daftar isi - lptp surakartalptp.or.id/wp-content/uploads/2019/12/book-lptp-4...bagian hilir mulai...
TRANSCRIPT
i
DAFTAR ISI
Daftar Isi i
Pengantar ii
1 Aksi Kolektif Dalam Pelestarian Sungai Pusur – Kabupaten Klaten 1
2 Penataan Dan Pengelolaan Kawasan Produktif Secara Terpadu Dan Berkelanjutan Di Area Das Serayu – Kabupaten Wonosobo
15
3 Pengelolaan Sampah Di Kampung Nelayan – Kabupaten Tuban 20
4 Membangun, Mengelola & Memberdayakan Sistem Informasi Desa (SID) – Kabupaten Bojonegoro
36
ii
4 PROGRAM LPTP DI 4 KABUPATEN TAHUN 2019
PENGANTAR
Sejak berdiri pada November 1978 hingga sekarang, LPTP melaksanakan berbagai program dengan fokus utama pemberdayaan masyarakat. Dari era teknologi tepat guna yang populer pada tahun 80-an hingga sekarang memasuki era teknologi digital, konsep pemberdayaan dan keberpihakannya pada mereka yang rentan dan terpinggir tidak ditinggalkan. Meskipun demikian berbagai perubahan untuk menyesuaikan zaman yang berubah dan berkembang cepat tetap disikapi.
Pada November 2019 lalu, LPTP genap merayakan 41 tahun perjalanannya bekerja bersama masyarakat dan untuk masyarakat. Fasilitator LPTP yang tersebar di berbagai daerah memaparkan program kerja yang sedang dilaksanakan pada anggota komunitas LPTP yang hadir pada agenda ulang tahun itu. Tidak semua program yang sedang berjalan disampaikan, hanya 4 program yang sedang berjalan pada tahun 2019 di 4 kabupaten.
Berikut resume dari berbagai program di 4 kabupaten yang disampaikan oleh fasilitator masing-masing daerah itu.
1
LPTP STASIUN KLATEN
AKSI KOLEKTIF DALAM PELESTARIAN SUNGAI PUSUR
2
Niken Prihartari, fasilitator LPTP di Klaten
1. LATAR BELAKANG
Secara fisik sungai Pusur mengalir dalam wilayah sub-DAS Pusur yang secara administrasi, bagian hulu
berada di wilayah Kabupaten Boyolali dan wilayah tengah serta hilir masuk ke dalam wilayah administrasi
Kabupaten Klaten. Pengelolaan sungai Pusur dari wilayah hulu, tengah dan hilir sangat mempengaruhi
perikehidupan masyarakat seperti kegiatan pertanian, perikanan, industri, wisata dan lain sebagainya,
sehingga dalam pengelolaan sub-DAS Pusur tidak bisa dibatasi oleh wilayah administrasi.
Berdasarkan administrasinya sungai Pusur melintas di lima desa bagian hulu, 9 desa bagian tengah dan 8
desa bagian hilir. Keberadaan debit air disungai Pusur dipengaruhi oleh dua mata air yaitu mata air Cokro
dengan kapasitas 1.200 ltr/dt dan mata air Sigedang dengan kapasitas 140 ltr/dt. Air dari sumber itu
mengalir ke kanal Kapilaler dan sebagian masuk ke sungai Pusur. Penerima manfaat terbesar dari sungai
Pusur terdiri dari 12.000 petani yang bercocok tanam pada areal seluas kurang lebih 3000 Ha (data studi
CIRAD, 2009), sehingga sungai Pusur berkontribusi cukup tinggi terhadap ketahanan pangan di wilayah
Kabupaten Klaten. Kondisi terkini khususnya yang terjadi pada wilayah kecamatan Polanharjo bahwa
sungai Pusur juga sudah menjadi destinasi wisata baru yaitu wisata tubing yang dikunjungi wisatawan dari
berbagai wilayah Indonesia.
Dari semua potensi dan peluang yang muncul dengan keberadaan sungai Pusur ini juga berpotensi
terhadap tekanan dan kerusakan ekosistem sungai Pusur itu sendiri baik tekanan secara alami maupun
akibat dari aktifitas manusia yang mengabaikan kaidah pelestarian sungai, sehingga pengelolaan yang
terintegrasi dengan partisipasi serta kolaborasi dari para pihak sangat dibutuhkan untuk kelestarian dan
keberlanjutan ekosistem sungai Pusur bagi generasi kini dan mendatang.
Secara morfologis sungai Pusur masih tergolong sungai yang alami dengan aliran yang berkelok-kelok dan
bertebing curam terutama di bagian tengah sampai hulu. Di bagian ini pula dari kiri-kanan sepadan
sungainya masih didominasi oleh pepohonan dan perdu maupun areal persawahan atau ladang. Sub-DAS
Pusur terbagi ke dalam wilayah hulu, tengah dan hilir yang didalamnya mengalir sungai Pusur yang
melintasi dua kabupaten dan memanjang sepanjang kurang lebih 30 Km. Sungai ini berhulu di desa Sruni
3
Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali dan bermuara di desa Boto Kecamatan Wonosari sampai dengan
desa Serenan Kecamatan Juwiring, kemudian bermuara di sungai Bengawan Solo. Masing-masing wilayah
memiliki karakter yang berbeda baik secara fisik, vegetasi maupun sosialnya. Pada wilayah hulu berbatasan
dengan taman nasional Gunung Merapi (2.911 M) dan kegiatan pertanian didominasi dengan tanaman
sayuran dan tembakau. Tata guna lahan wilayah tengah terdiri dari pola agroforestry dengan kombinasi
ternak besar dengan kegiatan penggemukan dan pemerahan susu sapi. Tata guna lahan wilayah hilir terdiri
dari irigasi perimeter untuk pengairan persawahan yang luas.
Demografi pertumbuhan penduduk pada tiga sub wilayah hulu, tengah dan hilir DAS Pusur, pola pertanian,
perikanan, industri dan kegiatan rumah tangga akan berpengaruh pada kuantitas, kualitas dan
keberlanjutan sumberdaya air di sub-DAS Pusur itu sendiri dan perilaku yang terjadi di wilayah hulu, tengah
dan hilir itu memiliki keterkaitan satu wilayah dan lainnya sehingga pendekatan pengelolaan perlu
dilakukan secara holistik dan terintegrasi.
2. Tujuan
Ada 3 tujuan dalam Aksi Kolektif Para pihak dalam Pelestarian Sungai Pusur antara lain :
a. Tujuan Jangka Panjang
Meningkatkan tata kelola daerah imbuhan (recharge area) dan kawasan sub DAS Pusur untuk
menjamin kelestarian sumberdaya air dalam mendukung sumber-sumber penghidupan masyarakat
yang berkelanjutan (Periode 2018 sd 2030).
b. Tujuan Jangka Menengah
• Menurunkan run off sejumlah dan meningkatkan pemenuhan kebutuhan air bersih bagi
masyarakat kawasan sub das pusur
• Membangun kemitraan multipihak dalam pengelolaan kawasan sub das pusur
• Menumbuhkan inisiatif pengembangan usaha ekonomi dari aktivitas konservasi
c. Tujuan Jangka Pendek
• Perluasan tutupan lahan dengan tanaman tutupan lahan dan tanaman penguat tanah.
• Terbangun tindakan sipil teknis untuk meningkatan resapan air.
• Mengembangkan sekolah lapangan (SL) konservasi.
• Membangun jaringan sekolah lapangan.
• Membentuk forum multipihak yang berperan aktif mendukung konservasi kawasan sub das pusur.
• Melakukan advokasi dukungan kebijakan dari pemerintah desa.
• Melakukan advokasi kebijakan ke pemerintah kabupaten.
4
• Memfasilitasi pengembangan sumber-sumber pendapatan baru atau alternative dari kegiatan
konservasi di sector pertanian, perkebunan, peternakan, pariwisata, pendidikan, industri rumah
tangga.
• Edukasi wisata konservasi pengembangan industri souvenir.
3. Metodologi dan Pendekatan
• Participatory Action Research (PAR):
• Warga setempat sebagai peneliti dan pelaku utama langsung, sekaligus pengorganisir sesama
warga (community organizers).
• Pelaksana program dari LPTP sebagai fasilitator dan rekan peneliti (co-researcher) bagi para
warga setempat.
• Semua analisis dan keputusan bersama berdasarkan data dan pembuktian lapangan yang
teruji, baik menurut kearifan lokal maupun ilmu pengetahuan.
• Pendekatan agro-ecosystem & kawasan terpadu:
Mengembangkan rakitan teknologi stabilisasi lahan dan usaha tani konservasi dengan merekayasa
unsur-unsur bio-fisika yang sesuai dengan kondisi setempat (specific location), yang mampu
mengendalikan erosi dan sekaligus memberikan hasil yang tinggi.
4. Hasil
Pada tahap awal Kegiatan PUSUR INSTITUTE difokuskan pada wilayah tengah sub-DAS yang terfokus di
kecamatan Polanharjo. Pertimbangan ini didasarkan pada beragam kepentingan yang ada diwilayah
tersebut dan sangat terkait dengan sungai Pusur. Namun di wilayah hulu secara terpisah juga di
intervensi dengan kegiatan-kegiatan yang lebih diarahkan kepada kegiatan konservasi dan penjagaan
wilayah recharge area yang akan berpengaruh kepada kuantitas, kualitas serta keberlanjutan
sumberdaya air bagi wilayah tengah dan hilirnya. Pada waktunya seiring dengan kebutuhan ditingkat
tapak untuk menghubungkan inisiatif yang berada diwilayah hulu, tengah dan hilir akan dijahit menjadi
satu konsep pengelolaan sub-DAS Pusur yang terintegrasi.
Gambaran aktifitas yang sedang dilakukan oleh berbagai komunitas disekitar sub-DAS Pusur yang
berada dibawah payung PUSUR INSTITUTE adalah sebagai berikut :
a. Program kali bersih melalui pengelolaan sampah terpadu
5
Program kali bersih melalui pengelolaan sampah terpadu di
Kecamatan Polanharjo yang berbatasan dengan sungai Pusur.
Sampai saat ini telah terbentuk 16 bank sampah dengan total
nasabah 480 orang. Pengelolaan sampah dilakukan berbasis sampah
rumah tangga yang dipilah sebagai sampah layak jual, layak kreasi
dan layak buang sehingga pada akhirnya volume yang terbuang ke
TPA akan semakin kecil dan diharapkan potensi pembuangan sampah ke sungai Pusur dapat ditekan.
Disisi lain sampah-sampah yang layak kreasi dimanfaatkan menjadi produk-produkkreasi daur ulang
sampah baik yang memiliki nilai estetika maupun nilai guna seperti, tas wanita, tas laptop, tutup
gallon, sandal, fashion dan lainnya. Saat ini komunitas bank sampah mulai tumbuh dengan salah satu
indikator perkembangan omset bank sampah.
b. Program River Care melalui pengembangan wisata tubing
Komunitas ini pada awalnya di inisiasi oleh 10
generasi muda yang memiliki hobi
berpetualang disungai sambil menjaga
kebersihan sungai dan didukung oleh para
pihak lain seperti pemerintah desa, kecamatan
dan swasta. Saat ini sudah ada 4 wisata tubing
di Pusur Institute yaitu RTPA, Watukapu, River
Moon dan Banyu Gemlinding. Rata-rata setiap
minggu selalu menerima kunjungan rombongan tamu dengan pendapatan setiap bulannya mencapai
5 juta. Dampak ekonomi yang bermula dari kepeduliaan bersih sungai ini juga dirasakan oleh ibu-ibu
yang tinggal di sekitar wisata tubing ini karena mendapatkan tambahan penghasilan untuk mengelola
paket konsumsi para tamu.
c. Sekolah Lapang Petani
Dilakukan oleh Gapoktan se-Kecamatan Polanharjo untuk
mengelola potensi yang bersumber dari kegiatan
pertanian yang mana sebagai penerima manfaat terbesar
pada wilayah tengah sub-DAS Pusur sehingga melalui
sekolah lapang petani dan didirikannya laboraturium
lapang di desa Polan dan klinik pertanian di desa
Karanglo. Dua laboraturium pertanian yang menjadi
6
tempat petani belajar dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta kesadaran petani dalam
mengelola lahan budidaya pertanian (padi) dengan ramah lingkungan.
d. Membangun Jaringan Sekolah Lapang
Forum Sub DAS Pusur di Deklarasikan pada tanggal 8 Desember 2018 oleh Bupati Klaten.
