dewi pangestuti

Upload: aldrian

Post on 07-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

uisu

TRANSCRIPT

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale ROSC

ABSTRAKJahe (Zingiber officinales Rosc.) merupakan tanaman herbal yang dapat tumbuh subur di Indonesia. Herbal ini mengandung senyawa polifenol berupa gingerol dan shogaol yang merupakan senyawa yang bersifat antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya efek ekstrak air jahe secara oral terhadap kadar MDA testis mencit dan gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis mencit yang diberi Pb asetat.Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang didisain mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL)dengan menggunakan 24 ekor mencit(Mus musculus L.) strain DD Webster jantan dewasa yang dibagi dalam 6 kelompok; satu kelompok kontrol (P0) yang diberi aquadest 0,5ml, dan lima kelompok perlakuan: (P1) diberi ekstrak jahe 0,7 mg/g BB, (P2) diberi ekstrak jahe 1,4 mg/g BB, (P3) diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB, (P4) diberi ekstrak jahe 0,7mg/g BB satu jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB, (P5) diberi jahe 1,4 mg/g BB satu jam kemudian diberi Pb asetat 0,1 mg/g BB lewat sonde lambung sekali sehari selama 42 hari/ Pada hari ke 43 mencit didekapitasi, kemudian diukur kadar MDA testis dan mengamati gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis mencit. Hasil data dianalisis dengan uji Oneway- Anova dan dilanjutkan dengan uji Post-Hoc.Hasil Penelitian menunjukan bahwa pemberian ekstrak air jahe 0.7 mg/g BB lebih dapat menurunkan kadar MDA testis mencit yang diberi Pb asetat dibandingkan dengan Ekstrak air jahe 1,4 mg/g BB per oral. Ekstrak air jahe 0,7 mg/g BB dapat menebalkan epitel dan melebarkan diameter tubulus seminiferus testis mencit yang diberi Pb asetat dibandingkan dengan ekstrak air jahe 1,4 mg/g BB per oral.Kata kunci: Ekstrak jahe, antioksidan, kadar MDA testis, gambaran histopatologis tubulus seminiferus testis.

ABSTRACT

Ginger (Zingiber officinales ROSC.) is an herbal plant that can flourish in Indonesia. Ginger is used as a spice in cooking, spicy and sweet flavorings in foods and is often used as ingredients of traditional medicine. This herb contain polyphenol compounds in the form of gingerol and shogaol which are compounds that are antioxidants. This study aims to find out whether or the ginger aqueous extract could oppose the increase of testicular MDA levels and improve the histopathologic appearance of testicular seminiferous tubules of mice given leadacetate. This research was an experimental study designed as Complete Randomized Design (CRD). Twenty four adult male mice strains DD Webster(Mus musculus L.), were divided into 6 groups: one control group (P0) was given 0.5 ml distilled water, and five treatment groups: (P1) was given aquous exract of ginger 0.7 mg/g Body Weight, (P2) was given aquous exract of ginger 1.4 mg/g Body Weight, (P3) was given lead acetate 0.1 mg/g Body Weight, (P4) was given aquous exract of ginger 0.7 mg/g BodyWeight an hour later were given lead acetate 0.1 mg/g BodyWeight, (P5) was given aquous exract of ginger 1.4 mg/g Body Weight and an hour later were given lead acetate 0.1 mg/g Body Weight via gastric sonde once a day for 42 days. On day 43 mice were decapitated, levels of MDA were measured and observed histopathologic appereance of testicular seminiferous tubules of mice. Data was analyzed by Oneway-Anova test and continued with post-hoc test.

The results of this study showed that administration of aquous extract of ginger 0.7 mg/g Body Weight orally reduced levels of testicular MDA levels of lead acetate treated mice more compared with aquous extract of ginger 1.4 mg/g Body Weight. Aquous extract of ginger 0.7 mg/g Body Weight per oral can thicken epithelium and dilatated diameter of the testicular seminiferous tubules of mice that were given lead acetate compared with aquous extract of ginger 1.4mg/g Body Weight. Keywords: Ginger extract, antioxidants, testicular MDA levels, histopathologic appearance of testicular seminiferous tubules.BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangSalah satu penyebab kerusakan sel ataupun jaringan adalah akibat pembentukan radikal bebas. Radikal bebas merupakan salah satu bentuk Reactive Oxygen Species (ROS)1. Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya2. Radikal bebas tidak stabil dan mempunyai reaktivitas yang tinggi. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat molekul elektron yang berada disekitarnya3.

