mihardja, d.k., & w. s. pranowo (2001) kondisi perairan kepulauan seribu

35
KONDISI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU Laporan Akhir Laporan Pelengkap Dalam Rangka Penyusunan Laporan Akhir Penyusunan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kep. Seribu. Bappeda Propinsi DKI Jakarta Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian - ITB Oleh : Dadang K. Mihardja Widodo S. Pranowo Pusat Penelitian Kelautan (PPK) Bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kepariwisataan (P2PAR) Institut Teknologi Bandung Januari 2001

Upload: dodolipet69

Post on 10-Jun-2015

1.862 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Mihardja, D. K. and W. S. Pranowo: Kondisi Perairan Kepulauan Seribu. Additional Technical Report. Laporan Pelengkap Penyusunan RT/RW Pemekaran Kecamatan Kepulauan Seribu menjadi Kabupaten, Pusat Penelitian Kepariwisataan dan Pusat Penelitian Kelautan, ITB, 2001

TRANSCRIPT

Page 1: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

KONDISI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

Laporan Akhir

Laporan Pelengkap Dalam Rangka Penyusunan Laporan Akhir

Penyusunan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kep. Seribu. Bappeda

Propinsi DKI Jakarta Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian - ITB

Oleh :

Dadang K. Mihardja

Widodo S. Pranowo

Pusat Penelitian Kelautan (PPK) Bekerjasama dengan

Pusat Penelitian Kepariwisataan (P2PAR)

Institut Teknologi Bandung

Januari 2001

Page 2: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

1

KONDISI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU *)

Oleh :

Dadang K. Mihardja **)

Widodo S. Pranowo ***)

1. Pendahuluan

Kepulauan Seribu secara geografis terletak pada posisi koordinat 106º20’00”

BT - 106º57’00” BT dan 5º10’00” LS - 5º57’00” LS. Lokasi Kep. Seribu mempunyai

batas-batas wilayah secara umum adalah sebagai berikut : Sebelah Utara dan Timur

adalah Laut Jawa. Sebelah Barat adalah Laut Jawa dan Selat Sunda. Sebelah Selatan

adalah Pulau Jawa bagian utara dan Teluk Jakarta.

Luas wilayah Kep. Seribu ± 7200 km2 terdiri dari perairan dan daratan pulau-

pulau. Terdapat 106 buah pulau yang tersebar didalam beberapa gugus pulau, dengan

jumlah penduduk ± 17.500 jiwa yang bermukim di 11 pulau (Dishidros, 2000).

Perairan Kep. Seribu adalah media penghubung antar pulau dan lahan

penghidupan utama bagi masyarakatnya yang sebagian besar berprofesi sebagai

nelayan dan petani budidaya di laut. Sehingga kondisi oseanografis adalah sangat

berperan didalam segala aspek kehidupan masyarakat Kep. Seribu.

2. Keadaan Iklim dan Sifat Fisis Perairan

2.1. Iklim

Cuaca di Kepulauan Seribu dipengaruhi oleh Musim Hujan, Musim Kemarau,

Musim Pancaroba. Musim Hujan terjadi Bulan November – April dengan banyaknya

hari hujan antara 10 – 20 hari per bulan, dan curah hujan terbesar terjadi pada sekitar

Bulan Januari.

*) Laporan pelengkap Draft Laporan Akhir Penyusunan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kep. Seribu.

Bappeda Prop. DKI Jakarta Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian – ITB.

**) Staf Peneliti Pusat Penelitian Kelautan (PPK), Staf Pengajar Jurusan Geofisika dan Meteorologi,

dan Program Magister Oseanografi dan Sains Atmosfer, ITB.

***) Mahasiswa Program Magister Oseanografi dan Sains Atmosfer, ITB

Page 3: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

2

Musim Kemarau terjadi Bulan Mei – Oktober dengan banyaknya hari hujan antara

4 – 10 hari per bulan, dan curah hujan terkecil terjadi pada sekitar Bulan Agustus.

Sedangkan Musim Pancaroba terjadi Bulan April – Mei dan Oktober – November.

Dalam hal ini cuaca buruk sering terjadi dalam bulan Desember – November, dan

cuaca baik umumnya terjadi pada Bulan Juni – Oktober (Dishidros, 1998).

Secara umum angin di wilayah Kep. Seribu dipengaruhi oleh pola angin

umum yang melewati perairan Indonesia, dalam hal ini Laut jawa. Angin pada

Musim Timur (Juni-September) yang berhembus dari Timur ke Barat akibat

perpindahan massa udara dari tekanan tinggi di atas Benua Australia menuju tekanan

rendah di atas Benua Asia. Sebaliknya pada Musim Barat (Desember-Maret) angin

berhembus dari Barat ke Timur akibat perpindahan massa udara dari tekanan tinggi

di atas Benua Asia menuju tekanan rendah di atas Benua Australia (Sutisna, 1988).

Secara khusus angin di wilayah Kep. Seribu pada Musim Timur berhembus dari

Timur ke arah Barat dengan variasi kecepatan (Timur Laut hingga Tenggara) 07 – 15

knot. Angin pada Musim Barat berhembus dari Barat ke arah Timur dengan variasi

kecepatan (Barat Daya hingga Barat Laut) 07 – 20 knot. Angin pada bulan Desember

hingga Pebruari sering berhembus kencang dengan kecepatan lebih dari 20 knot.

Angin pada Musim Pancaroba umumnya kekuatannya lemah, berkecepatan rendah,

dan arah hembusannya bervariasi (Dishidros, 1998).

Atmosfer di Kep. Seribu mempunyai suhu udara rata-rata antara 26,5 – 28,5

ºC, dengan suhu udara maksimum antara 29,5 – 32,5 ºC, dan suhu udara minimum

antara 23,0 – 23,8 ºC. Kelembaban nisbi rata-rata antara 75 – 85 %, dan tekanan

udara rata-rata antara 1009,0 – 1011,0 Mb (Dishidros, 1998).

2.2. Pasang Surut

Tipe pasang surut (Pasut) tahunan di Kep. Seribu adalah Pasut Harian

Tunggal (Diurnal), dimana dalam satu hari bulan terdapat satu kali pasang dan satu

kali surut dengan periode pasut selama 24 jam 50 menit (Ongkosongo dan Suyarso,

1989; Setiyoso, 1996). Kedudukan air tertinggi sebesar 6 dm diatas duduk tengah,

dan kedudukan air terendah sebesar 5 dm (desimeter) di bawah duduk tengah. Rata-

rata tunggang air pada Pasang Perbani (masa pertengahan bulan) adalah 9 dm, dan

Page 4: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

3

rata-rata tunggang air pada Pasang Mati (masa seperempat bulan akhir) adalah 2 dm

(Dishidros, 1998; Setiyoso, 1996).

Menurut Pemda DKI Jakarta, PPK dan LPM – ITB (1998) keadaan Pasut di

perairan Kep. Seribu bagian Selatan atau tepatnya daerah Teluk Jakarta adalah

sebagai berikut : Tipe Pasut pada mulut Teluk Jakarta adalah Campuran Dominasi

Diurnal. Kisaran tinggi muka air laut pada saat surut adalah antara 0,2 – 1,5 meter,

bahkan pernah tercatat hingga mencapai 1,9 m. Tinggi duduk tengah paras laut rata-

rata adalah 0,6 – 1,0 meter dari titik nol Palm pengukuran Pasut. Perbedaan muka air

antara kondisi pasang dan surut pada Musim Kemarau rata-rata adalah 1,2 meter.

Sedangkan hasil ramalan Pasut dari 9 komponen Pasut di perairan Teluk jakarta

berdasarkan data Dishidros TNI-AL pada tanggal 1 – 17 Agustus 1994 menunjukkan

bahwa tinggi paras laut rata-rata adalah 1,43 meter dari titik nol Palm pengukuran

Pasut.

Gambar 1. Contoh Grafik Pasang Surut di Pulau Payung

(Sumber : Dishidros, 2000)

2.3 Gelombang

Tinggi Gelombang di perairan Kep. Seribu secara umum berkisar antara

0,5 – 1,5 meter. Gelombang pada Musim Barat ketinggiannya antara 0,5 – 1,5 m, dan

saat angin kencang ketinggian bisa mencapai lebih besar dari 1,5 meter. Gelombang

pada Musim Timur ketinggiannya antar 0,5 – 1,0 m. Sedangkan Gelombang pada

Musim Pancaroba ketinggiannya dapat lebih rendah dari 0,5 meter (Dishidros, 1998).

Grafik Pasang Surut P. Payung pada Bulan Agustus 2000

( Data lapangan selama 15 hari )

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

0 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 264 288 312 336 360

Waktu (jam)

Ele

vasi

(cm

)

Page 5: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

4

Menurut Pemda DKI Jakarta, PPK dan LPM – ITB (1998) bahwa gelombang

di perairan Kep. Seribu bagian Selatan atau tepatnya di wilayah Teluk Jakarta adalah

sebagai berikut : Tinggi gelombang umumnya berkisar antara 0,1 – 1 meter, dengan

periode 1 – 8 detik, dan panjang gelombangnya antara 1 – 12 meter. Penyebab

gelombang yang dominan adalah kekuatan angin, dimana apabila angin berhembus

kencang maka tinggi gelombang juga bertambah. Sedangkan menurut data dari

Laporan Inception Breakwater oleh PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Tahun 1984

bahwa tinggi gelombang gelombang yang cukup signifikan adalah 1,85 meter dengan

frekuensi kejadian 100 tahunan, periode gelombang pada puncak spektrumnya

adalah 6,2 detik. Tinggi gelombang tersebut adalah termasuk dalam kategori

gelombang laut dangkal, yaitu dengan kedalaman kurang lebih 7 meter.

