(cps) yang dil
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM
SOLVING (CPS) YANG DILENGKAPI MEDIA PEMBELAJARAN
LABORATORIUM VIRTUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR
SISWA PADA MATERI POKOK KOLOID KELAS XI IPA
SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1 KARANGANYAR
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Skripsi
Oleh:
FIAN TOTIANA
NIM K3308080
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Oktober 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Fian Totiana
NIM : K3308080
Jurusan/Program Studi : PMIPA/Pendidikan Kimia
menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “EFEKTIVITAS MODEL
PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) YANG
DILENGKAPI MEDIA PEMBELAJARAN LABORATORIUM VIRTUAL
TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK
KOLOID KELAS XI IPA SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1
KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012” ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Oktober 2012
Yang membuat pernyataan
Fian TotianaK3308080
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM
SOLVING (CPS) YANG DILENGKAPI MEDIA PEMBELAJARAN
LABORATORIUM VIRTUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR
SISWA PADA MATERI POKOK KOLOID KELAS XI IPA
SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1 KARANGANYAR
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh:
FIAN TOTIANA
NIM K3308080
Skripsi
ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan
Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Oktober 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Oktober 2012
Pembimbing I
Elfi Susanti V H, S.Si.,M.Si.NIP. 19721023 199802 2 001
Pembimbing II
Dra. Tri Redjeki, M.S.NIP. 19510601 197603 2 004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program
Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada:
Hari : Rabu
Tanggal : 17 Oktober 2012
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Haryono, M.PdNIP. 19520423 1976031 002 _______________
Sekretaris : Dr. Mohammad Masykuri, M.Si.NIP. 19681124 199403 1 001 _______________
Anggota I : Elfi Susanti VH, S.Si.,M.SiNIP. 19721023 199802 2 001 _______________
Anggota II : Dra. Tri Redjeki, M.S.NIP. 19510601 197603 2 004 _______________
Disahkan Oleh :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
a.n. Dekan
Pembantu Dekan I
Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si.NIP. 19660415 199103 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Fian Totiana. K3308080. EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) DILENGKAPI MEDIA PEMBELAJARAN LABORATORIUM VIRTUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK KOLOID KELAS XI IPA SEMESTER GENAP SMA N 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober 2012.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dilengkapi dengan media pembelajaran laboratorium virtual terhadap prestasi belajar materi pokok Koloid siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain penelitian Randomized Subjects Posttest Only Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA N 1 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012 sebanyak 5 kelas. Sampel terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas eksperimen (model CPS dilengkapi media laboratorium virtual) dan kelas kontrol (modelkonvensional) yang dipilih secara cluster random sampling. Teknik pengumpulan data prestasi belajar kognitif menggunakan metode tes sedangkan data prestasi belajar afektif siswa menggunakan angket. Teknik analisis data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t- pihak kanan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving dengan media pembelajaran laboratorium virtual efektif dapat meningkatkan prestasi belajar materi pokok Koloid siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012 yang dibuktikan dengan harga nilai thitung yaitu 2,85 lebih tinggi dari harga ttabel yaitu 1,67 untuk prestasi belajar kognitif dan harga nilai thitung yaitu 2,61 lebih tinggi dari harga ttabel yaitu 1,67 untuk prestasi belajar afektif.
Kata kunci : model Creative Problem Solving (CPS), prestasi belajar, laboratorium virtual, koloid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Fian Totiana. K3308080. THE EFFECTIVNESS OF CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) LEARNING MODEL USING VIRTUAL LABORATORY TOWARD STUDENT LEARNING ACHIEVEMENT ON SUBJECT MATTER COLLOID AT XI IPA 2nd SEMESTER OF SMA N 1KARANGANYAR 2011/2012. Minor Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty Sebelas Maret University, October 2012.
The purpose of this research is to find out the efectivity of creative problem solving (CPS) learning model using virtual laboratory toward learning achievment on subject matter colloid at XI IPA 2nd semester of SMA N 1Karanganyar 2011/2012.
The research is an experimental research by using Randomized Subjects Posttest Only Control Group Design. The population in this research were students in class XI IPA SMA N 1 Karanganyar 2011/2012 that consist of 5classes. Sampling method using cluster random sampling technique. The sampleswere experimental class (CPS model using virtual laboratory) and control class (convensional model). The main data of this research was achievement students learning outcome from cognitive and affective aspect. Cognitive student’sachievement was evaluated by objective test method, while the affective student’s achievement was evaluated by questionnaire test method. The technique of analizing data were used t-test right side.
The result of the research showed that the creative problem solving (CPS) learning model using virtual laboratory was efective could increased the learning achievment on subject matter colloid at XI IPA 2nd semester of SMA N 1Karanganyar 2011/2012 with value of tobs = 2,85 higher than ttable = 1,67 for cognitive and value of tobs = 2,61 higher than ttable=1,67 for affective aspect.
Keyword : creative problem solving (CPS) model, learning achievement, virtual laboratory, colloid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
MOTTO
“Sukses berarti melakukan yang terbaik yang kita bisa dengan apa yang kita
miliki. Bukan dengan menginginkan apa yang orang lain miliki”
(Penulis)
”LIFE IS A CHOICE”
(Penulis)
“Dia yang tahu, tidak bicara. Dia yang bicara, tidak tahu”
( Loo Tse )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
PERSEMBAHAN
Dengan penuh cinta dan perjuangan, karya ini saya persembahkan untuk:
Buniyati (Ibu) dan Kuswanto (Bapak)
Terimakasih atas nasehat, bimbingan, doa dan kasih sayang yang tiada tara
Adikku, Adelia Septy Totiana
Terimakasih atas semangatnya
Mas Prasetyo Dwi Utomo
Terima kasih untuk Kesabaran, nasehat dan semangatnya yang tak pernah lelah
Sahabat-sahabatku di kimia’08
Keluarga kecilku di Kost Putri Indah
Almamater yang menjadi kebanggaanku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang
memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “EFEKTIVITAS MODEL
PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) YANG
DILENGKAPI MEDIA PEMBELAJARAN LABORATORIUM VIRTUAL
TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK
KOLOID KELAS XI IPA SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1
KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa
terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan
pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si , selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan UNS yang telah memberikan izin menyusun skripsi ini.
2. Sukarmin, S.Pd., M.Si., Ph.D., selaku Ketua Jurusan P. MIPA FKIP UNS
yang telah memberikan izin menyusun skripsi ini.
3. Dra. Bakti Mulyani, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia
FKIP UNS yang telah memberikan izin menyusun skripsi ini.
4. Elfi Susanti VH, S.Si., M.Si., selaku pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, dukungan, kepercayaan, kemudahan dan berbagai masukan yang
sangat membantu dalam penulisan skripsi ini dan selaku Pembimbing
Akademik yang telah memberi semangat dan bimbingannya bagi penulis
selama ini.
5. Dra. Tri Redjeki, M.S., selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, dukungan, kepercayaan, kemudahan dan berbagai masukan yang
sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
6. Drs. Haryono, M.Pd., selaku penguji skripsi I yang telah memberikan
masukan dan saran demi perbaikan penulisan skripsi ini.
7. Dr. Mohammad Masykuri, M.Si., selaku penguji skripsi II yang telah
memberikan masukan dan saran demi perbaikan penulisan skripsi ini.
8. Drs. H. Sobirin M., M.Pd., selaku Kepala SMA N 1 Karanganyar yang telah
memberikan izin untuk melaksanakan penelitian.
9. Dra. Sri Widayati, M.M. dan Setyowati Adikoyo, ST., selaku guru bidang
studi kimia kelas XI IPA SMA N 1 Karanganyar yang telah memberikan
kesempatan, kepercayaan, dan bimbingannya selama penulis melakukan
penelitian.
10. Siswa-siswi kelas XI IPA 2, XI IPA 3 dan XI IPA 5 SMA N 1 Karanganyar
yang telah memberikan respon yang baik dalam pembelajaran.
11. Ibu dan Ayah serta semua keluarga atas doa, semangat dan dukungan yang
sangat berlimpah.
