dheherheherhehr

Upload: denis-christian-lampus

Post on 12-Oct-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkjytkjkj

TRANSCRIPT

  • SKRIPSI

    HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DENGAN

    STATUS GIZI SISWA SD INPRES 2 PANNAMPU

    KECAMATAN TALLO KOTA MAKASSAR

    TAHUN 2012

    MUHAMMAD FAISAL

    K 211 08 306

    Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

    Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Gizi

    FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2012

  • PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

    Yang bertanda tangan dibawah ini :

    Nama : Muhammad Faisal

    NIM : K211 08 306

    Program Studi : Ilmu Gizi

    Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya susun ini

    benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan

    atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan

    bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia

    menerima sangsi atas perbuatan tersebut.

    Makassar, Agustus 2012

    Yang Menyatakan,

    MUHAMMAD FAISAL

  • RINGKASAN

    Universitas Hasanuddin

    Fakultas Kesehatan Masyarakat

    Program Studi Ilmu Gizi

    MUHAMMAD FAISAL

    HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DENGAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH KELAS IV DAN V SD INPRES 2 PANNAMPU

    KECAMATAN TALLO KOTA MAKASSAR TAHUN2012 (xv + 94 Halaman + 10 Tabel + 2 Gambar + 7 Lampiran)

    Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena anak usia tersebut adalah

    generasi penerus bangsa. Pertumbuhan anak usia sekolah yang optimal tergantung

    pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang benar. Dalam masa

    pertumbuhan tersebut pemberian nutrisi pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan

    dengan sempurna. Banyak sekali masalah yang ditimbulkan dalam pemberian

    makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan

    gangguan pada banyak organ dan sistem tubuh anak.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara

    asupan gizi mikro dengan status gizi pada anak kelas IV & V di SD Inpres 2

    Pannampu Makassar. Jenis Penelitian ini merupakan penelitian analitik

    observasional dengan desain Cross Sectional. Pengambilan sampel dilakukan

    menggunakan teknik Proporsional Random Sampling dengan jumlah sampel 82

    orang. Pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan data sekunder dan data

    primer. Pengolahan dan analisis data dengan menggunakan beberapa program

    komputer yaitu SPSS versi 16, Nutrisurvey, dan WHO Antro plus 2007.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan vitamin

    A (p=0,013) dan Zink (p=0,015) dengan status gizi menurut indikator IMT/U

    serta tidak ada hubungan antara asupan vitamin C (0,820), vitamin D (0,340), Fe

    (0,382), yodium (0,511) dan Ca (p=0,306) dengan status gizi menurut indikator

    IMT/U. Ada hubungan antara vitamin D (p=0,047), yodium (p=0.019) dan Ca

    (p=0,047) dengan status gizi menurut indikator TB/U serta tidak ada hubungan

    antara asupan vitaminA (p=0,622), vitamin C (p=0,412), Fe (p=0,388) dan Zink

    (p=0,416) dengan status gizi menurut indikator TB/U.

    Dari hasil penelitian disarankan kepada anak sekolah dasar agar

    mengkonsumsi makanan yang bervariasi, kepada pihak sekolah agar memantau

    status gizi siswa melalui pengukuran antropometri secara rutin dan kepada

    petugas kesehatan, disarankan agar lebih meningkatkan program penyuluhan

    tentang gizi seimbang kepada anak sekolah dasar.

    Daftar Pustaka : 59 (1985-2012)

    Kata Kunci : Zat Gizi Mikro, Status Gizi anak Sekolah

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Illahi Rabbi atas izin-Nya hingga penulis dapat

    merampungkan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar

    Muhammad SAW yang telah menanamkan kesabaran dan semangat perjuangan

    bagi semua umatnya.

    Selesainya penulisan ini tidak terlepas dari aral dan hambatan, tetapi

    berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat

    mengatasi semua itu. Oleh karenanya, dengan segala keikhlasan dan kerendahan

    hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

    kepada Bapak Dr. Saifuddin Sirajuddin, MS dan ibu Ulfah Najamuddin, S.Si,

    M.Kes selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah meluangkan waktu

    dan pikiran untuk memberikan petunjuk dan arahan kepada penulis. Perkenankan

    pula penulis dengan segala rasa hormat menghaturkan terima kasih yang sebesar-

    besarnya kepada

    1. Bapak Dr. Djunaedi M Dachlan, MS selaku penasehat akademik yang telah

    dengan sabar memberikan bimbingan, arahan dan nasehat selama penulis

    menempuh pendidikan di FKM Unhas.

    2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Prof.Dr. HM. Alimin Maidin, MPH

    dan Pembantu Dekan, Staf Pengajar serta seluruh karyawan atas bantuan dan

    kerjasamanya.

    3. Ibu Dr. Dra. Nurhaedar Jafar, Apt., M.Kes selaku Ketua Program Studi

    Ilmu Gizi, dan selaku penguji atas saran, bimbingan dan masukan serta

  • motivasinya dalam penyusunan skripsi maupun kegiatan pendidikan yang

    selama ini dijalani penulis.

    4. Bapak Abdul Salam, SKM, M.Kes selaku penguji atas saran, bimbingan dan

    masukan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

    5. Ibu Dr. Suriah, SKM, M.Kes selaku penguji atas saran, bimbingan dan

    masukan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

    6. Bapak Gubernur Sulawesi Selatan, bapak Walikota Makassar, dan Kepala

    Dinas Pendidikan Kota Makassar beserta stafnya atas bantuan memberikan

    izin dan rekomendasi penelitiannya.

    7. Ibu Kepala Sekolah SD Inpres 2 Pannampu besrta stafnya atas segala

    bantuan dan kerjasamanya selama melakukan penelitian.

    8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

    atas segala jerih payah dan pengorbanan dalam memberikan pengetahuan ilmu

    gizi dan kesehatan selama ini.

    9. Para staf dan pegawai di Program Studi Ilmu gizi dan Akademik Fakultas

    Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin yang telah membantu segala

    proses hingga selesainya skripsi ini.

    10. Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2008, terkhusus sahabat-sahabat rantau

    Aldhy Gilar Permana, Putra Perdana K, Muhammad Fadli, Muhammad

    Ikhsan A, La Ode Ahmad Mardin, Irfan, dan La Ode Abd Malik yang

    telah memberikan pelajaran kepada peneliti tentang arti sebuah pertemanan,

    persahabatan, dan kebersamaan, Thanks for this beautiful friendship,terima

  • kasih atas perhatian dan dukunganta selama ini kawan. Hidup MAHASISWA,

    Hidup MAHAGIPALA.

    11. Kanda-kanda senior dan adik-adik Angk. 2009, 2010, dan 2011 yang selama

    ini menjadi teman berbagi pemikiran dan pendapat di saat berlangsungnya

    proses-proses kemahasiswaan di kampus ungu tercinta ini.

    12. Kepada Om Rajab, Om Said dan Alm. Tante Oci yang telah memberikan

    bantuan moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan

    hinggan kejenjang S1.

    13. Dan juga kepada seluruh pihak yang tidak sempat disebutkan namanya satu

    persatu yang telah memberikan bantuan moril dan materil, sehingga dapat

    terselesaikannya skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan

    yang setinggi-tingginya.

    Akhirnya, sembah sujud penulis haturkan kepada kedua orang tua tercinta

    Ayahanda Alm. H. Marsuki dan Ibunda Hj. Sitti Rohani yang telah memberikan

    doa restu, cinta dan pengorbanan yang tulus sedari kecil hingga penulis bisa

    menjadi seperti sekarang ini. Untuk Kakakku yang tersayang, Masriadi, SKM

    terima kasih atas dukungan moral dan materilnya selama penulis menjalani proses

    perkuliahan.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

    karena itu sangat diharapkan tegur sapa yang sehat dan kritikan yang sifatnya

    membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

    Semoga amal dan bantuan dari semua pihak mendapat pahala dari Allah

    SWT, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukan. Amin

  • Makassar, Juli 2012

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    HAL

    HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

    LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii

    LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

    PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................ iv

    RINGKASAN ............................................................................................... v

    KATA PENGANTAR .................................................................................. vi

    DAFTAR ISI ................................................................................................. x

    DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang .......................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah..................................................................... 10

    C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 10

    D. Manfaat Penelitian .................................................................... 11

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Umum tentang Anak Sekolah Dasar ......................... 12

    B. Tinjauan Umum tenang Status Gizi .......................................... 15

    C. Tinjauan Umum tentang Gizi Mikro ........................................ 30

    D. Kerangka Teori ......................................................................... 43

    E. Kerangka Konsep ...................................................................... 44

  • F. Definisi Operasional ................................................................. 45

    G. Hipotesis Penelitian .................................................................. 47

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian ......................................................................... 48

    B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 48

    C. Populasi dan Sampel ................................................................. 48

    D. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 50

    E. Pengolahan Data ....................................................................... 51

    F. Analisis Data............................................................................. 53

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian ......................................................................... 54

    B. Pembahasan .............................................................................. 72

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan ............................................................................... 88

    B. Saran ........................................................................................ 89

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 90

    LAMPIRAN

  • DAFTAR TABEL

    Tabel Hal

    Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi 2005 ...................................................... 42

    Tabel 2.2 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif .................................. 45

    Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden SD Inpres 2 Pannampu

    Makassar Tahun 2012 .................................................................. 55

    Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Keluarga responden SD Inpres 2

    Pannampu Makassar Tahun 2012 ................................................ 56

    Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Penyakit Yang Pernah

    Diderita Selama Sebulan Terakhir SD Inpres 2 Pannampu

    Makassar Tahun 2012 .................................................................. 57

    Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi (TB/U) SD

    Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 .................................. 58

    Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi (IMT/U) SD

    Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun 2012 .................................. 58

    Tabel 4.6 Distribusi Asupan Gizi Mikro Responden Siswa SD Inpres

    2 Pannampu Makassar Tahun 2012 ............................................. 59

  • Tabel 4.7 Hubungan Antara Asupan Gizi Mikro dengan Status Gizi

    Berdasarkan IMT/U SD Inpres 2 Pannampu Makassar

    Tahun 2012 .................................................................................. 60

    Tabel 4.8 Hubungan Antara Asupan Gizi Mikro dengan Status Gizi

    Berdasarkan TB/U SD Inpres 2 Pannampu Makassar Tahun

    2012 .............................................................................................. 67

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar Hal

    1. Kerangka Teori................................................................................... 43

    2. Kerangka Konsep ............................................................................... 44

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran

    1. Formulir Kuesioner Penelitian

    2. Food Models

    3. Surat Ijin Penelitian

    4. Surat Telah Melakukan Penelitian

    5. Master Tabel Penelitian

    6. HasilAnalisis Data

    7. Foto-foto kegiatan

    8. Daftar Riwayat Hidup

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh sumber

    daya manusia yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang

    tangguh, mental yang kuat, dan kesehatan yang prima serta cerdas. Bukti

    empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat terkait hubungannya dengan

    status gizi yang dalam hal ini adalah status gizi baik. Status gizi yang baik

    ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi dan penyakit infeksi.

