dermatitis kontak alergik_genta d.k. 2015.04.2.0058_dr. hendra
DESCRIPTION
ggTRANSCRIPT
I. IDENTITAS PASIENNama : Ny.MT
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 44 tahun
Alamat : Madura
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tgl. Periksa : 14 September 2015
II. ANAMNESA 1. Keluhan Utama :
Kulit kemerahan pada bagian wajah
2. Keluhan tambahan :Gatal dan bentol-bentol pada wajah
3. Riwayat Penyakit Sekarang (Autoanamnesa)Pasien datang ke poli kulit kelamin RSAL Dr. Ramelan Surabaya pada
tanggal 14 September 2015 dengan keluhan kulit kemerahan dan gatal yang
terus menerus pada wajah sejak 1 hari yang lalu. Menurut pasien
keluhannya disebabkan oleh krim THERASKIN yang dia beli di temannya.
Dia membeli 2 macam krim,yaitu krim pagi dan krim malam. Pasien
mengatakan baru memakai 2 kali krim tersebut. Pada saat pemakaian yg ke
2 kali muncul gatal dan kemerahan pada wajah.Pasien menyatakan teman-
temannya juga memakai krim yang sama tetapi tidak mengalami reaksi.
Sebelumnya pasien hanya memakai krim Olay. Pasien tidak ingat mulai
1
RESPONSI
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
Nama : Genta Dwi Kurniawan
NIM : 2015.04.20.0058
kapan memakai krim Olay.Biasanya di pakai sehari sekali pada saat malam
hari.
4. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak perna sakit seperti ini sebelumnya
Riwayat alergi makanan disangkal
Asma disangkal
Diabetes Mellitus disangkal
Pasien memiliki riwayat alergi obat, yang sekitar 3 tahun yang lalu
menyebabkan badannya kaku dan tidak bisa bangun, tetapi dia tidak ingat
jenis obatnya,cuma dia ingat bentuknya tablet
Pasien juga mengaku perna disuntik obat kemudian jantungnya berdebar-
debar
5. Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti ini
6. Riwayat Psikososial Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang jarang melakuan aktivitas
yang berat dan jarang keluar rumah
Pasien mandi 2-3 kali sehari menggunakan air PDAM dan memakai sabun
mandi.
Pasien tidak menggunakan baju, handuk / peralatan mandi bergantian
Lingkungan tempat tinggal pasien cukup bersih
Pasien sehari-hari memakai krim OLAY.
Pasien jarang memakai make up
III. PEMERIKSAAN FISIKStatus GeneralisKeadaan Umum : Tampak Baik,
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Baik,
Kepala dan Leher :
A/I/C/D : -/-/-/-
2
Pembesaran stroma (-)
Pembesaran KGB (-)
Wajah : Lihat status dermatologi
Thorax : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Extremitas : Dalam batas normal
Status DermatologiRegio facialis
Efloresensi : makula eritema berbatas tidak tegas, urtika dan papula.
IV. RESUMEAnamnesa
Pasien Ny. MT, 44 tahun datang dengan keluhan gatal dan kemerahan
sejak 1 hari yang lalu di wajah. Hal tersebut disebabkan setelah memakai
krim THERASKIN pagi dan malam yang baru pertama kali dia beli.
Sebelumnya sehari-hari pasien memakai kirm OLAY
Pemeriksaan FisikStatus generalis : Dalam batas normal.
WajahEfloresensi : makula eritema berbatas tidak tegas, urtika dan papula.
V. DIAGNOSA KERJA
3
Dermatitis Kontak Alergik
VI. DIAGNOSA BANDING Dermatitis Kontak Iritan
VII. PLANNING DIAGNOSA
Uji Tempel
TERAPINon medikamentosa:
Edukasi kepada pasien tentang penyakitnya
Mencegah garukan pada daerah yang gatal
Menghindari bahan alergik
Medikamentosa: Sistemik
Loratadine tablet 10mg 1x1 tab
Topikal Elocon Cream, 0.1% 2x1 selama 7 hari
MONITORING Keluhan penderita berkurang, tetap atau makin memberat.
Komplikasi yang dapat muncul
VIII. PROGNOSIS– Bergantung pada gejala klinisnya, umumnya rasa gatal dan perubahan
pigmentasi dapat diatasi setelah dilakukan pengobatan yang adekuat.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi Dermatitis adalah peradangan kulit akibat factor eksogen dan atau
factor endogen yang dapat menyebabkan kelainan klnis berupa efloresensi
polimorfik dan keluhan gatal (Sularsito,2015).
