diagnosis dan manajemen alergi protein susu sapi pada bayi

Upload: rhanieraja

Post on 03-Apr-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    1/18

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Latar belakang

    Alergi protein susu sapi merupakan suatu alergi yang sering terjadi pada bayi.

    Manifestasi klinis yang timbul dapat bermacam-macam dan dapat terjadi disemua organ baik

    itu di saluran saluran napas, kulit, maupun saluran cerna bahkan bila berat dapat terjadi reaksi

    anafilaktik yang berbahaya dan dapat mengancam kehidupan. Anamnesis mengenai riwayat

    atopi dalam keluarga sangat membantu untuk deteksi dini alergi susu sapi ini, sehingga

    pemeriksaan dan prosedur diagnostik yang tepat sangat diperlukan untuk proses

    penatalaksanaan selanjutnya.

    Tujuan

    Tujuan saya mempresentasikan jurnal ini karena banyak sekali kasus alergi susu sapi

    dengan manifestasi klinik yang berbeda-beda sehingga kita membutuhkan informasi yang

    lebih baik agar dapat mendiagnosis dan menatalaksana penyakit ini dengan tepat. Diharapkan

    apa yang diinformasikan dalam jurnal ini dapat membantu saya dan rekan - rekan dokter

    muda untuk dapat mendiagnosis dan memberikan tatalaksana yang tepat pada penderita alergi

    susu sapi khususnya pada bayi maupun anak yang mempunyai riwayat atopi dalam keluarga.

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    2/18

    2

    BAB II

    DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN ALERGI PROTEIN SUSU SAPI

    PADA BAYI

    Latar belakang

    Alergi protein susu sapi (CMPA) sering dicurigai pada bayi dengan bermacam-

    macam gejala yang timbul. Melalui riwayat keluarga dan pemeriksaan klinik yang tepat,

    sangat penting untuk menyingkirkan penyakit penyerta lain dan untuk mengevaluasi tingkat

    keparahan alergi tersebut. Pengawasan harus dilakukan untuk mendiagnosis CMPA dengan

    tepat untuk menghindari diet yang tidak perlu.

    Sumber data

    Kami membuat rekomendasi berdasarkan penelitian dari kepustakaan yang sistematik

    dengan menggunakan petunjuk yang tersedia dari PubMed, indeks kumulatif untuk

    keperawatan dan kesehatan dan bibliografi.

    Hasil

    Skin prick test (SPT), Patch Test dan serum spesifik IgE dindikasikan untuk

    pemeriksaan CMPA. Pemberian ASI pada bayi menurunkan risiko perkembangan CMPA;

    eliminasi makanan untuk ibu di anjurkan bila CMPA muncul. Jika tes provokasi makanan

    positif pada pemberian susu formula, susu formula terhidrolisa panjang (extensive hydrolized

    formula) dan diet bebas susu sapi sangat dianjurkan. Jika gejala tidak berkurang, susu

    formula asam amino harus dipertimbangkan. Pada CMPA yang berat dengan gejala yang

    mengancam jiwa, susu formula asam amino sangat di anjurkan.

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    3/18

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    4/18

    4

    dermatitis atopi dan timbul pada lebih dari setengah pasien dengan CMPA.(10) Pada pasien

    tersebut, biasanya didapatkan skin prick test (SPT) positif (indurasi >3mm) atau serum

    spesifik imunoglobulin E (IgE) positif.(10)

    Reaksi cepat yang lain disebabkan oleh hipersensitifitas protein makanan yang

    memicu sindrom enterokolitis. Hal ini dapat disebabkan oleh protein susu sapi, tetapi

    kemungkinan dengan IgE negatif. Hal ini dikenal sebagai kesatuan alergi yang terpisah pada

    awal kehidupan muncul dengan gejala gastrointestinal yang berat dan asidosis metabolik.