12. Teman-teman mahasiswa Kimia UNS seluruh angkatan 2008, kakak tingkat
dan adik tingkat.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian maupun penyusunan
makalah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah skripsi ini banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi sempurnanya makalah skripsi ini. Penulis berharap semoga
makalah skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca ini pada umumnya dan penulis
pada khususnya.
Surakarta, Oktober 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGAJUAN............................................................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... v
HALAMAN ABSTRAK.................................................................................. vi
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... ix
KATA PENGANTAR ..................................................................................... x
DAFTAR ISI.................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 3
C. Pembatasan Masalah .................................................................... 4
D. Perumusan Masalah ..................................................................... 4
E. Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 6
A. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 6
1. Efektivitas Pembelajaran ....................................................... 6
2. Belajar dan Pembelajaran....................................................... 7
3. Model Creative Problem Solving (CPS) ................................ 10
4. Media Pembelajaran............................................................... 13
5. Laboratorium Virtual ............................................................. 14
6. Prestasi Belajar....................................................................... 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
7. Materi Koloid ......................................................................... 16
B. Kerangka Berpikir........................................................................ 32
C. Perumusan Hipotesis.................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................. 35
A. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 35
B. Rancangan Penelitian ................................................................... 36
1. Variabel Penelitian ................................................................. 36
2. Prosedur Penelitian ................................................................. 37
C. Populasi dan Sampel .................................................................... 37
D. Pengumpulan Data ....................................................................... 38
E. Instrumen Penelitian..................................................................... 38
1. Instrumen Pembelajaran ......................................................... 38
2. Instrumen Penilaian Kognitif.................................................. 38
3. Intrumen Penilaian Afektif .......................................................... 43
F. Analisis Data ................................................................................ 45
1. Uji Prasyarat Analisis............................................................. 45
a. Uji Normalitas.................................................................... 45
b. Uji Homogenitas ................................................................ 46
c. Uji t- Matching ................................................................... 48
2. Uji Hipotesis ...................................................................... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................................... 50
A. Pengujian Instrumen..................................................................... 50
B. Deskripsi Data ............................................................................. 52
C. Pengujian Persyaratan Analisis .................................................... 55
1. Uji Kesetimbangan ................................................................. 55
2. Uji Normalitas ........................................................................ 56
3. Uji Homogenitas..................................................................... 57
D. Pengujian Hipotesis...................................................................... 57
1. Uji t-Pihak Kanan Prestasi Belajar Kognitif........................... 57
2. Uji t-Pihak Kanan Prestasi Belajar Afektif............................. 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
E. Pembahasan Hasil Analisis Data.................................................. 59
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN........................................ 62
A. Simpulan ...................................................................................... 62
B. Implikasi....................................................................................... 62
C. Saran .................................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 64
LAMPIRAN .................................................................................................... 68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbandingan Sifat Larutan, Koloid, dan Suspensi...................... 18
Tabel 2.2 Perbandingan Sistem Koloid........................................................ 19
Tabel 2.3 Perbandingan Sifat Sol Hidrofil dan Sol Hidrofob ...................... 27
Tabel 3.1 Alokasi Waktu Penelitian ............................................................ 35
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian................................................................... 36
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Kognitif dan Afektif................ 50
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Item Instrumen Kognitif................................ 50
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Item Instrumen Afektif.................................. 51
Tabel 4.4 Hasil Reliabilitas Instrumen Kognitif dan Afektif....................... 51
Tabel 4.5 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Kognitif............................ 51
Tabel 4.6 Hasil Uji Daya Beda Instrumen Kognitif..................................... 51
Tabel 4.7 Tabel Nilai Rata-Rata Kelas ....................................................... 52
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol................................................................................ 53
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol ............................................................................... 53
Tabel 4.10 Hasil Uji Kesetimbangan Berdasarkan Nilai Mid Semester
Kelas XI IPA 2 dan kelas XI IPA 3 ............................................. 55
Tabel 4.11 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Nilai Kognitif ........................... 56
Tabel 4.12 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Nilai Afektif ............................. 56
Tabel 4.13 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Aspek Kognitif dan Afektif
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ......................................... 57
Tabel 4.14 Rangkuman Hasil Uji-t Pihak Kanan Prestasi Kognitif............... 58
Tabel 4.15 Rangkuman Hasil Uji-t Pihak Kanan Prestasi Afektif................. 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Diagram Komponen Model Creative Problem Solving............... 12
Gambar 2.2 Molekul Sabun ........................................................................... 31
Gambar 4.1 Histogram Perbandingan Prestasi Kognitif
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol............................. 54
Gambar 4.2. Histogram Perbandingan Prestasi Afektif Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ....................................... 55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Silabus ...................................................................................... 68
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model CPS ..................... 70
Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen........ ........................... 80
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ................. 90
Lampiran 5. Instrumen Kognitif ................................................................... 96
Lampiran 6. Instrumen Afektif ..................................................................... 117
Lampiran 7. Acuan Syarat Pemilihan Kelas ................................................. 124
Lampiran 8. Data Nilai Tes Aspek Kognitif dan Afektif.............................. 137
Lampiran 9. Distribusi Frekuensi Data Prestasi Kognitif ............................. 138
Lampiran 10. Distribusi Frekuensi Data Prestasi Afektif ............................... 143
Lampiran 11. Uji Prasyarat Analisis Data Kognitif ........................................ 148
Lampiran 12. Uji Prasyarat Analisis Data Afektif .......................................... 153
Lampiran 13. Uji Hipotesis ............................................................................. 158
Lampiran 14. Lembar Validasi Isi Panelis...................................................... 161
Lampiran 15. Perhitungan Validasi Isi Panelis ............................................... 165
Lampiran 16. Uji Instrumen Kognitif ............................................................. 169
Lampiran 17. Uji Instrumen Afektif ............................................................... 173
Lampiran 18. Daftar Kelompok untuk Kelas Eksperimen.............................. 178
Lampiran 19. Dokumentasi............................................................................. 179
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam proses pembelajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang
penting. Unsur proses belajar didalamnya termasuk faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Menurut Ngalim Purwanto (2011 : 102) faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dibedakan menjadi dua golongan yaitu faktor yang ada
pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual dan faktor yang
ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial. Yang termasuk ke dalam faktor
individual antara lain : faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan,
motivasi, dan faktor pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain
faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang
dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia,
dan motivasi sosial. Faktor guru dan cara mengajarnya termasuk didalamnya yaitu
model pembelajaran.
Menurut Arends dalam Agus Suprijono (2011:46), model pembelajaran
mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-
tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan
sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Model
pembelajaran sangat mempengaruhi belajar siswa yang nantinya dapat
berpengaruh pada prestasi belajar siswa.
Model pembelajaran yang digunakan untuk pembelajaran kimia haruslah
tepat. Mata pelajaran kimia merupakan mata pelajaran wajib bagi siswa Sekolah
Menengah Atas, khususnya yang mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Alam.
Salah satu materi pokok didalamnya yaitu Koloid. Materi Koloid merupakan
materi yang penting, karena berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, tetapi siswa
hanya dituntut oleh guru untuk sekedar menghafal tanpa menuntut siswa
memahami materi tersebut secara mendalam. Dalam materi tersebut terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
konsep-konsep yang memerlukan pemahaman dan hafalan yang cukup dari siswa
seperti pemahaman tentang koloid secara umum, jenis-jenis koloid, sifat-sifat
koloid, dan cara-cara pembuatan koloid. Hal ini dapat membuat siswa kurang
berminat untuk mempelajarinya.
Pembelajaran materi kimia di SMA Negeri 1 Karanganyar, guru masih
menggunakan model konvensional yaitu ceramah dan tanya jawab. Ini akan
membuat siswa merasa jenuh dan bosan, sehingga kurang berminat dalam
mempelajari materi kimia yang mengakibatkan prestasi rendah. Berdasarkan data
nilai ulangan harian materi koloid siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Karanganyar
Tahun Ajaran 2010/2011, ada 33% siswa belum mencapai ketuntasan atau
mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75.
Ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar, salah
satunya yaitu penggunaan model pembelajaran. Variasi model pembelajaran yang
mungkin dapat diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu model
pembelajaran pemecahan masalah secara kreatif (Creative Problem Solving
Models) yang merupakan variasi dari pembelajaran Problem Solving dengan
pemecahan masalah melalui teknik sistematis dalam mengorganisasikan gagasan
kreatif untuk menyelesaikan masalah. Creative Problem Solving (CPS) adalah
suatu proses, metode, atau sistem untuk mendekati suatu masalah didalam suatu
jalan imaginatif dan menghasilkan tindakan efektif (William E. Mitchel and
Thomas F. Kowalik, 1999:4).
Dengan pendekatan pemecahan masalah, menekankan agar pengajaran
memberikan kemampuan bagaimana cara memecahkan masalah yang objektif dan
tahu benar apa yang dihadapi. Kesimpulan yang secara mendasar dibutuhkan
dalam kehidupan sehari-hari. Karena sepanjang orang itu hidup, ia akan
dihadapkan pada masalah (Mulyati Arifin, 1995:100). Ketika dihadapkan dengan
situasi pertanyaan, siswa dapat melakukan ketrampilan memecahkan masalah
untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara
menghafal tanpa dipikir, ketrampilan memecahkan masalah memperluas proses
berpikir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Untuk menciptakan pembelajaran yang menarik bagi siswa diperlukan
media pembelajaran yang inovatif. Dalam arti sempit, media pengajaran hanya
meliputi media yang dapat digunakan secara efektif dalam proses pengajaran yang
terencana, sedangkan dalam artian luas, media tidak hanya meliputi media
komunikasi elektronik yang kompleks, tetapi juga mencakup alat-alat sederhana
seperti slide, fotografi, diagram, dan bagan buatan guru, objek-objek nyata serta
kunjungan ke luar sekolah (Oemar Hamalik, 2003:202).
Salah satu media pembelajaran yaitu laboratorium virtual. Laboratorium
virtual merupakan suatu media berbasis komputer yang berisi simulasi kegiatan di
laboratorium kimia. Laboratorium virtual dibuat untuk menggambarkan reaksi-
reaksi yang mungkin tidak dapat terlihat pada keadaan nyata. Kelebihan dalam
penggunaan laboratorium virtual adalah siswa dapat mengumpulkan data dengan
cepat dalam situasi apapun, selain itu siswa juga dapat melakukan eksperimen
dengan aman apabila eksperimen yang sebenarnya berbahaya. Penggunaan
laboratorium virtual juga lebih murah bila dibandingkan dengan eksperimen pada
laboratorium real yang memerlukan alat dan bahan yang relatif mahal.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diketahui pengaruh model
pembelajaran Creative Problem Solving yang dilengkapi media laboratorium
virtual terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok koloid terhadap
prestasi belajar siswa. Untuk itu dilakukan penelitian yang berjudul
“Efektivitas Model Pembelajaran Creative Problem Solving Dilengkapi
dengan Media Pembelajaran Laboratorium Virtual terhadap Prestasi
Belajar Siswa pada Materi Koloid Kelas XI IPA Semester Genap SMA
Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah model konvensional
sehingga siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2. Siswa dituntut dapat menguasai kompetensi yaitu dengan mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) untuk tiap kompetensi dasar yang diharapakan.
Kenyataannya menunjukkan masih banyak siswa yang belum dapat mencapai
kriteria ketuntasan tersebut.
3. Penggunaan model pembelajaran yang lebih menarik kemungkinan dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
4. Penggunaan media pembelajaran masih jarang dilakukan.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas agar penelitian lebih terfokus dan
terarah, maka diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI IPA SMA Negeri 1
Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012.
2. Model Pembelajaran
Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah model
pembelajaran Creative Problem Solving dilengkapi dengan media
pembelajaran laboratorium virtual.
3. Materi Pelajaran
Materi pelajaran kimia dalam penelitian ini adalah pokok bahasan koloid.
4. Prestasi Belajar
Prestasi belajar dalam penelitian ini meliputi aspek kognitif dan afektif.
5. Pembelajaran efektif bila prestasi belajar kognitif dan afektif model Creative
Problem Solving lebih tinggi dari pada model konvensional.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas,
maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Apakah penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving dilengkapi
dengan media pembelajaran laboratorium virtual efektif dapat meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
prestasi belajar materi pokok koloid siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1
Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
“Mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran Creative Problem
Solving dilengkapi dengan media pembelajaran laboratorium virtual terhadap
prestasi belajar materi pokok koloid siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1
Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012.”
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai efektivitas
penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving dilengkapi media
laboratorium virtual terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok koloid.
2. Manfaat praktis
a. Memberikan masukan kepada guru bidang studi kimia dalam pemilihan
model dan media pembelajaran yang diharapkan dapat memperbaiki dan
meningkatkan kreatifitas, keaktifan dan, prestasi belajar siswa.
b. Memberikan bantuan kepada siswa sebagai usaha peningkatan hasil
belajar kimia khususnya materi pokok koloid.
c. Memberikan bahan pemikiran bagi pengelola pendidikan bahwa perlu
adanya inovasi dalam pembelajaran untuk menyiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas.
d. Sebagai bahan referensi bagi peneliti yang akan mengadakan penelitian
lanjutan berkaitan dengan penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas berasal dari kata dasar efektif. Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia efektif berarti ada pengaruhnya, ada akibatnya, ada efeknya, dapat
membuahkan hasil (Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja : 269). Sadiman dalam
Trianto (2010:20) mengemukakan “Keefektifan pembelajaran adalah hasil guna
yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar”. Menurut Tim
Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya dalam
Trianto, Efisiensi dan keefektifan mengajar dalam proses interaksi belajar yang
baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu para siswa agar bias belajar
dengan baik. Untuk mengetahui keefektifan mengajar, dengan memberikan tes,
sebab hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses
pengajaran.
Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama
keefektifan pengajaran, yaitu :
a. Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM;
b. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa;
c. Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa
(orientasi keberhasilan belajar) diutamakan; dan
d. Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan
struktur kelas yang mendukung butir b, tanpa mengabaikan butir d, (Sasmito
dalam Trianto, 2010: 20)
Efektivitas pengajaran dapat diukur dengan tiga cara yaitu:
a. Pendekatan analisis, penelitian menentukan standar minimal yang dapat
dicapai siswa.
b. Pendekatan deskriptif, memberi tahu kepada evaluator tentang tingkat
keberhasilan yang dicapai siswa dalam belajarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
c. Pendekatan eksperimen, dengan cara membandingkan dua kelompok, yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan catatan kondisi kedua
kelompok yang tidak berbeda ( Gilbert Sax dalam Suharsimi, 2002:160).
Dalam pembelajaran guru dituntut harus memiliki pengetahuan bidang
studi yang cukup, mengetahui cara mengajar yang efektif dan efisien, memiliki
sifat terbuka, agar proses belajar mengajar pada diri siswa dapat berlangsung serta
dapat mengatur kondisi ruang kelas dan laboratorium yang memungkinkan
terjadinya proses belajar mengajar.
2. Belajar dan Pembelajaran
a. Pengertian Belajar
Beberapa ahli telah menyusun definisi belajar menurut sudut pandang
masing- masing, antara lain sebagai berikut:
1) Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (Slameto, 2010:2).
2) Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan
dan pengalaman (Oemar Hamalik, 2003:154).
3) Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam
perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang
menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk
memperoleh tujuan tertentu (Abdillah dalam Aunurrahman, 2009:35).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
suatu bentuk proses usaha individu yang menghasilkan perubahan tingkah laku
melalui latihan dan pengalaman yang mencakup berbagai aspek (aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik) dalam interaksinya dengan lingkungan.
