croup

20
Skenario C Blok 19 CROUP Yudi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH karena mengalami kesulitan bernafas. Dua hari sebelumnya, Yudi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek. Pemeriksaan fisik: Anak sadar, agitasi. Sewaktu anak hendak diperiksa ia langsung menangis memeluk ibunya. Bibir dan muka tidak sianosis, tidak pucat. Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas dan terdengar suara ngorok setiap kali anak menarik nafas. Respiratory rate: 45 kali/ menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, retraksi supra sterna dan sela iga (+). Auskultasi: vasikuler, ronki (-) Jantung: tidak ada kelainan HR: 135 kali/ menit, nadi brakialis kuat, nadi radialis kuat. Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time kurang dari 2 detik. Pemeriksaan tambahan: Berat badan: 12 kg Tinggi badan: 86 cm Temperatur: 37,9 o C Anatomi dan fisiologi saluran napas atas dan bawah pada anak Perbedaan Anatomi Respiratory Pada Anak dan Dewasa Laring lebih tinggi (C3,C4,C6) berbentuk terowongan, menyempit pada cincin krikoid, lebih lembut dan elastis

Upload: yola-febriyanti

Post on 01-Dec-2015

94 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Croup

Skenario C Blok 19 CROUP

Yudi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH karena mengalami kesulitan

bernafas. Dua hari sebelumnya, Yudi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek.

Pemeriksaan fisik:

Anak sadar, agitasi. Sewaktu anak hendak diperiksa ia langsung menangis memeluk ibunya.

Bibir dan muka tidak sianosis, tidak pucat.

Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas dan terdengar suara ngorok setiap kali

anak menarik nafas. Respiratory rate: 45 kali/ menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan

dinding dada simetris kanan dan kiri, retraksi supra sterna dan sela iga (+). Auskultasi:

vasikuler, ronki (-)

Jantung: tidak ada kelainan HR: 135 kali/ menit, nadi brakialis kuat, nadi radialis kuat. Kulit

berwarna merah muda, hangat, capillary refill time kurang dari 2 detik.

Pemeriksaan tambahan:

Berat badan: 12 kg

Tinggi badan: 86 cm

Temperatur: 37,9oC

Anatomi dan fisiologi saluran napas atas dan bawah pada anak

Perbedaan Anatomi Respiratory Pada Anak dan Dewasa

Laring lebih tinggi (C3,C4,C6) berbentuk terowongan, menyempit

pada cincin krikoid, lebih lembut dan elastis

Trakea: 1/3 diameter dewasa saat lahir lebih pendek

Alveoli : jaringan elastik lebih kurang berkembang

Paru-paru : kapsitas residual fungsional yang lebih rendah

Pusat kontrol napas : immatur

Dinding dada : compliance lebih besar, otot interkostal imatur, iga

lebih horisontal, diafragma lebih datar, selama fase tidur REM

pergerakan otot interkostal lebih tidak terkoordinasi

Jalan napas dipengaruhi oleh perubahan anatomi pada jaringan mulut dan leher. Anak

kecil memiliki kepala besar dan leher pendek sehingga cenderung menyebabkan fleksi leher

Page 2: Croup

dan penyempitan jalan napas. Lidah relatif besar rentan menyebabkan obstruksi jalan napas

pada anak-anak yang tidak sadar dan menghalangi pandangan saat laringoskopi. Diameter

saluran napas atas yang paling sempit adalah pada bagian trakea dibawah laring (subglottic

trachea). Pernapasan anak dominant menggunakan abdomen. Otot yang paling berperan

adalah otot diafragma yang lebih mudah lelah. Paru-paru anak belum matang, jika dibandi

Pada anak kecil, epiglotitis berbentuk tapal kuda dan terproyeksi 450 ke arah posterior

mengakibatkan kesulitan untuk melakukan intubasi trakea. Faring tinggi dan anterior

(setinggi vertebrae servikal II-III) memudahkan instubasi dengan straight blade

laryngoscope. Kartilago krikoid merupakan bagian tersempit dari saluran napas bagian atas

yang menyilang dan dilapisi oleh epitel berlapis semu bersilia yang diikat oleh jaringan ikat

alveolar rentan edema dan sumbatan benda asing dan dapat menimbulkan distress

pernapasan.