    Jumalah susu sapi yang dapat menimbulkan gejala reaksi cepat bervariasi, mulai dari satu

    tetes sampai lebih dari 150 mL, yang menunjukkan bahawa beberapa pasien mentoleransi

    jumlah susu sapi yang banyak sebelum muncul gejala. Reaksi lambat seperti dermatitis atopi

    atau manifestasi gastrointestinal seperti proctocolitis atau enteropati biasanya muncul setelah

    berjam - jam atau berhari - hari. Secara imunologi, CMPA dapat karena diperantarai IgE atau

    tidak diperantarai IgE. Reaksi diperantarai IgE secara klinik lebih sering terjadi pada tipe

    cepat dan dapat dipastikan dengan SPT atau serum spesifik IgE. Reaksi tidak diperantarai IgE

    disebabkan oleh respon sel imun atau campuran respon imun dimana sel imun dan IgE yang

    berperan. Tipe reaksi ini lebih sulit dibuktikan oleh pemeriksaan yang spesifik.

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    5/18

    5

    Tabel. Manifestasi Klinik Pada Alergi Protein Susu Sapi

    Manifestasi BeratSaluran Cerna

    Gagal Tumbuh

    Anemia Defisiensi Besi

    EnteropatiKulit

    Dermatitis berat/ Dermatitis eksudat

    Saluran Napas

    Edema Laring

    Umum

    Reaksi anafilaksis

    Manifestasi Ringan-SedangSaluran Cerna

    Regurgitasi dan muntah

    DiareKonstipasi

    Kolitis

    Kolik / Nyeri abdomen

    Kulit

    Dermatitis Atopi

    Angio-edema

    Urtikaria

    Bibir Bengkak

    Saluran Napas

    Rinitis

    Konjungtivitis

    Wheezing

    Umum

    Iritabilitas

    Diagnosis

    Tidak ada pemeriksaan diagnostik rutin yang tersedia dalam keadaan klinis atau

    pemeriksaan CMPA dengan lengkap. Melalui riwayat termasuk riwayat atopi dalam keluarga

    dan pemeriksaan klinik yang tepat merupakan kunci dalam proses diagnosis. Petugas medis

    dapat melakukan SPT (dengan menggunakan susu sapi segar atau semua ekstrak protein susu

    sapi), determinasi IgE spesifik ataupatch test, tetapi hanya menunjukkan sensitisasi terhadap

    substrat dan bukan bukti yang tepat untuk reaksi alergi. Berdasarkan studi terbaru, sensitifitas

    SPT adalah masing - masing 31,8 dan 90,2, dan masing-masing 20,5% dan 88,9% untuk

    spesifik IgE. Pada kasus dimana provokasi makanan tidak bisa dilakukan, SPT dan IgE dapat

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    6/18

    6

    digunakan. Laju pertumbuhan CMPA bervariasi antara 30% dan 79% pada CMPA

    diperantarai IgE; penilaian IgE berturut-turut dapat ditujukan dalam proses ini.(15) Jika serum

    spesifik IgE dan atau SPT pada saat diagnosis negatif, toleransi terhadap reaksi akut kecil.

    Sebaliknya, bila titer IgE tinggi persisten dapat meningkatkan risiko perkembangan kondisi

    atopi seperti asma, rinokonjungtivitis dan dermatitis atopi. Tes patch, masih menjadi topik

    yang sedang di teliti yang dapat membantu dalam diagnosis reaksi alergi yang tidak terkait

    IgE.