Berbagai proses didalam tubuh manusia menghasilkan radikal bebas antara lain adalah melalui proses metabolisme sel normal, peradangan, terekspos allergen, sinar ultraviolet, zat-zat organik ataupun xenobiotic . Beberapa sumber radikal bebas antara lain sumber internal yaitu: mitokondria, fagosit, xantin oksidase, reaksi yang melibatkan besi dan logam transisi lainnya, arachidonat pathway, peroksisome, olah raga, peradangan, iskemia/reperfusi, sedangkan yang berasal dari sumber eksternal yaitu: rokok, polutan lingkungan, radiasi, obat-obatan, larutan industry dan ozon1,4. Radikal bebas yang reaktif dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan dengan berbagai cara antara lain: kerusakan DNA dengan kerusakan sel dan mutasi, destruksi dari aktivitas koenzim nukleotida, perubahan dalam status redoks NADPH, mengganggu terhadap Thiol-dependent enzyme, perubahan dalam thiol: status disulpida, berikatan kovalen dengan protein dan lipid, merubah aktivitas enzim dan metabolisme lipid, merusak protein, meningkatkan turnover dari protein, peroksidasi lipid, perubahan fungsi dan struktur membran, kerusakan membran terhadap protein, gangguan transport5. MDA merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas melalui reaksi ionisasi dalam tubuh dan merupakan produk akhir oksidasi lipid membran. Pada DNA, MDA akan bereaksi dengan deoxyadenosine dan deoxyguanosine yang akan menyebabkan kerusakan pada DNA6. Kadar MDA sangat bergantung pada status antioksidan7.

Pada saat ini banyak dijual bebas antioksidan dengan berbagai merek dipasaran dengan harga yang relative mahal. Padahal, zat antioksidan banyak terdapat di alam secara melimpah salah satunya adalah jahe. Jahe (zingiber officinale.) digunakan sebagai bumbu masak, minuman, serta permen juga digunakan dalam ramuan obat tradisional, yang berfungsi sebagai stimulansia, karminativa, diaforetika, mengatasi kolik dan batuk kering8. Hasil penelitian dengan menggunakan asam linoleat sebagai substrat, jahe yang mengandung gingerol memiliki daya antioksidan diatas tokoferol9.

Senyawa bioaktif rimpang jahe seperti gingerol, shogaol dan resin yang terkandung dalam oleoresin dapat menurunkan kadar MDA plasma dan meningkatkan kadar Vitamin E plasma10. Senyawa yang terkandung didalam jahe dapat melindungi DNA dari kerusakan yang diinduksi oleh H2O211.