Berkembang sampai menjadi salah satu Komunitas Peduli Sungai (KPS) yang cukup dikenal oleh
pegiat lingkungan. Dengan membangun jaringan sekolah lapang komunitas Hulu sampai Hilir. Pada
bagian hilir mulai muncul komunitas peduli sungai Pusur di Desa Pundungan Kecamatan Juwiring.
Transeck di awali kawasan hulu sampai dengan hilir dengan melibatkan OPD Klaten, Boyolali, UNS,
UGM, Media, Relawan, Pegiat sungai dan lingkungan dan Mitra CSR PT. TIV Klaten.
e. Konservasi Kawasan Hulu
Konservasi kawasan hulu dilakukan karena adanya problematika seperti degradasi hutan dan lahan,
tanah Porous sebagai daerah tangkapan air, tidak ada mata air, ancaman bencana longsor, ekploitasi
tambang GALIAN C. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Konservasi vegetatif
o Kegiatan vegetatif dilakukan dengan penanaman
tanaman keras / tahun dari tahun 2017-2018 dengan
jumlah tanaman 65.982 pohon. Kegiatan ini kolaborasi
dengan Kodim Boyolali, BPDAS Serayu Opak Progo,
BPDAS Bengawan Solo, Dinas Pertanian Boyolali ,
pelaksanaan penanaman di hadiri oleh Wakil Bupati
Boyolali, Sekda Boyolali, Dandim Boyolali, Kepala DLH Boyolali, Muspika Musuk, tim TAGANA
Boyolali, SAR Boyolali, PT. TIV Klaten, LPTP, Media, Pemerintah Desa, Tokoh masyarakat dan
warga masyarakat Mriyan khususnya Montong, Gumuk, Gobumi. Terpasang label pada
tanaman dan sign board, tanman terinput database pohon dalam system database on line
pada tanaman buah Alpukat, kepel, kesemek, dan mangga. Dalam sign board tercantum jenis
tanaman, waktu penanaman, lokasi & titik koordinat blok penanaman
o Tertanam tanaman kopi sebanyak 4.500 batang di desa Mriyan.
o Tertanam anggrek sebanyak 216 anggrek hibrid dan 45 anggrek spesies :
• Budi daya anggrek secara kolektif berada di masing – masing rumah tangga
• Adopsi anggrek lokal ke kawasan TNGM dengan sistem adopter
• Berada di Dukuh Gumuk Desa Mriyan Kecamatan Tamansari Kab. Boyolali
• Anggrek hybrid yang berhasil dibudi dayakan jenis anggrek bulan dan dendro
• Anggrek yang mulai dalam proses ujicoba adopsi adalah vanda tree colour
7
• Melibatkan kelompok Karya Muda, Kelompok Wanita Tani Sekar Dewani, KABID
Pemberdayaan masyarakat BNPB, dan LPTP
• Tertanan bunga krisan sebanyak 69.200 bibit di 5 green house selama tiga tahun terakhir
2. Pengembangan Sekolah Lapang
Ada beberapa kegiatan dalam sekolah lapang antara lain :
• Pelatihan konservasi air yang melibatkan desa – desa bantaran Sub Das Pusur.
Pelatihan dilakukan bersama seluruh perwakilan masyarakat bantaran sungai dari bagian hulu
Sub DAS Pusur. Dilaksanakan untuk menyusun strategi konservasi yang sesuai dengan kondisi
Sub DAS Pusur. Diikuti oleh 3 desa dari Desa Mriyan, Desa Pagerjurang, dan Desa Mundu. Hasil
dari pertemuan adalah teridentifikasi kondisi terkini masing – masing desa, munculnya teknik
konservasi yang sesuai dengan kondisi masing – masing, muncul jaringan bersama untuk
berkolaborasi dalam pelestarian Sungai Pusur.
• Sekolah Lapang Kopi
Terlaksana Fasilitasi pertemuan Sekolah
Lapang Kopi, kegiatan diikuti oleh 10
peserta di Dusun Gumuk, Desa Mriyan,
pertemuan dilakukan anjangsana di rumah
anggota. Hasil: terbentuk satu kelompok
SL kopi dengan anggota 10 orang, ada
kesepakatan pertemuan rutin setiap bulan
sekali, menyusun jadwal pertemuan,
menyusun kurikulum. Internal kelompok terkendala konflik social tentang pengelolaan lahan
kas desa (antara penyewa kas desa yang telah habis masa sewa dengan pemerintah desa).
• Sekolah Lapang Anggrek
Sekolah Lapang Anggrek dilakukan sejak tahun 2017, berlokasi di Dukuh Gumuk Desa Mriyan
Kec. Tamansari Kab.Boyolali. Diikuti oleh 11 petani yang tergabung dalam kelompok tani Karya
Muda.. Hasil : Pada fase I mulai dengan mengenal tanaman anggrek, pada fase II mulai dengan
ujicoba pengembangan budidaya anggrek, terlaksana 8 kali SL anggrek selama satu tahun di
Dukuh Gumuk, terlaksana update database anggrek dan pemilahan tanaman anggrek jenis
species dan hybrid di 3 Green House. terlaksana pelatihan pembuatan nutrisi organik bersama
expert untuk pertumbuhan dan pembungaan pada tanaman anggrek di lakukan pada 17
September 2019 di hikuti oleh 12 anggota kelompok Karya Muda, terlaksana ujicoba aplikasi
8
perbandingan pertumbuhan tanaman anggrek dengan nutrisi organik dan kimia (quick grown)
untuk jenis hybrid (Dendro) umur baby dan siap bunga. Terbangun satu unit green house (GH)
baru dengan ukuran 5 x 3 m² di lahan anggota, untuk tanaman anggrek bibit baru, total ada 4
GH anggrek.
• Sekolah Lapang krisan
Bunga krisan dikembangkan sejak tahun 2016, berlokasi di Kadus III dusun Montong, desa
Mriyan. Berkembang bersama Kelompok Wanita Tani Sekar Dewani sebanyak 15 perempuan.
Dimulai dari 1 green house sebagai demplot pusat belajar kelompok dan berkembang pada
2017 sebanyak 9 green house. Tahun 2019 ada perluasan sekolah lapang krisan baru di Kadus I
dusun Kayulawang, desa Mriyan. Hasil : terlaksana 8 kali SL krisan selama satu tahun baik di
kelompok krisan lanjutan maupun di kelompok krisan baru, tersusun draft kurikulum dan
jadwal kegiatan SL selama satu tahun, pengamatan rutin dan kendala di dalam kelompok.
• Kampung Wisata Energi
Kegiatan yang sudah dilakukan di Kampung Wisata Energi Mundu antara lain :
Pengembangan/Replikasi Arisan Biogas kepada keluarga penerima manfaat baru
Workshop Persiapan Pembentukan Asosiasi Pemilik Biogas
Dalam menyiapkan kebutuhan (perlengkapan dan peralatan pengembangan biogas)
bersama dimana semua pengguna biogas masuk dalam satu organisasi. Salah satu inisiatif
yang difasilitasi oleh LPTP Surakarta mulai mendorong pengguna biogas baik yang berada
di lokasi Desa Mundu dan Desa di sekitarnya. Tujuan dari pembentukan paguyuban biogas
ini adalah untuk mempersiapkan warga yang berminat dan terlibat aktif kedepan. Aturan
main dan peraturan dalam asosiasi pengguna biogas ini. Agar pengguna biogas tidak serta
merta dalam merawat biogas. Ada pemenuhan secara teknis dan instalasi energy skala
rumah tangga.
Pelatihan Pemanfaatan Slurry untuk Tanaman Sayur
Kegiatan terlaksana dua kali. Pertemuan di gubug Dungus dengan dihadiri 27 orang pemilik
biogas, 1 orang nara sumber, 2 orang dari POLSEK Kec. Tulung, 4 orang fasilitator LPTP, 1
orang perangkat desa, 1 orang dari PT. TIV Klaten.
Stimulan Untuk Arisan Biogas
Dalam rangka menunjang penyebarluasan teknologi biogas tampaknya memang harus
kembali menggerakan budaya lokal yang bernada gotong – royong. Kembali menghidupkan
9
arisan sebagai budaya lokal yang tidak pernah hilang dari sisi kehidupan masyarakat.
Sedikit demi sedikit memang harus didorong untuk menambah pemilik seklaigus pengguna
biogas. Tujuan dari memunculkan stimulan dari arisan biogas ini adalah untuk memastikan
tambahan dari pengguna biogas. Dengan sistem arisan dan suplay subsidi silang yang
sering diterapkan oleh LPTP Surakarta. Sejak dimulainya program mulai Juni 2016 sampai
Maret 2017 sudah ada 7 unit biogas yang menyebar sebagai stimulant arisan biogas.
Sebaran tersebut ada di Desa Mundu 4 unit dan Desa Kembangsari Kecamatan Musuk,
Boyolali. 3 unit. Sebagian dari dana subdsidi silang yang sengaja diterapkan sebagai dana
awal pengembangan paguyuban biogas yang sejatinya akan dikonsepkan sebagai koperasi
yang berhubungan dengan teknis biogas maupun perlengkapan biogas.
Pertemuan Arisan Biogas Satu Bulan Sekali
Dalam rangka menunjang menyebarluaskan teknologi biogas tampaknya memang
haruskembali menggerakan budaya lokal yang bernada gotong – royong. Kembali
menghidupkan arisan sebagai budaya lokal yang tidak pernah hilang dari sisi kehidupan
masyarakat. Sedikit demi sedikit memang harus didorong untuk menambah pemilik
sekaligus pengguna biogas. Pertemuan ini bermaksud untuk memperkenalkan kembali
teknologi biogas ini kepada masyarakat lainya. Hal ini, dikarenakan biogas yang
berkembang masih berada di satu wilayah saja. Melalui kelompok arisan inilah nantinya
akan menjadi motor penggerak bagi masyarakat lainnya.
Pengelolaan dan Diversifikasi Olahan Susu, Pupuk Organik dan Biogas
Pelatihan olahan susu terletak di Dukuh Dungus Desa Mundu Kecamatan Musuk
Kabupaten Klaten. Bersama dengan kelompok wanita tani Margo Mulyo sebanyak 15
peserta aktif dalam mengikuti pelatihan olahan susu ini. Selain itu, Universitas Sebelas
Maret juga menjadi expert dalam memberikan alternatif lain produk yang lebih kreatif.
Beberapa produk yang sudah dipraktekan adalah sabun susu, kerupuk susu, dan juga
permen susu yang sebelumnya sudah pernah dilakukan. .
