diana alifah 260110150051 argentometri
DESCRIPTION
Diana Alifah 260110150051 ArgentometriTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI
ARGENTOMETRI
Selasa, 17 November 2015
Kelompok II
Senin, Pukul 13.00 – 16.00 WIB
Nama NPM
Diana Alifah 260110150051
LABORATORIUM KIMIA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
Nilai TTD
(Moses) (Popy)
I. TUJUAN
Menentukan kadar senyawa halogen atau garam halida dengan metode
argentometri.
II. PRINSIP
2.1 Analisis Kuantitatif
Suatu analisis kimia yang mencari kadar kandungan komponen –
komponen yang terdapan dalam cuplikan (Pudyaatmaka, 2002).
2.2 Argentometri
Metode umum untuk menentukan kadar halogenida dan senyawa lain
untuk membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu (Gandjar, 2007).
2.3 Metode Mohr
Pada metode ini, titrasi halida dengan AgNO3 dilakukan dengan K2CrO4,
pada titrasi ini akan berbentuk endapan baru yang berwarna (Khopkar,
1990).
2.4 Metode Volhard
Titrasi Ag dengan NH4SCN dengan garam Fe(III) sebagai indikator
merupakan metode Volhard, yaitu pembentukan zat pewarna di dalam
larutan. Selama titrasi AgSCN terbentuk membentuk zat pewarna merah
gelap [FeSCN]2+ bila NH4SCN berlebih dengan Fe(III) pada titik akhir
(Khopkar, 1990).
2.5 Metode Fajans
Pada metode ini digunakan metode yang indokator absorpsi, yang warna
pada titik ekuivalen, indikator terabsorpsi oleh endapan. Indikatir ini
memberikan warna pada larutan tetapi pada permukaan endapan
(Gandjar, 2007).
2.6 Pengendapan
Reaksi reaksi pembentukan padatan dalam larutan atau di dalam larutan
atau di dalam padatan lain selama reaksi kimia (Ilmu Kimia, 2014).
III. REAKSI
Hg2+ + 2SCN- → Hg(SCN)2 (aq) (Widiarto,2009).
IV. TEORI DASAR
Titrasi adalah suatu proses dalam analisis volumetrik dimana suatu
titran atau larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya diteteskan
melalui buret kedalam larutan lain yang belum diketahui konsentrasinya. Zat
yang akan ditentukan kadarnya disebut titran dan zat yang sudah diketahui
kadarnya tersebut disebut titer (Ika, 2009).
Pada analisis titrimetri atau volumetrik, untuk mengetahui saat reaksi
sempurna dapat dipergunakan suatu zat yang disebut indikator. Indikator
umumnya adalah senyawa yang berwarna, dimana senyawa tersebut akan
berubah warnanya dengan adanya perubahan pH. Indikator dapat menanggapi
munculnya kelebihan titran dengan adanya perubahan warna. Indikator
berubah warna karena system kromofornya diubah oleh reaksi asam basa
(Suirta, 2010).
Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH
lingkungannya berubah. Apabila dalam suatu titrasi, asam maupun basanya
merupakan elektrolit kuat, larutan pada titik ekivalen akan mempunyai pH=7.
Tetapi bila asamnya ataupun basanya merupakan elektrolit lemah, garam
yang terjadi akan mengalami hidrolisis dan pada titik ekivalen larutan akan
mempunyai pH > 7 (bereaksi basa) atau pH < 7 (bereaksi asam). Harga pH
yang tepat dapat dihitung dari tetapan ionisasi dari asam atau basa lemah
tersebut dan dari konsentrasi larutan yang diperoleh. Titik akhir titrasi asam
basa dapat ditentukan dengan indikator asam basa (Harjanti, 2008).
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar
halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan
perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode ini disebut juga metode
pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa
yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi
argentometri yaitu :
AgNO3 + Cl- AgCl (s) + NO3 (Gandjar, 2007).