Trakea masih pendek dan lunak sehingga overekstensi dan overfleksi leher akan

menyebabkan kompresi trakea. Selain itu, trakea yang pendek dan simetris dengan sudut

carina menyebabkan risiko bergesernya tube dan masuknya benda asing ke bronkus kanan

dan kiri lebih tinggi.

Dinding dada pada anak masih lunak disertai insersi tulang iga yang kurang kokoh,

letak iga lebih horizontal dan pertumbuhan otot intercostal yang belum sempurna,

menyebabkan pergerakan dinding dada terbatas. Oleh karena itu dinding dada bereran peran

penting dalam pernafasan.

Besar dan diameter trakea anak lebih kecil dari pada dewasa sehingga bila terjadi

pembengkakan sedikit saja maka pada bayi akan mengakibatkan penurunan luas saluran

pernafasan. Efek akibat penyempitan jalan nafas. Resistensi aliran udara yang masuk akan

semakin meningkat jika lumennya semakin kecil. Karena anak-anak mempunyai jalan nafas

yang lebih kecil dibandingkan orang dewasa, walaupun ukuran penyempitannya sama

(contoh: 1 mm) namun resistensi yang dihasilkan berbeda

Penyebab kesulitan bernafas pada anak usia 1-4 tahun

Jalan nafas atas:

a. Faring makroglosis, hipertrofi tonsil

b. Laring laringotrakeobronkitis, epiglotitis akut, laringitis difterika, edema / stenosis

pasca intubasi

Page 3: Croup

c. Trakea benda asing

Jalan nafas bagian bawah:

a. Bronkus /bronkiolus bronkiolitis, status asmatikus

b. Alveoli pneumonia, kelainan jantung bawaan, trauma, luka bakar

c. Kompresi pulmonal pneumotoraks, trauma dada

Susunan saraf :

a. Trauma

b. Ensefalitis

c. Takaran obat berlebihan

d. Status epileptikus

Epidemiologi

Croup paling sering ditemukan pada anak usia 6 bulan – 3 tahun. Kebanyakan dari kasus

disebabkan oleh virus dan dapat juga terjadi superinfeksi dari bakteri. Anak laki-laki 50%

lebih banyak menderita croup dibanding anak perempuan.

Etiologi dan faktor risiko

Viral croup / laryngotrakeitis akut yang disebabkan oleh Human Parainfluenza Virus

terutama tipe 1 (HPIV–1), HPIV-2, HPIV-3, dan HPIV-4 terdapat pada sekitar 75% kasus.

Etiologi virus lainnya adalah Influenza A dan B, virus campak , Adenovirus dan Virus

pernapasan/Respiratory Syncytial Virus (RSV). Batuk hebat disebabkan oleh kelompok virus

yang sama seperti laryngotrakeitis akut, tetapi tidak memiliki tanda-tanda infeksi biasa

(seperti demam, sakit tenggorokan, dan meningkatkan jumlah sel darah putih). Perawatan,

dan respon terhadap pengobatan, juga serupa.

Bakteri yang dapat menyebabkan batuk dapat dibagi menjadi beberapa antara lain, difteri

laring, trakeitis bakteri, laryngotrakeobronkitis, dan laryngotrakeobronkopneumonitis. Difteri

laring disebabkan Corynebacterium diphtheriae sementara trakeitis bakteri,

laryngotrakeobronkitis, dan laryngotrakeobronkopneumonitis biasanya karena infeksi virus

primer dengan pertumbuhan bakteri sekunder. Sebagian besar bakteri yang umum terlibat

Page 4: Croup

adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae, dan

Catarrhalis moraxella.