    Prosedur diagnostik provokasi

    Double-blind placebo controlled challenge adalah baku emas dalam diagnosis

    CMPA. Tetapi pada praktiknya hanya uji provokasi terbuka (open challenge) yang sering

    dilakukan. Pada pasien dengan suspek CMPA mengikuti diet bebas susu sapi selama 2-4

    minggu. Pasien dapat diberi susu formula extensive hidrolized(eHF) dan asi tetapi ibu harus

    diet bebas susu sapi. Jika pasien memiliki alergi terhadap susu sapi makan manifestasi klinik

    akan hilang. Protein susu sapi diperkenalkan kembali kemudian secara perlahan - lahan tetapi

    gejala klinik harus dipantau. Risiko melakukan uji provokasi terbuka adalah melebihkan

    diagnosis.(16)Double-blind placebo controlled challenge akan membutakan pasien dan dokter

    mengenai penggunaan protein susu sapi dan merupakan pengukuran objektif untuk

    menegakkan diagnosis. Sayangnya, pemeriksaan ini sangat mahal, memerlukan persiapan

    yang panjang, waktu yang lama dan sulit dilakukan.(17)

    Petugas medis sangat diperlukan saat uji provokasi karena keparahan gejala tidak

    dapat di prediksi. (18,19) Ketika pemeriksaan penunjang alergi (serum IgE, SPT) negatif,

    manifestasi klinis yang mengancam kehidupan sangat jarang terjadi dan tidak perlu dirawat di

    Rumah Sakit tetapi tetap dalam pengawasan dokter,(20) tetapi pada pasien dengan riwayat

    reaksi berat atau IgE yang tinggi, diindikasikan untuk dirawat di Rumah Sakit sesuai protokol

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    7/18

    7

    yang berlaku. Tes provokasi dapat ditunda pada kasus dengan gejala berat atau ketika pasien

    masih dalam masa penyembuhan dari eliminasi makanan. Pada kasus dengan riwayat reaksi

    anafilaktik terhadap susu sapi, tes provokasi ini masih diperdebatkan. Ketika CMPA

    terdeteksi, bayi harus dijaga dengan eliminasi makanan sampai berusia 9-12 bulan atau

    sekurang-kurangnya 6 bulan, saat terjadi pertama kalinya. Tes provokasi yang baru dilakukan

    kemudian. Anak-anak dengan manifestasi klinik alergi yang tidak muncul saat tes provokasi

    dan sampai satu minggu kemudian dapat kembali pada diet normal.

    Pada pasien dengan CMPA diberi susu formula asam amino karena manifestasi alergi

    masih terjadi saat menggunakan susu eHF, perdebatan mengenai tes provokasi dengan eHF

    atau susu formula standar masih berlangsung. Setelah fase inisial, gejala alergi tidak kambuh

    pada penggunaan eHF, penggunaan susu formula dapat digunakan sebagai terapi yang lebih

    murah.(21) Dimana pada pasien yang sama, kekambuhan gejala setelah uji provokasi dengan

    susu formula susu sapi normal dapat lebih besar.

    Diagnosis banding

    Daftar panjang potensial diagnosis pada CMPA termasuk infeksi virus repetitif dan

    intoleransi laktosa transien. Kondisi tersebut dapat timbul, sebagai contoh, masalah

    regurgitasi terjadi pada 20% bayi, dengan atau tanpa CMPA. Disisi lain, gastroesofageal

    refluks telah disebutkan sebagai kemungkinan manifestasi CMPA.(22) CMPA juga

    berhubungan dengan kolik pada bayi; CMPA berkontribusi terhadap kolik kira-kira 10% dari

    kolik pada bayi.(23)

    Walaupun pada beberapa bayi kecil, diduga terdapat hubungan antara dermatitis atopi

    dan CMPA, banyak kasus dermatitis atopi yang tidak berkaitan. Pada bayi yang lebih kecil

    dan atau pada dermatitis atopi yang lebih berat, gejala yang lebih hebat dapat terjadi. (24)

    Reaksi terhadap makanan lain (khususnya telur dan kedelai, gandum, ikan dan kacang) terjadi

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    8/18

    8

    berkali-kali dan sering disertai dengan CMPA.(25) Oleh karena itu, semua makanan yang

    mengandung zat-zat tersebut dihindari selama eliminasi makanan.

    Manajemen CMPA

    Prinsip manajemen CMPA berbeda antara pemberian asi dan susu formula.

