dasar teori pewarnaan sel

23
Pewarnaan Sel 1.1 Latar Belakang Bakteri memiliki beberapa bentuk yaitu basil (tongkat), coccus, spirilum. Bakteri yang berbentuk tongkat maupun kokus dibagi menjadi beberapa macam. Pada bentuk basil pembagiannya yaitu basil tunggal, diplobasil, dan tripobasil.Sedangkan pada coccus dibagi menjadi monococcus, diplococcus, sampai stophylococcus. Khusus pada spirilum hanya dibagi dua yaitu setengah melengkung dan melengkung (Dwidjoseputro.1998). Melihat dan mengamati bakteri dalam kedaan hidup sangat sulit, karena selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi (Dwidjoseputro.1998). Prinsip dasar dari pewarnaan ini adalah adanya ikatan ion antara komponen seluler dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarnaan yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarnaan. Berdasarkan adanya muatan ini maka dapat dibedakan pewarna asam dan pewarna basa. Teknik Pewarnaan bukan pekerjaan yang sulit tapi perlu ketelitian dan kecermatan bekerja serta mengikuti aturan dasar yang berlaku (Lay.1994)

Upload: anugrahrais

Post on 26-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

scsc

TRANSCRIPT

Page 1: Dasar Teori Pewarnaan Sel

Pewarnaan Sel

1.1  Latar Belakang

Bakteri memiliki beberapa bentuk yaitu basil (tongkat), coccus, spirilum. Bakteri yang

berbentuk tongkat maupun kokus dibagi menjadi beberapa macam. Pada bentuk basil

pembagiannya yaitu basil tunggal, diplobasil, dan tripobasil.Sedangkan pada coccus dibagi

menjadi monococcus, diplococcus, sampai stophylococcus. Khusus pada spirilum hanya dibagi

dua yaitu setengah melengkung dan melengkung (Dwidjoseputro.1998).

Melihat dan mengamati bakteri dalam kedaan hidup sangat sulit, karena selain bakteri itu

tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka

dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling

utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi (Dwidjoseputro.1998).

Prinsip dasar dari pewarnaan ini adalah adanya ikatan ion antara komponen seluler dari

bakteri dengan senyawa aktif dari pewarnaan yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena

adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarnaan. Berdasarkan adanya

muatan ini maka dapat dibedakan pewarna asam dan pewarna basa.

Teknik Pewarnaan bukan pekerjaan yang sulit tapi perlu ketelitian dan kecermatan

bekerja serta mengikuti aturan dasar yang berlaku (Lay.1994)

Oleh karena itu yang melatar belakangi praktek ini yaitu untuk mengetahui teknik

pewarnaan mikroorganisme sehingga mempermudah dalam melihat bagian-bagian bakteri.

Dasar teori

1.1 mikroorganisme

Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang

khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan

air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel

bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan.

Page 2: Dasar Teori Pewarnaan Sel

Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding

sel bakteri melalui serangkaian pengecatan

            Mikroorganisme sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak mengadsorpsi

ataupun membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk

mewarnai mikroorganisme ataupun latar belakangnya. Zat warna mengadsorpsi dan membiaskan

cahaya sehingga kontras mikroorganisme disekelilingya ditingkatkan. Penggunaan zat warna

memungkinkan pengamatan struktur sel seperti spora dan bahan infeksi yang mengandung zat

pati dan granula fosfat. Pewarnaan yang digunakan untuk melihat salah satu struktur sel disebut

pewarnaan khusus. Sedangkan pewarnaan yang digunakan untuk memilahkan mikroorganisme

disebut pewarnaan diferensial yang memilahkan bakteri menjadi kelompok gram positif dan

gram negatif. Pewarnaan diferensial lainnya ialah pewarnaan ziehl neelsen yang memilihkan

bakterinya menjadi kelompok-kelompok tahan asam dan tidak tahan asam

(Dwidjoseputro.1998).

Pengenalan bentuk mikroba (morfologi), kecuali mikroalgae harus dilakukan pewarnaan

terlebih dahulu agar dapat diamati dengan jelas (Hadiutomo. 1990). Pada umumnya bakteri

bersifat tembus cahaya, hal ini disebabkan karena banyak bakteri yang tidak mempunyai zat

warna (Waluyo, 2004).

Tujuan dari pewarnaan adalah untuk mempermudah pengamatan bentuk sel bakteri,

memperluas ukuran jazad, mengamati struktur dalam dan luar sel bakteri, dan melihat reaksi

jazad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat fisik atau kimia jazad dapat diketahui

(Hadiutomo. 1990).

