css tonsilitis.docx

45
BAB I PENDAHULUAN Masalah kesehatan yang diakibatkan oleh penyakit pada tonsil dan adenoid merupakan hal yang sering ditemui pada populasi umum. Keluhan nyeri tenggorokan, infeksi saluran nafas atas, dan penyakit telinga yang diakibatkan oleh penyakit tenggorok merupakan keluhan yang seringkali timbul pada pasien di sarana kesehatan primer terutama pada pasien kelompok umur anak-anak. Meskipun frekuensi tindakan tonsilektomi dan adenoidektomi sekarang ini telah menurun namun jenis operasi ini masih merupakan tindakan operasi tersering yang dilakukan pada pasien anak terutama di Amerika Serikat. 1,2 Infeksi tonsil berulang dan tonsillitis kronis serta hiperplasia obstruktif adalah penyakit tersering pada anak dibandingkan dengan penyakit tonsil lainnya. Gangguan tidur yang disebabkan oleh obstructive sleep apnea syndrome (OSAS) merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien anak akibat tonsilitis dan dapat menyebabkan dampak yang buruk 1

Upload: susaniiaa

Post on 13-Aug-2015

58 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: CSS Tonsilitis.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah kesehatan yang diakibatkan oleh penyakit pada tonsil dan

adenoid merupakan hal yang sering ditemui pada populasi umum. Keluhan nyeri

tenggorokan, infeksi saluran nafas atas, dan penyakit telinga yang diakibatkan

oleh penyakit tenggorok merupakan keluhan yang seringkali timbul pada pasien

di sarana kesehatan primer terutama pada pasien kelompok umur anak-anak.

Meskipun frekuensi tindakan tonsilektomi dan adenoidektomi sekarang ini telah

menurun namun jenis operasi ini masih merupakan tindakan operasi tersering

yang dilakukan pada pasien anak terutama di Amerika Serikat.1,2

Infeksi tonsil berulang dan tonsillitis kronis serta hiperplasia obstruktif

adalah penyakit tersering pada anak dibandingkan dengan penyakit tonsil

lainnya. Gangguan tidur yang disebabkan oleh obstructive sleep apnea

syndrome (OSAS) merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien anak

akibat tonsilitis dan dapat menyebabkan dampak yang buruk pada pertumbuhan

dan perkembangan anak baik secara fisik, psikologi dan kognitif. Abses

peritonsilar juga merupakan komplikasi lainnya sering terjadi pada pasien

tonsillitis kronis.(1)

1

Page 2: CSS Tonsilitis.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tonsil

2.1.2 Embriologi

Jaringan limfoid cincin Waldeyer berkembang mengelilingi traktus

respiratorius dan traktus digestivus primitif sejak usia kehamilan lima bulan.

Struktur cincin Waldeyer terdiri dari tiga massa jaringan tonsillar yaitu lingual,

faringeal (adenoid), dan faucial atau palatina. (2)

Jaringan tonsillar berasal dari kantung faring kedua. Pada minggu kelima

perkembangan mudigah, terbentuk lengkung brakhialis atau lengkung faring

berupa batang jaringan mesenkim yang dipisahkan oleh celah-celah dalam yang

disebut sebagai celah brachial atau celah faring. Bersamaan dengan

perkembangan lengkung dan celah tersebut sejumlah kantung faring nampak di

sepanjang dinding lateral faring. Lengkung faring berkembang membentuk

rangka wajah sedangkan kantung faring menjadi organ-organ di area

maksilofasial.(3)

Kantung faring pertama membentuk divertikulum yang menyerupai

tangkai yaitu recessus tubotympanicus yang berdampingan dengan epitel yang

membatasi celah faring pertama, kelak akan menjadi meatus acusticus externus.

Bagian distal dari divertikulum melebar menjadi bangunan berbentuk kantung

yaitu kavum timpani primitif sedangkan bagian proksimalnya membentuk tuba

auditiva (eustachi). Lapisan epitel kantung faring kedua berproliferasi dan

membentuk tunas-tunas yang menembus ke dalam mesenkim di sekelilingnya.

2

Page 3: CSS Tonsilitis.docx

Tunas-tunas tersebut kemudian disusupi oleh jaringan mesoderm sehingga

membentuk primordium tonsilla palatina. Selama bulan ketiga hingga bulan

kelima, tonsil berangsur-angsur diinfiltrasi oleh jaringan limfoid. Sebagian dari

kantung akan tetap tersisa dan pada orang dewasa ditemukan sebagai fossa

tonsillaris. Kantung faring ketiga memiliki sayap dorsal dan sayap ventral pada

ujung distalnya. Pada minggu kelima epitel sayap dorsal akan berdiferensiasi

menjadi glandula parathyroidea inferior sedangkan sayap ventral membentuk

timus. Epitel sayap dorsal dari kantung keempat membetuk glandula

parathyroidea superior, dalam perkembangannya kelenjar ini akan terpisah dari

dinding laring dan menempel pada kelenjar tiroid. Sedangkan kantung faring

kelima menghasilkan corpus ultimobranchiale yang kelak menyatu dengan

glandula thyroidea yang menghasilkan sel parafollicular pensekresi kalsitonin. (3)

Gambar 1. Perkembangan kantung faring pada mudigah(4)

3

Page 4: CSS Tonsilitis.docx

Kripta tonsillar terbentuk ketika sel epitel endodermal membentuk

bantalan sel epitel yang mengelilingi mesodermal. Kematian sel yang terprogram

kemuadian terjadi pada bagian sentral sehingga terbentuk lumen atau kripta.

Selama bulan keempat perkembangan fetus, lapisan epitel kripta tumbuh ke arah

laisan epitel jaringan penghubung dan diinfiltrasi oleh sel-sel limfoid. Pada bulan

kelima telah terbentuk folikel yang pertama dan faringel tonsil terbentuk

sempurna pada bulan ketujuh. Tonsil palatina pertama kali tampak pada bulan

ketiga, selama bulan keempat sekitar sepuluh tunas ensodermal melilit di dalam

mesenkim di sekitar dinding faring dan kanalisasi terjadi melalui apoptosis sel.