    Manajemen CMPA pada pemberian ASI eksklusif

    ASI adalah baku emas pemberian nutrisi pada bayi dan di rekomendasikan secara

    eksklusif sekurang-kurangnya pada empat bulan pertama kehidupan. (26) Hanya sekitar 0.5%

    bayi dengan ASI eksklusif menunjukkan reaksi klinik CMP, sebagian besar gejala ringan

    sampai sedang.(2)

    Gejala yang mengancam kehidupan pada bayi dengan ASI penderita CMPA sangat

    jarang, tetapi beberapa kasus berat kehilangan protein enteropati dan dermatitis atopi pernah

    dilaporkan.(25) Banyak beberapa penyakit penyerta yang harus dicari pada beberapa kasus

    berat.

    Karena banyaknya kelebihan dari ASI, dokter harus menganjurkan untuk meneruskan

    pemberian asi, bahkan pada bayi dengan CMPA. Eliminasi diet susu sapi bagi ibu

    diindikasikan kemudian. Pengawasan yang ketat untuk menghindari CMP sangat penting

    pada bayi yang sudah diberi makanan pendamping.(2,4) Eliminasi diet pada pemberian asi

    terhadap ibu dan anak harus dilanjutkan selama minimal dua sampai empat minggu. Pada

    kasus dermatitis atopi, gejala mungkin tidak muncul setelah dua sampai empat minggu.

    Pengalaman klinik menunjukkan bahwa protein makanan lain seperti telur, kacang, ikan dan

    gandum kemungkinan sensitif pada bayi melalui asi. Jika demikian, eliminasi diet harus

    segera dilakukan. Nasihat pakar diet sering menganjurkan untuk membantu ibu untuk

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    9/18

    9

    menjaga keseimbangan nutrisi makanan; intake kalsium yang adekuat (1000 mg perhari)

    membutuhkan perhatian khusus.

    Bila gejala hilang, susu sapi dimasukkan kembali pada diet ibu setelah 2-4 minggu.

    Bila gejala kambuh, susu harus di eliminasi dari diet ibu selama memberi asi. Ketika ibu

    ingin menyapih, bayi harus diberi eHF. Ketika eliminasi diet tidak memperberat gejala atau

    pasien menjadi asimptomatik pada pemberian kembali protein spesifik, ibu harus kembali

    pada diet normalnya.

    Fig 1. Ketetapan untuk diagnosis dan pengobatan alergi protein susu sapi (CMPA) pada bayi

    yang diberi ASI dengan gejala ringan sampai sedang

    Manajemen CMPA pada pemberian susu formula.

    Manifestasi ringan - sedang

    Pada pemberian susu formula dengan gejala CMPA ringan sedang," susu formula

    terapi" adalah pilihan utama. Menurut kepustakaan, susu formula terapi dapat ditoleransi

    sedikitnya 90% pada bayi dengan CMPA.(27,28)

    Penilaian klinik dicurigai CMPA

    Eliminasi susu sapi dari diet ibu selama

    2-4 minggu

    Perbaikan Klinis

    Masukkan kembali susu sapi

    ke dalam diet ibu

    Perbaikan Klinis

    Ibu kembali ke diet normal

    Manifestasi klinis berulang

    Ibu diet bebas susu sapi, pemberian suplemen

    kalsium, susu formula extensive hidrolized setelah ASI

    Tidak ada Perbaikan Klinis

    Ibu kembali ke diet normal

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    10/18

    10

    Banyak eHF mengandung air dadih (air susu sapi setelah bagian kentalnya diambil),

    kasein dan protein lainnya sebagai sumber untuk memenuhi kriteria susu formula asam amino

    (AAF). Sepanjang diagnosis eliminasi diet, semua intake makanan lain harus dihentikan

    untuk menghindari misinterpretasi manifestasi karena alergen lain. Diet bebas CMP harus

    dijaga selama paling sedikit enam bulan. Untuk menjaga kesimbangan diet, bantuan pakar

    diet sering dibutuhkan.