2.4 Arus

Arus permukaan di perairan Kep. Seribu secara umum dipengaruhi oleh pola

angin musim. Arus permukaan bergerak ke Timur pada Musim Barat, dan arus

bergerak ke Barat pada Musim Timur. Sekitar bulan Oktober dan April arah arus

tidak teratur. Dalam hal ini secara umum arus akibat pasang surut adalah tidak

dominan (Janhidros, 1975 dalam Sutisna, 1988). Kecepatan arus permukaan berkisar

antara 0,05 – 0,12 m/detik (Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB,

1997).

Menurut Pemda DKI Jakarta, PPK dan LPM – ITB (1998) bahwa arus di

perairan Kep. Seribu bagian Selatan atau tepatnya di wilayah Teluk Jakarta adalah

sebagai berikut : Kecepatan arus permukaan pada Musim Barat berkisar antara 0,13 –

0,17 m/detik, dan pada Musim Timur berkisar antara 0,10 – 0,17 m/detik. Kecepatan

relatif yang lebih besar terjadi pada Musim Barat. Sedangkan jika dirata-ratakan

antara arus permukaan dan arus dibawah permukaan maka kecepatannya adalah 0,43

m/detik.

Wyrtki (1961) menyatakan bahwa : Pola arus permukaan Laut Jawa secara

umum adalah bergerak kearah Barat pada bulan Mei – September, dan bergerak ke

arah Timur pada bulan November - Maret. Hal ini terjadi tanpa dipengaruhi oleh

meningkatnya faktor Gesekan Eddy yang besar dan arus balik (counter currents).

Page 6: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

5

Sedangkan arus pada bulan April dan Oktober arah tidak beraturan dan dalam hal ini

muncul faktor Gesekan Eddy.

2.5. Temperatur

Secara umum temperatur air permukaan di perairan Kep. Seribu berkisar

antara 28 – 31 ºC. Temperatur air permukaan pada Musim Barat antara 28 – 30 ºC.

Temperatur air permukaan pada Musim Timur antara 28,5 – 31 ºC. Sedangkan

temperatur air permukaan pada Musim Pancaroba untuk peralihan dari Musim Timur

ke Musim Barat berkisar 29,5 – 31 ºC, dan untuk peralihan dari Musim Barat ke

Musim Timur berkisar 29,5 – 30,5 ºC (Suyarso, 1995; Pardjaman, 1977 dalam Dinas

Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).

Sedangkan Laut Jawa secara umum memiliki temperatur air yang konstan

mulai dari permukaan hingga dasar perairan (Wyrtki, 1961).

Tabel 1. Temperatur Air Laut di Kepulauan Seribu (Sumber : Pemda DKI Jakarta, PPK dan LP – ITB, 1998)

Temperatur (ºC)

November 1995 April 1996

Lokasi Air

Permukaan

Air

Dalam

Air

Permukaan

Air

Dalam

P. Anyer 30,3 29,9 29,2 28,0

P. Laki 30,8 30,0 29,0 29,0

P. Pari 30,0 29,9 28,9 28,7

P. Tidung Besar 31,0 30,4 29,0 29,0

P. Pramuka - - 29,3 29,0

P. Belanda - - 29,0 29,0

P. Matahari / Macan 30,4 30,2 28,8 28,9

P. Sebaru 30,2 30,2 29,2 29,2

P. Penyaliran 30,3 30,2 29,0 29,0

P. Pabelokan - - 29,2 29,0

P. Bira 30,6 30,3 29,0 29,0

2.6. Salinitas

Salinitas air permukaan di perairan Kep. Seribu secara umum berkisar antara

30 – 34 ‰. Salinitas air permukaan pada Musim Barat, Musim Timur dan Musim

Pancaroba tidak berfluktuasi secara nyata (Suyarso, 1995; Pardjaman, 1977 dalam

Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).

Page 7: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

6

Menurut Pemda DKI Jakarta, PPK dan LPM – ITB (1998) bahwa salinitas di

perairan Kep. Seribu bagian Selatan atau tepatnya di wilayah Teluk Jakarta adalah

sebagai berikut : Pengukuran salinitas di bagian tengah Teluk Jakarta tidak pernah

melampaui 33,3 ‰, sedangkan dalam keadaan normal biasanya antara 28 – 32 ‰.

Salinitas air di permukaan laut pada Tahun 1996 berkisar antara 26,90 – 30,65 ‰,

dan di dasar laut berkisar antara 31,51 – 32,53 ‰.

Sedangkan salinitas permukaan di Laut Jawa secara umum adalah 32,5 ‰ per

tahun, dengan kisaran 31,4 – 33,8 ‰ dalam satu tahun (Wyrtki, 1961).

2.7. Densitas

Densitas massa air permukaan di perairan Kep. Seribu secara umum berkisar

16 – 20. Densitas air permukaan pada Musim Barat berkisar antara 16 – 20. Densitas

air permukaan pada Musim Timur berkisar antara 19 – 20. Sedangkan Densitas air

permukaan pada Musim Pancaroba untuk peralihan dari Musim barat ke Musim

Timur berkisar 19 – 19,75, dan untuk peralihan Musim Timur ke Musim Barat

berkisar antara 18 – 20 (Suyarso, 1995).

2.8. Kecerahan dan Kekeruhan

Kecerahan perairan Kep. Seribu berkisar antara 3 – 8 meter. Sedangkan

kekeruhannya bekisar 0,5 – 1,1 NTU (Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-

IPB, 1997).

2.9. Analisis Sifat Fisis Perairan Kepulauan Seribu

Pasang Surut (Pasut) secara lokal merupakan faktor yang perlu

diperhitungkan dalam beberapa kegiatan masyarakat Kepulauan Seribu sehari-hari,

khususnya yang berhubungan dengan pelayaran dan perhubungan laut di perairan

pantai kepulauan pada umumnya, penangkapan dan budidaya sumberdaya perikanan

pantai seperti penangkaran jenis ikan karang (Beronang, Kerapu, dll) dan rumput

laut. Pengetahuan Pasut juga diperlukan bagi pendaratan sementara perahu atau kapal

wisatawan yang akan menyelam (diving) atau snorkelling di lokasi Goba. Sehingga

kapal akan selamat bisa masuk maupun keluar daerah Goba dengan tidak merusak

Page 8: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

7

badan kapal tidak bergesekan dengan terumbu karang, yang bisa mengakibatkan

kerusakan baik badan kapal maupun terumbu karang tersebut.

Arus dan Gelombang yang berlangsung di perairan Kep. Seribu secara umum

digerakkan oleh gaya pembangkit yang berupa angin dan Pasut. Arus yang

disebabkan oleh angin musim adalah yang dominan terjadi karena diduga arus di

perairan Kep. Seribu dipengaruhi oleh sirkulasi arus di Laut jawa yang bergerak ke

barat pada Musim Timur, dan bergerak ke Timur pada Musim Barat. Arus yang

dibangkitkan Pasut tidak dominan diduga karena rata-rata tunggang air tahunan

terbesarnya adalah 11 dm atau 1,1 meter.

Arus pada Musim Barat yang bergerak ke Timur harus diperhatikan karena

diduga bisa mentransporkan polutan berupa miyak jika terjadi kebocoran pada

sumur-sumur minyak yang dieksplorasi oleh PT. Arco dan PT. Maxus yang berada di

wilayah Kep. Seribu bagian utara. Sedangkan arus pada Musim Timur yang bergerak

ke Barat diduga bisa mentransporkan polutan berupa logam berat dan seston

(suspended particulate matter) dari Teluk Jakarta. Menurut Suyarso (1995) secara

umum kandungan Seston di wilayah perairan Kep. Seribu adalah berkisar < 2,0 -7,0

mg/l. Hal ini didukung oleh data tentang kecerahan di perairan Kep. Seribu yang

tercatat dan dapat dikatakan rendah. Sedangkan berdasarkan Model Transpor

Sedimen di Laut Jawa oleh Ningsih (2000) bahwa Musim Barat juga berperan dalam

suplai seston di perairan Kep. Seribu walaupun tidak sebesar peran dari Musim

Timur. Seston yang menyebabkan kekeruhan di kolom air tersebut diduga juga

merupakan peran dari teraduknya lumpur sedimen dasar laut akibat eksploitasi

(pengerukan) pasir-pasir laut di kawasan perairan Kep. Seribu bagian Selatan. Hasil

proses pengurangan daratan di wilayah pantai Teluk Jakarta seperti di Muara Pecah,

Tanjung Pasir, sebagian Kamal dan Penjaringan, Cilincing, Marunda Besar diduga

juga berperan terhadap kekeruhan yang tertranspor ke perairan Kep. Seribu bagian

Selatan (Mailendra, 1996).