Ekstrak zingiber officinale rosc. mengandung polyphenol yang menunjukkan kapasitas tinggi sebagai chelator sehingga dapat mencegah inisiasi radikal hidroksil yang diketahui sebagai pencetus terjadinya peroksidasi lipid, dengan demikian ekstrak jahe dapat digunakan sebagai antioksidan12. Dari hasil penelitian didapat bahwa ekstrak zingiber officinale secara signifikan meningkatkan kadar serum testosterone, berat testis serta aktifitas alpha-glukosida epididimis hewan tikus13. Ekstrak jahe dapat meningkatkan kualitas spermatozoa, kadar LH dan FSH serta menurunkan kadar MDA testis mencit14,15. Pemberian secara oral ekstrak jahe juga dapat memperbaiki kerusakan sel spermatogenik tikus jantan yang dipapari oleh fungisida mancozeb16. Pada penelitian ini digunakan plumbum asetat sebagai salah satu oksidan yang dapat kita temukan di sekeliling kita. Plumbum merupakan salah satu logam berat yang dapat mencemari lingkungan. Dari hasil penelitian didapat tingginya kandungan Pb pada daging kerang bulu (Anadara inflata) di dekat pelabuhan kapal-kapal bongkar muat, kapal ikan, pabrik-pabrik, dan galangan kapal serta pemukiman di muara sungai Asahan. Selain itu, di sepanjang hulu sungai juga terdapat banyak pabrik industri dan lahan pertanian, memungkinkan adanya limbah buangan air yang di buang ke sungai terbawa air sungai dan berakhir di muara sungai dan menjadi tempat berkumpulnya zat-zat cemaran yang dibawa oleh aliran sungai tersabut17. Pembuangan limbah pabrik baterai, cat, tekstil memperburuk sanitasi makanan, sehingga Pb dapat memberikan efek racun terhadap fungsi organ yang terdapat dalam tubuh18, merupakan faktor yang menunjang untuk terjadinya toksisitas Pb pada makhluk hidup. .Plumbum dikenal sebagai bahan toksis bagi organ reproduksi wanita dan pria. Pada pria, konsentrasi Pb dalam darah lebih dari 40 g/dl dihubungkan dengan penurunan atau kelainan produksi sperma19. Pencemaran plumbum terhadap lingkungan menyebabkan penurunan kualitas sperma pada manusia20. Beberapa penelitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa keracunan Pb dapat mengakibatkan penurunan berat testis dan kerusakan tubulus seminiferus testis tikus putih21. Pemberian plumbum asetat secara intraperitoneal sebanyak 200mg/kgBB terjadi peningkatan jumlah morfologi sperma yang abnormal dan penurunan kadar asam askorbat dalam testis mencit22. Injeksi subkutan Plumbum selama 3 hari menyebabkan penurunan jumlah sperma, berat testis dan kerusakan dari tubulus seminiferus23. Hasil penelitian terhadap mencit, terlihat perbedaan yang nyata antara kelompok yang diberi plumbum asetat konsentrasi 0,1% dan 0,3% dibanding dengan kelompok kontrol dalam meningkatkan kadar MDA didalam sekresi cauda epididimis juga mempengaruhi kualitas spermatozoa mencit tersebut24. Pemberian Pb dapat menginduksi stress oksidasi pada hewan percobaan, dengan terjadinya peningkatan lipid peroxidation dalam jaringan testis, dimana lipid peroxidation dapat ditentukan dengan cara mengukur malondialdehid (MDA) mengikuti test standar thiobarbituric acid (TBA)25. Plumbum asetat yang diberikan secara oral ternyata juga dapat meningkatkan kadar MDA testis, serta menyebabkan perubahan pada gambaran histologi jaringan testis dimana terlihat eksudasi interstisial, degenerasi dan nekrosis sel spermatogenik26.Tujuan Penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa ekstrak jahe dapat menghambat kerusakan tubulus seminiferus testis tikus akibat paparan plumbum asetate.Bahan dan Cara Kerja

1. Bahan

Bahan biologis : Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus musculus L.) strain DD Webster yang sehat, umur 8-11 minggu, belum pernah digunakan untuk percobaan lain dan mempunyai berat badan antara 25- 35 gram yang diperoleh dari FMIPA Biologi USU Medan. Bahan Kimia : Plumbum asetat (Merck) , formalin 10%, Alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut, parafin, xylol, Hematoxylin-Eosin, kit pemeriksaan Malondialdehid (Oxitek). Rimpang jahe emprit yang didapat dari desa sumbul pegaga, Rimpang jahe dibersihkan, kemudian diiris tipis dengan ketebalan 1- 2 mm, dikering anginkan, di timbang lalu dihaluskan dengan blender sampai menjadi serbuk. Serbuk jahe dimaserasi dengan aquadest selama 48 jam, sampai didapat cairan bening. Hasil maserasi dipekatkan dengan waterbath sampai diperoleh ekstrak yang pekat, kemudian ekstrak pekat ini di fresh dryer hingga menjadi ekstrak kering. 2. Cara KerjaPenelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium FMIPA Biologi USU Medan, Laboratorium terpadu FK USU Medan, Laboratorium Patologi Anatomi FK USU Medan, Laboratorium Farmasi MIPA USU Medan dan Laboratorium Biomedik FK USU.. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang didisain mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL). Jumlah binatang percobaan terdiri atas 48 ekor mencit putih yang dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan, masing-masing terdiri dari 8 ekor mencit. Penelitian dilakukan selama 8 minggu, penggunaan dan penanganan hewan penelitian dilakukan sesuai dengan aturan etika penelitian hewan penelitian yang diatur dalam Deklarasi Helsinki untuk memperoleh ethical clearance dari komite etik penelitian hewan FMIPA Biologi Universitas Sumatera Utara Medan. Dosis plumbum asetat yang digunakan sebesar 100 mg/KgBB sesuai dengan penelitian27. Penentuan dosis ekstrak jahe pada mencit berdasarkan dosis ekstrak jahe yang aman bagi sistem reproduksi tikus jantan yaitu sebesar 500mg/KgBB dan 1000mg/KgBB dengan berat badan tikus yang digunakan 200 gram14. Pemberian dosis ekstrak jahe untuk mencit dengan menggunakan tabel konversi dosis28. Angka konversi dari tikus dengan berat badan 200 g ke mencit dengan berat badan 20 g yaitu sebesar 0,14g. Maka dosis ekstrak jahe yang digunakan adalah sebesar 0,7 mg/BB mencit dan 0,14 mg/BB mencit. Perlakuan Hewan coba:

