dcsign cd209

11
DC-SIGN (CD209) Menjembatani Infeksi Virus Dengue Pada Sel Dendritik Manusia Boonrat Tassaneetrithep, 1,6 Timothy H. Burgess, 2 Angela Granelli-Piperno, 3 Christine Trumpfheller, 3 Jennifer Finke, 3 Wellington Sun, 4 Michael A. Eller, 1 Kovit Pattanapanyasat, 5 Suttipant Sarasombath, 6 Deborah L. Birx, 1 Ralph M. Steinman, 3 Sarah Schlesinge, 3 dan Mary A. Marovich 1 1 Division of Retrovirology, Walter Reed Army Institute of research and Henry M. Jackson Foundation for the Advancement of Military Medicine Diseases, Rockville, MD 20850 2 Viral Disease Department, Naval Medicine Research Center, Silver Spring, MD 20889 3 Laboratory of Cellular Physiology and Immunology, The Rockfeller University, New York, NY 10021 4 Department of Virus Diseases, Walter Reed Army Institute of Research, Silver Spring, MD 20889 5 Division of Instruments for Research and 6 Department of Immunology, Medicine Siriraj hospital, Mahidol University, Bangkok, Thailand Abstrak Virus dengue adalah virus RNA beramplop, rantai tunggal yang secara produktif menginfeksi sel dendritik manusia (DC) pada tahap immatur dari differensinya. Kami sekarang mengetahui bahwa semua serotipe dengu menggunkan DC-SIGN (CD209), lectin tipe C, untuk menginfeksi sel dendritik. Sel THP-1 menjadi peka terhadap infeksi dengue setelah mengalami transfeksi ICAM-3 spesifik DC menangkap nonintegrin (DC-SIGN), atau homolognya L-SIGN, sedangkan infeksi pada sel dendritik diblok oleh antibodi anti-DC-SIGN dan bukan oleh antibodi pada molekul lain di sel ini. Virus yang diproduksi oleh sel dendritik bersifat infeksius pada sel DC-SIGN dan L-SIGN pengikat THP-1 dan sel sejenis lainnya. Oleh karena itu, DC-SIGN dapat dipertimbangkan sebagai target baru untuk rancangan terapi yang dapat memblok infeksi dengue. Kata kunci: reseptor, flavivirus, lektin, antigen-presenting cells, reseptor virus Pendahuluan

Upload: alfi-fadilah

Post on 08-Apr-2016

19 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: DCSIGN CD209

DC-SIGN (CD209) Menjembatani Infeksi Virus Dengue Pada Sel Dendritik Manusia

Boonrat Tassaneetrithep,1,6 Timothy H. Burgess,2 Angela Granelli-Piperno,3 Christine Trumpfheller,3 Jennifer Finke,3 Wellington Sun,4 Michael A. Eller,1 Kovit Pattanapanyasat,5 Suttipant Sarasombath,6 Deborah L. Birx,1 Ralph M. Steinman,3 Sarah Schlesinge,3 dan Mary A. Marovich1

1 Division of Retrovirology, Walter Reed Army Institute of research and Henry M. Jackson Foundation for the Advancement of Military Medicine Diseases, Rockville, MD 20850

2 Viral Disease Department, Naval Medicine Research Center, Silver Spring, MD 208893 Laboratory of Cellular Physiology and Immunology, The Rockfeller University, New York, NY 100214 Department of Virus Diseases, Walter Reed Army Institute of Research, Silver Spring, MD 208895 Division of Instruments for Research and 6Department of Immunology, Medicine Siriraj hospital,

Mahidol University, Bangkok, Thailand

AbstrakVirus dengue adalah virus RNA beramplop, rantai tunggal yang secara produktif menginfeksi sel dendritik manusia (DC) pada tahap immatur dari differensinya. Kami sekarang mengetahui bahwa semua serotipe dengu menggunkan DC-SIGN (CD209), lectin tipe C, untuk menginfeksi sel dendritik. Sel THP-1 menjadi peka terhadap infeksi dengue setelah mengalami transfeksi ICAM-3 spesifik DC menangkap nonintegrin (DC-SIGN), atau homolognya L-SIGN, sedangkan infeksi pada sel dendritik diblok oleh antibodi anti-DC-SIGN dan bukan oleh antibodi pada molekul lain di sel ini. Virus yang diproduksi oleh sel dendritik bersifat infeksius pada sel DC-SIGN dan L-SIGN pengikat THP-1 dan sel sejenis lainnya. Oleh karena itu, DC-SIGN dapat dipertimbangkan sebagai target baru untuk rancangan terapi yang dapat memblok infeksi dengue.

