diagnosis dan penatalaksanaan sindroma evans, dr edi hidayat

21
Sindroma Evans Oleh dr. Edi Hidayat. Bagian Ilmu penyakit Dalam RSMH/FK Unsri- Palembang PENDAHULUAN Sindroma Evans didefinisikan sebagai kombinasi dari anemia hemolitik autoimun (AHAI) dan trombositopenia imun ( terjadi secara simultan atau sekuensial) yang kadang-kadang disertai dengan neutropenia imun, dengan tanpa penyebab dasar yang diketahui. Sehingga berdasarkan definisi sindroma Evans yang sebenarnya adalah diagnosa eksklusi tanpa kelainan penyerta (Evans dkk, 1951). 1 Selanjutnya tulisan ini akan merangkum secara ringkas tentang epidemiologi, patofisiologi dan manifestasi klinis sindroma Evans dan lebih memfokuskan pada manajemen kelainan yang sangat sulit ini. SEJARAH Sindroma Evans pertama sekali dijelaskan oleh Robert Evans pada tahun 1951 ketika mempresentasikan bukti kemungkinan adanya hubungan antara AHAI dan trombositopenia purpura primer. 1 Beliau mempelajari 29 pasien ( usia 3-78 tahun): 4 orang dengan AHAI disertai trombositopenia tanpa purpura, 6 trombositopenia purpura primer dengan sensitisasi eritrosit tanpa hemolisis dan 4 AHAI dengan trombositopenia purpura (sisanya AHAI dan trombositopenia saja masing-masing 10 dan 5 pasien). Observasi ini dan kesamaan dalam hal respon terhadap splenektomi, menyebabkan Evans menduga bahwa kelainan-kelainan ini kemungkinan memiliki etiologi yang identik. AHAI telah diketahui disebabkan oleh adanya autoantibodi; Evans menduga bahwa trombositopenia juga sama oleh karena adanya autoantibodi langsung terhadap trombosit, hipotesis ini didukung oleh adanya faktor aglutinasi trombosit dalam serum mereka. Pada studi ini, ditemukan 4 pasien dengan neutropenia. 1

Upload: dr-edi-hidayat

Post on 11-Aug-2015

105 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Evans, Dr Edi Hidayat

Sindroma Evans

Oleh dr. Edi Hidayat. Bagian Ilmu penyakit Dalam RSMH/FK Unsri- Palembang

PENDAHULUANSindroma Evans didefinisikan sebagai kombinasi dari anemia hemolitik autoimun

(AHAI) dan trombositopenia imun ( terjadi secara simultan atau sekuensial) yang kadang-kadang disertai dengan neutropenia imun, dengan tanpa penyebab dasar yang diketahui. Sehingga berdasarkan definisi sindroma Evans yang sebenarnya adalah diagnosa eksklusi tanpa kelainan penyerta (Evans dkk, 1951).1

Selanjutnya tulisan ini akan merangkum secara ringkas tentang epidemiologi, patofisiologi dan manifestasi klinis sindroma Evans dan lebih memfokuskan pada manajemen kelainan yang sangat sulit ini.

SEJARAHSindroma Evans pertama sekali dijelaskan oleh Robert Evans pada tahun 1951 ketika

mempresentasikan bukti kemungkinan adanya hubungan antara AHAI dan trombositopenia purpura primer.1 Beliau mempelajari 29 pasien ( usia 3-78 tahun): 4 orang dengan AHAI disertai trombositopenia tanpa purpura, 6 trombositopenia purpura primer dengan sensitisasi eritrosit tanpa hemolisis dan 4 AHAI dengan trombositopenia purpura (sisanya AHAI dan trombositopenia saja masing-masing 10 dan 5 pasien). Observasi ini dan kesamaan dalam hal respon terhadap splenektomi, menyebabkan Evans menduga bahwa kelainan-kelainan ini kemungkinan memiliki etiologi yang identik. AHAI telah diketahui disebabkan oleh adanya autoantibodi; Evans menduga bahwa trombositopenia juga sama oleh karena adanya autoantibodi langsung terhadap trombosit, hipotesis ini didukung oleh adanya faktor aglutinasi trombosit dalam serum mereka. Pada studi ini, ditemukan 4 pasien dengan neutropenia. Anemia dan trombositopenia ditandai dengan variasi yang sangat luas dalam hal onset, perjalanan klinis dan respon terhadap terapi serta remisi spontan dan seringnya eksaserbasi

EPIDEMIOLOGISindroma Evans merupakan diagnosa yang jarang walaupun frekuensi pastinya masih

belum diketahui. Sebuah review pada pasien dewasa dengan imunositopenia dari tahun 1950 -1958 didapati 399 kasus AHAI dan 367 kasus trombositopenia; hanya 6 dari 766 pasien yang menderita sindroma Evans (Silverstein & Heck, 1962).2 Pada pasien anak dengan 164 kasus trombositopenia purpura idiopatik dan 15 kasus AHAI, didapati 7 dengan sindroma Evans (Pui dkk, 1980).3