    Secara tidak langsung keadaan ini dipengaruhi oleh pola asuh dalam

    keluarga, ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik.

    Apabila kasus gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi salah

    satu faktor pengambat dalam pembangunan nasional (Djaroh, 2010).

    Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena anak usia tersebut

    adalah generasi penerus bangsa. Pertumbuhan anak usia sekolah yang optimal

    tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang benar.

    Dalam masa pertumbuhan tersebut pemberian nutrisi pada anak tidak selalu

    dapat dilaksanakan dengan sempurna. Banyak sekali masalah yang

    ditimbulkan dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang.

    Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ dan sistem

    tubuh anak (Judarwanto, 2006).

    Anak sehat menunjukkan gejala dan tanda pertumbuhan dan

    perkembangan yang memuaskan, yaitu dapat mencapai potensi genetik secara

  • optimal. Salah satu faktor lingkungan fisik yang amat penting agar tumbuh

    kembang anak berlangsung secara optimal adalah zat gizi harus dicukupi oleh

    makanan sehari-hari (Sayogo, 2006). Pertumbuhan berkaitan dengan masalah

    perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ

    maupun individu. (Soetjiningsih, 1998).

    Indonesia pada saat ini mengalami permasalahan beban ganda

    masalah gizi, di mana ketika permasalahan gizi kurang belum terselesaikan,

    muncul permasalahan gizi lebih. Gizi kurang banyak dihubungkan dengan

    penyakit infeksi, maka gizi lebih atau obesitas dianggap sebagai sinyal awal,

    dan munculnya kelompok penyakit-penyakit degeneratif/non infeksi yang

    sekarang ini banyak terjadi di seluruh pelosok Indonesia. Fenomena ini sering

    dikenal dengan sebutan New World Syndrom atau Sindrom Dunia Baru.

    Tingginya prevalensi obesitas, gizi lebih, hipertensi, dislipidemi dan beberapa

    penyakit degeneratife lainnya, menyebabkan tingginya angka morbiditas dan

    mortalitas di Indonesia (Hamam, 2005).

    Berdasarkan data SUSENAS yang diolah oleh Jahari (2000)

    menunjukkan bahwa upaya yang telah dilakukan untuk memperbaiki

    pertumbuhan anak-anak Indonesia belum dapat dikatakan optimal. Angka gizi

    buruk ternyata masih fluktuatif dan keadaan terbaik, yakni prevalensinya

    paling rendah justru dicapai pada tahun 1989 yaitu 6,04%. Pada tahun 1999

    jumlah anak dengan status gizi buruk adalah 7,76% (Khomsan Ali, 2004).

    Lebih dari sepertiga (36,1%) anak usia sekolah di Indonesia tergolong

    pendek ketika memasuki sekolah, hal ini mengindikasikan adanya kurang gizi

  • kronis. Prevalensi anak pendek dari tahun ke tahun menunjukkan tidak

    adanya perubahan yang berarti. Perubahan yang terjadi hanya sedikit sekali

    yaitu 39,8% pada tahun 1994 menjadi 36,1% pada tahun 1999. Data secara

    nasional tentang tinggi badan anak di 5 propinsi ditemukan prevalensi anak

    pendek di kota besar 43,9% dan di desa 51,3% dan secara total ditemukan

    prevalensi anak pendek 49,3% (Jamaluddin, 2008)

    Penelitian yang dilakukan terhadap 600.000 anak sekolah dasar di 27

    Provinsi menunjukkan bahwa pada umumnya anak sekolah dasar hanya

    mengkonsumsi 70% dari kebutuhan energy setiap harinya, oleh karena itu

    sangat diperlukan penambahan dalam bentuk makanan jajanan (Agresta,

    2005).

    Masalah kekurangan zat gizi khususnya KEP menjadi perhatian

    karena berbagai penelitian menunjukkan adanya efek jangka panjang yaitu

    terhadap pertumbuhan manusia. Kenaikan akan jumlah zat gizi diperlukan

    untuk pertumbuhan kegiatan fisik tambahan, lagi pula anak umur ini sangat

    peka terhadap penyakit infeksi dan penyakit menular yang dapat

    menghabiskan simpanan zat gizi tubuh. Jadi apabila penyediaan makanan

    keluarga tersebut kurang atau hanya makan 2 kali sehari, maka seringkali

    anak dari kelompok usia sekolah ini akan peka terhadap gizi kurang.

    Terpenuhinya pangan yang berkualitas dan berkuantitas pada usia sekolah

    akan meningkatkan kesehatan dan kualitas sumber daya manusia (Nursiah,

    2003).

  • Whatever was the father of a disease, an ill diet was the mother

    (George Herbert pada tahun 1660 seperti dikutip Jellife et al) dua hal yang

    dianggap paling umum menjadi penyebab masalah gizi di masyarakat,

    penyakit infeksi dan asupan gizi rendah hingga menyebabkan defisiensi

    secara nisbi (Suryani,2007).

    Beberapa penelitian menggambarkan masalah gizi anak sekolah yaitu

    penelitian yang menemukan 54% anak sekolah mengalami obesitas, 26,8%

    gizi kurang, dan 24,9% stunting. Hasil penelitian di Makassar ( 2000 )

    menggambarkan, status gizi normal 45,28%, gizi kurang 36,79%, gizi buruk

    17,92%. Perkembangan anak yang normal 75,5% dan meragukan 5,6%,

    abnormal 18,9%. Di Jepang melaporkan peningkatan prevalensi obesitas dari

    5% ke 11% pada anak Jepang pada umur 6 14 tahun (Hamam, 2005).

    Dari hasil Survei Kesehatan Daerah Kabupaten Samosir Tahun 2006,

    menurut indeks BB/U diperoleh status gizi usia anak sekolah di Kecamatan

    Pangururan terdapat gizi buruk sebanyak 12,5%, gizi kurang sebanyak 31%,

    gizi baik sebanyak 55,4% dan gizi lebih sebanyak 1,1 %. Menurut indeks

    TB/U diperoleh status gizi anak usia sekolah sangat pendek sebanyak 27,2%,

    pendek sebanyak 28,3% dan normal sebanyak 44,6%. Menurut indeks BB/TB

    diperoleh status gizi anak usia sekolah dasar sangat kurus sebanyak 8,7%,

    kurus sebanyak7,6%, normal sebanyak 76,1% dan gemuk sebanyak 7,6 %.

    Berdasarkan hasil penelitian Hidayati, dkk (2007) di sekolah dasar di wilayah

    Kartasura, terdapat 28,17 % siswa yang berstatus gizi kurang, 64,79% siswa

    berstatus gizi normal, dan 7,04% siswa berstatus gizi lebih.

  • Menurut data riskesdas 2007 prevalensi kurus pada anak umur 6-14

    tahun menurut jenis kelamin dan provinsi di Indonesia yaitu pada laki-laki

    sebesar 13,3% dan perempuan 10,9%. Sedangkan prevalensi BB lebih pada

    laki-laki 9,5% dan perempuan 6,4%. Sedangkan di Sulawesi Selatan

    prevalensi kurus pada laki-laki sebesar 15,5% dan perempuan 13,4%.

    Sedangkan prevalensi BB lebih pada laki-laki 7,4% dan perempuan 4,8%.

    Menurut data riskesdas 2010, status gizi umur 6-12 tahun (IMT/U) di

    Indonesia, yaitu prevalensi sangat kurus sebesar 4,6 %, kurus sebesar 7,6%,

    gemuk sebesar 9,2% dan normal sebesar 78,6%. Sedangkan di Sulawesi

    Selatan, prevalensi sangat kurus sebesar 4,2%, kurus sebesar 8,4%, gemuk

    sebesar 3,9% dan normal sebesar 83,5%. Sedangkan prevalensi (TB/U) di

    Indonesia yaitu, sangat pendek sebesar 15,1 %, pendek sebesar 20,5% dan

    normal sebesar 64,5%. Di Sulawesi Selatan, prevalensi sangat pendek sebesar

    13,2 %, pendek sebesar 26,9% dan normal sebesar 59,9%. Sulawesi Selatan

    termasuk 20 provinsi dengan prevalensi kependekan di atas prevalensi

    kependekan nasional.

    Salah satu kelompok umur yang berisiko terjadinya gizi lebih adalah

    kelompok umur usia sekolah. Hasil penelitian Husaini yang dikutip oleh

    Hamam (2005), mengemukakan bahwa, dari 50 anak laki-laki yang

    mengalami gizi lebih, 86% akan tetap obesitas hingga dewasa dan dari 50

    anak perempuan yang obesitas akan tetap obesitas sebanyak 80% hingga

    dewasa. Obesitas permanen, cenderung akan terjadi bila kemunculannya pada

    saat anak berusia 5 7 tahun dan anak berusia 4 11 tahun, maka perlu

  • upaya pencegahan terhadap gizi lebih dan obesitas sejak dini (usia sekolah)

    (Aritonang, 2003).

    Secara umum dampak yang ditimbulkan akibat gizi lebih, adalah

    gangguan psiko-sosial, yang berakibat pada rasa rendah diri, depresi dan

    menarik diri dari lingkungan, dan gangguan pertumbuhan fisik, gangguan

    pernafasan, gangguan endokrin, obesitas yang menetap hingga dewasa dan

    penyakit degeneratif, yang berakibat pada timbulnya hipertensi, penyakit

    jantung koroner, diabetes mellitus dan lain sebagainya (Imam, 2005).

    Selain itu, anak usia SD juga cenderung kurus. Jika pada usia SD

    sudah kurus, maka cenderung tidak ada perubahan sampai Sekolah Menengah

    Atas (SMA). Tubuh yang lebih kurus mengindikasikan asupan gizi yang

    kurang. Akibatnya, anak menjadi tidak aktif bergerak. Asupan gizi yang

    kurang mengakibatkan penyerapan ilmu selama sekolah tidak maksimal.