Kata kunci: reseptor, flavivirus, lektin, antigen-presenting cells, reseptor virus

PendahuluanVirus dengue (DV) merupakan infeksi arbovirus yang paling sering terdapat pada manusia di seluruh dunia, sehingga hal ini menjadi perhatian dunia. DV terdiri dari empat serotipe antigen yang berbeda: DV 1, 2, 3, dan 4 (1). Semua serotipe dapat menyebabkan penyakit pada manusia; viremia dapat dideteksi awal pada semua kasus DV saat onset gejala muncul (2). Meski kebanyakan infeksi bersifat ringan, infeksi DV dapat berkomplikasi menjadi dengue hemorrhagic fever dan dengue shock syndrome. Komplikasi yang mengancam jiwa ini biasanya terjadi setelah infeksi DV kedua dengan strain yang heterolog (3). Bukti epidemiologik mengindikasikan bahwa mekanisme dasar penyakit ini adalah peningkatan infeksi yang immune-mediated dengan penurunan antibodi heterolog (4, 5). Proses ini mengacu pada peningkatan antibody-dependant dan pertama kali dilaporkan lebih dari 30 tahun yang lalu (6, 7). Fenomena peningkatan antibody-dependant tidak meyakinkan, faktanya bahwa tidak ada perlindungan jangka panjang setelah terinfeksi oleh serotipe dengue manapun (8). Hal ini menyebabkan permintaan pembuatan vaksin dan mendorong upaya terapi terbaru.

Strategi untuk mengatasi infeksi DV memerlukan informasi dari daerah selular dan mekanisme infeksi. Akan tetapi, data yang ada terbatas untuk menentukan daerah

Page 2: DCSIGN CD209

mayor replikasi DV in vivo. Pada infeksi natural, DV dimasukkan oleh vektor nyamuk ke dalam kulit pada saat menghisap darah. Penelitian baru-baru ini (9-12) mengindikasikan bahwa sel dendritik immatur (DC), yang normal terdapat di permukaan kulit, menyokong infeksi oleh DV, dan infeksi ini tidak berubah oleh serum DV-enhancing imun (10). Reseptor selular untuk DV juga belum dapat diketahui. Protein pengikat terkait heparan sulfat (13), LPS/CD14 (14), dan glikoprotein lain (15, 16) telah dilaporkan sebagai reseptor selular untuk DV, tapi hal ini tidak menjelaskan penemuan terakhir kami (9) bahwa DC dan bukanlah monosit atau makrofag yang terinfeksi oleh DV.

Subset DC tertentu, khususnya yang peka terhadap infeksi DC di kultur (9-12), mengekspresikan Intracellular adhesion molecule (ICAM) 3 spesifik DC yang menangkap nonintegrin (DC-SIGN; reference 17). Lektin tipe C memungkinkan infeksi langsung DC oleh virus Ebola (18, 19), cytomegalovirus manusia (20), amastigot Leishmania pifanoi (21), dan Mycobacterium tuberculosis (22-24). DC-SIGN juga bertanggung jawab untuk kemampuan DC dalam menangkap dan menahan HIV tipe 1 (HIV-1) pada infeksi sel T (17, 25-28). Dengan menggunakan DC manusia yang mengekspresikan DC-SIGN, seperti juga pada sel lain yang tertransfeksi oleh DC-SIGN dan homolog liver/lymph node-spesific ICAM-3 menangkap nonintegrin (L-SIGN), kami mendapatkan infeksi yang ekstensif pada DV sebagai hasil langsung dari ekspresi lektin. Karena jalan masuk DC-SIGN yang dimediasi oleh DV memungkinkan infeksi yang produktif, virion infeksius yang dilepas mampu menularkan infeksi DV pada sel yang peka, hasil ini menjadikan DC-SIGN sebagai kandidat yang logis untuk mengganggu infeksi DV pada manusia.