Trimester ketiga folikel limfoid yang sempurna telah seluruhnya terbentuk dan

pertumbuhan jaringan limfoid tetap berlangsung setelah kelahiran.(2,3,5)

2.1.2 Anatomi

Tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), dan tonsil lingual disebut juga

sebagai cincin Waldeyer dan merupakan bagian dari Mucosa-assosiated

lymphoid tissue (MALT). Struktur cincin Waldeyer dapat ditemukan pada bagian

superior dari traktus aerodigestif. Tonsil dan adenoid adalah pertahanan tubuh

pertama pada saluran nafas bawah dan saluran gastrointestinal yang berfungsi

membentuk sel memori terhadap antigen. (1)

Adenoid atau tonsil faringeal adalah massa berbentuk triangular yang

tersiri dari jaringan limfoid yang terletak di posterior nasofaring. Pada adenoid

terdapat kolonisasi bakteri normal tubuh, adenoid berkembang selama masa

kanak-kanak dan memiliki fungsi sebagai bagian dari sistem imun dan

4

Page 5: CSS Tonsilitis.docx

mengalami regresi menjelang pubertas. Gambaran makroskopik dan mikroskopik

adenoid serupa namun memiliki banyak perbedaan dengan tonsil.(1)

Tabel 1. Perbedaan Anatomi dan Fisiologi Adenoid dan Tonsil(1)

  Adenoid TonsilLokasi anatomi

Dinding posterior nasofaring Dinging lateral nasofaringDapat meluas hingga ke koana lateralis

Meluas ke nasofaring atau orofaring

Makroskopis Berbentuk segitiga;, invaginasi menjadi lipatan dalam, sedikit kripta

Umumnya berbentuk oval, kadang bilobus, invaginasi menjadi 20-30 kripta

Mikroskopis Terdiri dari 3 macam epitel:   Ciliated pseudostratified   Columnar   SquamousMemproses antigen transisional Tidak ada aliran limfatik aferen

Memproses antigen khusus Tidak ada aliran limfatik aferen

Fisiologi Gerakan mukosilia Memproses antigenPengawasan imun tubuh

Memproses antigen, pengawasan imun tubuh

Tonsil fausial atau palatina yang sering disebut sebagai tonsil adalah

massa berbentuk masa oval berlokasi di dinding lateral orofaring. Tonsil palatina

adalah jaringan limfoid terbesar di antara jaringan limfoid pembentuk struktur

cincin Waldeyer lainnya. Saat lahir, tonsil palatina memiliki diameter

anteroposterior 5 m, diameter vertikal 3,5 mm, dan berat sekitar 0,75 gram.

Selama masa kanak-kanak tonsil tumbuh ke arah bawah fosa tonsillar dan

diameter vertikal bertambah lebih cepat dibandingkan dengan diameter

anteroposterior. Tonsil biasanya terletak pada orofaring namun dapat pula

5

Page 6: CSS Tonsilitis.docx

tumbuh hingga mencapai nasofaring sehingga dapat menyebabkan insufisiensi

velofaringeal atau obstruksi nasal. Tonsil dapat pula meluas ke hipofaring, seperti

diketahui hipofaring merupakan rongga jalan nafas posterior antara basis lidah

dan dinding faring posterior, sehingga akan nampak sebagai gejala dari

obstructive sleep apneu syndrome pada anak-anak. (1,2, 5)

Gambar 2. Letak tonsil palatina dalam rongga mulut(6)

Tonsil dilapisi oleh kapsul tipis yang merupakan bagian dari fasia

faringobasilar melapisi permukaan tonsil dan membentuk septum yang

membatasi struktur pembuluh darah dan saraf. Permukaan dalam tonsil

menempel pada fascia otot konstriktor superior membentuk fossa tonsilar yang

dibentuk oleh tiga otot. Batas anterior adalah otot palatoglossus yang

membentuk pilar anterior sedangkan batas posterior adalah otot palatofaringeus

yang membentuk pilar posterior, dan otot konstriktor superior faring sendiri.(1,2)

6

Page 7: CSS Tonsilitis.docx

Gambar 3. Vaskularisasi pada tonsil(7)

Suplai darah tonsil secara umum dibagi menjadi kutub atas dan kutub

bawah. Pada kutub bawah dari tonsil disuplai oleh cabang tonsillar dari arteri

lingual dorsalis di bagian anterior, arteri palatina asenden di bagian posterior,

dan cabang tonsillar arteri fasialis. Sedangkan pada kutub atas tonsil mendapat

aliran darah dari arteri faringel asenden dan arteri palatina minor. Semua aliran

darah ke tonsil merupakan cabang arteri karotis eksterna. Kurang lebih 2

sentimeter ke arah posterolateral dari tonsil terdapat arteri carotis interna, hal ini

menjadi perhatian saat dilaukan diseksi tonsil dalam tonsilektomi. Sedangkan

aliran darah balik dari tonsil melalui pleksus peritonsillar yang terletak di kapsul

tonsil dan bermuara ke vena lingualis dan vena faringeal kemudian mengalir ke

vena jugularis interna.(2,1)

7

Page 8: CSS Tonsilitis.docx

Gambar 4. Aliran limfatik tonsil ke kelenjar getah bening servikalis(6)

Aliran limfatik dari tonsil akan menuju ke kelenjar getah bening superior

deep cervical dan kelenjar getah bening jugularis. Inervasi sensoris berasal dari

nervus glossopharyngeal yang terdapat pada kutub bawah tonsil dan cabang

desenden dari nervus palatina melalui ganglion sphenopalatina.(1,2)

Struktur histologi tonsil berkaitan dengan fungsinya sebagai organ

penghasil sistem imun. Seperti adenoid, tonsil tidak memiliki jalur limfatik afferent

tapi memiliki 10 sampai 30 kripta invaginasi yang bercabang hingga ke dalam

parenkim dan dilapisi oleh epitel squamosa khusus yang memproses antigen.