Musim Barat dan Timur secara lebih lanjut akan mempengaruhi sebaran

temperatur di perairan Kep. Seribu. Musim Barat yang umumnya membawa curah

hujan yang cukup tinggi akan menurunkan temperatur permukaan air dibandingkan

pada Musim Timur. Temperatur tinggi dimiliki oleh perairan Kep. Seribu bagian

Page 9: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

8

selatan yang dekat dengan daratan utama P. Jawa. Hal ini karena kedalaman perairan

yang semakin dangkal akan mempercepat pemanasan dasar perairan di siang hari

Salinitas tinggi terdapat di perairan Kep. Seribu bagian tengah ke arah utara

yang lebih dipengaruhi oleh salinitas Laut Jawa. Sedangkan salinitas yang rendah

pada beberapa perairan pulau yang dekat dengan perairan pantai wilayah Jakarta

terutama Teluk Jakarta. Hal ini terjadi diduga karena masih adanya pengaruh aliran

air tawar dari beberapa muara sungai. Penurunan salinitas terutama terjadi saat

Musim Barat yang umumnya membawa curah hujan yang tinggi sehingga aliran air

tawar dari sungai akan semakin meningkat dan menyebabkan menurunnya salinitas.

Densitas air permukaan dipengaruhi oleh sebaran temperatur dan salinitas

perairan yang ada. Dimana massa air permukaan berdensitas tinggi menempati

wilayah perairan yang berbatasan dengan laut Jawa (wilayah Kep. Seribu bagian

utara).

Page 10: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

9

Gambar 2. Pola Arus yang disebabkan oleh Angin Musim Barat di Indonesia pada

Bulan Februari (Sumber : Wyrtki, 1961)

Gambar 3. Pola Arus yang disebabkan oleh Angin Musim Timur di Indonesia pada

Bulan Juni (Sumber : Wyrtki, 1961)

Page 11: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

10

Gambar 4. Daerah Eksplorasi PT. Maxus dan PT. Arco yang diduga jika terjadi kebocoran

pada sumur-sumur minyaknya pada Musim Barat akan mencemari Kep. Seribu

(Sumber : Departemen Pertambangan dan Energi, 2000)

Page 12: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

11

Gambar 5. Arah dan Kecepatan Arus di Teluk Jakarta pada Musim Timur di Bulan

Mei dan Musim Barat di Bulan November

(Sumber : Janhidros, 1975 dalam Sutisna, 1988)

Page 13: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

12

3. Keadaan Sifat Kimiawi Perairan

3.1. DO, BOD, COD

Kondisi oksigen terlarut atau DO (Dissolved Oxygen) secara umum di

perairan Kep. Seribu mempunyai nilai kisaran yang relatif tinggi yaitu 3,38 - 9,08

ml/l. Konsentrasi Oksigen yang dibutuhkan untuk proses-proes biologi atau BOD

(Biologycal Oxygen Demand) berkisar antara 1,27 – 5,28 ml/l. Sedangkan

konsentrasi oksigen yang dibutuhkan untuk proses-proses kimia atau COD

(Chemical Oxygen Demand) berkisar antara 119,89 – 220,90 ml/l (Dinas perikanan

DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).

3.2. Kandungan Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman air di perairan Kep. Seribu berkisar antara 7 - 7,5 (Dinas

perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).

3.3. Kandungan Hara (Nitrat, Fosfat,Silikat) di Perairan

Kandungan Fosfat di perairan Kep. Seribu secara umum berkisar antara 0,2

µgA/l hingga 0,043 mgA/l (Suyarso, 1995; Dinas Perikanan DKI Jakarta dan

F.Perikanan-IPB, 1997).

Kandungan Fosfat di Laut jawa secara umum di permukaan rata-ratanya 0,08

µgA/l, dengan kisaran antara 0,03 – 0,12 µgA/l, sedangkan di dasar perairan rata-

ratanya 0,12 µgA/l dengan kisaran 0,08 – 0,15 µgA/l (Delsman, 1939 dalam Wyrtki,

1961).

Kandungan Nitrat secara umum berkisar antara 0,2 hingga 2,0 µgA/l. Pola

sebaran kandungan Nitrat di dasar perairan tidak jauh beda dengan pola sebaran di

permukaan perairan (Suyarso, 1995).

Kandungan Silikat secara umum berkisar antara 5,0 µgA/l hingga 0,017

mgA/l (Suyarso, 1995; Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).

3.4. Kandungan Minyak di Air

Kandungan minyak pada air permukaan di perairan Kep. Seribu sebesar

<0,001 mg/l (Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).

Page 14: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

13

3.5. Logam Berat (Pb, Cd, Cu, Hg)

Kandungan Timbal (Pb) di perairan Kep. Seribu berkisar antara 0,005 – 0,014

mg/l. Kandungan Kadmium (Cd) berkisar antara 0,007 – 0,080 mg/l. Kandungan

Tembaga (Cu) berkisar antara 0,057 – 0,248 mg/l. Sedangkan kandungan Merkuri

(Hg) berkisar antara <0,001 – 0,075 (x 1.10-3

) mg/l (Dinas Perikanan DKI Jakarta

dan F.Perikanan-IPB, 1997).

4. Keadaan Kualitas Air di Perairan Kepulauan Seribu

Keadaan kualitas air di perairan Kep. Seribu ditentukan parameter fisik dan

kimia. Adapun parameter fisis air dalam hal ini adalah temperatur, salinitas dan

kecerahan. Sedangkan parameter kimia dalam hal ini adalah kandungan DO, BOD,

COD, Hara, Minyak, dan logam berat. Nilai dari parameter-parameter tersebut

kemudian dibandingkan dengan Standar (Baku Mutu) Kualitas Air Laut untuk

Pariwisata-Rekreasi, dan Biota Laut (Kep. MenKLH No.02/MENKLH/1988 tanggal

19 Januari 1988), dan Standar Kandungan Nutrien, pH, Oksigen dari BBAP Jepara

(1999).

Parameter kualitas air di perairan Kep. Seribu yang memenuhi baku mutu

yang ditetapkan untuk pariwisata dan rekreasi, dan biota laut (budidaya laut, dan

taman laut / konservasi) antara lain : temperatur, salinitas, kecerahan, pH, kandungan

minyak, dan unsur logam berat Hg. Kandungan nutrien secara umum memenuhi

Standar BBAP Jepara yang ditetapkan untuk kegiatan budidaya biota laut.

Kandungan logam berat Pb, Cd, dan Cu secara umum tidak memenuhi baku mutu

yang ditetapkan baik untuk pariwisata – rekreasi maupun untuk biota laut (budidaya

laut, dan taman laut / konservasi).

Page 15: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

14

Tabel 2. Baku Mutu Kualitas Air Laut untuk Pariwisata dan Rekreasi

(Kep. MenKLH No. Kep-02/MENKLH/1988)

BM yang Diperbolehkan

No.

Parameter Mandi, Renang,

Selam

Umum dan

Estetika

FISIKA

1. Warna (CU) <50 <50

2. Bau Alami Alami

3. Kecerahan (m) >10 -

4. Kekeruhan (NTU) <30 -

5. Padatan Tersuspensi (mg/l) <23

6. Benda Terapung Nihil Nihil

7. Lapisan Minyak Nihil Nihil

8. Suhu (ºC) Alami

KIMIA

1. Ph 6 – 9

2. Salinitas (%) ± 10 % Alami -

3. Oksigen Terlarut (mg/l) > 5 -

4. BOD5 (mg/l) < 40 -

5. COD (mg/l) < 40 -

6. Ammonia (mg/l) < 4 -

7. Nitrit (mg/l) Nihil -

8. Sianida (mg/l) < 0,20 -

9. Sulfida (mg/l) - -

10. Minyak Bumi (mg/l) - -

11. Senyawa Fenol (mg/l) < 0,002 -

12. Pestisida Organokhlorin (mg/l) < 0,042 -

13. Polikhlorinated Bifenil (PCB) (mg/l) < 0,001 -

14. Surfaktan (Deterjen) (mg/l MBAS) < 0,5 -

15. Logam- Semi Logam :

- Raksa (Hg) (mg/l) < 0,005 -

- Kromium (heksavalen) (mg/l) < 0,01 -

- Arsen (As) (mg/l) < 0,05 -

- Selenium (Se) (mg/l) < 0,06 -

- Kadmium (Cd) (mg/l) < 0,01 -

- Tembaga (Cu) (mg/l) < 1 -

- Timbal (Pb) (mg/l) < 0,05 -

- Seng (Zn) (mg/l) < 15 -

- Nikel (Ni) (mg/l) < 0,1 -

- Perak (Ag) (mg/l) < 0,05 -

BIOLOGI

1. E. coliform (sel/100 ml) < 1000 -

2. Patogen (sel/100 ml) Nihil -

3. Plankton (individu) Tidak Blooming -

RADIO NUKLIDA

1. a (pCi/l) < 1 -

2. b (pCi/l) < 100 -

3. Sr-90 (pCi/l) < 1 -

4. Ra-226 (pCi/l) < 3 -

Page 16: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

15

Tabel 3. Baku Mutu Kualitas Air Laut untuk Biota Laut

(Kep. MenKLH No. Kep-02/MENKLH/1988)

BM yang Diperbolehkan

No.