    Karena reaksi silang tinggi (mencapai 80%) dan masukan nutrisi yang tidak adekuat,

    penggunaan susu binatang dihindari.(29-31)beras yang terhidrolisa, tersedia dibeberapa negara,

    dapat digunakan sebagai alternatif pada pengobatan CMPA.(32-34) Walaupun demikian,

    beberapa protein yang terhidrolisa yang terlepas dari zat aslinya mempunyai residu alergen

    tertentu. Gejala sisa pada eHF sering karena mekanisme tidak terkait IgE. (21) Kegagalan eHF

    dapat mencapai 10% pada anak-anak dengan CMPA pusat perawatan tersier.

    Walaupun eHF adalah pilihan pengobatan pada bayi yang diberi susu formula, AAF

    terkadang dapat dianjurkan bila gejala bertahan selama 2-4 minggu menggunakan eHF. AAF

    tidak memiliki residual alergen, AAF adalah formula yang murni dibuat secara kimia, bukan

    merupakan turunan dari susu sapi (atau protein lainnya) mengandung asam amino terisolasi

    bukan peptida. Jika gejala bertahan dengan penggunaan AAF, diagnosis CMPA harus

    dipertanyakan.

    Manifestasi berat

    Bayi dengan CMPA yang diberi susu formula harus diberi AAF, eliminasi diet yang

    paling efektif. Tidak ada kejadian spesifik penggunaan AAF pada gejala yang berat, tetapi

    risiko yang memperburuk kehilangan berat badan dan kekurangan nutrisi lebih lanjut dengan

    ini dapat diminimalkan. Pasien dengan ancaman kehidupan, terutama dengan gejala

    pernapasan atau reaksi anafilaksis perlu segera dirujuk ke unit gawat darurat terdekat.

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    11/18

    11

    Fig. 2. Ketetapan untuk diagnosis dan pengobatan alergi protein susu sapi pada bayi yang

    diberi susu formula

    Susu kedelai pada CMPA

    Sulit untuk berdiskusi mengenai penggunaan susu kedelai pada susu formula bayi,

    beberapa kelompok ilmiah mempunyai rekomendasi yang berbeda. Ada kesepakatan yang

    menyatakan: kejadian alergi kedelai pada susu formula kedelai dapat dibandingkan dengan

    CMPA pada formula susu sapi bayi.(10) Khususnya, bayi dengan alergi makanan multipel dan

    enterokolitis eosinofilik juga bereaksi dengan protein kedelai.(36) Oleh karena itu, perbedaan

    kelompok spesialisasi mempunyai pendirian berbeda mengenai penggunaan susu kedelai

    pada CMPA, tetapi susu formula kedelai ini tidak direkomendasikan sebelum umur enam

    bulan.(27,35,37,38) Kedelai dapat digunakan sebagai alternatif, kemungkinan reaksi silang harus

    Manifestasi klinis CMPA dengan IgE positif,

    skin prick tes positif dan patch tes positif

    Gejala ringan-sedang

    Formula extensively

    hydrolized 2-4 minggu

    Perbaikan klinis

    Uji provokasi

    Gejala berulang

    Formula extensively

    hydrolized selama 6

    bulan atau sampai umur

    9-12 bulan

    Gejala tidak

    berulang

    Perkenalkan

    kembali susu sapi

    Tidak ada

    Perbaikan

    klinis

    Gejala berat

    susu formula asam amino

    Tidak ada

    perbaikan

    klinis

    diagnostic

    workup

    penyakitpenyerta

    lainnya

    Perbaikan

    klinis

    Uji

    provokasi

    di rumahsakit

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    12/18

    12

    dipikirkan, beberapa budaya dimana proses hidrolisasi dengan enzim babi menjadi masalah

    sulit dicerna pada usia enam bulan.