Penyebab Lain

Etiologi lainnya selain dikarenakan infeksi berupa virus, bakteri, dan jamur. Terdapat pula

penyebab lain yaitu:

Mekanik

o Benda asing

o Pasca pembedahan

o Penekanan massa ekstrinsik

Alergi

o Sembab angioneurotik

Faktor risiko: Lingkungan (hygene buruk), musim (gugur dan dingin), nutrisi, dan jenis

kelamin.

Pemeriksaan fisik:

Interpretasi pemeriksaan fisik dan mekanisme abnormal pada kasus

Agitasi, rewel, menunjukan hipoksi belum berat, kalau sudah berat anak akan menjadi

lemas.

Sewaktu hendak diperiksa ia langsung menangis memeluk ibunya.

Hal ini menunjukan kalau anak dalam keadaan sadar, respon verbalnya baik. Namun,

sebaiknya kita tidak membuat anak menangis karena pada saat anak menangis

semakin besar energy yang diperlukan untuk bernafas, anak bisa bertambah sesak.

Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas

Obstruksi jalan nafas akibat infeksi (edema subglotis, inflamasi mukosa, eksudat

fibrin) hipoksia menstimulus pusat respirasi terjadi peningkatan usaha

bernafas untuk mmenuhi kebutuhan oksigen

Terdengar suara ngorok saat anak menarik nafas

Infeksi (virus atau bakteri) --> inflamasi, eritem dan edem di laring & trakea --

>sehingga mengganggu gerakan plica vocalis--> Saat aliran udara ini melewati plica

vocalis dan arytenoepiglottic folds, akan menggetarkan struktur tersebut sehingga

akan terdengar stridor. Awalnya stridor bernada rendah (low pitched), keras dan

Page 5: Croup

terdengar saat inspirasi tetapi bila obstruksi semakin berat stridor akan terdengar lebih

lemah, bernada tinggi (high pitched) dan terdengar juga saat ekspirasi.

Nafas cuping hidung (+), retraksi suprasternal dan sela iga (+), RR 45 kali/menit, dan

retraksi dinding dada menginterpretasikan bahwa terjadi peningkatan usaha bernafas

untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.

HR: 135 kali/menit, nadi brachialis dan radialis kuat: normal

Kulit berwarna merah muda, hangat: normal

Capillary refill time < 2: normal

Status nutrisi Yudi

Berdasarkan WHO growth chart,

Length for age: normal

Weight for age: normal

Weigh for lenght: normal

Jadi secara keseluruhan berdasarkan kurva pertumbuhan WHO, status nutrisi Yudi dinilai

baik.

Hasil penilaian Pediatric Assessment Triangle pada kasus

Appeareance : abnormal karena menangis dan stridor

Work of breathing : visible (tampak peningkatan usaha bernafas)

Sirkulasi : normal karena tidak ditemukan pucat ataupun sianosis

Diagnosis banding penyakit pada kasus

a. Croup

- Biasanya Anak usia 2-4 tahun

- Biasanya penyebab virus

- Low grade fever 380C- 390C

- Batuk, stridor

- Onset perlahan

- Pernafasan memburuk pada malam hari

Page 6: Croup

b. Epiglotitis

- Infeksi bakteri

- Biasanya anak usia 4-6 tahun

- Demam tinggi 390C- 400C

- Kesulitan menelan

- Stridor saat istirahat

- Onset cepat

c. Bacterial tracheitis

- Infeksi bakteri

- Demam tinggi

- Snoring

- Batuk produktif

Manifestasi Klinik

Batuk yang terdengar seperti gonggongan

Bunyi bernada tinggi saat bernapas ke dalam (stridor)

Demam

Hidung pilek (rinorea)

Hidung tersumbat, diawali dengan batuk pilek

Memiliki kesulitan bernapas

Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena kekurangan

oksigen (sianosis)

Penegakan diagnosis

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada pemeriksaan

fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan frekuensi napas yang

sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stres pernapasan yang

diderita.