Terbangun Satu Tempat Pengolahan Susu dan Outlet di Satu Desa
Lokasi pengolahan susu dilaksanakan secara kolektif. Munculnya ide untuk membentuk
satu industri yang berbasis rumah tangga tampaknya ditangkap secara baik oleh kelompok
masyarakat. Terdapat ide untuk mengumpulkan segala kreativitas dan ide – ide untuk
membuat satu tempat sebagai tujuan produk olahan susu sapi perah. Fungsi dari outlet ini
adalah sebagai media koleksi dan transaksi pengunjung kampung energi. Orang tidak akan
mencari dimana tempat produk yang dijadikan oleh – oleh ketika ada pengunjung dari luar.
10
Outlet terbangun dan didesain semirip mungkin dengan industri rumah tangga yang
bertema olahan susu. Pastinya disesuaikan dengan potensi lokal yang ada. Dimulai dari 27
oktober 2018 dan sampai saat ini mengalami perbaikan terus menerus. Terletak di rumah
Ibu Sudarti yang merupakan anggota kelompok wanita tani Margo Mulyo. Dibangun
dengan menggunakan subsidi silang dan gotong royong antara kelompok margo mulyo dan
dana CSR PT. TIV Klaten. outlet produk olahan susu berisi segala macam produk dari olahan
susu lokal di Desa Mundu. Produk yang didisplay adalah kerupuk susu, permen susu, dan
sabun susu. Diharap outlet ini terbangun maka akan ada promosi yang lebih cepat
Terbangun Satu Desa Edu Wisata Energi
Pada tahun 2017, Desa Mundu cukup berubah drastis dengan menjadi bagian program
pioner untuk pergerakan kampung energi. Masuknya mundu sebagai salah satu nominator
desa mandiri energi. Menjadi salah satu kebangaan kabupaten yang mampu diharap
mampu menjawab permasalahan yang ada di kawasan Kabupaten Klaten. sejumlah
kumpulan biogas menjadi salah satu media edukasi kepada para wisatawan yang sudah
terkumpul dan menjadi titik tumbuh pendidikan di kawasan Sub DAS Pusur.
Semenjak munculnya kegiatan arisan biogas, interval jumlah biogas pada tahun 2014
sampai dengan tahun 2018 total 40 unit biogas. Dari stimulan yang berjumlah 1 orang
akhirnya muncul gaya lokal yakni tradisi arisan mulai dimanfaatkan sebagai salah satu titik
gotong royong masyarakat. Pada saat ini inisiasi dijadikan satu destinasi wisata yang tetap
mengundang semua orang untuk kembali mengunjungi Desa Mundu terutama di Dukuh
Dungus.
Destinasi memang muncul secara bertahap di Desa Mundu ini. Dimulai dari kegiatan
gotong royong kekuatan kelompok yang solid munculnya kampung yang unik dengan
kemandirian energi yang nyata. Berikut adalah destinasi yang bisa dinikmati sebagai media
pendidikan mengenal energi di Desa Mundu Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten:
Kandang Komunal
Kandangan komunal merupakan bentuk pendidikan dan suasana pendidikan yang
didesain kampung dan suasana lokal desa. Tempat dimana sapi perah bisa dikenalkan
kepada pengunjung. Bisa belajar untuk mulai mengenal memerah sapi, memberikan
makanan sapi yang sehat sesuai nutrisinya, dan pendidikan untuk membuat pakan
alternatif yang sesuai kebutuhan sapi perah.
11
Pendidikan Olahan Susu
Pengunjung bisa menikmati pendidikan untuk mengolah dan membuat olahan susu
perah langsung. Bahan dan media langsung tersedia dari lokasi kampung energi. Mulai
dari kualitas dan tatacara mengolahnya. Difasilitasi oleh ibu - ibu yang tergabung
dalam kelompok wanita ternak margo mulyo. Tentunya, kelompok wanita yang sudah
terlatih dan mampu mendampingi pengunjung dengan berbagai kalangan levelnya.
Aplikasi Slurry Biogas
Pendidikan pembuatan aplikasi slurry padat maupun cair menjadi salah satu edukasi
pengunjung yang menarik. Dengan menggunakan beberapa sentuhan pada media
pekarangan yang akan dimanfaatkan untuk teknologi slurry. Mulai dari kotoran yang
dianggap limbah sampai kotoran yang dianggap berkah. Pemanfaatan ini tentunya
menjadi salah satu destinasi yang menarik jika disebarluaskan ke khalayak publik.
Sasaranya adalah siswa dan kelompok tertentu untuk mengenal kotoran yang disulap
menjadi keberkahan.
Slurry biogas merupakan limbah ternak yang dikeluarkan oleh hasil fermentasi biogas
yang ada di dalam digester. Pengunjung bisa menikmati beberapa atraksi aplikasi slurry
yang praktekan langsung terhadap media tanam sayuran maupun media tanam jamur
merang. Tentunya, ini menjadi bahan edukasi yang menarik bagi semua publik
pendidikan terutama sasaranya adalah publik pendidikan usia dini dan kelompok yang
tertaik akan pendidikan ternak.
Pendidikan Pelatihan Instalasi Biogas
Beberapa tukang ahli sudah terlatih di
Dukuh Dungus sebanyak 2 orang
peternak masuk dalam kategori siap
menjadi ahli bagi kebutuhan pembuatan
biogas. Tukang ini pada dasarnya telah
memiliki skill dalam membangun rumah
atau tata letak membangun infastruktur
lainya. Namun, berkat kegigihan dan
beberapa daya serap ilmu yang cukup sabar tukang di Dukuh Dungus mampu
menjawab kebutuhan pihak luar terutama dalam pembuatan biogas. Pengalamanya
sudah teruji sejak beberapa program nasional LPTP di beberapa lokasi di 20 kabupaten.
12
Mulai dari tanah sumatera sampai tanah sulwesi mampu dijadikan pengalaman yang
berharga.
Pengembangan wisata kampung energy
Kegiatan yang dilakukan adalah sarasehan perencanaan & pengembangan desa wisata
energi, terlaksana selama 2 hari tanggal 21 s.d 22 Agustus di Gubug Pertemuan
Dungus Mundu Tulung Klaten. Nara sumber kegiatan sarasehan : Pak Rama Zakaria (PT
TIV Klaten), peserta sarasehan sejumlah 37 orang
• Program Sipil Teknis
Berikut ini adalah beberapa tindakan sipil teknis yang sudah dilaksanakan oleh LPTP dalam
pengembangan program konservasi di kawasan Sub DAS Pusur :
Terbangun 503 Buah Rorak
Rorak merupakan salah satu bentuk tindakan konservasi sipil teknis yang mulai dilakukan
di wilayah Sub DAS Pusur sejak tahun 2018. Rorak akan berfungsi untuk membantu air
meresap air secara cepat. Sudah ada beberapa rorak yang terbangun pada program kali ini.
Sejumlah 503 rorak yang sudah terbangun. Rorak yang dibuat merupakan kesepakatan
dengan kelompok tani di Desa Mundu. Sebaranya berada di Dukuh Dungus, Kebon Pakel
dan masing – masing individu berkontribusi dalam pembuatan rorak ini. Sebaranya berada
di pekarangan dan kandang komunal Desa Mundu. Sedangkan, sebaran lainya berada di
Desa Pagerjurang Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Perlahan rorak dibuat dengan
bekerja sama dengan kelompok tani dan pemerintah desa.
Terbangun 22 Sumur Resapan,
Telah terlaksana pembangunan sumur resapan sejumlah 22 titik di 4 wilayah Kecamatan
Musuk, Tulung, Delanggu dan Juwiring, sesuai kriteria di 6 Desa (Mundu, Sudimoro,
Sorogaten, Tlobong, Pundungan dan Bulurejo) dengan kapasitas resapan 0,5 liter per detik.
Pembangunan diikuti oleh warga, tokoh masyarakat, dan pemerintah desa setempat yang
merupakan bagian dari target sasaran kegiatan. Kegiatan pembangunan sumur resapan
telah 100% terlaksana.
Terpasang 1.035 Biopori
Telah terlaksana pemasangan biopori di 15 titik yang berada di wilayah Kadus II Desa
Sudimoro dengan kapasitas 0,1 liter. Target sasaran kegiatan adalah Kelompok tani,
pemerintah desa, LPTP, dan narasumber. Biopori dipasang di lahan pekarangan warga dan
13
dilakukan oleh warga masing-masing. Apabila diukur dengan prosentase, maka 100%
kegiatan sudah terlaksana, dan tepat target sasaran.
Memperkuat kelembagaan Pusur Institute sebagai wadah multipihak dalam melindungi
daerah resapan air dan sungai
Terlaksana pra konsolidasi Pusur Institute pada tanggal 8 Oktober 2019 di Aula Kantor
kecamatan Polanharjo, dihadiri oleh 25 anggota PI agenda persiapan untuk pembentukan
pengurus PI, penyusunan program PI, pembentukan regulasi forum PI dan rencana aksi
forum untuk perlindungan DRA
5. Refleksi / Pengetahuan Baru yang Didapatkan
Dalam aksi kolektif para pihak dalam pelestarian sungai pusur muncul inovasi baru dalam pengelolaan
Sub DAS dan peningkatan ekonomi masyarakat antara lain :
a. Terbangun satu desa edu wisata konservasi
• Menyelenggarakan workshop untuk penyusunan SET PLAN Desa wisata kampung anggrek
• Muncul desain paket dan visualisasi Kampung Wisata Konservasi di Gumuk
b. Terbangun Satu Desa Edu Wisata Energi
• Terlaksananya pertemuan koordinasi kelompok Margo Mulyo, Pemerintah Desa Mundu,
Kecamatan Tulung, LPTP dan Setda Bagian perekonomian Klaten, OPD terkait (BLH, Pertanian,
Pendidikan, PDAM, PLN, PU PR, Pariwisata) di ruang B1 Setda Klaten pada tanggal 4 Juni 2018
jam 09.00, dan pertemuan kelompok Margo Mulyo untuk persiapan mengikuti lomba DME,
• Hasil ; pengisian form-form lomba DME tingkat Provinsi, adanya kesepakatan untuk mengikuti
lomba tingkat provinsi
c. Terbangun jaringan wisata kawasan sub das pusur
• Mengidentifikasi potensi dan masalah melalui metode transeck
• Membangun jaringan melalui pembentukan wisata air di Desa Pundungan Kecamatan Juwiring
Kabupaten Klaten
• Melakukan ekpedisi sungai pusur mulai dari hulu sampai dengan hilir
• Hilir : wisata air
• Tengah : bank sampah, pusat belajar tani, RTPA
• Hulu : Kampung bunga dan kampung mandiri energi
• Terbangun rumah produksi slurry
d. Terbangunnya satu unit rumah produksi pupuk slury di Dukuh Dungus, Desa Mundu.
14
• Lokasi lahan di kandang komunal dengan luas 8 x 4 meter
• Proses pembangunan oleh 15 orang anggota kelompok Ternak Margo Mulyo secara bergotong
royong
• Pembangunan di mulai pada tanggal 6 - 27 Oktober 2019, design rumah slurry semi permanen
di design oleh kelompok Ternak Margo Mulyo.
e. Terlaksana lomba KPS (Komunitas Peduli Sungai)
Lomba dilakukan pada tanggal 22 Mei 2019 di Kantor PSDA Surakarta meraih juara 1 tingkat
Karesidenan dan lokasi lapangan Pusur pada tanggal 11 Juni 2019 Institute dan Provinsi pada
tanggal 3 Juli 2019 kunjungan lapang dan 8 Juli 2019 paparan di kantor PU SDA TARU Semarang.
***
15
LPTP STASIUN WONOSOBO
PENATAAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN PRODUKTIF SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN
DI AREA DAS SERAYU
16
Wawan, fasilitator LPTP Kabupaten Tuban
Pengantar
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu wilayah yang dialiri Sungai Serayu. Kabupaten ini jika di klasifikasikan dalam skema Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah hulu yang memegang peranan penting dalam menjaga keberadaan dan keberlangsungan sumber air.