a) Kelompok I (P0) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang diberi aquadest sebanyak 0,5 ml secara oral selama 42 hari.

b) Kelompok II (P1) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang diberi ekstrak jahe 0,7 mg/gBB diberikan secara oral per hari selama 42 hari.

c) Kelompok III (P2) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang diberi ekstrak jahe 1,4mg/gBB diberikan secara oral per hari selama 42 hari.

d) Kelompok IV (P3) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang diberi plumbum asetat 0,1 mg/gBB diberikan secara oral per hari selama 42 hari.

e) Kelompok V (P4) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang diberi ekstrak jahe 0,7 mg/gBB diberikan secara oral, satu jam kemudian diberi plumbum asetat 0,1 mg/gBB diberikan secara oral per hari selama 42 hari.

f) Kelompok VI (P5) = terdiri dari 4 ekor mencit jantan dewasa yang diberi ekstrak jahe 1,4mg/gBB diberikan secara oral, satu jam kemudian diberi plumbum asetat 0,1 mg/gBB diberi secara oral per hari selama 42 hari.

Setelah 42 hari perlakuan, masing-masing hewan coba dikorbankan dengan cara dislokasi leher, kemudian dilakukan pengamatan kadar MDA testis dengan metode pemeriksaan MDA menurut Rao et al., dan Hsieh et al, (2006) yang telah dimodifikasi, serta dilakukan pengamatan gambaran mikroskopis diameter dan ketebalan epitel tubulus seminiferus testis mencit. dibuat sediaan histologis dengan metode parafin, menggunakan pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin)29.Analisa data dipresentasikan dalam bentuk rata-rata simpangan baku ( rata-rata SD), dan di uji dengan ANOVA. Untuk melihat perbedaan antar kelompok kontrol dan kelompok perlakuan mengunakan uji Mann Whitney. Semua analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS 13,0. Dalam penelitian ini, hanya perbedaan rata-rata pada 0,05 yang dianggap bermakna (signifikan).Hasil

Hasil pengukuran kadar MDA ginjal setiap mencit jantan dewasa disajikan pada grafik histogram seperti yang tertera pada gambar 1.

Gambar 1. Grafik Kadar rata-rata MDA Testis Mencit Jantan Dewasa (M/mL). Keterangan; P0 (0,5 ml aquabidest); P1 (ekstrak jahe 0,7 mg/gBB); P2 (ekstrak jahe 1,4 mg/gBB); P3 (Pb asetat 0,01 mg/gBB); P4 (ekstrak jahe, 0,7mg/gBB + Pb asetat 0,01mg/gBB); P5 (ekstrak jahe 1,4mg/gBB + Pb asetat 0,01mg/gBB); =standar deviasi (SD). Dari hasil tersebut dapat dibuat Pada pengujian normalitas dan homogenitas data, ternyata data berdistribusi normal dan variansinya homogen, sehingga tidak perlu dilakukan transformasi data. Data memenuhi asumsi pengujian parametrik Anova (Analisis of Varian) satu arah pada level 5%. Ternyata hasil uji menunjukkan perbedaan yang tidak nyata antara perlakuan penelitian (p>0,05). Pada gambaran histopatologis diamati dan dianalisis 2 (dua) hal yakni; (a) diameter tubulus seminiferus mencit, dan (b) tebal epitel tubulus seminiferus mencit.

a. Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit Gambar 2. Grafik rata-rata Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit Jantan (m). Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji 5%. Keterangan; P0 (0,5 ml aquabidest);P1 (ekstrak jahe 0,7 mg/gBB); P2 (ekstrak jahe 1,4 mg/gBB), P3 (Pbasetat 0,01 mg/gBB); P4 (ekstrak jahe, 0,7 mg/gBB + Pb asetat 0,01 mg/gBB); P5 (ekstrak jahe 1,4mg/gBB + Pb asetat 0,01mg/gBB); =standar deviasi (SD). Gambaran hasil tersebut dapat dibuat grafik histogram seperti yang tertera pada Gambar 2. Pada pengujian normalitas dan homogenitas data, ternyata data tidak berdistribusi normal dan variansinya tidak homogen, sehingga perlu dilakukan transformasi data. Kemudian hasil analisis tetap menunjukkan distribusi data tidak normal dan variansi data yang tidak homogen. Oleh karena itu data hanya memenuhi asumsi pengujian data nonparametrik Krusskal Wallis analisis. Hasil ujinya menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan penelitian (p0,05).

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 4: Gambar Histopatologi Tubulus Seminiferus Testis mencit, HE-400x

(a) Kelompok Kontrol(P0); tanda panah biru pengukuran tebal epitel tubulus

seminiferus, tanda panah hitam pengukuran diameter tubulus seminiferus.

(b) Kelompok P1(Jahe 0,7mg/gBB);terlihat pelebaran diameter tubulus seminiferus

testis dibandingkan dengan kelompok kontrol.

(c) Kelompok P2(Jahe1,4mg/gBB); terlihat juga pelebaran diameter tubulus

seminiferus testis dan daerah interstisial yang kosong dibandingkan dengan

kelompok kontrol.

(d) Kelompok P3(Pb asetat 0,1 mg/gBB); terlihat epitel tubulus seminiferus menipis

dan sel-sel spermatogenik tidak begitu memenuhi epitel tubulus seminiferus testis

bila dibandingkan dengan kelompok kontrol.

(e) Kelompok P4(Jahe 0,7mg/gBB+Pb asetat 0,1mg/gBB); terlihat penebalan

kembali epitel tubulus seminiferus dan sel-sel spermatogenik mulai kembali

memenuhi epietl tubulus setelah pemberian 0,7mg/gBB ekstrak jahe.

(f) Kelompok P5(jahe1,4mg/gBB+Pb asetat 0,1mg/gBB); terlihat

pengecilan diameter tubulus seminiferus testis dibandingkan dengan kelompok

kontrol.PEMBAHASAN

4.2.2. Kadar Malondialdehid (MDA) Testis mencit

Dari hasil pemeriksaan kadar MDA testis yang tertinggi didapatkan pada P1, tetapi berbeda tidak nyata dengan kadar MDA pada perlakuan lainnya yaitu, P0, P2, P3, P4 dan P5. Tingginya kadar MDA pada P1, hal ini mungkin dapat disebabkan oleh adanya sifat oksidan yang timbul dari kandungan ekstrak jahe 0,7 mg/gBB. Besar kemungkinan ekstrak jahe 0,7 mg/gBB mengandung senyawa fenol yang cukup besar bagi testis mencit sehingga timbul sifat oksidannya. Hal ini dinyatakan oleh Gordon30, bahwa pada konsentrasi antioksidan yang cukup besar dapat menyebabkan terjadinya perubahan kecepatan oksidasi dari sel. Kemudian dikatakannya bahwa, pada konsentrasi yang tinggi dapat terjadi penghilangan aktivitas antioksidan dari kelompok fenol dan berobah menjadi pro-oksidan. Pada konsentrasi tinggi, shogaol berganti sebagai prooksidan sehingga tidak lagi dapat menetralkan radikal PQ+ dan anion superoksida yang berasal dari parakuat, sehingga berpeluang mengoksidasi lipid atau protein membran sel yang berakibat pada gangguan transduksi penandaan membran dan sistem enzim proteolitik membran sel NK (Natural killer)31.