Dermatitis kontak alergik (DKA) merupakan suatu peradangan akibat
kontak dengan bahan alergen (Ardie,2004).
II. EpidemiologiJumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit bila
dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, karena hanya mengenai orang
yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). DKA hanya timbul kurang lebih
20%. Insiden dermatitis kontak alergik terjadi pada 3-4% dari populasi
penduduk. Usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi, tetapi DKA jarang
dijumpai pada anak-anak. Lebih sering timbul pada dewasa, tapi dapat
mengenai semua usia. Prevalensi pada wanita dua kali lipat daripada laki-laki.
Bangsa Kaukasian lebih sering terkena daripada ras bangsa lain
(Sularsito,2015).
III. EtiologiPenyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering
berupa bahan kimia dengan berat molekul rendah, kurang dari 1000 Da,
disebut sebagai hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan dapat
menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis bagian
dalam. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh sensitisasi alergen, dosis
per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu,
kelembaban lingkungan, vehikulum dan PH. Juga faktor individu, misalnya
keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan
epidermis), status imun (misalnya sedang mengalami sakit atau terpajan sinar
matahari secara intens) (Sularsito, 2015).
Theraskin Krim : Salah satu Kandungan yang terdapat pada cream
theraskin adalah retinoid. Saat ini terdapat 3 generasi retinoid, yang sering
5
digunakan adalah retinol dan tretinoin yang merupakan retinoid generasi
pertama. Retinol bisa ditemukan pada produk-produk perawatan kulit yang
dijual bebas di pasaran, misalnya Pond's Age Miracle dengan manfaat anti
aging. Tretinoin sering digunakan sebagai campuran dalam krim malam
untuk berbagai terapi, misalnya jerawat, flek hitam, anti aging, dsb. Bila
dibandingkan, efek terapi tretinoin kira-kira 25 kali dari retinol. Tretinoin
memiliki nama sistematik (IUPAC) asam retinoat dengan rumus molekul
C20H28O2. Ia adalah bentuk asam dari vitamin A. Tretinoin dipakai untuk
mengobati jerawat dengan cara topikal (dioleskan ke kulit). Selain itu, tretinoin
juga diklaim memiliki khasiat memperlambat penuaan kulit serta
menghilangkan keriput dengan cara meningkatkan produksi kolagen pada
lapisan dermis kulit.
IV. PatogenesisMekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA mengikuti respon imun
yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi
imunologik tipe IV, atau reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi
melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang
telah mengalami sensitisasi dapat mengalami DKA.
A. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase
ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan
kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten
menempel pada kulit selama 18- 24 jam kemudian hapten diproses dengan
jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk
mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis,
menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada membran sel
Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human
Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting
cell). Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks
Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul
CD4+ (Cluster of Diferentiation 4+) dan molekul CD3. CD4+ berfungsi
sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul
6
CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan
pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion
kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel
T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-
1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2
akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed memory T
cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan
akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang
sama.
Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum
terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi
yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.
Gambar 1. Hipersensitivitas tipe IV
B. Fase Elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan
merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang
INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang
keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang
langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid.
Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan
7
histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat.
Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan
vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau
penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses
skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel
Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2
(PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2
berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T
dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen,
diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat
sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T
terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan
peradangan (Sularsito,2015).
V. Gejala KlinisPasien umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
tingkat keparahan dan lokasi dermatitisnya. Pada stadium akut dimulai
dengan bercak eritematous berbatas tegas lalu diikuti edema,
papulovesikel,vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah dan
mengakibatkan erosi dan eksudasi (basah).) DKA akut biasanya ditandai
dengan eritema dan edema. DKA kronis ditandai dengan kulit kering,
berskuama, papul, likenifikasi, fisur, berbatas tidak tegas (Nelson,2010).
Berbagai lokasi kejadian DKA :
1. Tangan
Kejadian dermatitis kontak sering di tangan, mungkin karena tangan
merupakan organ tubuh yang sering digunakan untuk melakukan
pekerjaan sehari-hari. Penyakit kulit akibat kerja juga biasanya
mengenai tangan. Pada pekerjaan yang basah, misalnya memasak
makanan, mencuci pakaian, pengatur rambut di salon, angka kejadian
dermatitis lebih tinggi. Contoh bahan yang dapat menyebabkan
8
dermatitis di tangan : deterjen, antiseptik, getah sayuran, semen dan
pestisida.
