diagnosis dan penatalaksanaan sindroma metabolik p
DESCRIPTION
blokTRANSCRIPT
1
Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindroma Metabolik pada Pasien Obesitas
Mekar Yulia Putri
102012139/D5
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Pendahuluan
Status gizi seseorang merupakan hasil keseimbangan antara konsumsi zat-zat gizi
dengan pengeluaran energi dari organisme tersebut. Apabila dalam keseimbangan normal,
maka individu tersebut berada dalam kondisi normal. Akan tetapi jika terdapat
ketidakseimbangan diantaranya akan menyebabkan masalah pada individu tersebut.
Konsumsi makanan merupakan salah satu determinan gaya hidup yang paling penting
dan dapat diubah yang menentukan kesehatan manusia. Baik gizi kurang maupun gizi
lebih memegang peranan yang penting pada morbidisasi serta mortalitas. Dengan
demikian, pengkajian satatus gizi merupakan landasan bagi berbagai upaya untuk
memperbaiki kesehatan perorangan dan masyarakat di seluruh dunia. Ada empat
pendekatan utama untuk mengkaji status gizi yaitu antopometri yang mengukur besar dan
komposisi tubuh manusia, biomarker yang mencerminkan asupan nutrient dan dampak
yang ditimbulkan oleh asupan nutrient tersebut, pemeriksaan klinis yang memastikan
konsekuensi klinis akibat ketidakseimbangan asupan nutrient, pengkajian makanan yang
meliputi asupan makanan dan/atau nutrient.1
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi
jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila
besar dan jumlah sel bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang bertambah berat
badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian jumlahnya
bertambah banyak. Jika seseorang mengalami obesitas maka secara perlahan akan
memiliki kemungkinan untuk terkena penyakit-penyakit lain seperti diabetes, penyakit
jantung koroner, ataupun penyakit ahterosklerosis.1
2
Skenario
Seorang laki-laki berusia 45 tahun bekerja sebagai guru datang ke klinik Obesitas
untuk menurunkan berat badannya yang dirasakan sangat mengganggu aktivitas dan
penampilan sehari-harinya. Pada pemeriksaan fisik diperoleh hasil tekanan darah 130/90
mmHg, tinggi badan 150 cm, berat badan 80 kg, Lpe 95 cm, Lpa 105 cm. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb 12g%, gula darah puasa 100 mg/dL,
kolesterol 130 mg/dL, trigliserida 180 mg/dL, HDL 30 mg/dL, LDL 100 mg/dL.
Pembahasan
Anamnesis
Merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat
kondisi pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala
yang dialami pasien. Jenis anamnesis yang dapat dilakukan adalah autoanamnesis dan
alloanamnesis. Autoanamnesis dapat dilakukan jika pasien masih berada dalam keadaan
sadar. Sedangkan bila pasien tidak sadar, maka dapat dilakukan alloanamnesis yang
menyertakan kerabat terdekatnya yang mengikuti perjalanan penyakitnya.2
Identitas Pasien
Menanyakan kepada pasien seperti nama lengkap pasien, umur pasien ,tanggal lahir,
jenis kelamin, agama, alamat, umur, pendidikan dan pekerjaan, suku bangsa.2 Dalam
skenario didapatkan seorang laki-laki berusia 45 tahun. Bekerja sebagai guru.
Keluhan utama : Pada skenario 5, keluhan utama pasien adalah merasa terlalu gemuk,
ingin menurunkan berat badannya yang dirasakan sangat menggangu akivitas dan
penampilan sehari-hari.
Riwayat Penyakit Sekarang
Anamnesis secara lengkap perlu dilakukan untuk mengetahui riwayat perkembangan
obese, perubahan berat badan (BB), obesitas dalam keluarga, pola makan (selama 24 jam,
dan apa saja yang disukai dan tidak disukai), dan aktivitas fisik. Perlu dicurigai apakah
sebelumnya telah menderita penyakit yang biasanya menyertai obesitas seperti hipertensi,
DM, displipidemia, gangguan pernapasan (sesak napas saat tidur, ngorok).
3
Riwayat Penyakit Dahulu, Obat dan Alergi
RPD penting untuk mencatat secara rinci semua masalah medis yang pernah timbul
sebelumnya dan terapi yang pernah diberikan, seperti adakah tindakan operasi dan
anastesi sebelumnya, kejadian penyakit umum tertentu. Secara umum menanyakan
bagaimana kondisi sosial, ekonomi dan kebiasaan-kebiasaan pasien seperti merokok,
mengkonsumsi alkohol, dan hal yang berkaitan. Asupan gizi pasien juga perlu
ditanyakan, meliputi jenis makanannya, kuantitas dan kualitasnya. Begitu pula juga harus
menanyakan vaksinasi, pengobatan, tes skrining, kehamilan, riwayat obat yang pernah
dikonsumsi, atau mungkin reaksi alregi yang dimiliki pasien. Selain itu, harus ditanyakan
juga bagaimana lingkungan tempat tinggal pasien.3
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga berguna untuk mencari penyakit yang pernah diderita oleh kerabat
pasien karena terdapat kontribusi genetik yang kuat pada berbagai penyakit. Sedangkan
riwayat sosial penting untuk memahami latar belakang pasien, pengaruh penyakit yang
diderita terhadap hidup dan keluarga mereka. Selain itu yang juga perlu diperhatikan
adalah riwayat berpergian (penyakit endemik).