Epitel ini menyediakan rute akses sistem imun untuk antigen yang terhirup atau

termakan. Epitel kripta memiliki sistem kompleks untuk sel pengenalan antigen

dan mikrospora yang mengirimkan antigen ke sel limfoid aktif di epitel tonsil.(1,2)

8

Page 9: CSS Tonsilitis.docx

Gambar 5. Gambaran histologi tonsil(8,9)

Terdapat empat zona atau kompartemen yang memiliki peranan penting

dalam memproses antigen yaitu epitel skuamosa khusus, area ekstrafolikular

(area T-cell), zona mantel dari folikel limfoid, dan setrum germinativum folikel

limfoid (B-cell). (1)

2.1.3 Fisiologi

Tonsil dan adenoid merupakan organ mayor imunologik pada traktus

aerodigestif atas. Tonsil dan adenoid memiliki fungsi yang unik sebagai sistem

imun lokal dan pengawas imunitas. Antigen akut dan kronik dihasilkan oleh

bakteri, virus, makanan, dan iritasi lingkungan pada tonsil dan adenoid akan

menghasilkan produksi antibodi lokal dan sistemik, perubahan pada rasio

kompartemen seluler sel B dan sel T, dan peningkatan kadar immunoglobulin

serum. Perbedaan dengan nodus limfatikus, tonsil dan adenoid tidak memiliki

aliran limfatik afferen, oleh sebab itu terdapat epitel khusus yang berperan

penting dalam mempresentasikan antigen dan memprosesnya sehingga timbul

9

Page 10: CSS Tonsilitis.docx

respon sel B dan sel T, termasuk produksi immunoglobulin, ekspansi klon

memori, dan produksi imunomodulator lokal.(1,2)

Perkembangan tonsil palatina mencapai puncaknya sampai usia 15

tahun, setelah pubertas jaringan tonsillar mengalami involusi dan timbul jaringan

fibrosis. Sedangkan tonsil adenoid berkembang sampai usia 6 sampai 7 tahun

dan menjadi atrofi setelah dewasa.(5)

Efek dari adenotonsilektomi pada seluruh integritas imunologi menjadi

minimal. Dilaporkan adanya penurunan kadar immunoglobulin A terhadap vaksin

polio setelah adenoidektomi atau meningkatnya angka kejadian Hodgkin setelah

tonsilektomi dan adenoidektomi namun secara klinis tidak signifikan. Walaupun

tidak ada efek samping yang spesifik setelah pengangkatan tonsil namun

perannya sebagai sistem imun tidak dapat diabaikan terutama pada masa kanak-

kanak. (1)

2.2 Tonsilitis

2.2.1 Definisi

Tonsilitis akut adalah suatu infeksi akut pada tonsil dengan gejala nyeri

tenggorok, odinofagi, dan kelesuan tubuh. Sedangkan tonsillitis kronis adalah

infeksi tonsil yang menetap serngkali terjadi pada anak yang usianya lebih tua

dan dewasa muda dengan gejala nyeri tenggorok yang menetap dan

intensitasnya sama, halitosis dan perasaan letih lesu.(10)

10

Page 11: CSS Tonsilitis.docx

2.2.2 Patofisiologi

Patogenesis terjadinya inflamasi pada tonsil dan adenoid didasarkan

pada lokasi anatomis dan fungsinya sebagai suatu organ yang berperan dalam

sistem imun sendiri yang memproses agen-agen infeksius serta antigen-antigen .

Secara kontradiktif organ tersebut menjadi fokus infeksi itu sendiri. Infeksi virus

yang disertai infeksi sekunder bakteri dapat menjadi penyebab infeksi kronis di

samping pengaruh faktor lingkungan, host, penggunaan antibiotik spektrum luas,

keseimbangan ekologi dan diet.(1)

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan kerentanan terjadinya infeksi pada

tonsil di antaranya :

Penggunaan alkohol

Splenektomi

Kontak dengan penderita tonsilitis

Sickle cell anemia

Sinusitis

Merokok

Terpapar asap rokok

Musim dingin

Keadaan yang melemahkan sistem imun, seperti: Diabetes ,

Transplantasi, penggunaan kemoterapi, HIV/AIDS(11,12)

Inflamasi dan hilangnya integritas dari epitel kripta menghasilkan kriptitis

kronis dan obstruksi kripta, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya stasis

dari debris-debris kripta dan antigen. Bakteri-bakteri yang terdapat pada kripta

tonsil kemudian akan bermultiplikasi.(1)

11

Page 12: CSS Tonsilitis.docx

Gambar 6. Perbandingan gambaran tonsil normal dan tonsillitis(14)

Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada

fosa tonsil yang terfiksasi oleh jaringan ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak

jaringan limfoid yang disebut folikel. Setiap folikel memiliki kanal (saluran) yang

ujungnya bermuara pada permukaan tonsil. Muara tersebut tampak berupa

lubang yang disebut kripta. Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan

membengkak dan membentuk eksudat yang akan mengalir dalam saluran

(kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat sebagai kotoran putih atau

bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas kumpulan

leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas.

Tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis

akut dengan detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut tonsilitis

lakunaris. Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu

(pseudomembran) yang menutupi tonsil. Adanya pseudomembran ini menjadi

alasan utama tonsilitis akut didiagnosa banding dengan angina Plaut Vincent,

angina agranulositosis, tonsilitis difteri, dan scarlet fever. (13,12)

12

Page 13: CSS Tonsilitis.docx

Fase-fase patologis yang terjadi pada tonsillitis adalah (1) Peradangan

pada daerah tonsila, (2) pembentukan eksudat, (3) selulitis tonsila dan daerah

sekitarnya, (4) pembentukan abses peritonsilar, dan (5) nekrosis jaringan.(13)

2.2.3 Mikrobiologi

Saluran nafas atas memiliki flora normal seperti Actinomyces,

Fusobacterium, dan Nocardia yang dapat ditemukan sejak usia 6 sampai 8

bulan. Sedangkan Bacteroides, Leptotrichia, Propionibacterium, dan Candida

merupakan flora normal rongga mulut.(2)

Tonsilitis dapat dibebkan baik oleh bakteri patogen maupun oleh

kolonisasi flora normal. Umumnya infeksi pada tonsil disebabkan oleh

polimikroba. Tonsilitis bakterialis akut paling sering disebabkan oleh

streptococcus beta hemolyticus grup A, namun dapat juga disebabkan oleh

organisme lain seperti pneumokokus, stafilokokus, dan Haemophilus influenza.