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau1. Dari definisi di atas, dapat disederhanakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Kawasan DAS dapat dikatakan dalam kondisi baik jika ekosistem yang berada dalam kawasan tersebut masih seimbang.
Secara umum jumlah Daerah Aliran Sungai di Indonesia adalah 17.081 dengan pembagian pengelolaan sebanyak 36 Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS). Dari jumlah tersebut terdapat 108 DAS yang ditetapkan dalam kondisi kritis oleh Kemetrian Kehutanan pada tahun 2009 dan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Naisonal (RPJMN) tahun 2015-2019 pemerintah mencantumkan 15 Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas untuk dipulihkan. Dari 15 DAS prioritas Sungai Serayu merupakan salah satu DAS dengan kondisi kritis dan masuk dalam prioritas tersebut.
DAS Serayu merupakan kawasan yang menjadi perlintasan Sungai Serayu. Sungai Serayu melintas sepanjang 181 km dengan melewati 5 kabupaten dan bermuara di Samudra Hindia. 5 Kabupaten yang menjadi perlintasan sungai serayu yaitu: Kab. Wonosobo, Kab. Banjarnegara, Kab. Purbalingga, Kab. Banyumas, Kab. Cilacap.
Hulu Sungai Serayu berada di Kab. Wonosobo dan berasal dari mata air Bimalukar yang berada di lereng Gunung Prau.
1 https://www.bappenas.go.id/files/1213/5053/3289/17kajian-model-pengelolaan-daerah-aliran-sungai-das-terpadu__20081123002641__16.pdf
17
Sejak tahun 2012 Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) melakukan riset di wilayah hulu Sungai Serayu untuk melihat seberapa besar perubahan ekosistem yang terjadi. Dari sisi sistem tataguna lahan misalnya:
• 4.000 ha lahan dinyatakan kritis2. • Rata-rata kemiringan lahan 25 – 40%. • Kondisi seperti ini petani memanfaatkan lahan untuk budidaya sayur dengan pengolahan
tanah yang intesif dan input kimia yang tinggi terutama untuk tanaman kentang. • Tingkat erosi mencapai angka 10,7 mm/tahun atau rata-rata 161 ton/ha/tahun3.
Dari kondisi tersebut, Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Surakarta menyusun program sebagai usaha untuk melakukan perbaikan ekosistem dengan cara mengembalikan sumber-sumber penghidupan melalui 4 pendekatan:
1. Program pertanian berkelanjuan 2. Program konservasi tanah dan air 3. Program pengembangan industri rumah tangga 4. Program sanitasi lingkungan
Tujuan
Tujuan dari dilaksanakannya program ini adalah untuk meningkatkan tata kelola fungsi lingkungan yang menjamin kelestarian sumberdaya air untuk mendukung sumber-sumber penghidupan masyarakat yang berkelanjutan di 5 desa (Kelurahan Kejiwan Kecamatan Wonosobo, Desa Blederan, Desa Bumirejo, Kelurahan Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Desa Mlandi Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo).
1. Sektor Industri Rumah Tangga • Meningkatkan dan mengembangkan usaha produktif skala rumah tangga • Mengembangkan kelembagaan ekonomi mikro sebagai akses permodalan usaha • Mendorong kebijakan kepada pemerintah
2. Konservasi Lingkungan • Meningkatkan tata kelola fungsi lingkungan (tanah dan air) yang menjamin kelestarian
sumberdaya air 3. Pertanian Berkelanjutan
• Meningkatkan produktifitas lahan dengan pola pertanian SRI • Mengembangkan pertanian berbasis ruang
4. Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan • Mengembangkan pengelolaan sampah rumah tangga • Mengembangkan teknologi sanitasi
2 Tim Kerja Pemulihan Dieng (TKPD) tahun 20073 http://diengplateau.com/save-dieng-kerusakan-lingkungan-dan-bencana-alam-dieng/
18
Metode yang digunakan
1. Participatory Action Research (PAR) • Masyarakat/komunitas sebagai peneliti dan pelaku utama sekaligus sebagai
pengorganisir (community organizers) • LPTP sebagai fasilitator dan rekan peneliti (co-researcher) • Semua analisis dan keputusan bersama berdasarkan data dan pembuktian lapangan
yang teruji, baik menurut kearifan lokal maupun ilmu pengetahuan. 2. Pendekatan Sekolah Lapang Rakyat
• Mempengaruhi seseorang tidak bisa dengan hanya satu tindakan tertentu, namun menggunakan tindakan yang sistematis
• LPTP adalah fasilitator, bukan guru • Pengalaman hidup masyarakat merupakan materi pembelajaran dalam sekolah
Hasil
Kegiatan pendampingan yang dilakukan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan telah memberikan hasil bagi masyarakat. Hasil yang muncul dari kegiatan yang dilakukan adalah:
1. Sektor Industri Rumah Tangga Kegiatan di sektor industri rumah tangga merupakan hilir dari hasil kegiatan yang telah dilakukan yaitu dengan cara memasarkan hasil dari kegiatan yang telah dilakukan baik di sektor konservasi, pertanian dan sanitasi.
2. Sektor Konservasi Lingkungan Hasil dari kegiatan di sektor konservasi lingkungan adalah munculnya sekelompok orang yang memiliki kesadaran untuk melakukan pengelolaan lingkungan yang secara perlahan melakukan penanaman tanaman keras di lahan yang dipergunakan untuk budidaya sayur.
Penanaman tanaman keras merupakan salah satu upaya konservasi yang dilakukan untuk mengurangi sedimentasi tanah dan limpasan air hujan.
3. Sektor Pertanian Pertanian Berkelanjutan Hasil dari kegiatan sektor pertanian adalah adanya kesadaran dari petani untuk melakukan budidaya pertanian dengan cara yang ramah lingkungan, tidak banyak menggunakan bahan kimia untuk merangsang pertumbuhan tanaman.
Budidaya pertanian dengan cara yang menghindari penggunaan bahan kimia merupakan upaya untuk menghadirkan sumber pangan sehat bagi keluarga.
4. Sektor Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan Sektor sanitasi merupakan sektor penopang dalam mewujudkan lingkungan yang bersih dari sampah dan limbah rumah tangga. Kegiatan sanitasi telah mendorong kepada masyarakat untuk melakukan pengelolaan (pemilahan) sampah rumah tangga.
Dengan adanya pengelolaan sampah rumah tangga, secara praktis menjadikan lingkungan pemukiman menjadi bersih dari tumpukan dan serakan sampah.
19
Refleksi study/pengetahuan baru yang didapatkan
Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya memiliki tujuan untuk menjadikan masyarakat lebih berdaya dan merdeka, sehingga untuk menjadikan masyarakat lebih berdaya pendamping/faslitator harus menggali sebanyak-banyaknya potensi yang ada dan dimiliki oleh masyarakat atau komunitas.
Potensi tidak hanya berbicara soal kemampuan finansial dan sumber daya alam, lebih jauh dari itu, potensi juga harus berbicara soal pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat.
Pengetahuan merupakan modal dasar yang harus dimunculkan karena hal tersebut merupakan aspek fundamental dari kehidupan manusia. Manusia dapat melakukan kehidupan dan dapat bertahan hidup karena memiliki pengetahuan yang secara turun temurun diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Pengetahuan tidak selalu berbicara tentang sesuatu hal yang tercatat dan terbukukan. Pengetahuan juga dapat berupa suatu kearifan yang dipraktikkan untuk menunjang kehidupan misalnya: dalam tindakan sipil teknis konservasi ada yang disebut dengan rorak. Rorak merupakan lubang tanah dengan ukuran sekitar 50x50x300 cm yang sengaja dibikin sebagai jebakan air. Rorak dibikin sebagai upaya untuk memaksakan air supaya masuk ke dalam tanah.
Petani di dataran tinggi dieng mengenal rorak dengan sebutan sukon. Sukon merupakan hal yang sama dengan rorak. Jika rorak dibikin dengan ukuran tertentu, sukon dibikin dengan panjang sesuai dengan ukuran panjang lahan pertanian. Misalnya jika ukuran panjang lahan mencapai 50 meter, maka ukuran panjang sukon juga 50 meter. Menurut keyakinan petani sayur, jika disuatu lahan tidak dibikinkan sukon, mereka menganggap petani pemilik atau penggarap lahan tersebut merupakan petani yang bodoh. Bodoh dalam artian mereka hanya akan membuang-buang tanah lapisan paling atas ketika terjadi hujan atau dalam artian petani tersebut merelakan tanahnya terkikis.
Jika terjadi pengikisan tanah seperti ini akan menguntungkan petani yang memiliki lahan dibawahnya, karena dia mendapatkan kiriman humus tanah (tanah subur) dari lahan yang terdapat diatasnya.
***
20
LPTP STASIUN TUBAN
PENGELOLAAN SAMPAH DI KAMPUNG NELAYAN
21
Fahruz, fasilitator LPTP Kabupaten Tuban
A. Latar Belakang Sampah adalah sesuatu yang sudah tidak memiliki nilai atau sudah tidak berharga yang berada
disekitar lingkungan masyarakat. Di Indonesia kita dapat melihat sampah dimana-mana dan sekarang
menjadi masalh besar lingkungan Indonesia.
Sampah di Indonesia merupakan masalah yang sangat serius dan juga menjadi masalah social, ekonomi
dan budaya. Dan hampir di semua kota di Indonesia mengalami kendala dalam mengolah sampah. Hal
ini terjadi karena pengolahan TPA (tempat pembuangan akhir) di sebuah kota lahannya masih kurang
sehingga masyarakat banyak membuang sampah di sungai yang berujung dilaut bahkan di bagian
pesisir laut dijadikan sebagai tempat sampah.
Sehingga kebersihan dan ekosistem laut akan rusak, misalnya seperti ikan dan terumbu karang akibat
sampah plastik yang di buang oleh warga yang tinggal di sekitar pantai. Dan ada diberitakan bahwa
seekor paus di temukan di pinggir pantai dengan se isi perutnya terdapat berbagai macam sampah
plastik yang telah masuk dalam perutnya dan sulit untuk melakukan pencernaan makanan.
Indonesia termasuk ke dalam 10 besar Negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Hal ini
tidak menutup kemungkinan menimbulkan sejumlah persoalan lanjutan, diantaranya adalah produksi
sampah dan pembuangannya.
Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bahwa Indonesia memproduksi sampah
hingga 65 juta ton pada 2016 tahun lalu. Dan jumlah sekarang naik 1 juta ton dari sebelumnya.
Berdasarkan laporan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan sampah yang
dihasilkan berdominan sampah organic yang mencapai sekitar 60 persen dan sampah plastik yang
mencapai 15 persen dari total timbulan sampah, hal tersebut juga terjadi di daerah pesisir jawa.
Di pesisir jawa timur, desa karangagung kecamatan palang, kabupaten Tuban, masalah lingkungan yang
timbul di lingkungan pesisir adalah munculnya sampah di beberapa tempat seperti di sepanjang bibir
pantai, tambak, belakang, lorong, dan pojok pemukiman. Jika ditotal keselurahan, sampah yang
22
diproduksi oleh masyarakat di Desa Karangagung sebesar 3.2 ton per hari.4 Hal ini disebabkan oleh
kebiasaan masyarakat yang membuang sampah di sembarang temapat, masih ada sebagian
masyarakat yang mau membakar sampahnya walaupun menimbulkan masalah baru yang disebabkan
polusi udara. Pemerintah Desa Karangagung, Pemerintah Kabupaten, maupun lembaga non
pemerintah sudah sering melakukan sosialisasi terkait perilaku hidup bersih dan sehat untuk menjaga
kebersihan serta kesehatan lingkungan, namun tidak ada perubahan yang berarti sebab masih saja
masyarakat membuang sampah sembarang tempat.
