css fraktur tulang wajah rqh
DESCRIPTION
jhwfergrTRANSCRIPT
FRAKTUR TULANG WAJAH
PENDAHULUAN
Cedera kepala khususnya wajah, sering ditemukan pada kecelakaan lalu lintas. Pada
penderita cedera wajah, terlebih dahulu harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah dan
kesadaran. Jika terdapat patah tulang wajah, jalan nafas bagian atas akan mudah tersumbat akibat
dislokasi, edema, atau perdarahan. Dalam hal ini, juga harus diingat bahaya aspirasi darah atau
regurgitasi isi lambung. Selain itu, lidah mudah menutup laring pada penderita yang tidak sadar.
Pada cedera wajah, selain masalah umum yang ditemukan seperti kerusakan kulit, jaringan lunak
maupun tulang perlu diperhatikan secara khusus cedera saraf sensorik maupun motorik, kelenjar
dan saluran liur. Perlu juga dierhatikan dampak cedera terhadap fungsi bicara, mengunyah,
menelan, pernafasan, dan pengelihatan. Dampak jangka panjang seperti retraksi bekas luka serta
aspek kosmetik juga penting pada pengelolaan luka wajah.
Pada umumnya, luka di wajah akan cepat sembuh karena vaskularisasi yang baik, oleh
karena itu, pada penjahitan perlu diperhatikan kerapihan pada tepi luka khususnya hidung, bibir
dan mata. Dalam debridement jaringan perlu dihemat untuk mencegah kecacatan yang tidak
perlu.
Struktur tulang kraniofasial terdiri dari tulang cranial dan tulang fasial. Tulang cranial
adalah susunan tulang yang melindungi otak, sedangkan tulang fasial merupakan tulang
pembentuk wajah yang dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu, atas, tengah dan bawah. Bagian atas
terdiri dari tulang frontalis dan sinusnya, bagian tengah terdiri dari tulang maksila, dan bagian
bawah terdiri dari tulang mandibula.
Fraktur tulang muka
Semua tulang muka mempunyai bagian yang dilapisi mukosa yang melekat erat dengan
tulang sehingga bila terjadi fraktur di daerah ini terjadilah robekan mukosa, dan perdarahan.
Perdarahan melalui hidung atau mulut pasca trauma mungkin karena fraktur tulang muka.
Ciri umum lain pada fraktur tulang muka ialah maloklusi. Jadi, diagnosis fraktur secara klinis
dapat ditegakkan melalui :
1. Anamnesa adanya trauma
2. Perdarahan
3. Maloklusi
4. Asimetri muka karena hematoma/odema jelas tampak setelah 4jam sejak trauma
5. Dapat diraba adanya fragmen fraktur.
Fraktur tulang hidung
Fraktur os nasal merupakan fraktur tersering diantara patah tulang maksilofasial. Fraktur
os nasal biasanya disebabkan oleh trauma langsung. Pada pemeriksaan fisik ddapat ditemukan
adanya pembengkakan, epistaksis, krepitasi atau pergerakan fragmen fraktur, nyeri tekan dan
deformitas. Fraktur yang tersering terdapat pada wajah, dapat berbentuk suatu angularis tulang
hidung ke arah lateral, atau suatu bentuk fraktur depressed atau juga bentuk comminuted. Foto
Rontgen dari arah lateral dan posisi Waters dapat mendukung diagnosis. Fraktur tulang hidung
harus segera di reposisi dengan anestesi lokal dan imobilisasi dilakukan dengan memasukkan
tampon di lubang hidung selama 3-4 hari. Patahan dapat dilindungi dengan gips tipis berbentuk
kupu-kupu selama 1-2 minggu. Hal yang kadang-kadang memerlukan perhatian segera adalah
penghentian epistaksis yaitu dengan cara :
A. Epistaksis dari bagian anterior septum nasi dapat diatasi dengan menjepit cuping hidung
selama 5-10 menit
B. Bila cara diatas tidak berhasil, lubang hidung dimasuki kassa yang telah dibasahi dengan
vasokonstriktor dan anestetik local
C. Dipasang kateter Foley sejauh nasofaring kemudian balon dikembangkan dan ditarik
kedepan sehingga menutup koane. Tampon atau kateter dibiarkan dalam waktu 2-5 hari.
Perlu diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah sinusitis.
