impor.org/komoditi-impor/produk-sepatu-china-membanjiri-pasar-lokal/http://impor.org/komoditi-impor/produk-sepatu-china-membanjiri-pasar-lokal/
  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    55/104

    44

    melibatkan banyak instansi.66

    Oleh karena itu, pengurusan API membutuhkan

    waktu dan tempat tersendiri.

    Apabila kelengkapan dokumen dan data sudah terpenuhi semua, importir

    dapat mengikuti prosedur impor di kepabeanan.Peraturan impor Indonesia

    mewajibkan semua importir registrasi di kepabeanan.Prosedur impor yang

    dijalankan oleh importir tidak sulit.Importir tinggal mengisi formulir registrasi

    importir lewat situs resmi Direktorat Jenderal Bea Cukai. Seandainya importir

    menginginkan cara manual dapat mendatangi langsung loket pelayanan bea cukai.

    Selanjutnya kepabeanan akan menilai isian dokumen dan data pada formulir

    registrasi importir. Jika kepabeanan menyatakan dokumen dan data lengkap,

    importir akan menerima nomor tanda terima permohonan registrasi (TTPR)67

    .

    Direktorat Jenderal Bea Cukai akan mengirim surat pemberitahuan tentang

    pengajuan isian registrasi importir lewat email. Nomor TTPR dan NPWP dapat

    digunakan untuk mengecek status pengajuan isian registrasi importir.Apabila

    pengajuan ditolak oleh kepabeanan, importir diberi kesempatan melakukan

    perbaikan. Sebaliknya, jika pengajuan diterima oleh kepabeanan, Direktorat

    Jenderal Bea Cukai akan memberi nomor identitas kepabeanan (NIK).68

    Di dalam peraturan impor Indonesia, NIK dapat berlaku

    surut.Pemberlakuan ini terjadi jika importir tidak melakukan kegiatan impor

    66Abdul Sani,Buku Pintar Kepabeanan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 46

    67Abdul Sani,Buku Pintar Kepabeanan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007, h. 47

    68Ibid, h. 50

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    56/104

    45

    selama 12 bulan berturut-turut. Direktorat Jenderal Bea Cukai berhak memblokir

    NIK jika kepabeanan menemukan dokumen dan data yang tidak benar.Tindakan

    lebih jauh dari kepabeanan yaitu pencabutan NIK. Hal ini terjadi karena importir

    gagal melakukan perbaikan dokumen dan data yang bermasalah.69

    Kepabeanan akan mengirimkan surat resmi teguran kepada importir.

    Importir harus segera mengurus NIK karena Direktorat Jenderal Bea Cukai hanya

    membuat satu kali surat pemberitahuan.70

    69Ibid, h. 51

    70Ibid

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    57/104

    46

    BAB III

    TINJAUAN UMUM PERATURAN

    TENTANG PEMBERIAN GARANSI ATAU JAMINAN KEPADA

    BARANG ELEKTRONIK KAMERA LOMO

    A. Peraturan Tentang Kewajiban Pelaku Usaha Dalam Memberikan Jaminan

    Setiap barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh pelaku usaha haruslah

    memiliki jaminan atau garansi terhadap konsumen. Hal tersebut sesuai dengan

    perturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang dan

    peraturan tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Menurut UUPK

    Pasal 8 ayat (1) huruf a UUPK

    Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang

    dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang

    dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.71

    Pasal 25 ayat (1) UUPK Pelaku usaha yang memproduksi barang yang

    pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1

    (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan

    wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.72

    71 Indonesia (a), Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN

    No. 42/1999, LTN No. 3821, Pasal 8 ayat 1 huruf a.

