demensia pada geriatri
DESCRIPTION
Referat Demensia Geriatri Psikiatri Kesehatan JiwaTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI.......................................................................................................................1BAB 1..................................................................................................................................2PENDAHULUAN...............................................................................................................2BAB 2..................................................................................................................................3
2.2 EPIDEMIOLOGI.......................................................................................................42.3 DEFINISI...................................................................................................................4
BAB 3..................................................................................................................................43.1 ETIOLOGI.................................................................................................................53.2 PATOFISIOLOGI......................................................................................................7
BAB 4..................................................................................................................................84.1 FAKTOR RESIKO DEPRESI PADA USIA LANJUT5............................................84.2 GAMBARAN KLINIK..............................................................................................84.3PEMERIKSAAN......................................................................................................104.4 DIAGNOSIS............................................................................................................124.5 DIAGNOSIS BANDING.........................................................................................15
BAB 5................................................................................................................................175.1 PENATALAKSANAAN.........................................................................................175.2 PERJALANAN DAN PROGNOSIS.......................................................................22
1
BAB 1PENDAHULUAN
Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
dikatakan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang berusia
60 tahun keatas. Di Indonesia jumlah penduduk lanjut usia terus menerus
meningkat. Pada tahun 1970 jumlah penduduk yang mencapai umur 60 tahun ke
atas (lansia) berjumlah sekitar 5,31 juta orang atau 4,48% dari total penduduk
Indonesia. Pada tahun 1990 jumlah tersebut meningkat hampir dua kali lipat yaitu
menjadi 9,9 juta jiwa. Pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan meningkat
sekitar tiga kali lipat dari jumlah lansia pada tahun 1990.
Meningkatnya jumlah lansia tersebut perlu memperoleh perhatian yang serius
terutama untuk mengusahakan bagaimana agar lansia tetap mandiri dan berguna.
Sementara itu kondisi lanjut usia mengalami berbagai penurunan atau
kemunduran baik fungsi biologis maupun psikis. Penurunan fungsi biologis dan
psikis ini mempengaruhi mobilitas dan juga kontak sosial. Menurunnya kontak
sosial ini sering membawa lanjut usia kepada masalah depresi.
Depresi merupakan gangguan psikologis yang paling umum terjadi pada
tahun-tahun terakhir kehidupan individu. Depresi pada lanjut usia ini muncul
dalam bentuk keluhan fisik seperti ; insomnia, kehilangan nafsu makan, masalah
pencernaan, dan sakit kepala. Depresi merupakan kondisi yang mudah membuat
lanjut usia putus asa, kenyataan yang menyedihkan karena kehidupan kelihatan
suram dan diliputi banyak tantangan. Lansia dengan depresi biasanya lebih
menunjukkan keluhan fisik daripada keluhan emosi. Keluhan fisik sebagai akibat
depresi kurang mudah untuk dikenali, yang sering menyebabkan keterlambatan
dalam penanganannya. Keluhan fisik yang muncul sulit dibedakan apakah
disebabkan faktor fisik atau psikis, sehingga depresi sering terlambat untuk
dideteksi.1
Pada orang usia lanjut, gangguan depresif merupakan suasana alam perasaan yang
utama pada orang usia lanjut dengan penyakit fisik krinik dan kerusakan fungsi kognitif
2
yang disebabkan oleh adanya penderitaan, disabilitas, perhatian keluarga yang kurang
serta bertambah buruknya penyakit fisik yang banyak dialaminya. Selain itu, proses-
proses sehubungan dengan ketuaan dan penyakit fisik yang dialaminya akan
mempengaruhi integritas jalur frontostriatal, amygdale, serta hypocampus, dan
meningkatkan kerentanan untuk depresi.1,4 Selain itu faktor herediter bisa juga berperan
sebagian. Adanya musibah yang bersifat psikososial seperti kemiskinan, untuk suatu