Terkadang streptococcus viridians dapat pula ditemukan dalam biakan .(2,3,13)

13

Page 14: CSS Tonsilitis.docx

Tabel 2. Mikroorganisme Tersering pada Hasil Kultur dari Tonsil dan Adenoid (1)

Bakteri   Aerobic     Group A beta-hemolytic streptococci (GABHS)     Groups B, C, F, streptococcus     Haemophilus influenza (type b and nontypeable)     Streptococcus pneumoniae     Streptococcus epidermidis     Moraxella catarrhalis     Staphylococcus aureus     Hemophilus parainfluenza     Neisseria sp.     Mycobakteri sp.     Lactobacillus sp.     Diphtheroids sp.     Eikenella corrodens     Pseudomonas aeruginosa     Escherichia coli     Helicobacter pylori     Chlamydia pneumoniae   Anaerobic     Bacteroides sp.     Peptococcus sp.     Peptostreptococcus sp.     Actinomycosis sp.     Microaerophilic streptococci     Veillonella parvula     Bifidobacterium adolescences     Eubacterium sp     Lactobacillus sp.     Fusobacterium sp.     Bacteroides sp.     Porphyromonas asaccharolytica     Prevotella sp.Viruses   Epstein-Barr   Adenovirus   Influenza A and B   Herpes simplex   Respiratory syncytial   ParainfluenzaOther   Mycobacterium (atypical nontuberculous)   Candida albicans

14

Page 15: CSS Tonsilitis.docx

2.2.4 Manifestasi Klinis

a. Tonsilitis akut

Nyeri tenggorok, demam, disfagia, dan pembesaran kelenjar getah

bening servikal disertai tonsil eritematus dan eksudat atau detritus merupakan

tanda dan gejala yang sesuai dengan diagnosis tonsillitis akut. Sebagian klinisi

menetapkan adanya hasil positif dari kultur sekret tenggorok atau tes rapid strep

antigen sebagai kriteria baku untuk mengakkan diagnosis tonsillitis akut. Hal

tersebut masih diperdebatkan namun pada pasien dengan gambaran tonsil yang

nampak meradang baik disebabkan oleh bakteri maupun EBV harus segera

ditangani.(1)

b. Tonsilitis Akut Berulang

Tonsilitis akut berulang bervariasi dari empat sampai tujuh episode dalam

satu tahun, lima episode dalam dua tahun berturut-turut, atau tiga episode per

tahun dalan tiga tahun berturut-turut.(1)

c. Tonsilitis Kronis (Menetap)

Nyeri tenggorok kronis, nafas berbau, debris tonsillar yang banyak

(tonsillolith), eritema peritonsillar, dan pembesaran kelanjar getah bening servikal

yang menetap merupakan kriteria diagnosis tonsillitis kronis jika tidak ada

sumber infeksi lain seperti sinus atau tonsil lingual yang ditemukan.(1)

d. Hiperplasia Tonsil Obstruktif

Pembesaran tonsil dapat menyebabkan mengorok, gangguan siklus tidur-

bangun, perubahan struktur rangka maksilofasial, dan perubahan suara

15

Page 16: CSS Tonsilitis.docx

(hipernasal atau muffling). Pembesaran tonsil yang tidak disertai gejala yang

mengganggu kesehatan tidak disarankan untuk dilakukan pengangkatan.(1)

Infeksi yang tidak biasa seperti mikobakterium atipikal dan aktinomikosis,

atau penyakit limfoproliferatif pada transplantasi organ padat dpat pula

menyebabkan pembesaran tonsil. Neoplasma jinak dan ganas dapat terjadi baik

pada tonsil maupun pada adenoid. Pembesaran tonsil unilateral merupakan

gejala yang perlu dicurigai disebakan oleh keganasan terutama bila terjadi pada

anak-anak.(1)

Tabel 3. Evaluasi Klinis Penyakit pada Tonsil(1)

Gejala TandaPemeriksaan Penunjang Diagnosis Banding

Tonsil   Obstruksi Mengorok atau

kelainan lain berkaitan dengan tidur

Pembesran tonsil (+3/+4)

Polysomnogram Neuromuscular disease

Abnormalitas kraniofasial

Flexible laryngoscopy

EERD

Suara teredamDisfagia

Kelainan anatomi lain

  Lymphoproliferative disorder

Infeksi   Akut Nyeri

tenggorokanTonsil erythema/eksudat

Kultur dari apus tenggorok

Bakteril

DisfagiaHalitosisTender neck glands

Tender cervical lymph nodes

CBC w/differential

Viral (EBV)

Berulang/kronisSore throat Normal tonsils   Lingual tonsillitisHalitosis Peritonsillar

erythemaEERD

Pembesaran kelenjar leher

Tonsillolith

Massa putih pada tonsil

Jumlah kripta berkurangpembesaran KGB

aSnoring, irregular breathing, restless sleep, enuresis, frequent arousals, and behavioral/cognitive problems. CBC, complete blood count; CT, computed tomography; EBV, Epstein-Barr virus; EERD, extraesophageal reflux disease.

16

Page 17: CSS Tonsilitis.docx

2.2.5 Pemeriksaan Fisik

Pasien dengan tonsillitis akut seringkali datang dengan keluhan nyeri

tenggorok, disfagia, demam, limfadenopati sevikal. Tonsil dapat membesar atau

tetap dalam ukuran normal namun tampak eritematus. Dapat pula ditemukan

eksudat pada tonsil. Dengan inspeksi yang teliti akan nampak obstruksi pada

kripta tonsil.(1)

Gambar 7. Perbandingan tonsilitis bakterial dan viral(15)

Seringkali pasien datang ketika fase akut telah mereda hingga

pemeriksaan fisik tidak menunjukkan banyak tanda yang membantu penegakan

diagnosis. Tonsil dapat nampak normal atau tampak adanya peritonsilar eritem,

pembesaran peritonsilar, pembesaran kelanjar getah bening servikal, tonsilolith,

atau pengurangan jumlah kripta tonsilar dengan permukaan yang halus

mengkilat pada tonsillitis kronis.(1)

