dasar teori pewarnaan sel
DESCRIPTION
scscTRANSCRIPT
Pewarnaan Sel
1.1 Latar Belakang
Bakteri memiliki beberapa bentuk yaitu basil (tongkat), coccus, spirilum. Bakteri yang
berbentuk tongkat maupun kokus dibagi menjadi beberapa macam. Pada bentuk basil
pembagiannya yaitu basil tunggal, diplobasil, dan tripobasil.Sedangkan pada coccus dibagi
menjadi monococcus, diplococcus, sampai stophylococcus. Khusus pada spirilum hanya dibagi
dua yaitu setengah melengkung dan melengkung (Dwidjoseputro.1998).
Melihat dan mengamati bakteri dalam kedaan hidup sangat sulit, karena selain bakteri itu
tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka
dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling
utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi (Dwidjoseputro.1998).
Prinsip dasar dari pewarnaan ini adalah adanya ikatan ion antara komponen seluler dari
bakteri dengan senyawa aktif dari pewarnaan yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena
adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarnaan. Berdasarkan adanya
muatan ini maka dapat dibedakan pewarna asam dan pewarna basa.
Teknik Pewarnaan bukan pekerjaan yang sulit tapi perlu ketelitian dan kecermatan
bekerja serta mengikuti aturan dasar yang berlaku (Lay.1994)
Oleh karena itu yang melatar belakangi praktek ini yaitu untuk mengetahui teknik
pewarnaan mikroorganisme sehingga mempermudah dalam melihat bagian-bagian bakteri.
Dasar teori
1.1 mikroorganisme
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang
khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan
air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel
bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan.
Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding
sel bakteri melalui serangkaian pengecatan
Mikroorganisme sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak mengadsorpsi
ataupun membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk
mewarnai mikroorganisme ataupun latar belakangnya. Zat warna mengadsorpsi dan membiaskan
cahaya sehingga kontras mikroorganisme disekelilingya ditingkatkan. Penggunaan zat warna
memungkinkan pengamatan struktur sel seperti spora dan bahan infeksi yang mengandung zat
pati dan granula fosfat. Pewarnaan yang digunakan untuk melihat salah satu struktur sel disebut
pewarnaan khusus. Sedangkan pewarnaan yang digunakan untuk memilahkan mikroorganisme
disebut pewarnaan diferensial yang memilahkan bakteri menjadi kelompok gram positif dan
gram negatif. Pewarnaan diferensial lainnya ialah pewarnaan ziehl neelsen yang memilihkan
bakterinya menjadi kelompok-kelompok tahan asam dan tidak tahan asam
(Dwidjoseputro.1998).
Pengenalan bentuk mikroba (morfologi), kecuali mikroalgae harus dilakukan pewarnaan
terlebih dahulu agar dapat diamati dengan jelas (Hadiutomo. 1990). Pada umumnya bakteri
bersifat tembus cahaya, hal ini disebabkan karena banyak bakteri yang tidak mempunyai zat
warna (Waluyo, 2004).
Tujuan dari pewarnaan adalah untuk mempermudah pengamatan bentuk sel bakteri,
memperluas ukuran jazad, mengamati struktur dalam dan luar sel bakteri, dan melihat reaksi
jazad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat fisik atau kimia jazad dapat diketahui
(Hadiutomo. 1990).
Metode pengecatan pertama kali ditemukan oleh Christian Gram pada tahun 1884. Dengan
metode ini. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua yatu, bakteri gram positif dan bakteri
gram negative. Yang didasarkan dari reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut. Reaksi atau
sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya sehingga pengecatan gram tidak
bias dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp
(Waluyo, 2004).
Berhasil tidaknya suatu pewarnaan sangat ditentukan oleh waktu pemberian warna dan
umur biakan yang diwarnai (umur biakan yang baik adalah 24 jam). Umumnya zat warna yang
digunakan adalah garam-garam yang dibangun oleh ion-ion yang bermuatan positif dan negatif
dimana salah satu ion tersebut berwarna. Zat warna dikelompokkan menjadi dua, yaitu zat
pewarna yang bersifat asam dan basa. Jika ion yang mengandung warna adalah ion positif maka
zat warna tersebut disebut pewarna basa. Dan bila ion yang mengandung warna adalah ion
negatif maka zat warna tersebut disebut pewarna negatif (Hadiutomo. 1990).