perubahan fisikogis yang selanjutnya akan meningkatkan kerentanan untuk depresi pada
orang usia lanjut yang rentan.1
3
BAB 2
2.2 EPIDEMIOLOGI
Saat ini pada umumnya diterima pendapat yang mengatakan bahwa beban depresi
pada orang usia lajut adalah cukup tinggi.1,2 Berdasarkan penelitian, ada sekitar 1- 4%
populasi orang usia lanjut secara umum mengalami gangguan depresi mayor, sedangkan
depresi minor sekitar 4 – 3%.1,5 Sama dengan kelompok usia lainnya, perbandingan
wanita dengan pria yang usia lanjut yang mengalami ganggua depresif adalah sekitar 2 :
1.1,6 Meningkatnya prevalensi depresi pada orang usia lanjut kemungkinan berhubungan
dengan meningkatnya disabilitas, kerusakan kognitif, turunnya status ekonomi, dll.1,2
2.3 DEFINISI
Pasien geriatri merupakan pasien usia lanjut berusia lebih dari 60 tahun yang
mempunyai ciri khas multipatologi, tampilan dan gejalanya tidak khas, daya
cadangan faali menurun, dan biasanya disertai gangguan fungsional.21,22
Di Indonesia batasan usia lanjut yang tercantum dalam Undang-undang
No.12/1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut adalah sebagai berikut : Usia
lanjut adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Depsos,1999);
batasan ini sama dengan yang dikemukakan oleh Burnside dkk. Menurut WHO
Elderly (64 - 74 thn) , Old (75 - 90 thn), Very Old (> 90 thn).25
Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang sering ditemukan pada
pasien geriatri. Secara umum depresi ditandai oleh suasana perasaan yang
murung, hilang minat terhadap kegiatan, hilang semangat, lemah, lesu, dan rasa
tidak berdaya. Pada pasien usia lanjut tampilan yang paling umum adalah keluhan
somatis, hilang selera makan dan gangguan pola tidur.23,24
BAB 3
4
3.1 ETIOLOGI
Penyebab pasti dari depresi geriatri belum jelas, beberapa kemungkinan
karena kemunduran fungsi dan struktur otak pada geriatri yang menyebabkan
gangguan pada neuorotransmitter dan neuroendokrin.
Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa berupa:
a) Faktor biologis
Hal ini bisa berupa faktor genetik, gangguan pada otak terutama sistem
serebrovaskular, gangguan neurotransmitter terutama aktivitas serotonin, perubahan
endokrin, dll. 1,2
1) Faktor Genetis:
Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan bahwa gen-
gen yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan untuk lesi kardiovaskular dapat
meningkatkan kerentanan untuk timbulnya gangguan depresif.
Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan depresif
mayor pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi vaskular.1
2) Gangguan pada Otak:
Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah satu
penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut adalah penyakit
cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat sebagai faktor predisposisi, presipitasi
atau mempertahankan gejalagejala gangguan depresif pada orang usia lanjut. 7
3) Gangguan Neurotransmitter:
Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Robinson, dkk.,mendapatkan bahwa
konsentrasi norepinephrin dan serotonin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia,
tetapi metabolit 5-HIAA dan enzim monoamineoksidase meningkat sesuai pertambahan
usia. 1
4) Perubahan Endokrin: 5,9,10
Dalam hal ini terutama adalah keterlibatan penurunan kadar hormon estrogen
pada wanita, testosteron pada pria, dan hormon pertumbuhan pada pria dan wanita.
Penurunan kadar hormon tersebut sejalan dengan perubahan fisiologis karena
pertambahan usia. Sehingga dengan bertambahnya usia, proses degenerasi sel-sel dari
5
organ tubuh makin meningkat, termasuk di antaranya meningkatnya proses degenerasi
sel-sel organ tubuh yang memproduksi hormon tersebut makin berkurang.
Dengan penurunan kadar hormon tersebut, hal ini akan mempengaruhi produksi
neurotransmitter terutama serotonin dan norepinephrin.
b) Faktor psikologik2
Ini bisa berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik dan kognitif.
1) Teori Perilaku:
Dari konsep teori perilaku terjadinya gangguan depresif pada individu usia lanjut
oleh karena orang-orang usia lanjut cukup banyak mengalami peristiwa-peristiwa
kehidupan yang tidak menyenangkan atau yang cukup berat sehingga terjadinya
gangguan depresif tersebut sebagai respons perilaku terhadap stressor-stressor kehidupan
yang dialaminya tersebut.
Penelitian lain melaporkan bahwa ada kaitan terjadinya gangguan depresif pada
orang usia lanjut dengan sejumlah peristiwa kehidupan yang negatif yang dialami
individu usia lanjut.
2) Teori Psikodinamis
Berdasarkan teori psikodinamis, terjadinya gangguan depresif pada orang usia
lanjut, oleh karena pada orang usia lanjut sering terjadi ketidaksanggupan untuk
menyelesaikan pencarian pemulihan sekunder dari peristiwa-peristiwa kehilangan yang
tak terelakkan oleh individu tersebut.