Untuk melakukan pemeriksaan fisik orofaring yang baik maka pasien

diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar dengan lidah tidak dijulurkan

melainkan diletakkan pada dasar mulut. Gunakan tongue spatle untuk menekan

17

Page 18: CSS Tonsilitis.docx

lidah bagian anterior secara gentle untuk mencegah reflex muntah. Timbulnya

refleks muntah dan pendorongan lidah akan mengakibatkan tonsil bergerak ke

arah medial dan nampak sebagai pembesaran. Pasien diminta untuk

mengucapkan ‘aaaa’ hingga visualisasi daerah inferior tonsil nampak sekaligus

memberikan gambaran integritas palatum.(1)

Tabel 4. Grade Pembesaran tonsil(1,16)

Gambar 8. Klasifikasi Pembesaran Tonsil(17)

Tonsilitis akut yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolitycus grup

A biasanya disertai pembengkakan kelenjar getah bening servikalis anterior.

Tonsilitis streptokokus biasanya terjadi pada musim dingin dan awal musin semi

(di Negara dengan empat musim) memiliki manifestasi klinis berupa demam

18

Page 19: CSS Tonsilitis.docx

tinggi dengan onset akut, nyeri kepala, nyeri leher, odinofagi, otalgia, nyeri

tenggorok, sour-sweet yeasty odor, mual, muntah, nyeri perut, lidah kemerahan

dengan papil yang melebar (strawberry tongue), uvula membengkan berwarna

kemerahan petekie pada palatum mole (doughnut lesion), pembesaran kelenjar

getah bening servikal disertai tanda radang, scarlet fever rash (disebabkan oleh

toksin eritrogenik yang menimbulkan macula pungtata eritematus pada

ekstremitas bagian proksimal, terutama di permukaan fleksor – Pastia lines). (18)

Gambar 9 . Eksudat (detritus) pada tonsillitis akut streptococcus(12)

Sedangkan pada tonsillitis akut yang disebabkan oleh virus Epstein Barr

atau infeksi mononucleosis biasanya akan ditemukan pembesaran kelanjar getah

bening sevikal, aksilaris, dan inguinal. Pada pemeriksaan fisik juga dapat

ditemukan adanya splenomegali, rasa lemas dan lesu, serta low grade fever

yang menyertai tonsillitis.Pemeriksaan orofaring akan memberikan gambaran

membran berwarna abu-abu pada tonsil yang meradang, membran mudah

dilepas dan tidak mudah berdarah. Mukosa palatum mengalami erosi dan

nampak petekie pada mukosa palatum durum.(12)

19

Page 20: CSS Tonsilitis.docx

Gambar 10. Membran abu-abu pada palatum mole akibat infeksi mononucleosis(12)

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiografi leher posisi lateral dapat digunakan untuk

pemeriksaan penunjang pada hipertrofi adenoid dan tonsil. Pada pasien dengan

gejala obstruksi yang signifikan dengan tanda hipertrofi tonsil yang nyata dan

membutuhkan intervensi pembedahan maka pemeriksaan radiografi bukan

merupakan pemeriksaan wajib untuk penegakan diagnosa.(2)

Endoskopi nasofaringoskopi fleksibel dapat pula digunakan sebagai

pemeriksaan penunjang pada penyakit-penyakit adenotonsilar. Obstruksi oleh

jaringan adenoid pada posterior koana dan pembesaran hipertrofi tonsil ke

hipofaring dapat divisualisasi dengan jelas.(2)

2.2.7 Komplikasi

Komplikasi dari tonsillitis dapat dibedakan menjadi komplikasi supuratif

dan non supuratif. Komplikasi non supuratif terdiri dari scarlet fever, demam

20

Page 21: CSS Tonsilitis.docx

rematik akut, dan glomerulus nefritis poststreptococcal. Sedangkan komplikasi

supuratif dari tonsillitis adalah terbentuknya abses peritonsilar dan parafaringeal.

(2)

a. Nonsupuratif

Scarlet fever merupakan komplikasi tonsillitis atau faringitis streptococcus

akibat endotoksin yang dihasilkan oleh mikroorgabisme streptococcus.

Gambaran klinis scarlet fever adalah lesi kulit eritema, nyeri tenggorok berat

disertai limfadenopati, nyeri kepala, muntah, tonsil dan faring tampak eritem

disertai eksudat kekuningan, membran pada tonsil menyerupai membran pada

difteri. Stawberry tongue dengan papil-papil lidah yang membesar dan

kemerahanmerupakan tanda khas pada scarlet fever. Untuk menegakkan

diagnosis pasti dari komplikasi ini dapat dilakukan kultur bakteri dan test Dick.

Test Dick adalah memasukkan toksin streptococcus yang diencerkan melalui

injeksi intradermal, hasil positif menunjukkan adanya scarlet fever.(2)

Gambar 11 . Gambaran klinis scarlet fever(19)

21

Page 22: CSS Tonsilitis.docx

Demam rematik akut terjadi pada 0,3% penderita tonsillitis. Komplikasi ini

dapat dicegah dengan pemberian penisilin profilaksis, jika tindakan pencegahan

ini gagal maka tonsilektomi dan adenoidektomi perlu dilakukan.(2)

Glomerulonefritis poststreptococcal dapat merupakan kompikasi dari

infekri streptococcus strain nefrogenik, tipe ini hanya 1% dari streptococcus strain

faringeal. Komplikasi ini terjadi pada minggu ke satu sampai kedua setelah

infeksi streptococcus dengan gambaran klinis gagal ginjal akut. Pemberian

penisilin tidak bermanfaat banyak sehingga tonsilektomi diperlukan untuk

menghilangkan sumber infeksi.(2)

b. Supuratif

Abses Peritonsilar

Abses peritonsilar seringkali terjadi pada tonsillitis berulang atau tonsillitis

kronis yang tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Penyebaran infeksi dari

kutub atas tonsil menyebabkan akumulasi pus di antara dasar tonsil dan kapsul

tonsil. Infeksi biasanya hanya bersifat unilateral dan menimbulkan nyeri yang

berat dengan otalgia ipsilateral sebagai nyeri alih akibat penjalaran melalui

nervus glossofaringeus. Gambaran klinis lainnya adalah odinofagia dan disfagia,

trismus, pembengkakan palatum dan pilar anterior unilateral disertai pergeseran

tonsil ke arah inferior dan medial, uvula terdorong ke sisi yang berlawanan

dengan sisi yang sakit. Hasil kultur biasanya akan menunjukkan infeksi

polimikroba baik bakteri anaerob maupun aerob. Penatalaksanaan komplikasi ini

membutuhkan Quinsy tonsilektomi. (1,2,10)

Berdasarkan hasil penelitian abses peritonsillar yang dilakukan aspirasi

jarum permukosa dan pemberian penisilin per oral memberikan hasil yang baik.