Tabel 1.4 Perilaku Masyarakat Terhadap Sampah Desa Karangaagung
Sunber : Diolah dari hasil Sistem Infromasi Nelayan (SIN) Desa Karangagung Tahun 2018
Selain masalah sampah, masyarakat nelayan juga mengadapi masalah sanitasi bahwa 35% penduduk
Desa Karangaagung masih tidak memiliki WC. Adapun yang dilakukan mereka adalah melakukan BAB di
tempat terbuka seperti di sekitar tambak, dan ada juga yang memasukkan kedalam kantng plastic
kemudian dibuang di tempat sampah.
B. Tujuan
Tujuan dari kegiatan yang dilakukan adalah Memperbaiki sisitem pengelolaan sanitasi. Aktivitas yang dilakukan antara lain:
a. Membangun MCK komunal sebagai media untuk penyadaran masyarakat dalam mengelola sanitasi lingkungan yang sehat
b. Memperbaiki perilaku hidup bersih dan sehat c. Mengembangkan edukasi dan sarana pengelolaan sampah
4Diolah dari hasil Sistem Infromasi Nelayan (SIN) Desa Karangagung Tahun 2018
65%
35%
Perilaku Terhadap sampah
Buang dilaut/tambak
23
C. Metode
Metodologi dan pendekatan Ada 2 metode yang dipakai dalam program pengembangan kawasan pesisir Tuban yaitu: 1. Participatory learning and action
Inti dari participatory learning and action adalah bahwa setiap tindakan yang dilakukan merupakan hasil refleksi atas pengelaman dan kenyataan hidup masyarakat
2. Participatory technology development Metode ini intinya, melibatkan masyarakat didalam mengembangkan teknologi yang mendukung penghidupan mereka. Pendekatan yang digunakan yaitu melalui sekolah lapang nelayan. Bahwa untuk mempengaruhi seseorang tidak hanya satu tindakan tertentu, namu menggunakan tindakan yang sistemasis dan berkelanjutan. Dalam pendekatan ini LPTP adalah fasilitator bukan seorang guru. Sedangkan materi pembelajarannya adalah pengelaman hidup masyarakat.
D. Hasil 1. Implementasi dan evaluasi
Implementasi program 1. Memperbaiki system pengelolaan sanitasi
• Menbangun MCK komunal sebagai media untuk penyadaran masyarakat dalam mengelola sanitasi lingkungan yang sehat Penyediaan tempat Buang Air Besar (MCK) merupakan salah satu fokus program untuk mengatasi masalah penting utama di Desa Karangagung. Oleh karena itu, LPTP memberi perhatian sangat khusus pada proses pembangunan dan kwalitas kerjanya. LPTP menyadari, keberhasilan pembangun fisik gedung MCK ini tidak akan berarti apa-apa jika prilaku masyarakat tidak berubah, apalagi jika masyarakat tidak merasa memiliki infrastruktur ini. Oleh karena itu, sejak awal perencanaan, implementasi dan pengelolaan MCK ini seluruhnya melibatkan masyarakat dan aparat pemerintah, seperti yang diuraikan berikut ini.
1. Persiapan
Dalam tahap persiapan ini dibentuk tim untuk menentukan lokasi pembangunan MCK Plus yang dilakukan tim ahli LPTP dan dibantu perangkat desa. Tim survei ini selain menentukan lokasi pembangunan MCK Terpadu juga bertugas membuat desain bangunan sampai penyusunan rancang bangun (DED). Dengan beberapa pertimbangan dan analisa bersama, maka lokasi pembangunan MCK Terpadu diputuskan di tanah kas desa yang berada di perbatasan Dusun Tengah dan Dusun Barat sebelah selatan. Setelah penetapan lokasi pembangunan, langkah selanjutnya dilakukan workshop bersama dalam penyepakatan desain dan penyusunan DED. Untuk persiapan lapangan Koordinasi dengan perangkat desa (Kiri: Kades; Kanan Ketua RT 09)
24
dilakukan penunjukan panitia pembangunan dari desa (Tim TPK) dan rekrutmen tenaga tukang. Setelah didapatkan 2 tenaga tukang lokal, 5 pembantu tukang lokal dan 2 tukang ahli dari LPTP, dilakukan pelatihan bersama dan pembagian peran di lapangan.
2. Pelaksanaan
Tiga jenis bangunan dibangun untuk MCK Terpadu ini antara lain satu bangunan MCK yang terdiri dari 4 kamar WC dan 2 kamar mandi, satu instalasi biogas yang berukuran 8 m3 dan satu bangunan IPAL dengan ukuran 20 m3. Pada tahap awal semua tim tukang fokus pada pekerjaan MCK Komunal sampai pekerjaan mencapai 60% (bangunan berdiri, tanpa atap dan
keramik), sebagaian tukang mulai mengerjakan konstruksi biogas dan IPAL. Secara fisik pembangunan MCK Terpadu ini terdiri dari Bangunan MCK dengan 4 kamar WC, 2 kamar mandi. dengan desain dan kontstruksi yang ditentukan dalam DED (keramik lantai dasar, atap rangka baja ringan dengan genting Galfalum dll). Fasilitas PDAM dan jaringan listrik sebesar 450 watt prabayar sudah terpasang. Ada tambahan berupa pagar depan untuk keamanan dari ternak agar tidak masuk dan pagar di sekeliling MCK, kubah digester dan IPAL untuk antisipasi longsor tanah urug bangunan.
• Mengembangkan edukasi dan sarana pengelolaan sampah
a. Pengembangan sekolah lapang sampah (Sl Sampah) 1) Pembentukan tim
a) Membangun kesepakatan Peserta difasilitasi untuk memahami sekolah lapangan pengelolaan sampah dan dipersiapkan untuk menyusun kurikulum sekolah lapangan pengelolaan sampah. Hasil pertemuan adalah didapatkannya kerangka penyusunan kurikulum SL yang akan disusun dalam workshop penyusunan kurikulum.
b) Identifikasi dan pemetaan lokasi pembuangan sampah
Lokasi pembangunan sebelum dibangun MCK
Pengurugan tambak Pondasi bangunan MCK
25
Peserta bersama-sama mengamati keadaan lapangan, dimana saja lokasi tumpukan sampah, sumber tumpukan sampah dari mana dan menentukan titik untuk melakukan pengukuran.
c) Penyusunan kurikulum Peserta dibagi menjadi kelompok kecil sebanyak 2 atau 3 orang untuk berdiskusi mengenai materi belajar yang diinginkan untuk pengelolaan sampah, cara belajarnya, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan kegiatan tindak lanjutnya. Peserta juga menyepakati jadwal kegiatan dan menyusun pengurus SL. Kurikulum belajar disepakati adalah: i. Sampah ii. Bahaya dan dampak sampah iii. Pengelolaan sampah organik dan an organik iv. Kebijakan pengelolaan sampah
d) Menyusun agenda kegiatan Peserta bersama-sama menyepakati kegiatan apa saja yang akan dilakukan selama proses sekolah lapang, agenda kegiatan SL sampah adalah: i. Pertemuan rutin ii. Workshop iii. Praktik iv. Study banding v. Aksi
Konstruksi
Pondasi digester biogas
Bangunan digeter dan outlet biogasPembuatan IPAL
Penggalian digester biogas
MCK Komunal Plus
26
2) Proses Belajar
a) Pengenalan sampah i. Pengamatan lokasi sampah
Peserta bersama-sama jalan kaki mengelilingi lokasi yang sudah disepakati (dusun tengah), melihat kondisi pemukiman dan tambak yang ada, kemudian diminta memberikan komentar terhadap apa saja yang di alami selama mengelilingi lokasii tersebut.
ii. Pengenalan jenis-jenis sampah b) Pembuatan lahan pengamatan
Bersama-sama menentukan lokasi dimana orang biasanya membuang sampah, kemudian di ukur setiap minggu baik luasan, tinggi, dan volume
c) Pengamata sampah d) Bahaya sampah
i. Sharing bahaya sampah ii. Pemutaran video bahaya sampah
e) Dampak sampah Peserta melakukan wawancara terhadap masyarakat tentang dampak sampah rumah tangga yang tidak terkelola terhadap kesehatan manusia dan lingkungan
f) Pengamatan akhir g) Praktik
i. Pemilahan sampah Peserta di beri perngetahuan terlebih dahulu mengenai jenis-jenis sampah dan ciri-cirinya, kemudian peserta megidentifikasi sampah dan dipilah sesuai jenisnya, yaitu sampah organik, anorganik dan B3. Selain itu peserta membawa sampah dari rumah masing-masing kemuidian bersama-sama di pilah sesuai jenisnya
27
ii. Pembutan pupuk organik Peserta dilatih membuat komposter rumah tangga dari ember berukuran 15 L. Selanjutnya peserta diajak praktek membuat pupuk organik dengan menggunakan komposter dari drum 100 L. Pupuk organik dibuat dari sisa makanan, daun, kulit sayur dan buah, ampas tebu, dan sisa buah-buahan. Pupuk padat yang dihasilkan sekitar 20 kg sedangkan yang cair 8 L. Pupuk padat dan cair sudah dimanfaatkan ke lahan pekarangan untuk menambah hara tanah. Paska pelatihan, setiap minggu peserta melakukan pengadukan sampah organik dalam komposter dan sekaligus melakukan pengamatan perkembangan proses pengomposan. Setelah kurang lebih 3 bulan pupuk organik sudah siap digunakan.
iii. Daur ulang sampak anorganik
Peserta dilatih membuat daur ulang sampah berupa bros bentuk bunga dari kemasan kopi, bunga dari kresek, vas bunga dari koran, teknik menganyam kemasan plastik. Setelah dilatih peserta membuat bunga dari kresek, vas dari koran, vas dari bahan kain, tas yang dijahit dari plastic kemasan, dan seluruh peserta pelatihan membuat bros dari bungkus kopi.
28
iv. PHBS
Peserta dilatih cara berperilaku hidup bersih dan sehat dalam rumah tangga. Peserta juga diberikan informasi hasil survey kesehatan Desa Karangagung oleh bidan desa. Setelah dilatih, peserta mampu mengevaluasi pola hidup yang selama ini mereka terapkan di rumah dan mengetahui apa yang harus dirubah dalam perilaku bersih dan sehat di rumah tangga.
h) Study banding
peserta mendapatkan pengalaman baru tentang pengelolaan sampah terpadu yang dilakukan di BS Gemah Ripah dengan perjuangan untuk menyadarkan masyarakat dari kebiasaan membuang sampah sembarangan dan membakar sampah. Hal serupa terjadi di Desa Karangagung saat ini dan dengan keberhasilan BS Gemah Ripah untuk bertahan memberikan motivasi bagi peserta SL untuk mendirikan bank sampah juga di Desa Karangagung.
3) Aksi a) Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan agar ilmu dan pengetahuan baru yang diperoleh selama proses sekolah lapang tidak hanya peserta yang mengetahui, namun perlu di sebarkan juga kepada masyarakat. Sebelum sosialisasi dilakukan peserta menyiapkan media untuk sosialisasi, dengan topik antara lain jenis-jenis
Peserta SL sedang menyusun materi poster sosialisasi
29
sampah dan ajakan pemilahan sampah, bahaya dan dampak sampah yang tidak terkelola, cara membuat pupuk organik, bank sampah, dan cara mencuci tangan yang benar.
b. Sarana pengelolaan sampah 1. Pembentukan Bank Sampah
Untuk melanjutkan kegiatan sekolah lapangan pengelolaan sampah, dibentuklah wadah pengelolaan sampah yaitu Bank Sampah. Bank sampah sendiri merupakan unit usaha yang bergerak di bidang pengumpulan sampah dari rumah tangga dan menjualnya kembali ke pembeli sampah atau mendaur-ulang sampah menjadi barang kerajinan yang memiliki nilai ekonomi.