Sindroma Evans diketahui tidak memiliki predileksi terhadap jenis kelamin tertentu dan dapat ditemukan pada semua kelompok etnis dan usia.4

1

Page 2: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Evans, Dr Edi Hidayat

PATOFISIOLOGIWalaupun sindroma Evans tampaknya merupakan kelainan regulasi imun, patofisiologi

pastinya masih belum diketahui. Kebanyakan studi hanya melibatkan sejumlah kecil pasien dan interpretasi hasil temuan dibuat menjadi semakin sulit oleh adanya pengenalan terbaru bahwa beberapa kasus sindroma Evans ternyata sitopenia sekunder autoimun terhadap sindroma limpoproliperatif autoimun.5 Akan tetapi, secara keseluruhan, terdapat bukti untuk mendukung adanya abnormalitas seluler dan humoral pada sindroma Evans.

Studi oleh Wang (1983) dkk terhadap enam pasien anak menemukan adanya penurunan persentase sel T4 ( T-helper), peningkatan persentase sel T8 (T-supressor) dan penurunan yang nyata rasio T4:T8 dibandingkan dengan kontrol dan pasien ITP kronis; abnormalitas ini menetap selama rata-rata periode follow-up satu tahun.6 Demikian pula halnya dengan studi oleh Karakantza dkk (2000) menemukan adanya penurunan rasio CD4/CD8 pada anak laki-laki usia 12 tahun dengan sindroma Evans walaupun pada pasien ini jumlah limfosit CD4 dan CD8-nya menurun.7 Mereka juga menemukan peningkatan produksi interleukin-10 dan interferon gamma sehingga mereka membuat postulasi bahwa sindroma Evans disebabkan aktivasi autoreaktif, antibodi penghasil sel B. Akantetapi, signifikansi abnormalitas imunitas seluler ini masih belum jelas karena hal ini juga ditemukan pada kondisi autoimun lainnya, infeksi virus dan tidak spesifik untuk sindroma Evans.

Walaupun seringnya sel hemopoietik-autoantibodi spesifik pada pasien sindroma Evans, masih sedikit informasi yang menjelaskan tentang antigen target.

MANIFESTASI KLINISManifestasi yang timbul dapat berupa AHAI atau ITP yang muncul secara terpisah atau

bersamaan. Neutropenia ditemukan pada hampir 55 % pasien atau dapat dijumpai dengan pansitopenia.4,8

Presentasi klinis meliputi gambaran anemia hemolitik yaitu: pucat, lesu, jaundice, gagal jantung pada kasus yang berat; dan trombositopenia berupa petekie, lebam, perdarahan mukokutan. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai limfadenopati, hepatomegali dan atau splenomegali.3,4 Limfadenopati dan organomegali dapat dijumpai pada kondisi kronis, intermitten dan pada beberapa kasus mungkin hanya terlihat selama episode eksaserbasi akut.4

PEMERIKSAAN PENUNJANGPada hitung darah lengkap akan memperlihatkan adanya sitopenia dan pemeriksaan darah

tipis menunjukkan gambaran AHAI (polikromasia, sferosit) dan untuk mengeksklusi diagnosa lainnya ( keganasan, anemia hemolitik mikroangiopati, hemolitik kongenital dan keadaan-keadaan trombositopenia ). Gambaran hemolitik yang seharusnya dicari meliputi peningkatan jumlah retikulosit, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan penurunan haptoglobin. Tes antiglobulin direk selalu positif ( walaupun sering positif lemah) dan dapat dengan IgG dan atau komplemen (C3) yang positif.4 Tes antiglobulin indirek dapat ditemukan positif pada 52-83 % pasien.8

2

Page 3: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Evans, Dr Edi Hidayat

Pemeriksaan antiplatelet dan antibodi antigranulosit menunjukkan hasil yang bervariasi. Fagiolo melaporkan pada 32 pasien AHAI dewasa, ditemukan adanya antibodi antiplatelet pada 91% (dengan tromboaglutinasi dan indirect antiglobulin consumption tests) dan antibodi leukosit pada 81 % (dengan citotoxicity test).9 Pui dkk menemukan adanya autoantibodi platelet hanya pada 2 dari 6 pasien yang diperiksa dengan pemeriksaan pelepasan 14C serotonin dan antibody granulositotoksik pada 3 dari 4 pasien.3Jadi pemeriksaan autoantibodi platelet dan granulosit bisa positif tetapi hasil yang negatif tidak mengeksklusi diagnosa sindroma Evans.

Pada semua pasien sindroma Evans disarankan untuk diperiksa imunoglobulin serum dan sub klas imunoglobulin, selain untuk mengeksklusi diagnosa banding juga sebagai nilai baseline sebelum terapi imunomodulator. Sebagai tambahan, keadaan-keadaan autoimun lain, khususnya sistemik lupus eritematosus, seharusnya diperiksa antinuclear antibody (ANA), double-stranded DNA (dsDNA) dan rheumatoid factor. Diagnosa banding yang paling penting adalah ALPS. Oleh karena itu pemeriksaan sub set sel T darah tepi dengan flowcitometri penting pada semua kasus sindroma Evans. Adanya sel T double negative (CD4-/CD8-, CD3+,TCRαβ+) merupakan pemeriksaan skrining lini pertama yang paling sensitif untuk ALPS ( untuk membedakan dengan kasus sindroma Evans)5, lihat tabel 1.