Kadar MDA testis yang paling rendah didapatkan pada perlakuan P4, namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya yaitu P0, P1, P2, P3, dan P5. Hal ini mungkin terjadi karena pada P4 atau pemberian ekstrak jahe, 0,7 mg/gBB pada mencit yang diberi Pb asetat 0,1 mg/gbb terjadi efek positif yakni proses penurunan oksidan yang ditimbulkan oleh Pb. Kandungan fenol dari jahe berkemungkinan cukup optimal dalam menekan oksidan (radikal bebas) yang berada pada testis mencit. Senyawa fenol jahe mampu memutuskan reaksi berantai dengan cara bereaksi dengan radikal lipid, dan mengubahnya menjadi produk yang stabil32. Seperti juga yang dinyatakan Kikuzaki dan Nakatani9 bahwa, ekstrak jahe mengandung beberapa zat yang berfungsi sebagai antioksidan yang cukup baik seperti 6-gingerol dan 6 shogaol. Pemberian ekstrak jahe dosis lebih tinggi tidak menjamin adanya penekanan oksidan dalam testis setelah diberi Pb. Dapat dilihat pada Gambar 1 yang memperlihatkan bahwa perlakuan P5 (ekstrak jahe 1,4mg/gBB + Pb asetat 0,1mg/gBB), tidak cukup baik dalam menekan kandungan MDA dalam testis jika dibandingkan dengan perlakuan P4 (ekstrak jahe, 0,7 mg/gBB + Pb asetat 0,1 mg/gBB), meskipun pengaruhnya berbeda tidak nyata. Kondisi optimum merupakan kondisi yang sangat baik dalam menekan kadar oksidan dalam testis yang berasal dari pemberian Pb. 4.2.3. Gambaran Histopatologis Tubulus Seminiferus Testis Mencit

a. Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit

Diameter tubulus seminiferus tertinggi didapatkan pada P1, Hal ini mungkin dapat terjadi oleh karena aktivitas pro-oksidan dari jahe sehingga terjadi kematian pada sel-sel interstesial (sel leydig atau sel parenkim) sehingga membentuk ruang kosong yang akhirnya memberi peluang bagi tubulus seminiferus menjadi melebar (lebih besar). Sehingga ukuran diameter tubulus seminiferus menjadi lebih besar. Sifat pro-oksidan dari ekstrak jahe ini dapat dibuktikan dan dilihat pada Gambar 2 yang menunjukkan kadar MDA testis pada P1 lebih tinggi dari perlakuan lainnya seperti P0, P2, P3, P4, dan P5. Menurut Gautam et al33, pemaparan secara langsung radikal bebas (oksidan) telah diketahui dapat menginduksi terjadinya apoptosis beberapa populasi sel termasuk sel leydig.Diameter tubulus seminiferus terendah didapatkan pada P5, kemungkinan karena aktivitas radikal bebas yang ditimbulkan oleh adanya Pb di dalam testis. Hal ini menyebabkan kematian pada spermatozoa di dalam tubulus seminiferus sehingga terbentuk pelebaran lumen di bagaian tengah tubulus seminiferus. Secara langsung menyebabkan pengurangan diameter tubulus seminiferus sehingga memperkecil diameter tubulus tersebut. Tingginya aktifitas radikal bebas pada testis pada P5 ini dapat dilihat pada Gambar 2 di atas. Sesuai dengan penelitian Hariono34, menunjukkan bahwa tikus yang diberi Pb memperlihatkan perubahan struktur tubulus seminiferi dengan pengecilan diameternya, pelepasan hiposeluler lapisan germinal dari membrana basalis, penurunan produksi spermatosit dan cidera pada spermatosit. Meskipun adanya penambahan ekstrak jahe pada P5, tetapi tetap tidak memberi efek antioksidan terhadap radikal yang ditimbulkan Pb. Hal ini mungkin kadar ekstrak yang diberikan belum optimal sebagai antioksidan di testis. b. Tebal Epitel Tubulus Seminiferus Testis Mencit.