Parameter Budidaya

Perikanan

Taman Laut

Konservasi

FISIKA

1. Warna (CU) < 50 < 50

2. Bau Alami Alami

3. Kecerahan (m) > 3 < 10

4. Kekeruhan (NTU) < 30 < 30

5. Padatan Tersuspensi (mg/l) < 80 < 80

6. Benda Terapung Nihil Nihil

7. Lapisan Minyak Nihil Nihil

8. Suhu (ºC) Alami ± 20 % Alami

KIMIA

1. PH 6 – 9 6 - 9

2. Salinitas (%) ± 10 % Alami ± 10 % Alami

3. Oksigen Terlarut (mg/l) > 4 > 4

4. BOD5 (mg/l) < 45 < 80

5. COD (mg/l) < 80 < 80

6. Ammonia (mg/l) < 1 < 0,3

7. Nitrit (mg/l) Nihil Nihil

8. Sianida (mg/l) < 0,20 < 0,20

9. Sulfida (mg/l) < 0,03 < 0,03

10. Minyak Bumi (mg/l) < 5 < 5

11. Senyawa Fenol (mg/l) < 0,002 < 0,002

12. Pestisida Organokhlorin (mg/l) < 0,02 < 0,02

13. Polikhlorinated Bifenil (PCB) (mg/l) < 0,001 < 0,001

14. Surfaktan (Deterjen) (mg/l MBAS) < 1,0 < 1,0

15. Logam- Semi Logam :

- Raksa (Hg) (mg/l) < 0,003 < 0,006

- Kromium (heksavalen) (mg/l) < 0,003 < 0,005

- Arsen (As) (mg/l) < 0,01 < 0,01

- Selenium (Se) (mg/l) < 0,01 < 0,05

- Kadmium (Cd) (mg/l) < 0,005 < 0,01

- Tembaga (Cu) (mg/l) < 0,01 < 0,06

- Timbal (Pb) (mg/l) < 0,06 < 0,075

- Seng (Zn) (mg/l) < 0,01 < 0,1

- Nikel (Ni) (mg/l) < 0,1 < 0,1

- Perak (Ag) (mg/l) < 0,002 < 0,05

BIOLOGI

1. E. coliform (sel/100 ml) < 1000 < 1000

2. Patogen (sel/100 ml) Nihil Nihil

3. Plankton (individu) Tidak Blooming -

RADIO NUKLIDA

1. a (pCi/l) < 1 < 1

2. b (pCi/l) < 100 ≤ 100

3. Sr-90 (pCi/l) < 1 < 1

4. Ra-226 (pCi/l) < 3 < 3

Page 17: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

16

Tabel 4. Standar Kualitas Air untuk Biota Laut

(Sumber : BBAP Jepara, 1999)

No. Parameter Nilai Standar

1. Fosfat < 0.2 ppm

2. Nitrat < 200 ppm

3. Nitrit < 0,5 ppm

4. Oksigen 4 – 8 ppm

5. Derajat Keasaman (pH) 7.5 – 8.9

(Catatan : 1 ppm (mg/l) = 1000 ppb (µg/l) )

Kandungan logam berat di perairan Kep. Seribu diduga merupakan hasil

kontaminasi dari Teluk Jakarta yang ditransporkan oleh arus. Dimana terdapat sekitar

9 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta yang diduga mengangkut polutan dari

limbah industri maupun domestik perkotaan. Beberapa sungai tersebut antara lain

Sungai Cisadane, S. Angke, S. Grogol, S. Krukut, S. Ciliwung, S. Sunter, S. Cakung,

S. Bekasi, S. Cikarang. Adapun data angkutan polutan sungai-sungai tersebut adalah

sebagai berikut :

Tabel 5. Angkutan dan Debit Polutan dari Berbagai Muara Sungai di Teluk jakarta

(Sumber : Puslitbang Pengairan, 1983 dalam Mihardja, dkk., 1990)

Angkutan Polutan (kg/hari)

No.

Sungai As Cd Cr Cu Hg Ni Pb Zn

Debit polutan

(m3/hari)

1 Cisadane 0 0 4.2 0 34.7 18.1 23.3 10340 60483

2 Angke 0 0 6.7 0 1.4 34.8 118.0 2026 16267

3 Grogol 0 0 2.8 6.4 4.8 0 9.0 110 -

4 Krukut 19.0 0 191.0 15.6 10.3 6.5 197.0 8605 1145

5 Ciliwung 26.1 0 62.2 0 56.6 0 151.0 790 9497

6 Sunter 0 0 0.5 67.4 62.2 0 36.1 3069 3348

7 Cakung 0.4 0 3.8 0 26.5 0 39.0 828 2768

8 Bekasi 0 0 32.9 47.7 11.9 0 140.0 10742 4586

9 Cikarang 0 0 21.0 54.0 15.8 94.6 43.5 6473 332

Page 18: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

17

Tabel 6. Konsentrasi Logam Berat didalam Air Teluk Jakarta

(Sumber : Puslitbang Pengairan, 1983 dalam Mihardja, dkk., 1990)

Konsentrasi Logam Berat (ppm)

Sumber As Cd Cr Cu Hg Ni Pb Zn

Tl 1 0 0 0.01 0.02 0.001 0.04 0.001 0.010

Tl 2 0 0 0.01 0.02 0.002 0.04 0.002 0.010

Tl 3 0 0 0.01 0.05 0.002 0.03 0.037 0.022

Tl 4 0 0 0.02 0.05 0.001 0.03 0.030 0.011

Tl 5 0 0 0.02 0.04 0.001 0.03 0.028 0.022

Tl 6 0 0 0 0.01 0 0.05 0 0.011

Tl 7 0 0 0 0.01 0 0.05 0 0.011

Tabel 7. Konsentrasi Logam Berat didalam Lumpur Teluk jakarta

(Sumber : Puslitbang Pengairan, 1983 dalam Mihardja, dkk., 1990)

Konsentrasi Logam Berat (ppm)

Sumber As Cd Cr Cu Hg Ni Pb Zn

Tl 1 0 0 24 0 0.033 1.0 0 224

Tl 2 0 0 122 0 0.20 0 0 762

Tl 3 0 0 2200 0 0.70 0 0 221

Tl 4 0 0 624 0 0.62 0 0 112

Tl 5 0 0 21 0 0.81 2.0 0 120

Tl 6 0 0 627 1.0 0.25 0 0 276

Tl 7 0 0 281 10.0 0.28 0 0 122

Gambar 6. Lokasi titik pengambilan sampel air dan sedimen yang mengandung logam berat

di Teluk Jakarta (Sumber : Puslitbang Pengairan, 1983 dalam Mihardja, dkk., 1990)

Page 19: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

18

Berdasarkan data-data diatas tidak menutup kemungkinan kontaminasi logam

berat akan semakin bertambah dari waktu ke waktu seiring dengan peningkatan

kegiatan industri baik secara kualitas maupun kuantitas, tanpa diikuti oleh

peningkatan pengelolaan limbah lingkungan. Dalam hal ini selain limbah dari

daratan, diduga lalu lintas pelayaran juga ikut berperan dalam peningkatan jumlah

kandungan limbah di perairan Kep. Seribu. Limbah hasil lalu lintas pelayaran

tersebut dapat berupa padatan, cairan, bahan organik, mungkin juga radioaktif, atau

gumpalan minyak mentah hasil buangan air ballast kapal (P3O-LIPI, 1989 dalam

Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).

Pencemaran logam berat ini diduga bisa menjadi masalah yang sangat krusial

karena akan berdampat negatif bahkan merugikan bagi sektor kesehatan penduduk,

budidaya, pelestarian alam perairan, dan pariwisata di wilayah perairan Kep. Seribu.

Adapun kronologi dari jalur kontaminasi logam berat adalah sebagai berikut :

Gambar 7. Diagram Alir Kontaminasi Logam Berat

Logam berat dari Teluk Jakarta yang ditransportasikan oleh arus ke perairan Kep.

Seribu dalam proses waktu tertentu akan diserap oleh plankton (fitoplankton dan

zooplankton). Plankton dikonsumsi oleh biota laut yang lebih besar seperti ikan yang

kemudian pada tingkat pemangsaan yang lebih besar akan dikonsumsi oleh manusia.

Logam Berat

(di lumpur dan air)

Biota laut

(ikan, kerang, rumput

laut, plankton)

Manusia

(keracunan, mutasi

gen, kematian)

diserap

dikonsumsi

Page 20: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

19

Pengaruh terhadap manusia bisa mengakibatkan keracunan, menimbulkan penyakit

dan dalam jangka waktu yang cukup lama bisa saja terjadi mutasi gen dimana

generasi penduduk berikutnya bisa terlahir cacat.