Gambar 2. Dermatitis di tangan(Usatine,2010)
2. Lengan dan ketiak
Alergen penyebab umumnya sama dengan pada tangan, misalnya
oleh jam tangan (nikel), sarung tangan, karet, debu semen dan
tanaman. DKA di ketiak dapat disebabkan oleh deodoran, antiseptik,
formaldehid yang ada di
pakaian.
Gambar 3. Dermatitis di ketiak akibat deodoran (Usatine,2010)
3. Wajah
Dermatitis kontak di wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik,
spons (karet), obat topikal, alergen di udara, nikel (tangkai kaca mata).
Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi
dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan
oleh cat kuku, cat rambut, maskara, obat tetes mata dan salep mata.
9
Gambar 4. Dermatitis di wajah akibat penggunaan krim wajah
(Fitzpatric,2005)
4. Telinga
Anting yang terbuat dari nikel dapat menjadi penyebab dermatitis
kontak pada telinga. Penyebab lainnya yaitu obat topikal, tangkai kaca
mata, cat rambut, gagang telepon.
Gambar 5. Dermatitis di telinga (Usatine,2010)
5. Leher
Sebagai penyebabnya yaitu kalung dari nikel, cat kuku, parfum, zat
pewarna pakaian.
10
6. Badan
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat pewarna,
kancing logam, karet, deterjen.
Gambar 6. Dermatitis akibat pengait sabuk (Usatine,2010)
7. Paha dan tungkai bawah
Dermatitis di tempat ini disebabkan oleh tekstil, dompet, kaos kaki
nilon, sepatu/sandal. Dapat juga karena terkena deterjen, bahan
pembersih lantai.
Gambar 7. Dermatitis kontak alergik akibat sepatu baru (Usatine,2010)
VI. DiagnosaDiagnosis untuk dermatitis kontak alergik melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pertanyaan mengenai kontak yang dicurigai berdasarkan
pada kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya pada kelainan kulit berukuran
numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi dengan papul
dan erosi, perlu ditanyakan apakah pasien memakai kancing celana atau
kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam. Data yang ditanyakan dari
11
anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetika, berbagai bahan yang dapat
menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami.
Pemeriksaan fisik sangat penting karena dapat melihat lokasi dan pola
kelainan sering kali dapat diketahui dari kemungkinan penyebab. Misalnya di
ketiak karena deodoran, di pergelangan tangan karena jam tangan, di kedua
kaki karena sepatu/sandal. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di tempat yang
terang, pada seluruh permukaan kulit untuk melihat kemungkinan kelainan
kulit karena berbagai sebab endogen (Sularsito,2015).
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula
disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk
dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak,
tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Kriteria
diagnosa dermatitis kontak alergi yaitu :
1. Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama,
beberapa kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering
kontak dengan bahan serupa.
2. Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3. Terdapat tanda-tanda dermatitis di sekitar tempat kontak dan lain
tempat yang serupa dengan tempat kontak, tetapi lebih ringan atau
timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.
4. Rasa gatal.
5. Uji Tempel atau Patch test (+).
Cara melakukan uji temple :
Pastikan bahwa kondisi antigen yang digunakan dalam keadaan
layak pakai, perhatikan cara penyimpanan dan tanggal kadaluarsanya
Harus diingat bahwa kortikosteroid dan obat imunosupresan dapat
menekan reaksi ini sehingga memberi hasil negatif palsu. Setelah itu
lakukan anamnesis tentang apakah pernah berkontak sebelumnya
dengan antigen yang akan digunakan.
Untuk melakukan uji tempel biasanya menggunakan antigen
standar buatan pabrik misalnya Finn Chamber System Kit. Untuk
12
bahan yang biasanya dibiarkan menempel dikulit,misalnya kosmetik,
pelembab dapat langsung digunakan
Hasil uji dibaca setelah 24-48 jam. Bila setelah 24 jam hasil tes
tetap negatif maka cukup aman untuk memberikan dosis antigen yang
lebih kuat. Indurasi yang terjadi harus diraba dengan jari dan ditandai
ujungnya, diukur dalam mm dengan diameter melintang (a) dan
memanjang (b). Untuk setiap reaksi gunakan formula (a+b):2. Suatu
reaksi disebut positif bilamana (a+b):2=2 mm atau lebih. Apabila
dugaan klinis kuat tetapi hasil tes tetap negatif, pembacaan bisa
dilakukan 72 jam sampai seminggu setelah penempelan dilepaskan
tanpa menempelkan bahan yang akan diuji (Sulaksono,2010).