    Anak menjadi susah konsentrasi, cenderung malas, sering menguap, dan tidak

    kreatif mencari pemecahan masalah. "Kondisi ini tentu harus segera

    diperbaiki. Jika tidak, masa depan cerah yang ingin dicapai Indonesia masih

    harus dipertanyakan (Saptawati, 2011).

    Meskipun hubungan antara stunting (tinggi terhadap umur) dan kurus

    (berat terhadap tinggi) berbeda secara demografi untuk setiap Negara, namun

    WHO menginterpretasikan tingginya prevalensi stunting di negara-negara

    berkembang menunjukkan kekurangan asupan makanan bergizi, tingginya

    angka kesakitan akibat penyakit infeksi, atau kombinasi dari dua keadaan

    tersebut (Faharuddin, 2012).

  • Sebagai akibat lebih lanjut dari tingginya angka stunting pada masa

    balita dan tidak adanya pencapaian perbaikan pertumbuhan (catch-up growth)

    yang sempurna pada masa berikutnya, maka banyak ditemukan anak-anak

    bertumbuh pendek pada usia sekolah. Diperkirakan setengah dari jumlah anak

    sekolah di wilayah Asia menderita stunting, yang terutama diakibatkan oleh

    kurangnya asupan energi protein dan defisiensi mikronutrien pada masa

    pertumbuhannya (Faharuddin, 2012).

    Kondisi stunting menunjukkan pertumbuhan linear buruk yang

    terakumulasi akibat gizi dan kesehatan yang buruk. Stunting usia dini

    berhubungan dengan kejadian kemunduran mental pada tingkat intelegensi

    anak, perkembangan psikomotorik, kemampuan motorik yang baik, dan

    integrasi saraf-saraf neuron. Stunting juga berhubungan dengan kapasitas

    mental dan kondisi pembelajaran anak yang akan berpengaruh terhadap

    kapasitas kerjanya pada saat dewasa (Faharuddin, 2012).

    Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa anak yang

    kekurangan gizi memiliki tingkat kecerdasan (IQ) lebih rendah. Pada tahap

    awal, konsekuensi defisiensi mikronutrien akibat kekurangan gizi selama

    masa anak-anak hanya mengakibatkan anoreksia, namun hal ini akan

    berbahaya jika berlangsung kronis. Anak yang mengalami kurang energi

    protein (KEP) mempunyai mempunyai IQ lebih rendah 10-13 poin

    dibandingkan anak yang tidak KEP. Anak yang mengalami anemia

    mempunyai IQ lebih rendah 5-10 poin dibandingkan yang tidak anemia. Anak

    yang mengalami gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) mempunyai IQ

  • lebih rendah 50 poin dibandingkan anak yang tidak mengalami GAKI. Anak

    yang menderita kurang gizi (stunted) berat mempunyai rata-rata IQ lebih

    rendah 11 poin dibandingkan rata-rata anak-anak yang tidak stunted

    (Faharuddin, 2012).

    Anak sekolah adalah anak yang berusia 7-12 tahun, dengan kebutuhan

    gizi sebagian besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan

    jaringan (Moehji, 2003). Kelompok anak sekolah ini umumnya mempunyai

    kondisi gizi yang kurang memuaskan karena asupan zat gizi yang dikonsumsi

    seringkali hanya memperhatikan kuantitas, sedangkan kebutuhan

    mikronutriennya belum mencukupi. Oleh karena itu, pemberian makanan

    tambahan yang mengandung makro- dan mikronutrien yang penting bagi

    pertumbuhan diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap

    pertumbuhan tinggi badan anak usia sekolah, terutama anak-anak yang

    menderita kurang gizi pada daerah yang tergolong rawan gizi (Faharuddin,

    2012).

    Berdasarkan penelitian Selly Wijayanti di SD kartasura pada tahun

    2009 menunjukkan rata-rata sumbangan zat zat gizi mikro yaitu vitamin C 2,4

    mg (4,8%), Yodium 10mg (68,9%), Calcium 55,8mg (3,5%), Fosfor 135,2mg

    (11,6%), Besi 1,29mg (6,09%), dan Zinc 1,29mg (9,5%). Pada penelitian

    yang dilakukan oleh Pramesti Inggrid di SD di kelurahan trangsan pada tahun

    2011 bahwa rata-rata kontribusi gizi mikro pada sarapan pagi yaitu vitamin A

    (34,50%), zat besi (14,85%), dan zinc (13,54%).

  • Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Widya dkk menunjukkan

    asupan gizi mikro yaitu nilai kalsium dalam asupan harian anak secara

    keseluruhan berada di bawah nilai RDA. Nilai asupan harian Kalsium

    tertinggi adalah 592,58 mg/hr dan terendah adalah 80,86 mg/hr. Pada asupan

    harian tembaga sebanyak 71,43% dari responden sudah memenuhi nilai

    RDA. Sedangkan 28,57% dari responden berada di bawah nilai EAR dan

    berarti bahwa setengah dari populasi ini yaitu 14,29% atau sekitar 3 orang

    mengalami gejala defisiensi. Pada asupan harian magnesium pada anak

    nilainya sangat rendah dan secara keseluruhan berada di bawah EAR. Nilai

    asupan harian magnesium yang tertinggi adalah 175,81 mg/hari dan terendah

    44,09 mg/hari. Pada asupan harian besi pada anak sebesar 56,25% berada di

    batas aman RDA. 43,75% responden berada di bawah nilai EAR berarti

    separuh dari populasi ini yaitu sekitar 3 orang akan mengalami gejala

    defisiensi. Sedangkan pada asupan harian seng pada anak cukup rendah. Sebesar

    85,71% data berada di bawah nilai EAR dan menunjukkan bahwa setengah dari

    populasi ini yaitu 42,85% atau 9 orang mengalami gejala defisiensi. Nilai asupan

    harian seng yang tertinggi adalah 8,74 mg/hari dan terendah adalah 2,04 mg/hari

    (Widya, Dkk. 2010).

    Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Makassar tahun

    2010, ditemukan gizi buruk 3,07% balita. Sementara balita yang gizi kurang

    sebanyak 14,54% balita. Kasus gizi buruk tertinggi di kota Makassar terdapat

    di Puskesmas Kalukubodoa Kecamatan Tallo dimana gizi buruk mencapai

    8,5% dan gizi kurang 19,17%. Sedangkan kasus gizi buruk terendah di Kota

  • Makassar terdapat di Puskesmas Tarakan Kecamatan Wajo dimana gizi buruk

    mencapai 1,71% dan gizi kurang 7,91%.

    Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik melakukan penelitian tentang

    hubungan asupan gizi mikro dengan status gizi anak sekolah kelas IV dan V

    SD Inpres 2 Pannampu Kec. Tallo Kota Makassar.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka disusun rumusan masalah

    pada penelitian ini yakni Apakah ada hubungan antara asupan gizi mikro

    dengan status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Kec. Tallo Makassar ?.

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Untuk mengetahui hubungan antara asupan zat gizi mikro dengan

    status gizi siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar.

    2. Tujuan Khusus

    a. Untuk mengetahui hubungan asupan vitamin A dengan status gizi

    siwa SD Inpres 2 Pannampu Makassar

    b. Untuk mengetahui hubungan asupan vitamin C dengan status gizi

    siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar

    c. Untuk mengetahui hubungan asupan vitamin D dengan status gizi

    siswa SD Inpres 2 Pannampu Makassar

    d. Untuk mengetahui hubungan asupan Ca dengan status gizi siswa SD

    Inpres 2 Pannampu Makassar

  • e. Untuk mengetahui hubungan asupan Zn dengan status gizi siswa SD

    Inpres 2 Pannampu Makassar

    f. Untuk mengetahui hubungan asupan Fe dengan status gizi siswa SD

    Inpres 2 Pannampu Makassar

    g. Untuk mengetahui hubungan asupan yodium dengan status gizi siswa

    SD Inpres 2 Pannampu Makassar

    D. Manfaat Penelitian

    1. Diharapkan mampu untuk memberi masukan bagi institusi pendidikan

    yang bersangkutan, serta institusi-institusi pemerintah yang terkait dalam

    rangka penentuan kebijakan gizi bagi anak sekolah.

    2. Penelitian ini diharapkan dapat member motivasi bagi orang tua dan

    keluarga untuk lebih memperhatikan keadaan kesehatan anaknya terutama

    gizinya.

    3. Sebagai peneliti, dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan, dan

    pengalaman ilmiah di lapangan.

    4. Dapat menjadi acuan dan informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Umum tentang Anak Sekolah Dasar

    1. Karakteristik Anak Sekolah

    Yang dimaksud dengan anak sekolah menurut definisi WHO yaitu

    golongan yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia

    lazimnya anak berusia antara 7-12 tahun.

    Golongan ini mempunyai karakteristik mulai mencoba

    mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-batasan atau

    norma. Disinilah variasi individu mulai lebih mudah dikenali seperti pada

    pertumbuhan dan perkembangan, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi,

    perkembangan kepribadian, serta asupan makanan (Judiono, 2003).

    2. Pola tumbuh kembang anak usia sekolah dasar

    Pertumbuhan merupakan parameter kesehatan dan gizi yang cukup

    peka untuk menilai kesehatan anak. Para ahli membedakan antara

    pertumbuhan dengan perkembangan dimana pertumbuhan adalah

    bartambahnya ukuran organ tubuh. Parameter yang digunakan untuk

    mengukur kemajuan pertumbuhan yang paling sering digunakan adalah

    berat badan dan tinggi badan.

    Sedang perkembangan adalah suatu proses pematangan (maturity)

    yang ditandai dengan penambahan fungsi. Pertumbuhan tidak bisa lepas

    dari perkembangan, demikian pula sebaliknya. Pertumbuhan dan

  • perkembangan dipengaruhi oleh keturunan (gen), system hormone, zat gizi

    dan lingkungan (Soediatama, 1991).