Tabel 8. Sifat, Keberadaan dan Pengaruh Unsur Logam Berat Terhadap

Fisiologis Manusia (Sumber : LP-ITB, 1998)

Logam Berat Sifat Sumber Efek Arsen (As) Semi metal, berwarna

abu-abu dan getas.

Pestisida dan Fotosel. Merusak kulit dan

Sistem syaraf.

Karsinogenik

Kadmium (Cd) Logam lunak berwarna

putih kebiruan, tahan

korosif.

Paduan logam, Plastik,

Batere, dan Pewarna

Mempengaruhi ginjal,

hati, pankreas dan

paru-paru.

Karsinogenik dan

sistemik.

Merkuri (Hg) Logam cair dan mudah

menguap, mengkilap

seperti perak.

Manufaktur, Amalgam,

Elektronik, Fungisida,

dan Geologi.

Merusak ginjal, hati

dan sistem syaraf.

Mutagen dan racun

sistemik.

Kromium (Cr) Senyawanya bernama

Cr6+

, oksidator kuat

dan paling racun.

Sebagai anion dan

kation dalam air.

Industri baja,

Elektroplating dan Cat.

Merusak ginjal dan

hati.

Karsinogenik.

Timbal (Pb) Logam lunak berwarna

abu-abu.

Pipa, Batere,

Kendaraan dan Cat

Merusak sistem pusat

syaraf, ginjal, jantung

dan janin.

Karsinogenik dan

sistemik.

Seng (Zn) Amorf, tidak berbau,

putih kekuningan.

Alamiah, Industri

Alloy, Pigmen Karet,

Cat, Kosmetik, Plastik,

Obat, Fotocopy.

Brass founder’s acne.

Brass chills.

Ulcers selaput lendir.

Muntaber.

Oxide pox.

Tembaga (Cu) Korosif Industri,

Pertambangan.

Merusak saluran

pencernaan, dan

sistem peredaran

darah.

Nikel (Ni) Logam keras Pertambangan,

Industri.

Meusak sistem syaraf,

saluran pernafasan,

dan iritasi kulit.

Perak (Ag) Mengkilap Industri, Pertambangan Menyebabkan

Argyria, merusak

kulit dan mata.

Merusak hati dan

ginjal.

Page 21: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

20

Contoh kasus nyata pencemaran logam berat yang pertama kali terjadi adalah

Tragedi di perkampungan nelayan, Teluk Minamata, Jepang, pada tahun 1953 –

1960. Tercatat 46 orang nelayan meninggal akibat mengkonsumsi ikan dan kerang-

kerangan yang telah tercemar oleh logam berat Merkuri (Hg). Setelah tragedi

tersebut muncul lagi kasus pencemaran logam berat, kali ini Kadmium (Cd) yang

menimbulkan penyakit Itai-itai, terjadi pertama kali di Jepang, kemudian di beberapa

negara lain seperti Venezuela, Irak, Kanada, Swedia dan Amerika serikat

(Hutagalung, 1997 dalam Hutagalung, dkk., 1997).

5. Keadaan Sifat Hayati Perairan

5.1. Sebaran Khlorofil-a, Fitoplankton, dan Zooplankton

Kandungan Khlorofil-a secara umum berkisar antara 0,5 hingga 4,0 mg/m3.

Kandungan Khlorofil-a di perairan permukaan umumnya relatif lebih tinggi

dibandingkan di perairan dasar (Suyarso, 1995). Sedangkan kandungan Khlorofil-a

di Laut Jawa secara umum adalah 1,0 g/m2/hari atau lebih (Wyrtki, 1961).

Kelimpahan Fitoplankton secara umum berkisar 86 – 17.970 (individu / liter)

dari sekitar 9 – 19 spesies, dengan Nilai Indeks Keanekaragaman antara 0,02 – 2,39,

Nilai Indeks Keseragaman antara 0,01 – 0,81, dan Nilai Indeks Dominansi antara

0,13 – 0,99. Fitoplankton yang secara umum mendominasi perairan adalah spesies

Trichodesmium sp, Divisi Diatom dan Dinoflagellata. Musim puncak kepadatan

fitoplankton di perairan Kep. seribu terjadi sekitar Bulan Oktober, Januari – Februari,

dan Mei (Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).

Kelimpahan zooplankton secara umum berkisar 2 – 57 (individu / liter) dari

sekitar 1 – 9 spesies, dengan Nilai Indeks Keanekaragaman antara 0 – 1,85, Nilai

Indeks Keseragaman antara 0,59 – 0,95, dan Nilai Indeks Dominansi antara 1 – 0,76.

Zooplankton yang secara umum mendominasi perairan adalah Divisi Crustacea,

yaitu stadia Nauplius (Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997).

Sedangkan menurut Suyarso (1995) Genus yang umum terdapat di perairan Kep.

Seribu antara lain Chaetognatha, Cladocera, Copepoda dan larva Decapoda.

Page 22: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

21

Tabel 9. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton di Pulau Kelapa,

P. Pari, P. Pramuka, P. Tidung

(Sumber : Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997)

Plankton Jumlah/Indeks P. Kelapa P. Pari P. Pramuka P. Tidung

Jumlah Taxa 19 9 12 11

Jumlah

Individu/liter

86

17970

459

277

Indeks

Keanekaragaman

2,39

0,44

1,41

2,39

Indeks

Keseragaman

0,81

0,20

0,57

0,81

Fitoplankton

Indeks

Dominansi

0,13

0,8

0,32

0,13

Jumlah Taxa 8 2 5 7

Jumlah

Individu/liter

24

14

57

11

Indeks

Keanekaragaman

1,84

0,65

1,29

1,85

Indeks

Keseragaman

0,88

0,94

0,8

0,95

Zooplankton

Indeks

Dominansi

0,19

0,54

0,35

0,17

5.2. Ekosistem Terumbu Karang dan Mangrove

Berdasarkan bentuknya, terumbu karang di perairan Kep. Seribu terdiri dari :

Karang Bercabang (branching coral), Karang Bongkah (massive/sub massive coral),

Karang Meja (Table Coral), Karang Kipas (Gorgonian), Karang Daun (foliose),

Karang Jamur (mushroom coral), Karang Lunak (soft coral). Spesies-spesies karang

keras (hard coral) yang dominan antara lain : Acrophora spp., Porites spp.,

Montastrea sp, Lobophyllia sp. Sedangkan spesies-spesies karang lunak yang

dominan antara lain : Sinularia spp., Xenia spp., Dendronephtya sp, Sarcophyton sp,

Lobhophyton sp (Balai TNL Kep. Seribu, 2000; LP – ITB, 1998).

Biota yang hidup didalam ekosistem terumbu karang di Kep. seribu secara

umum antara lain berbagai spesies ikan karang, Echinodermata, Crustacea, Moluska,

Penyu, Algae. Ikan karang yang terkenal antara lain : Kerapu (Ephinephelus sp),

Baronang (Siganus sp), Ekor Kuning (Caesio sp), Tengiri (Scomberomerus sp),

Tongkol (Eutymus sp). Echinodermata yang dapat dijumpai antara lain : Bintang

Laut, Lili Laut, Teripang dan Bulu Babi. Crustacea yang dapat dikonsumsi antara

lain : Kepiting, Rajungan (Portunus sp), Udang Karang (Spyny Lobster). Moluska

terdiri dari Gastropoda dan Bivalvia. Gastropoda yang sudah jarang ditemukan

keberadaannya antara lain : Triton Trompet (Charonia tritonis), Batu Laga (Turbo

Page 23: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

22

marmoratus), Kepala Kambing (Cassis cornuta), Lola Merah (Trochus nilotus).

Bivalvia yang juga sudah jarang ditemukan keberadaannya antara lain : Kima

Raksasa (Tridacna gigas),Kima Sisik (Tridacna squamosa), Kima Lubang (Tridacna

crocea), Kima Cina (Hippopus porcellanus), Kima Tapak Kuda (Hippopus

hippopus). Penyu yang hidup di perairan Kep. seribu adalah Penyu Sisik

(Eretmochelys imbricata). Algae ekonomis yang hidup di perairan ini antara lain :

Gracillaria sp, dan Caulerpa sp (Balai TNL Kep. Seribu, 2000; Dinas Perikanan

DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997; LP – ITB, 1998).

Ekosistem Mangrove di Kep. seribu didominasi oleh spesies-spesies Bakau

Bakau (Rhizophora sp), Bakau Api-api (Avicenia sp), Bakau Tancang (Bruguiera sp)

(Balai TNL Kep. Seribu, 2000).

Hutan mangrove terdapat di wilayah Kep. Seribu antara lain di cagar alam P.

Rambut, P. Tidung, P. Untung Jawa, P. Kelapa, dan P. Harapan. Sedangkan yang

terdapat dalam kawasan Zona Inti kawasan TNL Kepulauan Seribu adalah P.

Penjaliran Barat dan Timur, P. Peteloran Barat dan Timur (LAPI-ITB, 2000).