Tebal epitel tubulus seminiferus terendah didapatkan pada P3, kemungkinan karena aktivitas radikal bebas yang ditimbulkan oleh adanya Pb di dalam testis. Hal ini menyebabkan kematian pada sel-sel spermatogenik di dalam tubulus seminiferus, sehingga ketebalan epitel tubulus seminiferus menurun. Sebagai bukti tingginya aktifitas radikal bebas di testis pada perlakuan P3 ini dapat dilihat pada Gambar 3 di atas. Pada penelitian Ochoa I.H et al.20, menunjukkan bahwa Pb berpengaruh terhadap penurunan kualitas semen dan khromatin spermatozoa, jumlah spermatozoa, motilitas dan viabilitas, morphologi dan viabilitas karena terbentuk ikatan Pb-Spermatozoa. Danial27 menemukan hasil adanya pengurangan ketebalan epitel tubulus seminiferus pada mencit dengan dosis 25-100 mg/kg BB. Ditemukan juga adanya gangguan proses pembentukan spermatozoa atau spermatogenesis. Dari gambar 3 dan gambar 4, dapat dilihat bahwa setelah pemberian ekstrak jahe sebanyak 0,7mg/gBB (perlakuan P4) terlihat adanya penebalan kembali epitel tubulus seminiferus testis, meskipun berbeda tidak nyata dengan perlakuan P0, P1, P2, P3, dan P5, kemungkinan karena aktivitas antioksidan dari ekstrak jahe sehingga menekan radikal bebas yang ditimbulkan Pb di testis. Keadaan ini memberi kesempatan baik pada proses spermatogenesis (pembentukan spermatozoa) dalam testis. Sel-sel spermatogenik yang terbentuk berhubungan dengan meningkatnya ketebalan epitel tubulus seminiferus dalam testis, dimana dari hasil statistik penelitian sebelumnya bahwa ketebalan epitel tubulus seminiferus lebih mengambil peran dalam viabilitas sperma daripada diameter tubulus seminiferus35.Seperti penelitian Amin dan Hamza36, bahwa ekstrak jahe dapat meningkatkan aktivitas antioksidan enzim-enzim sehingga meningkatkan kualitas spermatozoa. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian tentang pemberian ekstrak air jahe pada mencit yang dipapari plumbum, dapat disimpulkan bahwa ekstrak jahe dapat menurunkan kadar MDA testis mencit serta dapat memperbaiki tubulus seminiferus testis mencit yang diberi plumbum asetat,

DAFTAR PUSTAKA1. Percival M, 1998. Antioxidants, Clinical Nutrition Insights, Rev. 10:98.2. Valko M , Dieter L , Jan M, Mark T.D. Cronin , Milan M, Joshua T, 2007. Free radicals and antioxidants in normal physiological functions and human disease, The International Journal of Biochemistry & Cell Biology 39: 4484.3. Tuminah S, 2000. Radikal Bebas Dan Antioksidan: Kaitannya dengan Nutrisi dan Penyakit. Cermin Dunia Kedokteran 128; 49-50.4. Langseth L, 1995. Oxidants, Antioxidants, and Disease Prevention. ILSI Europe Concise Monograph Series. Brussel, Belgium. : 1-24.5. Slater KF, Cheesemamn H , Davies JK , 1987. Free Radical Mechanisms In Relation to Tissue Injury, Proceedings of the Nutritia Societ , 46,1-12.6. Marnett L.J, 2000. Oxyradical and DNA Damage. Carcinogenesis. Vol.21: 361-370.7. Winarsi H, 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas, Cetakan ke-5. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal:1-218.8. Rukmana RH, 2000. Usaha Tani Jahe Dilengkapi dengan Pengolahan jahe segar, Seri Budi daya, 8, Yogyakarta, Kanisius, 12-16

9. Kikuzaki H. and Nakatani N. 1993. Antioxidant effects of some ginger constituents. J. Food Science. 58: 1.4071.410.10. Zakaria R, Hari S dan Arif H, 2000. Pengaruh Konsumsi Jahe (Zingiber officinale Roscoe) Terhadap kadar Malondialdehida Dan Vitamin E Plasma Pada Mahasiswa Pesantren Ulil Albab kedung Badak, Bogor, Bul.Teknol. dan Industri Pangan, Vol XI, 36-40.11. Zhongguo, Zhong, Yao, Zhi Z, 2003. Antioxidation activity and protective effection of ginger oil on DNA damage in vitro, International Bilbiographic Information on Dietary Suplement, 873-87512. Stoilova, I., Krastanv, A., Stoyanova, A., Denev, P. and Gargova, S. 2007. Antioxidant activity of a ginger extract (Zingiber officinale). Food Chemistry 102, 764770.

13. Kamtchouing P, Mbongue G.Y, Fndio T, Dimo and H.B. Jatsa, 2002. Evaluation of androgenic activity of Zingiber officinale and Pentadiplandra brazzeana in male rats .Asian J. Androl., 4(4): 299- 301

14. Morakinyo A.O, Adeniyi O.S dan Arikawe A.P, 2008. Effect of Zingiber Officinale on Reproductive Function in the Male Rats. African Journal of Biomedica Research, Vol.11: 329-334.