    Usia sekolah dasar (7-12 tahun) merupakan puncak pertumbuhan

    tertinggi kedua setelah usia 0-3 tahun atau disebut dengan adolescent

    growth spourt. Hal ini merupakan masa terpenting dalam pembentukan

    kualitas fisik orang dewasa. Seiring dengan itu jika dilihat dari kebutuhan

    zat-zat gizi akan meningkat dengan pesat sehingga suatu kondisi

    deficiency/kekurangan gizi pada usia ini akan berpengaruh terhadap

    pertumbuhan anak tersebut. Pada dasarnya tidak ada suatu bahan makanan

    yang lengkap mengadung semua zat makanan dalam jumlah yang

    mencukupi untuk tubuh, oleh Karena itu perlu berbagai bahan makanan

    untuk menjamin agar semua zat gizi yang diperlukan tubuh dapat dipenuhi

    dalam jumlah yang mencukupi (Sayogo Savitri, 1995).

    3. Kebiasaan makan anak sekolah dasar

    Anak sekolah mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik

    (Maryati Sri, 2000), seperti:

    a. Suka jajan di sekolah sedangkan di rumah tidak mau makan.

    Kebiasaan banyak jajan adalah tidak baik, karena selain diragukan

    kebersihannya belum tentu makanan yang dibeli itu bergizi baik.

    Disamping kurang bergizi baik yang menyebabkan badan tidak sehat

    dan lemah, jajanan itu mungkin pula mengandung kuman penyakit.

    b. Hanya menyukai makanan tertentu tanpa menghiraukan apakah

    makanan yang disenaginya itu bergizi atau tidak. hal ini sangat

  • merugikan, bila kebetulan makanan yang disenanginya itu kurang atau

    tidak bergizi.

    c. Makan tidak teratur, misalnya karena asyik sibuk bermain, sehingga

    waktu makan dilewatkan begitu saja, hal ini dapat menyebabkan

    penyakit pada alat-alat pencernaan terutama pada lambung.

    d. Makan yang berlebihan. Kebiasaan ini menyebabkan badan menjadi

    gemuk dan bila terlalu gemuk, kesehatanpun akan terganggu.

    4. Faktor-faktor yang mempengaruhi intake makanan pada anak sekolah

    a. Peran keluarga

    Peran keluarga amat penting bagi anak sekolah, bukan dalam

    pemilihan makanan sekalipun. Makan bersama keluarga dengan

    suasana yang akrab akan dapat meningkatkan nafsu mereka.

    b. Teman Sebaya

    Tidak heran jika asupan makan akan banyak dipengaruhi oleh

    kebiasaan makan teman-teman atau sekelompoknya. Apa yang

    diterima oleh kelompok (berupa figure idola, makan, minuman) juga

    dengan mudah akan diterimanya. Demikian pula halnya dengan

    pemilihan bahan makanan. Untuk itu perlu diciptakan dalam kelompok

    ini suatu kondisi dimana mereka mendapatkan informasi yang baik dan

    benar mengenai kebutuhan dan kecukupan gizinya. Sehingga mereka

    tidak perlu membenci makanan bergizi.

  • c. Media Massa

    Media massa lebih banyak berperan di sini adalah media televisi,

    Koran dan majalah. Disatu sisi banyak sekali iklan makanan yang

    kurang memperhatikan perilaku yang baik terhadap pola makan. Oleh

    sebab itu informasi tersebut harus pula ditunjang dengan informasi

    ilmiah yang benar mengenai kesehatan dan gizi (Judiono, 2003).

    d. Sosial ekonomi dan Uang jajan anak

    Kemampuan keluarga untuk membeli makanan antara lain tergantung

    pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu

    sendiri serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan

    (Agresta, 2005).

    Kegemaran jajan pada anak-anak sekolah tidak terlepas dari

    kehidupan ekonomi dan kebiasaan makan keluarga karena pada

    hakekatnya kebiasaan makan juga tidak lepas kaitannya dengan

    kehidupan ekonomi keluarga pada umumnya. Walaupun tidak berlaku

    secara umum, kebiasaan jajan anak salah satunya dikarenakan anak

    mendapat uang saku dari orang tua (Agresta, 2005).

    B. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi

    1. Pengertian Status Gizi

    Sebelum membahas status gizi, pertama sekali kita perlu mengetahui

    pengertian dari gizi itu sendiri. Gizi adalah suatu proses menggunakan

    makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi,

    transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak

  • digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal

    dari organ-organ, serta menghasilkan energy (Supariasa, 2002).

    Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi

    dan penyerapan gizi dan penggunaan zat gizi tersebut atau keadaan fisiologi

    akibat dari tersedianya zat gizi dalam sel tubuh (Supariasa, 2002).

    Jadi, status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi

    makanan dan penggunaan zat gizi. Dibedakan atas status gizi buruk, gizi

    kurang, gizi baik, dan gizi lebih (Almatsier, 2006 yang dikutip oleh

    Simarmata, 2009).

    Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level individu (level

    yang paling mikro). Faktor yang mempengaruhi secara langsung adalah

    asupan makanan dan infeksi. Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga

    faktor yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan

    lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses terhadap pelayanan

    kesehatan (Riyadi, 2001).

    Hal yang sama diutarakan oleh Daly, et al. (1979) bahwa konsep

    terjadinya keadaan gizi mempunyai faktor dimensi yang sangat kompleks.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu konsumsi makanan dan

    tingkat kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan,

    dan tersedianya bahan makanan (Supariasa, 2002).

    Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari

    ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional

  • imbalance), yaitu asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya, di samping

    kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap (Arisman, 2009).

    2. Penilaian Status Gizi

    Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan

    keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang

    bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku

    yang telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan

    laboratorium perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota

    tim penilai.

    Pada prinsipnya, penilaian status gizi anak serupa dengan penilaian pada

    periode kehidupan lain. Komponen penilaian status gizi meliputi (1) survei

    asupan makanan, (2) pemeriksaan biokimia, (3) pemeriksaan klinis, serta (4)

    pemeriksaan antropometris (Arisman, 2009).

    Survei asupan makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak

    langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

    Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang

    konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini

    dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi (supariasa,

    2002).

    Anamnesis tentang asupan pangan harus mencantumkan pula (selain

    wawancara asupan pangan) pertanyaan yang terkait dengan baik status gizi

    maupun kesehatan gigi. Anamnesis juga wajib mencantumkan pola konsumsi

    obat karena kemungkinan interaksi antara makanan dan obat.

  • Anamnesis tentang asupan pangan merupakan satu tahap penilaian status

    gizi yang paling sulit dan tidak jarang membuat penilai frustasi karena

    berbagai sebab. Pertama, manusia memiliki sifat lupa sehingga orang sering

    tidak mampu mengingat dengan pasti jenis (apalagi jumlah) makanan yang

    telah disantap. Kedua, manusia sering mengedepankan gengsi jika diberi tahu

    bahwa makanan mereka akan dinilai, pola pangan pun dipaksakan berubah.

    Ketiga, sejauh ini, belumlah mungkin penghitungan komposisi makanan

    secara akurat, kecuali kegiatan pangan dapat terawasi dengan ketat. Di

    samping itu, masih banyak kendala lain yang berpotensi menyendatkan

    langkah penilaian ini.

    Pada prinsipnya, kedekatan antara keduanya perlu ditumbuhkan agar

    responden menaruh kepercayaan pada pewawancara. Bahasa yang digunakan

    oleh pewawancara harus dimengerti secara benar oleh responden. Selain itu,

    wawasan pangan pewawancara harus luas, ia harus mengetahui jenis makanan

    yang beredar, baik legal maupun ilegal, di daerah tempat ia ditugaskan

    (Arisman, 2009).

    Pemeriksaan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara

    laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan

    tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa

    jaringan tubuh seperti hati dan otot (supariasa, 2002).

    Uji biokimiawi yang penting ialah pemeriksaan kadar hemoglobin,

    pemeriksaan apusan darah untuk malaria, pemeriksaan protein. Ada dua jenis

    protein, viseral dan somatik, yang layak dijadikan parameter penentu status

  • gizi. Pemeriksaan tinja cukup hanya pemeriksaan occult blood dan telur

    cacing saja (Arisman, 2009).

    Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan

    terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang

    kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong

    untuk menentukan kekurangan zat gizi yang spesifik.

    Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai

    status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang

    terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat

    pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut,

    dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh

    seperti kelenjar tiroid.

    Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid

    clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-

    tanda dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan

    untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan

    pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) (supariasa, 2002).

    Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik secara menyeluruh,

    termasuk riwayat kesehatan. Riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan adalah

    kemampuan mengunyah dan menelan, keadaan nafsu makan, makanan yang

    digemari dan yang dihindari, serta masalah saluran pencernaan (Arisman,

    2009).

  • Pemeriksaan antropometris secara umum artinya penilaian ukuran tubuh

    manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi

    berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan

    komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat gizi.

    Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan

    asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola

    pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah

    air dalam tubuh (supariasa, 2002).

    Penilaian antropometris yang penting dilakukan ialah penimbangan berat

    dan pengukuran tinggi badan, lingkar lengan, dan lipatan kulit triseps.

    Pemeriksaan ini penting, terutama pada anak yang berkelas ekonomi dan

    sosial rendah. Pengamatan anak dipusatkan terutama pada percepatan tumbuh

    (Arisman, 2009).

    3. Pemeriksaan Antropometri

    Pertumbuhan dipengaruhi oleh determinan biologis yang meliputi jenis

    kelamin, lingkungan dalam rahim, jumlah kelahiran, berat lahir pada

    kehamilan tunggal atau majemuk, ukuran orang tua dan konstitusi genetis,

    serta faktor lingkungan (termasuk iklim, musim, dan keadaan sosial-ekonomi).

    Pengaruh lingkungan, terutama gizi, lebih penting daripada latar belakang

    genetis atau faktor biologis lain, terutama pada masa pertumbuhan. Ukuran

    tubuh tertentu dapat memberikan keterangan mengenai jenis malnutrisi

    (Arisman, 2009).

  • Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah jenis

    pengukuran paling sederhana dan praktis karena lebih mudah dilakukan,

    murah, cepat, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar, serta

    hasil pengukurannya lebih akurat. Secara umum antropometri adalah ukuran

    tubuh manusia. Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh dan

    komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat gizi yang dapat

    dilakukan terhadap berat badan, tinggi badan, dan lingkaran-lingkaran bagian

    tubuh serta tebal lemak di bawah kulit (supariasa, 2002).