Pemeriksaan sumsum tulang bermanfaat dalam mengevaluasi sindroma Evans dimana hal ini penting untuk mengeksklusi proses infiltratif pada pasien-pasien dengan pansitopenia. Sebaliknya pemeriksaan ini tidaklah selalu membantu karena temuan-temuannya yang tidak spesifik dan mungkin normal atau menunjukkan peningkatan pada ketiga jenis sel darah.8

Tabel 1. Karakteristik sindroma Evans dibandingkan ALPS

3

Page 4: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Evans, Dr Edi Hidayat

DIAGNOSA BANDINGSindroma Evans merupakan diagnosa per-eksklusi maka berdasarkan definisi kelainan

lainnya seharusnya tidak ditemukan. Oleh karena itu, sebelum menerima diagnosa sindroma Evans penyebab-penyebab lain dari sitopenia imun dapatan seharusnya dikeluarkan, khususnya SLE, defisiensi IgA, sindroma imunodefisiensi dapatan dan ALPS karena dibutuhkan manajemen yang berbeda.5 Kondisi- kondisi lainya yang menyebabkan anemia hemolitik yang terjadi bersamaan dengan trombositopenia dan menyerupai sindroma Evans meliputi paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH), trombotik trombositopenia purpura dapatan, defisiensi ADAMTS-13 yang diturunkan, hemolytic uremic syndrome dan sindroma Kasabach-Merrit.10

Sindroma Evans juga dapat terjadi sebagai sindroma sekunder; sejumlah laporan kasus menjelaskan sindroma Evans yang sekunder terhadap penyakit Castleman multisentrik11, terapi interleukin-2 rekombinan pada karsinoma renal12 atau setelah transplantasi sum-sum tulang autolog13 atau allogenik14.

PENGOBATANPengobatan sindroma Evans masih menjadi tantangan. Sindroma ini ditandai oleh periode

remisi dan eksaserbasi dan respon terhadap pengobatan yang bervariasi bahkan pada individu yang sama. Kebanyakan pasien membutuhkan pengobatan walaupun kadang-kadang remisi spontan dapat terjadi: 1 dari 42 pasien dengan sindroma Evans pada survey nasional oleh Matthew dkk pada tahun 1997.8 Indikasi pengobatan sindroma Evans berdasarkan studi evidence-base masih belum dapat ditentukan. Walaupun demikian merupakan hal yang lazim dan masuk akal untuk mengobati pasien simptomatik dengan sitopenia. Belum ada uji kontrol acak dan masih sedikit trial untuk regimen pengobatan sindroma Evans dengan jumlah pasien yang kecil.

Terapi Lini PertamaTerapi lini pertama yang paling umum digunakan adalah kortikosteroid dan atau

immunoglobulin intravena (IVIG). Pada keadaan akut, 4transfusi darah dan atau trombosit dapat dibutuhkan untuk mengurangi simptom4walaupun penggunaannya seharusnya diminimalisir. Secara praktis dapat digunakan steroid sebagai terapi inisial dan kemudian dapat menambahkan IVIG bila pasien tidak respon atau dependen steroid (gambar 1).

Kortikosteroid Walaupun sedikit trial dengan kontrol memperlihatkan efektifitasnya, steroid masih merupakan pengobatan utama untuk mengkontrol sitopenia simptomatik, akut dengan hasil awal yang baik. Pui dkk, memperlihatkan gambaran klinis dan follow-up jangka panjang 7 anak dengan sindroma Evans, didapati bahwa 6 anak yang mendapat pengobatan prednisolone 1-2 mg/kgbb/hari mengalami remisi; walaupun respon ini hilang pada penurunan dosis dan atau selama infeksi viral akut.3

4

Page 5: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Evans, Dr Edi Hidayat

Dosis prednisolone yang digunakan secara umum bervariasi dari 1mg/kg/hari sampai 4mg/kg/hari8, walaupun respon inisial yang baik juga dilaporkan pada pemberian mega dosis metilprednisolone ( 30mg/kg/hari selama 3 hari kemudian 20 mg/kg/hari selama 4 hari, selanjutnya 10, 5, 2,1 mg/kg/hari tiap satu minggu berikutnya).14 Norton A dkk juga melaporkan hal yang sama dengan Pui dkk dan Wang bahwa kebanyakan anak berespon dengan cepat terhadap pemberian prednisone dengan dosis harian 1-2 mg/kgbb tetapi sering mengalami relaps selama penghentian obat.3,6,16 Walaupun demikian pemberian steroid tetap direkomendasikan sebagai terapi lini pertama pada anak dan dewasa karena bukan hanya luasnya pengalaman pemberiannya dibandingkan dengan imunosupresif terbaru, tetapi respon terus terlihat pada keadaan akut dan kadang-kadang respon komplit dapat dicapai.