Metode pengecatan pertama kali ditemukan oleh Christian Gram pada tahun 1884. Dengan

metode ini. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua yatu, bakteri gram positif dan bakteri

gram negative. Yang didasarkan dari reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut. Reaksi atau

sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya sehingga pengecatan gram tidak

bias dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp

(Waluyo, 2004).

Berhasil tidaknya suatu pewarnaan sangat ditentukan oleh waktu pemberian warna dan

umur biakan yang diwarnai (umur biakan yang baik adalah 24 jam). Umumnya zat warna yang

digunakan adalah garam-garam yang dibangun oleh ion-ion yang bermuatan positif dan negatif

Page 3: Dasar Teori Pewarnaan Sel

dimana salah satu ion tersebut berwarna. Zat warna dikelompokkan menjadi dua, yaitu zat

pewarna yang bersifat asam dan basa. Jika ion yang mengandung warna adalah ion positif maka

zat warna tersebut disebut pewarna basa. Dan bila ion yang mengandung warna adalah ion

negatif maka zat warna tersebut disebut pewarna negatif (Hadiutomo. 1990).

            Zat warna yang digunakan dalam pewarnaan bersifat basa dan asam. Pada zat warna basa

bagian yang berperan dalam memberikan warna disebut disebut kromofor dan memiliki muatan

positif. Sebaliknya, pada zat warna asam bagian yang berperan memberikan zat warna

mempunyai muatan negatif zat warna basa lebih banyak digunakan karena muatan negatif

banyak ditemukan didinding sel, membran sel dan sitoplasmasewaktu proses pewarnaan muatan

positif pada zat warna basa akan berkaitan dengan muatan negatif dalam sel, sehingga

mikroorganisme lebih jelas terlihat (Dwidjoseputro.1998).

            Zat warna asam yang bermuatan negatif lazimnya tidak digunakan untuk mewarnai

mikroorganisme, namun biasanya dimanfaatkan untuk mewarnai mikroorganisme, namun

biasanya dimanfaatkan untuk mewarnai latar belakang sediaan pewarnaan. Zat warna asam yang

bermuatan negatif ini tidak dapat berkaitan dengan muatan negatif yang terdapat pada struktur

sel. Kadangkala zat warna negatif digunakan untuk mewarnai bagian sel yang bermuatan positif,

perlu diperhatikan bahwa muatan dan daya ikat zat warna terhadap struktur sel dapat berubah

bergantung pada pH sekitarnya sewaktu proses pewarnaan (Dwidjoseputro.1998).

Prosedur pewarnaan yang menghasilkan pewarnaan mikroorganisme disebut pewarnaan

positif dalam prosedur pewarnaan ini dapat digunakan zat warna basa yang yang bermuatan

positif maupun zat warna asam yang bermuatan negatif. Sebaliknya pada pewarnaan negatif latar

belakang disekeliling mikroorganisme diwarnai untuk meningkatkan kontras dengan

mikroorganisme yang tak berwarna. Pewarnaan mencakup penyiapan mikroorganisme dengan

melakukan preparat ulas (Dwidjoseputro.1998)

Sebelum dilakukan pewarnaan dibuat ulasan bakteri di atas kaca objek. Ulasan ini

kemudian difiksasi. Jumlah bakteri yang terdapat pada ulasan haruslah cukup banyak sehingga

dapat terlihat bentuk dan penataanya sewaktu diamati. Kesalahan yang sering kali dibuat adalah

menggunakan suspensi bakteri yang terlalu padat terutama bila suspensi tersebut berasal adari

bukan media padat. Sebaliknya pada suatu suspensi bakteri bila terlalu encer, maka akan

diperoleh kesulitan sewaktu mencari bakteri pada preparatnya (Sutedjo.1991).

Page 4: Dasar Teori Pewarnaan Sel

Untuk pewarnaan yang mengamati morfologi sel mikroorganisme maka seringkali

setelah pembuatan preparat ulas dilakukan fiksasi diikuti oleh pewarnaan. Fiksasi dapat

dilakukan dengan cara melewatkan preparat diatas api atau merendamnya dengan metanol.