Pemeriksaan Fisik
Pengukuran Tekanan Darah
Cara melakukan pengukuran tekanan darah yang baik dan benar:4
Mintalah pasien duduk di tempat yang tenang dan sunyi dengan tangan
disandarkan pada penyangga sehingga titik tengah lengan atas setinggi jantung.
Pastikan ukuran manset cukup besar: panjangnya harus mengelilingi >80% lengan
atas,
Letakkan manset sehingga garis tengahnya terletak di atas denyut nadi arteri
brakiais, dengan tepi bawah manset 2 cm di atas fossa antekubiti dimana kepala
stetoskop diletakkan,
Kembangkan manset dan tentukan tingkat tekanan dimana denyut brakialis
menghilang dengan palpasi.
Lakukan auskultasi di atas arteri brakialis dan kembangkan manset sampai 30
mmHg di atas tingkat tekanan yang sebelumnya ditentukan dengan palpasi.
4
Kempiskan manset perlahan sambil mendengarkan munculnya bunyi Korotkoff,
mulai mengaburnya dan menghilang
Ulangi beberapa kali, catat tekanan sistolik dan diastolic.
Cari perbedaan postural dalam pengukuran tekanan darah.
Tabel 1. Pengelompokkan Tekanan Darah dan Hipertensi Berdasarkan JNC VII.5
Dalam skenario didapatkan tekanan darah pasien adalah 130/90 mmHg dimana pasien
masuk dalam Pre Hipertensi
Berat Badan Normal
Salah satu parameter untuk mengetahui keseimbangan energi seseorang adalah
melalui penentuan berat badan ideal dan indeks massa tubuh. Rumus Brocca adalah cara
untuk mengetahui berat badan ideal, yaitu sebagai berikut:6
Usia < 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) – 100 – 10%
Usia ≥ 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) – 100
Hasilnya, apabila berat badan kurang dari berat badan ideal maka status gizinya
kurang. Sedangkan jika berat badan lebih dari berat badan ideal maka status gizinya
lebih.
Berdasarkan skenario tersebut pasien laki-laki dengan berat badan 80kg dan tinggi
badan 150 cm merupakan ukuran badan yang tidak proporsional, dimana untuk pasien ini
berat badan normal yang dianjurkan ialah dengan perhitungan 150-100 = 50 kg. Sehingga
status gizi pasien adalah berlebih, karena berat badan badan pasien lebih dari berat badan
ideal.
Indeks Massa Tubuh
Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT
tidak dapat diterapkan pada bayi, anak-anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Disamping itu, IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus lainnya seperti edema
5
asites, dll. IMT/U merupakan yang terutama bermanfaat untuk penapisan kelebihan berat
badan dan kegemukan. Biasanya IMT tidak meningkat dengan bertambahnya umur.7
Rumus perhitungan IMT ialah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan hasil
pengkuadratan tinggi badan dalam meter (m). IMT merupakan alat yang sangat sederhana
untuk memantau status gizi orang khususnya yang berkaitan kekurangan dan kelebihan
berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat
mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Indikator IMT/U hampir sama dengan
BB/PB atau BB/TB. Ketika melakukan interpretasi resiko kelebihan berat badan, perlu
mempertimbangkan berat badan orang tua.
Tabel 2. Ketegori IMT (WHO 2000)
Klasifikasi BMI (kg/m2)
Underweight <18,50
- Severe thinness
- Moderate thinness
- Mild thinness
<16,00
16,00-16,99
17,00-18,49
Normal 18,50-24,49
Overweight >25,00
- Pre-obesitas 25,00-29,99
Obesitas >30,00
- Obesitas kelas I
- Obesitas kelas II
- Obesitas kelas III
30,00-34,99
35,00-39,99
>40,00
Sumber: WHO, 1995, WHO, 2000 dan 2004, www.andeka.com
Tabel 3. Kategori IMT (IOTF, WHO 2000, Penduduk Asia Dewasa)7
Kategori BMI (kg/m2) Risk Of Co-morbidities
Underweight <18,50 Rendah (tetapi risiko
terhadap masalah-
masalah klinis lain
meningkat
6
Normal 18,50-22,99 Rata-rata
Overweight >23,00
At Risk 23,00-24,99 Meningkat
Obese I 25,00-29,99 Sedang
Obese II >30,00 Berbahaya
Sumber: IOTF,WHO 2000,Penduduk Asia Dewasa
Dalam skenario kita dapatkan bahwa berat badan pasien adalah 80 kg dan tinggi
badannya adalah 150cm. Maka kita dapat menghitung BMI menggunakan rumus dibawah
ini dan diperoleh hasilnya adalah 35,5dimana sudah masuk dalam kategori kegemukan
atau obese II.