3) Teori Kognitif
Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah terjadinya
distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi seseorang
terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya.
Terjadinya distorsi kognitif pada orang usia lanjut oleh karena pada individu usia
lanjut tersebut memiliki harapan-harapan yang tidak realistis dan membuat generalisasi
yang berlebih-lebihan terhadap peristiwa kehidupan tertentu yang tidak menyenangkan
individu tersebut.
c) Faktor sosial
6
Hal ini bisa berupa hilangnya status peranan sosialnya, atau hilangnya sokongan sosial
yang selama ini dimilikinya.
3.2 PATOFISIOLOGI
Struktur neokortical dorsal mengalami hipometabolik dan struktur limbik ventral
mengalami hipermetabolik selama dalam keadaan depresi. Selain itu, jalur frontostriatal
pada otak memediasi antisipasi yang mengarahkan ke efek yang positif, dan
abnormalitasnya bisa menghasilkan satu ketidaksanggupan untuk mendorong antisipasi
yang mana akan mempredisposisikan keadaan depresi. 11
Terjadinya kerusakan pada sirkuit fronto-orbital dapat menimbulkan disinhibisi,
iritabilitas, dan pengurangan sensitifitas pada isyarat-isyarat sosial. Begitu pula kerusakan
cingulata anterior dapat menyebabkan apatis dan menurunnya inisiatif. Kerusakan sirkuit
dorsolateral dapat menyebabkan kesulitan dalam merubah tempat, dalam belajar dan
generasi daftar kata. abnormalitas perilaku-perilaku ini adalah menyerupai gejala-gejala
pada gangguan depresif. Begitu pula hipoaktivitas korteks prefrontodorsolateral dan
gyrus angularis telah dihubungkan pula dengan gangguan psikomotor dan gangguan
depresif. 8
7
BAB 4
4.1 FAKTOR RESIKO DEPRESI PADA USIA LANJUT5
Hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan untuk dikaitkan dengan perkembangan
depresi, dan dapat dipakai sebagai satu cara pengenalan dan mentargetkan kelompok
resiko tinggi, yaitu:
1) Penyakit fisik, terutama yang menimbulkan rasa sakit atau ketidaksanggupan.
2) Merasa kesepian.
3) Ada duka cita saat ini, atau peristiwa kehidupan buruk yang lain.
4) Gangguan pendengaran.
5) Riwayat keluarga atau masa lalu dengan depresi.
6) Dementia dini.
7) Penggunaan obat-obatan tertentu seperti: Steroid, mayor tranquilizer, dan lain-
lain.
8) Wanita. Dalam hal ini ratio wanita dengan pria = 70 : 30
Selain itu dari penelitian yang telah dilakukan didapati bahwa: penyebab yang
paling sering terjadinya kematian pada pasien depresi usia lanjut adalah karena kondisi
kardiovascular yang bisa berupa: stroke, miokard infark, dan sebagainya. Kemudian
kanker merupakan penyebab kedua yang paling sering sebagai penyebab kematian pada
penderita depresi usia lanjut. 18,19
4.2 GAMBARAN KLINIK
Pada orang usia lanjut, gambaran klinik dari gangguan depresifnya bisa dijumpai
sebagai berikut:
a) Depresi dan Dysphoria1,2,5,12,13,14,15,16
Walaupun demikian kadang-kadang mood depresi bisa tidak dijumpai oleh
karena pasien menyangkal (denial) perasaan yang demikian.
b) Menangis3
Tapi pada pasien pria agak jarang
8
c) Ansietas dan agitasi3,15
Pada pasien ini bisa dijumpai: gugup, irritabilitas atau tingkah laku yang
mengganggu bersama-sama dengan sintom-sintom ansietas bisa terlihat pada
sekitar 80% dari pasien usia lanjut dengan depresi.
d) Menurunnya energi dan fatigue3
e) Anhedonia12
Di sini pasien tersebut kehilangan interest terhadap sesuatu yang dulu
disenanginya.
f) Retardasi fisik3,12
Kondisi ini dapat menjurus pada meningkatnya kesukaran dalam aktifitasm
kehidupan sehari-hari, diet yang buruk, tak mau makan, dan sebagainya.