    Ukuran antropometris bergantung pada kesederhanaan, ketepatan,

    kepekaan, serta ketersediaan alat ukur; di samping keberadaan nilai baku

    acuan yang akan digunakan sebagai pembanding. Jika nilai baku suatu negara

    (Indonesia) belum tersedia, boleh digunakan baku Internasional. Pembolehan

    ini didasarkan atas asumsi bahwa potensi tumbuh-kembang anak pada

    umumnya serupa. Hubungan berbagai ukuran antropometris (terutama berat

    dan tinggi badan) pada anak normal yang sehat secara relatif mantap. Baku

    acuan ditujukan sebagai perbandingan semata, bukan menggambarkan

    keidealan. Interpretasi perbandingan ini digunakan sebagai bahan

    pertimbangan saat seseorang dipaksa untuk memutuskan apakah nilai yang

    diharapkan itu harus 100% atau 90%, atau dengan proporsi lain lagi. Sekedar

    pembakuan, WHO menganjurkan penggunaan data dari NCHS sebagai acuan

    (Arisman, 2009).

  • Menurut Supariasa (2006), indeks antropometri dibagi 3 yaitu:

    a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

    Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran

    massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan

    yang mendadak misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya

    nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat

    badan adalah parameter antropometri yang sangat labil.

    Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan

    keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka

    berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam

    keadaan abnormal terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan,

    yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.

    Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan

    menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi

    mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih

    menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

    b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

    Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan

    keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh

    seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti

    berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi

    dalam waktu yang pendek, pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi

    badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.

  • c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

    Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.

    Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan

    pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB

    adalah merupakan indeks yang independent terhadap umur.

    Pertambahan berat badan merupakan parameter yang paling sesuai

    karena cukup sensitif, erat hubungannya dengan konsumsi energi dan protein

    yang merupakan dua jenis zat gizi yang paling sering menimbulkan masalah

    kesehatan gizi pada skala nasional atau daerah luas regional di Indonesia.

    Parameter ini juga cukup sensitif terhadap perubahan-perubahan akut

    mengenai konsumsi bahan makanan pokok dan mudah pelaksanaannya.

    Pemantauannya dapat dilakukan berkesinambungan oleh masyarakat itu

    sendiri dengan biaya murah tanpa memerlukan peralatan rumit dan keahlian

    khusus (Sediaoetama, 2006).

    Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting. Berat

    badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada

    tulang. Di samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar

    perhitungan dosis obat dan makanan.

    Pada anak, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju

    pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti

    dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Pada remaja, lemak tubuh

    cenderung meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang yang edema dan

    asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat

  • menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang

    kekurangan gizi.

    Berat badan merupakan pilhan utama karena berbagai pertimbangan,

    antara lain:

    1) Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu

    singkat karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.

    2) Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara

    periodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan.

    3) Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan

    luas di Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan

    penjelasan secara meluas.

    4) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh ketrampilan

    pengukur.

    5) KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk

    didikan dan memonitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan

    sebagai dasar pengisiannya.

    6) Karena masalah usia merupakan faktor penting untuk penilaian status gizi,

    berat badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai

    indeks yang tidak tergantung pada umur.

    7) Alat pengukur dapat diperoleh di daerah pedesaan dengan ketelitian yang

    tinggi dengan menggunakan dacin yang juga sudah dikenal oleh

    masyarakat.

  • Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang

    digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan:

    a) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain.

    b) Mudah diperoleh dan relatif mudah harganya.

    c) Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg.

    d) Skalanya mudah dibaca.

    e) Cukup aman untuk menimbang anak balita.

    Jenis timbangan yang digunakan adalah digital yang terdapat di

    Puskesmas. Timbangan kamar mandi (bath room scale) tidak dapat dipakai

    menimbang anak, karena menggunakan per, sehingga hasilnya dapat berubah-

    ubah menurut kepekaan per-nya. Menimbang anak harus selalu diingat bahwa

    sebelum anak ditimbang, jarum menunjukkan skala 0 (nol).

    Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan

    mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh

    manusia, antara lain: usia, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,

    lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit.

    Faktor usia sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan

    usia akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil

    pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti

    bila tidak disertai dengan penentuan usia yang tepat.

  • Untuk melengkapi data usia dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

    1) Meminta surat kelahiran, kartu keluarga, atau catatan lain yang dibuat oleh

    orang tuanya. Apabila tidak ada, jika memungkinkan cobalah minta

    catatan kelahiran pada pamong desa.

    2) Jika diketahui kalender lokal seperti bulan Arab atau bulan lokal (Jawa,

    Sunda, dll), cocokan dengan kalender nasional.

    3) Jika tetap tidak diketahui, catatan kelahiran anak berdasarkan daya ingat

    orang tua atau berdasarkan kejadian-kejadian penting, seperti lebaran,

    tahun baru, puasa, pemilihan kepala desa atau peristiwa nasional, seperti

    Pemilu, banjir, gunung meletus, dll. Sebelum pengumpulan data, buatlah

    daftar tentang tanggal, bulan dan tahun kejadian dari peristiwa peristiwa

    penting di daerah dimana kita ingin mengumpulkan data.

    4) Cara lain jika memungkinkan dapat dilakukan dengan membandingkan

    anak yang diketahui usianya dengan anak kerabat/tetangga yang diketahui

    pasti tanggal lahirnya, misalnya: beberapa bulan lebih tua atau lebih muda.

    5) Jika tanggal lahirnya tidak diketahui dengan tepat, sedangkan bulan dan

    tahunnya diketahui, maka tanggal lahir anak tersebut ditentukan tanggal 15

    bulan yang bersangkutan.

    Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang

    telah lain dari keadaan sekarang, jika umur diketahui dengan tepat. Di

    samping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena

    dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (quac stick),

    faktor umur dapat dikesampingkan.

  • Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri

    dilakukan dengan alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) yang

    mempunyai ketelitian 0,1 cm. Cara mengukur:

    a) Tempelkan dengan paku mikrotoice tersebut pada dinding yang lurus dasar

    setinggi tepat 2 meter. Angka 0 (nol) pada lantai yang datar rata.

    b) Lepaskan sepatu atau sandal.

    c) Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna dalam baris berbaris,

    kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus

    menempel pada dinding dan muka menghadap lurus dengan pandangan ke

    depan.

    d) Turunkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus

    lurus menempel pada dinding.

    e) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan

    mikrotoa. Angka tersebut menunjukkan tinggi anak yang diukur.

    Untuk mendapatkan data antropometri yang baik harus dilakukan sesuai

    dengan standar prosedur pengumpulan data antropometri. Tujuan dari

    prosedur standarisasi adalah memberikan informasi yang cepat dan

    menunjukkan kesalahan secara tepat sehingga perubahan dapat dilakukan

    sebelum sumber kesalahan dapat dipastikan. Penyelia mempelajari hal-hal apa

    yang perlu diperhatikan untuk menjamin presisi dan akurasi pengukuran dan

    ketrampilan apa yang perlu diberikan.

  • 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

    Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak,

    karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang

    dewasa. Hal yang paling utama dalam pemberian makanan anak adalah

    makanan apa yang seharusnya diberikan, kapan waktu pemberian dan dalam

    bentuk yang bagaimana makanan tersebut diberikan (Helvetia, 2007).

    Status gizi adalah ekspresi tentang keadaan keseimbangan dalam bentuk

    variable tertentu atau dapat dikatakan, bahwa status gizi merupakan indikator

    baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari. Status gizi yang baik

    diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan serta

    membantu anak (Irianto, 2007).

    Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang hubungan konsumsi

    makanan dengan kesehatan tubuh dengan pengetahuan gizi yang baik maka

    diharapkan dapat memilih asupan makanan yang bernilai gizi baik dan

    seimbang bagi dirinya sendiri janin dan keluarga. Pengetahuan gizi yang baik

    dapat membantu seseorang belajar bagaiman menyimpan, mengelolah serta

    menggunakan bahan makanan yang berkualitas untuk dikonsumsi (Wahyuni,

    2008).

    Menurut Unicef, faktor yang mempengaruhi status gizi digolongkan atas

    penyebab langsung, penyebab tidak langsung, penyebab pokok dan akar

    masalah (Thaha, 1995).

    Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi. Timbulnya

    KEP tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit.

  • Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare

    atau demam, akhirnya akan menderita kurang gizi.

    Demikian juga pada anak yang makanannya tidak cukup (jumlah dan

    mutunya) maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan

    demikian akan mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan,

    dan akhirnya dapat menderita kurang gizi/gizi buruk. Banyak pendapat

    mengenai faktor determinan yang dapat menyebabkan timbulnya masalah gizi

    pada bayi di antaranya menurut Schroeder (2001), menyatakan bahwa

    kekurangan gizi dipengaruhi oleh konsumsi makan makanan yang kurang dan

    adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab mendasar adalah makanan,

    perawatan (pola asuh) dan pelayanan kesehatan (Ayu, 2008).

    Interaksi dari berbagai faktor sosial ekonomi dapat menyebabkan

    jatuhnya seorang anak pada keadaan kekurangan gizi perlu dipertimbangkan.

    Menurut Martorell dan Habicht (1986), status ekonomi mempengaruhi

    pertumbuhan bayi, melalui konsumsi makan dan kejadian infeksi. Status sosial

    ekonomi terhadap konsumsi makan mempengaruhi kemampuan rumah tangga

    untuk memproduksi dan/atau membeli pangan, menentukan praktek

    pemberian makanan bayi, kesehatan serta sanitasi lingkungan. Model

    mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak antara lain:

    karakteristik keluarga, karakteristik anak, status kesehatan dan ketersediaan

    bahan makanan (Ayu, 2008).

  • C. Tinjauan Umum Tentang Gizi Mikro

    a. Vitamin

    Vitamin adalah sekelompok senyawa organik amina yang sangat

    penting dan sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena vitamin berfungsi untuk

    membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh (vitamin mempunyai peran

    sangat penting dalam metabolisme tubuh), karena vitamin tidak dapat

    dihasilkan oleh tubuh. Jika manusia, hewan dan ataupun makhluk hidup lain

    tanpa asupan vitamin tidak akan dapat melakukan aktivitas hidup dengan baik,

    kekurangan vitamin menyebabkan tubuh kita mudah terkena penyakit

    (Anonim, 2010).