Page 7: Croup

Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan

tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/respiratory distress,

disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.

Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup beratnya adalah Skor

Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang digunakan dalam praktek

klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk lima faktor: tingkat kesadaran, cyanosis,

stridor, masuknya udara, dan retraksi. Hal-hal yang diberikan untuk setiap faktor terdaftar

dalam tabel ke kanan, dan skor akhir berkisar dari 0 sampai 17.

Skor total ≤ 2 menunjukkan batuk ringan. Batuk menggonggong karakteristik dan

suara serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor saat istirahat.

Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croupmoderat. Hal ini menyajikan dengan

mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa tanda-tanda lain.

Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai dinding dada

indrawing.

Sebuah nilai total ≥ 12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan pernapasan . Batuk

menggonggong dan stridor mungkin tidak lagi menonjol pada tahap ini.

85% dari anak-anak yang datang ke bagian darurat memiliki penyakit ringan, batuk parah

sangat jarang (<1%).

Skor Westley: Klasifikasi keparahan batuk

Ciri Jumlah poin yang ditugaskan untuk fitur ini

0 1 2 3 4 5

Retraksi Dinding dada

Tidak ada Ringan Moderat Parah

Stridor Tidak adaDengan agitasi

Diam

Sianosis Tidak adaDengan agitasi

Diam

Tingkat kesadaran Normal Bingung

Udara masuk Normal Penurunan Menurun

tajam

Page 8: Croup

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak perlu

dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis, gejala klinis,

dan pemeriksaan fisik.

Bila ditemukan peningkatan leukosit >20.000/mm3 yang didominasi PMN,

kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis. Pemeriksaan penunjang lain

yang cukup berguna untuk menegakkan diagnosis croup sindrom ini yaitu bisa dengan

pemeriksaan radiologis dan CT-Scan.

Gambaran radiologi berupa penyempitan dari subglotis (seperti menara / steeple sign)

pada foto anterior-posterior (AP), densitas jaringan lunak yang ireguler pada trakea foto

lateral, serta peumonia bilateral.

Tanda menara terlihat pada radiografi anteroposterior jaringan lunak leher.

Konvektivitas lateral normal trakea subglottic hilang, dan penyempitan lumen subglottic

menghasilkan konfigurasi V terbalik di daerah ini. Titik dari V terbalik pada tingkat margin

inferior pita suara yang benar. Penyempitan dari lumen subglottic mengubah tampilan

radiografi dari kolom udara trakea, yang menyerupai atap bernada tajam atau menara gereja.

Gambaran normal foto anterior-posterior

Gambaran normal foto lateral

Page 9: Croup

Gambaran Sindrom Croup foto anterior-posterior

Gambaran Sindrom Croup foto lateral

Dalam tanda menara (steeple sign), area kritis penyempitan saluran napas adalah 1 cm

proksimal trakea, di elasticus konus ke tingkat pita suara yang benar. Mukosa pada tingkat ini

memiliki lampiran longgar. Tanda menara dihasilkan oleh adanya edema pada trakea, yang

menghasilkan elevasi mukosa trakea dan hilangnya memikul normal (Convexities lateral)

dari kolom udara

Pada pemeriksaan radiologis leher posisi poserior-anterior ditemukan gambaran udara

steeple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanya penyempitan kolumna subglotis.

Akan tetapi, gambaran radiologis seperti ini hanya dijumpai pada 50% kasus saja.

Melalui pemeriksaan radiologis, croup dapat dibedakan dengan berbagai diagnosis

bandingnya. Gambaran foto jaringan lunak (intensitas rendah) saluran napas atas dapat

dijumpai sebagai berikut:

1. Pada trakeitis bakterial, tampak gambaran membran trakea yang compang-camping.

2. Pada epiglotitis, tampak gambaran epiglotitis yang menebal.

3. Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang menonjol.