Istilah argentometri diturunkan dari bahasa latin argentum, yang berarti
perak. Jadi argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar
zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan
endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang
telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat
AgNO3. Dengan meng ukur volume larutan standar yang digunakan sehingga
seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan
pemeriksaan dapat ditentukan. (Underwood, 1992)
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar
halogenida dan senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat
(AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga metode
pen gendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa
yang relative tidak larut atau endapan. (Gandjar,2007)
Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung sutu larutan-larutan
jenuh dari garam yang sukar larut pada suhu tertentu adalah konstan.
Misalnya suatu garam yang sukar larut AmBn dalam larutan akan terdisosiasi
menjadi m kation dan n anion. Titrasi argentometri ialah titrasi dengan
menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak
yang sukar larut. (Susanti.2003.
Untuk menentukan berakhirnya suatu reaksi
pengendapan dipergunakan indikator yang baru menghasilkan suatu
endapan bila reaksi dipergunakan dengan berhasil baik untuk titrasi
pengendapan ini. Dalam titrasi yang melibatkan garam-garam perak ada tiga
indikator yang telah sukses dikembangkan selama ini yaitu metode Mohr
menggunakan ion kromat, CrO42-, untuk mengendapkan Ag2CrO4 coklat.
Metode Volhard menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk sebuah
kompleks yang berwarna dengan ion tiosianat, SCN. Dan metode Fajans
menggunakan indikator adsorpsi. (Underwood.2004)
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan
penambahan larutan kalium kromat sebagai indkator. Pada permulaan titrasi
akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekuivalen, maka
penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan
membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah. (Gandjar,2007)
Alkalinitas ditentukan dalam sampel air dengan metode titrasi,
menggunakan indikator metil oranye dan larutan asam sulfat standar
Kekerasan Magnesium dihitung dari selisih antara jumlah kekerasan dan
kalsium kekerasan (24). Klorida ditentukan dengan metode argentometric,
menggunakan indikator kromat kalium dan solusi AgNO3 standar. Natrium
dan Kalium ditentukan dengan metode fotometri emisi nyala, menggunakan
flame photometer (Khan, 2013).
Pada metode volhard, untuk menentukan ion klorida suasana haruslah
asam karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 berlebih yang
ditambahkan ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag+ tersebut
kemudian dititrasi balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai indikator.
(Khopkar, 1990)
Perak dapat ditetapkan secara teliti dengan suasana asam dengan larutan
baku kalium dan ammonium tiosianat yang mempunyai hasil kali kelarutan
7,1 x 10-13. Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam
besi (III) ntrat atau besi (III) ammonium sulfat sebagai indicator yang
membentuk warna merah dari kompleks besi (III)-tiosianat dalam lingkungan
asam nitrat 0,5-1,5N. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab
ion besi (III) akan diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasana basa sehingga
titik akhir tidak dapat ditunjukan. pH larutan dibawah 3, Pada titrasi terjadi
perubahan warna 0,7 – 1 % sebelum titik ekuaivalen. Untuk mendapatkan
hasil yang teliti pada waktu akan mencapai titik akhir, titrasi digojog kuat-
kuat supaya ion perak yang diarbsorbsi oleh endapan perak tiosianat dapat
bereksi dengan tiosianat. Metode volhard dapat digunakan untuk menetapkan
asam klorida, bromide, dan iondida dalam suasana asam. (Gandjar,2007).
Dalam titrasi fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi
ialah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan
timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik
ekuivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH
(Harjadi, 1990).
Flouresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik
akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar tiga macam perubahan, yakni (i)
endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan terlihat
menggumpal, (ii) larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih, dan (iii)
larutan yang semula kuning hijau hampir tidak berwarna lagi. (Harjadi, 1990)
Pada metode ini digunakan indicator arbsorbsi, yang mana pada titik
ekuivalen, indicator terarbsorbsi oleh endapan. Indicator ini tidak membeikan
warna pada larutan, tetapi pada permukaan endapan. (Gandjar,2007)
V. ALAT DAN BAHAN
5.1 Alat
5.1.1 Buret
5.1.2 Gelas Kimia
5.1.3 Gelas Ukur
5.1.4 Kertas Perkamen
5.1.5 Klem
5.1.6 Labu Erlenmeyer
5.1.7 Neraca Analitik
5.1.8 Pipet Tetes
5.1.9 Statif
5.2 Bahan
5.2.1 Aquades
5.2.2 Ferri Aluin
5.2.3 HgAc2
5.2.4 HNO3
5.2.5 NH4SCN
5.3 Gambar
buret gelas kimia gelas ukur kertas perkamen klem
labu neraca analitik pipet tetes statif
erlenmeyer
VI. PROSEDUR
Dalam menentukan kadar HgAc2 hal yang harus dilakukan terlebih
dahulu adalah pembakuan NH4SCN 0,244 N. Pertama, labu erlenmeyer
dilapisi dengan plastik hitam. Lalau, AgNO3 dipipet sebanyak 10 mL.
