dialisis

31
KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr .wb. Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan kurnia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini demi memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa. Makalah ini dibuat dengan jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggung jawabkanhasilnya.Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini. Terimakasih dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua. Wasalammualaikum wr.wb. Jakarta, 03 Maret 2015 Penulis 1

Upload: erwan-rispandi

Post on 14-Jul-2016

31 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

keperawatan dewasa

TRANSCRIPT

Page 1: dialisis

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr .wb.

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan kurnia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini demi memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa.

Makalah ini dibuat dengan jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggung jawabkanhasilnya.Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.

Terimakasih dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.

Wasalammualaikum wr.wb.

Jakarta, 03 Maret 2015

Penulis

1

Page 2: dialisis

Daftar Isi

BAB I.......................................................................................................................3

PENDAHULUAN...................................................................................................3

1.1 Latar belakang..........................................................................................................3

1.2 Tujuan Penulisan......................................................................................................3

BAB II.....................................................................................................................5

TINJAUAN TEORITIS.........................................................................................5

2.1  Definisi Dialisis.......................................................................................................5

2.2 Etiologi.....................................................................................................................5

2.3 Patofisiologi.............................................................................................................6

2.4 Pathway..................................................................................................................10

2.5 Manifestasi Klinis..................................................................................................10

2.6 Komplikasi.............................................................................................................11

2.7 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................16

BAB III..................................................................................................................17

ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................17

3.1 Pengkajian..............................................................................................................17

3.1.1 Sebelum Dialisa..................................................................................................17

3.1.2 Sesudah Dialisa...................................................................................................17

3.2 Diagnosa Keperawatan...........................................................................................18

3.3 Intervensi................................................................................................................18

3.4 Evaluasi..................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21

2

Page 3: dialisis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakangDialisis adalah proses yang menggantikan secara fungsional pada gangguan

yang terjadi pada fungsi ginjal dengan membuang kelebihan cairan dan/atau

akumulasi toksin endogen atau eksogen. Yaitu mengeluarkan zat-zat toksi dan

limbah tubuh yang dalam keadaan normal diekskrsikan oleh ginjal yang

sehat. Dialisis juga dilakukan dalam penanganan pasien dengan edema yang

membandel (tidak responsive terhadap terapi), koma hepetikum,

hiperkalemia, hiperkalsemia, hipertensi, dan uremia.

Keputusan untuk memulai dialisis harus diambil setelah dilakukan

pembahasan dengan pemikiran yang mendalam antara pasien, keluarga dan

dokter. Masalah-masalah yang dominan berhubungan dengan indikasi dialisis

dan sering menuntut perubahan gaya hidup yang drastis. Dua tipe dialisis

yang paling umum dilakukan adalah hemodialisis dan dialisis peritoneal.

1.2 Tujuan PenulisanTujuan Umum :

Untuk mendapatkan informasi tentang Asuhan Keperawatan Dialisis Ginjal.

Tujuan Khusus :

a. Dapat mengetahui dan memahami apa Definisi dialisis ginjal.

b. Dapat mengetahui dan memahami bagaimana Etiologi dari dialisis ginjal.

c. Dapat mengetahui dan memahami bagaimana Patofisiologi dari dialisis

ginjal.

d. Dapat mengetahui dan memahami bagaimana Pathway dari dialisis

ginjal.

e. Dapat mengetahui dan memahami bagaimana Manifestasi Klinis dari

dialisis ginjal.

3

Page 4: dialisis

f. Dapat mengetahui dan memahami apa saja Komplikasi yang terjadi pada

dialisis ginjal.

g. Dapat mengetahui dan memahami apa saja Pemeriksaan Penunjangan

yang dilakukan pada dialisis ginjal.

h. Serta dapat mengetahui dan memahami bagaimana Asuhan Keperawatan

dialisis ginjal.

4

Page 5: dialisis

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1  Definisi DialisisDialisis adalah proses yang menggantikan secara fungsional pada gangguan yang terjadi pada fungsi ginjal dengan membuang kelebihan cairan dan/atau akumulasi toksin endogen atau eksogen (Doenges, 2012). Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membrane berpori dari suatu kompaetemen cair menuju kompartemen cair lainnya (Sylvia & Lorraine, 1995). Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakn pross tersebut (Brunner & Suddarth, 2002).

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end-stage renal diseas) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya (Brunner & Suddarth, 2002).

Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien-pasien ini arus menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi), atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil.

