dasar hukum transplantasi sumsum

22
Refrat Forensik DASAR HUKUM PADA TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG Oleh: Yunita Asri Pertiwi G99141034 Pembimbing: dr. Sugiharto, M. Kes. (MMR), S.H. KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

Upload: yunita24

Post on 11-Nov-2015

39 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

forensik

TRANSCRIPT

Refrat Forensik

DASAR HUKUM PADA TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG

Oleh:Yunita Asri PertiwiG99141034

Pembimbing:dr. Sugiharto, M. Kes. (MMR), S.H.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGALFAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDISURAKARTA2015

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangTransplantasi organ adalah pemindahan organ dari satu tubuh ke tubuh yang lainnya atau pemindahan organ dari donor ke resipien yang organnya mengalami kerusakan. Organ yang dapat ditransplantasi adalah jantung, ginjal, hati, pankreas, intestine dan kulit, sedangkan jaringan yang dapat ditransplantasi adalah kornea mata, tulang, tendo, katup jantung, dan vena. Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum tulang yang rusak digantikan dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker. Transplantasi sumsum tulang dapat menggunakan sumsum tulang pasien sendiri yang masih sehat. Hal ini disebut transplantasi sumsum tulang autologus. Transplantasi sumsum tulang juga dapat diperoleh dari orang lain.Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi transplantasi organ, di satu sisi banyak membantu orang-orang yang mengalami kegagalan fungsi organ, tetapi disisi lain menjadi industri penjualan organ, yang cukup menjanjikan. Penjualan organ menjadi bisnis besar, bahkan menjadi mafia bisnis dan sasarannya adalah orang-orang tidak mampu, yang rela menjual organnya demi uang. Kasus penjualan organ banyak terjadi di negara India, China, Brazil, Afrika (Koran Tempo, 2003). Bahkan beberapa sendikat penjualan organ manusia berani memasang iklan untuk mencari pendonor dengan iming-iming uang dan bagi penerima organ, asalah memiliki uang yang banyak, maka sendikat ini akan mencarikan organ yang dibutuhkan (India abroad News Service, 2001; Mashberg, 2002, Kates, 2002).Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang baik di bidang kedokteran, tetapi tidak diikuti dengan pemahaman dasar hukum yang baik, maka akan terjadi banyak penyalahgunaan, yang tadinya bertujuan menolong pasien, bergeser menjadi mencari keuntungan sebesarbesarnya, dengan mengeksploitasi organ manusia. Bagaimana supaya dasar hukum dapat dipahami oleh semua pihak, baik dokter, pendonor ataupun pasien? Transplantasi organ dilaksanakan dengan alasan kemanusiaan, jadi tidak ada pemanfaatkan organ atas nama keuntungan satu pihak tertentu.

B. Rumusan Masalah1. Bagaimana transplantasi sumsum ditinjau dari aspek hukum ?

C. TujuanTujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui bagaimana dasar hukum terhadap masalah transplantasi sumsum di Indonesia.

D. Manfaat1. Mengetahui pengertian dari transplantasi sumsum.2. Mengetahui dasar hukum dari transplantasi sumsum.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Transplantasi SumsumSumsum tulang merupakan jaringan spons yang terdapat di tengah dari tulang-tulang panjang dan besar seperti tulang pinggang, tulang dada, tulang punggung, dan tulang rusuk. Sumsum merupakan 4% sampai 5% berat badan total, sehingga merupakan yang palingbesar dalam tubuh.Sumsum tulang merupakan sumber yang kaya akan sel induk hematopoietic (sel yang memproduksi darah). Sumsum merah merupakan tempat produksi sel darah merah aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah) utama.Sedang sumsum kuning, tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi elemen darah. Selama masa kanak-kanak, sebagian sum-sum bewarna merah. Sesuai dengan pertambahan usia, sebagian besar sumsum pada tulang panjang mengalami perubahan menjadi sumsum kuning, namun masih mempertahankan potensi untuk kembali berubah menjadi jaringan hematopoetik apabila diperlukan. Sumsum merah pada orang dewasa terbatas terutama pada rusuk, kolumna vertebralis dan tulang pipihnya.Transplantasi sumsum tulang adalah suatu proses menggantikan sumsum tulang yang sakit atau rusak dengan sumsum tulang yang memiliki fungsi normal.Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana sumsum tulang yang rusak digantikan dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.Transplantasi sumsum tulangdilakukan untuk memberikan persediaan jaringan hematopoesti yang masih dapat berfungsi. Agar transplantasi dapat berhasil, diperlukan kemampuan menyesuaikan sel donor dan resipien serta mencegah komplikasi selama masa penyembuhan. Dengan penggunaan imunosupresan cyclosporine, insidens penolakan tandur kurang dari 10%.(Brunner &suddarth, 2001)