g) Defisit kognitif
Hal ini sering terlihat pada orang usia lanjut yang depresif dan kadang-kadang
bisa mencapai suatu level yang parah sehingga diduga sedang mengalami
pseudodementia. Bahkan dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Kral &
Emery pada tahun 1999 dari sampelnya berkembang menjadi penyakit
Alzheimer. 2,3
Gangguan kognitif yang berkaitan dengan suasana alam perasaan depresif
pada orang usia lanjut dalam bentuk gangguan fungsi eksekutif, kecepatan
psikomotor, atensi dan inhibisi, serta kemampuan visiospasial. Timbulnya
gangguan defisit kognitif ini diduga disebabkan oleh penurunan fungsi dari
lobus frontalis.2
h) Somatisasi12
i) Hipokhondriasis12
j) Insight
Gejala gangguan insight ini tingkat keparahannya bervariasi, tergantung pada
keparahan penyakitnya. 12
k) Suicide
Menurut suatu penelitian telah dinyatakan bahwa bunuh diri lebih sering
terjadi pada usia lanjut dibandingkan dengan populasi umur lainnya. Dan dari
segi jenis kelamin didapati bahwa pria usia lanjut lebih sering melakukan
tindakan bunuh diri dibandingkan dengan wanita yang usia lanjut. 17
Berkaitan dengan suicide ini, selain oleh adanya mood yang depresif, gejala
suicide pada orang usia lanjut bisa terkait dengan beberapa hal antara lain:
9
belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk yang bersifat subyektif,
disabilitas, rasa sakit, gangguan sensory, tinggal di rumah perawatan atau
panti.1 Walaupun demikian ide suicide berhubungan erat dengan keparahan
depresi yang dideritanya. 2,5
Selain oleh adanya mood yang depresi, gejala suicide pada orang usia lanjut
bisa terkait dengan: belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk yang
bersifat subjektif, disabilitas, rasa sakit, gangguan sensory, tinggal di rumah
perawan atau panti. Walaupun demikian, ide suicide berhubungan erat dengan
keparahan depresi yang dideritanya.
l) Gejala-gejala psikotik 13,14
Ini bisa dalam bentuk gejala waham atau halusinasi. Isi wahamnya bisa berupa
rasa bersalah, cemburu atau persekutorik.
m) Gangguan perilaku. 12
Hal ini bisa dalam bentuk: penolakan untuk makan, buang air besar dan buang
air kecil yang tak terkontrol, menjerit, dan jatuh teatrikalitas, tindakan
merusak, menggigit, mengaruk atau bertengkar dengan pasien lain.
n) Gangguan tidur, terutama late insomnia. 16
Selain itu pasien depresi usia lanjut sering dijumpai co-morbiditas dengan
penyakit-penyakit lain yaitu:
1. Co-morbiditas dengan gangguan psikiatrik lainnya antara lain ansietas,
dan lain-lain.
2. Co-morbiditas dengan penyakit fisik, antara lain: penyakit Alzheimer,
penyakit Parkinson, Stroke dan penyakit Cardiovaskular, dan lain-lain.
4.3 PEMERIKSAAN 25
Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah
mendeteksi atau mengidentifikasi.
Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau prosedur khusus untuk
penapisan/skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu instrumen yang
dapat membantu adalah
10
Geriatrik Depression Scale (GDS) 25
yang terdiri dari 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri.
GDS ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja dan ini mungkin
lebih sesuai untuk dipergunakan dalam praktek umum sebagai alat penapis
Depresi pada usia lanjut.
Ada 4 pertanyaan yang harus diajukan dalam memeriksa pasien depresi yaitu
1. Apakah pada dasarnya Anda merasa puas dengan kehidupan Anda ?
2. Apakah hidup Anda terasa kosong ?
3. Apakah Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri Anda ?
4. Apakah Anda merasa bahagia pada sebagian besar waktu Anda ?
Pertanyaan tersebut dapat dilengkapi dengan mengekplorasi hal-hal berikut ini
- Apakah pasien mempunyai riwayat depresi ?
- Apakah pasien terisolasi secara sosial ?
- Apakah pasien menderita penyakit kronik ?
- Apakah pasien baru saja berkabung ?
Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi harus dilakukan
lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut
a. Riwayat klinis/anamnesis
Riwayat keluarga Gangguan psikiatrik yang lampau Kepribadian Riwayat sosial
Ide/percobaan bunuh diri Gangguan-gangguan somatik Perkembangan gejala-
gejala depresi.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejalagejala depresi
sering disertai dengan penyakit fisik. Depresi dapat merupakan gejala dari suatu
penyakit fisik, contohnya penyakit Cushing, karsinoma paru, usus besar atau
pankreas. Di samping itu depresi dapat muncul sebagai reaksi sekunder
terhadap disabilitas dan discomfort (ketidaknyamanan). Penilaian terhadap status
nutrisi dan hidrasi sebaiknya dilakukan, karena kurangnya intake makan dan
minum pasien sebelumnya.