Pasien memerlukan terapi dialisis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia. (Brunner & Suddarth, 2002). Dialisis Peritoneal merupakan alternative dari hemodialisis pada penanganan gagal ginjal akut dan kronik. Dialisis peritoneal sering dipakai sebagai alternative hemodialisis pada penanganan gagal ginjal kronik. Pasien penyakit gagal ginjal tahap akhir akhir kebanyakan menjalani dialisis peritoneal.

2.2 EtiologiPenyebab dilakukannya tindakan hemodialisis dan dialisis peritoneal : 

5

Page 6: dialisis

a. Pembuangan cairan yang berlebihan, toksin atau obat karena tidak

adekuatnya gradient osmotic dialisat

b. Kehilangan darah aktual (heparinisasi sitemik atau pemutusan aliran

darah)

c. Distensi abdomen atau konstipasi

d. Penurunan area ventilasi dimana bunyi nafas adventisius menunjukkan

kelebihan cairan, tertahannya sekresi dan infeksi. dimana bunyi nafas

adventisius menunjukkan kelebihan cairan, tertahannya sekresi dan

infeksi.

e. Penggunaan dialisat hipertonik dengan pembuangan cairan yang

berlebihan dari volume sirkulasi.

2.3 PatofisiologiDua teknik utama yang paling sering digunakan dalam dialisis adalah dialisis

peritoneal dan hemodialisis. Hemodialisis dan dialisis peritoneal merupakan

dua teknik utama yang digunakan dalam dialisis dan prinsip dasar kedua

teknik itu sama yaitu difusi solute dan air dari plasma kelarutan dialisis

sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. 

1) Hemodialsis

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam

keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka panjang

(beberapa hari sampai beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit

gagal ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang

atau terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel

menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter

bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu(Brunner & Suddarth, 2002).

Darah dialirkan melalui ginjal buatan (dialiser) untuk membuang toksin

atau kelebihan cairan dan kemudian dikembangkan ke sirkulasi vena.

Hemodialisis adalah metode yang lebih cepat dan lebih efisien dari pada

6

Page 7: dialisis

dialisis peritoneal untuk membuang area dan produk toksin lain, tetapi

memerlukan akses AV permanen (Doenges, 2013).  Akses vaskuler

hemodialisis merupakan aspek yang paling peka pada hemodialisis oleh

karena adanya banyak komplikasi dan kegagalannya(Brunner & Suddarth,

2002).

Untuk melakukan dialisis intermiten jangka panjang, maka perlu ada jalan

masuk ke sistem vaskular penderita yang dapat diandalkan. Pada akses

vaskular dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Akses vaskular Eksternal (sementara) 

1. Keteter subklavikula dan femoralis

Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis

darurat dicapai melalui kateterisasi subklavia untuk pemakaian

sementara. Kateter dwi-lumen atau multi lumen dimasukan

kedalam vena subklavia. Meskipun metoda akses veskular ini

bukanya tanpa resiko, namun metoda tersebut biasanya dapat

digunakan selama beberapa minggu(Brunner & Suddarth, 2002).

.

Kateter femoralis dapat dimasukan ke dalam pembuluh darah

femoralis, dan digunakan selama beberapa minggu, jika pasien

sudah tidak memerlukan karena akibat kondisi pasien yang sudah

membaik atau terdapat cara akses yang lain. Karena pasien

mayoritas hemodialisis jangka panjang yang harus dirawat dirumah

sakit merupakan pasien dengan kegagalan akses siskulasi yang

permanen, maka salah satu prioritas dalam perawatan pasien

hemodialisis adalah perlindungan terhadap akses sirkulasi

tersebut(Brunner & Suddarth, 2002).

b. Akses Vaskular Internal (permanen)

1. Fistula

Fistula yang lebih permanent dibuat melalui pembedahan dengan

7

Page 8: dialisis

cara menyambung atau menghubungkan pembuluh arteri dengan

vena secara side to side atau end to side. Fistula tersbut

memerlukan waktu 4 sampai 6 minggu untuk menjadi matang

sebelum siap digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberi

kesempatan agar fistula pulih dan segmenvena fistula berdilatasi

dengan baik sehingga dapat menerima jarum berlumen besar

dengan ukuran 14 sampai 16 (Brunner & Suddarth, 2002).

Jarum tersebut ditusukan kedalam pembuluh darah. Segmen arteri

fistula digunakan untuk memasukan kembali darah yang sudah

didialisis, untuk menampung aliran darah ini segmen arteri dan

vena fistula tersebut harus lebih besar daripada pembuluh darah

normal (Brunner & Suddarth, 2002).