Imunoglobulin intravena Pada pasien-pasien yang tidak respon dengan steroid atau membutuhkan steroid dosis tinggi yang tidak dapat diterima untuk mempertahankan kondisi remisi maka terapi lini pertama yang paling umum digunakan adalah IVIG. Proporsi pasien yang mengalami respon terhadap IVIG bervariasi dan pada pasien yang respon dengan IVIG dapat diperoleh normalisasi semua atau sebagian sitopenia. Dosis yang biasa digunakan 0,4g/kgbb/hari selama 4 hari bahkan direkomendasikan dosis yang lebih tinggi ( sampai 5g/kgbb) untuk memperbaiki respon AHAI.17

Belum ada studi yang menilai peranan IVIG tanpa kombinasi sebagai terapi lini pertama pada sindroma Evans, akan tetapi digunakan bersama-sama dengan steroid atau setelah gagal dengan pemberian steroid.

Gambar 1. Manajemen sindroma Evans: sebuah pendekatan sekuensial.*Terapi multiagen: steroid/IVIG/vincristine/danazol/siklosporin (Scaradavou & Bussel, 1995); vincristine/methylprednisolone/siklosporin (Williams & Boxer, 2003).

5

Page 6: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Evans, Dr Edi Hidayat

Terapi Lini KeduaTerapi lini kedua sebagai terapi sindroma Evans meliputi bahan imunosupressif

(siklosporin, mycophenolate mofetil (MMF) dan danazol), antibodi monoklonal rituximab dan kemoterapi (vincristine). Splenektomi juga dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua. Pilihan terapi lini kedua mana yang akan digunakan tergantung pada kriteria klinis khususnya usia, keparahan penyakit dan perjalanan penyakit oleh karena semua terapi ini memiliki efek samping jangka pendek dan panjang yang signifikan. Norton dkk menyarankan untuk memulai terapi dengan siklosporin yang kemudian diikuti dengan MMF16 (gambar 1). Rituximab digunakan pada pasien yang gagal berespon terhadap siklosporin dan MMF atau tetap membutuhkan steroid dosis tinggi demikian halnya dengan siklosporin/MMF.16

Tabel II. Pilihan terapi lini kedua dan ketiga sindroma Evan

Siklosporin Pertama sekali pemakaian siklosporin dilaporkan pada sindroma Evans adalah dengan dosis 5 mg/kgbb 2 x perhari selang sehari bersama dengan prednisolone untuk pengobatan seorang anak perempuan usia 6 tahun dengan hemolisis berulang yang berat mengancam jiwa dengan multiterapi termasuk steroid, IVIG, anti-limfosit globulin (ALG) dan splenektomi.18 Dalam 8 minggu terapi, hitung darah pasien mengalami perbaikan dan steroid berhasil diturunkan dari 2 mg/kgbb/hari menjadi 0,5mg/kgbb/hari. Setelah hampir dua tahun regimen ini diberikan pasien tetap terbebas dari episode hemolisis atau trombositopenia serius dan myopati terkait steroid juga teratasi.

Semenjak laporan tersebut diatas, berikutnya banyak dilaporkan keberhasilan dengan regimen yang serupa pada pasien sindroma Evans yang refrakter yang menggabungkan kortikosteroid dengan siklosporin (dosis inisial berkisar 5-10 mg/kg/hari). Studi oleh Ucar dkk, melaporkan bahwa respon komplit dipertahankan selama lebih dari 1 tahun setelah penghentian siklosporin dan prednisolone.19 Liu dkk juga melaporkan efek siklosporin pada 44 pasien AHAI dengan sindroma Evans bahwa didapati angka respon yang lebih besar pada pasien yang diobati dengan prednisolone dan danazol (89%) dibandingkan dengan yang mendapat prednisolone saja

6

Page 7: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Evans, Dr Edi Hidayat

atau kombinasi dengan danazol. Juga dilaporkan penurunan angka relaps pada kelompok yang mendapat terapi siklosporin. 20

Siklosporin juga digunakan sebagai sebagai bagian dari multi terapi. Scaradavou & Bussel menggunakan protocol ‘stepwise’: (i) steroid + IVIG; kemudian (ii) pulsed steroid intravena, IVIG, vincristine iv dan danazol oral; dan akhirnya (iii) penambahan siklosporin oral (5-6 mg/kg/hari) untuk pasien yang tidak respon.21

Mycophenolate mofetil merupakan inhibitor inosine monofospat dehidrogenase yang poten, menghambat proliferasi limfosit. Studi oleh Howard dkk pada 2 pasien dewasa dengan ITP refrakter dan AHAI memulai MMF dengan dosis 500 mg 2 kali perhari, ditingkatkan menjadi 1 gram b.i.d setelah 2 minggu. Kedua pasien mendapat prednisolone pada saat studi dimulai dan terus dilanjutkan. Pada 13-15 bulan follow-up, satu pasien mengalami respon parsial menetap dan diperkenankan untuk menurunkan dosis prednisolone, pasien lainnya mengalami respon komplit meskipun prednisolon dihentikan ( MMF tetap diteruskan).22 Sebuah studi oleh Kotb dkk (2005), pasien sindroma Evans (sebelumnya refrakter terhadap steroid dosis tinggi dan IVIG) mengalami respon komplit dengan MMF (1 gram/hari); dengan menghentikan prednisolone (2mg/kg/hari) dan mempertahankan MMF saja selama 6 bulan setelah memulai terapi.23 Studi-studi diatas menyarankan bahwa MMF dapat ditoleransi dengan baik dan mungkin bermanfaat pada sindroma Evans, dan dipercaya bahwa MMF daapt dicoba bila dengan siklosporin mengalami kegagalan, walaupun demikian dibutuhkan studi-studi lebih lanjut untuk memastikan peranannya.