5.3. Analisis Keadaan Sifat Hayati Perairan

Kandungan Khorofil-a dan Plankton (Fitoplankton dan Zooplankton) di

perairan adalah sebagai indikator produktivitas primer. Dimana seperti pada perairan

tropik pada umumnya bahwa produktivitas sepanjang tahun tidak mengalami

fluktuatif yang begitu mencolok. Hal ini dikarenakan massa air dekat permukaan

menerima cukup cahaya matahari, dimana ketinggian matahari diatas cakrawala

tidak banyak berubah sepanjang tahun. Dengan demikian diperoleh kondisi yang

optimal bagi produksi Fitoplankton, apalagi didukung oleh ketersediaan kandungan

hara perairannya. Kandungan plankton yang melimpah akan dapat mendukung

kehidupan biota laut yang lebih besar seperti ikan dan biota ekonomis lainnya.

Kelimpahan Fitoplakton dan Zooplankton di Kep. Seribu secara umum dan

secara khusus di P. Kelapa, P. Pari, P. Pramuka, P. Tidung adalah rendah. Hal ini

hanya mencerminkan kondisi sesaat saja, jadi tidak mencerminkan kondisi sepanjang

tahun. Menurutr studi-studi sebelumnya kelimpahan Fitoplankton dan Zooplanton

adalah lebih tinggi (DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997; LP – ITB, 1998).

Page 24: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

23

Ekosistem terumbu karang di Kep. Seribu mempunyai keanekaragaman jenis

karang yang tinggi, didukung oleh biota-biota yang hidup didalamnya. Kerusakan

ekosistem tersebut membuat beberapa biota yang cukup unik hilang atau mulai

punah dari perairan Kep. Seribu, contohnya Penyu dan Kima. Kima di perairan Kep.

Seribu yang tercatat sebanyak 5 spesies tersebut merupakan kekayaan yang tak

ternilai, sebab umurnya yang bisa mencapai puluhan bahkan ratusan tahun dan di

Indonesia sebenarnya hanya ada 7 spesies Kima yang tersebar di seluruh perairan

Indonesia dan sebagian besar memang sudah punah (Rosewater, 1965 dalam

Pranowo, W.S., 1998). Populasi yang sudah terancam kepunahan seperti Penyu,

Kima, Triton Trompet, Kepala Kambing adalah termasuk dalam kategori hewan

langka yang sifatnya hampir terancam kepunahan menurut Buku Data Merah IUCN,

dan di Indonesia dilindungi oleh SK Menhut No. 12/Kpts-II/1987 (Gilkes dan

Adipati, 1987 dalam Pranowo, W.S., 1998).

Ekosistem terumbu karang dan hutan mangrove merupakan dua asosiasi yang

sangat berbeda tetapi merupakan ciri khas dari perairan tropik. Hutan mangrove di

sepanjang pantai dapat berguna sebagai penjebak sedimen sehingga tidak terbawa

lebih jauh menuju laut yaitu ke daerah ekosistem terumbu karang. Sedangkan

terumbu karang yang mengelilingi pulau-pulau kecil bisa berfungsi sebagai

breakwater alam yang mencegah terjadinya erosi pantai.

Page 25: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

24

6. Keadaan Kualitas Air di Perairan Sekitar Pulau-pulau

6.1. Pulau Kelapa

Adapun data kualitas air secara umum di perairan pantai Pulau Kelapa adalah

sebagai berikut :

Tabel 10. Data Kualitas Air di Perairan Pantai P. Kelapa

(Sumber : LP – ITB, 1998)

No. Parameter Satuan Nilai

FISIKA :

1. Warna Skala TCU 5

2. Bau - Tidak Berbau

3. Kekeruhan Skala NTU 2 - 3

4. Temperatur °C 27 – 30,5

5. Kecerahan m -

6. Zat Padat Tersuspensi mg/l 0,0

7. Benda Terapung - Nihil

KIMIA :

1. Lapisan Minyak mg/l Nihil

2. Salinitas ‰ 30,4 – 31

3. BOD mg/l 39,5 – 51,6

4. COD mg/l 56,4 – 69,7

5. Ammonium (NH4) mg/l 0

6. Nitrit (NO2-N) mg/l 0

7. Fenol mg/l 0

8. MBAS (Surfaktan) mg/l negatif

9. Pestisida mg/l 0

10. Sianida (CN) mg/l 0

11. Asam Sulfida (H2S) mg/l 0

12. Raksa (Merkuri) (Hg) µg/l 0,130 – 0,200

13. Kromium (Cr) mg/l 0,020 – 0,060

14. Arsen (As) mg/l 0,010 – 0,150

15. Selenium (Se) mg/l -

16. Kadmium (Cd) mg/l 0,030 – 0,050

17. Tembaga (Cu) mg/l 0,030 – 0,050

18. Timbal (Pb) mg/l 0,160 – 0,310

19. Seng (Zn) mg/l 0,080 – 0,110

20. Nikel (Ni) mg/l 0,100 – 0,130

21. Perak (Ag) mg/l 0,030 – 0,070

22. DO mg/l 5,9 – 7,0

23. PH - 6,8 – 7,1

Parameter fisika kualitas air di perairan Pulau Kelapa memenuhi baku mutu

yang ditetapkan oleh Kep. MenKLH No. Kep-02/MenKLH/I?1988 untuk pariwisata

dan rekreasi, untuk biota laut (budidaya perikanan dan taman laut konservasi).

Parameter kimia perairannya ada beberapa yang tidak memenuhi baku mutu

yang telah ditetapkan untuk pariwisata dan rekreasi, antara lain : BOD, COD, Fenol,

Logam Merkuri (Hg), Logam Kromium (Cr), Logam Kadmium (Cd), Logam Timbal

(Pb), Logam Seng (Zn), Logam Nikel (Ni), dan Logam Perak (Ag).

Page 26: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

25

Parameter kimia perairannya ada beberapa yang tidak memenuhi baku mutu

yang telah ditetapkan untuk biota laut (budidaya perikanan dan taman laut

konservasi), antara lain : BOD, Fenol, Logam Merkuri (Hg), Logam Kromium (Cr),

Logam Arsen (As), Logam Kadmium (Cd), Logam Timbal (Pb), Logam Seng (Zn),

Logam Nikel (Ni), dan Logam Perak (Ag).

6.2. Pulau Pari

Adapun data kualitas air secara umum di perairan pantai Pulau Pari adalah sebagai

berikut :

Tabel 11. Data Kualitas Air di Perairan Pantai P. Pari

(Sumber : Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997)

No. Parameter Satuan Nilai

FISIKA :

1. Warna Skala TCU -

2. Bau - -

3. Kekeruhan Skala NTU 0,5

4. Temperatur °C 29

5. Kecerahan m 3

6. Zat Padat Tersuspensi mg/l -

7. Benda Terapung - -

KIMIA :

1. Lapisan Minyak mg/l < 0,001

2. Salinitas ‰ 32

3. BOD mg/l 1,27

4. COD mg/l 162,31

5. Ammonium (NH4) mg/l 0,175

6. Nitrit (NO2-N) mg/l 0,003

7. Fenol mg/l -

8. MBAS (Surfaktan) mg/l -

9. Pestisida mg/l -

10. Sianida (CN) mg/l -

11. Asam Sulfida (H2S) mg/l -

12. Raksa (Merkuri) (Hg) µg/l 0,025

13. Kromium (Cr) mg/l -

14. Arsen (As) mg/l -

15. Selenium (Se) mg/l -

16. Kadmium (Cd) mg/l 0,043

17. Tembaga (Cu) mg/l 0,248

18. Timbal (Pb) mg/l 0,005

19. Seng (Zn) mg/l -

20. Nikel (Ni) mg/l -

21. Perak (Ag) mg/l -

22. DO mg/l 4,22

23. PH - 7

Page 27: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

26

Parameter fisika kualitas air di perairan P. Pari secara umum memenuhi baku

mutu yang ditetapkan untuk biota laut (budidaya dan taman laut konservasi), dan

untuk pariwisata dan rekreasi (dalam hal ini kecuali parameter kecerahannya yang

tidak cukup memenuhi).

Parameter kimia perairannya beberapa ada yang tidak memenuhi baku mutu

yang ditetapkan untuk pariwisata dan rekreasi, antara lain : Lapisan minyak, DO,

COD, Nitrit, Logam Kadmium (Cd) dan Merkuri (Hg).

Parameter kimia perairannya ada beberapa yang tidak memenuhi baku mutu

yang telah ditetapkan untuk biota laut (budidaya perikanan dan taman laut

konservasi), antara lain : COD, Nitrit, Lapisan Minyak, Logam Merkuri (Hg), Logam

Kadmium (Cd), Logam Tembaga (Cu). Tetapi menurut Standar Kualitas Air untuk

Biota Laut dari BBAP Jepara (1999) untuk Nitrit dan Orthophosphat di perairan P.

Pari adalah masih memenuhi standar.