B. Jenis Transplantasi SumsumJika ditinjau dari sudut penyumbang atau donor alat dan atau jaringan tubuh, maka transplantasi dapat dibedakan menjadi :a. Transplantasi dengan donor hidup Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan atau organ tubuh seseorang ke orang lain atau ke bagian lain dari tubuhnya sendiri tanpa mengancam kesehatan. Donor hidup ini dilakukan pada jaringan atau organ yang bersifat regeneratif, misalnya kulit, darah dan sumsum tulang, serta organ-organ yang berpasangan misalnya ginjal. Sebelum memutuskan menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi baik resiko di bidang medis, pembedahan maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ yang telah dipindahkan. Jika dilakukan pada orang yang sama dimana donor dan resipien adalah orang yang sama, maka tindakan ini tidak mempunyai implikasi hukum. Namun akan berbeda jika donor dan resipien adalah orang yang berbeda, karena tindakan ini melibatkan orang lain yang juga memiliki hak, maka dengan sendirinya akan memiliki implikasi hukum dan diperlukan undang-undang yang mengatur.b. Transplantasi dengan donor mati atau jenazahTransplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah pemindahan organ atau jaringan dari tubuh jenazah ke tubuh orang lain yang masih hidup. Jenis organ yang biasanya didonorkan adalah organ yang tidak memiliki kemampuan untuk regenerasi misalnya jantung, kornea, ginjal dan pankreas. Seperti halnya dengan transplantasi dengan donor hidup yang melibatkan dua orang yang berbeda, tindakan ini juga berimplikasi hukum. Biasanya organ terbaik donor jenazah berasal dari jenazah orang yang masih berusia muda dan tidak mengidap penyakit, maka donor jenazah terbaik biasanya merupakan korban dari kecelakaan, bunuh diri, maupun pembunuhan. Yang pada beberapa negara secara hukum berada pada kekuasaan dokter forensik untuk penyidikan. Di negara tersebut mulai dikembangkan pengambilan organ atau jaringan tubuh dari donor jenazah di ruang autopsi dilakukan oleh dokter forensik dengan prosedur aseptik sehingga lebih praktis dan menghemat biaya. Untuk pengambilan organ atau jaringan tubuh ini dokter forensik bisa dibantu atau diawasi oleh dokter dari bidang lain sesuai dengan organ yang akan diambil. Sebelum pengambilan organ dilakukan informed consent pada jenazah-jenazah tersebut, jika jenazah diketahui identitasnya maka informed consent didapatkan dari keluarga atau ahli warisnya. Namun jika tidak diketahui identitasnya, maka jenazah tersebut dianggap milik negara sehingga dokter forensik dapat mengambil organ atau jaringan tubuh untuk kemudian diserahkan pada bank organ dan jaringan tubuh.Terdapat dua jenis transplantasi sumsum tulang yang utama: autolog dan alogenik. Jenis transplantasi tergantung pada hubungan antara resipien dan donor. Transplantasi autolog adalahtransplantasi dengan mengumpulkan (menanam) sumsum tulang pasien sendiri, ditempatkan dalam tempat penyimpanan dingin (cryopreserved) dan diinfuskan kembali kepada pasien setelah pemberian regimen pengobatan tertentu. Transplantasi alogenik adalah suatu transplantasi sumsum tulang milik orang lain kepada seorang pasien. Terdapat beberapa jenis transplantasi alogenik, setiap jenisnya diberi nama sesuai dengan donor. Jenis-jenis tersebut adalah singenik (terjadi jika donor dan resipien adalah saudara kembar identik), berhubungan (donor memilikin hubungan keluarga dengan resipien, bisanya saudara kandung), tidak berhubungan (donor tidak memiliki hubungan dengan resipien). Transplantasi autolog terutama digunakan dalam terapi penyakit, sumsum tulang pasien yang mengandung sel bakal adekuat dapat mengalami pematangan menjadi eritrosit, leukosit dan trombosit yang matang. Standar utama transplantasi alogenik adalah mendapatkan donor yang cocok. Pemeriksaan tipe jaringan pasien dan calon donor adalah tahap pertama dalam identifikasi apakah pasien mendapat donor yang tepat. Untuk menentukan tipe jaringan seseorang,sejumlah kecil darah perifer diambil dan antigen permukaan leukosit dianalisis. Antigen ini membentuk sistem HLA (human leukocyte antigen), yang memegang peranan dalam surveilens imun dengan menidentifikasi secara konstan zat-zat yng berasal dari diri sendiri maupun bukan. Suatu kecocokan yang paling baik adalah jika antigen pasien dan donor saling cocok. Kesempatan yang baik untuk mencari donor yang cocok terjadi pada saudara sekandung. Kemungkinan mencocokan seseorang dengan populasi umum hampir mencapai satu banding 20.000. jika calon donor telah diidentifikasi dengan tipe HLA, dilakukan MLC (mixed lymphocyte culture). MLC dilakukan untuk mendapat kepastian lebih jauh antara pasien dan donor.Pilihan terakhir dalam penyediaan donor adalah pencarian donor yang tidak memiliki hubungan sama sekali. National Bone Marrow Donor Registry Program (NBMDR) didirikan pada tahun 1987 untuk tujuan tersebut. Pusat register ini memiliki lebih dari 600.000 donor sumsum tulang yang tersedia, yang semuanya telah menjalani penetuan tipe jaringan dan memiliki keinginan untuk mendonorkan sumsum tulangnya.