Fiksasi digunakan untuk :

1.      Mengamati bakteri oleh karena sel bakteri lebih jelas terlihat setelah diwarnai

2.      Melekatkan bakteri pada glass objek

3.      Mematikan bakteri

Pada pewarnaan sederhana hanya digunakan satu macam zat warna untuk meningkatkan

kontras antara mikroorganisme dan sekelilingnya. Lazim, prosedur pewarnaan ini menggunakan

zat warna basa seperti seperti crystal violet, biru metilen, karbol fuchsin basa, safranin atau hijau

malakit. Kadang kala digunakan zat warna negatif untuk pewarnaan sederhana : zat warna asam

yang sering digunakan adalah nigrosin dan merah kongo (Lay.1994).

Prosedur Pewarnaan sederhana mudah dan cepat, sehingga pewarnaan ini sering

digunakan untuk melihat bentuk ukuran dan penataan pada mikoorganisme bakteri pada bakteri

dikenal bentu yang bulat (coccus), batang (basil), dan spiral. Dengan pewarnaan sederhana dapat

juga terlihat penataan bakteri. Pada coccus dapat terlihat pewarnaan seperti rantai (stertococcus),

buah anggur ( stafilococcus), pasangan (diplococcus), bentuk kubus yang terdiri dari 4 atau 8

(saranae) (Lay.1994).

Beberapa mikroba sulit diwarnai dengan zat warna yang bersifat basa, tetapi mudah

dilihat dengan pewarnaan negatif, pada metode ini mikroba dicampur dengan tinta cina atau

nigrosin, kemudian digesekkan diatas kaca objek.Zat warna tidak akan mewarnai bakteri, akan

tetapi mewarnai lingkungan sekitar bakteri. Dengan mikroskop mikroba akan terlihat tidak

berwarna dengan latar belakang hitam (Lay.1994).

Metode pengecatan pertama kali ditemukan oleh seorang ahli bioteknologi dari Denmark

yang bernama Christian Gram pada tahun 1884. Menemukan metode pewarnaan secara tidak

sengaja. Dengan metode ini. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua yatu, bakteri gram positif

dan bakteri gram negative. Yang didasarkan dari reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut.

Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya sehingga pengecatan

gram tidak bisa dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti

Mycoplasma sp. Pewarnaan gram merupakan pewarnaan diferensial yang sangat berguna dan

Page 5: Dasar Teori Pewarnaan Sel

paling banyak digunakan dalam laboratorium mikrobiologi. Pewarnaan itu merupakan tahap

penting d

alam pencirian dan identifikasi bakteri (Lay,1994)

Pewarnaan gram memberikan hasil yang baik, bila digunakan biakan segar yang berumur

24-48 jam. Bila digunakan biakan tua, terdapat kemungkinan penyimpanan hasil pewarnaan

gram. Pada biakan tua, banyak sel mengalami kerusakan pada dinding-dinding selnya.

Kerusakan pada dinding sel ini menyebabkan zat warna dapat keluar sewaktu dicuci dengan

lartan pemucat. Ini berarti bahwa bakteri gram positif dengan dinding sel yang rusak tidak lagi

dapat memertahankan crystal violet sehingga terlihat sebagai bakteri gram negatif (Lay,1994)

Cirri-ciri gram negative:

        Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10-45mm, berlapis tiga atau multi layer

        Dinding slnya mengandung lemak lebih banyak (11-22%), peptidoglikan terdapat dalam lapisan

kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit 10% dari berat kering, tidak mengandung asam

laktat.

        Kurang rentan terhadap senyawa penisilin.

        Tidak resisten terhadap gangguan fisik

Ciri-ciri bakteri gram positif:

        Struktur dindingnya tebal

        Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal

        Bersifat lebih rentan terhadap senyawa penisilin

        Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna seperti ungu Kristal

        Komposisi yang dibutuhkan lebih rumit

        Lebih resisten terhadap gangguan fisik.

Pengecatan gram dilakukan dalam 4 tahap. Yaitu

a. Pemberian cat warna utama (cairan Kristal violet) berwarna ungu

b. Pengintensifan cat warna dengan penambahan larutan mordan

c. Pencucian (dekolarisasi) dengan larutan alcohol asam

d. Pemberian cat lawan yaitu cat warna safranin

Page 6: Dasar Teori Pewarnaan Sel

Banyak seenyawa organic berwarna (zat warna) digunakan untuk mewarnai

mikroorganisme untuk pemeriksaan mikroskopis dan telah dikembangkan prosedur pewarnaan

gram untuk :

        Mengamati dengan baik morfologi mikroorganisme secara kasar

        Mengidentifikasi bagian-bagian structural sel mikroorganisme

        Membantu mengidentifikasi atau membedakan organisme yang serupa

Bakteri atau mikroba lainya dapat di lihat dengan mikroskop biasa tanpa yaitu dengan

cara-cara khusus, misalnya dengan cara tetesan bergantung,menggunakan kondensor medan

gelap dan lain-lain.Tetapi pengamatan dari pewarnaan ini lebih sukar dan tidak di pakai untuk

melihat bagian-bagian sel dengan teliti, karena sel bakteri dan mikroba lainya transparan.

Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, karena selain bakteri itu tidak

berwarna  juga transparan dan sangat kecil untuk mengatasi hal tersebut maka di kembangkan

suatu teknik pewarnaan bakteri ,sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah di amati. Oleh karena

itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama dalam

penelitian-penelitian mikrobiologi (Dwijoseputro, 2005).

            

1.2 Macam –macam pewarnaan

A.    Pewarnaan negatif

            Pada pewarnaan ini merupakan pewarnaan tidak langsung  karena yang di warnai adalah

latar belakangnya, sedangkan bakerinya sendiri tidak mengalami pewarnaan. Zat warna yang di

gunakan adalah nigrosin.

B.     Pewarnaan sederhana

Pewarnaan sederhana adalah pewrnaan yang menggunakan zat warna yang tunggal 

bertujuan untuk mengindentifikasi morfologi sel bakteri. Pada pewarnaan ini zat warna yang

kami gunakan adalah gentiana violet.

C.     Pewarnaan gram  

Page 7: Dasar Teori Pewarnaan Sel

Pewarnaan gram atau metode gram adalah  salah satu teknik pewarnaan yang paling

penting dan luas di gunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Dalam proses ini, olesan bakteri

yang sudah terfiksasi di kenai larutan-larutan berikut zat pewaraan Kristal violet, larutan yodium,

larutan akohol(bahan pemucat) dan zat pewarnaan tandinganya berupa zat warna safranin atau

air fucshin. Metode ini di beri nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian

Gram (1853-1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk  membedakan antara

pneumokokus dan bakteri Klebsiela, pneumonia. Bakteri yang telah diwarnai dengan metode ini 

dibagi menjadi dua kelompok yaitu, bakteri gram positf dan bakteri gram negatif. Bakteri garam

positif akan memprtahankan zat pewarna kristal violet dan karenanya akan tampak berwarna

ungu tua di bawah mikroskop. Adapun bakteri gram negatif akan kehilangan zat pewarna Kristal

violet setelah dicuci dengan alkohol dan sewaktu diberi zat pewarna tandingnya yaitu dengan zat

pewarn air fucshin atau safranin akan tampak berwarna merah. Perbedaan warna ini di sebabkan

oleh perbedaan dalam struktur kimiawi dinding selnya (Pelczar, 2007).

      Bakteri gram positif adalah bakeri yang mempertahankan zat warna metal ungu sewaktu

proses pewarnaan gram. Bakteri jenis ini akan berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop

sedangkan bakteri gram negatif akan berwarna merah atau merah muda. Perbedaan klasifikasi

antara kedua jenis bakteri ini  terutama berdasarkan pada perbedaan struktur dinding sel

bakteri .Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat metal ungu pada

metode pewarnaan gram. Bakteri gram-positif akan mempertaahankan warna ungu gelap setelah

di cuci dengan alkohol.

Sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada uji pewarnaan gram suatu pewarnaan

penimbal (conterstain)di tambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram-

negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk

mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini perbedaan struktur dinding selnya. Banyak spesies

organisme inang, sifat pathogen ini umumnya berkaitan dengan komponen tertentu pada dinding

sel gram-negatif terutama lapisan lipopolisakarida (Pelczar, 2007).

D.    Pewaranaan spora/ flagel

Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri

terhadap pengaruh buruk dari luar.spora bakteri mempunyai fungsi yang sama sepertti kristal

amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam bentuk Kristal merupakan suatu

fase di mana kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor

Page 8: Dasar Teori Pewarnaan Sel

luar yang tidak menguntungnkan. Endospora hanya terdapat pada bakteri merupakan tubuh

dinding  yang tebal yang sangat refraktif, dan sangat resisten. Dihasilkan oleh semua spesies

basillus, clostidum, dan sporosarcina. Bakteri yang mampu membentuk endospora dapat tumbuh

dan bereproduksi selama banyak generasi sehingga sel vegetatif. Namun pada beberapa tahapan

di dalam pertumbuhanya, terjadi sintesis protoplasma baru dalam sitoplasma vegetatifnya yang

di maksudkan untuk menjadi spora (Pelczar, 2007).