Zat warna yang digunakan dalam pewarnaan bersifat basa dan asam. Pada zat warna basa
bagian yang berperan dalam memberikan warna disebut disebut kromofor dan memiliki muatan
positif. Sebaliknya, pada zat warna asam bagian yang berperan memberikan zat warna
mempunyai muatan negatif zat warna basa lebih banyak digunakan karena muatan negatif
banyak ditemukan didinding sel, membran sel dan sitoplasmasewaktu proses pewarnaan muatan
positif pada zat warna basa akan berkaitan dengan muatan negatif dalam sel, sehingga
mikroorganisme lebih jelas terlihat (Dwidjoseputro.1998).
Zat warna asam yang bermuatan negatif lazimnya tidak digunakan untuk mewarnai
mikroorganisme, namun biasanya dimanfaatkan untuk mewarnai mikroorganisme, namun
biasanya dimanfaatkan untuk mewarnai latar belakang sediaan pewarnaan. Zat warna asam yang
bermuatan negatif ini tidak dapat berkaitan dengan muatan negatif yang terdapat pada struktur
sel. Kadangkala zat warna negatif digunakan untuk mewarnai bagian sel yang bermuatan positif,
perlu diperhatikan bahwa muatan dan daya ikat zat warna terhadap struktur sel dapat berubah
bergantung pada pH sekitarnya sewaktu proses pewarnaan (Dwidjoseputro.1998).
Prosedur pewarnaan yang menghasilkan pewarnaan mikroorganisme disebut pewarnaan
positif dalam prosedur pewarnaan ini dapat digunakan zat warna basa yang yang bermuatan
positif maupun zat warna asam yang bermuatan negatif. Sebaliknya pada pewarnaan negatif latar
belakang disekeliling mikroorganisme diwarnai untuk meningkatkan kontras dengan
mikroorganisme yang tak berwarna. Pewarnaan mencakup penyiapan mikroorganisme dengan
melakukan preparat ulas (Dwidjoseputro.1998)
Sebelum dilakukan pewarnaan dibuat ulasan bakteri di atas kaca objek. Ulasan ini
kemudian difiksasi. Jumlah bakteri yang terdapat pada ulasan haruslah cukup banyak sehingga
dapat terlihat bentuk dan penataanya sewaktu diamati. Kesalahan yang sering kali dibuat adalah
menggunakan suspensi bakteri yang terlalu padat terutama bila suspensi tersebut berasal adari
bukan media padat. Sebaliknya pada suatu suspensi bakteri bila terlalu encer, maka akan
diperoleh kesulitan sewaktu mencari bakteri pada preparatnya (Sutedjo.1991).
Untuk pewarnaan yang mengamati morfologi sel mikroorganisme maka seringkali
setelah pembuatan preparat ulas dilakukan fiksasi diikuti oleh pewarnaan. Fiksasi dapat
dilakukan dengan cara melewatkan preparat diatas api atau merendamnya dengan metanol.
Fiksasi digunakan untuk :
1. Mengamati bakteri oleh karena sel bakteri lebih jelas terlihat setelah diwarnai
2. Melekatkan bakteri pada glass objek
3. Mematikan bakteri
Pada pewarnaan sederhana hanya digunakan satu macam zat warna untuk meningkatkan
kontras antara mikroorganisme dan sekelilingnya. Lazim, prosedur pewarnaan ini menggunakan
zat warna basa seperti seperti crystal violet, biru metilen, karbol fuchsin basa, safranin atau hijau
malakit. Kadang kala digunakan zat warna negatif untuk pewarnaan sederhana : zat warna asam
yang sering digunakan adalah nigrosin dan merah kongo (Lay.1994).
Prosedur Pewarnaan sederhana mudah dan cepat, sehingga pewarnaan ini sering
digunakan untuk melihat bentuk ukuran dan penataan pada mikoorganisme bakteri pada bakteri
dikenal bentu yang bulat (coccus), batang (basil), dan spiral. Dengan pewarnaan sederhana dapat
juga terlihat penataan bakteri. Pada coccus dapat terlihat pewarnaan seperti rantai (stertococcus),
buah anggur ( stafilococcus), pasangan (diplococcus), bentuk kubus yang terdiri dari 4 atau 8
(saranae) (Lay.1994).