    Pencegahan

    Faktor predisposisi genetik, faktor lingkungan dan pengaruh paparan alergen pada

    awal kehidupan mungkin berpedan dalam perkembangan alergi. (39) Tidak ada data pada

    perkembangan CMPA pada pasien dengan riwayat atopi dalam keluarga ataupun tidak.

    Keseluruhan riwayat (termasuk riwayat atopi dalam keluarga) dan pemeriksaan fisik yang

    tepat adalah bagian terpenting dalam diagnosis. Terlepas dari atopi heretider, asi eksklusif

    tetap menjadi nutrisi terbaik bagi semua bayi sampai umur 4-6 bulan, bahkan sebagai

    pencegahan terhadam CMPA. Bila pemberian asi bukan sebagai pilihan, susu formula

    terhidrolisa yang terbukti kemanjurannya direkomendasikan pada bayi yang memiliki

    risiko(40) dikombinasi dengan pencegahan makanan padat dan susu sapi pada saat yang

    bersamaan.(26)

    Kesimpulan

    CMPA dapat muncul pada bayi dengan asi dan susu formula. Manifestasinya tidak

    jelas dan riwayat keseluruhan dan pemeriksaan yang tepat adalah dasar diagnosis.

    Pemeriksaan dengan SPT, serum spesifik IgE atau tes patch, kurang spesifik dan double blind

    placebo controlled food challenge merupakan gold standar.

    Walaupun beberapa kelompok telah menerbitkan rekomendasi,(4,7,41) perdebatan

    mengenai manajemen CMPA masih tetap pada penetapan awal yang dipilih, misalnya solusi

    yang lebih murah dan efisien. Pemberian asi tetap menjadi pilihat terbaik dan termurah

    sebagai makanan pada bayi sehat, bahkan pada CMPA. Ketika asi tidak menjadi pilihan, eHF

    pada CMPA direkomendasikan oleh perkumpulan di Eropa.

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    13/18

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    14/18

    14

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Hill DJ, Firer MA, Shelton MJ, Hosking CS. Manifestations of milk allergy ininfancy: clinical and immunologic findings. J Pediatr 1986;109:270-276.

    2. Host A. Frequency of cow's milk allergy in childhood. Ann Allergy Asthma Immunol2002;89:33-37.

    3. Fiocchi A, Brozek J, Schunemann H, Bahna SL, von Berg A, Beyer K, et al. WorldAllergy Organization (WAO) Diagnosis and Rationale for Action against Cow's Milk

    Allergy (DRACMA) Guidelines. Pediatr Allergy Immunol 2010;21 Suppl 21:1-125.

    4. Vandenplas Y, Koletzko S, Isolauri E, Hill D, Oranje AP, Brueton M, et al.Guidelines for the diagnosis and management of cow's milk protein allergy in infants.

    Arch Dis Child 2007;92:902-908.

    5. Vieira MC, Morais MB, Spolidoro JV, Toporovski MS, Cardoso AL, Araujo GT, etal. A survey on clinical presentation and nutritional status of infants with suspected

    cow' milk allergy. BMC Pediatr 2010;10:25.

    6. Fiocchi A, Schunemann HJ, Brozek J, Restani P, Beyer K, Troncone R, et al.Diagnosis and Rationale for Action Against Cow's Milk Allergy (DRACMA): a

    summary report. J Allergy Clin Immunol 2010;126:1119-1128.e1112.

    7. Allen KJ, Davidson GP, Day AS, Hill DJ, Kemp AS, Peake JE, et al. Management ofcow's milk protein allergy in infants and young children: an expert panel perspective.

    J Paediatr Child Health 2009;45:481-486.

    8. Kneepkens CM, Meijer Y. Clinical practice. Diagnosis and treatment of cow's milkallergy. Eur J Pediatr 2009;168:891-896.