Vincristine Pada sebuah review dari 10 anak dengan sindroma Evans yang diobati (Wang, 1988), empat anak yang kembali kambuh (refrakter) dengan steroid dan splenektomi mendapat terapi vincristine (1.5mg/m2/minggu i.v) selama 3 minggu. Perbaikan sementara pada ITP terlihat pada semua pasien akan tetapi setelah itu dibutuhkan pengobatan lanjutan.24

Vincristine juga digunakan sebagai bagian dari terapi multi-agen bersama-sama dengan immunosupressan lainnya (Scaradavou & Bussel, 1995; Williams & Boxer, 2003).21,25 Norton A dkk menyarankan bahwa pemberian vincristine pada sindroma Evans seharusnya dipertimbangkan sebagai terapi multi-agent dibandingkan dengan pemberian tunggal, walaupun lebih disarankan untuk memulai untuk mencoba pemberian rituximab sebelum menggunakan vincristine.16

Danazol Pemberian danazol pada sindroma Evans masih bersifat anekdot, biasanya dikombinasi dengan kortikosteroid, danazol termasuk terapi pilihan lini kedua oleh karena efek samping jangka panjangnya yang kurang serius.Pignon dkk (1993) menggunakan danazol ( 600-800mg) dan prednisolone 1mg/kg/hari sebagai terapi lini pertama. Dua pasien syndrome Evans gagal mencapai respon, walaupun satu pasien yang sebelumnya refrakter terhadap terapi mengalami respon parsial dan memiliki hemoglobin yang normal selama 77 bulan melanjutkan terapi ( 10 mg prednisolon dan 400 mg danazol perhari).26 Danazol juga termasuk dalam terapi multi-agen yang diusulkan oleh Scaradavou dan Bussel (1995).21 Kurangnya data yang berarti mempersulit dalam pembuatan rekomendasi

7

Page 8: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Evans, Dr Edi Hidayat

tentang peran danazol pada sindroma Evans. Akan tetapi mengingat danazol yang dikombinasi dengan prednisolone sebagai bagian dari protokol multi-agen (Scaradavou & Bussel, 1995) mungkin bernilai sebelum terpaksa menggunakan terapi yang lebih toksik seperti splenektomi atau transplantasi. 21

Rituximab Rituximab merupakan antibodi monoklonal tikus/manusia dengan target CD20 pada limfosit B, yang penggunaannya meningkat pada manajemen kelainan auto imun termasuk sindroma Evans. Studi-studi terkait penggunaan rituximab pada sindroma Evans dapat dilihat pada tabel III. Bukti terbaru, walaupun kebanyakan dari laporan yang bersifat anekdot, mem berikan harapan dengan respon komplit menetap sampai 17 bulan dan dilaporkan kemungkinan untuk mendapatkan respon komplit kedua atau ketiga dengan siklus yang diulang. Shanafelt dkk (2003) mengobati 4 pasien dewasa dengan rituximab (375 mg/m2). Dua pasien mengalami perbaikan pada AHAI atau ITP tetapi tidak pada keduanya; dua pasien sisanya tidak mengalami respon terhadap terapi (salah satunya wanita tua dengan karsinoma hati).27

Zecca dkk (2003) mengevaluasi efikasi rituximab dengan studi multisenter prospektif pada anak dengan AHAI refrakter, 5 diantara dengan sindroma Evans. Kisaran usia 0,3 sampai 12,5 tahun dan semuanya mendapat 2 sampai 3 siklus terapi imunosupresif sebelumnya ( termasuk kortikosteroid, IVIG, azatioprin dan siklosporin); tidak satupun yang menjalani splenektomi. Pengobatan terdiri dari rituximab intra vena mingguan (375 mg/m2/dosis) untuk 3 dosis pada emapt pasien dan 4 dosis pada satu pasien. Mayoritas pasien juga mendapat terapi kombinasi steroid dengan atau tanpa sikosporin dan atau tanpa azatioprin. Kelima pasien mengalami respon dalam 72 hari dengan sekurang-kurangnya peningkatan hemoglobin 1.5 mg/dl dan trombosit secara simultan dari rata-rata 27x109/l sebelum pengobatan menjadi 140x109/l setelah dua bulan pengobatan. Obat-obat imunsupresif kombinasi lainnya di tapering dan dihentikan dalam 25 minggu pada semua pasien. Selanjutnya pada follow-up dua pasien mengalami relaps ( pada 7 dan 8 bulan). Kemudian pada kedua pasien ini terapi rituximab menghasilkan remisi kedua; satu pasien membutuhkan 4 siklus rituximab secara total untuk keadaan relaps tetapi mencapai respon positif pada tiap pengobatan. Pada follow-up tiga pasien sisanya rata-rata 13 bulan menunjukkan remisi yang berlanjut setelah hanya dengan satu siklus terapi. Pada studi ini semua anak mendapat IVIG (0.4g/kg) setiap 3 minggu selama 6 bulan paska terapi rituximab untuk mencegah hipogamaglobulinemia yang diinduksi oleh terapi.28