Pengukuran Ratio Pinggang/Panggul
Mula-mula pinggang diukur untuk mendapatkan lingkaran pinggang, cara
pengukurannya adalah dengan melingkarkan mitlin pada pinggang sehingga
mendapatkan lingkat terkecil di atas pusat. Kemudian mengukur lingkaran pinggul
dengan cara melingkarkan mitlin pada panggul melewati tonjolan bokong yang paling
maksimal. Kedua hasil pengukuran tadi dengan melalui nomogram dihubungkan
sehingga membentuk garis yang menghubungkan nilai tersebut. Garis ini akan memotong
AGR (abdominal-gluteal ratio) pada suatu nilai. Rasio pinggang/panggul yang sebesar
1,0 atau kurang bagi laki-laki dan 0,8 atau kurang bagi wanita merupakan nilai yang
normal.7
7
Gambar 1. Nomogram Untuk Menentukan Rasio Pinggang-Panggul.7
Gambar 2. Lingkar pinggang dan panggul
Dalam skenario didapatkan bahwa waist hip ratio pasien adalah 0,904 hal ini
tergolong rata-rata.
Pengukuran Lingkar Perut
Lingkar perut diukur dari bagian diameter terbesar perut Anda. Batas lingkar perut
untuk orang Indonesia yang dinyatakan memiliki risiko kesehatan yang tinggi adalah di
atas 90 cm untuk pria dewasa dan 80 cm untuk wanita dewasa.7
Dalam skenario didapatkan bahwa lingkar perut pasien adalah 95 cm. Hal ini
8
menunjukkan pasien memiliki risiko kesehatan yang tinggi, dimana sudah masuk dalam
katagori obesitas sentral.
Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar Gula darah: Kadar gula darah normal pada manusia berada pada angka 70-110
mg/dl setelah berpuasa selama 8 jam. Dan 2 jam setelah makan kadar gula darah
seharusnya dibawah 200 mg/dl. Pemeriksaan ini berfungsi untuk mendeteksi DM atau
Gangguan Toleransi Glukosa.8
2. Tes Toleransi Glukosa
Tes ini lebih teliti. Setelah 10 jam puasa, pagi harinya Anda datang ke laboratoriu untuk
periksa glukosa darah. Lalu, anda minum glukosa 75 gram (kira-kira 2-3 kali lebih manis
daripada minuman softdrink) dan 2 jam kemudan diperiksa lagi glukosa darahnya. Bila
curiga ada diabetes, tetapi pada dua pemeriksaan terdahulu tidak bisa dipastikan apakah
Anda mengidap diabetes atau tidak, perlu dipikirkan tes toleransi glukosa ini.8
Tabel 4. Kriteria Diagnosis Diabetes (WHO).8
3. Kolesterol Total dan HDL
HDL merupakan jenis kolesterol yang berfungsi membawa seluruh kolesterol ke
‘pabrik’ pengolahannya yakni hati. HDL juga berfungsi membawa kolesterol yang telah
diolah untuk didistriusikan ke otak, jantung, dan seluruh organ tubuh yang lain. Oleh
karena itu, HDL dikatakan sebagai ‘kolesterol baik’. Oleh karena itu jika kadar HDL
rendah akan banyak kolesterol yang menempel pada pembuluh darah. Kejadan ini adalah
cikal bakal terjadinya tekanan darah tinggi karena banyak penyumbatan pada pembuluh
darah.9
4. Kolesterol LDL merupakan kolesterol yang dapat menyebabkan terjadinya
penimbunan plak di dalam saluran pembuluh darah. LDL mempunyai tugas yang
9
berlawanan dengan HDL. Jika kadar LDL Anda meninggi maka diperkirakan banyak
kolesterol yang berasal dari makanan yang tidak terangkut ke hati. Hal ini disebabkan
ulah LDL yang menahan kolesterol.9
5. Kolesterol Trigliserida
Ini adalah kolesterol yang mengikat trigliserida. Kadarnya yang tinggi menunjukkan
banyak kolesterol jenis trigliserida di dalam darah Anda.9 Ketiga kolesterol ini sering
dinyatakan sebagai Kolesterol Total. Anda yang mempunyai penyakit hipertensi dan
kencing manis, apabila disertai peningkatan salah satu atau keseluruhan kolesterol maka
akan beresiko untuk terjadinya penyumbatan di dalam pembuluh darah. Penyakit yang
akan timbul jika terjadi sumbatan akibat kenaikan kolesterol adalah stroke.9
Tabel 5. Kadar Kolesterol Normal Pada Orang Dewasa.9
Working Diagnosis
Sindrom Metabolik
Sejak munculnya sindrom resistensi insulin, beberapa organisasi berusaha membuat
kriteria sindrom metabolik supaya dapat diterapkan secara praktis klinis sehari-hari.