Bentuk spora ada yang bulat, ada pula yang bulat panjang. Hal ini tergantung oleh

spesisesnya endospora ada yang lebih kecil ada pula yang lebih besar dari pada diameter sel

induk. Letak sel di dalam sel serta ukurannya dalam pembentukanya  tidaklah sama bagai semua

spesies. Sebagai contoh beberapa spora adalah sental yang dibentuk ditengah-tengah sel, yang

kedua adalah terminal yang dibentuk diujung, ketiga yaitu  subterminal yang dibentuk di dekat

ujung. Pada umumnya sporulasi itu mudah terjadi jika keadaan medium memburuk dan zat-zat

yang timbul sebagai zat-zat pertukaran zat bertimbun-timbun dan faktor-faktor luar lainya

merugikan tetapi pada beberapa spesies mampu membentuk spora meskipun tidak terganggu

oleh faktor luar. Sporulasi dapat di cegah, jika selalu diadakan pemindahan piaraan ke medium

yang baru, beberapa spesies bakteri dapat kehilangan kemampuanya untuk membentuk spora-

spora dapat tumbuh lagi menjadi bakteri apabila keadaan di luar menguntungkan. Mula-mula air

meresap ke dalam spora, kemudian spora mengembang dan kulit spora menjadi retak karenanya 

keretakan ini dapat terjadi pada salah satu ujung. Tetapi juga dapat terjadi di tengah-tengah

spora. Hal ini merupakan cirri khas bagi beberapa spesies bacillus, jika kulit spora pecah di

tengah-tengah maka masing-masing pecahan akan merupakan suatu tutup pada kedua ujung

bakteri (Pelczar, 2001).

1.3 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri sebagai berikut:

1.      Fiksasi

Fiksasi perlu dilakukan sebelum pewarnaan bakteri karena berguna merekatkan sel

bakteri pada gelas objek, membunuh bakteri, melepaskan granula (butiran) protein menjadi

gugusan reaktif (NH3+) membuat sel-sel lebih kuat, mencegah terjadinya otolisis sel, mengubah

avinitas, fiksasi dapat dilakukan secara fisik atau dengan bahan kimia.

2.      Peluntur zat warna

Page 9: Dasar Teori Pewarnaan Sel

Peluntur zat warna berguna untuk menghasilkan kontras yang lebih baik pada bayangan

mikroskop. Pada umumnya, sel-sel yang mudah diwarnai akan lebih mudah pula dilunturkan

warnanya. Sedangkan sel-sel yang sukar diwarnai akan lebih sukar dilunturkan warnanya.

3.      Substrata

Merupakan zat warna asam atau basa dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa tertentu.

Oleh karena itu, senyawa-senyawa organik seperti protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat

akan mempengaruhi pewarnaan. Berdasarkan jenis zat warna yang diserap oleh sel, maka dapat

dibedakan tiga macam sel yaitu: sel-sel asidofil, basodill dan sudanofil.

4.      Intensifikasi warna

Zat warna dapat diintensifikasikan dengan cara menambahkan mordan, yaitu zat kimia

yang dapat menyebabkan sel-sel bakteri dapat diwarnai lebih intensif karena zat warna terikat

lebih kuat daripada jaringan sel. Mordan dibagi atas dua macam, yaitu mordan asam dan mordan

basa. Mordan asam adalah mordan yang bereaksi dengan zat-zat warna basa. Sedangkan mordan

basa adalah mordan yang bereaksi dengan anion zat warna asam.

5.      Zat warna penutup atau zat warna lawan

Zat warna lawan adalah suatu zat warna basa yang berbeda warnanya dengan zat warna

mula-mula yang digunakan. Gunanya adalah untuk memberikan warna pada sel-sel yang berbeda

warnanya dengan zat warna mula-mula. Zat warna penutup diberikan pada akhir pewarnaan

dengan tujuan untuk memberikan kontras pada sel-sel yang tidak menyerap zat warna utama