C. Dasar HukumTransplantasi organ sangat erat kaitannya dengan bidang hukum karena di dalamnya juga terdapat hak dan kewajiban orang yang berpotensi menimbulkan permasalahan. Transplantasi dengan donor hidup menimbulkan dilema etik, dimana transplantasi pada satu sisi dapat membahayakan donor namun di satu sisi dapat menyelamatkan hidup pasien (resipien). Di beberapa negara yang telah memiliki Undang-Undang Transplantasi, terdapat pembalasan dalam pelaksanaan transplantasi, misalnya adanya larangan untuk transplantasi embrio, testis, dan ovarium baik untuk tujuan pengobatan maupun tujuan eksperimental. Namun ada pula negara yang mengizinkan dilakukannya transplantasi organ-organ tersebut di atas untuk kepentingan penelitian saja.Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Dasar hukum dilaksanakannya transplantasi organ sebagai suatu terapi adalah Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 32 ayat (1), (2), (3) tentang hak pasien untuk memperoleh kesembuhan dengan pengobatan dan perawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.Pasal 32 ayat (1) berbunyi: Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan akibat penyakit, mengembalikan fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan cacat.Pasal 32 ayat (2) berbunyi: Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan.Pasal 32 ayat (3) berbunyi: Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia,walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan.tetapi mendapat pengecualian hukuman,maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana,dan dapat dibenarkan. Dalam PP No.18 tahun 1981 tentana bedah mayat klinis, beda mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia tercantum pasal tentang transplantasi sebagai berikut: Pasal 1.c. Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringa tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan tertentu.d. Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh ynag tidak berfungsi dengan baik.e. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.f. Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,pernafasan,dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.Ayat g mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas,maka IDI dalam seminar nasionalnya mencetuskan fatwa tentang masalah mati yaitu bahwa seseorang dikatakan mati bila fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible, atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.Pasal 10. Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.Pasal 111. Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk oleh mentri kesehatan.2. Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.Pasal 12. Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.Pasal 13. Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan 2 (dua) orang saksi.Pasal 14. Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia,dilakukan dengan persetujuan tertulis dengan keluarga terdekat.Pasal 151. Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh donor hidup,calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai operasi,akibat-akibatya,dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.2. Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar ,bahwa calon donor yang bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.Pasal 16. Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.Pasal 17. Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.Pasal 18. Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan semua bentuk ke dan dari luar negeri.Selanjutnya dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan dicantumkan beberapa pasal tentang transplantasi sebagai berikut:Pasal 33.1.Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan jaringan tubuh,transfuse darah ,imflan obat dan alat kesehatan,serta bedah plastic dan rekontruksi.2.Transplantasi organ dan jaringan serta transfuse darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan kemanusiaan yang dilarang untuk tujjuan komersial.Pasal 341. Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan disaran kesehatan tertentu.2. Pengambilan organ dan jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya3. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

