dementia

34
I. Pendahuluan Demensia adalah sebuah sindrom yang menggambarkan gangguan fungsi kognitif yang bersifat progresif, mencakup kemampuan berbicara, menilai, proses pikir, mengingat, dan belajar. Gangguan fungsi kognitif juga seringkali akan disertai gangguan perilaku. Demensia tidak pernah berdiri sendiri, melainkan jadi salah satu gejala penyerta penyakit lain. Demensia paling sering ditemukan pada Penyakit Alzheimer’s, kemudian yang kedua paling sering adalah Lewy Body Demensia, yang terakhir adalah demensia vaskular. Demensia bukanlah merupakan sebuah gangguan ringan yang dapat dihadapi sehari-hari, melainkan suatu gangguan yang sangat mengganggu kehidupan sehari-hari karena kemampuan dasar seperti menulis, menghitung, mengetahui arah, akan menurun atau bahkan hilang. Biasanya demensia diderita oleh lansia, namun 2-10% kasus per tahunnya diderita oleh pasien kurang dari 65 tahun. Menurut Alzheimer’s Disease International Report (2014), telah diperkirakan bahwa pada tahun 2015 akan terdapat 1.003 penduduk di Indonesia yang menderita Alzheimer’s dari total 255.000 penduduk. Telah diestimasikan juga bahwa pada tahun 2030 penderita Alzheimer’s di Indonesia akan meningkat menjadi 1.800, dan 3.900 pada tahun 2050. Jumlah peningkatan tersebut disebabkan oleh kurangnya edukasi kepada penduduk tentang demensia, bahwa demensia adalah suatu gangguan, bukan proses normal setiap orang

Upload: gabriella-nurahmani-putri

Post on 14-Apr-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dementia

TRANSCRIPT

Page 1: Dementia

I. PendahuluanDemensia adalah sebuah sindrom yang menggambarkan gangguan fungsi kognitif yang bersifat progresif, mencakup kemampuan berbicara, menilai, proses pikir, mengingat, dan belajar. Gangguan fungsi kognitif juga seringkali akan disertai gangguan perilaku. Demensia tidak pernah berdiri sendiri, melainkan jadi salah satu gejala penyerta penyakit lain. Demensia paling sering ditemukan pada Penyakit Alzheimer’s, kemudian yang kedua paling sering adalah Lewy Body Demensia, yang terakhir adalah demensia vaskular. Demensia bukanlah merupakan sebuah gangguan ringan yang dapat dihadapi sehari-hari, melainkan suatu gangguan yang sangat mengganggu kehidupan sehari-hari karena kemampuan dasar seperti menulis, menghitung, mengetahui arah, akan menurun atau bahkan hilang. Biasanya demensia diderita oleh lansia, namun 2-10% kasus per tahunnya diderita oleh pasien kurang dari 65 tahun. Menurut Alzheimer’s Disease International Report (2014), telah diperkirakan bahwa pada tahun 2015 akan terdapat 1.003 penduduk di Indonesia yang menderita Alzheimer’s dari total 255.000 penduduk. Telah diestimasikan juga bahwa pada tahun 2030 penderita Alzheimer’s di Indonesia akan meningkat menjadi 1.800, dan 3.900 pada tahun 2050. Jumlah peningkatan tersebut disebabkan oleh kurangnya edukasi kepada penduduk tentang demensia, bahwa demensia adalah suatu gangguan, bukan proses normal setiap orang lanjut usia. Hal ini akan mengurangi stigma terhadap demensia. Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan prevalensi demensia di Indonesia adalah kurangnya sumber daya untuk menyiapkan perawatan umum bagi pasien demensia.

II. Neuroanatomi MemoriUntuk lebih mengerti tentang gejala-gejala demensia, maka pertama kita harus mengetahui neuroanatomi memori terlebih dahulu. Neuroanatomi memori adalah anatomi otak yang berpengaruh terhadap memori manusia.

Page 2: Dementia

Struktur-struktur otak yang berperan dalam memori adalah hippocampus (sistem limbik), amygdala (sistem limbik), serebellum, dan basal ganglia. Setiap lobus otak juga berperan besar dalam penyimpanan dan akses memori.

Page 3: Dementia

Maka dari itu, dapat dimengerti bahwa infeksi otak, kelainan vaskular otak, trauma, penyakit degeneratif, semua dapat memberikan gejala-gejala demensia.

a. Hippocampus merupakan bagian dari sistem limbik. Hippocampus bekerja sebagai penyimpan memori peta kognitif. Peta kognitif adalah memori yang mengingatkan kita arah dari satu tempat ke tempat lainnya. Hippocampus juga tempat merekam ingatan baru dan tempat yang mengubah ingatan jangka pendek jadi jangka panjang.

b. Serebellum bertanggung jawab dalam merekam dan menyimpan memori prosedural, yaitu ingatan kita tentang cara melakukan suatu hal yang rutin. Contohnya, memori prosedural akan disimpan tentang cara menyetir, atau cara memasak, atau cara memainkan instrumen musik.