    72Ibid, Pasal 25 ayat 1

    46

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    58/104

    47

    Pasal 25 ayat (2) UUPK

    Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas

    tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut:

    a. Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas

    perbaikan.

    b. Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang

    diperjanjikan.73

    Kesimpulan dari UUPK sesuai ketentuan Pasal 25 ayat (1) dan (2)

    UUPK, pelaku usaha wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna

    jual, demikian juga wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang

    diperjanjikan. Sepanjang pelaku usaha yang bersangkutan memproduksi

    barang yang pemanfaatanya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-

    kurangnya 1 (satu) tahun.74

    Satu hal yang perlu dikemukakan sehubungan

    dengan substansi Pasal 25 ayat (1) dan (2), bahwa kewajiban menyediakan

    suku cadang atau fasilitas purna jual yang dimaksudkan tidak tergantung ada

    atau tidaknya di tentukan dalam perjanjian. Hal ini memberikan konsekuensi

    bahwa walaupun perjanjian para pihak tidak menentukan, konsumen tetap

    memiliki hak menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha yang bersangkutan

    berdasarkan perbuatan melanggar hukum, apabila kewajiban menyediakan

    73Ibid, Pasal 25 ayat 2

    74Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Raja

    Grafindo Persada, 2004, h. 157

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    59/104

    48

    suku cadang atau fasilitas purna jual tersebut diabaikan pelaku usaha. Berbeda

    dengan ketentuan yang menyangkut jaminan atau garansi, UUPK

    menggantungkan pada substansi perjanjian para pihak.75

    2. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor.

    19/m-dak/per/5/2009 Tentang Pendaftaran Petunjuk Pengguna (manual)

    dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia Bagi

    Produk Telematika dan Elektronik

    Menurut Pasal 1 (8) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

    Nomor. 19/m-dak/per/5/2009 Tentang Pendaftaran Petunjuk Pengguna

    (manual) dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia Bagi

    Produk Telematika dan Elektronik (yang selanjutnya disebut Peraturan

    Menteri Perdagangan Republik Indonesia), kartu jaminan atau garansi purna

    jual dalam Bahasa Indonesia yang selanjutnya disebut kartu jaminan adalah

    kartu yang menyatakan adanya jaminan ketersediaan suku cadang serta

    fasilitas dan layanan purna jual produk telematika dan elektronika.76

    Layanan

    purna jual merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dari pelaku usaha.

    Veri Anggrijono Kasubid Pengawasan Barang ILMEA Direktorat

    Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, Ditjen Dalam Negeri Departemen

    Perdagangan, ia juga berpendapat:

    77

    75Ibid, h. 157-158

    76 Wibsiteresmi Departemen Perdagangan. Diaksestanggal 2 Oktober 2013 dari http://

    www.depdag.go.id/files/regulasi/2009/06/permendag_19_final.pdf

    77 Wawancara Pribadi dengan Veri Anggrijono sebagai Kasubid Pengawasan Barang

    ILMEA Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, Ditjen Dalam Negeri Departemen

    Perdagangan, Jakarta 11 November 2013.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    60/104

    49

    Dengan adanya layanan purna jual, maka konsumen akan merasa terjamin

    apabila terjadi kerusakan pada barang yang dibelinya. Kamera merupakan

    salah satu produk elektronik, sehingga diwajibkan bagi pelaku usahanyauntuk membuka layanan purna jual.

    Adapun berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan

    Republik Indonesia, setiap produk telematika dan elektronika yang diproduksi

    dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib

    dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan dalam bahasa

    indonesia.78 Kemudian di dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri

    Perdagangan Republik Indonesia Nomor 19/m-dag/per/5/2009 diatas,

    diperjelas dengan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Perdagangan Republik

    Indonesia Nomor 19/m-dag/per/5/2009 sebagai berikut.

    Kartu jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus

    memuat informasi sekurang-kurangnya:

    a) Masa garansi;

    b) Biaya perbaikan gratis selama masa garansi yang diperjanjikan;

    c) Pemberian pelayanan purna jual berupa jaminan ketersediaan suku cadang

    dalam masa garansi dan pasca garansi;

    d)Nama dan alamat pusat pelayanan purna jual (service centre);

    e) Nama dan alamat tempat usaha produsen (perusahaan atau pabrik) untuk

    produk dalam negeri;