Bahan dan MetodeMateri viral dan infeksi. Semua materi virus dan turunan sel merupakan bebas

mikoplasma. Strain dengue-2, S16803, ditumbuhkan pada monyet hijau Afrika di sel Vero (Koleksi kultur tipe Amerika), dan supernatan bebas sel dengan titer 106-107

PFU/ml digunakan sebagai materi virus. Pada beberapa percobaan, DV 1, 3, dan 4 dari dua sumber juga digunakan. Bahan yang diisolasi dilemahkan (tidak dimasukkan secara primer pada sel ginjal anjing) dan dibiakkan dalam lab pada sel C6/36 nyamuk setelah isolasi dan sel Vero, atau virus yang diisolasi dari Bandung, Indonesia dibiakkan pada sel C6/36 nyamuk setelah isolasi. Pada infeksi DV, sel terekspos DV selama 2 jam dengan perbanyakan infeksi (multiplicity of Infection, MOI) sebesar 0.02-1. Sel yang terekspos dicuci dengan medium komplit (cRPM) yang terdiri dari ROMI 1640 (Quality Biologicals) disuplemen dengan 10% FCS inaktivasi panas (PAA laboratories, Inc.), 2mM L-glutamin, 100 U/ml penisilin, dan 100 U/ml streptomisin (Quality Biologicals) setidaknya dua kali untuk menghilangkan kelebihan virus. Untuk penelitian penghambat antibodi, kami menguji mAb anti-human-DC-SIGN1 bebas azide (klon 120507), anti-DC-SIGN2 (klon 120612), anti-L-SIGN (klon 120604; R&D Systems), anti-CD11a (lymphocite function-associated antigen 1, LFA-1), anti-CD58 (LFA-3), anti-CD74 (rantai invarian), dan kelompok kontrol isotipe yang cocok (Becton Dickinson). Sel yang diuji dipenetrasi dengan 2-20 μg/ml mAb yang terindikasi selama 60 menit pada suhu 370C sebelum diekspos dengan DV.

Page 3: DCSIGN CD209

Monocte-derived DCs. PBMCs dibiakkan seperti yang dijelaskan sebelumnya (29) dengan beberapa modifikasi. Secara singkat, darah leukapheresis dari donor yang sehat dilapiskan pada Ficoll-Hypaque dan diputar untuk mengisolasi sel mononuklear, yang kemudian diapus pada kaca petri selama 60 menit pada suhu 370C. Setelah pencucian enam sampai delapan kali dengan menggunakan media komplit, sel yang diapus dibiakkan dalam 10 ml cRPMI dengan 800 U/ml rhuGM-CSF (Immunex) dan 1000 U/ml rhulL-4 (R&D Systems). Sitokin ditambahkan setiap hari. Untuk memproduksi DC matur, 20% (vol/vol) monocyte-condition media (MCM) ditambahkan pada sel sebagai tambahan 2 d. MCM dipersiapkan seperti yang dijelaskan sebelumnya (29). Fenotip DC immatur dan matur yang cocok, dikonfirmasi dengan cytofluorometri sebelum dilakukan pengujian. Secara spesifik, sel DC immatur dan matur kekurangan CD3, CD14, CD20, dan CD56, tapi mengekspresi kadar yang tinggi dari MHC kelas I, kelas II, dan CD1a; hanya sel yang dewasa yang mengekspresikan kadar CD25, CD83, dan CD86 yang tinggi seperti yang dijelaskan sebelumnya. (30)

THP-1 Human Monocyte Cell Lines. Kami dipersiapkan dengan DC-SIGN tertransfeksi THP-1 (THP DC-SIGN), THP DC-SIGN Δ35 (ekor sitoplasmik sepenuhnya terbenam), dan sel THP-1 oleh DR. D. Littman (New York University School of Medicine, New York, NY; reference 27) dan L-SIGN/DC-SIGNR mengekspresikan THP (THP L-SIGN) oleh Dr. V. Kewal Ramani (National Cancer Institute, Frederick, MD; reference 25). Semua sel THP dibiakkan dalam media yang lengkap.