11
c. Pemeriksaan kognitif
Penilaian AMT atau MMSE pada usia lanjut yang menunjukkan gejala depresi
bermanfaat dalam follow-up penatalaksanaan pasien. Bilamana depresi terjadi
sekunder pada demensia maka fungsi kognitif pasien tidak akan membaik ketika
depresi menghilang, bahkan deteriorasi kognitif akan berlanjut terus. Perbaikan
pada skor AMT atau MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi
menunjukkan bahwa pasien dengan depresi mengalami problem konsentrasi dan
memori yang mempengaruhi fungsi kognitifnya.
d. Pemeriksaan status mental
• Penampilan dan perilaku
• Mood/suasana perasaan
• Pembicaraan
• Isi pikiran
• Anxietas
• Gejala hipokondriakal
e. Pemeriksaan lainnya
Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolisme sekunder
akibat penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya intake cairan, maka
perlu dipertimbangkan pemeriksaan sebagai berikut
- Ureum dan elektrolit
- Darah lengkap dan hitung jenis - B 12 dan folic acid
- Test fungsi tiroid
- Thorax photo
- Lain-lain: serum sifilis, EKG, EEG, CT Scan dst.
4.4 DIAGNOSIS25
Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III
(Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) yang
merujuk pada ICD 10 (International Classification of Diseases 10). Gangguan
depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak
dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang.
12
Pedoman diagnostik lainnya adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders IV). Depresi berat menurut DSM IV jika ditemukan
5 atau lebih gejala-gejala berikut di bawah ini, yang terjadi hampir setiap hari
selama 2 minggu dan salah satu dari gejala tersebut adalah mood terdepresi atau
hilangnya rasa senang/minat. Gejala-gejala tersebut adalah :
- mood depresi hampir sepanjang hari
- hilang minadrasa senang secara nyata dalam aktivitas normal
- berat badan menurun atau bertambah
- insomnia atau hipersomnia
- agitasi atau retardasi psikomotor
- kelelahan atau tidak punya tenaga
- rasa tidak berharga atau perasaan bersalah berlebihan
- sulit berkonsentrasi
- pikiran berulang tentang kematian, percobaan/ide bunuh diri.
Gejala-gejala ini bukan merupakan akibat dari kondisi medik umum atau
akibat pemakaian zat, dan harus menimbulkan gangguan yang bermakna secara
klinis dalam fingsi kehidupan seseorang.
Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada tiga gejala utama yaitu
Mood terdepresi
Hilang minat semangat
Hilang tenaga
Mudah lelah.
Gejala lain:
Konsentrasi menurun
Harga diri menurun
Perasaan bersalah
Pesimis memandang masa depan
Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri
Pola tidur berubah
Nafsu makan menurun.
13
Secara klinis praktis umumn ya depresi dibedakan sebagai depresi berat
atau ringan. Akan tetapi ada sindrom klinis tertentu yang dapat muncul pada usia
lanjut yaitu:
a. Depresi agitatif : ditandai dengan aktivitas yang meningkat, mondar-
mandir, mengejar-ngejar orang, terus-menerus meremas-remas tangan dll.
b. Depresi dan anxietas : gangguan cemas menyeluruh atau fobia dapat terjadi
bersama-sama dengan depresi. Penelitian menunjukkan bahwa anxietas 15-20
kali lebih sering dijumpai pada usia lanjut dengan depresi. Hubungan penyakit
fisik dengan anxietas pada depresi cukup kompleks. Anxietas dapat
menyebabkan gejala fisik yang sering dikira sebagai penyakit fisik semata.
Anxietas hebat juga dapat menyebabkan kelelahan dan dehidrasi. Sementara
penyakit fisik yang mengancam kehidupan atau hilangnya kemandirian sering
kali merupakan sumber dari anxietas.
c. Depresi terselubung : tidak munculnya gejala mood terdepresi bukanlah
suatu halangan untuk mendiagnosis depresi. Apakah penyangkalan mood
depresi ini karena kekhawatiran menjadi beban ataukah karena trend bahwa
"Usia lanjut harus berani menghadapi hari tua", yang terpenting adalah
mengeksplorasi
tanda dan gejala lainnya yang menunjukkan depresi secara lebih teliti.
d. Somatisasi : gejala somatik dapat menyembunyikan gejala yang
sesungguhnya dari gangguan depresi, namun dapat pula diperberat dengan
adanya depresi.