    Nama Vitamin sendiri berasal dari gabungan kata bahasa Latin yaitu

    vita yang artinya hidup dan amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus

    organik yang memiliki atom nitrogen (N), karena pada awalnya vitamin

    dianggap demikian. Kelak diketahui bahwa banyak vitamin yang sama sekali

    tidak memiliki atom N. Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim),

    vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Pada

    dasarnya, senyawa vitamin ini digunakan tubuh untuk dapat bertumbuh dan

    berkembang secara normal (Anonim, 2010).

    Jenis vitamin berdasarkan kelarutannya ada dua macam, yaitu vitamin

    yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin yang larut

    dalam air hanya ada dua yaitu Vitamin B dan C. Sedangkan vitamin A, D, E,

    dan K, mereka larut dalam lemak (Anonim, 2010).

  • 1. Vitamin A

    Vitamin A berperan penting dalam sintesa protein. Sedangkan

    protein berperan penting dalam pertumbuhan, sehingga vitamin A dapat

    berakibat lebih lanjut terhadap pertumbuhan. Vitamin A berperan juga

    dalam sintesa glikoprotein khusus yang mengontrol deferensiasi sel. Di

    samping itu vitamin A juga terikat pada protein pengikat retinol seluler

    (PPRS) yang secara langsung ikut serta dalam mengontrol ekspresi gen

    (Minarno dkk, 2008).

    Sumber vitamin A adalah hati, susu dan produk susu, wortel, ubi,

    rambat, brokoli dan bayam (wilkes, 2000).

    Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, dengan demikian

    terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan

    tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi.

    Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk

    tulang tidak normal. Bila hewan percobaan diberi makanan yang tidak

    mengandung vitamin A, maka pertumbuhan akan terganggu setelah

    simpanan vitamin A dalam tubuh habis. Pada anak kekurangan vitamin A,

    terjadi kegagalan dalam pertumbuhan. Vitamin A dalam hal ini berperan

    sebagai asam retinoat (Linder MC, 2006).

    Kekurangan vitamin A terutama terdapat pada anak-anak balita.

    Tanda-tanda kekurangan terlihat bila simpanan tubuh habis terpakai.

    Kekurangan vitamin A dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang

    konsumsi atau kekurangan sekunder karena gangguan penyerapan dan

  • penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat, ataupun karena

    gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. kekurangan vitamin a

    sekunder dapat terjadi pada penderita Kurang Energi Protein (KEP),

    penyakit hati, alfa, beta lipoproteinemia, atau gangguan absorpsi karena

    kekurangan asam empedu (Almatsier, 2004).

    Kelebihan vitamin A hanya bisa terjadi bila memakan vitamin A

    sebagai suplemen dalam takaran tinggi yang berlebihan. Gejalanya antara

    lain sakit kepala, pusing, rasa nek, rambut rontok, kulit mongering, tidak

    ada nafsu makan atau anoreksia, dan sakit pada tulang. Pada wanita

    menstruasi berhenti (Almatsier, 2004).

    2. Vitamin C

    Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa vitamin C berkhasiat

    untuk penyembuhan maupun pencegahan influenza, walaupun hasil

    penelitian menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tetapi sebagian besar

    hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian vitamin C

    ternyata dapat meringankan dan memperpendek lamanya penyakit, dan

    juga memperkecil infeksi sampingan yang biasanya menyertai penyakit

    yang menunjukkan resistensi. Peran vitamin C pada infeksi diantaranya

    memperkuat sel-sel imun dalam melawan dan menetralkan radikal bebas.

    Sel-sel imun mengeluarkan bahan toksik untuk membunuh jamur, kuman

    atau virus yang masuk ke dalam tubuh (Nursalam, 2008).

    Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat kuat. Beberapa sel

    dalam system imun mengandung sampai lima puluh kali vitamin C

  • dibandingkan di dalam darah. Hal ini mungkin untuk melindungi sel-sel

    tersebut dari kerusakan yang ditimbulkan akibat senyawa yang dihsilkan

    saat melawan infeksi (Nursalam, 2008).

    Vitamin C dalam tubuh berfungsi sebagai koenzim dan kofaktor.

    Fungsi vitamin C banyak berkaitan dengan pembentukan kolagen. Vitamin

    C diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisn menjadi hidroksiprolin,

    bahan penting dalam pembentuk kolagen. Kolagen merupakan senyawa

    protein yang mempengaruhi integritas struktur sel di semua jaringan ikat,

    seperti pada tulang rawan, matriks tulang, dentin gigi, membrane kapiler,

    kulit dan tendon (urat otot). Dengan demikian vitamin C berperan dalam

    penyembuhan luka, patah tulang, pendarahan bawah kulit, dan pendarahan

    gusi (Winarno, 1985).

    Kekurangan vitamin C ditandai antara lain lelah, lemah, napas

    pendek, kejang otot tulang, otot dan persendian sakit serta kurang nafsu

    makan, kulit menjadi kering, kasar dan gatal, warna merah kebiruan di

    bawah kulit, perdarahan gusi, kedudukan gigi menjadi longgar, mulut dan

    mata kering, rambut rontok,luka sukar sembuh, terjadi anemia, depresi dan

    timbul gangguan saraf (Almatsier, 2004).

    Kelebihan vitamin C berasal dari makanan tidak menimbulkan

    gejala. Tetapi konsumsi vitamin C berupa suplemen secara berlebihan tiap

    hari dapat menimbulkan hiperoksaluria dan resiko lebih tinggi terhadap

    batu ginjal (Almatsier, 2004).

  • Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati

    yaitu sayur dan buah terutama asam, seperti jeruk, nanas, rambutan,

    pepaya, gandaria, dan tomat. Selain itu vitamin C juga terdapat dalam

    sayuran daun-daunan dan jenis kol (Almatsier, 2004).

    3. Vitamin D

    Vitamin D mencegah dan menyembuhkan riketsia, yaitu penyakit di

    mana tulang tidak mampu melakukan klasifikasi. Vitamin D dapat

    dibentuk tubuh dengan bantuan sinar matahari. Bila tubuh mendapat

    cakupan sinar matahari konsumsi vitamin D melalui makanan tidak

    dibutuhkan. Karena dapat disintesis di dalam tubuh, vitamin D dapat

    dikatakan bukan vitamin, tapi suatu prohormon. Bila tubuh tidak mendapat

    cukup sinar matahari, vitamin D perlu dipenuhi melalui makanan

    (Almatsier, 2004).

    Fungsi vitamin D adalah membantu pembentukan dan pemeliharaan

    tulang bersama vitamin A dan vitamin C, hormone-hormon paratiroid dan

    kalsitonin, protein kolagen, serta mineral-mineral kalsium, fosfor,

    magnesium dan fluor. Fungsi khusus vitamin D dalam hal ini adalah

    membantu pergeseran tulang dengan cara mengatur agar kalsium dan

    fosfor tersedia di dalam darah untuk diendapkan pada pergeseran tulang.

    Hal ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut (Linder MC, 2006) :

    a. Di dalam saluran cerna, kalsitoril, meningkatkan absorpsi aktif vitamin

    D dengan cara merangsang sintesis protein pengikat kalsium dan

    protein pengikat fosfor pada mukosa usus halus.

  • b. Di dalam tulang, kalsitriol bersama hormone paratiroid merangsang

    pelepasan kalsium dari permukaan tulang ke dalam darah.

    c. Di dalam ginjal, kalsitirol merangsang reabsorpsi kalsium dan fosfor.

    Vitamin D diperoleh tubuh melalui sinar matahari dan makanan.

    Penduduk daerah tropic tidak perlu menghiraukan kemungkinan vitamin

    D. bayi dan anak-anak dianjurkan berada di bawah sinar matahari

    beberapa waktu tiap hari. Sumber utama vitamin D di daerah nontropik

    adalah dari makanan. Makanan hewani merupakan sumber utama vitamin

    D dalam bentuk kolakelsiferol yaitu kuning telur, hati, krim mentega dan

    minyak hati ikan. Susu sapi dan ASI bukan merupakan sumber vitamin D

    yang baik (Almatsier, 2004).

    Kekurangan vitamin D menyebabkan kelainan pada tulang yang

    dinamakan riketsia pada anak-anak dan osteomalasia pada orang dewasa.

    Kekurangan pada orang dewasa juga dapat menyebabkan osteoporosis.

    Riketsia terjadi bila pengerasan tulang pada anak-anak terhambat sehingga

    menjadi lembek. Kaki membengkok, ujung-ujung tulang panjang

    membesar (lutut dan pergelangan), tulang rusuk membengkok,

    pembesaran kepala karena penutupan fontanel terhambat, gigi terlambat

    keluar, bentuk gigi tidak teratur dan mudah rusak. Kelebihan vitamin D

    akan menyebabkan keracunan. Gejalanya adalah kelebihan absorpsi

    vitamin D yang pada akhirnya menyebabkan klaisfikasi berlebihan pada

    tulang dan jaringan tubuh seperti ginjal, paru-paru, dan organ tubuh lain

    (Almatsier, 2004).

  • b. Mineral

    Mineral merupakan unsure anorganik dan mempunyai peranan

    penting dalam pengaturan banyak proses tubuh (yaitu transmisi sel saraf,

    pembentukan darah, kontraaksi otot, keseimbangan asam basa) dan dalam

    pembentukan struktur seperti tulang, gigi, kulit, serta jaringan lunak.

    Tubuh memiliki umpan balik yang sangat rumit untuk mengatur

    keseimbangan mineral, seperti dalam metabolisme kalsium, pembentukan

    dan perombakan tulang (Wilkes, 2000)

    Menurut Bender (1990) dalam Mutiara (2006), mineral diperlukan

    tubuh dalam jumlah bervariasi, mulai dari satuan gram per hari untuk

    unsure-unsur mineral makro (besi, zinc, tembaga) microgram (selenium,

    kromium) per hari untuk unsure-unsur mineral mikro yang disebut juga

    trace elements.

    1. Ca (Kalsium)

    Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam

    tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih

    sebanyak 1 kg. dari jumlah ini 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu

    tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Densitas tulang

    berbeda menurut umur, meningkat pada bagian pertama kehidupan dan

    menurun secara berangsur setelah dewasa. Selebihnya kalsium tersebar

    luas di dalam tubuh. Di dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler kalsium

    memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk

    transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga

  • permeabilitas membrane sel. Kalsium mengatur pekerjaan hormone-

    hormon dan faktor pertumbuhan. Fungsi kalsium yaitu pembentukan

    tulang dan gigi (Almatsier, 2004).

    Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan

    dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium

    yang baik. Serealia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu dan

    tempe, dan sayuran hijau merupakan sumberkalsium yang baik juga, tetapi

    bahan makanan ini mengandung banyak zat yag menghambat penyerapan

    kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Almatsier, 2004).

    Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan

    gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh.

    Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium

    dan tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Hal ini dinamakan

    osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stress sehari-hari.kadar

    kalsium darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang.

    Kepekaan serabut saraf dan pusat saraf terhadap rangsangan meningkat,

    sehingga terjadi kejang otot misalnya pada kaki (Almatsier, 2004).

    Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan

    ginjal. Di samping itu dapat menyebabkan konstipasi (susah BAB).

    Kelebihan kalsium bisa terjadi bila menggunakan suplemen kalsium

    berupa tablet atau bentuk lain (Almatsier, 2004).

  • 2. Fe (Zat Besi)

    Zat besi adalah suatu zat dalam tubuh manusia yang berkaitan

    dengan ketersediaan jumlah darah yang diperlukan. Dalam tubuh manusia

    zat besi memiliki fungsi yang sangat penting yaitu untuk mengankut

    oksigen dari paru-paru ke jaringan dan mengankut electron di dalam

    proses pembentukan enerhi di dalam sel. Untuk mengakut oksigen, zat

    besi harus bergabung dengan protein membentuk hemoglobin di dalam sel

    darah merah dan myoglobin di dalam serabut otot. Bila bergabung dengan

    protein di dalam sel zat besi membentuk enzim yang berperan dalam

    pembentukan energy di dalam sel (Garrow, 1993).

    Menurut Parakkasi, besi dibutuhkan untuk produksi hemoghlobin

    sehingga anemia gizi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah

    merah yang lebih kecil dan kandungan hemoglobin yang rendah (Zarianis,

    2006).

    Defisiensi besi yang terjadi pada masa kritis dalam perkembangan

    otak akan mengakibatkan kerusakan yang menetap dan mengakibatkan

    gejala sisa seperti perkembangan yang terlambat. Anemia defisiensi besi

    sampai saat ini merupakan masalah nutrisi di seluruh dunia terutama di

    Negara berkembang dan diperkirakan 30% penduduk dunia menderita

    anemia defisiensi besi (Ramakrishnan U, 2001).

    Lozoff dkk, (1991) dalam penelitian kohortnya, menyatakan bahwa

    defisiensi besi yang berat dan lama pada masa bayi dapat menyebabkan

    perkembangan kognitif dan motorik yang lambat pada usia 5 tahun.

  • Selanjutnya mendapatkan bahwa defisiensi besi yang berat dan kronis

    pada masa bayi yang merupakan masa kritis, masa pertumbuhan, dan

    diferensiasi otak biasanya akan menetap. Dalam pemantauan selanjutnya

    pada masa anak ditemukan fungsi kognitif yang buruk dan rendahnya

    prestasi sekolah, anak cenderung merasa cemas, memiliki gangguan

    perhatian.

    Studi jangka panjang efek anemia kekurangan zat besi di Costa Rica

    dan Chile menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami anemia

    memiliki skor tes yang lebih rendah dari anak-anak yang tidak anemia

    (Walter, 1993); Lozof B, et. Al., 2006). Hal yang sama ditemukan pada

    penelitian di Amerika Serikat, dimana nilai rata-rata matematika pada anak

    yang menderita anemia defisiensi lebih rendah disbanding anak tanpa

    anemia defisiensi besi. Penelitian di daerah perkebunan Aek Nabara

    bekerjasama dengan fakultas Psikologi USU, pada anak usia 7-14 tahun

    yang menderita anemia defisiensi besi diperoleh hasil bahwa full IQ tidak

    melebihi rata-rata dengan gangguan pemusatan perhatian dan fungsi

    kognitif terurama dalam bidang aritmatika (Bidasari, 2008).

    Agar terhindar dari situasi kekuranga zat besi, perbanyaklah

    konsumsi makanan yang kaya kandungan besi seperti daging tanpa lemak,

    kerang, hati, telur, tiram, unggas, dan ikan-ikanan. Sementara sumber

    nabati bisa diperoleh dari kacang-kacangan, kentang, nasi, gandum, dan

    sayur-sayuran, khususnya bayam. Untuk mempermudah penyerapan zat

  • besi dalam tubuh, konsumsilah protein hewani dengan makanan yang

    mengandung vitamin C dalam suatu hidangan (Garrow, 1993).

    3. Zn (Zink)

    Zink merupakan mikronutrien yang erat kaitannya dengan system

    endokrin. Zink dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan reproduksi.

    Kekurangan zink menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan

    keterlambatan perkembangan seksual terutama pada anak (Fraker PJ dan

    King LE, 2004; marjoilene. Et.al., 2008). Bukti-bukti penelitian juga

    menunjukkan bahwa kekurangan zink akan menyebabkan menurunnya

    kekebalan tubuh, meningkatnya angka morbiditas akibat penyakit infeksi,

    gangguan pertumbuhan dan perkembangan motorik maupun kognitif

    semakin banyak (Caufield dkk, 1998). Kekurangan zink dapat

    mnyebabkan terjadinya keterlambatan perkembangan, pertumbuhan

    tersendat-sendat dan meningkatkan resiko penyakit menular pada bayi dan

    anak-anak. Beberapa bukti juga mempengaruhi perkembangan kognitif,

    motorik dan perilaku anak.

    Kelebihan seng hingga dua sampai tiga kali AKG menurunkan

    absorpsi tembaga. Kelebihan sampai sepuluh kali AKG mempengaruhi

    metabolisme kolesterol. Megubah nilai lipoprotein dan tampaknya dapat

    mempercepat timbulnya aterosklerosis. Dosis sebanyak 2 gram atau lebih

    dapat menyebabkan muntah atau diare, anemia dan gangguan reproduksi

    (Almatsier, 2006).

  • Sumber paling baik adalah sumber protein hewani terutama daging,

    hati, kerang, dan telur. Serealia tumbuk dan kacang-kacangan juga

    merupakan sumber yang baik, namun mempunyai ketersediaan biologic

    yang rendah (Almatsier, 2004).

    4. Yodium

    Iodium ada dalam tubuh dalam jumlah sangat sedikit, yaitu sebanyak

    kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau 15-23 mg. sekitar 75% dari

    iodium ini ada di dalam kelenjar tiroid, yang digunakan untuk mensintesis

    hormone tiroksin, tetraiodotironin (T4), dan triiodotironin (T3). Hormone-

    hormon ini diperlukan unutk pertumbuhan normal, perkembangan fisik

    dan mental hewan dan manusia. Sisa iodium ada di dalam jaringan lain,

    terutama di dalam kelenjar ludah, payudara dan lambung serta di dalam

    ginjal. Di dalam darah yodium terdapat dalam bentuk iodium bebas atau

    terikat dengan protein (Almatsier, 2004).

    Laut merupakan sumber utama iodium. Oleh karena itu, makanan laut

    berupa ikan, udang dan kerang serta ganggang laut merupakan sumber

    iodium terbaik. Di daerah pantai, air dan tanah mengandung banyak

    iodium sehingga tanaman yang tumbu di daerah pantai mengandung cukup

    banyak iodium. Semakin jauh tanah itu dari pantai semakin sedikit pula

    kandungan iodiumnya, sehingga tanaman yang tumbuh di daerah tersebut

    termasuk rumput yang dimakan hewan sedikit sekali atau tidak

    mengadung iodium (Almatsier, 2004).

  • Pada kekurangan iodium, konsentrasi hormone tiroid menurun dan

    hormone perangsang tiroid/ TSH meningkat agar kelenjar tiroid mampu

    menyerap lebih banyak iodium. Bila kekurangan berlanjut, sel kelenjar

    tiroid membesar dalam usaha meningkatkan pengambilan iodium oleh

    kelenjar tersebut. Bila pembesaran ini menampak dinamakan gondok

    sederhana. Bila terdapat secara meluas di suatu daerah dinamakan gondok

    endemic. Gondok dapat menampakkan diri dalam bentuk gejala yang luas,

    yaitu dalam bentuk kretinisme (cebol) di satu sisi dan pembesaran kelenjar

    tiroid pada sisi lain. Gejala kekurangan iodium adalah malas dan lamban.

    Sorang anak yang menderita kretinisme mempunyai bentuk tubuh

    abnormal dan IQ sekitar 20. Kekurangan iodium pada anak menyebabkan

    kemampuan belajar yang rendah (Almatsier, 2004).

    Tabel 2.1. Angka Kecukupan Gizi 2005

    N

    o

    Kelompok

    Umur

    Vitamin

    A

    Vitamin

    C

    Vitamin

    D Fe Zn Ca Yodium

    1 Pria

    10-12 tahun 600 50 5 13 14 1000 120

    2 Wanita

    10-12 tahun 600 50 5 20 12,6 1000 120

    Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1593/MENKES/SK/XI/2005.

  • D. Kerangka Teori

    Gambar 1. Modifikasi UNICEF 1998 dalam Supariasa 2001

    PENYEBAB

    TIDAK

    LANGSUNG

    PENYEBAB

    LANGSUNG

    POKOK

    MASALAH DI

    MASYARAKAT

    DAMPAK

    AKAR

    MASALAH

    STATUS GIZI

    ASUPAN Penyakit Infeksi

    Ketersediaan

    Pangan di Tingkat

    Rumah Tangga

    Pola Asuh Sanitasi dan

    Pelayanan

    Kesehatan

    Kurang Pemberdayaan Wanita dan keluarga/

    Kurang Pemanfaatan Sumberdaya Masyarakat

    KRISIS EKONOMI,

    POLITIK, SOSIAL

    Kurang Pendidikan,

    Pengetahuan, dan

    Keterampilan

    Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan

  • E. Kerangka Konsep

    Keterangan :

    : Variabel yang diteliti

    : Variabel yang tidak diteliti

    : Variable independent

    : Variabel dependent

    Status Gizi

    Asupan Zat

    Gizi

    Penyakit

    Infeksi

    Gizi Mikro

    Vitamin A

    Vitamin C

    Vitamin D

    Ca

    Fe

    Zn

    Yodium

    Gizi Makro

    Pengetahuan

    Sikap

    Tindakan

  • F. Definisi Operasional Dan Kriteria Obejektif

    1. Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan knsumsi,

    penyerapan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh yang diukur dengan

    IMT/U dan TB/U. Status gizi diukur dengan metode antropometri

    dengan menggunakan alat ukur seperti timbangan digital dan

    microtoice.