Monitoring Infeksi DV. DV ataupun sel yang terinfeksi diapus pada kaca slide dikeringkan dan difiksasi dengan paraformaldehyde 4%. Anti-DV mAbs spesifik, 2H2, atau 3H5 (kompleks anti-DV beramplop) atau anti DC-SIGN (120507) digunakan setelah permeabilisasi dengan saponin 1%. Setelah beberapa kali pencucian, antibodi sekunder baru ditambahkan; sebagai contoh untuk immunofluoresensi, Alexa Fluor 546 terkonjugasi langsung atau Alexa Fluor 488 (bukti molekular) atau untuk immunocytochemistry, kuda biotinylasi anti tikus diikuti dengan Vectastain ABC alkalin fosfatase atau alat peroksidase (Vector Labs). Nuclei diberi label dengan DAPI (4’, 6’-diamidino-2-phenylindole 2 HCL; Sigma-Aldrich) untuk immunofluoresensi. Antibodi isotype kelompok kontrol yang cocok digunakan baik pada sel yang terinfeksi maupun pada sel yang terekspos DV untuk menilai latar belakang staining. Kaca slide kemudian dianalisa baik dengan mikroskop lampu standar atau mikroskop dekonvolusi (AX-70 laser scanning microscope; Olympus). Untuk mengukur infeksi virus, plaque assay sel Vero dilakukan seperti yang dijelaskan sebelumnya (31). Enam 10 kali lipat pengenceran serial (1:10-1:106) dilakukan pada masing-masing sampel supernatan dan diinokulasi pada duplikasi di lempeng biakan kultur jaringan yang mengandung sel Vero konfluen monolayer. Setelah adsorbsi virus selama 1 jam, monolayer Vero dilapisi dengan Media MEM komplit (Cellgro) mengadung agarose (Invitrogen) untuk menghalangi disseminasi progeni virion. Sel diinkubasi selama 5 hari pada suhu 370C dalam incubator CO2 5% dan dilapisi dengan stain vital, merah netral (Sigma-Aldrich). Plak dihitung dengan inspeksi visual selama 24 sampai 48 jam setelah dilapisi merah netral untuk menentukan unit pembentuk plak pada DV per millimeter su[ernatan.

Arus Cytometri. Untuk mengkarakterisitikkan DC, FACS Calibur (Becton Dickinson) digunakan untuk memonitor permukaan staining dengan panel mAbs terkonjugasi PE sampai HLA-DR, CD80, CD86, CD3, CD14, CD20, CD25 (Becton Dickinson), CD83 (Immunotech), CD11c, CD1a (BD Bioscience), dan isotype kelompok

Page 4: DCSIGN CD209

kontol yang cocok. Untuk mendeteksi antigen DV intraselular, sel difiksasi dengan paraformaldehide 4%, dipermeabilisasi dengan saponin 0.5%, distain dengan 2H2 terkonjugasi FITC (kompleks mAb anti-DV beramplop) dan atau 7E11 terkonjugasi FITC (mAb anti-DV-NS1, protein non struktural pertama), dengan antibodi yang disediakan oleh R. Putnak (Walter Reed Army Institute of Research Washington, DC).

Analisis statistik. Dilakukan dengan StatView 5 (SAS Institute)Hasil

Ekspresi permukaan sel DC-SIGN berhubungan dengan tingkat infeksi DV. Kami menggunakan arus cytometri untuk mengikuti ekspresi DC-SIGn dan infeksi DV. Kami menduga bahwa DC-SIGN (CD209) berfungsi sebagai reseptor bagi DV. Sebagai contoh, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa DC yang immatur lebih peka terhadap infeksi DV daripada yang matur (5-10 kali lipat lebih tinggi, reference 9). Dan kami menemukan bahwa ekspresi berarti ambang intesitas immunofluoresens tinggi pada sel DC immatur dibanding sel DC matur (18, 27, 32, 33). Untuk meneliti peran DC-SIGN pda jalan masuk DV, kami menggunakan sel DC-SIGN tertransfeksi THP-1 (THP DC-SIGN) dan menggunakan sel tak tertransfeksi sebagai kelompok kontrol. Kami menemukan kadar tinggi DC-SIGN pada sel yang tertransfeksi dan tidak ada ekspresi DC-SIGN pada sel nontransfeksi (gambar 1A). Ketika dua sel yang berbeda ini diekspos pada DV (MOI-1) dan dievaluasi untuk infeksi 48 jam kemudian menggunakan antibodi monoklonal spesifik DV (2112) yang berikatan dengan komplek protein dengue, hanya DC dan THP DC-SIGN tertransfeksi yang terinfeksi. (gbr 1B). Pada ujicoba multipel, jumlah infeksi dari masing-masing tipe sel berhubungan secara langsung (r=0.89) dengan level ekspresi DC-SIGN (gbr 1 C). Data ini menunjukkan DC-SIGN dengan indeksi DV.