c. Amygdala juga merupakan bagian dari sistem limbik. Amygdala bertanggung jawab untuk penyimpanan ingatan emosional. Amygdala berperan besar ketika kita merasakan perasaan tertentu ketika mengingat suatu kejadian yang telah kita alami.

d. Basal ganglia berperan dalam penyimpanan ingatan implisit. Ingatan implisit adalah memori yang membantu kita melakukan sesuatu hal karena memang sudah biasa melakukannya. Basal ganglia juga berperan besar dalam pengendalian motorik, kognisi, dan proses belajar.

e. Lobus frontal adalah pusat working memory dan proses perencanaan. Working memory adalah ingatan yang diperlukan untuk mencapai suatu target tertentu. Misalnya, jika kita ingin pergi ke suatu tempat tertentu, lobus frontal akan memberikan ingatan tentang jalan ke tempat tersebut, transportasi apa yang dapat membawa kita ke tempat tersebut, jam berapa kita harus berangkat.

f. Lobus temporal berperan dalam penyimpanan memori rekognisi. Contohnya, kita akan mengingat siapa anggota keluarga kita dan teman kita karena memori kita tentang mereka akan disimpan di lobus temporal.

g. Lobus parietal berperan dalam memori jangka pendek, dan pusat proses persepsi sensorik.

Page 4: Dementia

h. Lobus oksipital berperan dalam memori visual, yakni agar kita mengetahui suatu nama dan fungsi suatu objek otomatis setelah melihatnya.

III. DemensiaDemensia adalah sindrom, yakni kumpulan gejala yang menandakan gangguan fungsi kognitif yang bersifat progresif, global, dan mempengaruhi isi kesadaran (bukan tingkat kesadaran). Isi kesadaran disini diartikan sebagai kesadaran psikiatrik, bukan kesadaran neurologis. Demensia merupakan bagian dari penyakit sistemik lainnya. Maka dari itu, dapat dimengerti bahwa demensia adalah sebuah kumpulan gejala, bukan sebuah diagnosis. Demensia biasanya diderita oleh pasien berusia lebih dari 60 tahun. Namun, ini bukan berarti bahwa setiap orang lanjut usia akan menderita demensia, karena demensia merupakan suatu gangguan pada korteks serebri, subkorteks, atau keduanya. Maka dari itu, kita harus bisa membedakan gejala-gejala yang memang normal akan terlihat pada semua orang lanjut usia, dan gejala-gejala yang merupakan suatu gangguan yang abnormal. Hal ini akan didiskusikan lebih lanjut pada bab lainnya. Secara umum, demensia mempunyai ciri-ciri perubahan fungsi kognitif, dan perubahan perilaku. Perubahan fungsi kognitif contohnya adalah hilangnya ingatan, susah berkomunikasi karena lupa akan pilihan kata, sulit melakukan kegiatan yang kompleks, kesulitan dalam berencana, kesulitan dalam hal motorik dan koordinasi, dan disorientasi. Perubahan perilaku pada demensia dapat dibagi menjadi dua, yaitu gejala postif dan gejala negatif. Gejala positif adalah yang biasanya tidak ada sekarang menjadi ada, contohnya depresi, agitasi, kecemasan, iritabilitas, disinhibisi, dan psikosis. Gejala negatif adalah perilaku yang seharusnya ada sekarang menjadi tidak ada, contohnya adalah apatis, afek tumpul, amnesia, apraxia, agnosia, agrafia, anarithenetia, penurunan kemampuan visuospasial, gangguan tidur, dan tidak dapat konsentrasi.

IV. Faktor ResikoFaktor Resiko untuk demensia berupa:a. Umur : Biasanya demensia diderita setelah umur 65

tahun.

Page 5: Dementia

b. Kebiasaan merokokc. Obesitasd. Diabetese. Dislipidemiaf. Hipertensig. Keturunan demensiah. Riwayat depresi: Penting untuk dibedakan dengan

pseudodemensia.

Faktor resiko b.-f. merupakan kebiasaan dan kondisi yang mengancam kesehatan pembuluh darah dan jantung. Penelitian telah menemukan bahwa menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah dapat mengurangi prevalensi demensia, terutama penyakit Alzheimer’s.

V. Etiologi dan Klasifikasi

Demensia mempunyai banyak etiologi dan patofisiologi yang berbeda-beda. Maka dari itu, etiologi demensia dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar, yakni penyakit dengan gejala ekstrapiramidal yang prominen, penyakit tanpa gejala ekstrapiramidal yang prominen, dan demensia karena kelainan sistemik. Gejala ekstrapiramidal mencakup tiga gejala utama yaitu resting tremor, akinesia, dan rigiditas. Pada akhirnya, demensia harus dapat dibedakan dengan pseudodemensia.

III.a. Penyakit Tanpa Gejala Ekstrapiramidal yang Prominen

Penyakit tanpa gejala ekstrapiramidal adalah etiologi demensia yang paling sering ditemukan sehari-hari. Penyakit-penyakit tersebut adalah Alzheimer’s, Demensia Frontotemporal, Penyakit Creutzfeld-Jakob, dan Normal Pressure Hydrocephalus.