Fraktur Maksilofasial
Struktur tulang maksilofasial terdiri dari tulang maksila, zigomatikus dan ethmoid. Pada
inspeksi, diperhatikan adanya asimetris muka, pembengkakan (wajah balon), hematom, trismus,
nyeri spontan, baal dan maloklusi. Le Fort membagi fraktur maksilofasial menjadi 3 macam,
yaitu :
Le Fort I – Fraktur sepertiga bawah yang meliputi mandibula, patah tulang mendatar
rendah; bagian alveolus yang mengandung gigi atas tulang maksila terlepas.
Le Fort II – Fraktur sepertiga tengah, berbentuk piramida, garis fraktur berada sepanjang
bagian inferior orbital rim, sutura nasofrontal, sutura zigomatikomaksilaris, dan prosesus
pterigoideus.
Le Fort III (Cranifacial Dysjunction) – Terpisahnya bagian tengah wajah dari tulang
kranial melalui sutura zigomatikofrontal, sutura nasofrontal dan basis orbita.
A. Fraktur Maksila
Fraktur maksila pada umumnya bilateral. Gejala yang penting adalah, hematom
periorbita, perdarahan yang masif dari nasofaringeal, maloklusi dan gigi bagian atas
floating. Sebagai pertolongan pertama dilakukan Barton Bandage. Terapi definitif adalah
dengan ORIF dan intermaxillary fixation.
B. Fraktur Zigoma
Os zigoma merupakan pembentuk dinding lateral orbita. Bila terjadi fraktur akibat trauma
langsung, mengakibatkan impresi yang mendesak bola mata sehingga menyebabkan
diplopia. Fraktur ini sering terbatas pada arkus dan pinggir orbita sehingga tidak disertai
dengan hematom orbita tetapi terlihat sebagai pembengkakan pipi di daerah arkus
zigomatikus. Diagnosis dapat ditunjang dengan foto Rontgen Waters yaitu posisi
temporo-oksipital. Tidak jarang terdapat pendarahan ke dalam sinus maksila. Di mana
secara radiologik sering didiagnosis sebagai sinusitis maksilaris kronik. Pengelolaannya
terdiri atas reposisi dan fiksasi.
Fraktur Mandibula
Tulang mandibula merupakan struktur yang kuat. Oleh karena itu, bila terjadi fraktur
harus dicurigai adanya fraktur di tempat lain terutama servikal. Biasanya fraktur mandibula
mengenai lebih dari satu lokasi dan pergeseran fragmen tulang disebabkan oleh penarikan otot-
otot pengunyah. Titik lemah pada mandibula diantaranya subkondilus, angulus mandibula dan
parasimfisis mandibula. Pada palpasi, akan teraba garis fraktur dan terdapat baal pada bibir
bawah akibat kerusakan nervus mandibularis.
Tanda fraktur mandibula sering berupa pendarahan dari rongga mulut dan adanya
maloklusi. Fraktur mandibula pada kedua belah kolum dan median menyebabkan asfiksia yang
mendadak karena obstruksi hipofaring akibat lidah terdorong ke belakang dan epiglotis menutup
faring. Diagnosis dapat di dukung dengan melakukan foto Rontgen panoramik, posisi
posteroanterior dan lateral. Prinsip penatalaksanaannya berupa fiksasi intermaksilaris untuk
menahan gigi tetap pada posisi oklusi dengan maksila. Fraktur pada bagian tulang yang
menyangga gigi dapat difiksasi dengan kawat interdental untuk menjamin pulihnya oklusi
dengan baik. Jika tidak dapat dilakukan pemasangan kawat, diperlukan reposisi terbuka dan
fiksasi interna dengan osteosintesis atau operasi untuk menyambung patah tulang dengan plat
dan sekrup. Pemberian antibiotik sangat penting untuk fraktur terbuka.
Fraktur os frontal dan sinus frontal
Umumnya bersifat depressed ke dalam atau hanya mempunyai garis fraktur yang linier,
garis fraktur dapat meluas ke daerah fasial yang lain. Apabila trauma mengenai dinding depan os
frontal, maka fraktur yang mungkin terjadi dapat bersifat depressed atau communited. Apabila
fraktur tersebut terdapat pada dinding belakang sinus frontal maka dapat terjadi perobekan dura
dengan akibat terjadinya likuor. Diagnosis dapat ditegakan dengan palpasi apabila fraktur hanya
mengenai dinding depan dari sinus frontal. Pada dugaan adanya fraktur os frontal dan sinus
frontal perlu dilakukan pemeriksaan radiologik dengan proyeksi Waters, lateral dan postero-
anterior.