Proses pembentukan bank sampah: a. Pembentukan pengurus
Dalam agenda ini dibentuk kepengurusan bank sampah yang terdiri atas Badan Pengurus Harian (ketua, sekretaris, bendahara), Divisi Pemilahan, Penampungan, Pemasaran, Divisi Pengolahan Sampah Non Organik, dan Divisi Pengolahan Sampah Organik. Setelah pembentukan.
b. persiapan
Pada akhirnya, sebanyak 2 orang anggota bank sampah yang menyatakan siap menjalankan bank sampah dengan semua persiapannya. Perisiapan operasional bank sampah ini meliputi: pengumpulan informasi tentang tingkat harga di beberapa pengepul, membuat daftar harga penerimaan sampah di bank sampah, menyiapkan alat, bahan, administrasi, dan tata tertib nasabah, penyiapan gudang, sistem kerja, dan sosialisasi kepada masyarakat. Bank sampah Permata Bahari mulai berjalan di rumah Ibu Diana (RT 01
30
Dusun Barat). Kegiatan Bank Sampah Permata Bahari dilakukan setiap hari Minggu jam 09.00-12.00 WIB.
c. Publikasi Semua pengurus memasarkan bank sampah kepada masyrakat sehingga masyarakat mau bergabung dan menjadi nasabah bank sampah.
Registrasi Nasabah Nasabah membawa sampah untuk
ditabung
Penimbangan sampah Sampah disimpan digudang
Sampah dipilah Sampah ditimbang sebelum dijual
Sampah siap dijual Edukasi sampah kepada anak kecil
31
2. Pembangunan Pusat Pelyanan dan Pengelolaan Sampah Terpadu (P3ST) Pembangunan P3ST ini dilatar belakangi karena bertambahnya bank sampah, jumlah nasabah bank sampah semakin meningkat, sehingga volume sampah yang diterima juga meningkat, namun gudang penyimpanan sampah tidak bisa menampung sampah tersebut. Selian itu pengurus bank sampah jumlahnya terbatas sehingga proses pemilahan menjadi lama, dan juga harga jual sampah yang tidak menentu dari pengepul. Hingga akhirnya dibutuhkan wadah untuk memfasilitasi bank sampah – bank sampah agar tetap berjalan. a. Pembangunan P3ST
Pra Pembangunan Survei Teknis Pembangunan P3ST Tim LPTP telah berkoordinasi dengan pihak pemerintah desa dalam rencana pembangunan P3ST . Survey telah dilakukan bersama dengan Kepala Desa Karagngagung. Selanjutnya dilakukan survey teknis oleh tim LPTP terkait desain bangunan dan penghitungan bahan dan luasan pengurugan tambak. Dalam pembangunan, tim LPTP dibantu Pak Shokib Kaur Pembangunan Desa Karangagung untuk menyiapkan tim lokal pembangunan dan kebutuhan material. Adapun IMB telah dikoordinasikan dengan kepala desa dan akan diurus pihak desa bersamaan dengan IMB MCK Komunal dan IMB Gedun-gedung terbagun.Proses pembangunan dibantu oleh 2 tukang lokal dan 3 orang pembantu tukang.
32
Bangunan P3ST berdiri di lahan bengkok desa di RT 02 RW 01 Dusun Barat di sebelah barat depo sampah Dusun Tengah. Luas lahan adalah 10 x 9,5 m dan luas bangunan adalah 8 x 7 m. Bangunan terdiri atas ruang kantor dan ruang gudang. Dalam gudang akan digunakanuntuk ruang pengelolaan sampah organik menjadi kompos dan ruang pengelolaan sampah anorganik diantaranya proses penimbangan, pemilahan, dan penyimpanan sampah. Konstruksi bangunan menggunakan konstruksi besi untuk penyangganya dan atap menggunakan galvalum. Untuk memberikan sirkulasi udara yang bebas, gudang dibangun dengan konsep setengah bagian ditutup bata dan bagian atasnya diberi jaring kawat. Adapun ruangan kantor dipasang bata seluruh bagian. Untuk listrik dan air telah dipasang dengan mengikuti meteran milik MCK Komunal.
b. Pembentukan Pengurus P3ST 1) Rapat Koordinasi Pengelolaan P3ST dengan Pemerintahan Desa
Karangagung
Untuk mensosialiasikan kegiatan pembangunan P3ST dan kegiatan yang akan dilaksanakan di dalamnya, LPTP melakukan rapat koordinasi bersama pemerintahan Desa Karangagung yang dihadiri oleh
Kepala Desa, Sekdes, Kepada Dusun 3 wilayah, 2 orang BPD, 2 orang LPMD, 3 orang dari BUMDes, dan 2 orang SL Permata Bahari. Kegiatan dilaksanakan di Balai Desa Karangagung. Dalam kegiatan ini juga dilakukan diskusi pengelolaan P3ST yang mengerucut pada sumber pendanaan P3ST. P3ST memiliki sistem kerja layaknya bank sampah dimana sampah yang diterima merupakan sampah terpilah dari masyarakat. Oleh karenanya diperlukan adanya kerja sama antara pihak pengelola P3ST dan seluruh perangkat desa. Koordinasi ini menghasilkan bahwa kepengurusan P3ST dilakukan langsung oleh SL Permata Bahari selaku kader lingkungan yang telah dididik dalam sekolah lapangan pengelolaan sampah.
33
Kepengurusan P3ST berdiri sendiri dan tidak bermitra maupun menjadi unit BUMDes namun untuk pendanaan P3ST, pihak desa dan seluruh peserta menyetujui bahwa P3ST direkomendasikan untuk mendapat dana pemberdayaan dari desa. Dana pemberdayaan ini akan dibahas kembali oleh desa dalam Musrenbangdes untuk dilakukan perubahan dalam RAPBDes untuk pencairan di tahun 2019.
2) Workshop Pembentukan Pengurus P3ST
Workshop 1 Workshop pembentukan pengurus P3ST dilaksanakan dua kali yaitu pada tanggal 23 September dan 30 September 2018. Kegiatan pada tanggal 23 September 2018 di gedung kantor P3ST membahas hasil pertemuan dalam rapat koordinasi bersama pemerintahan desa dimana P3ST diharapkan dapat berjuang sendiri dulu untuk membuktikan kerjanya dalam melakukan riset dan edukasi untuk masyarakat. Selain itu dibuat rencana struktur kepengurusan, diskusi terkait badan hukum P3ST, serta langkah selanjutnya untuk P3ST. Rencana tindak lanjut dari pertemuan pertama adalah mempelajari bank sampah induk di Surabaya untuk kemudian menjadi referensi dalam struktur kepengurusan, mekanisme kerja, dan kegiatan yang dilakukan di BSI Surabaya. Selain itu perlu dipertimbangkan dalam pembuatan badan hukum dan diawali dengan pembuatan profil kelompok. Kemudian RTL adalah pengisian sarana dan prasarana serta pelatihan penggunaan sarana dan prasarana P3ST. Workshop 2
Workshop kedua dilakukan pada 30 September 2018 di gedung P3ST. Peserta yang hadir 6 orang dari SL dan 1 orang dari Bank Sampah Organik Dzusan. Berdasarkan diskusi yang dilakukan di gedung P3ST, disepakati struktur kepengurusan P3ST meliputi:
34
Untuk permulaan akan dilakukan kegiatan perumusan administrasi P3ST seperti pengecekan harga sampah di pengepul-pengepul besar di Tuban (Semanding, Manunggal, Rembes, dan Glodog), pembuatan buku administrasi, dan penetapan harga sampah untuk P3ST. Selain itu, kegiatan P3ST disepakati setiap hari Minggu. Selain itu akan dilakukan simulasi pengelolaan sampah organik dan anorganik oleh pengurus untuk selanjutnya dibuat mekanisme kerja P3ST. Sampah organik yang akan dikelola untuk langkah awal berasal dari sampah pasar. Oleh karenanya akan dilakukan komunikasi antara anggota P3ST dengan pengurus Pasar Karangagung. Adapun untuk sampah anorganik saat ini P3ST baru bekerja sama dengan Bank Sampah Permata Bahari.
c. Pengadaan Sarana dan Prasarana P3ST
Untuk menunjang kegiatan P3ST maka LPTP melakukan pengadaan sarana dan prasarana di P3ST. Sarana yang saat ini sudah terdapat di P3ST antara lain mobil roda 3 Nozomi Azabu 150 cc, mesin jahit Butterfly, etalase, alat kebersihan (sapu, lap tangan, sabun cuci tangan, kemoceng, keset lantai), ATK (spidol, whiteboard, penggaris, buku besar), lemari arsip, kursi, alat cacah sampah organik, alat penyaring kompos, dan komposter.
Direktur Sandro Prasiawan
Manajer Transportasi Abdul Hanan
Manajer Pengelolaan Sampah Organik Sampah Organik
Muh. Ulul Albab
Manajer Pengelolaan Sampah Anorganik Sampah Anorganik
Salissatin Erdiana
Sekretaris Tanti
Bendahara Alfiyah
35
d. Pelatihan Pemanfaatan Sarana P3ST Pelatihan yang dilakukan untuk mengoperasionalan mesin cacah sampah organik dan mesin penyaring kompos. Pemateri berasal dari CV Inovasi Anak Negeri selaku produsen produk yang dipesan untuk P3ST dari Malang. Materi yang disampaikan meliputi cara penggunaan alat, cara perawatan, dan pengenalan komponen alat. Materi diikuti dengan praktek penghidupan mesin oleh tim P3ST dimana alat seperti mesin perahu sehingga para pengurus tidak terlalu asing. Untuk maintenance alat sendiri banyak dari pemuda Desa Karangagung yang dapat membantu bila ada kerusakan nantinya. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2018 di P3ST. Dalam menyelenggarakan pembangunan P3ST, pendampingan nelayan, dan riset pengendalian asap, LPTP melibatkan hampir seluruh elemen masyarakat, pemerintah desa, lembaga-lembaga yang berada di desa Karangagung untuk mengikuti proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Pendekatan ini memberi pengaruh akan terjadinya inisiatif oleh warga masyarakat.
e. Pengetahuan baru yang didapatkan Dalam pelaksanaan kegiatan di kawasan pesisir tuban, LPTP melibatkan hampir seluruh elemen masyarakat, pemerintah desa, lembaga-lembaga yang berada di desa Karangagung, untuk mengikuti setiap prosesnya mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi. Dengan hal tersebut memberikan pengaruh kepada masyarakat untuk memunculkan inisiatif-inisiatif baru untuk berinovasi.