14
e. Pseudodemensia : istilah ini diperuntukkan bagi pasien depresi yang
menunjukkan gangguan memori yang bermakna seperti yang terjadi pada
pasien demensia.
f. Depresi sekunder pada demensia : pada stadium awal demensia sering
dijumpai depresi, mungkin sebagai dampak dari insight akan deteriorasi fungsi
dan menurunnya kemampuan seeara progresif. Depresi yang terjadi pada
stadium akhir mungkin lebih banyak berhubungan dengan hilangnya fungsi
neurotransmitter. Depresi dan gangguan perilaku pada demensia disebabkan
oleh berkurangnya fungsi serotonergik, sehingga pengaktifan fungsi
serotonergik akan memperbaiki gejala-gejala tersebut.
4.5 DIAGNOSIS BANDING 7
Termasuk dalam diagnosis banding untuk gangguan depresif pada usia
lanjut antara lain:
1. Gangguan mental organik
Dari aspek gangguan mental organik ini yang paling sering dijumpai adalah
dementia. Untuk membedakan apakah kondisi tersebut suatu gangguan depresif
yang menunjukkan gambaran pseudodementia pada usia lanjut atau adalah suatu
dementia murni, hal tersebut dapat kita lihat perbedaannya sebagai berikut :
a) Onset gangguan kognitif pada individu dengan gangguan depresif pada usia
lanjut berlangsung secara cepat, sedangkan pada yang murni dementia, onset
gangguan kognitifnya berlangsung secara bertahap.
b) Durasi simtom-simtom gangguan kognitif dari individu dengan gangguan
depresif pada usia lanjut berlangsung singkat, sedangkan pada yang murni
dementia berlangsung lama.
c) Konsistensi mood yang depresif dengan gangguan kognitifnya didapati pada
individu gangguan depresif usia lanjut, sedangkan pada yang murni dementia
didapati tidak konsistennya mood dengan gangguan kognitifnya.
15
d) Kesukaran kognitif pada pasien gangguan depresif cenderung berfluktuasi,
sedangkan pada dementia, kesukaran kognitifnya berlangsung relatif stabil.
2. Skizofrenia
Untuk membedakan skizofrenia dengan gangguan depresif pada usia lanjut antara
lain:
a) Pada skizofrenia umumnya serangan pertama pada usia remaja atau dewasa
muda, sedangkan pada gangguan depresif usia lanjut serangan pada usia lanjut.
b) Pada skizofrenia gejala yang menonjol adalah sering berupa waham dan
halusinasi, sedangkan pada gangguan depresif usia lanjut gejala yang menonjol
adalah gangguan depresifnya.
3. Gangguan tidur primer
4. Hypokhondriasis
5. Ansietas
6. Alkoholisme
7. Proses normal usia lanjut.
16
BAB 5
5.1 PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala-gejala gangguan depresif,
mencegah ide suicide, mencegah relapse atau recurrent dari gejala-gejala, untuk
memperbaiki status fungsional dan kognitif serta untuk membantu pasien dalam
mengembangkan keterampilannya. Rujukan ke psikiater dianjurkan apabila penderita
menunjukan gejala :
- Masalah diagnostik yang serius
- Risiko bunuh diri tinggi
- Pengabaian diri (self neglect) yang serius
- Agitasi,delusi atau halusinasi berat
- Tidak memberikan tanggapan atau tak patuh terhadap pengobatan
yang diberikan
- Memerlukan tindakan/rawat inap di institusi atau pelayanan
psikiatrik lain.
Untuk mencegah kemunduran fungsi otak dan meningkatkan kualitas
memori pada usia lanjut, dianjurkan mengikuti program sebagai berikut:
a. Laksanakan program LUPA
L : Latihan (senantiasa berlatih)
U : Ulang-mengulang
P : Perhatian atau konsentrasi pada apa yang ingin diingat
A : Asosiasi : membuat asosiasi antara materi yang baru dan yang lama
b. Melatih kebugaran otak : Brain gym, teka-teki silang, catur.
c. Melakukan kebiasaan baik secara teratur termasuk olah raga yang teratur.
d. Makan dalam porsi kecil dan Bering dengan menu : banyak sayur, buah,
(antioksidan) dan ikan laut (cold and deep water fish).
e. Kurangi makan daging, lemak, garam dan karbohidrat.
f. Minumlah obat seperlunya yang sesuai dengan nasihat dokter dan jangan
mencampur food suplemen dengan obat.