Selanjutnya, larutan tersebut ditambahkan dengan aquades sebanyak 50 mL
dan ditambahkan HNO3 sebanyak 5 mL serta indikator ferri aluin sebanyak 3
mL. Kemudian larutan tersebut dititrasi dengan NH4SCN. Terakhir,
perubahan warna yang akan terjadi diamati dan dihitung volume NH4SCN
yang telah digunakan.
Untuk menentkan kafar HgAC2, pertama yang harus dilakukan yaitu
HgAc2 ditimbang sebanyak 400 mg. Setelah ditimbang, dimasukkan ke dalam
labu erlemmeyer. Lalu, aquades ditambahkan sebanyak 40 mL dan HNO3 0,1
N ditambahkan sebanyak 5 mL. Selanjutnya, indikator ferri aluin
ditambahkan sebanyak 5 mL dan dititrasi dengan larutan NH4SCN. Terakhir,
perubahan warna diamati dan dihitung volume NH4SCN yang telah
digunakan.
VII. DATA PENGAMATAN
Pembakuan NH4SCN 0,244 N
No. Perlakuan Hasil Foto
1. AgNO3 dipipet 10 mL
ke dalam labu
erlenmeyer, lalu
ditambahkan aquades
50 mL + HNO3 5 mL +
indikator ferri aluin 3
mL. Dititrasi dengan
NH4SCN
Didapatkan larutan baku
NH4SCN 0,244 N.
Penentuan kadar HgAc2
No. Perlakuan Hasil Foto
1. 400 mg HgAc2+ 40 mL
aquades + 5 mL HNO3
0,1 N
Larut
2. Ditambahkan indikator
gerri aluin sebanyak 5
mL
Larutan menjadi warna
jingga.
3. Dititrasi dengan
NH4SCN. Dilakukan
secara triplo.
Menjadi warna jingga.
Volume NH4SCN 0,1 :
1. 9 mL
2. 6,4 mL
3. 6,9 mL
4. Dilakukan blanko Blanko = nol
VIII. PERHITUNGAN
8.1 Pembakuan NH4SCN
(NH4SCN) (AgNO3)
N1V1 = N2V2
9,4 x N1 = 0,23 x 10
𝑁1 = 2,3
9,4= 0,244 𝑁
8.2 Penentuan Kadar HgAc2
1. HgAc2 I
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑁 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝐵𝐸 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100%
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 9 𝑥 0,1 𝑥 159
400 𝑥 100%
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 143,1
400 𝑥 100%
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 0,357 𝑥 100 %
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 35,7 %
2. HgAc2 II
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑁 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝐵𝐸 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100%
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 6,4 𝑥 0,1 𝑥 159
400 𝑥 100%
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 101,76
400 𝑥 100%
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 0,254 𝑥 100 %
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 25,4 %
3. HgAc2 III
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑁 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝐵𝐸 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100%
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 6,9 𝑥 0,1 𝑥 159
400 𝑥 100%
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 109,71
400 𝑥 100%
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 0,274 𝑥 100 %
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 27,4 %
Rata – rata persentase kadarnya sebesar 29,5 %
IX. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini yang berjudul Argentometri yang bsertujuan
untuk dapat menentukan kadar senyawa halogen atau garam halida dengan
menggunakan metode argentometri. Argentometri sendiri merupakan suatu
metode yang digunakan untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa
lain dalam suatu larutan yang membentuk endapan ion Ag+ dengan
menggunakan perak nitrat (AgNO3) sebagai titrannya pada suasana tertentu.