Laporan kasus dengan 1 pasien sindroma Evans yang mendapat terapi rituximab dapat dilihat pada tabel III, dari 8 pasien yang digambarkan dalam laporan kasus ( Abdel-Raheem dkk, 2001; Seipet dkk, 2001; Galor & O’Brien, 2003; Knecht dkk, 2004; Mantadakis dkk 2004; Quinn dkk, 2004; Urban dkk, 2004; Jubinsky & Rashid, 2005), tujuh mendapatkan respon komplit. Dari 8 pasien ini 5orang dewasa dan 3 anak; hanya yang tidak respon adalah pasien anak yang mengalami sindroma Evans fatal refrakter terhadap semua pengobatan 10 bulan setelah transplantasi sumsum tulang dengan donor tidak bertalian darah (Urban dkk, 2004).12,29,30,31,32,33,14,34 Pada setiap kasus dosis rituximab yang diberikan adalah 375 mg/m2 dengan variasi jadwal dosis ( paling umum 1x/minggu untuk 4 dosis). Komplikasi yang terjadi terkait

8

Page 9: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Evans, Dr Edi Hidayat

rituximab pada studi-studi ini minimal. Penggunaan infus IVIG profilaksis setelah terapi rituximab tidak tercatat pada kebanyakan laporan ini dan tidak terdapat efek samping serius yang diakibatkan oelh rituximab. Hal ini bertolak belakang dengan studi terapi rituximab yang diberikan pada kondisi lain ( seperti reaktivasi hepatitis B, pure red cell aplasia sekunder terhadap infeksi parvovirus B19 dan varisela visceral fatal; Bermudez dkk, 2000; Dervite dkk, 2001; Song dkk 2002).

Walaupun masih relatif sedikitnya laporan penggunaan rituximab, khususnya pada anak, belum jelasnya efek samping jangka panjang yang dapat terjadi, hasil terbaru yang menjanjikan yang digambarkan diatas memberi kesan bahwa rituximab sekurang-kurangnya sama efektifnya dan lebih aman dibandingkan dengan splenektomi. Norton A dkk, menawarkan rituximab sebagai terapi sindroma Evans yang resisten terhadap terapi lini pertama dan siklosporin/MMF sebagai alternative terhadap splenektomi.16

Tabel III. Rituximab untuk pengobatan sindroma Evans

Splenektomi Walaupun splenektomi merrupakan terapi lini kedua pada pasien-pasien sitopenia autoimun (ITP atau AHAI) yang gagal atau relaps terhadap terapi standar dengan steroid +/- IVIG, peranan splenektomi dalam manajemen sindroma Evans masih belum jelas. Secara umum, angka respon terhadap splenektomi pada sindroma Evans lebih buruk dibandingkan dengan

9

Page 10: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Evans, Dr Edi Hidayat

angka respon 70-75 % yang dilaporkan pada ITP kronik. Walaupun splenektomi sering menghasilkan perbaikan yang segera atau bahkan normalisasi hitung darah yang sempurna, respon ini seringkali bersifat transien dan relaps terjadi pada kebanyakan kasus 1-2 bulan setelah splenektomi3,8 tanpa memandang apakah steroid paska operasi dilanjutkan6

Terapi Lini KetigaMayoritas pasien akan berespon terhadap terapi lini pertama atau kedua, sekurang-kurangnya selama beberapa tahun. Akan tetapi pada pasien dengan penyakit yang berat akan relaps meskipun dengan terapi lini kedua, sehingga pilihan lainnya harus dipertimbangkan. Terapi lini ketiga yang utama meliputi siklofosfamid, alemtuzumab atau transplantasi sumsum tulang. Untuk pasien dewasa yang lebih tua transplantasi bukanlah pilihan, oleh karena mortalitas dan angka kegagalannya yang tinggi.