Kepada pasien dianjurkan untuk melakukan latihan guna

meningkatkan ukuran pembuluh ukuran pembuluh darah, yaitu

dengan cara meremas-remas bola karet untuk melatih fistula yang

dibuat dilengan bawah, dan dengan demikian pembuluh darah yang

sudah lebar dapat menerima jarum berukuran besar yang

digunakan dalam proses hemodialisis (Brunner & Suddarth, 2002).

2. Tandur 

Dalam penyediaan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis,

sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepoptong

pembuluh arteri atau vena dari sapi, material Gore-Tex atau tandur

vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat

bila pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan

fistula. Tandur biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas

paha bagian atas(Brunner & Suddarth, 2002).

2) Dialisis Peritoneal

8

Page 9: dialisis

Dialisis peritoneal merupakan alternatif dari hemodialisis pada

penanganan gagal ginjal akut dan kronik. Kira-kira 15% pasien penyakit

ginjal tahap akhir menjalani dialisis peritoneal. Dialisis peritoneal sangat

mirip dengan hemodialsis, dimana pada teknik ini peritoneum berfungsi

sebagai membrane semi permeable (Brunner & Suddarth, 2002).

Akses terhadap rongga peritoneal dicapai melalui perisintesis memakai

trokar lurus, kaku untuk dialisis peritoneal yang akut dan lebih permanen,

sedangkan untuk yang kronik dipakai kateter Tenckoff yang lunak.

Dialisis peritoneal dilakukan dengan menginfuskan 1-2 L cairan dialisis

kedalam kavum peritoneal menggunakan kateter abdomen. Ureum dan

kreatinin yang merupakan hasil akhir metabolisme yang diekskresikan

oleh ginjal dikeluarkan dari darah melalui difusi dan osmosis.

Ureum dikeluarkan dengan kecepatan 15-20 ml/ menit, sedangkan

kreatinin dikeluarkan lebih lambat (Brunner & Suddarth, 2002). Dialisis

peritoneal kadang-kadang dipilih karena menggunakan teknik yang lebih

sederhana dan memberikan perubahan fisiologis lebih bertahap dari pada

hemodialisis.

Macam-macam Dialisis Peritoneal :

Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)

Memungkinkan pasien untuk menangani prosedur dirumah dengan

kantung dan aliran gravitasi, memerlukan waktu lama pada malam hari,

dan total 3-5 siklus harian/ 7 hari seminggu.

Automated Peritoneal Dialysis (APD)

APD sama dengan CAPD dalam melanjutkan proses dialysis tetapi

berbeda pada tambahan mesin siklus peritoneal. APD dapat dilanjutkan

dengan siklus CCPD, IPD dan NPD.

Continous Cyclic Peritoneal Dialysis (CCPD)

9

Page 10: dialisis

CCPD merupakan variasi dari CAPD dimana suatu mesin siklus secara

otomatis melakukan pertukaran beberapa kali dalam semalam dan satu

siklus tambahan pada pagi harinya. Di siang hari, dialisat tetap berada

dalam abdomen sebagai satu siklus panjang. 

Intermittent Peritoneal Dialysis (IPD)

IPD bukan merupakan lanjutan prosedur dialisat seperti CAPD dan CCPD.

Dialysis ini dilakukan selama 10-14 jam, 3 atau 4 jam kali per minggu,

dengan menggunakan mesin siklus dialysis yang sama pada CCPD. Pada

pasien hospitalisasi memerlukan dialysis 24-48 jam kali jika katabolis dan

memerlukan tambahan waktu dialisat.

Nightly Peritoneal Dialysis (NPD) 

Dilakukan mulai dari 8-12 jam misalnya dari malam hingga siang hari.

2.4 Pathway

2.5 Manifestasi Klinis 1. Hemodialisis

Penurunan aliran darah akan mengakibatkan “kedinginan” pada akses vaskular.

Penurunan tekanan hemodinamik menunjukkan kekurangan cairan yang dapat

mengakibatkan terjadi hipotensi dan takikardi. Kelebihan cairan atau hipervolemia

dapat berpotensi terjadinya edema serebral (sindrom disekuilibrasi), hipertensi dan

10

dialisishemodialisis

Page 11: dialisis

takikardi. Destruksi sel darah merah (hemolisis) oleh dialisis mekanikal dapat

mengakibatkan anemia berat atau progesif.