Unsur-unsur yang terkait dalam proses belajar terdiri dari (1) motivasi
siswa, (2) bahan belajar, (3) alat bantu belajar, (4) suasana belajar, (5) kondisi
subyek yang belajar. Kelima unsur inilah yang bersifat dinamis itu, yang sering
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
berubah, menguat atau melemah, dan yang mempengaruhi proses belajar tersebut
(Oemar Hamalik, 2011:50).
b. Pengertian Pembelajaran
Menurut Alvin W. Howard dalam Slameto (2010: 32), pembelajaran
adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk
mendapatkan, mengubah atau mengembangkan keterampilan, sikap, cita-cita,
penghargaan, dan pengetahuan. Murshell dalam Slameto (2010: 33)
mengemukakan bahwa pembelajaran digambarkan sebagai “mengorganisasikan
belajar”, sehingga dengan mengorganisasikan itu, belajar menjadi berarti atau
bermakna bagi siswa. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun
meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur
yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik,
2011:57).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu
usaha sadar dari pengajar untuk membuat siswa belajar yaitu dengan terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Peran guru dalam pembelajaran yaitu membuat desain instruksional,
menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, bertindak mengajar atau
membelajarkan, mengevaluasi hasil belajar yang berupa dampak pengajaran.
Peran siswa adalah bertindak belajar, yaitu mengalami proses belajar, mencapai
hasil belajar, dan menggunakan hasil belajar yang digolongkan sebagai dampak
pengiring. Dengan belajar maka kemampuan mental semakin meningkat. Hal itu
sesuai dengan perkembangan siswa yang beremansipasi diri sehingga ia menjadi
utuh dan mandiri (Winkle dkk dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:5).
c. Teori-teori belajar
1) Teori Belajar Kontruktivisme
Teori kontruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri
dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan
aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.
Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk
dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.
Menurut teori kontruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam
psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan didalam
benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi
kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan
mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka
sendiri untuk belajar (Nur dalam Trianto, 2010:28).
2) Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut teori Piaget dalam Trianto (2010:29) , setiap individu pada saat
tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa
mengalami empat tingkat perkembangan kognitif yaitu sensorimotor (lahir - 2
tahun), praoperasional (2 – 7 tahun), operasi konkret (7 – 11 tahun), operasi
formal (11 tahun – dewasa).
Sesuai dengan teori tersebut, obyek dari penelitian ini adalah siswa SMA
yang termasuk dalam kategori tahap operasi formal dimana siswa mulai dapat
memecahkan masalah-masalah dengan eksperimentasi sitematis. Materi
pembelajaran yang terkadang bersifat abstrak menuntut siswa berpikir kreatif dan
logis.
3) Teori Belajar Bermakna David Ausubel
Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Belajar
bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-
konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dengan demikian
agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan
dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Berdasarkan
teori Ausubel, dalam membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dari suatu
materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang
berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Sehingga jika dikaitkan dengan
model pembelajaran masalah, dimana siswa mampu mengerjakan permasalahan
yang autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan nyata (Trianto,
2010:37-38).
4) Teori Penemuan Bruner
Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya member hasil yang
paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta
pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna (Dahar dalam Trianto, 2010:38).
Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui
partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka
dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-
eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prisip-prinsip itu
sendiri.
3. Model Creative Problem Solving
Model pembelajaran ini disebut juga dengan model pembelajaran
pemecahan masalah secara kreatif (Creative Problem Solving Models). Model ini
merupakan variasi dari pembelajaran Problem Solving dengan pemecahan
masalah melalui teknik sistematis dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk
menyelesaikan masalah.
Menurut John Dewey dalam Mulyati Arifin (1995:99), masalah adalah
sesuatu yang diragukan atau sesuatu yang belum pasti. Menurut pendapatnya
masalah yang perlu dikemukakan memiliki 2 kriteria :
1) Masalah yang dipelajari harus sesuatu yang penting untuk masyarakat dan
perkembangan kebudayaan
2) Masalah yang dipelajari adalah sesuatu yang penting dan relevan dengan
permasalahan yang dihadapi siswa.
Dengan pendekatan pemecahan masalah, menekankan agar pengajaran
memberikan kemampuan bagaimana cara memecahkan masalah yang objektif dan
tahu benar apa yang dihadapi. Kesimpulan yang secara mendasar dibutuhkan
dalam kehidupan sehari-hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Menurut Isaksen, Dorval & Treffinger dalam jurnal On The Conceptual
Foundation of Creative Problem Solving : A Response to Magyari-Beck, CPS
merupakan kerangka metodologis yang dirancang untuk membantu pemecah
masalah dengan menggunakan kreativitas untuk mencapai tujuan, mengatasi
hambatan dan meningkatkan kinerja kreatif. Model Creative Problem Solving
(CPS) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada keterampilan
pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreatifitas.
Menurut William E. Mitchel and Thomas F. Kowalik (1999:4) Creative
Problem Solving terdiri dari 3 suku kata yaitu :
1) Creative, berarti suatu gagasan yang mempunyai suatu unsur corak baru
atau keunikan, menciptakan solusi, dan juga mempunyai kaitan nilai.
2) Problem, yaitu situasi dimana dihadapkan pada tantangan, kesempatan dan
perhatian.
3) Solving, yaitu jalan pemikiran untuk menjawab, menemukan dan
memecahkan masalah.
Ada banyak kegiatan yang melibatkan kreatifitas dalam pemecahan
masalah seperti riset dokumen, pengamatan terhadap lingkungan sekitar, kegiatan
yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, dan penulisan yang kreatif. Dengan
Creative Problem Solving, siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan
pemikirannya. Berbeda dengan hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran,
Creative Problem Solving memperluas proses berpikir.
Treffinger and his colleagues dalam jurnal An Instructional Model with
an Online Support System for Creative Problem Solving (Cheolil Lim,
Kyungsun Park and Miyoung Hong, 2010) mengatakan :
A CPS model with four components, which can be classified into two major categories: a management component and a process component. The management component consists of 'Planning Your Approach', containing two stages of 'Appraising Tasks' and 'Designing Process'. This management component serves as an operating system to guide the application of the three process components, 'Understanding the Challenge', 'Generating Ideas', and 'Preparing for Action'. These process components are composed of six specific stages, during which creative and critical thinking abilities are used in harmony. The followings are those six
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
stages: 'Constructi'Generating Ideas', 'Developing Solutions', and 'Building Acceptance'
Komponen model
Gambar 2.1. Diagram
Menurut Pepkins
Problem Solving, terdiri dari langkah
1) Klasifikasi masalah
Klasifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang
masalah yang diajukan agar siswa dapat
seperti apa yang diharapkan.
2) Pengungkapan Pendapat
Pada tahap ini dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai
macam strategi penyelesaian masalah.
3) Evaluasi dan Pemilihan
Pada tahap eveluasi dan pemilihan ini,
pendapat atau strategi
masalah.
4) Implementasi
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk
menyelesaikan masalah.
CPS
komponen manajemen
komponen
stages: 'Constructing Opportunities', 'Exploring Data', 'Framing Problems', 'Generating Ideas', 'Developing Solutions', and 'Building Acceptance'
Komponen model Creative Problem Solving yaitu :
1. Diagram Komponen Model Creative Problem Solving.
Pepkins, Adapun proses dari metode pembelajaran
terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
Klasifikasi masalah
Klasifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang
masalah yang diajukan agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian
seperti apa yang diharapkan.
Pengungkapan Pendapat
Pada tahap ini dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai
macam strategi penyelesaian masalah.
Evaluasi dan Pemilihan
Pada tahap eveluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan
pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk
menyelesaikan masalah.
komponen manajemen
perencanaan pendekatan
merancang proses
komponen proses
memahami
tantangan
menghasilkangagasan
persiapan kegiatan
12
ng Opportunities', 'Exploring Data', 'Framing Problems', 'Generating Ideas', 'Developing Solutions', and 'Building Acceptance'.
Creative Problem Solving.