Page 28: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

27

6.3. Pulau Pramuka

Adapun data kualitas air secara umum di perairan pantai Pulau Pramuka

adalah sebagai berikut :

Tabel 12. Data Kualitas Air di Perairan Pantai P. Pramuka

(Sumber : Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997)

No. Parameter Satuan Nilai

FISIKA :

1. Warna Skala TCU -

2. Bau - -

3. Kekeruhan Skala NTU 0,7

4. Temperatur °C 29

5. Kecerahan m 6

6. Zat Padat Tersuspensi mg/l -

7. Benda Terapung - -

KIMIA :

1. Lapisan Minyak mg/l < 0,001

2. Salinitas ‰ 31,5

3. BOD mg/l -

4. COD mg/l 220,90

5. Ammonium (NH4) mg/l 0,240

6. Nitrit (NO2-N) mg/l 0,001

7. Fenol mg/l -

8. MBAS (Surfaktan) mg/l -

9. Pestisida mg/l -

10. Sianida (CN) mg/l -

11. Asam Sulfida (H2S) mg/l -

12. Raksa (Merkuri) (Hg) µg/l 0,025

13. Kromium (Cr) mg/l -

14. Arsen (As) mg/l -

15. Selenium (Se) mg/l -

16. Kadmium (Cd) mg/l 0,083

17. Tembaga (Cu) mg/l 0,076

18. Timbal (Pb) mg/l 0,043

19. Seng (Zn) mg/l -

20. Nikel (Ni) mg/l -

21. Perak (Ag) mg/l -

22. DO mg/l 3,38

23. PH - 7,5

Parameter fisika kualitas air di perairan P. Pramuka secara umum memenuhi

baku mutu yang ditetapkan untuk biota laut (budidaya dan taman laut konservasi),

dan untuk pariwisata dan rekreasi (dalam hal ini kecuali parameter kecerahannya

yang tidak cukup memenuhi).

Parameter kimia perairannya beberapa ada yang tidak memenuhi baku mutu

yang ditetapkan untuk pariwisata dan rekreasi, antara lain : Lapisan minyak, DO,

COD, Nitrit, Logam Kadmium (Cd) dan Merkuri (Hg).

Page 29: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

28

Parameter kimia perairannya ada beberapa yang tidak memenuhi baku mutu

yang telah ditetapkan untuk biota laut (budidaya perikanan dan taman laut

konservasi), antara lain : DO, COD, Nitrit, Lapisan Minyak, Logam Merkuri (Hg),

Logam Kadmium (Cd), Logam Tembaga (Cu). Tetapi menurut Standar Kualitas Air

untuk Biota Laut dari BBAP Jepara (1999) untuk Nitrit dan Orthophosphat di

perairan P. Pramuka adalah masih memenuhi standar.

6.3. Pulau Tidung

Adapun data kualitas air secara umum di perairan pantai Pulau Tidung adalah

sebagai berikut :

Tabel 13. Data Kualitas Air di Perairan Pantai P. Tidung

(Sumber : Dinas Perikanan DKI Jakarta dan F.Perikanan-IPB, 1997)

No. Parameter Satuan Nilai Kisaran

FISIKA :

1. Warna Skala TCU -

2. Bau - -

3. Kekeruhan Skala NTU 0,5

4. Temperatur °C 29

5. Kecerahan m 6

6. Zat Padat Tersuspensi mg/l -

7. Benda Terapung - -

KIMIA :

1. Lapisan Minyak mg/l < 0,001

2. Salinitas ‰ 32

3. BOD mg/l 1,90

4. COD mg/l 146,15

5. Ammonium (NH4) mg/l 0,096

6. Nitrit (NO2-N) mg/l 0,002

7. Fenol mg/l -

8. MBAS (Surfaktan) mg/l -

9. Pestisida mg/l -

10. Sianida (CN) mg/l -

11. Asam Sulfida (H2S) mg/l -

12. Raksa (Merkuri) (Hg) µg/l 0,050

13. Kromium (Cr) mg/l -

14. Arsen (As) mg/l -

15. Selenium (Se) mg/l -

16. Kadmium (Cd) mg/l 0,046

17. Tembaga (Cu) mg/l 0,114

18. Timbal (Pb) mg/l 0,007

19. Seng (Zn) mg/l -

20. Nikel (Ni) mg/l -

21. Perak (Ag) mg/l -

22. DO mg/l 6,33

23. PH - 7,5

Page 30: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

29

Parameter fisika kualitas air di perairan P. Tidung secara umum memenuhi

baku mutu yang ditetapkan untuk biota laut (budidaya dan taman laut konservasi),

dan untuk pariwisata dan rekreasi (dalam hal ini kecuali parameter kecerahannya

yang tidak cukup memenuhi).

Parameter kimia perairannya beberapa ada yang tidak memenuhi baku mutu

yang ditetapkan untuk pariwisata dan rekreasi, antara lain : Lapisan minyak, COD,

Nitrit, Logam Kadmium (Cd) dan Merkuri (Hg).

Parameter kimia perairannya ada beberapa yang tidak memenuhi baku mutu

yang telah ditetapkan untuk biota laut (budidaya perikanan dan taman laut

konservasi), antara lain : COD, Nitrit, Lapisan Minyak, Logam Merkuri (Hg), Logam

Kadmium (Cd), Logam Tembaga (Cu). Tetapi menurut Standar Kualitas Air untuk

Biota Laut dari BBAP Jepara (1999) untuk Nitrit dan Orthophosphat di perairan P.

Tidung adalah masih memenuhi standar.

7. Keadaan Geologi, Morfologi Pulau serta Kondisi Batimetri Dasar Laut

7.1. Morfologi Pulau-pulau

Kepulauan Seribu merupakan suatu gugusan kepulauan yang sebagian besar

terdiri dari pulau-pulau karang, gosong karang. Dimana pertumbuhan gugus

kepulauan karang ini membujur ke arah Barat Laut diakibatkan perairan di bagian

Timur (dekat dengan daratan utama P. Jawa) terganggu oleh aliran sungai-sungai

yang membawa sedimen lumpur. Menurut Molengraff (1929) dalam Suyarso (1995)

pertumbuhan gugus kepulauan karang Kep. Seribu sangat berhubungan erat terhadap

perubahan muka laut yang terjadi pada Zaman Plestosin, Contohnya adalah P.

Payung yang merupakan kelanjutan pertumbuhan karang yang terjadi sebelum

Paparan Sunda tenggelam pada Zaman Es.

Morfologi pulau karang yang yang terdapat di wilayah Kep. Seribu antara

lain adalah Goba, Rataan Terumbu (Reef Flat), dan Lereng Terumbu (Tubir). Goba

adalah bentuk cekungan yang terletak di bagian puncak / pusat pulau karang

membentuk suatu kolam dengan kedalaman 1-2 meter. Dasar karang umumnya

berupa material pasir sebagai hasil gerusan dinding-dinding karang di sekitarnya.

Beberapa pulau karang yang membentuk Goba antara lain adalah P. Air, P. Lancang,

dan P. Pari. Rataan Terumbu (Reef Flat) adalah suatu bentuk rataan yang terdapat di

Page 31: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

30

baian tepi luar pada suatu pulau karang. Rataan tersebut akan tergenang pada saat air

pasang, dan akan terekspos / kekeringan saat air surut. Sedangkan Lereng Terumbu

(Tubir) adalah bagian dari pulau karang yang berhadapan dengan laut terbuka,

dengan kedalaman di sekitar area pasang-surut sudut lerengnya landai kemudian

berangsur-angsur bertambah curam ke arah dasar perairan.

7.2. Kondisi Batimetri

Berdasarkan Peta Batimetri Pulau-pulau Seribu yang dikeluarkan oleh

Dishidros TNI-AL dan Bakosurtanal (1999) bahwa kondisi batimetri Kepulauan

Seribu secara umum adalah sebagai berikut : Batimetri terdalam sekitar 88 meter di

perairan selat antara gugusan Pulau Pari dan gugusan P. Payung tepatnya antara

106°34’- 106°35’ BT dan 05°49’- 05°50’ LS, dengan rata-rata batimetri terdalam

antar pulau adalah sekitar 5 – 30 meter. Secara umum batimetri semakin mendangkal

ke arah perairan pantai wilayah Jakarta.

7.3. Keadaan Erosi/Sedimentasi dan Batimetri Perairan Sekitar Pulau-pulau

Pulau Untung Jawa hampir seluruh pantainya dikelilingi oleh karang, dengan

kedalaman perairan yang mengelilinginya sekitar 4 – 6 meter. Dermaga terletak di

pantai sisi selatan pulau dengan kedalaman di depannya ± 6 meter (Foto Udara,

1996; Dishidros dan Bakosurtanal, 1999). Berdasarkan Foto Udara (1996) diduga

terjadi hempasan gelombang dari arah Timur Laut yang mengikis karang tebing sisi

Timur Laut kemudian ada arus dari Selatan yang mengikis pantai dan karang tebing

sisi Selatan pulau. Selanjutnya kikisan tersebut akan ditranspor ke arah Timur Laut

dan terjadi sedimentasi ke arah tersebut. Sehingga diduga terjadi pertumbuhan P.

Untung Jawa ke arah Timur Laut.

Pulau Rambut letaknya berdekatan dengan P. Untung Jawa dengan

kedalaman perairannya rata-rata 3 – 6 meter (Dishidros dan Bakosurtanal, 1999).