THP DC-SIGN dapat terinfeksi oleh keempat serotype DV. Kami memperluas penelitian infeksi DV pada dua antibodi monoclonal spesifik DV yang berbeda, yaitu kompleks antibodi 2H2 anti-envelope dan antibodi 7E11, pada protein nonstruktural (NS1) yang diekspresikan selama replikasi virus tapi bukan bagian dari virion. Infeksi, yang dinilai berdasar ikatan antibodi monoklonal, proporsional dengan dosis virus yang ditambahkan.(gambar 2A). Ikatan 2H2 biasanya sedikit lebih tinggi dibanding ikatan 7E11 dan sekali lagi tidak ditemukan infeksi pada THP tertransfeksi. Penelitian kinetik menggunakan virus DEN-2 (MOI=0.2) digunakan untuk menentukan waktu puncak deteksi infeksi. (gbr2B). Waktu yang optimal adalah 48 jam setelah eksposur virus, yang konsisten dengan penelitian sebelumnya dengan menggunakan DC primer (9, 11, 12). Semua penelitian menggunakan waktu 48 jam ini, kecuali bila ada beberapa perbedaan. Keempat serotype DV dapat menginfeksi THP DC-SIGN yang tertansfeksi, seperti yang telah ditunjukkan sebelumnya pada sel Dc immatur (gbr2C, reference 9). Baik jalur klinis yang dii\solasi (dua jalur) maupun isolasi yang beradapatasi mampu untuk menginfeksi pada level yang sama. Ketika infeksi DV dievaluasi pada sel THP transfeksi dengan L-SIGN, kerabat dekat DC-SIGN 925), level tinggi infeksi diamati pada keempat serotype (data tidak diterbitkan). Untuk mengetahui infeksi DV di tingkat selular, kami mencari antigen DV 92H2; red) menggunakan immunofluoresensi dan mikroskop konfokal pada sel DC-SIGN (gbr2D, green) pada saat awal dan akhir, 2 dan 24 jam, berturut-turut. 9gbr2D). Virion yang baru diproduksi diakumulasi di DC dan THP transfeksi pada waktu akhir (gbr2D, bottom), yang konsisten dengan pengamatan sebelumnya menggunakan EM bahwa DV yang bereplikasi (24-48 jam) ditemukan pada retikulum endoplasma DC (9, 12). Kehadiran virus yang bereplikasi dalam sel DC-SIGN dikonfirmasi dengan stain

Page 5: DCSIGN CD209

antigen viral dengan 2H2, menggunakan tehnik immunochemistry. Antigen viral banyak ditemukan di sitoplasma (gbr2E, red) sel DC-SIGN 9gbr 2E, blue) dalam 48 jam (tapi tidak dalam 2 jam) baik untuk DC immatur maupun THP DC-SIGN (gbr 2E) dan THP L-SIGN (data tidak diterbitkan). Tidak ditemukan antigen viral pada sel non DC-SIGN. Maka dari tiu, sel THP transfeksi dengan DC-SIGN dan L-SIGN menunjukkan kepekaan sel terhadap infeksi dari keempat serotype DV.

Antibodi monoklonal anti_DC-SIGN memblok infeksi DV pada sel dendritik dan sel THP DC-SIGN. Untuk mengevaluasi lebih lanjut DC-SIGn sebagai reseptor yang potensial bagi DV, kami menggunakan antibodi anti-DC-SIGN yang berbeda (klon 120612 dan 120507). Dilakukan $uUji titrasi antibodi awal, yang mengindikasikan penggunaan 2-20 μg/ml antibodi sudah cukup untuk mengurangi infeksi DC. Semu ujicoba menggunakan 2μg/ml antibodi anti DC-SIGN dan antibodi isotype kelompok kontrol yang cocok termasuk anti CD11a. Pada ujicoba berbeda, antibodi DC-SIGN secara independen dan signidfikan mampu memblok infeksi DV baik pada sel DC immatur ataupun sel matur dengan 2 μg/ml 9 (gbr 3a). Kami menggunakan kondisi yang serupa untuk memlok infeksi pada sel THP 9gbr 3b). Kami menambahkan dua antibodi yang relevan yang bereaksi kuat dengan sel; anti CD58 (LFA-3) dan anti-CD74 (rantai invarian). Level infeksi DV tidak berubah pada kehadiran antibodi CD58, CD74, atau CD11a. Menariknya, kami menemukan bahwa klon 120507 kurang efektif dalam memblok infeksi DV (tereduksi hingga 50%) ketika dibandingkan dengan klon 120612 (teeduksi 90%) pada sel THP DC-SIGN. Sel THP L-SIGN dapat diblok baik dengan klon 120612 (tereduksi >75%) ataupun klon spesifik L-SIGN 120604 (tereduksi 95%; gbr 3c). Maka infeksi DV pada sel DC, DC-SIGN, atau L-SIGN transfeksi dapat diblok secara signifikan oleh antibodi spesifik yang mentarget epitop DC-SIGN dan L-SIGN.