Secara umum, semua kriteria yang diajukan memerlukan minimal 3 kriteria untuk
mendiagnosis sondrom metabolik atau sindrom resistensi insulin. World Health
Organization (WHO) merupakan organisasi pertama yang mengusulkan kriteria sindrom
metabolik pada tahun 1998. Menurut WHO pula, istilah sindrom metabolik dapat dipakai
pada penyandang DM mengingat penyandang DM juga dapat memenuhi kriteria tersebut
dan menunjukkan besarnya risiko terhadap kejadian kardiovaskular. Setahun kemudian
pada tahun 1999, the European Group for Study of Insulin Resistance (EGIR) melakukan
modifikasi pada kriteria WHO. EGIR cenderung menggunakan istilah sindrom resistensi
insulin. Berbeda dengan WHO, EGIR lebih memlih obesitas sentral dibandingkan IMT
dan istilah sindrom resistensi insulin tidak dapat dipakai pada penyandang DM karena
resistensi insulin merupakan faktor risiko timbulnya DM. Pada tahun 2001, National
10
Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) mengajukan
kriteria baru yang tidak mengharuskan adanya komponen resistensi insulin. Meski tidak
pula mewajibkan adanya komponen obesitas sentral, kriteria ini menganggap bahwa
obesitas sentral merupakan faktor utama yang mendasari sindrom metabolik. Nilai cut off
lingkar perut diambil dari National Institute of Health Obesity ClinicaI Guidelines; > 102
cm untuk pria dan > 88 cm untuk wanita. Untuk etnik tertentu seperti Asia, dengan cut-
off lingkar perut lebih rendah dari ATP III, sudah berisiko terkena sindrom metabolik.
Pada tahun 2003, American Association of ClinicaI Endocrinologists (AACE)
memodifikasi definisi dari ATP III. Sama seperti EGIR, bila sudah ada DM, maka istilah
sindrom resistensi insulin tidak digunakan lagi. Dua tahun kemudian, pada tahun 2005,
International Diabetes Federation (IDF) kembali memodifikasi kriteria ATP III. IDF
menganggap obesitas sentral sangat berkorelasi dengan resistensi insulin, sehingga
memakai obesitas sentral sebagai kriteria utama. Nilai cut-off yang digunakan juga
dipengaruhi oleh etnik. Untuk Asia dipakai cut-off\ lingkar perut > 90 cm untuk pria dan
> 80 cm untuk wanita. Beberapa kriteria sindrom metabolik dapat dilihat pada table 2.7
Tabel 6. Kriteria Sindrom Metabolik.7
11
12
Kriteria yang diajukan oleh NCEP-ATP III lebih banyak digunakan, karena lebih
memudahkan seorang klinisi untuk mengidentifikasi seseorang dengan sindrom
metabolik. Sindrom metabolik ditegakkan apabila seseorang memiliki sedikitnya 3 (tiga)
kriteria.7
Obesitas
Suatu penyakit kronis dengan ciri-ciri timbunan lemak tubuh yang berlebihan
(eksesif). Batasan obesitas beragam antar para ahli; namun biasanya digunakan patokan
kelebihan berat badan sebesar 20 persen atau lebih fari berat badan ideal. Di Indonesia
dinilai memakai indeks massa tubuh (IMT), dimana berat badan dalam kilogram dibagi
kuadrat tinggi badan dalam meter. Disebut obsesitas bila nilainya lebih dari 27,0.
Obesitas sendiri merupakan indicator risiko terhadap beberapa penyakit dan kematian.10
Obesitas mempunyai pengaruh yang jelas terhadap diabetes mellitus dan keadaan
hiperlipoproteinemia terutama melalui pengaruhnya terhadap pasien sekresi dan
sensitivitas insulin.
a. Obesitas sentral
Obesitas yang dinilai dari rasio lingkar perut dibagi lingkar pinggul. Dapat pula
dinilai hanya dari lingkaran perut saja. Disebut mengalami obesitas sentral bila lingkaran
perut lebih dari 90cm. Pada obesitas sentral dapat meningkatkan resiko penyakit
kardiovaskuler karena ketertarikannya dengan sindrom metabolic atau sindrom resistensi
insulin yang terdiri dari resistensi insulin atau hiperinsulinemia, intolerensia glukosa atau
diabetes mellitus, dislipidemia, hiperurisemia, gangguan fibrinolisis, hiper-
fibrinogenemia dan hipertensi. Pada obesitas yang bersifat moderate tersebut, distribusi
lemak reginal tampaknya dapat merupakan indikato yang cukup penting terhadap
terjadinya perubahan metabolic dan kelainan kardiovaskular. Walaupun hubungan antara
IMT dan komplikasi-komplikasi tersebut belum terlalu meyakinkan.10
b. Obesitas perifer
Sedangkan pada obesitas perifer merupakan kelebihan lemak pada wanita di bagian
panggul, paha, dan kaki dengan sel lemak yang kecil dan tidak jenuh. Dari segi kesehatan
tipe ini lebih aman bila dibandingkan dengan tipe apel karena risiko kemungkinan
terkena penyakit degeneratif lebih kecil. Akan tetapi, lebih sukar menurunkan kelebihan
13
berat tubuh pada tipe ini karena lemak-lemak tersebut lebih sukar mengalami proses
metabolisme.10
Gambar 3. Perbedaan Obesitas Sentral dan Obesitas Perifer10
Etiopatogenesis
Obesitas sentral
Obesitas yang digambarkan dengan indeks massa tubuh tidak begitu sensitif dalam
menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan metabolik yang terjadi. Studi
menunjukkan bahwa obesitas sentral yang digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-
off yang berbeda antara jenis kelamin) lebih sensitif dalam memprediksi gangguan
metabolik dan risiko kardiovaskular. Lingkar perut menggambarkan baik jaringan
adiposa subkutan dan visceral. Meski dikatakan bahwa lemak viseral lebih berhubungan
dengan komplikasi metabolik dan kardiovaskular, hal ini masih kontroversial.