Beberapa mikroba sulit diwarnai dengan zat warna yang bersifat basa, tetapi mudah
dilihat dengan pewarnaan negatif, pada metode ini mikroba dicampur dengan tinta cina atau
nigrosin, kemudian digesekkan diatas kaca objek.Zat warna tidak akan mewarnai bakteri, akan
tetapi mewarnai lingkungan sekitar bakteri. Dengan mikroskop mikroba akan terlihat tidak
berwarna dengan latar belakang hitam (Lay.1994).
Metode pengecatan pertama kali ditemukan oleh seorang ahli bioteknologi dari Denmark
yang bernama Christian Gram pada tahun 1884. Menemukan metode pewarnaan secara tidak
sengaja. Dengan metode ini. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua yatu, bakteri gram positif
dan bakteri gram negative. Yang didasarkan dari reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut.
Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya sehingga pengecatan
gram tidak bisa dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai dinding sel seperti
Mycoplasma sp. Pewarnaan gram merupakan pewarnaan diferensial yang sangat berguna dan
paling banyak digunakan dalam laboratorium mikrobiologi. Pewarnaan itu merupakan tahap
penting d
alam pencirian dan identifikasi bakteri (Lay,1994)
Pewarnaan gram memberikan hasil yang baik, bila digunakan biakan segar yang berumur
24-48 jam. Bila digunakan biakan tua, terdapat kemungkinan penyimpanan hasil pewarnaan
gram. Pada biakan tua, banyak sel mengalami kerusakan pada dinding-dinding selnya.
Kerusakan pada dinding sel ini menyebabkan zat warna dapat keluar sewaktu dicuci dengan
lartan pemucat. Ini berarti bahwa bakteri gram positif dengan dinding sel yang rusak tidak lagi
dapat memertahankan crystal violet sehingga terlihat sebagai bakteri gram negatif (Lay,1994)
Cirri-ciri gram negative:
Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10-45mm, berlapis tiga atau multi layer
Dinding slnya mengandung lemak lebih banyak (11-22%), peptidoglikan terdapat dalam lapisan
kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit 10% dari berat kering, tidak mengandung asam
laktat.
Kurang rentan terhadap senyawa penisilin.
Tidak resisten terhadap gangguan fisik
Ciri-ciri bakteri gram positif:
Struktur dindingnya tebal
Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal
Bersifat lebih rentan terhadap senyawa penisilin
Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna seperti ungu Kristal
Komposisi yang dibutuhkan lebih rumit
Lebih resisten terhadap gangguan fisik.
Pengecatan gram dilakukan dalam 4 tahap. Yaitu
a. Pemberian cat warna utama (cairan Kristal violet) berwarna ungu
b. Pengintensifan cat warna dengan penambahan larutan mordan
c. Pencucian (dekolarisasi) dengan larutan alcohol asam
d. Pemberian cat lawan yaitu cat warna safranin
Banyak seenyawa organic berwarna (zat warna) digunakan untuk mewarnai
mikroorganisme untuk pemeriksaan mikroskopis dan telah dikembangkan prosedur pewarnaan
gram untuk :
Mengamati dengan baik morfologi mikroorganisme secara kasar
Mengidentifikasi bagian-bagian structural sel mikroorganisme
Membantu mengidentifikasi atau membedakan organisme yang serupa
Bakteri atau mikroba lainya dapat di lihat dengan mikroskop biasa tanpa yaitu dengan
cara-cara khusus, misalnya dengan cara tetesan bergantung,menggunakan kondensor medan
gelap dan lain-lain.Tetapi pengamatan dari pewarnaan ini lebih sukar dan tidak di pakai untuk
melihat bagian-bagian sel dengan teliti, karena sel bakteri dan mikroba lainya transparan.
Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, karena selain bakteri itu tidak
berwarna juga transparan dan sangat kecil untuk mengatasi hal tersebut maka di kembangkan
suatu teknik pewarnaan bakteri ,sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah di amati. Oleh karena
itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama dalam
penelitian-penelitian mikrobiologi (Dwijoseputro, 2005).