Domain sitoplasmik DC-SIGN meningkat namun tidak esensial pada infeksi. Untuk mendapat informasi mengenai mekanisme fungsi DC-SIGN, kami mempertimbangkan sel THP DC-SIGN yang molekul DC-SIGN kekurangan domain sitoplasmiknya (THP DC-SIGN Δ35). Ekor sistolik DC-SIGN menjembatani endositosis dan penting untuk menularkan HIV-1 ketika DC terekspos dosis kecil virus (27). Level ekspresi DC-SIGN pada tipe liar dan sel THP DC-SIGN Δ35 dibandingkan (300-500 MFI). Kami menemukan reduksi yang signifikan pada entry viral pada THP DC-SIGN Δ35 (reduksi 75%) setelah eksposur DV (gbr 4). Bagaimanapun juga, infeksi DV residual dapat dihilangkan secara komplit dengan antibodi anti DC-SIGN (klon 120612). Infeksi residual ini mungkin hasil dari entry konstitutif reseptor DC-SIGN selama fase endositosis yang aktif pada sel yang kami teliti.

Penyebaran infeksi DC dihambat oleh antibodi anti DC-SIGN. Untuk menentkan infeksi DV pada DC memproduksi virion infeksius, kami melakukan plaque assay DV standar (31) pada sel Vero yang peka. Kami menginfeksi DC atau sel THP DC-SIGN/ THP L-SIGN selama 2 jam baik ada atau tidak ada mAbs anti DC-SIGN, dicuci, dan dikultur selama 48 jam untuk memungkinkan produksi virus infeksius, dan mengecek 48 jam supernatan sel Vero apakah sudah terinfeksi. Data menunjukkan bahwa supernatan sel Vero mempercepat pembentukan plaque assay dan menularkan infeksi DV; lebih lanjut, infeksi DV “trans” berkurang secara signifikan (>1 log drop PFU/ml) ketika infeksi DC awal dilakukan dengan adanya antibodi anti DC-SIGN (gbr5).

Diskusi

Page 6: DCSIGN CD209

Penelitian ini menunjukkan bahwa DC-SIGN dan L-SIGN adalah mediator badi infeksi DV. DC-SIGN diekspresikan secara primer oleh subset DC, dimana L-SIGN diekspresikan oleh sel endothelial, khusunya endothelium sinusoidal pada hati dan organ limpoid dan kapiler plasenta. Kami menyimpulkan bahwa DC-SIGN dapat membiarkan sel DC immatur untuk menangkap dan mereplikasi DV setelah penularan dari vektor nyamuk. Belum ada standar target dari infeksi DV, sebagai contoh sel Vero monyet dan sel C6/36 nyamuk, mengekspresikan molekul ekuivalen pada DC-SIGN atau kemungkinan sel ini menggunakan jalur infeksi DV yang berbeda.

Meski DC-SIGN berikatan dengan setidaknya dua molekul selular yang normal, ICAM-3-CD50 (32) dan ICAM-2-CD102 (34), kebanyakan penelitian pada lectin tipe C ini menemukan interaksi DC-SIGN dengan pathogen. SC-SIGN terbukti menjadi reseptor yang digunakan oleh DC untuk menangkap, mereplikasi, dan atau menularkan banyak pathogen, setidaknya pada kultur. DC-SIGN diketahui memiliki peran penting pada kultur jaringan dengan meningkatkan penularan HIV dari DC ke sel T (17, 27, 35). Baru-baru ini, virus Ebola (18, 19), cytomegalovirus (20), amastigot L. Pifanoi (21), dan M. tuberculosis (22-24) terlihat menggunakan DC-SIGN untuk dapat memasuki DC. Tidak hanya sejumlah besar DC dan sel THP-1 transfeksi yang cepat terinfeksi oleh DV, tapi sel-sel ini juga menyebabkan terjadinya infeksi pada sel lain. Maka dari itu, MOI yang rendah saja sudah cukup untuk menghasilkan infeksi yang produktif. Pada infeksi HIV-1, infeksi langsung pada DC sebenarnya minimal pada saat DC-SIGN membuat DC untuk melanjutkan dan menyebarkan HIV-1 ke sel T. Dengan cytomegalovirus, seperti DV, DC sendiri terinfeksi (cis) dan turut meningkatkan infeksi pada sel lain yang bertipe trans (20); pada Ebola, L. Pifanoi, dan M. tuberculosis, tetap ditemukan bahwa DC-SIGN menyebabkan penyebaran infeksi. Mak dari itu, DC-SIGN diistilahkan pola mikrobial yang terkait pathogen. Salah satu dari konsekuensi interaksi pathogen dan DC-SIGN ialah meningkatkan infeksi atau pathogenenesis dengan cara mengijinkan pathogen untuk masuk ke dalam sistem endocytic. Ketika masuk dalam jalut endocytic, pathogen dapat bereplikasi atau bergabung dengan membran vakuol untuk masuk ke dalam sitoplasma. Hal yang sama terjadi pada infeksi DV, dimana lingkungan yang asam cocok untuk penggabungan glikoprotein DV dengan membran sel host (36).