III.a.i. Penyakit Alzheimer

Page 6: Dementia

Penyakit Alzheimer adalah penyebab demensia paling sering di seluruh dunia. Prevalensinya mencakup 3%-50% tiap tahunnya, pada penderita berusia 65-85 tahun. Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak, yang mengganggu hantaran listrik otak melalui deposisi protein B-amyloid (Neuritic plaques) dan protein Tau (Neurofibrillary tangles) di neuron.Penyakit Alzheimer biasanya diturunkan secara genetik pada generasi-generasi berikutnya. Ketika seseorang menderita Alzheimer karena keturunan, maka terdiagnosa Familial Alzheimer’s Disease. Pada Familial Alzheimer’s Disease, terdapat mutasi dari kromosom 21 yang mengkode pembentukan protein B-Amyloid. Mutasi tersebut menghasilkan kelainan pada protein B-Amyloid, sehingga terjadi penumpukan pada neuron, pembuluh darah otak, dan selaput otak. Selain kromosom 21 terdapat pula mutasi pada kromosom 19 yang mengkode pembentukan apolipoprotein E4 (APOE4) oleh astrosit. APOE4 akan masuk kedalam neuron otak dan berinteraksi abnormal dengan protein mikrotubul (protein Tau) disana, sehingga membentuk filamen helikal yang disebut Neurofibrillary Tangles. B Amyloid terbentuk dari pemotongan protein APP menjadi rantai 40-42 asam amino (disebut juga B-amyloid 1-40). Pemotongan dilakukan oleh enzim a-sekretase. Pada Penyakit Alzheimer’s, pemotongan dilakukan oleh enzim B-sekretase, sehingga membentuk rantai yang tidak sesuai (B-amyloid 1-42). B-amyloid 1-42 kemudian dilepas dari membran APP dan akumulasi sebagai plak ekstraselular (sel neuron). Penumpukan ini bersifat toksik untuk neuron, sehingga menyebabkan kematian neuron-neuron tersebut. Salah satu tipe neuron yang rusak karena penumpukan protein tersebut adalah neuron kolinergik. Selain dari itu, enzim choline acetyltransferase juga banyak berkurang di korteks serebri dan hippocampus (pusat memori otak). Hal ini menyebabkan degernasi nukelus Meynert yang merupakan pusat inervasi kolinergik otak, Gejala-gejala awal Penyakit Alzheimer sudah mencerminkan demensia, yakni hilangnya ingatan jangka pendek. Biasanya gejala ini pertama kali dilihat oleh anggota keluarga. Hilang ingatan akan dilanjutkan dalam bentuk disorientasi waktu dan tempat. Lama-kelamaan pasien akan mengalami anomia

Page 7: Dementia

(tidak ingat nama suatu benda), afasia, dan akalkulia (tidak bisa berhitung). Biasanya penderita akan berhenti bekerja setelah mengalami gejala-gejala tersebut. Penderita juga akan depresi karena frustasi akan gejala-gejalanya, sehingga ia akan sering terlihat gelisah dan sering agitasi. Penderita juga akan mengalami apraksia dan kelainan visuospasial. Gejala inilah yang menjadi khas Alzheimer’s, yaitu dimana penderita akan pergi ke suatu tempat dan lupa jalan pulang. Cara jalan penderita akan mencerminkan frontal lobe gait disorder, yaitu dimana penderita mengambil langkah kecil-kecil, pelan-pelan, dan kesulitan memulai berjalan. Pada stadium lanjut dari perkembangan penyakit Alzheimer’s, penderita akan mencerminkan gejala-gejala psikiatrik, yaitu delusi, halusinasi, dan paranoia. Selain dari itu penderita juga akan mengalami mioklonus, inkontinensia, hemiparesis, dan mutisme. Biasanya penderita meninggal 5-10 tahun setelah awitan. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosa penyakit Alzheimer adalah CT Scan atau MRI, yang akan menunjukkan atrofi parenkim otak, pelebaran sulkus otak, dan pembesaran ventrikel otak.

Page 8: Dementia

Pungsi lumbal juga dapat dilakukan untuk mendiagnosa penyakit Alzheimer. Hasilnya berupa adanya peningkatan protein (protein Tau yang telah terfosforilasi). Lumbal pungsi pada penderita atrofi serebri harus dilakukan secara hati-hati karena dapat berkomplikasi subdural hematoma. Selain dari itu, dapat pula dilakukan tes kognitif berupa MMSE untuk melihat gejala-gejala Alzheimer yang sudah prominen.