(Sutedjo, 1991).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri merupakan organisme prokariot. Umumnya ukuran bakteri sangat kecil, bentuk

tubuh bakteri baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1.000 X

atau lebih (Waluyo, 2004). Sel bakteri memiliki panjang yang beragam, sel beberapa spesies

dapat berukuran 100 kali lebih panjang daripada sel spesies yang lain. Bakteri merupakan

makhluk hidup dengan ukuran antara 0,1 sampai 0,3 µm. Bentuk bakteri bermacam – macam

yaitu elips, bulat, batang dan spiral. Bakteri lebih sering diamati dalam olesan terwarnai dengan

suatu zat pewarna kimia agar mudah diamati atau dilihat dengan jelas dalam hal ukuran, bentuk,

Page 10: Dasar Teori Pewarnaan Sel

susunan dan keadaan struktur internal dan butiran. Sel sel individu bakteri dapat berbentuk

seperti bola/elips, batang (silindris), atau spiral (heliks) (Pelczar & Chan, 2007).

\Pewarnaan bakteri

Pewarnaan bakteri bertujuan untuk memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop,

memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri

seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas daripada

bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras mikroorganisme dengan sekitarnya.

Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengecatan

sederhana, pengecatan diferensial dan pengecatan struktural. Pemberian warna pada bakteri atau

jasad- jasad renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis,

atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. Prosedur pewarnaan yang

menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba disebut teknik

pewarnaan diferensial (Pelczar & Chan, 2007).

Bakteri yang diwarnai dengan teknik pewarnaan Gram terbagi dua golongan, yaitu: Gram

positif , bila warna zat pewarna pertama (karbol gentian violet) tetap bertahan, dengan demikian

warna se bakteri tampak ungu tua; dan Gram negatif, bila warna zat pewarna pertama tidak

bertahan (luntur) kemudian tercat oleh zat pewarna tandingannya, misal: air fuchsin, safranin,

dan oleh zat pewarna tandingan lainnya. (Razali, 1987)

Penyebab terjadinya dua golongan bakteri yaitu Gram positif dan Gram negatif ialah

setelah diberi zat pewarna fenomenanya ini, berhubungan dengan struktur dan komposisi dinding

sel. Perbedaan ketebalan antara kedua golongan itu dapat merupakan hal yang penting; dinding

sel bakteri Gram negatif pada umumnnya lebih tipis dari yang dimiliki bakteri Gram positif.

Presentasi kandungan lipid bakteri Gram negatif lebih tinggi daripada Gram positif.

Kenyataannya dalam eksperimen pengecatan mennjukkan bahwa perlakuan dengan alkohol

mengeskstrak lipid, yang menyebabkan poisitas atau permeabilitas didding sel meningkat.

Denagn demikian, kompleks karbol gentian violet dan lugol dapat disari keluar dan bakteri Gram

negatif terwarnakan. Keterangan lain yang hampir sama juga mendasarkan pada perbedaan

permeabilitas antara kedua golongan bakteri itu, yaitu pada bakteri Gram negatif kandungan

Page 11: Dasar Teori Pewarnaan Sel

peptidoglikan jauh lebih sedikit sehingga kerapatan jalinannya jauh lebih sedikit daripada baktri

gram posiif. Pori-pori dalam peptidoglikan bakteri Gram negatif tetap masih cukup besar untuk

dapat disari keluar kompleks karbol gentian violet dan lugol. Selautnya, bila sel-sel Gram psitif

diperlakukan dngan lisozim untuk menyingkirkan dinding selnya, sisa strukturnya yang disebut

protoplas atau sel tanpa dinding akan tercatat juga oleh kompleks karbol gentian violet dan lugol.

Tetapi, sel ini mudah dihapuskan oleh alkohol. Kenyataan ini menunjukkan bahwa struktur

dinding sel bakteri Gram positif itu yag menjadi tempat tertahannya zat pewarna pertama yaitu

karbol gentian violet. (Razali, 1987)

Zat warna

Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya berwarna. Garamm terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif. Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri. Sel-sel warna dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam dan basa. Jika warna terletak pada muatan positif dari zat warna, maka disebut zat warna basa. Jika warna terdapat pada ion negatif, maka disebut zat warna asam. Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin, netral red, dan lain-lain. Sedangkan anionnya pada umumnya adalah Cl-, SO4

-, CH3COO-, COOHCOO. Zat warna asam umumnya mempunyai sifat dapat bersenyawa lebih cepat dengan bagian sitoplasma sel sedangkan zat warna basa mudah bereaksi dengan bagian-bagian inti sel. Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup (Sutedjo, 1991).