1.2 Macam –macam pewarnaan
A. Pewarnaan negatif
Pada pewarnaan ini merupakan pewarnaan tidak langsung karena yang di warnai adalah
latar belakangnya, sedangkan bakerinya sendiri tidak mengalami pewarnaan. Zat warna yang di
gunakan adalah nigrosin.
B. Pewarnaan sederhana
Pewarnaan sederhana adalah pewrnaan yang menggunakan zat warna yang tunggal
bertujuan untuk mengindentifikasi morfologi sel bakteri. Pada pewarnaan ini zat warna yang
kami gunakan adalah gentiana violet.
C. Pewarnaan gram
Pewarnaan gram atau metode gram adalah salah satu teknik pewarnaan yang paling
penting dan luas di gunakan untuk mengidentifikasi bakteri. Dalam proses ini, olesan bakteri
yang sudah terfiksasi di kenai larutan-larutan berikut zat pewaraan Kristal violet, larutan yodium,
larutan akohol(bahan pemucat) dan zat pewarnaan tandinganya berupa zat warna safranin atau
air fucshin. Metode ini di beri nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian
Gram (1853-1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara
pneumokokus dan bakteri Klebsiela, pneumonia. Bakteri yang telah diwarnai dengan metode ini
dibagi menjadi dua kelompok yaitu, bakteri gram positf dan bakteri gram negatif. Bakteri garam
positif akan memprtahankan zat pewarna kristal violet dan karenanya akan tampak berwarna
ungu tua di bawah mikroskop. Adapun bakteri gram negatif akan kehilangan zat pewarna Kristal
violet setelah dicuci dengan alkohol dan sewaktu diberi zat pewarna tandingnya yaitu dengan zat
pewarn air fucshin atau safranin akan tampak berwarna merah. Perbedaan warna ini di sebabkan
oleh perbedaan dalam struktur kimiawi dinding selnya (Pelczar, 2007).
Bakteri gram positif adalah bakeri yang mempertahankan zat warna metal ungu sewaktu
proses pewarnaan gram. Bakteri jenis ini akan berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop
sedangkan bakteri gram negatif akan berwarna merah atau merah muda. Perbedaan klasifikasi
antara kedua jenis bakteri ini terutama berdasarkan pada perbedaan struktur dinding sel
bakteri .Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat metal ungu pada
metode pewarnaan gram. Bakteri gram-positif akan mempertaahankan warna ungu gelap setelah
di cuci dengan alkohol.
Sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada uji pewarnaan gram suatu pewarnaan
penimbal (conterstain)di tambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram-
negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk
mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini perbedaan struktur dinding selnya. Banyak spesies
organisme inang, sifat pathogen ini umumnya berkaitan dengan komponen tertentu pada dinding
sel gram-negatif terutama lapisan lipopolisakarida (Pelczar, 2007).
D. Pewaranaan spora/ flagel
Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri
terhadap pengaruh buruk dari luar.spora bakteri mempunyai fungsi yang sama sepertti kristal
amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam bentuk Kristal merupakan suatu
fase di mana kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor
luar yang tidak menguntungnkan. Endospora hanya terdapat pada bakteri merupakan tubuh
dinding yang tebal yang sangat refraktif, dan sangat resisten. Dihasilkan oleh semua spesies
basillus, clostidum, dan sporosarcina. Bakteri yang mampu membentuk endospora dapat tumbuh
dan bereproduksi selama banyak generasi sehingga sel vegetatif. Namun pada beberapa tahapan
di dalam pertumbuhanya, terjadi sintesis protoplasma baru dalam sitoplasma vegetatifnya yang
di maksudkan untuk menjadi spora (Pelczar, 2007).