, Adapun proses dari metode pembelajaran Creative
Klasifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang
memahami tentang penyelesaian
Pada tahap ini dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai
setiap kelompok mendiskusikan
strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk
menilai tugas
merancang proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Adapun keunggulan dari model pembelajaran Creative Problem Solving
adalah sebagai berikut :
1) Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan
2) Berfikir dan bertindak kreatif
3) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan
5) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan
6) Merangsang perkembangan (Apriningrum, 2010:9).
4. Media pembelajaran
Proses belajar mengajar adalah proses komunikasi, proses penyampaian
pesan antara guru dan siswa yang berupa suatu materi pengajaran yang berupa
simbol-simbol komunikasi baik verbal maupun nonverbal. Tetapi yang sering
dilakukan guru adalah menggunakan kata-kata (ceramah) dalam pembelajarannya,
akibatnya siswa kurang memahami apa materi yang diajarkan dan kadang merasa
jenuh. Ini juga dapat membuat siswa menjadi pasif.
Menurut Heinich et.al dalam Daryanto (2011:4) “Kata media merupakan
bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara
atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima”. Oleh
karena itu media pembelajaran dapat diartikan sebagai sarana pengantara dalam
proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran , media memiliki fungsi sebagai
pembawa informasi dari guru ke siswa.
Berdasarkan kegunaannya media dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
media yang dipakai sebagai alat bantu mengajar disebut dependent media dan
media belajar yang dapat digunakan oleh siswa dalam kegiatan belajar mandiri,
disebut independent media (Basuki Wibawa dan Farida Mukti, 2001: 13).
Secara khusus media pengajaran digunakan dengan tujuan sebagai berikut:
1) Memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk lebih memahami konsep,
prinsip, sikap, dan keterampilan tertentu dengan menggunakan media yang
paling tepat menurut karakteristik bahan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2) Memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi sehingga lebih
merangsang minat peserta didik untuk belajar,
3) Menumbuhkan sikap dan keterampilan tertentu dalam teknologi karena
peserta didik tertarik untuk menggunakan waktu mengoperasikan media
tertentu,
4) Mencipakan situasi belajar yang tidak dapat dilupakan peserta didik.
Secara umum media berfungsi sebagai :
a) Alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif
b) Bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar
c) Meletakkan dasar-dasar yang kongkrit dari konsep yang abstrak sehingga
dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme,
d) Membangkitkan motivasi belajar peserta didik
e) Mempertinggi mutu belajar mengajar
(Mulyati Sumantri dan Johar Permana, 2001:153-154)
5. Laboratorium Virtual
Laboratorium virtual merupakan laboratorium dengan alat dan bahan yang
digunakan untuk praktikum berupa seperangkat komputer lengkap dengan
program aplikasi (software) yang dirancang khusus untuk kegiatan eksperimen.
Aplikasi ini berisi animasi-animasi alat, bahan, dan desain interaktif untuk
kegiatan eksperimen (Sari, 2011:23).
Kelebihan dalam penggunaan laboratorium virtual adalah siswa dapat
mengumpulkan data dengan cepat dalam situasi apapun, selain itu siswa juga
dapat melakukan eksperimen dengan aman apabila eksperimen yang sebenarnya
berbahaya. Penggunaan laboratorium virtual juga lebih murah bila dibandingkan
dengan ekperimen pada laboratorium real yang memerlukan alat dan bahan yang
relatif mahal. Kekurangan dalam penggunaan laboratorium virtual adalah siswa
kurang mendapat keterampilan teknis (keterampilan olah tangan) seperti di
laboratorium real (Sari , 2011:24)
Menurut Tuysuz (2010:48), penggunaan laboratorium virtual dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dan memberikan dampak positif bagi sikap
siswa tentang materi kimia. Selain itu laboratorium virtual juga memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
kelebihan antara lain menghemat waktu dan dapat digunakan apabila sekolah
kekurangan guru untuk mengawasi percobaan.
6. Prestasi belajar
Hasil belajar yang didapat di sekolah sering juga disebut dengan prestasi
belajar, yaitu hasil yang dicapai oleh siswa selama mengikuti proses belajar
mengajar. Hal ini akan memberikan masukan bagi pengajar untuk mengetahui
seberapa banyak siswa mampu menguasai materi selama proses belajar tersebut
berlangsung.
Prestasi belajar dapat diketahui dari hasil pengukuran dan penilaian dengan
menggunakan alat ukur, baik yang berupa tes maupun nontes. Prestasi belajar
dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kompetensi pelajaran yang
dapat dikuasai siswa.
Menurut Nana Sudjana (2006: 22), hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya. Gagne dalam Nana Sudjana, membagi lima kategori hasil belajar,
yakni : a. informasi verbal, b. ketrampilan intelektual, c. strategi kognitif, d. sikap,
dan e. keterampilan motoris. Sedangkan menurut Benyamin Bloom dalam Nana
Sudjana membagi hasil belajar menjadai tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif ,
dan psikomotorik.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, análisis,
síntesis, dan evaluasi.Ada enam aspek ranah psikomotorik yakni gerakan
refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, ketepatan,
gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Menurut
Depdiknas (2003,7) ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting yaitu
sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.
Berhasil atau tidaknya belajar, tergantung pada bermacam-macam faktor
yang mempegaruhi prestasi belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar menurut Ngalim Purwanto (2011: 102) dibedakan menjadi dua golongan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
yaitu:
1) Faktor yang ada dalam diri organisme itu sendiri yang disebut faktor
individual atau faktor internal, seperti kondisi psikologis, minat, kecerdasan
(intelegensi), bakat, dan faktor pribadi lainnya.
2) Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial atau faktor
eksternal, yaitu keluarga, strategi pembelajaran guru, metode mengajar, serta
faktor lain.
7. Materi Koloid Menurut KTSP
Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak
antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Contohnya yaitu lem, jeli, dan
santan. Nama koloid diberikan oleh Thomas Graham pada tahun 1861. Istilah itu
berasal dari bahasa Yunani, yaitu “kolla” dan “oid”. Kola berarti lem, sedangkan
oid berarti seperti. Dalam hal ini, yang dikaitkan dengan lem adalah sifat
difusinya, sebab sistem koloid mempunyai nilai difusi yang rendah, seperti lem.
Larutan biasa, misalnya larutan garam, yang mempunyai nilai difusi lebuh besar
disebut kristaloid. Koloid mempunyai nilai difusi yang rendah karena partikelnya
berukuran lebuh besar daripada molekul, yaitu berukuran maksimum 1
mikrometer.
Sistem koloid perlu dipelajari karena berkaitan erat dengan hidup dan
kehidupan kita sehari-hari. Cairan tubuh, seperti darah, adalah sistem koloid.
Bahan makanan, seperti susu, keju, nasi, dan roti adalah sistem koloid. Cat,
berbagai jenis obat, bahan kosmetik, dan tanah pertanian, juga merupakan sistem
koloid.
Dalam bab ini akan dibahas tentang pengertian, penggolongan dan sifat-
sifat koloid, penerapan sifat koloid dalam pengolahan air bersih, serta pembuatan
koloid. Juga akan dibahas tentang polusi udara yang disebabkan oleh koloid.
a. Sistem Koloid
1) Pengertian Sistem Koloid
Seperti telah disebutkan di atas, koloid adalah suatu bentuk campuran yang
keadaannya antara larutan dan suspensi. Koloid merupakan sistem heterogen,
dimana suatu zat “didispersikan” ke dalam suat media yang homogen. Ukuran zat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
yang didispersikan berkisar dari satu nanometer (nm) sampai satu mikrometer
(µm).
Untuk memahami sistem koloid, marilah kita membandingkan tiga jenis
campuran berikut, yaitu campuran gula dengan air, campura tepung terigu dengan
air, dan campuran susu dengan air.
Apabila kita campurkan gula dengan air, ternyata gula larut dan diperoleh
larutan gula. Di dalam larutan, zat terlarut tersebar dalam bentuk partikel yang
sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan lagi dari mediumnya walaupun
menggunakan mikroskop ultra. Larutan bersifat kontinu dan merupakan sistem
satu fase (homogen). Ukuran partikel zat terlarut kurang dari 1 nm (1 nm = 10-9
m). Larutan bersifat stabil (tidak memisah) dan tidak dapat disaring.