Peningkatan obesitas berisiko pada peningkatan kejadian kardiovaskular. Variasi faktor
genetik membuat perbedaan dampak metabolik maupun kardiovaskular dari suatu
obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang menjadi resistensi insulin, dan
sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan pada individu tanpa obes (lean subjects).
Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi tampilan metabolik dari suatu
resistensi insulin maupun obesitas.7
Jaringan adiposa merupaka sebuah organ endokrin yang aktif mensekresi berbagai
faktor pro dan anti inflamasi seperti leptin, adiponektin, Tumor nekrosis factor α (TNF-
14
α), Interleukin-6 (IL-6) dan resistin. Konsentrasi adiponektin plasma menurun pada
kondisi DM tipe 2 dan obesitas. Senyawa ini dipreaya memiliki efek antiaterogenik pada
hewan coba dan manusia. Sebaliknya, konsentrasi leptin meningkat pada kondisi
resistensi insulin dan obesitas dan berhubungan dengan risiko kejadian kardiovaskular
tidak tergantung dari faktor risiko tradisional kardiovaskular, IMT dan konsentrasi CRP
Sejauh ini belum diketahui apakah pengukuran pengukuran marker hormonal dari
jaringan adiposa lebih baik daripada pengukuran secara anatomi dala memprediksi risiko
kejadian kardiovaskular dan kelainan metabolik yang terkait.7
Resistensi Insulin
Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Sejauh ini
belum disepakati pengukuran yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin. Teknik
clamp merupakan teknik yang ideal namun tidak praktis untuk klinis sehari-hari.
Pemeriksaan glukosa plaama puasa juga tidak ideal mengingat gangguan toleransi
glukosa puasa hanya dijumpai pada 10% sindrom metabolik. Pengukuran Homeostasis
Model Asessment (HOMA) dan Quantitative Insulin Sensitivity Check Index (QUICKI)
dibuktikan berkorelasi erat dengan pemeriksaan standar, sehingga dapat disarankan untuk
mengukur resistensi insulin. Bila melihat dari patofisiologi resistensi insulin yang
melibatkan jaringan adiposa dan sistem kekebalan tubuh, maka pengukuran resistensi
insulin hanya dari pengukuran glukosa dan insulin (seperti rumus HOMA dan QUICKI)
perlu ditinjau ulang. Oleh karenanya, penggunaan rumus ini secara rutin di klinis belum
disarankan maupun disepakati.7
Dislipidemia
Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan
trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun
mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan
konsentrasi trigliserida plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas
ke hati sehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. Namun studi pada manusia dan
hewan menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan
tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati.7 Penurunan
kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida sehingga terjadi transfer trigliserida
ke HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin dan konsentrasi trigliserida
15
normal dapat ditemukan penurunan kolesterol HDL. Sehingga dipikirkan terdapat
mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan
trigliserida. Mekanisme yang dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post
prandial pada kondisi resistensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi
Apolipoprotein A-I (Apo A-l) oleh hati yang selanjutnya mengakibatkan penurunan
kolesterol HDL. Peran sistem imunitas pada resistensi insulin juga berpengaruh pada
perubahan profil leipid pada subyek dengan resistensi insulin. Studi pada hewan
menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun akan menyebabkan gangguan pada lipoprotein,
protein transport, reseptor dan enzim yang berkaitan sehingga terjadi perubahan profil
lipid.7
Hipertensi
Resistensi insulin juga berperan pada pathogenesis hipertensi. Insulin merangsang
sistem saraf simpatis meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal, mempengaruhi transport
kation dan mengakibatkan hipertrofi sel otot polos pembuluh darah. Pemberian infus
insulin akut dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan
bahwa hipertensi akibat resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan antara efek
pressor dan depressor. The Insulin Resistance Atherosclerosis Stucfy melaporkan
hubungan antara resistensi insulin dengan hipertensi pada subyek normal namun tidak
pada subyek dengan DM tipe 2.7
Epidemiologi
Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom
metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan
pada usia > 50 tahun sebesar 45%. Pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring
dengan peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk
Indonesia. Studi yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom
metabolik menggunakan kriteria National Cholesterol Education Program Adult
Treatment Panel III (NCEP-ATP III) dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7%
pria dan 25% wanita. Penelitian Soegondo (2004) melaporkan prevalensi sindrom
metabolik sebesar 13,13% dan menunjukkan bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT)
obesitas >25 kg/m2 lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di
DKI Jakarta pada tahun 2006 melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh
16
berbeda dengan Depok yaitu 26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen
terbanyak (59,4%). Laporan prevalensi sindrom metabolik di beberapa daerah di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7.7
Tabel 7. Prevalensi Sindrom Metabolik di Indonesia.7
Dibandingkan dengan komponen-komponen pada sindrom metabolik, obesitas
sentral paling dekat untuk memprediksi ada tidaknya sindrom metabolik. Beberapa studi
di wilayah Indonesia termasuk Jakarta menunjukkan obesitas sentral merupakan
komponen yang paling banyak ditemukan pada individu dengan sindrom metabolik.7
Komplikasi
Telah dibuktikan bahwa obesitas mejadi penyebab meningkatnya angka kesakitan
dan kematian akibat penyakit hipertensi, dislipidemia, DM tipe 2. Beberapa komplikasi
sindroma metabolik meliputi penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, dan
komplikasi lain meliputi peningkatan terjadinya risiko fibrilasi atrium, tromboembolisme
vena, dan kematian mendadak serta penurunan fungsi kognitif. Berdasarkan studi yang
dilakukan Atabek dkk, adanya hubungan antara sindrma metabolik dengan indeks massa
ventrikel kiri pada anak dengan obesitas. Dengan pemeriksaan rutin ekokardiografi pada
17
obesitas dapat memprediksi terjadinya sindrom metabolik dan berhubungan dengan
resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Menurut studi yang dilakukan Reinhr,
intervensi dengan menurunkan berat badan (indeks massa tubuh) berhubungan dengan
penurunan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular, 11
Penatalaksanaan
Perbaikan hiperlipidemia, resistensi insulin, diabetes, hipertensi, hiperlipidemia dapat
menyebabkan penurunan berat badan. Perubahan ini bermakna dan menetap sehingga
berkurangnya berat badan dapat dipertahankan. Selama berat badan menurun, jumlah
jaringan lemak akan berkurang sebanding. Kadang penurunan berat badan secara umum
tidak menimbulkan efek kosmetik yang diinginkan oleh individu yang ingin mengurangi
massa jaringan lemak dalam region anatomic tertentu. banyak teknik telah diajukan untuk
menurunkan berat badan. Metode penurunan berat badan, jika obesitas yang terjadi
merupakan obesitas sekunder, terapinya adalah dengan mengobati penyakit yang
mendasari. Seringkali harus dilakukan penurunan berat badan secara primitive.12
a. Diet
Pembatasan kalori merupakan dasar penurunan berat badan. Untuk pasien dan
dokter hal ini merupakan tindakan yang sulit dan menbuat putus asa. Prinsip dasarnya
sederhana. Jika asupan makanan lebih kecil dibanding pengeluaran energy, kalori yang
disimpan, terutama dalam bentuk lemak akan dikonsumsi. Secara umum deficit 32000
kJ (7700 kkal) akan menyebabkan kehilangan sekitar 1 kg lemak. Dengan
memperkirakan kebutuhan kalori pasien per hari (kira-kira 125 sampai 150 kJ setara
dengan 30-35 kkal per kilogram berat badan), kita dapat menghitung deficit harian
yang diperlukan untuk mencapai penurunan berat badan yang diinginkan.12
Pembatasan makanan dapat berkisar dari kelaparan total sampai pengurangan
kalorinringan, dan pendekatan-pendekatan ini akan dilakukan secara terpisah. Anjuran
makanan paling efektif jika bersifat spesifik dan dapat disesuaikan dengan gaya hidup
pasien. menghasilkan pengurangan jaringan lemak selektif pada daerah tertentu, tetapi
tidak satupun yang efektif.12
Tanpa adanya penyakit yang terjadi secara bersamaan, diet tersebut aman jika
dilakukan di bawah pengawasan medis. Sebagai penentuan umum, ambilah kalori
dibawah 800 kkal/hari sudsah didefinisikan sebagai diet dengan kalori sangat rendah
18
(VLDL). Diet dengan protein berkualitas tinggi dan lebih besar dari 800 kkal/hari
disebut diet rendah kalori (LCD) dan aman untuk selain individu yang sehat. Diet
sangat rendah atau rendash kalori seringkali efektif dalam mencapai penurunan berat
badan yang cepat, namun untuk mempertahankan kehilangan berat badan unutk jangka
panjang biassanya memerrlukan penfekatan-pendekatan tambahan. Ada beberapa
kategori dengan VLCD dan LCD merupakan kontraindikasi relative atsu absolute,
termasuk perempuan hamil, kaum manula, anak-anak dalam masa pertumbuhan dan
pasien.12
Seorang ahli gizi atau tenaga kesehatan profesional lainnya telah dilatih harus
mewawancarai setiap pasien dan memperkirakan asupan kalori rata-rata setiap hari,
mengenali jenis makanan yang disukai dan menentukan pola makan. Jumlah kalori
yang dikonsumsi pada pembacaan makan harus dijelaskan secara hati-hati dalam hal
jumlah bahan makanan tertentu. seringkali terapis harus menyeimbangkan derajat
pembatasan dengan kemungkinan ketidaktaatan pasien. lebih baik mempertimbangkan
kebutuhan individual dan motivasi merancang suatu diet dengan derajat pembatasan
kalori disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk mentaati. Diet seperti ini akan
menyebabkan kecepatan penurunan berat badan yang konsisten dan relatif stabil.12
Secara mendasar, suatu kalori adalah kalori apakah ia berasal dari protein, karbohidrat
atau lemak. Lebih lanjut, kematian telah dilaporkan pada orang sehat yang ikut serta
dalam program diet jangka panjang tersebut meskipun berada dibawah pengawasan
medis. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa beberapa dari diet ini kebanyakan
mengandung protein yang berasal dari kolagen dengan nilai biologik rendah. Diet
dengan kalori sangat rendah yang lebih baru melibatkan preparat formula yang
mengandung 500 sampai 800 kkal/hari, dengan 50 sampai 80 g protein berkualitas
tinggi. Kalori sisanya terdiri dari karbohidrat dan lemak.