III. a.ii. Demensia FrontotemporalDemensia frontotemporal disebabkan oleh Penyakit Pick, yaitu sebuah penyakit yang mencerminkan demensia progresif. Apakah bedanya dengan Penyakit Alzheimer’s? Pada Penyakit Pick, patologi terpusat pada lobus frontal dan anterior temporal (frontotemporal). Walaupun begitu, penyakit Pick juga disebabkan oleh deposisi abnormal protein Tau (karena abnormalitas kromosom 17) di sel-sel neuron dan inklusi progranulin di sitoplasma sel neuron (abnormalitas kromosom 9p). Inklusi tersebut dikenal sebagai Pick’s bodies. Neuron kemudian akan membengkak, dinamakan Pick’s Cells. Lama kelamaan patofisiologi penyakit Pick akan menyebabkan kematian neuron, atrofi lobus frontal dan temporal, dan gliosis. Manifestasi klinis penyakit Pick lebih terpusat pada gangguan perilaku dibanding gangguan kognitif. Pada dua tahun pertama perkembangan penyakit, penderita akan mencerminkan perilaku agresif (manifestasi patologis orbitofrontal), dan perilaku repetitif dan stereotipik. Patologi pada dorsomedial dan dorsolateral frontal akan mencerminkan gejal-gejala negatif seperti apatis, ketidakpedulian, dan berkurangnya niat untuk mengurus diri sendiri. Patologi pada posterolateral orbitofrontal akan mencerminkan hiperfagia, terutama penderita jadi sering sekali makan makanan manis. Selain dari itu penderita penyakit Pick akan mengalami afasia yang progresif, depresi, ekolalia, ekopraksia, dan anomia. Gejala yang membedakan penyakit Pick dengan Alzheimer’s adalah kemampuan visuospasial pada penderita Pick masih akan berjalan dengan baik. Untuk pemeriksaan penunjang, seringkali dilakukan MRI yang memang terbukti lebih efektif untuk mendeteksi

Page 9: Dementia

kelainan-kelainan awal pada otak. Gambaran yang akan terlihat pada MRI adalah atrofi lobus frontal.

III.a.iii. Penyakit Creutzfeld-JakobPenyakit Creutzfeld-Jakob (CJD) adalah penyakit sistem saraf pusat yang bersifat fokal di korteks serebri, basal ganglia, serebellum, batang otak, dan medulla spinalis. Biasanya penyakit ini diderita oleh orang-orang berusia 60-64 tahun. Penyakit CJD disebabkan oleh akumulasi prion. Prion adalah protein yang memang normalnya diproduksi oleh tubuh kita (fungsi belum diketahui) tetapi dalam CJD, tampak prion yang telah bermutasi secara genetik. Mutasinya menyebabkan prion patologis berbeda bentuk karena kesalahan saat pelipatan asam amino (secondary folding). Bentuknyalah yang menyebabkan prion akumulasi di jaringan otak. Menifestasi klinis dari CJD yang paling utama adalah demensia, yang pertama dimulai sebagai gangguan kognitif ringan, atau gangguan fokal seperti afasia, apraksia, dan agnosia. Dalam beberapa bulan, gejala akan berkembang menjadi mutisme, atau bahkan koma. CJD juga akan menampilkan gejala-gejala psikiatrik sperti euforia, kecemasan, depresi, delusi, dan halusinasi. Secara motorik, CJD akan menampilkan mioklonus yang biasanya dipicu oleh kondisi terkejut, dan gejala ekstrapiramidal. Pemeriksaan definitif untuk mendiagnosa CJD adalah penemuan prion abnormal pada biopsi otak. Jika penderita masih hidup, maka pemeriksaan penunjang dapat berupa EEG, dimana kita dapat melihat gelombang trifasik yang terjadi secara periodik. Lunbal pungsi juga dapat dilakukan dan akan membuahkan hasil peningkatan protein 14-3-3. MRI akan menunjukkan gambaran hiperintens di basal ganglia. Selain CJD, prion merupakan sumber patologi pertama di beberapa penyakit lainnya, yaitu Gertsmann Straussler Syndrome (penyakit keturunan yang bergejala demensia dan ataksia), Kuru (penyakit yang disebarkan oleh kanibalisme, bergejaa demensia), Fatal Familial Insomnia (bergejala insomnia; gangguan endokrin,motorik, dan otonomik),

Page 10: Dementia

Bovine Spongiform Encephalopathy (juga dikenal sebagai “Mad Cow Disease” karena infeksi didapatkan dari memakan sapi yang telah terinfeksi. Biasanya penyakit ini terpusat di serebelum, menunjukkan banyak gejala psikiatrik, dan menampilkan banyak plak amyloid).

III.a.iv. Normal Pressure Hydrocephalus

Normal pressure hydrocephalus (NPH) adalah kondisi dimana terjadi peningkatan kadar LCS di otak, namun tidak menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial karena LCS masih dapat mengalir lancar dari satu ventrikel ke ventrikel lainnya. Maka dari itu, NPH juga dikenal sebagai communicating hydrocephalus. NPH bisa merupakan suatu kelainan yang idiopatik, tetapi bisa juga mempunyai etiologi yang jelas seperti perdarahan subaraknoid atau meningitis. Pada kasus perdarahan subaraknoid dan meningitis, NPH terjadi karena kelainan absorpsi LCS oleh granulasi araknoid, karena terbentuknya jaringan ikat pada daerah tersebut.