Untuk menentukan kadar asam atau basa dalam sautu larutan yaitu dengan
metode volumetri. Argentometri juga merupakan salah cara untuk Digunakan
perak nitrat karena sesuai nama yaitu argentometri yang terdiri dari argentum
yang berarti perak serta metri yang berarti pengukuran. Pada metode
argentometri ini, merupakan titrasi pengendapan terhadap sampel yang
dianalisa dengan menggunaka perak nitrat, dan pada biasanya metode
argentomteri ini untuk menentukan kadar halida (Cl-, Br-. Dan I-). Titrasi
argentometri terdapat tiga metode yaitu metode Mohr,metode Volhard, dan
metode Fajans. Yang membedakan dari ketida metode tersebut adalah
indikator yang digunakannya. Pada metode Mohr, titrasu yang dilakukan
menggunakan indikator kalium kromat pada netode ini titrasi akan
membentuk endapan yang berubah warma. Pada metode Volhard terdapat dua
tahapan, pada metode ini perak nitat dan amonium tiosianat merupan titernya,
titrasi perak nitrat dengan amonium tiosianat dengan garam Fe(III) sebagai
indikator endapan AgSCN akan terbentk dan berwarna merah gelap. Pada
metode Volhard ini, terdapat 2 titik akhit tiitrasi. Lalu, pada metode Fajans,
indikator yang digunakan adalah indikator absorpsi maksudnya ialah
indikator akan terabsorpsi oleh endapan sehingga endapan tersebut
memberikan warna pada larutan akan tetapi pada permukaan endapan. Salah
satu contoh indikatop pada metose Fajans ini adalah ferri aluin dan eusin.
Pada titrasi argentometri ini, dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Yang dilakukan secara langsung dapat menggunakan dengan cara
metode Morh dan Fajans. Sedangkan metode Volhard merupakan metode
yang tidak langsung. Hal yang harus diperhatikan dan dilakukan dalam dalam
menentukan kadar merkuri asetat ini dilakukan beberapa cara. Salah satunya
yaitu pembakuan larutan amoium tiosianat. Titrasi argentometri
menggunakan larutan baku sekunder amonium tiosianat dan amonium
tiosianat akan dibakukan dengan larutan perak nitrat. Karena larutan perak
nitrat belum memenuhi dtandar yang dilakukan sebagai larutan baku primer,
oleh karena itu larutan perak nitrat harus dibakukan terlebih dahulu
menggunakan larutan NaCl. Hal ini dilakukan karena larutan perak nitrat dan
larutan amonium tiosianat masih dalam keadaan larutan baku sekunder.
Sedangkan larutan NaCl merupakan larutan baku primer. Larutan baku
sendiri merupakan larutan yang larutan yang konsentrasinya sudah diketahui
secara pasti serta larutan yang sudah stabil keadaanya. Larutan baku biasanya
berfungsi sebagai titran sehingga larutan baku tersebut ditempatkan buret,
yang sekaligus berfungsi sebagai alat ukur suatu volume larutan baku
tersebut. Selain itu, larutan yang akan ditentukan konsentrasinya atau kadar
dalam larutan tersebut, dengan cara diukur volumenya menggunakan pipet
volume dan ditempatkan di dalam labu erlenmeyer. Larutan baku itu sendiri
biasanya dinyatakan dalam satuan normalitas (N) dimana mol.ekivalen.L atau
dalam Molaritas (M). Dalam hal ini, terdapat larutan baku primer dan larutan
baku sekunder. Dimana Larutan baku primer merupakan larutan yang bersifat
stabil dan sudah diketahui konsentrasina. Selain itu, larutan baku primer juga
dalap digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan lain. Salah satu
contoh dari larutan baku primer adalah NaCl, asam oksalat, serta Natrium
Oksalat. Sedangkan larutan baku sekunder merupakan larutan yang zat
padatnya belum murni secara sempurna dan konsentrasinya tidak dapat
diketahui secara tepat karena berasal dari zat yang belum murni. Larutan baku
sekunder juga bersifat belum stabil. Untuk itu, larutan baku sekunder belum
dapat menentukan konsentrasi zat lain karena konsentrasi sendiri pun belum
dapat ditentukan secara pasti. Untuk itu harus dibakukan dengan larutan baku
primer. Contoh dari larutan baku sekunder yaitu AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2,