Di lain pihak, jika kita mencampurkan tepung terigu dengan air, ternyata
tepung terigu tidak larut. Walaupun campuran ini diaduk, lambat laun tepung
terigu akan memisah (mengalami sedimentasi). Campuran seperti ini disebut
suspensi. Suspensi bersifat heterogen, tidak kontinu, sehingga marupakan sistem
dau fase. Ukuran pertikel tersuspensi lebih besar dari 100 nm. Suspensi dapat
dipisahkan dengan peyaringan.
Selanjutnya, jika kita campurkan susu (misalnya, susu instan) dengan air,
ternyata susu “larut” tetapi “larutan” itu tidak bening melainkan keruh. Jika
didiamkan, campuran itu tidak memisah juga tidak dapat dipisahkan dengan
penyaringan (hasil penyaringan tetap keruh). Secara makroskopis campuran ini
tampak homogen. Akan tetapi, jika diamati dengan mikroskop ultra ternyata
masih dapat dibedakan partikel-partikel lemak susu tersebar di dalam air.
Campuran seperti inilah yang disebut koloid. Ukuran partikel koloid berkisar
antara 1 nm – 100 nm. Jadi, koloid tergolog campuran heterogen dan merupakan
sistem dua fase. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan
medium yang digunakan untuk mendispersikan zat disebut medium dispersi.
Fase terdispersi bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium dispersi
bersifat kontinu. Pada campuran susu dengan air, fase terdispersi adalah lemak,
sedangkan medium dispersinya adalah air. Perbandingan sifat antara larutan,
koloid, dan suspensi disimpulkan dalam Tabel 2.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Tabel 2.1. Perbandingan Sifat Larutan, Koloid, dan Suspensi
Larutan
(Dispersi Molekuler)
Koloid
(Dispersi Koloid)
Suspensi
(Dispersi Kasar)
Contoh: Larutan gula
dalam air
Contoh: Campuran susu
dengan air
Contoh: Campuran
tepung terigu dengan air
1) Homogen tak dapat
dibedakan walaupun
menggunakan
mikroskop ultra
2) Semua partikelnya
berdimensi (panjang,
labar, atau tebal)
kurang dari 1 nm
3) Satu fase
4) Stabil
5) Tidak dapat disaring
1) Secara makroskopis
bersifat homogen
tetapi heterogen jika
diamati dengan
mikroskop ultra
2) Partikelnya
berdimensi antara 1
nm sampai 100 nm
3) Dua fase
4) Pada umumnya stabil
5) Tidak dapat disaring
kecuali dengan
penyaring ultra
1) Heterogen
2) Salah satu atau semua
dimensi partikelnya
lebih besar dari 100
nm
3) Dua fase
4) Tidak stabil
5) Dapat disaring
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat menemukan campuran yang
tergolong larutan, koloid, dan suspensi.
Contoh larutan : larutan gula, larutan garam, spiritus, alcohol 70%, larutan cuka,
air laut, udara yang bersih, dan bensin.
Contoh koloid : sabun, susu, santan, jeli, mentega, dan mayonnaise.
Contoh suspensi : air sungai yang keruh, campuran air dengan pasir, campuran
kopi dengan air, dan campuran minyak dengan air.
Adakalanya suatu campuran mengandung zat terlarut dan koloid atau zat
terlarut dan suspensi sekaligus. Air sungai, sebagai contoh, mengandung pasir dan
berbagai partikel kasar yang lain. Jika air sungai disaring, biasanya masih
mengandung partikel koloid selain zat-zat terlarut. Demikian juga halnya dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
udara, udara yang bersih merupakan larutan dari berbagai jenis gas. Akan tetapi,
pada umumnya udara mengandung partikel koloid berupa debu, asap, atau kabut.
2) Jenis-Jenis Koloid
Pada awal bab telah disebutkan bahwa sistem koloid terdiri atas dua fase,
yaitu fase terdispersi dan fase pendispersi (medium dispersi). Penggolongan
sistem koloid didasarkan pada jenis fase terdispersi dan fase pendispersinya.
Koloid yang fase terdispersinya padat disebut sol. Jadi, ada tiga jenis sol,
yaitu sol padat (padat dalam padat), sol cair (padat dalam cair), dan sol gas (padat
dalam gas). Istilah sol biasa digunakan untuk menyatakan sol cair, sedangkan sol
gas lebih dikenal sebagai aerosol (aerosol padat). Koloid yang fase terdispersinya
cair disebut emulsi. Emulsi juga ada tiga jenis, yaitu emulsi padat (cair dalam
padat), emulsi cair (cair dalam cair), dan emulsi gas (cair dalam gas). Istilah
emulsi biasa digunakan untuk menyatakan emulsi cair, sedangkan emulsi gas
lebih dikenal dengan nama aerosol (aerosol cair). Koloid yang fase terdispersinya
gas disebut buih. Hanya ada dua jenis buih, yaitu buih padat dan buih cair.
Campuran antara gas dengan gas selalu bersifat homogen, jadi merupakan larutan,
bukan koloid. Istilah buih biasa digunakan untuk menyatakan buih cair. Dengan
demikian ada 8 jenis koloid, seperti yang tercantum dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Perbandingan Sistem Koloid
No. Fase
Terdispersi
Fase
Pendispersi
Nama Contoh
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Padat
Padat
Padat
Cair
Cair
Cair
Gas
Gas
Gas
Cair
Padat
Gas
Cair
Padat
Cair
Padat
Aerosol
Sol
Sol padat
Aerosol
Emulsi
Emulsi
padat
Buih
Buih padat
Asap (smoke), debu di udara
Sol emas, sol belerang, tinta, cat
Gelas berwarna, intan hitam
Kebut (fog) dan awan
Susu, santan, minyak ikan
Jeli, mutiara
Buih sabun, krim kocok
Karet busa, batu apung,
stirofoam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
a) Aerosol
Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas
disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat;
jika zat yang terdispersi berupa zat cair, disebut aerosol cair.
• Contoh aerosol padat: asap dan debu dalam udara.
• Contoh aerosol cair: kabut dan awan.
Dewasa ini banyak produk dibuat dalam bentuk aerosol, seperti semprot
rambut (hair spray), semprot obat nyamuk, parfum, cat semprot, dan lain-lain.
Untuk menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong (propelan
aerosol). Contoh bahan pendorong yang banyak digunakan adalah senyawa
klorofluorokarbon (CFC) dan karbon dioksida.
b) Sol
Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut
sol. Koloid jenis sol banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam industri. Contoh sol: air sungai (sol dari lempung dalam air), sol sabun, sol
detergen, sol kanji, tinta tulis, dan cat.
c) Emulsi
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut
emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah dua jenis zat cair itu tidak saling
melarutkan. Emulsi dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu emulsi minyak
dalam air (M/A) dan emulsi air dalam minyak (A/M). Dalam hal ini, minyak
diartikan sebagai semua zat cair yang tidak bercampur dengan air.
Contoh emulsi minyak dalam air (M/A): santan, susu, kosmetik pembersih
wajah (milk cleanser) dan lateks.
Contoh emulsi air dalam minyak (A/M): mentega, mayones, minyak bumi, dan
minyak ikan.
Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator).
Contohnya adalah sabun yang dapat mengemulsikan minyak ke dalam air. Jika
campuran minyak dengan air dikocok, maka akan diperoleh suatu campuran yang
segera memisah jika didiamkan. Akan tetapi, jika sebelum dikocok ditambahkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
sabun atau detergen, maka diperoleh campuran yang stabil yang kita sebut emulsi.
Contoh lainnya adalah kasein dalam susu dan kuning telur dalam mayones.
d) Buih
Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti
halnya dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya
sabun, deterjen, dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke
dalam zat cair yang mengandung pembuih.