NPH berkembang dalam seminggu sampai berbulan-bulan. NPH memiliki triase diagnosis, yaitu demensia, apraksia cara berjalan, dan inkontinensia. Gejala awalnya adalah demensia ringan, dan dilanjutkan dengan apraksia dan inkontinensia. Demensia pada NPH berupa apatis dan proses berpikir yang lambat, kemudian berkembang menjadi disfungsi kognitif global dan hilangnya daya ingat. Apraksia berjalan adalah dimana penderita akan merasa sulit untuk mulai berjalan, walaupun sudah berniat dan tidak mengalami ataksia. Ketika penderita sudah mulai berjalan, langkahnya akan terlihat pendek-pendek, dan perlahan-lahan. Gejala-gejala lain yang dapat terlihat adalah spastisitas otot dan gejala ekstrapiramidal.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada NPH adalah CT atau MRI yang akan menunjukkan pembesaran ventrikel dua, tiga, dan empat, secara bersamaan. Lumbal pungsi juga dapat dilakukan, dimana sekitar 30-50 ml LCS diambil. Jika terjadi perbaikan pada penderita, maka diagnosis adalah NPH dan dapat menjadi kandidat untuk prosedur shunting.

Page 11: Dementia

III.b. Penyakit Dengan Gejala Ekstrapiramidal yang Prominen

III.b.i. Lewy Body DementiaLewy Body Dementia adalah penyakit bergejala demensia, terdua paling banyak di dunia (Penyakit Alzheimer’s meraih peringkat pertama). Penyakit ini dapat bersifat genetik, dan biasanya jika penyebabnya adalah genetik, seseorang akan mengidapnya pada usia muda. Penyakit ini juga dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan, terutama paparan pestisida.Secara hisopatologi, Lewy Body Dementia mempunyai khas, yaitu akumulasi Lewy Bodies di korteks serebri dan batang otak. Lewy Bodies adalah badan inklusi yang eusinofilik, bulat, dan intrasitoplasmik. Selain eusinofil, badan inklusi tersebut juga mengandung protein a-synuclein (yang juga terdapat pada penyakit Parkinson’s) dan protein Tau (yang juga terdapat di Penyakit Alzheimer’s dan Penyakit Pick). Beda dengan Alzheimer, awalnya penyakit ini menunjukkan penurunan fungsi korgnitif tanpa hilangnya daya ingat. Lama kelamaan penderita akan mengalami delusi, halusinasi, hilangnya daya ingat dan atensi, dan gejala ekstrapiramidal. Kemampuan visuospasial juga akan menurun, begitu pula dengan kemampuan eksekutif. Gejala-gejala yang muncul akan tergantung lokasi penumpukan Lewy Bodies. Contohnya, gejala-gejala positif seperti delusi dan halusinasi akan muncul jika penumpukan Lewy Bodies terjadi di lobus frontal. Pada Lewy Body Dementia, terdapat pula penurunan kadar Dopamine dan Acetylcholine. Maka dari itu, sering sekali Lewy Body Dementia tertukar dengan Parkinson’s Disease with Dementia. Bedanya adalah pada Penyakit Parkinson’s hanya fungsi motorik yang menurun, sedangkan fungsi kognitif masih berjalan lancar.

III.b.ii. Penyakit Huntington’s

Penyakit Huntington’s adalah suatu penyakit yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Penyakit ini bersifat progresif dan disebabkan oleh mutasi pada kromosom 4. Kromosom 4 normalnya mempunyai kode genetic untuk

Page 12: Dementia

pembentukan protein Huntingtin. Fungsi protein ini belum diketahui, namun, mutasinya menyebabkan adanya gerakan involunter pada lengan, kepala, dan tungkai. Gerakan ini dikenal sebagai chorea. Demensia akan muncul sebelum ada chorea. Demensia pada Huntington’s akan mencakup hilangnya memori tentang semua aspek kehidupan.Selain itu terdapat juga penurunan proses pikir dan proses beralasan, termasuk daya ingat, daya nilai, dan konsentrasi. Gejala-gejala psikiatrik juga dapat terlihat pada penyakit ini, contohnya perilaku obsesif-kompulsif dan gangguan suasana perasaan. Diagnosa Penyakit Huntington’s yang paling definitif adalah tes DNA untuk mengetahui adanya mutasi kromosom 4. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah menggunakan MMSE, dimana akan terlihat adanya gangguan konsentrasi, daya ingat (gangguan dalam repetisi), dan daya nilai.

III.c. Demensia Karena Kelainan Sistemik

Gangguan sistemik dapat menyebabkan demensia. Bedanya dengan etiologi lainnya adalah kelainan sistemik belum tentu berpusat di otak, namun dapat berupa infeksi, kelainan metabolik, atau keganasan yang lama-kelamaan berkomplikasi ke otak dan menyebabkan demensia.