Prinsip dasar dari pewarnaan adalah adanya ikatan ion antara komponen selular dari

bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Ikatan ion dapat terjadi

karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarna. Terdapat tiga

mcam metode pewarnaan yaitu pewarnaan sederhana, pewarnaan diferensial dan pewarnaan

gram. Pewarnaan sederhana menggunakan pewarna tunggal, pewarnaan diferensial memakai

serangkaian larutan pewarna atau reagen. Pewarnaan gram merupakan metode pewarnaan yang

paling umum digunakan untuk mewarnai sel bakteri (Umsl, 2008).

Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion negatif, salah satu di

antaranya berwarna. Pada zat warna yang bersifat basa, warna terdapat pada ion positif (zat

pewarna+ Cl-) dan pada pewarna asam, warna akan terdapat pada ion negatif (zat pewarna- Na+).

Hubungan antara bakteri dengan zat pewarna basa yang menonjol disebabkan terutama oleh

adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel. Jadi, jika bakteri itu diwarnai,

muatan negatif dalam asam nukleat bakteri akan bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa,

Page 12: Dasar Teori Pewarnaan Sel

Kristal violet, safranin dan metilin blue adalah beberapa zat pewarna basa yang biasa digunakan.

Sebaliknya zat pewarna asam ditolak oleh muatan negatif bakteri menyeluruh. Jadi, mewarnai

bakteri dengan zat pewarna asam akan menghasilkan hanya pewarnaan pada daerah latar

belakang saja. Karena sel bakteri tak berwarna di atas latar belakang yang berwarna (Volk &

Wheeler, 1993).

Pewarnaan gram ditemukan pada tahun 1884 oleh seorang dokter kebangsaan Denmark

Christian Gram (membuat zat pewarna khusus) pewarna tersebut merupakan pewarna

differensial karena dapat membagi bakteri menjadi dua kelompok fisiologi, yang akan

memudahkan untuk identifikasi. Prosedur pertama dari pewarnaan gram ini adalah memberi

pewarna kristal violet, setelah 1 menit dibilas dan kemudian akan diberikan pewarna yodium,

setelah satu menit dibilas dan kemudian akan diberi laputan alkohol 95% selama 30 detik,

kemudian dibilas dan diberi pewarna safranin atau bismarck (untuk buta warna merah) selama 1

menit. Zat pewarna kristal violet dan yodium akan membentuk senyawa yang kompleks.

Beberapa bakteri akan melepaskan zat pewarna dengan mudah apabila dicuci dan beberapa

bakteri yang lain zat pewarna akan bertahan walaupun dicuci dengan alkohol 95%. Bakteri gram

positif akan terwarna ungu (kristal violet) dan bakteri gram negatif akan terwarna merah

(safranin) (Umsl, 2008).

Pewarnaan terhadap bakteri yang paling sering dilakukan adalah pewarnaan Gram dan

Ziehl‐Nelsen. Pewarnaan tersebut untuk mengetahui morfologi, struktur, dan karakteristik

bakteri. Pewarnaan Gram dapat mengidentifikasi penyakit infeksi. Prosedur pewarnaan Gram

dimulai dengan pemberian kristal violet, setelah itu ditambahkan larutan iodium maka semua

bakteri akan berwarna biru. Setelah itu ditambah alkohol. Bakteri Gram positif membentuk

kompleks Kristal iodine yang berwarna biru. Setelah di tambahkan safranin, bakteri Gram positif

akan berwarna ungu. Contoh bakteri Gram positif adalah Streptococcus, Bacillus, Stapilococcus,

Clostridia, Corynebacterium dhypteriae, Peptococcus, Peptostreptococcus, dll. Sedangkan

bakteri Gram negatif akan terdekolorisasi oleh alcohol dan pemberian safranin akan memberikan

warna merah pada bakteri Gram negatif. Contoh bakteri Gram negative adalah Neisseria,

Klebesiella, Vellonella, Shigella, Salmonella, Hemophillus, dll (Cappuccino & Sherman, 1983).