17
g. Jangan merokok dan minum minuman keras.
h. Hindari stres dan banyak bersosialisasi.
i. Bagi wanita dianjurkan mengikuti program hormone replacement therapy
(HRT).
j. Melakukan penyuluhan dan deteksi dini terhadap gejala stroke dan faktor
risikonya (penyakit jantung, hipertensi, diabetes, hiperkholesterolemia dan
sebagainya), karena stroke merupakan penyebab utama demensia di
Indonesia.
Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan psikologik, penatalaksanaan
dan pencegahan sosial dan penatalaksanaan farmakologik.
1. Terapi fisik25
a. Obat (Farmakologis)
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya.
Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinisi dan
familiarity terhadap jenis -jenis antidepresan. Biasanya pengobatan
dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan
sampai ada perbaikan gejala. Pertimbangkan baik-baik untung dan rugi
dari setiap pemberian obat, keamanannya, interaksinya dengan obat lain,
toleransi pasien dan efektivitas obat dalam mengatasi gejala. Kelompok
obat antidepresan
i) Trisiklik
Trisiklik banyak dipakai karena murah dibandingkan dengan jenis
antidepresan yang lebih baru, namun harus diperhatikan efek samping
yang ditimbulkannya. Efek kardiotoksik, hipotensi postural, problem
memori, efek antikolinergik (mulut kering, kebingungan, penglihatan
kabur, retensi urine, konstipasi, perburukan glaukoma) dan efek-efek
lainnya seperti sedasi dan kelemahan harus dipantau dengan saksama.
Pada usia lanjut, efek samping lebih mudah muncul dibandingkan dengan
usia yang lebih muda. Mianserin atau trazodone dapat dipakai untuk
pasien depresi yang agitatif berat, terutama karena efek samping sedasinya
yang kuat.
18
ii) SSRI's (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors)
Obat-obat golongan ini dinyatakan efektif, aman dan ditoleransi
dengan baik oleh pasien usia lanjut. Efektivitas SSRI's sama dengan
trisiklik dalam mengobati depresi. Efek samping yang dapat muncul
adalah nausea, tremor, sakit kepala, pusing dan berkeringat selama
beberapa hari pertama penggunaannya. Dibandingkan dengan trisiklik,
SSRI's kurang kardiotoksik, tidak mempengruhi tekanan darah dan tidak
memiliki efek antikolinergik.
iii) MAOI's (Monoamine Oxidase Inhibitors)
Karena sulitnya menghindari diet makanan tertentu dan polifarmasi
pada pasien usia lanjut, maka praktis golongan obat ini pemakaiannya
dibatasi hanya pada kasus-kasus fobia, gejala hipokondriakal atau histeris.
Pada pasien depresi yang telah diobati dengan MAOI's, bila akan
dilanjutkan dengan antidepresan lainnya harus berhati-hati dan melalui
periode wash out lebih dahulu.
iv) Lithium
Lithium juga mempunyai efek antidepresan selain bertindak sebagai
mood stabilisator. Lithium dapat dipergunakan sebagai tambahan terapi
dengan trisiklik atau SSRI's pada kasus depresi yang resisten. Umumnya
pasien usia lanjut dapat menerima lithium dengan baik selama kadar serum
dipertahankan antara 0,4-0,8 mmol/1. Sebelum pemberian lithium harus
diperiksa terlebih dahulu EKG, ureum dan elektrolit, dan fungsi tiroid.
Pemeriksaan tersebut harus dilakukan setiap 6 bulan dan kadar lithium
diperiksa setiap 3 bulan.
b. Terapi elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat
bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang
efektif dan aman. ECT diberikan 1-2 kali seminggu pada pasien rawat
inap, unilateral untuk mengurangi confusion/ memory problem. Terapi
19
ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar 5-10 kali), dilanjutkan
dengan antidepresan untuk mencegah kekambuhan.
Pengobatan profilaksis harus diberikan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan depresi setelah gejala-gejala depresi membaik, pemberian
antidepresan masih harus dilanjutkan selama 4-6 bulan dengan dosis
terapeutik penuh. Beberapa penelitian bahkan menganjurkan agar terapi
diteruskan sampai 2 tahun. Kapan antidepresan boleh dihentikan,
tergantung pada evaluasi klinis (perkembangan efek samping, munculnya
penyakit fisik atau kelemahan kondisi umum).