III.c.i. Keganasan

Keganasan yang dapat mencetuskan demensia adalah tumor otak dan neoplasia meningeal. Demensia dapat terjadi pada tumor otak karena adanya efek global yang ditimbulkan seperti edema serebri luas yang meningkatkan tekanan intrakranial dan menekan struktur otak di dekatnya. Hal ini dapat mengganggu fungsi korteks serebri dan sistem limbik yang berperan besar dalam memori (demensia). Demensia pada tumor otak ditunjukkan sebagai kelambatan berpikir, apatis, sulit konsentrasi, dan gangguan kepribadian. Gejala tumor otak lainnya mencerminkan peningkatan tekanan intrakranial, seperti kejang, nyeri kepala, dan defisit neurologic fokal. Jika peningkatan tekanan intrakranial disebabkan oleh meningeal neoplasia, maka diagnosis dapat ditegakkan menggunakan lumbal pungsi.

Page 13: Dementia

III.c.ii. InfeksiInfeksi yang paling sering menyebabkan demensia adalah infeksi di otak/mencapai otak, yaitu AIDS dan neurosyphilis. Demensia yang disebabkan oleh AIDS disebut AIDS dementia complex, suatu komplikasi AIDS di sistem saraf pusat. Pada awalnya, AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 yang menyerang otak, terutama microglia, monosit, dan makrofag. Jika seseorang belum dalam kondisi imunosupresi, maka infeksi tidak akan terlihat dalam gejala-gejala klinis yang jelas. Namun jika seseorang sudah tidak mempunyai sistem imun yang kuat, maka infeksi HIV-1 di otak akan terlihat dan bahkan akan meluas, HIV-1 telah terbukti tidak dapat replikasi di dalam neuron, maka dari itu hancurnya neuron pada penyakit AIDS disebabkan oleh mekanisme neurotoksis (pengeluaran cytokine dari monosit yang terkontaminasi HIV). Hancurnya neuron juga disertai dengan vakuolisasi white matter, astrositosis, infiltrasi monosit;mikroglia; dan makrofag ke perivascular area- mempengaruhi basal ganglia, thalamus, dan pons. Gejala-gejala AIDS berupa cerebellar ataksia, gejala ekstrapiramidal, hipertonia, inkontinensia, kejang, delusi, dan halusinasi. Gejala-gejala demensia pada AIDS dementia complex tertera di tabel berikut.

Page 14: Dementia
Page 15: Dementia

Tabel 1.0. Gejala-Gejala Demensia Pada AIDS

Pemeriksaan penunjang spesifik untuk mendeteksi AIDS adalah lumbal pungsi, dimana akan ditemukan sedikit peningkatan protein (<200mg/dL), mononuclear pleositosis (<50 sel/ul), dan adanya oligoklonal bands. Pada CT atau MRI,

Page 16: Dementia

dapat dilihat adanya atrofi korteks serebri dan dilatasi ventrikel. Biasanya subkorteks juga atrofi. Demensia juga dapat disebabkan oleh neurosyphilis, walaupun jarang. Syphilis disebabkan oleh infeksi Treponema pallidum yang disebarkan melalui hubungan seksual. Manifestasi syphilis dimulai dengan lesi di kulit (chancre) satu bulan setelah terinfeksi. Kemudian infeksi menyebar secara hematogen ke seluruh tubuh 6 bulan setelah lesi kulit muncul, sehingga penderita akan mengalami demam, alopesia, dan ruam kulit. Infeksi akan mencapai otak sekitar 12 bulan setelah awitan, dan tahap ini dinamakan meningeal syphilis. Pada saat ini ada gejala-gejala positif rangsang meningeal, mual, muntah, dan kelainan saraf kranial. Demensia akan muncul pada fase lanjut neurosyphilis, yakni lebih dari 7 tahun setelah awitan. Pada saat ini neurosyphilis sudah berkembang menjadi meningoencephalitis, dimana penderita perlahan-lahan hilang ingatan, mengalami gangguan perilaku, depresi, psikosis. Penderita juga akan mengalami kejang, tremor wajah dan lidah, disartria, dan gejala ekstrapiramidal. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk diagnosis neurosyphilis adalah tes serologik darahuntuk mengetahui adanya antibodi treponemal (FTA-ABS). Lumbal pungsi juga dapat dilakukan dan akan menunjukkan pleositosis limfosit, kenaikan protein y-globulin, dan adanya oligoklonal bands.