Vitamin dan suplemen makronutrisi tidak termasuk dalam formula atau disediakan
sebagai suplemen tambahan. Formula diet yang berkalori rendah berkualitas tinggi
tersebut membawa ke penurunan berat badan yang relative cepat tetapi tidak boleh
digunakan secara terus menerus sebagai sumber kalori utama selama lebih dari 6
minggu.
19
Sebelum terapi, adalah bijaksana untuk memperingatkan pasien bahwa biasanya
ada penurunan berat badan awal yang jelas jika pembatasan kalori dimulai, sebagian
besar disebabkan oleh hilangnya cairan tetapi kecepatan penurunan yang cepat ini tidak
menetap. Demikian juga, pergeseran positif dalam keseimbangan cairan, kadang-
kadang diperlihatkan untuk menyenangkan pasien dengan mengukur ketebalan lipatan
kulit dengan periode tertentu. Pasien dengan penyakit hati, ginjal dan jantung yang
berat. Di samoping itu, ada beberapa keadaan VLCD dan LCD sdebaiknya hanya
digunakan di bawah pengawasan medis. Contoh dalam kategori ini adalah gout, pasien
diabetes yang mendapat insulin atau obat hipoglikemik oral, diduga adanya penyakit
kandung empedu dan pasien hipertensi yang mendapat obat antihipertensi.
Masalah utama dalam pengobatan obesitas bukan pengurangan berat badan tapi
mempertahankan berat badan yang telah menurun. Dengan terapis yang mau bekerja
keras dan makan waktu cukup lama, kebanyakan pasien yang termotivasi akan
mengalami penurunan berat badan yang jelas. Obesitas merupakan gangguan makan
dan mekanisme mendasari tidak dapat diatasi dengan membatasi asupan makanan.
b. Kebutuhan Karbohidrat, Protein, Lemak Perhari pada Pasien tersebut ialah
Tabel 8. Tabel Kebutuhan Kalori Berdasarkan BB dan Jenis Aktivitas.
Berat Badan (BB)Jenis Aktivitas
Ringan Sedang Aktif
BB lebih 20-25 kkal/kg 30 kkal/kg 35 kkal/kg
BB normal 30 kkal/kg 35 kkal/kg 40 kkal/kg
BB kurang 30 kkal/kg 40 kkal/kg 40-45 kkal/kg
1. Jadi total kalori yang diperlukan pasien tersebut adalah:
- 25kkal x 50kg = 1250 kkal
2. Jadi kebutuhan Karbohidrat, Protein dan Lemak perhari
Karbohidrat = 65% x 1250 adalah 812,5kkal
Protein = 15% x 1250 adalah 187,5 kkal
Lemak = 20% x 1250 adalah 250 kkal
c. Mengubah perilaku
20
Dengan mengenali masalah-masalah yang terlihat, teknik mengubah perilaku dapat
ditetapkan untuk mengobati pola perilaku makan yang tidak normal. Banyak penelitian
yang nmenunjukkan bahwa individu obes berespon kurang baik dibanding individu
normal terhadap isyarat interna yang mengatur tingkah laku mkan seperti misalnya
kontraksi lambung, ketakutan dan memakan mkanan sebelumnya. Sebaliknya, orang
yang gemuk, memberi respon berlebihan terhadap unsur dari luar seperti rasa, bau,
daya tarik makanan, jumlah makanan yang berlimpah dan kesenangan mendapat
makanan. Dari kenyataan bahwa individu obes luar biasa rentan terhadap rangsang dari
luar, asupan makan dapat diubah dari pola dan unsur luar ini. Dan ini merupakan alasan
utama yang mendasari perubahan perilaku untuk menurunkan berat badan.13
Modifikasi tingkah laku dimulai dengan riwayat individual mendetail dari pola
makan pasien dengan melihat waktu dalam sehari, lama periode makan, tempat makan
(restoran, meja makan, berdiri di depan kulkas yang terbuka), aktivitas yang dilakukan
bersamaan (menonton televisi, membaca, bermalas-malasan) dan akhirnya jenis dan
kuantitas makanan yang dimakan. Sekali catatan mendetail diperoleh, terapis dan
pasien dapat merancang perubahan perilaku spesifik yang ditujukan untuk
menghentikan atau menghilangkan pola tingkah laku yang berulang yang memulai atau
memperlama respons keadaan emosi tertentu, aktivitas lainnya dapat digantikan jika
pasien mengalami keadaan tersebut.