    78 Websiteresmi Departemen Perdagangan. Diakses tanggal 2 Oktober 2013 dari

    http://www.depdag.go.id/files/regulasi/2009/06/permendag_19_final.pdf

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    61/104

    50

    f) Nama dan alamat tempat usaha importir untuk produk impor.79

    Adapun pelayanan purna jual seperti yang disebutkan dalam Pasal 3 (2)

    huruf c berupa:

    a) Ketersediaan pusat pelayanan purna jual (service centre);

    b) Ketersediaan suku cadang;

    c) Penggantian produk sejenis apabila terjadi kerusakan yang tidak dapat di

    perbaiki selama masa garansi yang di perjanjikan;

    d) Penggantian suku cadang sesuai jaminan selama masa garansi yang

    diperjanjikan.80

    Berdasarkan lampiran I Peraturan Menteri Perdagangan RI nomor 19/M-

    DAG/PER/5/2009 daftar jenis barang elektronika keperluan rumah tangga,

    telekomunikasi, dan informatika, kamera merupakan salah satu dari produk

    elektronika rumah tangga, telekomunikasi, dan informatika.81

    Veri

    Anggrijono juga berpendapat:82

    Kamera wajib mempunyai layanan purna jual. Kamera merupakan barang

    yang diergunakan secara berkelanjutan, sehingga diperlukan layanan purna

    jual.

    79Ibid, Pasal 3 ayat (2)

    80Ibid, Pasal 3 ayat (3)

    81 Website resmi Departemen Perdagangan. Diakses tanggal 2 Oktober 2013 dari

    http://www.depdag.go.id/files/regulasi/2009/06/permendag_19_final.pdf

    82 Wawancara Pribadi dengan Veri Anggrijono sebagai Kasubid Pengawasan Barang

    ILMEA Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, Ditjen Dalam Negeri Departemen

    Perdagangan, Jakarta 11 November 2013.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    62/104

    51

    Dari undang-undang dan peraturan menteri yaitu UUPK dan Menurut

    Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, dapat disimpulkan bahwa

    pelaku usaha wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual,

    demikian juga memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang

    diperjanjikan. Setiap barang yang di perjual belikan oleh purna jual di

    Indonesia haruslah memiliki kartu jaminan berbahasa Indonesia, karena hal itu

    merupakan bentuk meyatakan adanya jaminan ketersedian suku cadang serta

    fasilitas dan layanan purna jual.

    Namun sampai saat ini Kamera Lomo tidak mempunyai layanan purna

    jual yang resmi di Indonesia, sehingga para pengguna kamera Lomo di

    Indonesiaakan mengalami kerugian apabila kamera yang dibeli rusak. Oleh

    karena itu layanan purna jual sangat diperlukan dalam perdagangan kamera

    Lomo di Indonesia.

    B. Definisi Kamera Lomo

    Lomografi adalah sebuah bagian dari fotografi, fotografi menggunakan

    sebuah kamera khusus yang disebut dengan kamera Lomo. Sebagaimana yang

    telah diungkapkan tentang definisi kamera Lomo oleh Teguh Haryo:83

    Lomo adalah singkatan dari Leningradskoye Optiko Mechanichekkoye

    Obyedinenie (Leningrad Optical Mechanical Amalgamtion) merupakan

    sebuah pabrik lensa yang berada di St.Petersburg Rusia, yang

    83 Wawancara Pribadi dengan Humas Lomonesia Teguh Haryo. Jakarta, 5 November

    2013.

  • 7/24/2019 digital_117110-ANDHINI IASHA AMALA-FSH.pdf

    63/104

    52

    memproduksi lensa untuk alat-alat kesehatan seperti lensa mikroskop, alat-

    alat persenjataan, dan lensa kamera.

    Produk-produk Lomografi mempunyai ciri-ciri yaitu, praktis, kamera yang

    menarik, ramah, tidak mahal, tidak mengandung unsur politik, dan tersebar di

    seluruh dunia. Target penjualan mereka tidak lain dari untuk memenuhi keinginan

    mengekspresikan kreativitas dalam lomografi.84

    Hal yang menarik dari kamera Lomo terletak pada hasil fotonya. Lensa

    Lomo memiliki cacat, namun kelemahan inilah yang justru membuat hasil foto

    dari kamera Lomo sangat unik. Di bagian sudut fotonya, dapat muncul warna

    gelap yang membentuk kesan artistik yang tidak biasa. Di dalam kondisi

    pencahayaan normal dapat muncul warna biru, merah, kuni