Siklofosfamid Terdapat sedikit laporan penggunaan siklofosfamid pada sindroma Evans. Siklofosfamid dilaporkan untuk menginduksi remisi trombositopenia pada pasien sindroma Evans yang refrakter terhadap terapi lain dengan dosis 1-2 mg/kg/hari secara oral selama 2-3 bulan (Wang dkk, 1988; Gombakins dkk, 1999).24,35 Brodsky dkk (1998) menjelaskan pemberian siklofosfamid dosis tinggi (200mg/kg) pada 3 pasien dengan kondisi auto imun berat ( sindroma Evans, ITP atau AHAI).36

Alemtuzumab Sedikit data yang mempublikasikan tentang penggunaan Alemtuzumab pada sindroma Evans. Willis dkk (2001) mengobati 21 pasien dengan sitopenia autoimun, 3 diantaranya dengan sindroma Evans, dan ketiganya refrakter terhadap pengobatan sebelumnya, yang meliputi prednisolone, IVIG, vincristine, azatioprine, siklosporin dan siklofosfamid. Alemtuzumab diberikan dengan dosis 10 mg/hari selama 10 hari dengan 10infuse intravena. Respon dijumpai pada 2 dari 3 pasien dengan sindroma Evans; akan tetapi keduanya relaps pada 3 bulan. Kedua pasien respon terhadap siklus kedua walaupun satu orang mengalami relaps kembali pada 19 bulan dan yang lainnya meninggal karena metastase lima bulan setelah menyempurnakan terapi. Pasien ketiga dengan sindroma Evans hanya mengalami respon sementara dan meninggal akibat perdarahan serebral 80 hari setelah terapi ( Willis dkk, 2001).37

Terapi lainnya Terapi dan obat immunosupresif lainnya telah dicoba pada sindroma Evans meliputi azatioprine, ALG, 6-tioguanine, tacrolimus, anti-D dan plasmaparesis dengan hasil yang bervariasi. Peranan obat-obat ini dalam pencapaian respon sulit untuk dijelaskan oleh karena penggunaannya bersama-sama dengan terapi lainnya (Matthew dkk, 1997), laporan tentang penngunaannya juga terbatas.Transplantasi sumsum tulangTransplantasi sumsum tulang autolog dan allogenik telah digunakan pada sejumlah kecil pasien sindroma Evans. Secara keseluruhan sekitar 50 % pasien hidup dengan respon komplit.

Tabel IV. Transplantasi sumsum tulang pada sindroma Evans

10

Page 11: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Evans, Dr Edi Hidayat

PROGNOSASebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sindroma Evans ditandai oleh

episode relaps dan remisi dari ITP dan AHAI yang berulang. Pada beberapa pasien kelihatannya pengobatan jangka panjang hanya dapat dicapai dengan transplantasi sum-sum tulang. Pada follow-up jangka panjang kebanyakan dilaporkan episode ITP lebih sering terjadi dan lebih sulit dikontrol dibandingkan dengan AHAI. Data survival jangka panjang masih sangat terbatas. Dari 75 pasien yang difollow-up untuk rata-rata 3,7 dan 8 tahun (kisaran 4 bulan-19 tahun) menunjukkan angka mortalitas berturut-turut adalah 7%, 36% dan 30 % (Wang, 1988).24

Penyebab kematian terutama dikaitkan dengan perdarahan dan sepsis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Evans, RS., Takahashi, K. & Duane, RT. Primary thrombocytopenic purpura and acquired hemolytic anemia. Archives of Internal Medicine, 1951;87:48-65.

2. Silverstein, MN & Heck FJ. Acquired hemolytic anemia and associated thrombocytopenic purpura: with special reference to Evans syndrome. Mayo Clinic Proceedings, 1962;78:1340-1346.

3. Pui C, Williams J & Wang W. Evans syndrome in childhood. The Journal of Pediatrics, 1980;97:754-758.

4. Savasan S, Warrier I & Ravindranath Y. The spectrum of Evans syndrome. Archives of Disease in Childhood. 1997;77:245-248.

5. Teachey DT, Manno CS, Axsom KM dkk. Unmasking Evans syndrome: T-cell phenotype and apoptotic response reveal autoimmune lymphoproliperative syndrome (ALPS). Blood, 2005;105:2443-2448.

6. Wang W, Herrod H, Pui C dkk. Immunoregulatory abnormalities in Evans syndrome. American Journal of Hematology. 1983;15:381-390.

7. Karakantza M, Moukaki A, Theodopoulou M dkk. Th1 and Th2 cytokines in a patients with Evans syndrome and profound lymphopenia. British Journal of Haematology. 2000;110:968-970.

11

Page 12: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Evans, Dr Edi Hidayat

8. Mathew P, Chen G, Wang W. Evans syndrome: result of a national survey. Journal of Pediatric Hematology/Oncology. 1997;19:433-437.

9. Fagiolo E. Platelet and leukocyte antibodies in autoimmune hemolytic anemia. Acta Haematologica. 1976;56:97-106.

10. Schneppenheim R, Budde U, Hassenpflug W et al. Severe ADAMTS-13 deficiency in childhood. Seminars in Haematology.2004;41:83-89.

11. Marsh JH, Colbourn DS, Donovan D et al. Systemic Castleman’s disease in association with Evans syndrome and vitiligo. Medical Pediatric Oncology. 1990;18:169-172.

12. Abdel-Raheem MM, Potti A, Kobrinsky N. Severe Evans syndrome secondary to interleukin-2 therapy: treatment with chymeric monoclonal anti CD20 antibody. Annals of Hematology, 2001;80:543-545.