Bentuk spora ada yang bulat, ada pula yang bulat panjang. Hal ini tergantung oleh
spesisesnya endospora ada yang lebih kecil ada pula yang lebih besar dari pada diameter sel
induk. Letak sel di dalam sel serta ukurannya dalam pembentukanya tidaklah sama bagai semua
spesies. Sebagai contoh beberapa spora adalah sental yang dibentuk ditengah-tengah sel, yang
kedua adalah terminal yang dibentuk diujung, ketiga yaitu subterminal yang dibentuk di dekat
ujung. Pada umumnya sporulasi itu mudah terjadi jika keadaan medium memburuk dan zat-zat
yang timbul sebagai zat-zat pertukaran zat bertimbun-timbun dan faktor-faktor luar lainya
merugikan tetapi pada beberapa spesies mampu membentuk spora meskipun tidak terganggu
oleh faktor luar. Sporulasi dapat di cegah, jika selalu diadakan pemindahan piaraan ke medium
yang baru, beberapa spesies bakteri dapat kehilangan kemampuanya untuk membentuk spora-
spora dapat tumbuh lagi menjadi bakteri apabila keadaan di luar menguntungkan. Mula-mula air
meresap ke dalam spora, kemudian spora mengembang dan kulit spora menjadi retak karenanya
keretakan ini dapat terjadi pada salah satu ujung. Tetapi juga dapat terjadi di tengah-tengah
spora. Hal ini merupakan cirri khas bagi beberapa spesies bacillus, jika kulit spora pecah di
tengah-tengah maka masing-masing pecahan akan merupakan suatu tutup pada kedua ujung
bakteri (Pelczar, 2001).
1.3 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri sebagai berikut:
1. Fiksasi
Fiksasi perlu dilakukan sebelum pewarnaan bakteri karena berguna merekatkan sel
bakteri pada gelas objek, membunuh bakteri, melepaskan granula (butiran) protein menjadi
gugusan reaktif (NH3+) membuat sel-sel lebih kuat, mencegah terjadinya otolisis sel, mengubah
avinitas, fiksasi dapat dilakukan secara fisik atau dengan bahan kimia.
2. Peluntur zat warna
Peluntur zat warna berguna untuk menghasilkan kontras yang lebih baik pada bayangan
mikroskop. Pada umumnya, sel-sel yang mudah diwarnai akan lebih mudah pula dilunturkan
warnanya. Sedangkan sel-sel yang sukar diwarnai akan lebih sukar dilunturkan warnanya.
3. Substrata
Merupakan zat warna asam atau basa dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa tertentu.
Oleh karena itu, senyawa-senyawa organik seperti protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat
akan mempengaruhi pewarnaan. Berdasarkan jenis zat warna yang diserap oleh sel, maka dapat
dibedakan tiga macam sel yaitu: sel-sel asidofil, basodill dan sudanofil.
4. Intensifikasi warna
Zat warna dapat diintensifikasikan dengan cara menambahkan mordan, yaitu zat kimia
yang dapat menyebabkan sel-sel bakteri dapat diwarnai lebih intensif karena zat warna terikat
lebih kuat daripada jaringan sel. Mordan dibagi atas dua macam, yaitu mordan asam dan mordan
basa. Mordan asam adalah mordan yang bereaksi dengan zat-zat warna basa. Sedangkan mordan
basa adalah mordan yang bereaksi dengan anion zat warna asam.
5. Zat warna penutup atau zat warna lawan
Zat warna lawan adalah suatu zat warna basa yang berbeda warnanya dengan zat warna
mula-mula yang digunakan. Gunanya adalah untuk memberikan warna pada sel-sel yang berbeda
warnanya dengan zat warna mula-mula. Zat warna penutup diberikan pada akhir pewarnaan
dengan tujuan untuk memberikan kontras pada sel-sel yang tidak menyerap zat warna utama
(Sutedjo, 1991).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri merupakan organisme prokariot. Umumnya ukuran bakteri sangat kecil, bentuk
tubuh bakteri baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1.000 X
atau lebih (Waluyo, 2004). Sel bakteri memiliki panjang yang beragam, sel beberapa spesies
dapat berukuran 100 kali lebih panjang daripada sel spesies yang lain. Bakteri merupakan
makhluk hidup dengan ukuran antara 0,1 sampai 0,3 µm. Bentuk bakteri bermacam – macam
yaitu elips, bulat, batang dan spiral. Bakteri lebih sering diamati dalam olesan terwarnai dengan
suatu zat pewarna kimia agar mudah diamati atau dilihat dengan jelas dalam hal ukuran, bentuk,
susunan dan keadaan struktur internal dan butiran. Sel sel individu bakteri dapat berbentuk
seperti bola/elips, batang (silindris), atau spiral (heliks) (Pelczar & Chan, 2007).