III.c.iii. Kelainan MetabolikKelainan metabolik yang dapat menyebabkan demensia beretiologi alkoholisme, hipotiroidisme, dan defisiensi Vitamin B12. Khas dari demensia karena kelainan metabolik adalah demensia bersifat reversibel. Alkoholisme dapat menyebabkan demensia karena efek toksik ethanol terhadap sistem saraf pusat. Alkohol dapat menurunkan kadar asam nikotinik (niacin) dalam tubuh. Kekurangan niacin mempengaruhi neuron di basal ganglia, batang otak, serebellum, dan kornu anterior medulla spinalis. Sindrom yang ditimbulkan oleh kurangnya niacin disebut Pellagra yang merupakan kumpulan gejala demensia, glossitis, anemia, gejala ekstrapiramidal. Hipotiroidisme, yang juga dikenal sebagai myxedema, juga dapat menimbulkan demensia. Demensia pada hypotiroidism berupa kelambatan berpikir, hilang ingatan, dan iritabilitas. Gejala psikiatrik juga dapat muncul karena myxedema, seperti

Page 17: Dementia

halusinasi, depresi dan paranoia. Vertigo, tinnitus, ataxia, juga ada pada myxedema. Pemeriksaan spesifik yang memberikan diagnosis tersebut adalah tes reflex, dimana kita bisa melihat lambatnya tendon untuk relaksasi setelah berkontraksi. Demensia pada defisiensi Vitamin B12 sama sifatnya seperti pada kasus hipotiroidisme, tetapi pada hipotiroidisme lebih banyak gejala neurologis yang terlihat.

III.c.iv. Gagal Organ

Demensia yang terjadi karena gagal organ karena hemodialisa dan karena Penyakit Wilson’s. Demensia yang terjadi karena hemodialisa disebut dialysis dementia. Biasanya demensia terjadi setelah hemodialisa dalam jangka waktu yang lama. Awalnya terjadi disartria, mioklonus, kejang. Demensia mulai datang secara progresif. Pada EEG ditemukan banyak gelombang tajam yang muncul secara paroksismal. Etiologi yang menyebabkan gejala-gejala ini adalah alumunium di dalam cairan dialysate. Penyakit Wilson’s adalah penyakit degeneratif organ hepatolentikular, dan ini menyebabkan tubuh tidak dapat metabolisme senyawa. Penyakit ini merupakan penyakit herediter resesif, akibat mutasi pada kromosom 13. Gejalanya adalah demensia dan gejala ekstrapiramidal.

III.c.v. Trauma

Demensia dapat terjadi setelah trauma kepala, terutama yang diikuti dengan penurunan kesadaran. Ketika sadar pasien akan mengalami hilangnya daya ingat dan konsentrasi, perubahan perilaku, iritabilitas, nyeri kepala, defisit neurologis, atau kejang. Penyebabnya biasanya perdarahan. Kelainan spesifik demensia setelah trauma dinamakan dementia pugilistica. Karakteristik dari kelainan ini adalah demensia yang terjadi posttrauma, terjadi lama setelah awitan (delayed), dan progresif. Penderita juga akan mengalami labilitas emosi, memori defisit, kelambatan berpikir, iritabilitas, dan gejala ekstrapiramidal. Pencitraan otak akan menunjukan atrofi kortikal dan kavum septum pellucidum.

III.c.vi. Kelainan Vaskular

Page 18: Dementia

Kelainan vascular yang dapat menyebabkan demensia dikenal sebagai vaskular dementia, yaitu penyebab dementia ketiga paling sering setelah Alzheimer’s dan Lewy Body Dementia. Pasien yang menderita infark kortikal multiple atau lacunar infark karena penyumbatan pembuluh darah besar atau kecil. Infark tersebut akan mempengaruhi basal ganglia, thalamus, dan subkorteks. Hubungan penyakit serebrovaskular dengan demensia vaskular belum jelas, karena belum diketahui apabila harus ada infark untuk menimbulkan demensia, atau berapa luas infark yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis demensia vaskular. Ini membuat sulit untuk mendiagnosa demensia vaskular atau penyakit Alzheimer’s dengan penyakit serebrovaskular. Gejala yang terlihat pada demensia vaskular adalah gejala-gejala post-stroke, hipertensi, dan defisit neurologis seperti pseudobulbar palsy (disartria, disfagia, psudobulbar afek, ataksia, hiperrefleksia.)Pencitraan otak (CT) akan menunjukkan area hipodens yang multiple tetapi kecil-kecil. Pada pasien dengan demensia vaskular harus dipastikan pemeriksaan adanya emboli, fibrilasi atrial, vaskulitis, profil lipid, gula darah sewaktu, dan tekanan darah.

IV. PseudodemensiaPseudodemensia adalah salah satu gejala depresi, dan memang sulit untuk membedakan demensia dengan depresi karena hampir semua gejalanya sama- hilang ingatan, apatis, iritabilitas, sering menyendiri, dan perubahan perilaku, Tabel berikut menunjukkan perbedaan demensia dengan pseudodemensia.

Demensia PseudodemensiaBersifat progresif Akut, pada saat depresi

maksimalTidak ada riwayat depresi Ada riwayat depresi

Page 19: Dementia

Tidak sadar akan gangguan yang dideritanya

Sangat sadar dan kadang dibesar-besarkan

Tidak ada somatisasi Sering ada somatisasiAfek bervariasi Afek tumpulBiasanya paling buruk pada malam hari

Speanjang hari

Pemeriksaan neurologis abnormal

Pemeriksaan neurologis normal

IV. DiagnosisHal pertama yang dilakukan untuk mengidentifikasi demensia adalah untuk membedakan apabila gejala yang terlihat adalah yang sewajarnya ada pada orang lanjut usia, atau memang sebuah gangguan yang seharusnya tidak ada. Berikut adalah tabel yan

Page 20: Dementia

menunjukkan gejala-gejala yang normal untuk dimiliki seiring bertambahnya usia.