22

Page 23: CSS Tonsilitis.docx

(21) Sedangkan menurut penelitian lainnya, abses peritonsilar dapat pula diberikan

pengobatan benzilpenisilin yang dikombinasikan dengan metronidazole.(22)

Abses parafaringeal

Abses parafaringeal terbentuk akibat drainase pus dari tonsil atau dari

abses peritonsilar melalui muskulus konstriktor superior. Abses terbentuk di

antara muskulus konstriktor superior dan fasia sevikalis profunda sehingga

mengakibatkan tonsil terdorong ke dinding lateral dari garis tengah. Inflamasi

pada otot pterygoid dan paraspinal menyebabkan timbulnya trismus dan kaku

leher. Palpasi pada pemeriksaan fisik sulit dilakukan karena daerah abses

terlindungi oleh otot sternocleidomastoid yang tebal. Pasien dengan abses

parafaringeal biasanya mengeluhkan demam tinggi disertai nyeri, pada

pemerikasaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis. Pemeriksaan dengan

CT scan mungkin dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Proses infeksi dapat

menyebar ke mediastinum melalui carotid sheath. Defisit neurologis pada saraf

cranial IX, X, XII dapat terjadi karena struktur anatomisnya yang berdekatan.

Penanganan komplikasi supuratif dari tonsillitis ini membutuhkan pemberian

antibiotik secara agresif, penggantian cairan dan intervensi bedah jika

dibutuhkan. Tindakan bedah intraoral tidak disarankan karena sulitnya eksplorasi

jika terjadi perdarahan. Pembedahan dilakukan dengan melakukan eksisi

transversal pada submandibula sehingga lebih mudah untuk melakukan

eksplorasi pada dasar tengkorak.(2)

Infeksi pada rongga retrofaringeal sering terjadi pada anak usia kurang

dari dua tahun. Pasien anak biasanya menjadi iritabel, demam tinggi, disfagia,

suara teredam, nafas menjadi berisik, kaku leher, dan adanya limfadenopati KBG

23

Page 24: CSS Tonsilitis.docx

leher. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran dinding posterior faring

unilateral. Penanganan infeksi retrofaring melalui insisi dan drainase intraoral.(2)

Tabel 5. Komplikasi Penyakit Adenotonsillar dan Komplikasi Tonsilektomi(1)

Complication Presentation Management OptionsPeritonsillar abscess Sore throat/dysphagia Antibiotiks (i.v.)

Pharyngotonsillar bulge Needle aspiration/I & DTrismusDrooling

Immediate tonsillectomy

Acute airway obstruction secondary to T & A hyperplasia

Stridor Muffled/hyponasal voiceDroolingEnlarged tonsils (and adenoids)

Nasopharyngeal airwaySteroids (i.v.)Antibiotiks (i.v.)

Hemorrhage Bleeding from mouth or noseFrequent swallowing

Local control (cautery or vasoconstriction)Control in OR topical or when uncontrol9le, by arterial ligation/embolizationEvaluate for coagulopathy in selected cases

Airway obstruction Occurs in first 24 h Nasopharyngeal airwayPalatal swelling Steroids (i.v.)Hypopharyngeal secretions Gentle suctioning

Dehydration Poor oral intake Control emesis if presentDry mucous membrans i.v. HydrationLethargy Parental education

Pain control prnPersistent VPI after adenoidectomy

Hypernasal speech (lasting beyond 2-mo postop)Nasal regurgitation of fluids

Speech therapyPalate surgeryPalatal prosthesis

Pulmonary edema after relief of airway obstructiona

Difficulty with oxyge19Frothy pink secretions from endotracheal tube

Positive end expiratory ventilationLasixMorphine

i.v., intravenous; I & D, incision and drainage; OR, operating room; T & A, tonsillectomy and adenoidectomy; VPI, velopharyngeal insufficiency.aCan occur after laryngospasm or relief from, chronic or acute airway obstruction from enlarged tonsils or adenoids.

2.2.8 Penatalaksanaan

Tonsilitis akut yang disebabkan oleh Streptococcus beta Haemolyticus

grup A dapat ditangani dengan pemberian antibiotik golongan penisilin sebagai

terapi lini pertama. Pada tonsillitis kronis dan hyperplasia tonsilar obstruktif terapi

dengan menggunakan antibiotik anti beta-lactamase atau bakteri anaerob seperti

amoksisilin-asam klavulanat atau klindamisin selama 3 samapai 6 minggu

24

Page 25: CSS Tonsilitis.docx

terbukti bermanfaat dan mengurangi 15% kebutuhan untuk dilakukannya

tonsilektomi.(1,18,22)

Pada kasus pembesaran tonsil yang mengakibatkan obstruksi akut

saluran nafas atas maka langkah penanganan harus sesuai dengan penanganan

kegawatdaruratan. Pengamanan jalan nafas dilakukan dengan pemasangan

nasofaringeal airway dan pemberial steroid intravena untuk memngurangi

pembengkakan akibat inflamasi. Tonsilitis yang diakibatkan oleh inkeksi

mononukleosis (Epstein-Barr virus) merupakan resiko tinggi terjadinya obstruksi

jalan nafas, pada kasus demikian maka tidak dianjurkan pemberian amoksisilin

karena dapar menimbulkan reaksi kulit yang berat. Infeksi mononukleosis yang

disertai komplikasi abses parafaringeal atau pada pasien anak yang tidak

merespon terapi medikametosa maka dianjurkan untuk dilakukan intervensi

pembedahan tonsilektomi.(1)