Proses pewarnaan gram ini memerlukan 4 jenis reagen. Bakteri terbagi atas dua kelompok

berdasarkan pewarnaan ini, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Perbedaan ini

berdasarkan warna yang dapat dipertahankan bakteri. Reagen pertama disebut warna dasar,

Page 13: Dasar Teori Pewarnaan Sel

berupa pewarna basa, jadi pewarna ini akan mewarnai dengan jelas. Reagen kedua disebut bahan

pencuci warna (decolorizing agent). Tercuci tidaknya warna dasar tergantung pada komposisi

dinding sel, bila komponen dinding sel kuat mengikat warna, maka warna tidak akan tercuci

sedangkan bila komponen dinding sel tidak kuat mengikat warna dasar, maka warna akan

tercuci. Reagen terakhir adalah warna pembanding, bila warna tidak tercuci maka warna

pembanding akan terlihat, yang terlihat pada hasil akhir tetap warna dasar. Larutan yang biasa

dipakai adalah ungu kristal, lartan iodium, alkohol dan safranin (Tracy, 2005).

Teori Salton menjelaskan bahwa ada konsentrasi lipid yang tinggi pada dinding sel bakteri

Gram negatif. Sehingga jika lipid dilarutkan dalam pemberian alcohol, maka pori‐pori akan

membesar dan tidak mengikat pewarna. Hal ini menyebabkan bakteri menjadi tidak berwarna.

Sedangkan bakteri Gram positif akan mengalami denaturasi selama pemberian alcohol. Hal ini

akan mengecilkan pori‐pori sehingga menghasilkan kompleks kristal iodium. Bakteri Gram

positif memiliki dinding sel yang kuat dan lapisan peptidoglikan sebanyak 30 lapisan sehingga

permeabilitas dinding selnya menjadi berkurang. Sedangkan bakteri Gram negatif hanya

memiliki 1‐2 lapisan peptidoglikan sehingga memiliki permeabilitas dinding sel yang lebih

besar. Pewarnaan Gram terdiri atas Gram A (violet) (Kristal violet, Aalkohol, Ammonium

oksalat, Aquades), Gram B (cokelat) (Iodium, Kalium iodide, Aquades), Gram C (Aseton,

Alcohol), Gram D (merah) (Safranin, Alcohol, Aquades) (Madigan, 2003).

Secara garis besar teknik pewarnaan bakteri dapat dikategorikan sebagai berikut:

pewarnaan sederhana, pewarnaan differensial (pewarnaan gram dan pewarnaan tahan asam),

pewarnaan khusus untuk melihat struktur tertentu : pewarnaan flagel, pewarnaan spora,

pewarnaan kapsul, pewarnaan khusus untuk melihat komponen lain dan bakteri (pewarnaan

Neisser (granula volutin), pewarnaan yodium (granula glikogen) dan pewarnaan negatif

(Gozali, 2009)

DAFTAR PUSTAKA

Cappuccino, J., G., & Natalie., S, 1983, Microbiology A Laboratory Manual, Addison-Wesley Publishing Company : New York.

Gozali, Amir, 2009, Pewarnaan Gram, http://www.gozali.blogspot.com/ gram/pewarnaan-gram-prinsip.html . Diakses pada tanggal 14 April 2012.

Hadiotomo, Ratna Siri., 1990, Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : Pt Gramedia.

Page 14: Dasar Teori Pewarnaan Sel

Lay, B.W, 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Madigan, M.T, 2003, Brock Biology of Microorganism, Pearson Education : inc. United State of America.

Pelczar, M. J., Chan, E.C.S, 2007, Elements of Microbiology. Mc Graw Hill Book Company : New York.

Razali, U., 1987, Mikrobiologi Dasar, Jatinangor: FMIPA UNPAD.

Sutedjo, M., 1991, Mikrobiologi Tanah, Rineka Cipta. Jakarta.

Tracy, 2005, Gram Staining, www.tracy.k12.ca.us/ thsadvbio/ pdfs/ gram%20stain.pdf, Diakses pada tanggal 14 April 2012.

Umsl, 2008, Staining Bacteria, www.umsl.edu /~microbes/pdf/ stainingbacteria.pdf, Diakses pada tanggal 14 April 2012.

Volk & Wheeler, 1993, Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga : Jakarta

  

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.

Pelczar, M.J.2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.

Sutedjo, M.1991. Mikrobiologi Tanah. Jakarta : Rhineka Cipta.

Dwidjoseputro, D.1998.Dasar-Dasar Mikrobiologi, Malang : Djambatan

Hadiutomo. 1990. Mikrobiologi Dasar Jilid I. Jakarta: Erlangga

Lay, Bibiana.W.1994.Analisis Mikroba di Laboratorium.Jakarta : Rajawali

Sutedjo, Mul Mulyani.1991.Mikrobiologi Tanah.Jakarta : Rineka Cipta

Waluyo, lud. 2004. Mikrobiologi Umum.Malang : UMM Press