Berdasarkan Foto Udara (1996) diduga arus yang datang dari Barat Daya

menyebabkan sedikit erosi di sisi Selatan pulau dan terjadi sedimentasi di sisi Timur

Laut pulau. Dan diduga pula bahwa jika terdapat gelombang yang datang dari Utara

Page 32: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

31

meng-erosi pantai sisi utara dan ditransporkan ke arah Tenggara, maka

dimungkinkan terjadi pertumbuhan P. Rambut ke arah Timur Laut dan Tenggara.

Pulau Lancang Besar terletak satu gugusan pulau karang dengan P. Gosong

Lancang dan P. Lancang Kecil. Ujung selatan dan utara P. Lancang Besar ini

terdapat karang tebing, dan perairan yang meneglilingi pulau kedalamannya antara 3

– 23 meter (Dishidros dan Bakosurtanal, 1999). Pulau ini mempunyai 2 dermaga,

satu berada di sisi pantai yang menghadap yang ke arah Barat, dan satu lagi berada di

sisi pantai yang menghadap ke Selatan (Foto Udara, 1996). Diduga dermaga di sisi

Selatan relatif lebih terlindung oleh karang yang terletak di sebelah Barat dermaga.

Dan diduga pula bahwa terjadi pertumbuhan pulau ke arah Timur, akibat adanya

erosi oleh hempasan gelombang di sisi Barat pulau dan terjadi sedimentasi oleh arus

dari Barat ke arah Timur.

Pulau Pari berada dalam satu gugus pulau karang yang berbentuk Goba,

bersama-sama dengan P. Gundul, P. Tikus, P. Burung, P. Kongsi, dan Karang Jong.

Kedalaman perairan sekeliling Goba antara 20 – 30 meter, sedangkan kedalaman

didalam Goba antara 1 – 20 meter (Dishidros dan Bakosurtanal, 1999). Berdasarkan

Foto Udara (1996) diduga arus yang datang dari arah Tenggara menyebabkan

pertumbuhan tepian Goba cenderung ke arah Barat Laut. Hal ini mungkin

diakibatkan oleh gelombang yang datang dari arah Tenggara sedikit mengikis pantai

P. Pari sisi Tenggara dan selatan.

Pulau Tidung berada dalam satu gugusan pulau karang bersama dengan P.

Tidung Kecil. Kedalaman air didalam gugusan antara 1-2 meter, dan kedalaman di

sekeliling gugusan antara 46 – 63 meter. Kedalaman perairan 63 meter berada di sisi

Selatan pulau, dimana di sisi pulau tersebut terdapat dermaga dan kolam pelabuhan

(Foto Udara, 1996; Dishidros dan Bakosurtanal, 1999). Diduga gelombang yang

datang dari Selatan akan menabrak gugus pulau karang sisi Selatan lalu sisa

gelombang akan menyisir sisi Barat dan Timur gugus kemudian menghempas sisi

Utara gugus. Selanjutnya erosi dari hasil hempasan tersebut akan ditransporkan ke

arah Utara, Sehingga kemungkinan terjadinya pertumbuhan pulau atau gugus adalah

ke arah Utara.

Pulau Panggang, P. Pramuka, dan P. Karya letaknya saling berdekatan

dimana perairan selat kecil diantara pulau-pulau tersebut mempunyai kedalaman

Page 33: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

32

antara 8 – 20 meter (Dishidros dan Bakosurtanal, 1999). Berdasarkan Foto Udara

(1996) diduga pola arus lokalnya adalah dari arah Barat Daya menuju Timur Laut

melewati selat-selat kecil tersebut dengan menyebabkan erosi di sisi Barat Daya dan

sedimentasi terjadi ke arah Timur dan Timur Laut.

Pulau Panggang jika dilihat dari Foto Udara (1996) akan tampak mirip

sebuah Goba, dimana P. Panggang adalah bagian dari sisi tepian Goba yang muncul

dari permukaan air pada sisi Utara. Dimana sisi Barat dan Barat Laut Goba ini adalah

karang tebing terjal dengan kedalaman perairan di depannya antara 20 – 23 meter.

Diduga sisi Barat Goba ini adalah daerah terpaan gelombang.

Pulau Pramuka pada sisi Barat-nya memiliki kedalaman perairan hingga 20

meter dengan kedalaman perairan diluar gugusan P. Pramuka sekitar 20 – 60 meter,

maka pada sisi ini dibangun dermaga. Diduga arus yang datang dari Barat lebih

mengikis sisi Selatan pulau dibanding sisi Timur, sehingga sedimentasi ke arah

Timur Laut dan Timur diindikasikan sebagai pertumbuhan P. Pramuka.

Pulau Karya pada sisi Selatan diduga ter-erosi oleh arus dan ke arah Timur

Laut dan Utara terjadi sedimentasi yang diindikasikan sebagai arah pertumbuhan

pulau tersebut.

8. Penutup

Secara umum keadaan perairan Kep. seribu secara fisis, kimiawi, biologi, dan

geologi mendukung aspek kehidupan yang berlangsung didalam wilayah tersebut.

Tetapi dengan catatan perlunya perhatian khusus kepada kondisi kualitas air laut

yang menjadi pendukung utama segala aspek kehidupan. Dimana kualitas air di

perairan Kep. Seribu mendapatkan ancaman dari buruknya pengelolaan limbah

lingkungan dari wilayah perkotaan Jakarta. Padahal terdapat berbagai aspek

kehidupan yang yang bergantung kepada kualitas air di perairan Kep. Seribu. Aspek

tersebut berupa budidaya perikanan, taman laut konservasi, pariwisata – rekreasi, dan

pemenuhan kebutuhan air bersih melalui proses Desalinasi air laut menjadi air tawar.

Page 34: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

33

Daftar Rujukan

1. Dinas Perikanan DKI Jakarta, F. Perikanan – IPB., 1997., Studi Pengembangan

Budidaya Laut di Kepulauan seribu. Draft Laporan Akhir.

2. Dishidros, 1998. Peta Indonesia : Pulau - Pulau Seribu. TNI – AL Dinas Hidro-

Oseanografi. Jakarta. 1 : 50.000

3. Dishidros dan Bakosurtanal., 2000., Peta Lingkungan Pantai Indonesia :

Kepulauan Seribu. 1 : 50.000

4. Dishidros, 2000., Makalah Seminar Pengkajian Penyusunan Rencana Rinci Tata

Ruang Wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu. Jakarta : 20 – 22 November.

5. Mailendra, 1996., Pemanfaatan Citra Satelit untuk Studi Perubahan Garis Pantai

di Daerah Teluk Jakarta. Tugas Akhir. Jurusan Geofisika dan Meteorologi

FMIPA – ITB.

6. Pemda DKI Jakarta, PPK dan LPM – ITB., 1998., Aspek Hidro-Oseanografi

Dalam rangka Pelaksanaan Amdal Pantura. Makalah Seminar I Pembahasan

Materi Amdal Reklamasi dan Revitalisasi Pantura Jakarta.

7. Pranowo, W.S., 1998., Sebaran Kima (Famili : Tridacnidae) di Taman Nasional

Laut Teluk Cenderawasih Irian Jaya. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan FPIK-

Undip. Semarang.

8. Setiyono, H., 1996., Kamus Oseanografi., Gadjah Mada University Press.,

Yogyakarta.

9. Hutagalung, H.P., 1997., Penentuan kadar Logam berat., dalam Hutagalung,

H.P., Setiapermana, D., Riyono, S.H., (ed.)., 1997., Metode Analisis Air Laut,

sedimen dan Biota. Buku 2. P3O - LIPI, Jakarta. 1997.

10. Lembaga Penelitian – ITB, 1998., Potensi Bawah laut di Sekitar Pulau

Pemukiman Kepulauan Seribu : Kasus Pulau Kelapa.

11. Mihardja, D.K., Hadi, S., Tjasjono, B., Fitriyanto, M.S., Guntoro, D., Ahmad, Z.,

1990., Model Matematis dan Simulasi Komputer Penyebaran Polutan di Teluk

Jakarta. Laporan Proyek P4M Kontrak No. 169/P4M/DPPM/BD XXI/1989.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – ITB. Bandung.

12. Ningsih, N.S., 2000., Three-Dimensional Model for Coastal Ocean Circulation

and Sea Floor Topography Changes : Application to the Java sea. Dissertation.

Research Division in Engineering, Civil Engineering Course of the Postgraduate

School, Kyoto University, Japan.

13. Sutisna, H., 1988., Simulasi Hidrodinamika Teluk Jakarta Menggunakan Metoda

Beda Hingga ke Arah Hulu. Tugas Akhir. Institut Teknologi Bandung : 52, 57-58

Page 35: Mihardja, D.K., & W. S. Pranowo (2001) Kondisi Perairan Kepulauan Seribu

34

14. Suyarso, (ed.)., 1995., Atlas Oseanologi Teluk Jakarta. P3O – LIPI. Jakarta.

15. Ongkosongo, O.S.R., 1989., Penerapan Pengetahuan dan Data Pasang-Surut.

dalam Ongkosongo, O.S.R., Suyarso., 1989., Pasang-Surut., Puslitbang

Oseanologi-LIPI. Jakarta : 241-254

16. Wyrtki, K., 1961., Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga

Report Volume 2. The University of California Scripps Institution of

Oceanography. La Jolla, California.