Kami menggunakan Abs monoklonal spesifik untuk memblok infeksi DC dan THP DC-SIGN/L-SIGN untuk membuktikan bahwa jalan masuk virus tergantung pada lektin. Antibodi kelompok kontrol yang bereaksi kuat dengan DC dan THP (CD11a, 58, dan 74) tidak dapat memblok infeksi. Dua reseptor ini, DC-SIGN dan L-SIGN/DC-SIGNR, mengeluarkan 77% asam amino dan nampkanya berbagi ligand 925). Kami menggunakan dua klon anti-DC-SIGN: DC-SIGN spesifik (120507) dan klon reaktif lainnya (120612) yang berikatan untuk berbagi epitop pada DC-SIGN dan L-SIGN/CD-SIGNR. Seluruh antibodi memblok infeksi pada DC primer dan THP DC-SIGN, namun pada akhirnya yang paling efektif dalam memblok infeksi ialah antibodi mnoklonal cross-reaktif. Hal ini membuktikan bahwa epitop yang diperoleh dari DC-SIGN dan L-SIGN penting untuk infeksi DV. Bagaimanapun juga, hal ini tidak menyingkirkan kemungkinan lain seperti molekul sterik penginduksi antibodi yang dekat dengan epitop DV atau perubahan konformasi penginduksi antibodi pada epitop yang jauh.

Pada penelitian yang lebih luas, kami melakukan assay neutralisasi pada serum dari pasien terinfeksi DV dan antibodi monoklonal pada envelope DV. Baik serum pasien maupun antibodi monoklonal memblok secara independen infeksi pada sel DC immatur

Page 7: DCSIGN CD209

dan sel THP DC-SIGN dalam dosis yang disesuaikan (data tidak ditunjukkan). Terdapat kemungkinan bahwa antibodi DV memiliki dua fungsi yang bekerja secara berbeda. Pertama dalam bentuk vaksin, berguna untuk memblok infeksi primer pada keadaan dimana DV berinteraksi dengan reseptor DC-SIGN pada DC (dan kemungkinan juga di L-SIGN pada sel endotelial). Fungsi lainnya ialah pada antibodi untuk meningkatkan infeksi melalui makrofag, yang mengekspresikan reseptor Fc tapi tidak pada DC-SIGN. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa peningkatan infeksi yang dimediasi oleh antibodi, menggunakan serum yang didapat dari infeksi heterotropik DV tidak diamati pada DC (10). Adanya DC-SIGN mungkin menghalangi mekanisme ikatan lainnya untuk meningkatkan infeksi pada DC.

Epitop yang relevan terkait infeksi DV pada infeksi selular penting untuk diidentifikasi dalam mengembangkan vaksin DV dan terapi. Vaksin DV saat ini membutuhkan penggabungan empat serotype DV karena resiko potensial terjadinya DV hemorrhagic fever dan shock syndrom. Perhatian publik kesehatan saat ini juga meluas pada potensi penggunaan virus yang mengakibatkan demam hemorrhagic sebagai senjata biologis 937, 38). Kemungkinan untuk membatasi produktifitas infeksi pada level tahap masuk virus, yang pada DV meliputi reseptor DC-SIGN dan L-SIGN, dapat menjadi pilihan yang dapat dipertimbangkan untuk translasi dari laboratorium ke klinik.