2. Terapi psikologik 25
a. Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika
dilakukan bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan
psikodinamik maupun kognitif perilaku sama keberhasilannya. Meskipun
mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan
antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala
dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya
serta lebih percaya diri.
b. Terapi kognitif
Terapi perilaku kognitif bertujuan mengubah pola pikir pasien yang
selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak
mampu dsb.) ke arah pola pikir yang netral atau yang positif. Ternyata
pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun
penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-
latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu, terapi kognitif bertujuan
mengubah perilaku dan pola pikir.
c. Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit
depresi, sehingga dukungan/support terhadap pasien sangat penting. Proses
penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan
20
menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan dari terapi terhadap
keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustrasi
dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga
yang menghambat proses penyembuhan pasien.
d. Penanganan anxietas (relaksasi)
Tehnik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif
baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional)
atau melalui tape recorder. Tehnik ini dapat dilakukan dalam praktek
umum sehari-hari. Untuk menguasai tehnik ini diperlukan kursus singkat
terapi relaksasi. Walaupun obat golongan litium mungkin bisa
memberikan efek, terutama penderita dengan depresi manik, obat ini
sebaiknya hanya diberikan setelah berkonsultasi pada psikiater. Obat juga
harus diberikan dengan dosis awal rendah dan berhati-hati bila terdapat
penurunan fungsi ginjal.
Tabel 2. Berbagai pilihan obat antidepresan
Antidepresan trisiklik
Yang bersifat sedatif : Amitriptilin, Dotipin
Sedikit bersifat sedatif : Imipramin, Nortriptilin, Protriptilin
Antidepresan yang lebih baru
Bersifat sedatif : Trasodon, Mianserin
Kurang sedatif : Maprotilin, Lofepramin, Flukfosamin
Pengobatan berkelanjutan dan perawatan
Penyusul remisi dari depresi, pengobatan antidepresan harus berkelanjutan
sedikitnya 6 bulan (fase berkelanjutan). Pengobatan ini digunakan untuk
mencegah kekambuhan. Setelah mendapat perbaikan selama 6 bulan, pasien
mungkin mempunyai sedikit resiko untuk episode baru depresi (kambuh).
Riwayat tiga atau lebih episode adalah prediksi kuat untuk kekambuhan. Perkiraan
lain kehebatan episode awal kecemasan yang masih bertahan. Pasien dengan
21
resiko tinggi untuk kambuh harus mendapat pengobatan berkelanjutan untuk
sedikitnya 1-2 tahun, antidepresan yang dapat dipakai golongan fluoextin dan
paroxetin.
Pelayanan kesehatan Home Health Care = Home care (Rawat Rumah =
RR) bagi lansia adalah salah satu unsur pelayanan kesehatan secara luas yang
ditujukan untuk kesehatan perorangan atau kesehatan keluarga di tempat tinggal
mereka untuk tujuan promotif, rehabilitatif, kuratif, asesmen dan mempertahankan
kemampuan individu untuk mandiri secara optimal selama mungkin. Rawat
Rumah Geriatri adalah salah satu unsur pelayanan kesehatan bagi usia lanjut (60
tahun keatas) baik perorangan atau keluarga ditempat tingal masing-masing untuk
mempertahankan kemampuan individu agar dapat mandiri secara optimal.
5.2 PERJALANAN DAN PROGNOSIS
Depresi geriatri sering berlajut kronis dan kambuh-kambuhan, ini
berhubungan dengan komorbiditas medis, kemunduran kognitif, dan faktor-faktor
psikososial. Kemungkinan relaps atau rekurens tinggi pada pasien dengan riwayat
episode berulang, onset saki lebih tua, riwayat distimia, sakit medis yang sedang
terjadi dan mungkin tingginya kehebatan dan kronisitas depresi.
Tabel 4. Prognosis depresi pada usia lanjut
Prognosis baik Prognosis buruk
Usia < 70 tahun
Riwayat keluarga adanya
penderita depresi atau manik
Riwayat pernah depresi berat
(sembuh sempurna)
sebelum usia 5 tahun
Kepribadian ekstrovert dan
tempramen yang datar
(Tak berubah-ubah)
Usia>70 tahun dengan wajah tua
Terdapat penyakit fisik serius + disabilitas
Riwayat depresi terus menerus selama 2
tahun
Terbukti adanya kerusakan otak,misal
gejala neurologik dadanya dementia
22
23