Page 10: Croup

Anak usia 2 tahun

Terinfeksi virus

Terjadi reaksi imunologi

Pengeluaran sitokin proinflamasi (IFN dan IL 6)

↑ set point di hipotlamus

Demam tidak terlalu tinggi

Edema subglotis, inflamasi mukosa,

KompensasiRR↑Nasal flaringRetraksi (+)

↑ resistensi jalan nafas

Turbulensi udara saat masuk (menggetarkan plika vokalis

Stridor inspirasi

Hipoksia

agitasi

Penyempitan jalan nafas

Batuk dan pilek

Patogenesis

Penatalaksanaan

Penilaian dengan PAT Primary survey ABC

Airway Jalan napas yang baik untuk oksigenasi dan ventilasi.

Penanganan mengoptimalkan dengan :

Meletakkan kepala secara “SNIFFING POSITION” (posisi menghirup): kepala anak

digerakkan kearah depan dan atas dengan manuver chin lift dan jaw thrust.

Membersihkan rongga mulut dan orofaring. Kepala dimiringkan ke kiri.

Page 11: Croup

Pada anak tidak sadar perlu mempertahankan jalan nafas secara mekanik yaitu oral

airways yang dimasukkan secara langsung dan gentle dengan bantuan spatula lidah.

Bisa juga Intubasi orotraceal untuk trauma kepala berat, dan krikotiroidotomi.

Breathing Evaluasi pernafasan.

Pemberian Oksigen melalui ambu bag dengan tetap mengingat kerentanan alami dari cabang

traceobroncial dan alveoli bayi dan anak yang belum matang untuk mencegah cedera.

Circulation Penanganan/evaluasi perdarahan, resusitasi cairan, penggantian darah,

pengontrolan produksi urin, dan panas.

Nebulisasi epinefrin akan menurunkan permeabilitas vaskular epitel bronkus dan

trakea, memperbaiki edema mukosa laring, dan meningkatkan laju udara pernapasan.

Pada penelitian dengan metode double blind, efek terapi nebulisasi epinefrin ini timbul

dalam waktu 30 menit dan bertahan selama dua jam. Epinefrin yang dapat digunakan

antara lain adalah sebagai berikut:

Racemic epinephrine (campuran 1:1 isomer d dan l epinefrin), dengan dosis 0,5 ml

larutan racemic epinephrine 2,25% yang telah dilarutkan dalam 3 ml salin normal.

Larutan tersebut diberikan melalui nebulizer selama 20 menit.

L-epinephrine 1:1000 sebanyak 0,5ml/kg, maksimal 5 ml; diberikan melalui

nebulizerEfek terapi terjadi dalam dua jam

Racemic epinephrine merupakan pilihan utama, efek terapinya lebih besar, dan

mempunyai sedikit efek terhadap kardiovaskular seperti takikardi dan hipertensi.

Nebulisasi epinefrin masih dapat diberikan pada pasien dengan takikardi dan kelainan

jantung seperti Tetralogy Fallot.

Kortikosteroid

Kortikosteroid mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme antiinflamasi. Uji

klinik menunjukkan adanya perbaikan pada pasien laringotrakeitis ringan-sedang yang

diobati dengan steroid oral atau parenteral dibandingkan dengan plasebo.

Deksametason

Page 12: Croup

Deksametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/antimuskular sebanyak satu kali,

dan dapat diulang dalam 6-24 jam. Efek klinis akan tampak 2-3 jam setelah pengobatan.

Tidak ada penelitian yang menyokong keuntungan penambahan dosis. Keuntungan

pemakaian kortikosteroid adalah sebagai berikut:

Mengurangi rata-rata tindakan intubasi

Mengurangi rata-rata lama rawat inap

Menurunkan hari perawatan dan derajat penyakit.

Selain deksametason, dapat juga diberikan prednisone atau prednisolon dengan dosis 1-2

mg/kgBB (E4). Berdasarkan dua penelitian meta-analisis (24 RCT) tentang pemakaian

kortikosteroid sistemik, dengan pemberian kortikosteroid 6 dan 12 jam, tetapi tidak sampai

24 jam, disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh dari kortikosteroid sistemik.