Tabel 6. Indikasi Tonsilektomi(1)Obstruction   Tonsillar hyperplasia with obstruction   Sleep-related disordered breathing     Obstructive sleep apnea syndrome     Upper airway resistance syndrome     Obstructive hypoventilation syndrome   Failure to thrivea

25

Page 26: CSS Tonsilitis.docx

   Cor pulmonalea

   Swallowing abnormalitiesa

   Speech abnormalities   Orofacial/dental abnormalities   Lymphoproliferative disorderInfection   Recurrent/chronic tonsillitis   Tonsillitis with:     Abscessed cervical nodes     Acute airway obstruction     Cardiac valve disease   Persistent tonsillitis with:     Persistent sore throat     Tender cervical nodes     Halitosis   Tonsillolithiasis   Streptococcal carrier state unresponsive to medical therapy in a child or household at risk   Peritonsillar abscess unresponsive to medical therapy or in a patient with recurrent tonsillitis or recurrent abscessNeoplasia   Suspected neoplasia, either benign or malignant

Walaupun dapat ditangani dengan pemberian terapi medikametosa

namun tonsilektomi masih menjadi pilihan untuk penanganan tonsilitis kronis.

Meskipun demikian berdasarkan penelitian pemilihan indikasi dilakukannya

tonsilektomi terutama pada pasien anak harus dilakukan secara cermat dan

terapi harus dilakukan atas penilaian per individu pasien. Faktor-faktor yang perlu

dipertimbangkan dalam tonsilektomi elektif antara lain pandangan orang tua dan

anak, toleransi terhadap penyakit, kecemasan, toleransi anak terhadap

antimikroba, kegiatan sekolah dihubungkan dengan absensi anak karena

penyakitnya, kemudahan akses ke sarana kesehatan, dan fasilitas yang tersedia

di sarana kesehatan.(1,5)

Tabel 7. Kriteria Indikasi Tonsilektomi pada Tonsilitis Berulang 20

26

Page 27: CSS Tonsilitis.docx

1. Sekurang-kurangnya tiga episode setiap tahun dalam 3 tahun berturut-turut, atau lima episode setiap tahun dalam 2 tahun, atau tujuh episode dalam satu tahun.

2. Setiap episode harus memiliki karakteristik ≥1 gejala di bawah ini:a. Temperatur oral ≥1010F (38,30C)b. Pembesaran kelenjar getah bening servikalis anterior (>2 cm)c. Eksudat pada tonsild. Kultur positif untuk streptococcus beta-hemolytic group A

3. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk suspek maupun yang sudah terbukti disebabkan oleh streptococcus beta-hemolytic group A

4. Setiap episode harus dibuktikan dengan pemeriksaan dan terdapat data rekam medisnya.

Pada sebagian besar anak tonsilektomi dilakukan atas indikasi kelainan

pertumbuhan struktur maksilofasial, obesitas dan extraesofageal reflux diseases.

Pada intervensi pembedahan tonsil juga perlu dipertimbangkan resiko komplikasi

perdarahan pasca operasi, mual muntah, terganggunya asupan nutrisi, nyeri

tenggorok, bau mulut, dan infeksi.(1)

Tabel 8. Kontraindikasi tonsilektomi(5)

Insufisiensi velofaringealCelah langit-langitKelainan neurologi/neuromuscular pada fungsi palatumKelainan laring

HematologiAnemiaKelainan pembekuan darah

ImunologiRiwayat alergi

InfeksiInfeksi akut (<3 minggu sejak onset infeksi)

Teknik untuk tonsilektomi bervariasi, dan baru-baru ini prinsip diseksi

dalam subcapsular banyak dibandingkan dengan teknik tonsilotomi. Tonsilotomi

27

Page 28: CSS Tonsilitis.docx

memiliki keuntungan jangka pendek tertentu dalam hal untuk penyembuhan,

tingkat reoperation awal tidak signifikan dan hasil jangka panjang dari pasien

tersebut belum dapat dipastikan. Banyaknya orang dewasa yang menderita

gangguan tidur yang berawal di masa kanak-kanak dan mendengkur mungkin

yang disebabkan oleh hiperplasia tonsil menjadi pertimbangan sebelum memilih

tonsilotomi dibandingkan Tonsilektomi subcapsular. Variasi dalam teknik ini

biasanya berkisar pada metode pembedahan (pisau dingin, pisau panas dengan

kauter monopolar, ultrasonik scalpel, kauter mikroskopis bipolar, suhu yang

dikontrol radiofrequency, dan coblation) dan metode untuk hemostasis (cautery,

kimia, laser, atau suture).(1)

Teknik yang umum digunakan dalam tonsilektomi adalah seperti yang

diurangkan berikut ini :

1. Induksi anestesi umum dan dilakukan intubasi endotracheal atau

masker laryngeal.

2. Pasien diposisikan dalam posisi Rose, kemudian dipasang mouth gag

McGiver dengan bantuan depressor lidah.

3. Palpasi palatum mole untuk memeriksa integritasnya. Masukkan

kateter karet melalui lubang hidung ke nasofaring kemusian ditarik

sehingga terjadi retraksi palatum mole ke anterior.

4. Di bawah panduan mikroskop, pasang Allys clamp pada kutub inferior

dari tonsil kemudian ditarik ke arah medial. Insisi mukosa antara tonsil

lingual dan kutub inferior tonsil dengan menggunakan bayonet kauter

bipolar berujung tumpul. Insisi dilakukan dekat dengan lipatan anterior

melului mukosa ke sarah kutup superior, dilakukan secara berhati-hati

agar tidak mengenai dasar lidah.

28

Page 29: CSS Tonsilitis.docx

5. Diseksi subkapsular dengan kauterisasi pembuluh darah dan diseksi

otot serta fasia tanpa mengenai nervus glossofaringeus. Beberapa ahli

menggunakan teknik melepas mouth gag selama beberapa menit

untuk mencegah edema pada lidah.