Buih digunakan pada berbagai proses, misalnya, pada pengolahan biji logam, pada
alat pemadam kebakaran, kosmetik dan lain-lain. Adakalanya buih tidak
dikehendaki. Zat-zat yang dapat memecah/mencegah buih antara lain eter dan
isoamil alcohol. Zat pemecah buih disebut agen antibuih (de-foaming agent).
e) Gel
Koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair) disebut gel. Contoh:
agar-agar, lem kanji, selai, gelatin, gel sabun, dan gel silika. Gel dapat terbentuk
dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi medium dispersinya, sehingga
terjadi koloid yang agak padat.
3) Penggunaan Koloid
Dari contoh-contoh koloid yang telah disebutkan di atas, kita dapat
melihat kecenderungan industry membuat produknya dalam bentuk koloid.
Misalnya, industry kosmetik, industry makanan, industry farmasi, dan lain-lain.
Mengapa harus koloid? Hal ini dilakukan karena koloid merupakan satu-satunya
cara untuk menyajikan suatu campuran dari zat-zat yang tidak saling melarutkan
secara “homogen” dan stabil (pada tingkat makroskopis). Cat, sebagai contoh,
mengandung pigmen yang tidak larut dalam air atau medium cat, tetapi dengan
system koloid dapat dibuat suatu campuran yang “homogen” (merata) dan stabil.
b. Sifat –Sifat Koloid
Sistem koloid mempunyai sifat-sifat khas yang berbeda dari sifat larutan
ataupun suspensi. Pada bagian ini akan dibahas sifat khas sistem koloid.
1) Efek Tyndall
Bagaimanakah cara mengenali sistem koloid? Salah satu cara yang sangat
sederhana adalah dengan menjatuhkan seberkas cahaya (transparan), sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
koloid menghamburkannya. Oleh karena itu, berkas cahaya yang melalui koloid
dapat diamati dari arah samping, walaupun partikel koloidnya sendiri tidak
tampak. Jika partikel terdispersinya juga kelihatan, maka sistem itu bukan koloid
melainkan suspensi.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mengamati efek Tyndall ini,
antara lain:
(a) Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut.
(b) Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap atau berdebu.
(c) Berkas sinar matahari melalui celah daun pohon-pohon pada pagi hari yang
berkabut.
2) Gerak Brown
Telah disebutkan bahwa partikel koloid dapat menghamburkan cahaya.
Jika diamati dengan mikroskop ultra, di mana arah cahaya tegak lurus dengan
sumbu mikroskop, akan terlihat partikel koloid senantiasa bergerak terusmenerus
dengan gerak patah-patah (gerak zig-zag). Gerak zig-zag partikel koloid ini
disebut gerak Brown, sesuai dengan nama penemunya, seorang ahli biologi
Robert Brown berkebangsaan Inggris.
Dalam suspensi tidak terjadi gerak Brown karena ukuran partikel cukup
besar, sehingga tumbukan yang dialaminya setimbang. Partikel zat terlarut juga
mengalami gerak Brown, tetapi tidak dapat diamati. Makin tinggi suhu makin
cepat gerak Brown karena energi kinetik molekul medium meningkat, sehingga
menghasilkan tumbukan yang lebih kuat.
Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid. Oleh
karena bergerak terus-menerus, maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya
gravitasi, sehingga tidak mengalami sedimentasi.
3) Muatan koloid
(a) elektroforesis
Elektroforesis adalah pergerakan partikel koloid dalam medan listrik.
Apabila ke dalam sistem koloid dimasukkan dua batang elektrode, kemudian
dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak ke
salah satu elektrode bergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
akan bergerak ke anode (elektrode positif), sedangkan koloid yang bermuatan
positif bergerak ke katode (elektrode negatif). Dengan demikian, elektroforesis
dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid.
(b) Adsorpsi
Partikel koloid memiliki kemampuan menyerap berbagai macam zat pada
permukaanya. Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorpsi. Muatan koloid
terjadi karena adsorpsi ion-ion tertentu. Sol Fe(OH)3 dalam air mengadorpsi ion
positif sehingga bermuatan positif, sedangkan sol As2S3 mengadsorpsi ion
negative sehingga bermuatan negatif.
Muatan koloid juga merupakan factor yang menstabilkan koloid,
disamping gerak brown. Oleh karena bermuatan sejenis, maka partikel-partikel
koloid saling tolak-menolak sehingga terhindar dari pengelompokan (agregasi)
antarsesama partikel koloid itu (jika partikel koloid itu saling bertumbukan dan
kemudian bersatu, maka lama-kelamaan dapat terbentuk partikel yang cukup
besar dan akhirnya mengendap).
Partikel koloid dapat mengadsorpsi bukan saja ion atau muatan listrik
tetapi juga zat lain yang berupa molekul netral. Oleh karena mempunyai
permukaan yang relatif luas, maka koloid mempunyai daya adsorpsi yang besar
pula. Sifat adsorpsi dari koloid ini digunakan dalam berbagai proses, antara lain
sebagai berikut.
(1) Pemutihan gula tebu.
Gula yang masih berwarna dilarutkan dalam air kemudian dialirkan
melalui tanah diatome dan arang tulang. Zat-zat warna dalam gula
akan diadsorpsi sehingga diperoleh gula yang putih bersih.
(2) Norit
Norit adalah tablet yang terbuat dari karbon aktif norit. Didalam usus
norit membentuk sistem koloid yang dapat mengadsorbsi gas atau zat
racun.
(3) Penjernihan air
Untuk menjernihkan air dapat dilakukan dengan menambahkan tawas
atau alumunium sulfat. Di dalam air, alumunium sulfat terhidrolisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
membentuk Al(OH)3 yang berupa koloid. Koloid Al(OH)3 ini dapat
mengadsorbsi zat-zat warna atau zat pencemar dalam air.
(c) Koagulasi
Telah disebutkan bahwa koloid distabilkan oleh muatannya. Apabila
muatan koloid dilicuti, maka kestabilannya akan berkurang dan dapat
menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat
terjadi pada sel elektrofoesis atau jika elektrolit ditambahkan ke dalam system
koloid. Pada elektroforesis, koagulasi terjadi ketika partikel koloid mencapai
electrode. Jadi, koloid yang bermuatan negative akan digumpalkan ke anide,
sedangkan koloid yang bermuatan positif digumpalkan di katode.
Adapun koagulasi koloid karena penambahan elektrolit terjadi sebagai
berikut. Koloid yang bermuatan negative akan menarik ion positif (kation),
sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negative (anion). Ion-
ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan
kedua itu terlalu dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid,
sehingga terjadi koagulasi. Semakin besar muatan ion, semakin kuat daya tarik
menariknya dengan partikel koloid, sehingga semakin cepat terjadi koagulasi.
Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dan industry
sebagai berikut:
(1) Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena koloid tanah liat
(lempung) dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur
dengan elektrolit dalam air laut.
(2) Karet dalam lateks digumpalkan dengan menambahkan asam format.
(3) Lumpur koloidal dalam sungai dapat digumpalkan dengan
menambahkan tawas. Sol tanah liat dalam air sungai biasanya
bermuatan negatif, sehingga akan digumpalkan oleh ion Al3+ dari
tawas (aluminium sulfat).
(4) Asap atau debu dari pabrik dan industri dapat digumpalkan dengan alat
koagulasi listrik dari Cottrel.
Asap dari pabrik sebelum meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui
ujung-ujung logam yang tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi (20.000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
sampai 75.000 volt). Ujung-ujung yang runcing akan mengionkan molekul-
molekul dalam udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi oleh partikel asap dan
menjadi bermuatan. Selanjutnya, partikel bermuatan itu akan tertarik dan diikat
pada elektroda yang lainnya. Pengendap Cottrel ini banyak digunakan dalam
industri untuk dua tujuan, yaitu mencegah polusi udara oleh buangan beracun dan
memperoleh kembali debu yang berharga (misalnya debu logam).