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    15/18

    15

    9. Boyce JA, Assa'ad A, Burks AW, Jones SM, Sampson HA, Wood RA, et al.Guidelines for the Diagnosis and Management of Food Allergy in the United States:

    summary of the NIAIDsponsored expert panel report. J Am Diet Assoc;111:17-27.

    10.Klemola T, Vanto T, Juntunen-Backman K, Kalimo K, Korpela R, Varjonen E.Allergy to soy formula and to extensively hydrolyzed whey formula in infants with

    cow's milk allergy: a prospective, randomized study with a follow-up to the age of 2

    years. J Pediatr 2002;140:219-224.

    11.Vanto T, Juntunen-Backman K, Kalimo K, Klemola T, Koivikko A, Koskinen P, et al.The patch test, skin prick test, and serum milk-specific IgE as diagnostic tools in

    cow's milk allergy in infants. Allergy 1999;54:837-842.

    12.Sicherer SH, Noone SA, Koerner CB, Christie L, Burks AW, Sampson HA.Hypoallergenicity and efficacy of an amino acid based formula in children with cow's

    milk and multiple food hypersensitivities. J Pediatr 2001;138:688-693.

    13.Costa AJ, Sarinho ES, Motta ME, Gomes PN, de Oliveira de Melo SM, da Silva GA.Allergy to cow's milk proteins: what contribution does hypersensitivity in skin tests

    have to this diagnosis? Pediatr Allergy Immunol 2011;22:e133-138.

    14.Wood RA. The natural history of food allergy. Pediatrics 2003;111:1631-1637.15.Shek LP, Soderstrom L, Ahlstedt S, Beyer K, Sampson HA. Determination of food

    specific IgE levels over time can predict the development of tolerance in cow's milk

    and hen's egg allergy. J Allergy Clin Immunol 2004;114:387-391.

    16.Venter C, Pereira B, Voigt K, Grundy J, Clayton CB, Gant C, et al. Comparison ofopen and double-blind placebo-controlled food challenges in diagnosis of food

    hypersensitivity amongst children. J Hum Nutr Diet 2007;20:565-579.

    17.Bindslev-Jensen C, Ballmer-Weber BK, Bengtsson U, Blanco C, Ebner C, HourihaneJ, et al. Standardization of food challenges in patients with immediate reactions to

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    16/18

    16

    foodsposition paper from the European Academy of Allergology and Clinical

    Immunology. Allergy 2004;59:690-697.

    18.Barbi E, Gerarduzzi T, Longo G, Ventura A. Fatal allergy as a possible consequenceof long-term elimination diet. Allergy 2004;59:668-669.

    19. Flinterman AE, Knulst AC, Meijer Y, Bruijnzeel-Koomen CA, Pasmans SG. Acuteallergic reactions in children with AEDS after prolonged cow's milk elimination diets.

    Allergy 2006;61:370-374.

    20.Bock SA, Sampson HA, Atkins FM, Zeiger RS, Lehrer S, Sachs M, et al. Double-blind, placebo-controlled food challenge (DBPCFC) as an office procedure: a manual.

    J Allergy Clin Immunol 1988;82:986-997.

    21.Vanderhoof JA, Murray ND, Kaufman SS, Mack DR, Antonson DL, Corkins MR, etal. Intolerance to protein hydrolysate infant formulas: an underrecognized cause of

    gastrointestinal symptoms in infants. J Pediatr 1997;131:741-744.

    22.Hill DJ, Heine RG, Cameron DJ, Catto-Smith AG, Chow CW, Francis DE, et al. Roleof food protein intolerance in infant with persistent distress attributed to reflux

    esophagitis. J Pediatr 2000;136:641-647.

    23.Jakobsson I, Lindberg T. Cow's milk proteins cause infantile colic in breast-fedinfants: a double-blind crossover study. Pediatrics 1983;71:268-271.

    24.Isolauri E, Tahvanainen A, Peltola T, Arvola T. Breast-feeding of allergic infants. JPediatr 1999;134:27-32.