****
36
LPTP STASIUN BOJONEGORO
MEMBANGUN, MENGELOLA & MEMBERDAYAKAN
SISTEM INFORMASI DESA
(SID)
37
Muslim, fasilitator LPTP Kabupaten Bojoneogoro
1. Latar Belakang
Sejak dimulai era pembangunan di Indonesia (1960an), orientasi pembangunan nasional
mengutamakan industrialisasi sektor perkotaan dan dalam banyak hal mengabaikan sektor
pedesaan. Akibatnya terjadi jurang pembeda kemajuan (growth gap) yang sangat
signifikan atanra keduanya. Desa tidak di posisikan sebagai subyek pembangunan yang
paling utama melainkan sebagai sasaran dan penerima manfaat pembangunan. Padahal, di
wilayah pedesaanlah pusat sumberdaya pembangunan berada dengan telah disyahkan
Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 berikut peraturan. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2014 yang
akan berlaku efektif mulai tahun 2015, akan terjadi perubahan status dan posisi desa
dalam struktur politik pembangunan nasional di Indonesia. Setidaknya desa memiliki
peluang sangat besar untuk benar-benar menjadi subyek utama dalam pembangunan
nasional, meskipun berdasar kajian-kajian kritis selama ini ditemuakan masih terdapat
berbagai ketentuan yang membatasi kewenangan desa untuk benar-benar menjadi
otonom.
Bagian yang paling strategis dari pembangunan otonomi desa adalah perencanaan
pembangunan desa baik menyangkut perencanaan spasial, sosial, ekonomi, lingkungan,
penganggaran, dan penataan kelembagaan. Selama ini, perencanaan pembangunan desa
sangat buruk dan tidak mencerminkan kebutuhan pembangunan desa dan kebutuhan
pelayanan masyarakat dari pemerintah desa. Perencanaan pembangunan desa secara
normatif hanyalah turunan dari perencanaan pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten.
Undang-undang desa tersebut mengatur bahwa desa harus membuat sendiri perencanaan
pembangunan desa jangka menengah (RJMDES) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa
Tahunan (RKPDES), yang keduanyaP harus di buat dalam bentuk Peraturan Desa (PERDES).
38
Proses pembuatan nya pun harus dilakukan melalui serangkaian kegiatan-kegiatan
musyawarah pembangunan desa.
Dalam rangka implementasi Undang-undang Desa tersebut, beberapa kelemahan
mendasar yang dihadapi oleh hampir di semua desa di Indonesia adalah rendahnya
pemahaman pemerintah desa dan masyarakat desa terhadap Undang-Undang Desa dan
aturan pelaksanaannya, belum tersedia sistem database dan sistem informasi desa yang
dapat dijadikan landasan dan acuan dalam menyusun perencanaan pembangunan desa,
rendahnya kapasitas masyarakat dan pemerintahan desa dalam memahami persoalan
mendasar dan menyusun perencanaan pembangunan desa, serta terbatasnya
pengetahuan dan penguasaan informasi terkait dengan model-model pembanguan desa
yang benar-benar dapat memajukan desa dan mensejahterakan warga desa. Bila aspek-
aspek mendasar tersebut tidak segera di atasi, maka upaya-upaya mempercepat
terwujudnya otonomi desa akan sangat sulit di ciptakan, demikian pula sebaliknya.
Menggambarkan situasi pembangunan desa di hari ini tidakdapat dilepaskan begitu saja
dari konteks pengalaman di masa pemerintahan Orde Baru yang pernah berkuasa selama
tiga dekade. Desa, kala itu seringkali diposisikan sebagai perpanjangan tangan pemerintah
pada level terbawah, dimana sistemsentralistik lah yang diberlakukan sehingga membatasi
banyak hak-hak desa. Hal tersebut terbukti dengan substansi UU no. 5 tahun 1979 yang
menempatkan desa dalam pengertian administratif yang juga telah melakukan perubahan-
perubahan struktur desa yaitu :
1. Penyeragaman struktur pemerintahan desa. Ini merupakan strategi dari Orde Baru
untuk memberikan legitimasi dalam hal kontrol negara terhadap desa.
2. Pengintegrasian struktur pemerintah desa pada pemerintah nasional. Menempatkan
pemerintah desa sebagai rantai akhir dan terbawah dari sistem birokrasi pemerintah
yang sentralistik. Ini menjadikan desa hanya menjadi kepanjangan tangan pemerintah
pusat.
3. Penghapusan lembaga perwakilan desa dan sentralisasi kekuasaan desa pada kepala
desa.
Orde Baru dengan instrumen pendanaan legendarisnya yang bersifat top down dikenal
dengan Inpres bantuan desa, mengumbar segudang cerita sukses pembangunan desa.
Hingga hari ini sebagian orang masih beromantisme terhadap era itu sebagai puncak
39
kejayaan yang tidak pernah dihasilkan oleh pemerintahan sesudah Orde Baru. Sederet
cerita sukses pembangunan pedesaan di masa Orde Baru tidak dapat menutupi kenyataan
bahwa pencapaian yang ada tidak terjadi secara merata . Keberhasilan program ketahanan
pangan yang dilalukan selama periode 1970-1995, di satu sisi mengakibatkan struktur
perekonomian desa yang sebelumnya berjalan dengan moda-produksi tradisional berubah
menjadi moda produksi bergantung modal yang bermuara pada ketidakmerataan tingkat
kesejahteraan. Pada kerangka pembangunan ekonomi yang demikian, kemerosotan terjadi
pada dimensi pembangunan di tingkat nasional. tergambarkan pada pranata sosial dengan
ciri gotong royong yang sebelumnya menyokong sendi kehidupan, berubah secara
perlahan menjadi relasi yang bersandarkan pada transaksi. komersial dan menghilangkan
rasa saling percaya yang telah diwariskan masyarakat desa dari generasi ke generasi di
masa lampau. Dalam perangkap ketergantungan serta eksploitasi sumber daya, terutama
di sektor pangan dan pertanian, kita menemukan desa hingga di hari ini.
Kegagalan pembangunan pedesaan di masa lampau dapat diidentifikasi sebagai sejumlah
poin krusial tentang masalah yang perlu diatasi hingga hari ini. RPJMN 2004-2009
misalnya, mengidentifikasi sejumlah masalah krusial tersebut: terbatasnya alternatif
lapangan kerja berkualitas; lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara sektoral
maupun spasial; timbulnya hambatan (barrier) distribusi dan perdagangan antar daerah;
tingginya risiko kerentanan yang dihadapi petani dan pelaku usaha di pedesaan;
rendahnya aset yang dikuasai masyarakat pedesaan. Memaparkan pengertian
perencanaan pembangunan partisipatif sebagai suatu model perencanaan pembangunan
yang mengikutsertakan masyarakat. Masyarakat aktif melibatkan diri dalam melakukan
identifikasi masalah, perumusan masalah. Pencarian alternatif pemecahan masalah,
penyusunan agenda pemecahan, terlibat dalam proses penggodogan (konersi), ikut
memantau implementasi, dan ikut aktif melakukan ealuasi. Pelibatan masyarakat tersebut
diwakili oleh kelompok-kelompok masyarakat yang terdiri atas kelompok politik, kelompok
kepentingan, dan kelompok penekan. Kategori kelompok yang terakhir ini dapat diwakili
oleh organisasi, kelompok atau indiidu yang concern dengan kondisi normatif yang ideal,
seperti kelompok mahasiswa, alim ulama, tokoh masyarakat pemuda, perempuan dan
lain-lain. Sesungguhnya di luar UU no. 32/2004 dan PP no. 72/2005 yang menghendaki
40
pemerintahan desa menjadi kuat dan aktif 6, juga terdapat UU no. 26 tahun 2007 tentang
Penataan ruang yang menitikberatkan pada aspek kewilayahan dan ekonomi.
2. Tujuan
A. Mendeskripsikan sejarah dan proses dinamika lahirnya sistem informasi desa
B. Mendefinisikan dan mendeskripsikan sistem informasi desa yang sudah
diimplementasikan di beberapa desa.
C. Menganalisis kelebihan dan kelemahan sistem informasi desa
3. Metode
Pada dasarnya, metode yang digunakan untuk merancang dokumen perencanaan ini
menggunakan pendekatan partisipatif. Dengan mengandalkan metode PAR (participatory
action research), fasilitator mencoba untuk menggali segala kendala dan permasalahan
urgen yang ada pada masyarakat. Setidaknya, ada beberapa langkah yang harus dijadikan
pedoman dalam menyusun dokumen perencanaan pembangunan desa ini.
2.1 Teknik
Beberapa teknik yang digunakan oleh tim penyusun dokumen perencanaan ini
menggunakan teknik sebagai berikut :
a. Pemetaan Sosial
Pemetaan sosial merupakan proses mengenali kondisi sebenarnya yang berada di
masyarakat. Baik kondisi pada saat ini, kondisi pada masa lalu, dan kondisi yang akan
dating. Proses ini akan banyak melibatkan masyarakat sebagai subyek informan utama
dan pelaku perubahan yang ada pada lingkunganya. Pemetaan sosial ini beradasarkan
atas kondisi lingkungan keluarga, mulai dari kondisi rumah tangga, kesehatan, belanja
rumah tangga, peternakan, perikanan, pertanian.
b. Pemetaan Spasial
Pemetaan spasial mengidentifikasi kondisi masyarakat dan lingkunganya yang fokus
terhadap tata ruang, kawasan, bentuk wilayah. Hal ini sangat berhubungan dengan
kondisi sosial yang berada di masyarakat.
c. Analisa Stakeholder
41
Dalam merencanakan segala macam bentuk kepentingan dari berbagai pihak, ada
beberapa identifikasi
d. PRA (Partisipatoty Rural Appraisal)
Menggunakan teknik PRA dengan beberapa kajian yang fokus dan mendalam tentunya.
Salah satu yang digunakan adalah kalander musim, diagram venn, alur sejarah, trend
and change, dan juga analisa peta sosial.
4. Hasil
A. Lahirnya Sistem Informasi Desa
Selama beberapa tahun terakhir saya menyaksikan hingar-bingar kehadiran profil desa
(PD) dan sistem informasi desa (SID). PD merupakan e olusi dari monografi desa (yang
sering saya jumpai ditulis secara parmanen pada sebuah papan di kantor desa).
Pemerintah, terutama Kementerian Dalam Negeri, memberi amanat kepada desa
untuk menyusun PD sebagai basis untuk penyusunan perencanaan desa dan pelayanan
administrative kepada warga desa. Di balik instrumen ini, para pejabat Ditjen PMD
Kemendagri selalu mengajarkan kepada kepala desa agar menguasai betul data yang
akurat tentang wilayah, aset desa dan penduduk desa. Data diharapkan menjadi
pijakan penting bagi kepala desa untuk mengambil keputusan secara tepat dalam
pembangunan desa.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor
6 tahun 2014 yang akan berlaku efektif mulai tahun 2015, akan terjadi perubahan
status dan posisi desa dalam struktur politik pembangunan nasional di Indonesia.
Setidaknya desa memiliki peluang sangat besar untuk benar-benar menjadi subyek
utama dalam pembangunan nasional, meskipun berdasar kajian-kajian kritis selama ini
ditemuakan masih terdapat berbagai ketentuan yang membatasi kewenangan desa
untuk benar-benar menjadi otonom. Bagian yang paling strategis dari pembangunan
otonomi desa adalah perencanaan pembangunan desa baik menyangkut perencanaan
spasial, sosial, ekonomi, lingkungan, penganggaran, dan penataan kelembagaan.
Selama ini, perencanaan pembangunan desa sangat buruk dan tidak mencerminkan
kebutuhan pembangunan desa dan kebutuhan pelayanan masyarakat dari pemerintah
desa. Perencanaan pembangunan desa secara normatif hanyalah turunan dari
42
perencanaan pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten. Undang-undang desa
tersebut mengatur bahwa desa harus membuat sendiri perencanaan pembangunan
desa jangka menengah (RJMDES) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa Tahunan
(RKPDES), yang keduanyaP harus di buat dalam bentuk Peraturan Desa (PERDES).
Proses pembuatan nya pun harus dilakukan melalui serangkaian kegiatan-kegiatan
musyawarah pembangunan desa.