    Kriteria Objektif Indikator IMT/U

    a. Sangat Kurus : < -3 SD

    b. Kurus : -3SD s/d 1SD s/d 2 SD

    e. Sangat Gemuk :> 2 SD

    Kriteria Objektif Indikator TB/U

    a. Sangat Pendek : < -3 SD

    b. Pendek : -3SD s/d 2 SD

    (SK MENKES, 2010)

    2. Asupan zat gizi adalah jumlah zat gizi mikro (Vitamin A, C, D, Ca,

    Zn, Fe, dan Yodium) yang dikonsumsi anak SD dalam satu hari recall

    24 jam.

    Kriteria Objektif Vitamin A

    a. Lebih : >110% AKG

  • b. Cukup : 90-110% AKG

    c. Kurang : 110% AKG

    b. Cukup : 90-110% AKG

    c. Kurang : 110% AKG

    b. Cukup : 90-110% AKG

    c. Kurang : 110% AKG

    b. Cukup : 90-110% AKG

    c. Kurang : 110% AKG

    b. Cukup : 90-110% AKG

    c. Kurang : 110% AKG

    b. Cukup : 90-110% AKG

    c. Kurang :

  • Kriteria Objektif Kalsium

    a. Lebih : >110% AKG

    b. Cukup : 90-110% AKG

    c. Kurang :

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. JENIS PENELITIAN

    Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan

    desain Cross Sectional.

    B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

    1. Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian ini dilakukan di SD Inpres 2 Pannampu

    Kecamatan Tallo Kota Makassar. Alasannya karena sekolah ini berada di

    daerah dengan kasus gizi buruk terbanyak di Kota Makassar.

    2. aktu Penelitian

    Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2012.

    C. POPULASI DAN SAMPEL

    1. Populasi

    Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas 4 dan 5 SD

    Inpres 2 Pannampu Kecamatan Tallo yang berjumlah 104 siswa. Alasan

    pemilihan kelas 4 dan 5 karena siswa di kelas ini sudah mampu mengingat

    dan berkomunikasi dengan baik, sedangkan untuk kelas 6 tidak dapat

    diganggu karena akan melaksanakan ujian nasional.

  • 2. Sampel

    Sampel pada penelitian ini adalah siswa SD Inpres 2 Pannampu

    kelas 4 dan 5. Pengambilan sampel dilakukan dengan proporsional

    random sampling.

    3. Besar Sampel

    Data yang diperoleh dari SD Inpres 2 Pannampu tahun 2012 ,

    jumlah siswa kelas 4 dan 5 yaitu sebanyak 104 siswa. Dalam penelitian

    ini, peneliti menggunakan sampel minimal size (untuk menentukan batas

    minimal dari besarnya sampel) sampel dapat ditentukan dengan rumus

    sebagai berikut (Lemeshow, 1997):

    =21 2

    2 1 + 21 2

    =

    = / (95%)

    = (0.05)

    Perhitungan :

    =21 2

    2 1 + 21 2

    =1.962 0.5 0.5 104

    0.052 104 1 + 1.962 0.5 0.5

    =99.88

    1.2179

    = 82.01

    = 82

  • Jadi, sampel penelitian ini berjumlah 82 responden yang harus memenuhi

    syarat yang telah disebutkan dalam unit analisis.

    Proporsi sampel tiap kelas adalah :

    a. Kelas 4

    1 = 4

    1 =49

    10482

    1 = 39

    b. Kelas 5

    2 = 5

    2 =55

    10482

    2 = 43

    Cara pengambilan sampel dalam kelas yaitu dengan cara sistematik.

    Sistematik ini dilakukan dengan melihat absen dan menentukan interval siswa

    yang akan dijadikan sampel. Interval ini didapat dari jumlah siswa per jumlah

    sampel dalam satu kelas. Setelah dihitung, hasil yang didapat dari kedua kelas

    yaitu dengan interval 1.

    D. METODE PENGUMPULAN DATA

    1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

    Data yang dikumpulkan terdiri atas dua yaiu data primer dan data

    sekunder:

  • a. Data Primer

    1. Data identitas dan karakteristik responden diperoleh dengan

    melakukan wawancara.

    2. Data pola konsumsi dan asupan zat gizi diperoleh dengan

    melakukan wawancara menggunakan kuisioner food re-call 24 jam

    3. Data pengukuran status gizi diperoleh dengan melakukan

    pengukuran antropometri.

    b. Data Sekunder

    Sedangkan data sekunder diambil dari SD Inpres 2 Pannampu Kec.

    Tallo Kota Makassar yang dapat mendukung jalannya penelitian ini.

    2. Instument Penelitian

    Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah:

    a. Form Food Recall 24 jam

    b. Food Models untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi

    c. Komputer dengan program Statistical Product and Service Solution

    (SPSS), sebagai alat bantu dalam mengumpul data serta mengolah data

    hasil penelitian dan menu Analisis program dan Daftar Komposisi

    Bahan Makanan (DKBM) untuk menganalisis asupan (jumlah vitamin

    A, C, D, Kalsium, Zinc, Fe, dan Yodium) yang dikonsumsi dalam 1

    hari (24 jam)

    d. Microtoice untuk mengukur tinggi badan anak, timbangan digital

    untuk mengukur berat badan anak, WHO Anthro untuk menganalisis

    status gizi.

  • E. PENGOLAHAN DATA

    Pengolahan data menggunakan komputer dengan menggunakan

    program Menu A, WHO Anthro 2007 dan SPSS yang meliputi editing,

    koding, tabulasi data, cleaning dan analisis data. Pengolahan dan penyajian

    data dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

    1. Editing

    Proses editing dilakukan setelah kuesioner terkumpul. Editing data

    dilakukan dengan pemeriksaan kelengkapan, kesinambungan dan

    keseragaman data.

    2. Koding

    Proses koding dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan

    data, semua jawaban atau data perlu disederhanakan yaitu dengan simbol-

    simbol tertentu untuk setiap jawaban (pengkodean).

    3. Tabulasi Data

    Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data dalam suatu

    tabel. Pengolahan dilakukan secara elektronik dengan menggunakan

    software SPSS.

    4. Cleaning

    Memeriksa kembali data yang telah dientri kelengkapan dan

    kebenarannya.

  • F. ANALISIS DATA

    Data diolah dengan menggunakan perangkat lunak (software) pada

    Computer yaitu SPSS 16. Analisis data menggunakan analisis bivariat. Data

    hasil analisis akan disajikan dalam bentuk tabel disertai narasi.

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    1. Gambaran Umum Lokasi

    SD inpres 2 pannampu terletak di Kec. Tallo kelurahan Pannampu. SD

    ini memiliki 4 ruang kelas, 1 ruang guru dan 1 kantin sekolah. Jumlah siswa di

    SD ini berjumlah 326 siswa dan jumlah guru sebanyak 11 guru. Adapun batas-

    batas sekolah ini yaitu :

    Sebelah utara : Pemukiman warga

    Sebelah timur : Jalan tol

    Sebelah selatan : Pemukiman warga

    Sebelah barat : Pasar Pannampu

    Pengumpulan data baik primer maupun sekunder dilaksanakan selama

    4 pekan terhitung mulai tanggal 1 Juni 2012 terhadap siswa SD Inpres 2

    Pannampu Kecamatan Tallo, dimana penelitian dilakukan di 2 kelas yaitu

    kelas 4 dan kelas 5.

    Proses yang dilakukan selama penelitian berlangsung yakni wawancara

    langsung kepada siswa SD dan melakukan pengukuran antropometri untuk

    memperoleh tujuan dari penelitian ini dan pengambilan data sekunder di SD

    Inpres 2 Pannampu.

    Pada penelitian ini jumlah sampel yaitu 82 siswa SD dari kelas 4 dan

    kelas 5. Penarikan sampel dilakukan proporsional random sampling. Hasil

    penelitian berupa data telah diolah menjadi informasi sesuai dengan tujuan

  • penelitian yang akan dideskripsikan dalam bentuk tabel dan penjelasan. Data

    yang diperoleh kemudian diolah menggunakan SPSS for windows versi 16,0

    yang dibedakan atas analisis univariat dan bivariat. Adapun hasil penelitian

    yang diperoleh adalah sebagai berikut :

    2. Hasil Penelitian

    a. Karakteristik Responden

    Responden dalam penelitian ini berjumlah 82 siswa. Distribusinya

    menurut variabel yang diteliti disajikan dalam tabel seperti di bawah ini:

    Tabel 4.1

    Distribusi Karakteristik Responden SD Inpres 2 Pannampu

    MakassarTahun 2012

    Karakteristik Responden n (82) % (100)

    Jenis Kelamin

    Laki-laki

    Perempuan

    Umur

    8 tahun

    9 tahun

    10 tahun

    11 tahun

    12 tahun

    36

    46

    1

    21

    27

    26

    7

    43,9

    56,1

    1,2

    25,6

    32,9

    31,7

    8,5

    Sumber : Data Primer, 2012

    Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 82 responden proporsi jenis

    kelamin terbesar adalah perempuan (56,1%). Dari Tabel 1 dapat diketahui

    bahwa dari 82 responden proporsi umur terbesar adalah pada kelompok

    umur 10 tahun (32,9%)

  • Tabel 4.2

    Distribusi Karakteristik Keluarga RespondenSD Inpres 2 Pannampu

    Makassar Tahun 2012

    Karakteristik Keluarga n (82) % (100)

    Pendidikan Ayah

    Tidak pernah sekolah

    Tidak tamat SD/MI

    Tamat SD/MI

    SMP/MTs/Sederajat

    SMA/MA/Sederajat

    Universitas

    Pendidikan Ibu

    Tidak pernah sekolah

    Tidak tamat SD/MI

    Tamat SD/MI

    SMP/MTs/Sederajat

    SMA/MA/Sederajat

    Universitas

    Pekerjaan Ayah

    Petani

    Buruh harian

    PNS

    Pegawai Swasta

    Tukang becak/gerobak

    Supir

    Tukang Kayu

    Nelayan

    Pengrajin

    Wiraswasta

    Pekerjaan Ibu

    Buruh harian

    Pegawai Swasta

    Pengrajin

    Wiraswas