VII. Differensial Diagnosa1) Dermatitis Kontak Iritan
Adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan iritan, misalnya bahan
pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.
VIII. PenatalaksanaanPrinsip pengobatan dalam mengatasi dermatitis kontak alergi adalah
pencegahan terhadap pajanan allergen penyebab. Umunya kelainan kulit
akan mereda setelah beberapa hari. Terapi yang diberikan dapat berupa
pengobatan topikal dan sistemik (Sularsito,2015).
1. Pengobatan topikalObat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum
pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka),
bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah
13
prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio,
pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila
basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim
atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja
dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Pilihan obatnya :
Kortikosteroid
Radiasi ultraviolet
Siklosporin A
Antibiotika dan antimikotika
Imunosupresif topikal
2. Pengobatan SistemikPengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau
edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau
kronik.
Pilihan obatnya :
Antihistamin
Kortikosteroid
Siklosporin
Pentoksifilin
Takrolimus (FK 506)
Ca2+ antagonis
Derivat Vit. D3
(Trihapsoro, 2003).
Loratadine Moa : Kompetisi dengan histamin bebas untuk mengikat reseptor H1.
Antagonis kompetitif ini akan menghambat efek histamin pada reseptor H1 di
saluran gastrointestinal, uterus, pembuluh Darah dan otot bronkus.Peran
spesifik, selektif pada reseptor H1 perifer menghasilkan aktivitas antagonis,
Indikasi : 1. Rhinitis Alergi : Mengurangi gejala-gejala (dalam sediaan
tunggal atau dalam kombinasi tetap dengan pseudoefedrin sulfat) dari rhinitis
alergi musiman (misalnya, demam); menggunakan sediaan kombinasi tetap
hanya ketika kedua aktivitas antihistamin dan dekongestan hidung dibutuhkan.
14
2. Kronis Idiopatik Urtikaria : Mengurangi gejala-gejala pruritus,
eritema, dan urtikaria yang terkait dengan urtikaria idiopatik kronis (misalnya,
gatal-gatal), tidak untuk terapi pencegahan urtikaria idiopatik kronis atau reaksi
alergi pada kulit
Dosis : 1. Anak : 2-5 tahun:, dosis 5 mg sekali sehari.≥6 tahun: 10 mg sekali
sehari.
2. Dewasa : 10 mg sekali sehari
IX. PrognosisPrognosis DKA umumnya baik, sejauh dapat menghindari bahan
penyebabnya. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan
dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis
atau psoriasis), atau sulit menghindari alergen penyebab, misalnya
berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan
pasien (Sularsito,2015).
15
DAFTAR PUSTAKA
Ardhie AM. 2004. Dermatitis dan Peran Steroid dalam
Penanganannya. Dexa Media No.4 Vol. 17.
Dwi Murtiastutik, et al. 2013. Penyakit Kulit & Kelamin. Ed.2.
Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Unair RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Fitzpatric JE., Aeling JL., 2005, Dermatology Secrets in Color, 5th Ed,
Hanley & Belfus Inc, Philadelphia
Nelson JL, Mowad CM. 2010. Alergic Contact Dermatitis Patch Testing
Beyond the TRUE Test. Vol 3, Number 10.
Sulaksono M, 2010, keuntungan dan kerugian uji temple dalam
menegakan diagnose penyakit kulit, Surabaya, Fakultas Kesehatan Masyarat
Universitas Airlangga.
Sularsito SA dan Soebaryo RW. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Trihapsoro I. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan
di RSUP Haji Adam Malik Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Usatine RP and Riojas M. 2010. Diagnosis and Management of
Contact Dermatitis. University of Texas Health Science Center, San Antonio.
http://www.aafp.org/afp/2010/0801/p249.html diakses 1 7 September 2015
www.theraskin.co.id diakses 16 September 2015
Katzung, B. G. 2007. Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition.
United States : Lange Medical Publications.
16