Hasil dari teknik mengubah perilaku menunjukkan bahwa banyak pasien dapat
mempertahanja hasil penurunan berat badan dalam jangka panjang sehingga terbentuk
pola perilaku baru yang sungguh-sungguh dipelajari.
d. Olahraga
Olahraga merupakan salah satu bagian program penurunan berat badan yang
manapun. Namun demikian, pentingnya olahraga untuk keseimbangan kalori harus
dimengerti secara jelas. Olahraga yang cukup berat setiap hari sekalipun tidap dapat
memberikan peningkatan pengeluaran energi yang cukup berat untuk mengubah
kecepatan awal penurunan berat badan secara bermakna. Hak ini tidak berarti bahwa
olahraga tidak penting dalam penurunan berat badan, sebab peningkatan pengeluaran
21
kalori yang sedikit pun dapat menyebabkan perubahan keseimbangan kalori yang besar
untuk jangka panjang jika latihan dilakukan secara teratur.13
e. Obat-obatan
Dua kelompok obat yang seringkali digunakan dalam pengobatan obseitas adalah
obat-obat yang menimbulkan anoreksia dan hormon tiroid. Penambahan levotoksin
atau liotironin untuk program penurunan berat badan tidak efektif untuk meningkatkan
hilangnya jaringan tipis dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negative. Dapat
terjadi keracunan jantung. Karena itu kecuali jika hipertiroidisme disingkirkan,
pemberian tiroid tidak berperan dalam pengobatan obesitas. 13
Obat-obat anoreksia utama seperti agen yang menyerupoai amfetamin yang
diperkirakan memberikan efek pada tingkat hipotalamus. Mereka kemungkinan
mempunyai efek sedang dalam mencetuskan penurnan berat badan jangka pendek
dalam beberapa individu. Tetapi, efektif hanya untuk periode singkat dan masalah
kebiasaan, kecanduan dan penyalahgunaan yang timbul membatasi manfaat obat-obat
ini. Dan agen anoreksia, dietilpropion dan fenfiramin, dapat menghilangkan nafsu
makan dan oleh karena itu kadang-kadang lebih bermanfaat. Tetapi, tidak ada saupun
obat yang dapat mengobati kebiasaan makan yang mendasari dan obat-obat ini sedikit
sekali berguna dalam mempertahankan penurunan berat badan. Tabel 9. Gambaran umum obat anti-obesitas yang telah memperoleh ijin di Inggris.13
ORLISTAT SIBUTRAMIN
Mekanise Kerja Hambat pencernaan
dan absorpsi lemak
Hambat ambilan serotonin di otak
Efek Samping Lemak muncul di
feses (kebocoran)
Efek negatif pada kondisi hipertensi
Rekomendasi
Penggunaan
IMT > 30 (atau
IMT >28 jika
disertai diabetes,
hipertensi,
hiperkolestrolemia)
IMT > 30, atau IMT > 27 jika ada penyakit
komorbid (maks 12 bulan)
22
Prasyarat Harus sudah pernah
menurunkan BB
dgn diet / aktivitas
Kesulitan mencapai / mempertahankan
penurunan BB
Penurunan BB yg
diharapkan
5 % setelah 3 bulan
10% setelah 6
bulan
5 % setelah 3 bulan
Tingkat
keberhasilan jangka
panjang
Penurunan BB
jarang dapat
dipertahankan
Penurunan BB jarang dapat dipertahankan
Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pasien mengalami
penyakit sindroma metabolik dimana pasien menderita 3 dari 5 gejala yang ada yakni
obesitas sentral dimana lingkar perut >90cm, dislipidemia dimana trigliserida >150
mg/dl, HDL rendah <50 mg/dl. Dikarenakan masalah utama pada pasien tersebut ialah
obesitas yang di definisikan Obesitas merupakan penumpukan lemak dalam tubuh secara
berlebihan. Terdapat dua tipe yaitu obesitas sentral dan perifer. Pada obesitas sentral
penumpukan lemak lebih banyak di daerah perut, sedangkan obesitas perifer penumpukan
lemak lebih banyak pada daerah panggul. Sehingga hal yang perlu dilakukan ialah
membatasi jumlah kalori yang dimakan sesuai dengan kebutuhan kalori total pasien
tersebut, lalu diperlukan olahraga rutin perhari 30 menit untuk membakar kelebihan
kalori.
Daftar Pustaka
1. Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L. Public health nutrition. Oxford :
Blackwell Publishing, 2005, p.80-99, 100-127, 161-174.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2006.h. 529-40.
3. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta; Interna Publishing; 2011.
4. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: EMS; 2005.h. 79.
5. Kowalski RE. Terapi hipertensi. Bandung: Qanita; 2010.h. 43.
23
6. Asmadi. Teknik prosedural konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta:
Salemba Medika; 2008.h.68-70,83-5.
7. Soegondo S, Purnamasari D. Sindrom metabolik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2009.h. 1865.
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2006.h. 529-40.
9. Bastiansyah E. Panduan lengkap membaca hasil tes kesehatan. Depok: Penebar Plus;
2008.h. 60-1.
10. Supariasta ND. Penilaian status gizi. Jakarta : EGC, 2001, h.173-89.
11. Atabek ME, Akyuz E, Eklioglu BS, Cimen D. The relationship between metabolic
syndrome and left ventricular mass index in obese children. J Clin Res Ped Endo
2011;3(3):132-8.
12. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2006.h.93-
7,107-8,173-5.
13. Barker HM. Nutrition and dietetics for health care. Edisi ke-10. London: Churcill
Livingstone; 2002.h.197-205.