15. Khaki A, Fathiazad F, Nouri M, Amir K, Ozanci C, Novin G, Hamadeh M, 2009. The Effect of Ginger on Spermatogenesis and Sperm Parameters of Rat. Iranian Journal of Reproductive Medicine Vol.7: 7-12.16. Sakr S.A, Okdah Y.A, El-Adly E.K, 2009. Effect of Ginger (Zingiber Officinale) on Mancozeb Fungicide Induced Testicular Damage in Albino Rats, Aust. J. Basic & Appl. Sci., 3(2): 1328-1333.

17. Ernawati, 2010. Kerang bulu (Anadara inflata) Sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) di Muara Sungai Asahan. Tesis.Program Studi Magister Biologi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara; 41- 42.

18. Darmono., 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Penerbit Universitas

Indonesia, Jakarta ; 112-140.

19. Kosnett MJ, 2009. Heavy Metal Intoxication and Chelators didalam: Katzhung BG, editor: Basic And Clinical Pharmacology, 11th Edition:57, p 999-1010.20. Ochoa I.H, Gonzalo G, Lizbeth L, Marisela R, Javier M, Mariano EC, Betzabet QV. 2005. Low lead environmental exposure alters semen quality and sperm chromatin condensation in northern Mexico. Reproductive Toxicology 20. 221228. 21. Ahmad I, Sabir M, Yasin KF, 2003. Study Effect of Lead Poisining on The Testes in Albino Rats. Pakistan J. Med. Res. 42: 322. Acharya U.R, Acharya S dan Mishra M, 2003. Lead Acetat Induced Cytotoxicity in Male germinal cells of Swiss Mice. Industrial Health. 41: 291-294.

23. Graca A, Santos J R, Pereira M, 2004. Effect of Lead Chloride on Spermatogenesis And Sperm Parameters in Mice. Asian J Androl 6: 237-241.24. Fauzi TM, 2008. Pengaruh Pemberian Timbal Asetat dan Vitamin C terhadap Kadar Malondialdehid dan kualitas Spermatozoa di dalam Sekresi Epididimis Mencit Albino (Mus musculus L) Strain DDW. Biomedic, Medan, Universitas Sumatera Utara.25. Acharya S, Acharya UR, 1997. In vivo lipid peroxidation responses of tissues in lead-treated swiss mice. Ind Health 35: 542544.

26. Hamadouche NA, Slimani M, Boudia B, C Zaoui, 2009. Reproductive Toxicity of Lead Acetat in Adult Male Rats. American Journal of Scientific Resarch. 3: 38-5027. Danial, 2005. Pengaruh Pemberian Timbal Asetat peroral terhadap Berat Testis, Diameter dan Tebal Epitel Tubulus Seminiferus Testis Mencit (Mus musculus) Jantan. Master thesis UNAIR.

28. Harmita, Radji M, 2008. Buku Ajar Analisis Hayati, Edisi 3. EGC: hal: 67.29. Suntoro, SH. 1983. Metode Perwarnaan (Histologi dan Histokimia). Jakarta ; Penerbit Bhratara Karya Aksara.

30. Gordon.1990.World health medicine. http://www.kkkmedicine.blogspot.com/ 2010-05-09 archive.html. Diakses tanggal 16 September 2010.

31. Gordon, M.H 1990, The Mechanism of Antioxidants Action in Vitro, Di dalam: B.J.F. Hudson, Editor: Food Antioxidants. Elsivier Applied Science, London.32. Wresdiyati T, Made A., I Ketut M.A. 2003. Pemanfaatan Ekstrak Jahe (Zingiber officinale) untuk Mengatasi Kelainan Antioksidan Intrasel pada Jaringan Tikus Akibat Stres. Laporan Penelitian Hibah Bersaing DIKTI. LPPM-IPB Darmaga Bogor. 33. Gautam, M.M., D. K, Misro, S. P. Chaki and N. Sehgal . 2006. H2O2 at physiological concentrations modulates Leydig cell function inducing oxidative stress and apoptosis. Apoptosis ; 11: 3946.34. Hariono B, 2005. Efek Pemberian Plumbum (Timah hitam) Anorganik pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). J. Sain Vet. Vol 23 No. 2.35. Wan SX, Jianhai Z, Jundong W, 2006. Effect Of High Fluoride On Sperm Quality And Testicular Histology In Male Rats, Research report Fluoride 39(1)1721.

36. Amin A andHamza AE , 2006. Effects of Roselle and Ginger on cisplatin-induced reproductive toxicity in rats, Asian Journal of Andrology , 8, 607612.