6. Perdarahan dirawat sampai dengan perdarahan minimal, dipasang

dental roll pada fossa tonsilla. Irigasi nasofaring dan orofaring untuk

membersihkan debris kemudian sumber perdarahan dikauterisasi

bipolar pada dasar tonsil, suction monopolar pada dasar adenoid)

7. Mouth gag dilonggarkan kemudian dilakukan pemeriksaan ulang

perdarahan pada fossa tonsil. Jika tidak ada perdarahan dan kelainan

mouth gag dilepaskan.(1)

Pasca operasi harus dilakukan proteksi jalan nafas sampai pasien sadar.

Pemberian antiemetik, antibiotik, analgesik, kortikosteroid, dan terapi cairan

dilakukan selama berjalannya operasi. Pemberian antibiotik amoksisilin selama

10 hari pasca operasi untuk mengurangi nyeri dan mencegah halitosis.(1)

29

Page 30: CSS Tonsilitis.docx

BAB III

SIMPULAN

Tonsilitis Akut Tonsilitis KronisDefinisi Suatu keadaan

inflamasi akibat infeksi yang menyerang tonsila palatina, biasanya disertai dengan faringitis akut. Penyebabnya dapat berupa virus atau bakteri.

Peradangan persisten pada tonsila palatina yang disebabkan oleh infeksi berulang.

Epidemiologi

Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, namun kondisi tersebut jarang terjadi pada anak-anak usia kurang dari 2 tahun. Tonsilitis disebabkan oleh spesies Streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sementara tonsilitis virus lebih sering terjadi pada usia lebih muda.

Faktor Predisposisi

Penggunaan alkohol

Splenectomy Kontak dengan penderita tonsilitis Sickle cell anemia Sinusitis Merokok Terpapar asap rokok Musim dingin Keadaan yang melemahkan sistem imun, seperti:

o Diabetes o Transplantasio Chemotherapy o AIDS

Etiologi Virus : adenovirus, rhinovirus, reovirus, respiratory syncytial virus (RSV), influenza dan parainfluenza viruses.Bakteri : Streptococcus beta hemoliticus grup A, pneumokokkus, stafilokokus, Haemophillus Influenzae.

Patofisiologi Infeksi dari virus dan bakteri melalui rongga mulut dan faktor imun menyebabkan terjadinya tonsilitis.

Infeksi berulang pada tonsil menyebabkan perubahan struktur yang permanen, disertai pembentukan jaringan parut atau detritus.

30

Page 31: CSS Tonsilitis.docx

Patogenesis Mikroorganisme penyebab menembus barier mukosa pada tonsil, menempel pada sel epitel, menyebar dari sel ke sel dan mungkin menembus ke dalam lapisan terluar dari sel epitel. Peristiwa ini merangsang produksi sitokin dan komplemen yang menginduksi reaksi inflamasi pada jaringan tonsil.

Bakteri pada kripta yang tidak dibersihkan akan menimbulkan infeksi yang aktif, karena debris sel pada kripta merupakan tempat berkembang biak yang baik bagi bakteri. Keadaan ini menjadi fokus infeksi untuk timbulnya penyakit sistemik (rheumatic fever, glomerulonephritis, iritis, psoriasis,inflammatory heart disease, pustulosis palmaris dan plantaris, erythema nodosum)

Gejala Klinis Penderita mengeluh nyeri tenggorokan serta disfagia, malaise. Pasien juga dapat mengeluh nyeri telinga sebagai bentuk dari nyeri alih.

Keluhan dapat berupa nyeri berulang pada tenggorokan, ataupun bisa muncul tanpa gejala. Keluhan tersering adalah lemah badan, penurunan nafsu makan, rasa tidak enak di mulut dan halitosis. Pada jenis hipertropi dapat ditemukan gejala OSAS (obstructive sleep apnea syndrome).

Pemeriksaan Fisik

Suhu biasanya tinggi, dapat mencapai 104oF, dapat ditemukan halitosisPemeriksaan rongga mulut : tonsila palatina bengkak dan hiperemis, dapat ditemukan bercak kekuningan atau keabuan disertai eksudat. Eksudat dapat berkumpul dan membentuk membran.

Gambaran Hipertrofi

Gambaran Atrofi

Tonsila membesar dengan adanya hipertrofi dan detritus. Kripta tampak membesar, purulen, dengan gambaran seperti keju atau seperti dempul.

Tonsil tampak kecil, menampakkan lekukan yang disebut sebagai “grave” dimana tepinya adalah hiperemis. Tampak sekret purulen yang tipis pada kripta.

Dapat ditemukan pembesaran KGB pada angulus mandibula.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah : didapatkan

Pemeriksaan darah : penigkatan LED dan protein C-reaktif, pada hitung jenis

31

Page 32: CSS Tonsilitis.docx

leukositosis, penigkatan LED dan protein C-reaktif.1

Bakteriologi: diambil dari apus tenggorokan, jarang dilakukan karena hasil baru didapatkan setelah 2-3 hari.

ditemukan shift to the left.8

Biakan dari apus tonsil menunjukan bakteri dengan virulensi rendah dan jarang menunjukan streptokokus beta hemolitikus.

Diagnosis Banding

1. Tonsilitis bakteri 2. Tonsilitis virus 3. Tonsilitis diptheri 4. Tonsilitis TB

Terapi Terapi umum untuk pasien ini adalah tirah baring, pemberian cairan adekuat dan diet ringan.Dapat diberikan analgetik oral, untuk meringankan rasa sakit. Terapi antibiotik dapat diberikan golongan penisilin, untuk bakteri yang resisten dapat diberikan eritromisin. Golongan chepalosporine dan makrolide dapat diberikan bagi pasien yang alergi penisilin

Konservatif : pemberian antibiotik, irigasi dengan normal saline, upaya pembersihan kripta tonsilaris

Operatif : dengan tonsilektomi

Prognosis Gejala Tonsilitis biasanya meningkatkan 2 atau 3 hari setelah perawatan dimulai. Infeksi biasanya sembuh setelah pengobatan selesai, tetapi beberapa orang mungkin membutuhkan lebih dari satu antibiotik

Prognosis tergantung pada komplikasi operasi yang mungkin terjadi. Dapat terjadi perdarahan massif intraoperatif, pada minggu pertama setelah operasi, dan pada waktu yang lebih lama (jarang)

32