13. Kamekazi K, Fukuda T, Makino S et al. Evans Syndrome following autologous peripheral blood stem cell transplantation for non-Hodgkin’s lymphoma. Clinical Haematology, 2004;26-291-293.

14. Urban C, Benesch M, Sovinz P et al. Fatal Evans syndrome after matched unrelated donor transplantation for hyper-IgM syndrome. European Journal of Haematology, 2004; 72:444-447.

15. Ozsoylo F. Megadose methylprednisolone for Evans syndrome. Pediatric Hematology and Oncology.2000;17:727-728.

16. Norton A, Roberts I. Management of Evans syndrome. British Journal of Haematology. 2005;132:125-137.

17. Hilgartner MW, Bussel J. Use of intravenous gamma globulin for the treatment of autoimmune neutropenia of childhood and autoimmune hemolytic anemia. American Journal of Medicine. 1987;83:25-29.

18. Rackoff WR, Manno CS. Treatment of refractory Evans syndrome with alternate-day cyclosporine and prednisolone. The American Journal of Pediatric Hematology/Oncology. 1994;16:156-159.

19. Ucar B, Akg}un N, Durmus¸ et al. Treatment of refractory Evans’ syndrome with cyclosporine and prednisolone. Pediatrics International, 1999; 41: 104–107.

20. Liu H, Shao Z, Jing L. The effectiveness of cyclosporine A in the treatment of autoimmune hemolytic anemia and Evans syndrome. Zhonghua Xue Ye Xue Za Zhi. 2001;22:581-583.

21. Scaradavou A, & Bussel J. Evans Syndrome. Results of a pilot study utilizing a multiagent treatment protocol. Journal of Pediatric Hematology/Oncology, 1995;17: 290–295.

22. Howard J, Hoffbrand AV, Prentice HG & Mehta A. Mycophenolate mofetil for the treatment of refractory autoimmunehaemolytic anaemia and autoimmune thrombocytopenic purpura. British Journal of Haematology, 2002;117:712–715.

12

Page 13: Diagnosis Dan Penatalaksanaan Sindroma Evans, Dr Edi Hidayat

23. Kotb R, Pinganaud C, Trichet C, et al. Efficacy of mycophenolate mofetil in adult refractory autoimmune cytopenias: a single center preliminary study. European Journal of Haematology.2005;75: 60–64.

24. Wang, W. Evans syndrome in childhood: pathophysiology, clinical course, and treatment. The American Journal of Pediatric Hematology/Oncology.1988;10:330–338.

25. Williams, J.A. & Boxer, L.A, Combination therapy for refractory idiopathic thrombocytopenic purpura in adolescents. Journal of Pediatric Hematology/Oncology, 2003; 25: 232–235.

26. Pignon J, Poirson E. & Rochant H. Danazol in autoimmune haemolytic anaemia. British Journal of Haematology,1993:83:343–345.

27. Zecca M, Nobili B, Ramenghi U, Perrotta, S. Rituximab for the treatment of refractory autoimmune hemolytic anemia in children. Blood, 2003;101:3857–3861.

28. Shanafelt T.D, Madueme HL, Wolf RC , et al. Rituximabfor immune cytopenia in adults: idiopathic thrombocytopenicpurpura, autoimmune hemolytic anemia, and Evanssyndrome. Mayo Clinic Proceedings 2003;78:1340–1346.

29. Seipelt G, Bohme A, Korschmieder S. Effective treatment with rituximab in a patient with prolymphocytoid transformed B-chronic lymphocytic leukemia and Evans syndrome. Annals of Hematology, 2001;80:170–173.

30. Galor A, O’Brien T. Rituximab treatment for relapsed autoimmune hemolytic anemia in Evans syndrome. European Journal of Haematology 2003;78:335–336.

31. Knecht H, Baumberger M, Tobon A. Sustained remission of CIDP associated with Evans syndrome. Neurology, 2003;63:730–732.

32. Mantadakis E, Danilatou V, Stiakaki E, at al. Rituximab for refractory Evans syndrome and other immunemediated hematologic diseases. American Journal of Hematology, 2004;77:303–310.

33. Mantadakis E, Danilatou V, Stiakaki E, et al. Rituximab for refractory Evans syndrome and other immunemediatedhematologic diseases. American Journal of Hematology, 2004;77:303–310.

34. Jubinsky PT, Rashid N. Successful treatment of a patient with mixed warm and cold antibody-mediated Evans syndrome and glucose intolerance. Pediatric Blood Cancer, 2005;44:,1–4.

35. Gombakis N, Trahana M., Athanassiou M, et al. Evans syndrome: successful management with multiagent treatment including intermediate-dose intravenous cyclophosphamide. Journal of Pediatric Hematology/Oncology, 1999;21: 248–249.

36. Brodsky RA, Petri M, Smith BD, S, et al. Immunoablativehigh-dose cyclophosphamide without stem cell rescue for refractory,severe autoimmune disease. Annals of Internal Medicine, 1998;129: 1031–1035.

37. Willis F, Marsh JCW, Bevan DH, et al. The effect of treatment with Campath-1H in patients withautoimmune cytopenias. British Journal of Haematology, 2001;114:891–898.

13