    25.Saarinen UM, Kajosaari M. Breastfeeding as prophylaxis against atopic disease:prospective follow-up study until 17 years old. Lancet 1995;346:1065-1069.

    26.Host A, Halken S, Muraro A, Dreborg S, Niggemann B, Aalberse R, et al. Dietaryprevention of allergic diseases inN infants and small children. Pediatr Allergy

    Immunol 2008;19:1-4.

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    17/18

    17

    27.American Academy of Pediatrics. Committee on Nutrition. Hypoallergenic infantformulas. Pediatrics 2000;106:346-349.

    28.Giampietro PG, Kjellman NI, Oldaeus G, Wouters-Wesseling W, Businco L.Hypoallergenicity of an extensively hydrolyzed whey formula. Pediatr Allergy

    Immunol 2001;12:83-86.

    29.Restani P, Gaiaschi A, Plebani A, Beretta B, Cavagni G, Fiocchi A, et al. Cross-reactivity between milk proteins from different animal species. Clin Exp Allergy

    1999;29:997-1004.

    30.Restani P, Beretta B, Fiocchi A, Ballabio C, Galli CL. Crossreactivity betweenmammalian proteins. Ann Allergy Asthma Immunol 2002;89:11-15.

    31.Spuergin P, Walter M, Schiltz E, Deichmann K, Forster J, Mueller H. Allergenicity ofalpha-caseins from cow, sheep, and goat. Allergy 1997;52:293-298.

    32.Terracciano L, Isoardi P, Arrigoni S, Zoja A, Martelli A. Use of hydrolysates in thetreatment of cow's milk allergy. Ann Allergy Asthma Immunol 2002;89:86-90.

    33.Savino F, Castagno E, Monti G, Serraino P, Peltran A, Oggero R, et al. Z-score ofweight for age of infants with atopic dermatitis and cow's milk allergy fed with a rice-

    hydrolysate formula during the first two years of life. Acta Paediatr Suppl

    2005;94:115-119.

    34.Reche M, Pascual C, Fiandor A, Polanco I, Rivero-Urgell M, Chifre R, et al. Theeffect of a partially hydrolysed formula based on rice protein in the treatment of

    infants with cow's milk protein allergy. Pediatr Allergy Immunol;21:577-585.

    35.ESPGHAN Committee on Nutrition, Agostoni C, Axelsson I, Goulet O, Koletzko B,Michaelsen KF, et al. Soy protein infant formulae and follow-on formulae: a

    commentary by the ESPGHAN Committee on Nutrition. J Pediatr Gastroenterol Nutr

    2006;42:352-361.

  • 7/28/2019 Diagnosis Dan Manajemen Alergi Protein Susu Sapi Pada Bayi

    18/18

    18

    36.Nowak-Wegrzyn A, Sampson HA, Wood RA, Sicherer SH. Food protein-inducedenterocolitis syndrome caused by solid food proteins. Pediatrics 2003;111:829-835.

    37.Bocquet A, Bresson JL, Briend A, Chouraqui JP, Darmaun D, Dupont C, et al. Infantformulas and soy protein-based formulas: current data. Arch Pediatr 2001;8:1226-

    1233.

    38.Bhatia J, Greer F. Use of soy protein-based formulas in infant feeding. Pediatrics2008;121:1062-1068.

    39.Wahn U. Aspects of nutritional management of food allergy. Pediatr AllergyImmunol 2001;12 Suppl 14:75-77.

    40.Osborn DA, Sinn J. Formulas containing hydrolysed protein for prevention of allergyand food intolerance in infants. Cochrane Database Syst Rev 2006:CD003664.

    41.Kemp AS, Hill DJ, Allen KJ, Anderson K, Davidson GP, Day AS, et al. Guidelinesfor the use of infant formulas to treat cows milk protein allergy: an Australian

    consensus panel opinion. Med J Aust 2008;188:109-112.