LPTP telah merespon secara cepat berkaitan dengan masalah-masalah diatas, anatara
lain mengadakan kajian-kajian kritis implikasi Undang-Undang Desa terhadap
percepatan otonomi desa baik dalam bentuk kajian terbatas, seminar, dan bahkan
beberapa jaringan kerja Insist telah membuat berberapa proyek percontohan di di
berbagai wilayah seperti di Klaten Jawa Tengah, Sikka dan Ende, NTT, dan beberap
wilayah di Propinsi Jambi. Berdasarkan evaluasi selama ini, proyek-proyek percontohan
tersebut telah berhasil memberikan dampak yang sangat positif dalam penguatan
desa.
Berdasarkan atas beberapa pengalaman diatas, LPTP segera memperdalam beberapa
kajian yang kritis dan terfokus ke beberapa pengembangan sistem informasi desa.
Dimulai dengan beberapa contoh di wilayah program IPWD (Integrated Pusur
Watershed Development) Klaten. Pada tahun 2013 dan diselesaikan sebanyak 4 desa di
wilayah kerja kawasan tersebut. Di lokasi berbeda juga dikembangkan program yang
sama dengan mengintegrasikan pemetaan secara sosial dan spasial dalam program
pendampingan pasca bencana di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada sampai
saat ini berkembang di beberapa desa di Jawa Timur sampai dengan intergasi dalam
perencanaan pembangunan desa.
2013 - 2015
• Klaten, NTT, dan Wonosobo
• Piloting Project Geospatial Mapping
2015 - 2016
• Wonosobo, Sukoharjo, NTT, Bojonegoro
• Integrasi Geospatial Mapping
2017 - 2019
• Bojonegoro, Tuban, Wonosobo
• Integrasi pemetaan dan perencanaan pembangunan desa
• aplikasi layanan administrasi dan web desa
43
B. Mengenal Sistem Informasi Desa dan Proses Alur Proses Implementasinya
1) Gambaran SID
Secara singkat SID kepanjangan dari sistem informasi desa. Melalui amanah UU
desa yang sudah disahkan sejak 2014, sistem informasi desa banyak yang
memaknai dengan profil desa atau gambaran tentang desa. Namun, format profil
desa yang digagas akan menjadi gambaran yang sesungguhnya, tidak mampu
bekerja sesuai dengan harapan desa. Profil desa hanya berfungsi sebagai identitas
desa. Tidak mampu banyak membantu desa dalam menyediakan data yang mampu
dianalisa secara menyeluruh. Apalagi membantu dalam rencana pembangunan
desa.
Sistem informasi desa merupakan integrasi antara pemetaan sosial dan spasial
yang menjelaskan tentang kondisi masyarakat yang sesungguhnya. Terdapat
beberapa data yang sudah terintegrasi yang mampu untuk dianalisa secara
sektoral. Mulai dari sektor pangan, pertanian, perkebunan, peternakan, sanitasi,
energi, kesehatan, dan juga tata ruang kawasanya. Jika digambarkan dalam bentuk
bagan alur maka sebagai berikut gambaran dari SID :
Pemetaan spasial dan sosial merupakan proses penggambaran kondisi secara
fakta dan terkini yang berhubungan dengan tata ruang dan kawasan desa.
Pemetaan sosial sendiri merupakan penggambaran kondisi terkini masyarakat yang
berhubungan dengan kondisi rumah, sanitasi, anggota keluarga, peternakan,
pertanian, belanja rumah tangga. Pemetaan ini disajikan dalam bentuk aplikasi
digital yang bersifat open source. Sehingga desa yang akan dipermudah dalam
pengelolaanya.
Pemetaan Spasial dan Sosial Sistem Database Analisa Database Sistem Informasi
Desa
44
Dalam membangun sistem informasi desa ini ada beberapa syarat yang harus
dimiliki oleh desaagar mampu memproduksi sistem ini. Berikut adalah syarat –
syaratnya :
• Data : Kumpulan Data, Informasi,
• Personil : tim database, operator, User (Pemakai)
• Softwere (perangkat lunak) : masterdata, aplikasi GIS
• Hardwere (pearangkat keras) : Peralatan/Fasilitas kerja data, Media Informasi
2) Tata Alur Penyusunan SID
Tahapan untuk menyusun dokumen perencanaan ini tidak terjadi secara tiba – tiba.
Ada konsep yang jelas dan terencana sejak awal. Untuk lebih jelasnya, berikut
tahapan besar yang dilakukan oleh tim penyusun dokumen pembangunan Desa :
a. Pemetaan spasial dan sosial
Tahapan awal yang harus dimulai adalah dengan melakukan pemetaan spasial
dan sosial. Tahapan ini dilakukan dengan memetakan seluruh kondisi yang ada
pemukiman, rumah, sumber daya alam, dan infastruktur pada masyarakat.
Pemetaan Spasial &
Sosial
Sistem Database
Desa SID
Perencanaan
Pemb. Desa
Kebijakan Desa
45
Proses ini dilakukan dengan memetakan sebaran pemukiman, potensi,
permasalahan.
b. Pengelolaan Data Melalui Sistem Database Desa
Tahapan pemetaan yang sudah selesai, maka akan dikemas dalam format data
yang mudah diakses oleh operator yang sudah terlatih di desa. Format yang
muncul adalah database desa. Sistem database desa ini akan sangat mudah
memuat data dari hasil pemetaan sosial dan spasial. Bentuk format
diaplikasikan dengan sistem acces, peta digital melalui Quantum GIS, dan
sistem perhitungan Microsoft excel. Semua data bisa diakses dengan
mengoperasikan dan dianalisa secara komprehensif.
c. Penyusunan Sistem Informasi Desa
Tahapan ketiga adalah dengan menyusun sistem informasi desa. Sistem
informasi ini terbentuk karena ada pemetaan dan sistem database desa.
Belum disebut dengan sistem informasi ketika data yang sudah tersusun
belum teranalisa secara menyeluruh. Tentunya dalam menganalisa
mempunyai beberapa metode dan sistem tersendiri. Salah satunya adalah
memakai standarisasi nasional maupun internasional sebagai basis data dan
mutu kualitas kondisi desa. Dari sistem informasi ini akan memunculkan data
hasil perhitungan dan kedepan akan mampu menjawab perencanaan yang
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
d. Menyusun Perencanaan Pembangunan Desa
Tahapan keempat adalah menyusun perencanaan pembangunan desa yang
akan dijadikan bagian dari rencana pembangunan desa janka menengah.
Penyusunan perencanaan pembangunan desa dibangun melalui proses analisa
dari berbagai sektoral.
e. Pengembangan Kebijakan Desa
Pada tahapan akhir ini merupakan bentuk dari upaya keberlanjutan tahapan
sebelumnya. Mengembangkan hasil penyusunan pembangunan kedalam
kebijakan desa dilakukan dengan memasukan segala kajian dan rencana yang
sudah dihasilkan kedalam rencana pembangunan jangka menengah. Dikemas
bentuk master plan desa dan diimplementasikan dengan dukungan anggaran
desa.
46
C. Mengungkap Manfaat SID
1) Sistem informasi desa sebagai pedoman dasar acuan perencanaan pembangunan
desa. Sudah ada pada pengantar di dalam latar belakang masalah yang muncul
dalam artikel ini. Tidak semua data yang ada pada desa, membantu desa. Tidak
semua aplikasi mampu menjawab kebutuhan desa. Dan tidak semua dokumen
yang ada di desa bisa menyelesaikan masalah di desa. SID hadir pada yang cukup
tepat dengan dibutuhkanya dalam merancang pembangunan di desa. Beberapa
indikator dalam sistem informasi desa diarahkan untuk menjawab segala macam
kebutuhan untuk perencanaan pembangunan kedepan.
2) Sistem informasi desa sebagai media pengontrol data kondisi terbaru desa. Secara
peraturan memang sulitnya mengakses data dari pemerintah daerah dan
kecamatan. Ada beberapa data yang sebenarnya diperoleh dari desa namun tidak
dikembalikan kepada desa. Justru data tersebut kembali ke atas untuk disimpan
oleh pemerintah yang lebih tinggi levelnya. Munculnya, sistem informasi desa
dengan kelebihan aplikasi mampu merubah pandangan tentang cara tercepat
dalam memperbarui data. Data yang dinamis setiap waktu mampu untuk secara
tepat dan cepat ter-update dalam sistem olah data. Mulai dari keluar dan masuk
penduduk, lahir dan kematian penduduk, dan kepemilikan asset penduduk yang
menjadi bahan penting bagi pemerintah desa.
3) Sistem informasi desa sebagai media layanan administrasi desa. Sistem informasi
desa menjadi salah satu aplikasi yang sudah cukup dikenal dengan feature yang
bisa menjawab kebutuhan data secara cepat. Salah satu yang cukup memuaskan
adalah dengan menyajikan data kependudukan dipadukan dengan data suart
menyurat. Seluruh template sudah menyurat sudah menjadi satu dalam satu
aplikasi sehingga tidak ada perbedaan. Ketika membutuhkan surat maka cukup
kroscek surat yang dibutuhkan dan memilah NIK yang berkebutuhan.
4) Sistem informasi desa sebagai media meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
menguasai informasi tentang ruang kehidupanya. Pada saat ini, generasi yang
hidup pada era modern mayoritas adalah generasi dengan kehidupan milenial. Ada
beberapa kehidupan yang memang cukup tidak dikenal oleh generasi saat ini.
Sistem infomasi desa menjadi alat yang berusaha menjelaskan tentang kondisi yang
47
sebenarnya pada masyarakat mengenai kondisi yang fakta. Dikarenakan data yang
sudah disusun akan ditampilkan kembali kepada masyarakat. Sehingga masyarakat
akan mampu mengenali wilayahnya sendiri. Masyarakat mulai asing dengan
kawasanya sendiri.
5. Refleksi
A. Metodologi. Ada beberapa catatan penting dalam memahami metodologi yang
berubah secara perlahan dalam dunia pendampingan. Pendekatan dalam menentukan
program dampingan yang selalui diawali dengan riset kritis. Salah satu teknik yang
sudah menjadi tradisi bagi LPTP adalah mengkaji secara mendalam dan basisnya adalah
kawasan. Pemetaan secara menyeluruh baik secara spasial maupun sosial akan
menjadi metode yang cukup efektif untuk menentukan kebutuhan, prioritas, dan
masalah yang fundamental dalam program.
B. Inovasi Teknologi Informasi. Perkembangan informasi mau tidak mau, harus diakui dan
terus disepakati tentang perubahanya secara cepat. Teknologi setiap waktu akan terus
berubah. Teknologi digital yang mulai diterapkan adalah dengan mengaplikasikan
kondisi desa secara cepat dengan menerapkan pemetaan geospasial dan sosial
kedalam aplikasi layanan desa. Desa mulai mengenal kondisinya sendiri dengan peta
digital dan mampu diakses oleh masyarakat pada umumnya.
C. Integrasikan teknik PRA dan SID. Dalam perencanaan pembangunan ada beberapa
teknik PRA yang pada umumnya dipergunakan untuk menfasilitasi rancangan
pembangunan desa. Beberapa teknik ini cukup efektif ketika berperan dalam
memahami kondisi desa secara cepat dan partisipatif. Namun, kurang kuatnya adalah
dalam penggunaanya beberapa teknik PRA tidak didukung dengan data yang
menyeluruh dengan basis rumah tangga. SID tampil sebagai salah satu peran
pendukung dalam melengkapi keberadaan PRA. Bukan manghapus peran PRA namun
lebih cenderung kepada pelengkap dalam menyajikan data yang diinginkan oleh
masyarakat dan fasilitator.
***