\Pewarnaan bakteri
Pewarnaan bakteri bertujuan untuk memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop,
memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan struktur dalam bakteri
seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas daripada
bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan kontras mikroorganisme dengan sekitarnya.
Teknik pewarnaan warna pada bakteri dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengecatan
sederhana, pengecatan diferensial dan pengecatan struktural. Pemberian warna pada bakteri atau
jasad- jasad renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis,
atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederhana. Prosedur pewarnaan yang
menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba disebut teknik
pewarnaan diferensial (Pelczar & Chan, 2007).
Bakteri yang diwarnai dengan teknik pewarnaan Gram terbagi dua golongan, yaitu: Gram
positif , bila warna zat pewarna pertama (karbol gentian violet) tetap bertahan, dengan demikian
warna se bakteri tampak ungu tua; dan Gram negatif, bila warna zat pewarna pertama tidak
bertahan (luntur) kemudian tercat oleh zat pewarna tandingannya, misal: air fuchsin, safranin,
dan oleh zat pewarna tandingan lainnya. (Razali, 1987)
Penyebab terjadinya dua golongan bakteri yaitu Gram positif dan Gram negatif ialah
setelah diberi zat pewarna fenomenanya ini, berhubungan dengan struktur dan komposisi dinding
sel. Perbedaan ketebalan antara kedua golongan itu dapat merupakan hal yang penting; dinding
sel bakteri Gram negatif pada umumnnya lebih tipis dari yang dimiliki bakteri Gram positif.
Presentasi kandungan lipid bakteri Gram negatif lebih tinggi daripada Gram positif.
Kenyataannya dalam eksperimen pengecatan mennjukkan bahwa perlakuan dengan alkohol
mengeskstrak lipid, yang menyebabkan poisitas atau permeabilitas didding sel meningkat.
Denagn demikian, kompleks karbol gentian violet dan lugol dapat disari keluar dan bakteri Gram
negatif terwarnakan. Keterangan lain yang hampir sama juga mendasarkan pada perbedaan
permeabilitas antara kedua golongan bakteri itu, yaitu pada bakteri Gram negatif kandungan
peptidoglikan jauh lebih sedikit sehingga kerapatan jalinannya jauh lebih sedikit daripada baktri
gram posiif. Pori-pori dalam peptidoglikan bakteri Gram negatif tetap masih cukup besar untuk
dapat disari keluar kompleks karbol gentian violet dan lugol. Selautnya, bila sel-sel Gram psitif
diperlakukan dngan lisozim untuk menyingkirkan dinding selnya, sisa strukturnya yang disebut
protoplas atau sel tanpa dinding akan tercatat juga oleh kompleks karbol gentian violet dan lugol.
Tetapi, sel ini mudah dihapuskan oleh alkohol. Kenyataan ini menunjukkan bahwa struktur
dinding sel bakteri Gram positif itu yag menjadi tempat tertahannya zat pewarna pertama yaitu
karbol gentian violet. (Razali, 1987)
Zat warna
Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya berwarna. Garamm terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif. Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri. Sel-sel warna dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam dan basa. Jika warna terletak pada muatan positif dari zat warna, maka disebut zat warna basa. Jika warna terdapat pada ion negatif, maka disebut zat warna asam. Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin, netral red, dan lain-lain. Sedangkan anionnya pada umumnya adalah Cl-, SO4
-, CH3COO-, COOHCOO. Zat warna asam umumnya mempunyai sifat dapat bersenyawa lebih cepat dengan bagian sitoplasma sel sedangkan zat warna basa mudah bereaksi dengan bagian-bagian inti sel. Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup (Sutedjo, 1991).
Prinsip dasar dari pewarnaan adalah adanya ikatan ion antara komponen selular dari
bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen. Ikatan ion dapat terjadi
karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarna. Terdapat tiga
mcam metode pewarnaan yaitu pewarnaan sederhana, pewarnaan diferensial dan pewarnaan
gram. Pewarnaan sederhana menggunakan pewarna tunggal, pewarnaan diferensial memakai
serangkaian larutan pewarna atau reagen. Pewarnaan gram merupakan metode pewarnaan yang
paling umum digunakan untuk mewarnai sel bakteri (Umsl, 2008).
Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion negatif, salah satu di
antaranya berwarna. Pada zat warna yang bersifat basa, warna terdapat pada ion positif (zat
pewarna+ Cl-) dan pada pewarna asam, warna akan terdapat pada ion negatif (zat pewarna- Na+).
Hubungan antara bakteri dengan zat pewarna basa yang menonjol disebabkan terutama oleh
adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel. Jadi, jika bakteri itu diwarnai,
muatan negatif dalam asam nukleat bakteri akan bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa,
Kristal violet, safranin dan metilin blue adalah beberapa zat pewarna basa yang biasa digunakan.
Sebaliknya zat pewarna asam ditolak oleh muatan negatif bakteri menyeluruh. Jadi, mewarnai
bakteri dengan zat pewarna asam akan menghasilkan hanya pewarnaan pada daerah latar
belakang saja. Karena sel bakteri tak berwarna di atas latar belakang yang berwarna (Volk &
Wheeler, 1993).
Pewarnaan gram ditemukan pada tahun 1884 oleh seorang dokter kebangsaan Denmark
Christian Gram (membuat zat pewarna khusus) pewarna tersebut merupakan pewarna
differensial karena dapat membagi bakteri menjadi dua kelompok fisiologi, yang akan
memudahkan untuk identifikasi. Prosedur pertama dari pewarnaan gram ini adalah memberi
pewarna kristal violet, setelah 1 menit dibilas dan kemudian akan diberikan pewarna yodium,
setelah satu menit dibilas dan kemudian akan diberi laputan alkohol 95% selama 30 detik,
kemudian dibilas dan diberi pewarna safranin atau bismarck (untuk buta warna merah) selama 1
menit. Zat pewarna kristal violet dan yodium akan membentuk senyawa yang kompleks.
Beberapa bakteri akan melepaskan zat pewarna dengan mudah apabila dicuci dan beberapa
bakteri yang lain zat pewarna akan bertahan walaupun dicuci dengan alkohol 95%. Bakteri gram
positif akan terwarna ungu (kristal violet) dan bakteri gram negatif akan terwarna merah
(safranin) (Umsl, 2008).
Pewarnaan terhadap bakteri yang paling sering dilakukan adalah pewarnaan Gram dan
Ziehl‐Nelsen. Pewarnaan tersebut untuk mengetahui morfologi, struktur, dan karakteristik
bakteri. Pewarnaan Gram dapat mengidentifikasi penyakit infeksi. Prosedur pewarnaan Gram
dimulai dengan pemberian kristal violet, setelah itu ditambahkan larutan iodium maka semua
bakteri akan berwarna biru. Setelah itu ditambah alkohol. Bakteri Gram positif membentuk
kompleks Kristal iodine yang berwarna biru. Setelah di tambahkan safranin, bakteri Gram positif
akan berwarna ungu. Contoh bakteri Gram positif adalah Streptococcus, Bacillus, Stapilococcus,
Clostridia, Corynebacterium dhypteriae, Peptococcus, Peptostreptococcus, dll. Sedangkan
bakteri Gram negatif akan terdekolorisasi oleh alcohol dan pemberian safranin akan memberikan
warna merah pada bakteri Gram negatif. Contoh bakteri Gram negative adalah Neisseria,
Klebesiella, Vellonella, Shigella, Salmonella, Hemophillus, dll (Cappuccino & Sherman, 1983).
Proses pewarnaan gram ini memerlukan 4 jenis reagen. Bakteri terbagi atas dua kelompok
berdasarkan pewarnaan ini, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Perbedaan ini
berdasarkan warna yang dapat dipertahankan bakteri. Reagen pertama disebut warna dasar,
berupa pewarna basa, jadi pewarna ini akan mewarnai dengan jelas. Reagen kedua disebut bahan
pencuci warna (decolorizing agent). Tercuci tidaknya warna dasar tergantung pada komposisi
dinding sel, bila komponen dinding sel kuat mengikat warna, maka warna tidak akan tercuci
sedangkan bila komponen dinding sel tidak kuat mengikat warna dasar, maka warna akan
tercuci. Reagen terakhir adalah warna pembanding, bila warna tidak tercuci maka warna
pembanding akan terlihat, yang terlihat pada hasil akhir tetap warna dasar. Larutan yang biasa
dipakai adalah ungu kristal, lartan iodium, alkohol dan safranin (Tracy, 2005).