dan NaOH, serta HCl. Oleh karena itu, terlebih dahulu AgNO3 harus
dibakukan terlebih dahulu menggunakan NaCl. Setelah itu, larutan perak
nitrat dapat digunakan untuk membakukan larutan amonium tiosianat dimana
larutan amonium tiosianat masih dalam keadaan larutan baku sekunder. Hal
yang harus diperhatikan adalah melakukan kalibrasi terhadap alat alat yang
akan digunakan. Kalibrasi merupakan suatu proses verifikasi bahwa suatu
akurasi alat ukur sesuai dengan rancangannya. Hal tersebut bertujuan untuk
hasil pengukuran yang didapatkan lebih teliti serta hasil pengukuran yang
sesuai. Selain itu dapat mengetahui seberapa jauh penyimpangan terhadap
alat ukur dan hasil yang di dpatkan nanti. Dalam pembakuan larutan amonium
tiosianat, pertama yang harus dilakukan adalah labu erlenmeyer harus dilapisi
telebih dahulu dengan plastik hitam. Alat pelapis erlenmeyer tersebut dapat
menggunakan dengan apa saja, tetapi harus gelap. Hal terebut dilakukan
karena sesuai sifar kimia dari perak nitrat tersebut. Selain itu, penyimpanan
perak nitrat juga harus dalam keadaan dalam wadah tertutup dengan baik,
serta terlindung dari cahaya. Hal ini karena larutan perak nitrat mudah terurai
oleh cahaya. Oleh karena itu, terlebih dahulu harus dilapisi dengan plastik
hitam agara tidak mudah terurai dalam cahaya dan terlingsungi dari cahaya.
Selain itu, yang harus diperhatikan yaitu dalam titrasi ini harus dalam keadaan
netral, tidaj boleh terlelu asam serta tidak boleh terlalu basa. Apabila terlalu
asam CrO42- akan berubah menjadi Cr2O7
2- dan tidak akan bereaksi. Seelah
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, larutan ditambah dengan 10 mL
aquades hal tersebut dilakukan agar larut. Karena sesuai dengan sifat dari
perak nitrat yang mudah larut dalam air. Selain itu perak nitrast juga bersifat
mudah larut dalam air dan larut juga dengan etanol sebesra 95 %. Pemerian
perak nitrak juga dalam keadaan serbur hablur yang berwarna putih, tidak
berbau, tetapi perak nitrat dapat berubah menjadi gelap apabila terkena
cahaya. Maka dari itu, dalam penyimpanannya harus dalam keadaan wadah
yang tertutup. Setelah itu, ditambahkan dengan larutan HNO3 yang bertujuan
meminimalkan kekeruhan larutan. Sebelum dititrasi dengan larutan NH4SCN,
analit harus ditambahkan dengan indikator terlebi dahulu yang bertujuan
untuk menentukan titik akhir titrasi tersebut. Indikator yang digunakan adalah
ferri aluin sebanyak 3 mL. Lalu, dititrasi dengan larutan NH4SCN. Kemudian
diamati perubahan warnanya dan dihitung volume yang diperlukan seberapa
banyak. Hasil dari pembakuan larutan NH4SCN didapatkan larutan baku
NH4SCN 0,244 N. Selanjutnya adalah penentuan kadar sampel merkuri
asetat. Merkuri asetat merupakan kristal yang berwarna putih dan berbau
asetat sedikit. Yang dilakukan pertama kali yaitu HgAc2 digerus terlebih
dahulu agar lebih halus dan ditimbang sebanyak 400 mg. Setalh itu
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan dengan aquades
sebanyak 40 mL. Hal ini agar HgAc2 dapat larut dalam air. Setelah itu,
ditambahkan dengan larutan HNO3 yang bertujuan sama seperti pembakuan
amonium tiosianat agar meminimalkan kekeruhan larutan. Setelah itu,
sebelum melakukan titrasi ditambah indikator terlebih dahulu. Indikator yang
digunuakan yaitu ferri aluin sebanyak 5 mL. Analit yang awalnya berwarna
bening dan larut, ketika ditambahkan dengan indikator ferri aluin berubah
warna menjadi warna kuning. lalu, dititrasi menggunakan larutan baku
amonium tiosianat dan diamati perubahan pada analit tersebut, selain itu juga
diamati volume yang diperlukan agar mencapai titik titrasi. Titrasi tersebut
dilakukan secara triplo. Hal ini berjutuan agar hasil yang didapatkan dalam
oercobaan yang telah dilakukan mencapai valida, dan meminimalkan
kesalahan dalam praktikum serta, sebagai pembanding satu sama lain.