Tabel 2. 0 Perubahan Neurologis Normal Pada Lansia

Hal kedua yang harus diidentifikasi adalah apabila gangguan kesadaran yang dialami pasien adalah gangguan isi kesadaran atau tingkat kesadaran. Contoh dari gangguan tingkat kesadaran adalah koma, somnolen, atau stupor. Dari situ kita dapat melihat bahwa pada gangguan tingkat kesadaran, pasien tidak akan berada dalam kondisi Compos Mentis. Jika pasien mengalami gangguan isi kesadaran, maka akan ada perubahan yang terlihat seperti afasia, melupakan hal-hal yang rutin diingat setiap hari, delusi, halusinasi, atau salah mengidentifikasi seorang teman atau anggota keluarga. Bedanya adalah dalam gangguan isi kesadaran, pasien akan berada dalam kondisi Compos Mentis. Hal ketiga yang harus diperhatikan adalah untuk membedakan demensia dengan keadaan disorientasi akut. (Acute Confusional State). Berikut adalah tabel yang menunjukkan perbedaan dua kondisi tersebut.

Page 21: Dementia

Tabel 2.1. Perbedaan Demensia Dengan Keadaan Disorientasi Akut

Dari tabel berikut dapat dilihat bahwa pada demensia perjalanan penyakitnya bukan fluktuatif melainkan kronik progresif, tidak terdapat gejala otonomik, dan demensia tidak dapat disembuhkan.

IV.a. Anamnesa

Demensia adalah suatu gangguan fungsi kognitif yang kronik progresif, Maka dari itu, di anamnesia harus ditanyakan apabila gejala-gejala terlah diderita pada waktu yang lama dan apabila makin lama intensitas gejala makin berat. Hal lain yang harus ditanyakan adalah adanya gejala penyerta demensia seperti sakit kepala, gangguan cara berjalan, dan inkontinensia. Riwayat penyakit dahulu juga ditanyakan untuk mengetahui adanya komorbiditas yang harus diperhatikan. Riwayat keluarga juga harus dimasukkan dalam anamnesa karena demensia dapat beretiologi genetik. Riwayat kebiasaaan seperti pemakaian obat-obatan terlarang atau pemakaian alkohol- zat tersebut dapat memicu demensia dengan onset lebih dini dari biasanya. Demensia juga harus dapat dibedakan dengan pseudodementia, suatu gejala depresi.

IV.b. Pemeriksaan Fisik (Status Generalis)

Status generalis dilakukan untuk mengetahui adanya tanda-tanda penyakit sistemik yang menyebabkan gejala-gejala demensia itu sendiri. Pada bab-bab selanjutnya akan dijelaskan gejala-gejala masing-masing penyakt sistemik yang mempunyai gejala mirip dengan demensia, gunanya adalah untuk menyingkirkan penyakit tersebut dari diagnosis banding. Berikut adalah tabel penyakit-penyakit sistemik yang mempunyai gejala mirip dengan demensia.

Page 22: Dementia

Tabel 2.3. Diagnosis Banding Demensia, Melalui Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

Melalui tabel dapat kita lihat bahwa diagnosis banding demensia sangat banyak, mulai dari gejala yang didapatkan ketika anamnesis, kemudian tanda-tanda dari pemeriksaan fisik.

IV.c. Status Neurologis

Melalui pemeriksaan status neurologis, dapat dilihat bahwa demensia juga mempengaruhi fungsi penglihatan, fungsi koordinasi, fungsi motorik dan sensorik. Gejala neurologis pada demensia juga tertera pada Tabel 3. Contohnya, gejala neurologis di mata adalah adanya opthalmoplegia, secara motorik terdapat tremor, mioklonus, dan chorea.

Page 23: Dementia

IV.d. Mini Mental Status ExaminationMini Mental Status Examination yang lebih dikenal sebagai mmse, digunakan untuk mengetahui apabila gangguan berada di isi kesdaran atau tingkat kesadaran, dan apabila gangguan Penderita dementia akan sadar ketika melakukan tes ini. bersifat fokal atau global. Gangguan fokal dapat dilihat melalui gangguan pada ingatan, bahasa, diskriminasi kanan-kiri, dan melokalisasikan barang yang ada di udara. Gangguan global akan dilihat dari gangguan penilaian, pikiran abstrak, isi pikiran, dan mampu melakukan apa yang baru saja dipelajari.

IV.e. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk mendiagnosa demensia dan menyngkirkan diagnosis bandingnya lihat tabel berikut.

Page 24: Dementia
Page 25: Dementia

V. TatalaksanaTatalaksana demensia tergantung dari tiap-tiap etiologinya.

VI. PrognosisVII. Daftar Pustaka