2.Dialisis Peritoneal

Adanya keluhan nyeri dikarenakan pemasukan kateter melalui dinding abdomen

atau iritasi kateter dan penempatan kateter yang tidak tepat. Takipnea, dispnea,

nafas pendek dan nafas dangkal selama dialisis diduga karena tekanan

disfragmatik dari distensi tongga peritoneal. Penuruna area ventilasi dapat

menunjukkan adanya atelektasis. Berikut ini gejala-gejala lainnya :

a. Peritonitis 

b. Penurunan tekanan darah (hipotensi)

c. Takikardi

d. Hiponatremia atau intoksikasi air

e. Turgor kulit buruk, dll.

2.6 Komplikasi1. Komplikasi Hemodialisis

Dapat memperpanjang usia tapi tidak akan mengubah perjalanan alami

penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan

seluruh fungsi ginjal. Salah satu penyebab kematian diantara pasien-pasien

yang menjalani hemodialisis kronis adalah penyakit kardiovaskuler

arteriosklerotik. Gangguan metabolisme lipid (hipertrigliseridemia)

tampaknya semakin diperberat dengan tindakan hemodilisis.

Gagal jantung kongestif, penyakit jantung koroner serta nyeri angina

pectoris, stroke dan insufisiensi vaskuler perifer juga dapat terjadi. Anemia

dan rasa letih dapat menyebabkan penurunan kesehatan fisik maupun

mental, berkurangnya tenaga serta kemauan, dan kehilangan perhatian.

Gangguan metabolisme kalsium akan menimbulkan osteodistropi renal

yang menyebabkan nyeri tulang dan fraktur.

11

Page 12: dialisis

Komplikasi dialisis dapat mencangkup hal-hal sebagai berikut :

• Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialysis ketika cairan dikeluarkan.

• Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi

jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.

• Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan

terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh.

• Pruritus dapat terjadi selama terapi dialysis ketika produk-akhir

metabolisme meninggalkan kulit.

• Gangguan keseimbangan dialysis terjadi karena perpindahan cairan

serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini

kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.

• Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat

meninggalkan ruang ekstrasel.

• Mual dan muntah merupakan peristiwa yang serius terjadi.

Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama

tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi,

antara lain :

1) Kram otot

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya

hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram

otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat

dengan volume yang tinggi.

2) Hipotensi

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,

rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati

otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.

3) Aritmia

12

Page 13: dialisis

Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,

penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang

cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.

4) Sindrom ketidakseimbangan dialisa

Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat

diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang

kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu

gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien

osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang

menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya

terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan

azotemia berat.

5) Hipoksemia

Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu

dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi

kardiopulmonar.

6) Perdarahan

Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit

dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin

selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya

perdarahan.

7) Ganguan pencernaan

Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah

yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering

disertai dengan sakit kepala.

8) Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.

9) Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin

yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

13

Page 14: dialisis

2. Komplikasi Dialysis Peritoneal 

a. Peritonitis 

Peritonitis merupakan komplikasi yang paling sering dijimpai dan

paling sering serius 60% sampai 80% pasien. Sebagain besar

disebabkan oleh kontaminasi Staphylococcus epidermidis yang

bersifat aksidental. Manifestasi peritonitis mencangkup cairan

drainase (effluent) dialisat yang keruh dan nyeri abdomen yang

difus. Hipotensi dantanda-tanda syok lainnya dapat terjadi jika

Staphylococcus aureus merupakan penyebab dari peritonitis.

Peritonitis ditangani di rumah sakit jika pasien parah dan tidak

memungkinkan untuk melakukan terapi pertukaran dirumah,

biasanya pasien menjalani dialysis peritoneal intermiten selama 48

jam atau lebih, atau terapi dialysis dihentikan dan memberikan

suntikan antibiotic. Pada infeksi persisten di tempat keluarnya

kateter yang biasanya disebabkan oleh S. Aureus.

Pelepasan kateter permanent diperlukan untuk mencegah terjadinya

peritonitis. Selain mikroorganisme, pasien peritonitis akan

kehilangan protein melalui perotonium dalam jumlah besar,

14

Page 15: dialisis

malnutrisi akut dan kelambatan penyembuhan dapat terjadi sebagai

akibatnya.

b. Kebocoran

Kebocoran cairan dialysis melalui luka insisi atau luka pada

pemasangan kateter dapat diketahui sesudah kateter dipasang.

Kebocoran akan berhenti spontan jika terapi dialysis tertunda

selama beberapa hari untuk menyembuhkan luka insisi dan tempat

keluarnya kateter.