Budesonid

Nebulisasi budesonid dipakai sejak tahun 1990. Tingkat efektifitasnya adalah E2 bila

dibandingkan dengan plasebo. Larutan 2-4 mg budesonid (2 ml) diberikan melalui nebulizer

dan dapat diulang pada 12 dan 48 jam pertama. Efek terapi nebulisasi budesonid terjadi

dalam 30 menit, sedangkan kortikosteroid sistemik terjadi dalam satu jam.

Pemberian terapi ini mungkin akan lebih bermanfaat pada pasien dengan gejala

muntah dan gawat napas (respiratory distress) yang hebat. Budesonid dan epinefrin dapat

digunakan secara bersamaan. Sebagian besar kasus pemakaian budesonid tidak lebih baik

daripada deksametason oral. Kortikosteroid tidak diberikan pada anak dengan varisela dan

TB (kecuali pada anak yang sedang mendapat OAT). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka

waktu lama (1 mg/kgBB/hari selama delapan hari) dapat meningkatkan infeksi Candida

albicans.

Pediatric Assessment Triangle

PAT (Pediatric Assessment Triangle) merupakan alat penilaian objektif yang dapat

digunakan untuk menentukan beratnya penyakit anak serta merupakan cara cepat untuk

menentukan stabilitas fisiologis. Komponen yang dinilai pada PAT : Appereance, Work of

Breathing, Circulation.

1. Appearance

Element Yang dinilai

Tonus Otot Gerakan ekstremitasà bergerak spontan atau tidak,

Page 13: Croup

lemah atau tidak

Interaktivitas Alertness: apakah anak waspada dan penuh perhatian

untuk sekitarnya

Consolability Gelisah/agitasi. Apakah pengasuh mengurangi agitasi

dan menangis

Look/gaze Apakah mata anak mengikuti gerakan Anda dan

menjaga kontak mata dengan benda-benda atau orang,

atau apakah tatapan matanya kosong

Speech/cry Apakah vokalisasinya kuat atau lemah, sayu atau serak?

2. Work of breathing

Element Yang dinilai

Suara jalan napas abnormal Altered speech, stridor, wheezing atau grunting

Abnormal positioning Head bobbing, tripoding, sniffing

Retraksi Retraksi otot dinding dada, supraclavicular,

intercostals atau substernal

Flaring Nasal flaring (nafas cuping hidung)

3. Circulation

Element Yang dinilai

Pallor White skin coloration from lack of peripheral blood

Mottling Patchy skin discoloration, with patches of cyanosis,

due to vascular instability

Cyanosis Bluish discoloration of skin and mucus

General Impression Appearance Work ofBreathing

Circulation to the skin

Stable Normal Normal Normal

Page 14: Croup

Respiratory Distress

Normal AbnormalNasal flaringGruntingStridorWheezingRetractions

Normal

Respiratory Failure abnormal abnormal Normal/ abnormal

Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi pada 15% kasus croup. Komplikasi yang terjadi antara lain:

Respiratory failure

Perluasan proses penyakit ke region traktus respiratorius yang lain seperti telinga

tengah, ujung bronkiolus, dan ke parenkim paru

Pneumonia

Tracheitis bacterial

Prognosis penyakit pada kasus

Dubia ad bonam

Pada umumnya penyebab croup adalah virus, maka sindroma ini dapat sembuh

dengan sendirinya, dan sangat jarang menyebabkan kematian akibat obstruksi saluran

pernapasan total. Gejalanya dapat berlangsung dalam 7 hari, tetapi puncaknya pada

hari kedua dari perjalanan penyakit.

Tatalaksana respiratory distress dengan baik sehingga tak jatuh ke respiratory failure

KDU pada kasus

4 : mampu menyelesaikan kasus hingga tuntas

Hipotesis :

Yudi, anak laki-laki 2 tahun, mengalami respiratory distress karena obstruksi penyempitan

jalan nafas atas et causa croup.