D. Sanksi yang Berkaitan dengan TransplantasiAdanya ketimpangan yang cukup besar antara ketersediaan dengan kebutuhan organ memungkinkan timbulnya berbagai pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku. Masalah komersialisasi organ, kurangnya informed consent, serta pelaksana yang tidak berkompeten dan membahayakan kesehatan donor. Komersialisasi organ tubuh manusia merupakan tindak pidana dan tindakan tersebut merupakan delik biasa sehingga tanpa adanya laporan dari masyarakat, aparat kepolisian tetap mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan. Hal ini merupakan suatu bentuk perlindungan hukum dari negara terhadap rakyatnya. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, tidak merumuskan mengenai definisi jual beli organ dan atau jaringan tubuh manusia. Namun pada Undang-Undang tersebut tercantum pasal tentang larangan jual beli organ dan atau jaringan tubuh manusia, yaitu Pasal 33 Ayat (2) yang berbunyi: Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial. Proses awal untuk melengkapi Undang-Undang Kesehatan, khususnya Pasal 33 Ayat (2), perlu dirinci dalam Peraturan Pemerintah yang merumuskan secara tegas apa yang dimaksud pengalihan organ tubuh manusia, kemanusiaan, komersial dan unsur kesengajaan. Jika batasan dari keempat unsur tersebut sudah jelas, maka upaya penegakan hukum bisa lebih luwes dilakukan sehingga apa yang tercantum pada Pasal 80 Ayat (3) bisa diterapkan. Pasal 80 Ayat (3) berbunyi: Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersil dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau transfusi darah sebagaimana dimaksud Pasal 33 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300.000,00(tiga ratus ribu rupiah). Jika ditinjau dari sudut orabg yang akan melakukan transplantasi, maka berdasarkan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, tercantum hukuman bila melakukan transplantasi tanpa keahlian ataupun dengan unsure kesengajaan seperti yang diatur dalam Pasal 81 Ayat (1), yang berbunyi: Barang siapa yang tanpa keahlian dengan sengaja: a. melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah). Sedangkan pada Pasal 81 Ayat (2) berbunyi: Barang siapa dengan sengaja: a. mengambil organ dari donor tanpa memperhatikan kesehatan donor dan atau tanpa persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Ayat (2): dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah). Jika sampai terjadi kematian karena tindakan seperti yang diatur dalam pasal-pasal tersebut diatas, maka UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengatur dalam Pasal 83 yang berbunyi: Ancaman pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 80, 81 dan 82 ditambah seperempat apabila menimbulkan luka berat atau sepertiga apabila menimbulkan kematian. Sedangkan pada Pasal 85 Ayat (1) dijelaskan bahwa pelanggaran seperti uang disebutkan diatas merupakan tindakan kejahatan. Pasal ini berbunyi: Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80,81 dan 82 adalah kejahatan.

BAB IIIKESIMPULAN

Transplantasi sumsum dan atau jaringan tubuh manusia lainnya sebagai salah satu kemajuan teknologi di bidang kedokteran perlu diatur dengan Undang-Undang sehingga tidak terjadi komersialisasi dalam transplantasi sumsum.Sebelum melakukan transplantasi, seseorang yang memutuskan menjadi donor harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi baik resiko di bidang medis, pembedahan maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ yang telah dipindahkan.Bagi donor jenazah sebelum pengambilan organ dilakukan informed consent pada jenazah tersebut, jika diketahui identitasnya maka informed consent didapatkan dari keluarga atau ahli warisnya. Jika tidak diketahui identitasnya, maka jenazah tersebut dianggap milik negara sehingga dokter forensik dapat mengambil organ atau jaringan tubuh untuk kemudian diserahkan pada bank organ dan jaringan tubuh.Penegakan hukum tentang transplantasi di Indonesia masih sulit di tegakkan karena UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia tidak memuat batasan yang jelas.Komersialisasi organ dan atau jaringan tubuh manusia mereupakan tindakan pidana yang bersifat delik biasa sehingga penyidik berwenang melakukan penyidikan meskipun tanpa laporan dari masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Baxter, C. R. Heck,E.L.Petty, C.S. 2001. Transplantation Programs and Medicolegal Investigation.Psychiatry and Forensic Medicine.Otto, Shirley e. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi, Jakarta: EGC.Plueckhahn,V,Cordner,S.1991. Ethics, Legal Medicine & Forensic Pathology.Human Tissue Transplantation and The Law, 2nd Edition. Melbourne University Press. Melbourne.Suprapti, S.R. 2001. Etika Kedokteran Indonesia.Transplantasi. Edisi 2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Truog, R, D. The Ethics of Organ Donation by Living Donors. Available at: http://www.NEJM.comUndang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.