Teori Salton menjelaskan bahwa ada konsentrasi lipid yang tinggi pada dinding sel bakteri
Gram negatif. Sehingga jika lipid dilarutkan dalam pemberian alcohol, maka pori‐pori akan
membesar dan tidak mengikat pewarna. Hal ini menyebabkan bakteri menjadi tidak berwarna.
Sedangkan bakteri Gram positif akan mengalami denaturasi selama pemberian alcohol. Hal ini
akan mengecilkan pori‐pori sehingga menghasilkan kompleks kristal iodium. Bakteri Gram
positif memiliki dinding sel yang kuat dan lapisan peptidoglikan sebanyak 30 lapisan sehingga
permeabilitas dinding selnya menjadi berkurang. Sedangkan bakteri Gram negatif hanya
memiliki 1‐2 lapisan peptidoglikan sehingga memiliki permeabilitas dinding sel yang lebih
besar. Pewarnaan Gram terdiri atas Gram A (violet) (Kristal violet, Aalkohol, Ammonium
oksalat, Aquades), Gram B (cokelat) (Iodium, Kalium iodide, Aquades), Gram C (Aseton,
Alcohol), Gram D (merah) (Safranin, Alcohol, Aquades) (Madigan, 2003).
Secara garis besar teknik pewarnaan bakteri dapat dikategorikan sebagai berikut:
pewarnaan sederhana, pewarnaan differensial (pewarnaan gram dan pewarnaan tahan asam),
pewarnaan khusus untuk melihat struktur tertentu : pewarnaan flagel, pewarnaan spora,
pewarnaan kapsul, pewarnaan khusus untuk melihat komponen lain dan bakteri (pewarnaan
Neisser (granula volutin), pewarnaan yodium (granula glikogen) dan pewarnaan negatif
(Gozali, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Cappuccino, J., G., & Natalie., S, 1983, Microbiology A Laboratory Manual, Addison-Wesley Publishing Company : New York.
Gozali, Amir, 2009, Pewarnaan Gram, http://www.gozali.blogspot.com/ gram/pewarnaan-gram-prinsip.html . Diakses pada tanggal 14 April 2012.
Hadiotomo, Ratna Siri., 1990, Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : Pt Gramedia.
Lay, B.W, 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Madigan, M.T, 2003, Brock Biology of Microorganism, Pearson Education : inc. United State of America.
Pelczar, M. J., Chan, E.C.S, 2007, Elements of Microbiology. Mc Graw Hill Book Company : New York.
Razali, U., 1987, Mikrobiologi Dasar, Jatinangor: FMIPA UNPAD.
Sutedjo, M., 1991, Mikrobiologi Tanah, Rineka Cipta. Jakarta.
Tracy, 2005, Gram Staining, www.tracy.k12.ca.us/ thsadvbio/ pdfs/ gram%20stain.pdf, Diakses pada tanggal 14 April 2012.
Umsl, 2008, Staining Bacteria, www.umsl.edu /~microbes/pdf/ stainingbacteria.pdf, Diakses pada tanggal 14 April 2012.
Volk & Wheeler, 1993, Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga : Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.
Pelczar, M.J.2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.
Sutedjo, M.1991. Mikrobiologi Tanah. Jakarta : Rhineka Cipta.
Dwidjoseputro, D.1998.Dasar-Dasar Mikrobiologi, Malang : Djambatan
Hadiutomo. 1990. Mikrobiologi Dasar Jilid I. Jakarta: Erlangga
Lay, Bibiana.W.1994.Analisis Mikroba di Laboratorium.Jakarta : Rajawali
Sutedjo, Mul Mulyani.1991.Mikrobiologi Tanah.Jakarta : Rineka Cipta
Waluyo, lud. 2004. Mikrobiologi Umum.Malang : UMM Press