Volume yag diperlukan pada titrasi pertama yaitu sebanyak 9 mL, titrasi
kedua sebanyak 6,4 mL, sedangkan pada itrasi ketiga sebanyak 6,9 mL. Lalu,
blanko dilakukan. Blanko merupakan larutan yang diperlakukan sama
dengan sampel, ditambah dengan reagen yang sama, mengalamai kontak
dengan alat yang sama dan diperlakukan dengan prosedur yang sama. Blanko
yang didapatkan adalah sama dengan nol hal tersebut karena ketika dititrasi
dengan larutan yang sama, hanya dengan satu tetes sudah terjadi titik akhir
titrasi. Setelah volume amonium tiosianat didapatkan, persentase kadar
merkuri asetat dpat ditentukan dan didapatkan persentase merkuri asetat yang
pertama yaitu sebesar 37,5 % yang kedua 25,4%, dan yang ketiga 27,4 %.
Serta diperoleh rata – rata dari ketiga persentase tersebut sebesar 29,5 %.
Kadar sebenarnya pada HgAc2 yaitu sebesar 390,5. Hal tersebut berbeda
dengan apa yang dilakukan karena mungkin ketidak telitian terhadap volume
larutan – larutan yang digunakan.
X. KESIMPULAN
Dapat menentukan kadar senyawa menggunakan metode argentometri.
Sampel yang akan ditentukan yaitu merkuri asetat (HgAc2) yang dilkukan
dengan menitrasi dengan larutan baku NH4SCN, dan didapatkan hasil
persentase kadar merkuri asetat secara berturut – turut sebanyak 37,5 %, 25,4
%, dan 27,4 % dengan rata – rata persentasenya yaitu sebesar 29,5 %.
DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Buku
Kedokteran : EGC. Jakarta.
Day, RA. Jr dan Al Underwood. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif edisi kelima.
Erlangga. Jakarta.
Gandjar,I. G. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka pelajar. Yogyakarta.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.
Harjanti, Ratna Sri. 2008. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma
domestica val.) dan Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis
Volumetri. Jurnal Rekayasa Proses. Vol.2 No. 2 .
Ika, Dani. 2009. Alat Otomatisasi Pengukur Kadar Vitamin C Dengan Metode
Titrasi Asam Basa. Jurnal neutrino. Vol. 1 No. 2. Available at
http://lib.uin.malang.ac.id/mod=ih_detail&id:04540021 [Diakses tanggal 15
November 2015]
Khan, Naeem, dkk. 2013. Physiochemical investigation of drinking water sources
from Tehsil Lachi, Kohat. American Journal of Research Communication.
Vol.15 No.5. Available at http://usa-
journals.com/wp=content/upload/2013/04/Naeem.Vol5.pdf [Diakses tanggal
15 November 2015
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia.
Jakarta.
Pusyaatmaka, A. Hadyana. 2002. Kamus Kimia. Jakarta : Balai Pustaka
Susanti, 2003. Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar :Fakultas Farmasi
Universitas Muslim Indonesia
Suirta. 2010. Sintesis Senyawa orto-Fenilazo-2-Naftol sebagai Indikator dalam
Titrasi. Jurnal Kimia Vol. 1 No. 4. Available at
http://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/article/view/2770 [Diakses tanggal 15
November 2015]
Underwood A.L. 2004. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Erlangga :
Jakarta.
Widiarto, Sonny. 2009. Volumetri/Titrimetri. Available at
http://staff.unila.ac.id/sonnywidiarto/files.2011.09.VOLUMETRI.pdf
[Diakses tanggal 19 November 2015]