diagnosa askep dm fix 1-diah

7
HASIL DISKUSI B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL 1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dengan faktor risiko kurang pengetahuan tentang manajemen diabetes (mis., rencana tindakan), kurang manajemen diabetes (mis., rencana tindakan), serta manajemen medikasi. Disini, kami mengangkat diagnose ini karena Ny. M telah didiagnosis mengidap diabetes mellitus sejak tahun 1985 dan pada tahun 2012 sempat mendapat terapi novorapid. Dalam hal ini, kami berpendapat bahwa terdapat kemungkinan klien tidak patuh obat atau tidak patuh terhadap manajemen medikasi. Saat pengkajian dengan melakukan pengecekan terhadap GDS klien, menunjukkan hasil yakni pada 06.00/11.00/17.00 memiliki GDS berturut-turut 411/254/126 mg/dL. Dengan adanya variasi kadar glukosa darah dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang manajemen diabetes. Sehingga, hal ini dapat memunculkan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah pada pemeriksaan selanjutnya. 2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan faktor risiko disfungsi endokrin dan muntah. Disini, kami mengangkat diagnose ini karena pasien mengalami muntah yang dapat mempengaruhi kadar kalium dan klorin pasien. Hal tersebut sesuai dengan kadar elektrolit pasien yakni kalium rendah (normal dewasa:

Upload: mahanatalya

Post on 07-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

poo

TRANSCRIPT

HASIL DISKUSI

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL

1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dengan faktor risiko kurang pengetahuan tentang manajemen diabetes (mis., rencana tindakan), kurang manajemen diabetes (mis., rencana tindakan), serta manajemen medikasi.

Disini, kami mengangkat diagnose ini karena Ny. M telah didiagnosis mengidap diabetes mellitus sejak tahun 1985 dan pada tahun 2012 sempat mendapat terapi novorapid. Dalam hal ini, kami berpendapat bahwa terdapat kemungkinan klien tidak patuh obat atau tidak patuh terhadap manajemen medikasi. Saat pengkajian dengan melakukan pengecekan terhadap GDS klien, menunjukkan hasil yakni pada 06.00/11.00/17.00 memiliki GDS berturut-turut 411/254/126 mg/dL. Dengan adanya variasi kadar glukosa darah dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang manajemen diabetes. Sehingga, hal ini dapat memunculkan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah pada pemeriksaan selanjutnya.2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan faktor risiko disfungsi endokrin dan muntah.

Disini, kami mengangkat diagnose ini karena pasien mengalami muntah yang dapat mempengaruhi kadar kalium dan klorin pasien. Hal tersebut sesuai dengan kadar elektrolit pasien yakni kalium rendah (normal dewasa: 3.5-5 mEq/L), dan klorin rendah (normal dewasa: 95-105 mEq/L). Dengan kondisi pasien yang memunculkan respon muntah setiap kali makan, maka akan berisiko terhadap gangguan elektrolit selanjutnya baik itu semakin menurunnya kadar kalium dan klorin serta berisiko terhadap menurunnya kadar natrium karena muntah meskipun saat ini kadar natrium klien berada pada rentang normal (natrium dewasa normal: 135-145 mEq/L). Di samping itu, risiko ketidakseimbangan elektrolit juga berhubungan dengan faktor risiko disfungsi endokrin dimana pada diagnose medis disebutkan bahwa pasien mengidap diabetes mellitus tipe 2 yang disebabkan oleh resistensi insulin.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan kurang minat pada makanan dan ketidakmampuan memakan makanan.

Disini, kami mengangkat diagnose ini karena pasien mengalami respon mual, sensasi muntah, dan tidak nafsu makan sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit hingga pada pengkajian saat pasien sudah dipindahkan ke ruangan. Pada kasus juga terdapat data kadar keton dalam urin klien bernilai positif (0.3), dimana keton merupakan hasil metabolism lemak (aseton dan asetoasetat) yang mengindikasikan bahwa kebutuhan karbohidrat untuk dimetabolisme oleh tubuh tidak tercukupi dengan optimal. Hal ini dapat dipengaruhi oleh 2 keadaan yakni riwayat diabetes klien (resistensi hormone insulin untuk membawa glukosa masuk ke dalam sel) maupun gastritis erosive klien (yang mengakibatkan mukosa lambung terluka dan memberikan respon nyeri pada perut dan kehilangan nafsu makan serta mual muntah). Ini berarti bahwa keadaan tersebut harus ditangani sehingga kebutuhan nutrisi klien dapat tercukupi kembali.

4. Risiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko penyakit kronis diabetes mellitus.

Disini, kami mengangkat diagnose ini karena adanya peningkatan leukosit Ny. M yang mencapai 11.530, dimana pada normalnya jumlah leukosit wanita adalah 5000-10.000. Peningkatan jumlah leukosit menunjukkan adanya peradangan atau infeksi. Pada kasus, pasien yang memiliki riwayat diabetes mellitus serta riwayat amputasi memiliki risiko terjadinya infeksi. Namun, kadar leukosit Ny. M yang telah meningkat menunjukkan kemungkinan sedang mengalami infeksi (factual) yang diakibatkan karena gastritis erosive. Laju Endap Darah (LED) pasien yang tinggi (normal wanita dewasa: 0 - 20mm/jam) juga menunjukkan adanya peradangan, inflamasi, dan infeksi. Pada kasus juga disebutkan bahwa albumin pasien menurun (albumin dewasa normal: 3.8-5.1 g/dL) yang dapat menjadi pertanda fase akut respon kekebalan tubuh setelah terjadi infeksi (Agung, 2005).5. Mual berhubungan dengan gangguan biokimia yaitu ketoasidosis diabetic, iritasi lambung, dan nyeri yang ditandai dengan keengganan terhadap makanan, sensasi muntah, dan melaporkan mual.

Disini, kami mengangkat diagnose ini karena Ny. M mengatakan kehilangan nafsu makan bahkan sempat beberapa kali mengalami muntah yang sebelumnya diikuti dengan sensasi mual. Dalam hal ini, mual juga kami hubungkan dengan ketoasidosis diabetic karena ditemukan nilai keton pasien 0.3. Sedangkan, seharusnya nilai keton dalam urin (keton dalam darah) adalah negative. Ketoasidosis diabetic juga dapat menimbulkan respon mual. Di samping itu, pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut skala 3 yang menjadi manifestasi klinis dari gastritis erosive pasien, yang juga menimbulkan respon mual.6. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera kimia dan iritasi lambung yang ditandai dengan perubahan selera makan, perubahan tekanan darah, dan perilaku distraksi (aktivitas yang berulang yakni sering tiduran).

Disini, kami mengangkat diagnose ini karena pada kasus, Ny. M dikatakan memiliki hasil EGD yang menunjukkan bahwa pasien menderita gastritis erosssiva sedang. Gastritis akut erosiva (disebut juga gastritis reaktif) adalah peradangan pada mukosa lambung yang terjadi karena pajanan beberapa faktor atau agen termasuk obat anti inflamasi non steroid (OAINS), kokain, refluk garam empedu, dan iskemi yang mengakibatkan kondisi hemoragi, erosi, dan ulkus (Muttaqin, 2011 hlm:385). Hal ini juga diperkuat oleh data subjektif nyeri pada perut skala 3 (nyeri ringan). Pada kasus juga menyebutkan bahwa pasien mual dan nafsu makan menurun, lemah, dan sering tidur yang merupakan manifestasi klinis dari gastritis erosive. Kami memilih faktor nyeri akut berhubungan dengan agens cedera kimia karena pasien memiliki riwayat medikasi dengan obat valsatran yang memiliki efek samping menyebabkan mual dan nyeri perut (Pupitorini, 2009).

7. Keputusasaan berhubungan dengan penurunan kondisi fisiologis yang ditandai dengan isyarat verbal.

Disini, kami mengangkat diagnose ini karena dalam kasus disebutkan bahwa Ny. M merasa sedih dan putus asa diakibatkan karena perubahan kondisi fisiologisnya seperti nyeri perut, mual, muntah, kehilangan nafsu makan dan merasa lemah. Pasien mengatakan bahwa sedih dan ingin segera sembuh dan cepat pulang untuk dapat bertemu dengan cucunya.

8. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan hambatan kognitif dan ketidakcukupan sumber daya yang ditandai dengan menunjukkan kurang pengetahuan tentang praktik kesehatan dan ketidakmampuan bertanggung jawab untuk memenuhi praktik kesehatan dasar.

Disini, kami mengangkat diagnose ini karena Ny. M hanya merupakan tamatan SMP yang berisiko terhadap sulitnya menerima informasi tentang cara pemenuhan kesehatannya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya data ketidakstabilan glukosa darah walaupun pasien sudah mengidap diabetes mellitus selama 29 tahun (mengidap DM tipe 2 sejak umur 22 tahun dan kini usia pasien 51 tahun), dimana seharusnya pasien dapat menjadikan cara pengontrolan gula darahnya (baik itu secara farmakologis maupun pola hidup) sebagai kebiasaan sehingga tidak mengalami peningkatan glukosa darah yang tinggi dan tidak stabil (seperti pada kasus).

DAFTAR PUSTAKA

Agung, M., Hendri, W. (2005). Pengaruh Kadar Albumin Serum dalam Jurnal: Hubungan Kadar Albumin dengan Penyembuhan Luka pada Pasien Post Operasi Laparatomy di Ruang Mawar Rumah Sakit Slamet Riyadi Surakarta.Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosis Keperawatan NANDA International 2012-2014. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Kumala Sari Arief. (2011). Gangguan Gastrointestinal-Gastritis hal. 385. Jakarta: Salemb.Pupitorini, Myra. (2009). Penanganan Hipertensi. Jogjakarta: Image