Kebocoran melalui tempat pemasangan kateter atau kedalam

abdomen dapat terjadi spontan beberapa bulan atau tahun setelah

pemasangan kateter tersebut. Kebocoran sering dapat dihindari

dengan melalui infuse cairan dialysis dengan volume kecil (100-

200 ml) dan secara bertahap meningkatkan cairan tersebut hingga

mencapai 2000ml.

c. Perdarahan

Cairan drainase (effluent) dialysis yang mengandung darah

kadang-kadang dapat terlihat khususnya pada pasien wanita yang

sedang haid (cairan hipertonik menarik darah dari uterus lewat

orifisium tuba falopi yang bermuara ke dalam kavum peritoneal).

Pada banyak kasus penyebab terjadinya perdarahan tidak

ditemukan. Pergeseran kateter dari pelvis kadang-kadang disertai

dengan perdarahan.

Perdarahan selalu berhenti setelah satu atau dua hari sehingga tidak

memerlukan intervensi yang khusus. Komplikasi lain yang

mencangkup hernia abdomen yang mungkin terjadi akibat

peningkatan tekanan intra abdomen yang terus menerus. Tipe

15

Page 16: dialisis

hernia yang pernah terjadi adalah tipe insisional, inguinal,

diafragmatik, dan umbilical.

2.7 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang dilakukan meliputi :

a. Pemeriksaan fungsi hati

b. Hitung sel darah merah

c. Kadar ureum, elektrolit, kalsium dan fospat pada serum

d. EKG ( Rekam jantung)

16

Page 17: dialisis

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Sebelum Dialisa

a. Tinjau kembali catatan medis untuk menentukan alasan perawatan di

rumah sakit.

Ketidak patuhan terhadap rencana tindakan.

Fistula tersumbat bekuan.

Pembuatan fistula.

b. Menanyakan tipe diet yang digunakan dirumah, jumlah cairan yang

diijinkan, obat – obatan yang saat ini digunakan, jadwal hemodialisa,

jumlah hal pengeluaran urin.

c. Kaji kepatenan fistula bila ada. Bila paten, getaran ( pulsasi ) akan terasa

desiran akan terdengar dengan stetoskop di atas sisi. Tak adanya pulsasi

dan bunyi desiran menandakan fistula tersumbat.

d. Kaji terhadap manifestasi klinis dan laboratorium tentang kebutuhan

tentang dialisa :

Peningkatan berat badan 3 pon / lebih diatas berat badan pada tindakan

dialisa terakhir.

Rales, pernafasan cepat pada saat istirahat, peningkatan sesak nafas

dengan kerja fisik maksimal.

Kelelahan dan kelemahan menetap.

Hipertensiberat

Peningkatan kreatinin, BUN, dan elektrolit khususnya kalium.

Kemungkinan perubahan EKG pada adanya hiperkalemia.

3.1.2 Sesudah Dialisa

Kaji terhadap hipotensi dan perdarahan. Volume besar dari pembuangan cairan

selama dialisa dapat mengakibatkan hipotensi ortostatik dengan menggunakan

anti koagulan selama tindakan menempatkan pasien pada resiko perdarahan dari

sisi akses dan terhadap perdarahan internal.

17

Page 18: dialisis

3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan : Nutrisi, Perubahan:Kurang Dari Kebutuhan Tubuh. Dapat dihubungka dengan : ganguan GI (akibat uremia) : anoreksia , mual/muntah dan stomatilis. Pembatasan diet (halus, makanan tak berasa). Hilangnya protein selama dialysis (melintasi membrane semipermeabel / peritoneum).

Kemungkinan dibuktikan oleh: ketidakadekuatan masukan makanan, enggan untuk makan, perubahan sensasi rasa. Sakit, inflamasi rongga mulut, konjungtiva/membrane mukosa pucat

Hasil Yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi Pasien Akan: Menunjukan berat badan stabil/peningkatan mencapai tujuan dalam nilai dalam nilai laboraturium normal dan tak ada tanda malnutrisi .

3.3 Intervensi

18

Page 19: dialisis

TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL

MANDIRI:

Awasi konsumsi makanan/cairan dan

hitung masukan kalori per hari

Mengindetifikasi kekurangan nutrisi /

kebutuhan terapi

Anjuran pasien mempertahankan

masukan makanan harian, termasuk

perkiraan jumblah konsumsi elektrolit

(pernesium) dan protein

Membantu pasien untuk menyadari

“gambaran besar” dan memungkinkan

kesempatan untuk mengubah pilihan

diet untuk memenuhi keinginan

individu dalam pembatasan yang

didentifikasi.

Ukur masa otot melalui lipatan

trisepatau prosedur serupa

Mengkaji keadekuatan penggunaan

nutrisi melalui pengukuran perubahan

deposit lemak yang dapat

memperkirakan adanya/takadanya

katabolisme jaringan.

Perhatikan adanya mual/muntah Gejala angt menyertai akumulasi toksin

endogen yang dapat

mengubah/menurunkan pemasukan dan

memerlukan intervensi

Dorong pasien untuk berpartisipasi

dalam perencanaan menu .

Dapat meningkatkan pemasukan oral

dan meningkatkan perasaan

control/tanggung jawab

Berikan makan sedikit dan frekuensi

sering. Jadwalkan makan sesuai dengan

kebutuhan dialisis

Porsi lebih kecil dapat meningkatkan

masukan. Tipe dialysis mempengaruhi

pola makan, contoh pasien dengan

hemodalisis mungkin tidak makn

sebelum/selama prosuder. Karena ini

dapat mengubah pembungan cairan:

dan pasien dengan dialysis peritronetal

mungkin tak mampu makan makanan

sementara abdomen distensi dengan

19

Page 20: dialisis

dialisat

Tingkatkan kunjungan oleh orang

terdekat selama makan

Memberikan pengalihan dan

meningkatkan aspek social makan

Berikan keperawatan mulut sering Menurunkan ketidaknyamanan

stomalitis oral dan rasa tak di sukai

dalam mulut yang dapat mempengaruhi

masukan makanan.

Kolaborasi

Rujuk ke ahli gizi Berguna untuk program diet individu

untuk memenuhi kebutuhan

budaya/pola hidup meningkatkan kerja

sama pasien.

Berikan diet tinggi karbohidrat yang

meliputi jumblah protein kualitas tinggi

dan asam amino esensial indikasi .

Memberikan nutrient cukup untuk

memperbaiki untuk mamperbaiki

energy, mencegah penggunaan otot,

meningkatkan regenerasi jaringan

/penyembuhan dan keseimbangan

elektrolit.

Berikan multivitamin,termasuk asam

askorbat,asam folat, vitamin D, dan

tambahan besi sesuai indikasi.

Menggantikan kehilangan vitamin

karena malnutrisi/anemia atau selama

dialisi

Berikan tambahan parenteral sesuai

indikasi.

Hiperalimentasi mungkin di perlukan

untuk mengkatkan regenasi tubulus

ginjal/perbaikan proses penyakit dasar

dan untuk memberikan nutrient bila

makan peroral/enteral

dikontraindikasikan

Awasi kadar protein /albumin serumin Indicator kebutuhan protein catatan :

dialysis peritoneal di hubungkan

dengan kehilangan protein bermakna

Berikan Menurunkan stimulasi pada pusat

20

Page 21: dialisis

antiemetic,contohprokloperazin

(compazine).

muntah.

Masukan/pertahankan selang

nasogastrik sesuai indikasi.

Perlu bila terjasi muntah menetap atau

bila makan enteral di ingimkan.

3.4 Evaluasi

S: data yang di dapat dari pasien

O: data yang di dapat dari hasil penglihatan perawat & medical record

A: kesimpulan dari data yang di dapat

P: intervensi di lanjutkan atau di hentikan

Contoh :

S : pasien mengatakan setalah di lakukan hemodialisis merasa lebih nyaman

O: td = 110/80

S = 36,5

Nadi = 80

Rr = 20

A: kebutuhan akan rasa nyaman pasien terpenuhi

P: intervensi di hentikan

DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah (Alih bahasa :

Kuncara. Y, dkk). Jakarta : EGC

Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C.,. 2002. Rencana Asuhan

Keperawatan (Edisi 3, Alih bahasa : I Made Kariasa, dkk).

Jakarta : EGC

Sylvia and Lorraine. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit (Edisi 4). Jakarta : EGC

Havens, L. & Terra, R. P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada:

http://www.kidneyatlas.org

21

Page 22: dialisis

Price, S. A. & Wilson, L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses

penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta.

Tisher, C. C. & Wilcox, C. S., 1997, Buku saku nefrologi. Edisi 3. EGC, Jakarta.

Johnson., Mass, 199, Nursing Outcomes Classification, Availabel on:

www.Minurse.com.

22