(Michael Purba, 2007: 282-292)
(d) Koloid Pelindung
Pada beberapa proses, suatu koloid harus dipecahkan. Misalnya, koagulasi
lateks. Di lain pihak, koloid perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat
distabilkan dengan menambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung.
Koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi, sehingga tidak
dapat lagi mengelompok.
Contoh:
(1) Pada pembuatan es krim digunakan elatin untuk mencegah
pembentukan kristal besar es atau gula.
(2) Cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan suatu koloid
(3) pelindung.
(4) Zat-zat pengemulsi, seperti sabun dan detergen, juga tergolong koloid
(5) pelindung.
(e) Dialisis
Pada pembuatan suatu koloid, sering kali terdapat ion-ion yang dapat
mengganggu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion pengganggu ini dapat dihilangkan
dengan suatu proses yang disebut dialisis. Dalam proses ini, sistem koloid
dimasukkan ke dalam suatu kantong koloid, lalu kantong koloid itu dimasukkan
ke dalam bejana yang berisi air mengalir. Kantong koloid terbuat dari selaput
semipermiabel, yaitu selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil,
seperti ion-ion atau molekul sederhana, tetapi menahan koloid. Dengan demikian,
ion-ion keluar dari kantong dan hanyut bersama air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
(f) Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Koloid yang memiliki medium dispersi cair dibedakan atas koloid liofil
dan koloid liofob. Suatu koloid disebut koloid liofil apabila terdapat gaya tarik-
menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya. Liofil berarti
suka cairan (Yunani: lio = cairan, philia = suka). Sebaliknya, suatu koloid disebut
koloid liofob jika gaya tarik-menarik tersebut tidak ada atau sangat lemah. Liofob
berarti tidak suka cairan (Yunani: lio = cairan, phobia = takut atau benci). Jika
medium dispersi yang dipakai adalah air, maka kedua jenis koloid di atas masing-
masing disebut koloid hidrofil dan koloid hidrofob.
Contoh:
(1) Koloid hidrofil: sabun, detergen, agar-agar, kanji, dan gelatin.
(2) Koloid hidrofob: sol belerang, sol Fe(OH)3, sol-sol sulfida, dan sol-
sol logam.
Koloid liofil/hidrofil lebih mantap dan lebih kental daripada koloid liofob/
hidrofob. Butir-butir koloid liofil/hidrofil membungkus diri dengan cairan/air
mediumnya. Hal ini disebut solvatasi/hidratasi. Dengan cara itu butir-butir koloid
tersebut terhindar dari agregasi (pengelompokan). Hal demikian tidak terjadi pada
koloid liofob/hidrofob. Koloid liofob/hidrofob mendapat kestabilan karena
mengadsorpsi ion atau muatan listrik. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa
muatan koloid menstabilkan sistem koloid.
Sol hidrofil tidak akan menggumpal pada penambahan sedikit elektrolit.
Zat terdispersi dari sol hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan atau
penguapan. Apabila zat padat tersebut dicampurkan kembali dengan air, maka
dapat membentuk kembali sol hidrofil. Dengan perkataan lain, sol hidrofil bersifat
reversibel. Sebaliknya, sol hidrofob dapat mengalami koagulasi pada penambahan
sedikit elektrolit. Sekali zat terdispersi telah dipisahkan, tidak akan membentuk
sol lagi jika dicampur kembali dengan air. Perbedaan sol hidrofil dengan sol
hidrofob disimpulkan pada Tabel 2.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Tabel 2.3. Perbandingan Sifat Sol Hidrofil dan Sol Hidrofob
Sol Hidrofil Sol Hidrofob1) Mengadsorbsi mediumnya2) Dapat dibuat dengan konsentrasi
yang relatif besar3) Tidak mudah menggumpalkan
dengan penambahan elektrolit4) Viskositas lebih besar daripada
mediumnya5) Bersifat reversible6) Efek Tyndall lemah
1) Tidak mengadsorbsi mediumnya2) Hanya stabil pada konsentrasi kecil3) Mudah menggumpal pada
penambahan elektrolit4) Viskositas hampir sama dengan
mediumnya5) Tidak reversible6) Efek Tyndall lebih jelas
(g) Pengolahan Air Bersih
Pengolahan air bersih didasarkan pada sifat-sifat koloid, yaitu koagulasi
dan adsorpsi. Air sungai atau air sumur yang keruh mengandung lumpur koloidal
dan barang kali juga zat-zat warna, zat pencemar, seperti limbah detergen, dan
pestisida. Bahan-bahan yang diperlukan untuk pengolahan air adalah tawas
(aluminium sulfat), pasir, klorin atau kaporit, kapur tohor, dan karbon aktif.
Tawas berguna untuk menggumpalkan lumpur koloidal sehingga lebih mudah
disaring. Tawas juga membentuk koloid Al(OH)3 yang dapat mengadsorpsi zat-
zat warna atau zat-zat pencemar, seperti detergen dan pestisida. Apabila tingkat
kekeruhan air yang diolah terlalu tinggi, maka digunakan karbon aktif di samping
tawas. Pasir berfungsi sebagai penyaring. Klorin atau kaporit berfungsi sebagai
pembasmi hama (sebagai disinfektan), sedangkan kapur tohor berguna untuk
menaikkan pH, yaitu untuk menetralkan keasaman yang terjadi karena
penggunaan tawas.
Pengolahan air bersih di kota-kota besar pada prinsipnya sama dengan
pengolahan air sederhana yang dijelaskan di atas. Mula-mula air sungai
dipompakan ke dalam bak prasedimentasi. Di sini lumpur dibiarkan mengendap
karena pengaruh gravitasi. Lumpur dibuang dengan pompa, sedangkan air
selanjutnya dialirkan ke dalam bak ventury. Pada tahap ini dicampurkan tawas dan
gas klorin (preklorinasi). Pada air baku yang kekeruhan dan pencemarannya
tinggi, perlu dibubuhkan karbon aktif yang berguna untuk menghilangkan bau,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
warna, rasa, dan zat organik yang terkandung dalam air baku. Dari bak ventury,
air baku yang telah dicampur dengan bahan-bahan kimia dialirkan ke dalam
accelator. Di dalam bak accelator ini terjadi proses koagulasi, lumpur dan kotoran
lain menggumpal membentuk flok-flok yang akan mengalami sedimentasi secara
gravitasi.
Selanjutnya, air yang sudah setengah bersih dialirkan ke dalam bak
saringan pasir. Pada saringan ini, sisa-sisa flok akan tertahan. Dari bak pasir
diperoleh air yang sudah hampir bersih. Air yang sudah cukup bersih ini
ditampung dalam bak lain yang disebut siphon, di mana ditambahkan kapur untuk
menaikkan pH dan gas klorin (postklorinasi) untuk mematikan hama. Dari bak
siphon, air yang sudah memenuhi standar air bersih selanjutnya dialirkan ke
dalam reservoir, kemudian ke konsumen.
c. Pembuatan Sistem Koloid
Ukuran partikel koloid terletak antara partikel larutan sejati dan partikel
suspensi. Oleh karena itu, sistem koloid dapat dibuat dengan mengelompokkan
(agregasi) partikel larutan sejati atau menghaluskan bahan dalam bentuk kasar
kemudian didispersikan ke dalam medium dispersi. Cara yang disebut cara
kondensasi, sedangkan cara yang ke dua disebut cara dispersi.
1) Cara Kondensasi
Dengan cara kondensasi, partikel larutan sejati (molekul atau ion)
bergabung menjadi partikel koloid. Cara ini dapat dilakukan dengan reaksi-reaksi
kimia, seperti reaksi redoks, hidrolisis, dan dekomposisi rangkap, atau dengan
pergantian pelarut.
a) Reaksi redoks
Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi.
Contoh 1:
Pembuatan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida (H2S) dengan
belerang dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan
SO2.
2 H2S(g) + SO2(aq) → 2 H2O(l) + 3 S (s)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Contoh 2:
Pembuatan sol emas dari reaksi antara larutan HAuCl4 dengan larutan K2CO3
dan HCHO (formaldehida).
2 HAuCl4(aq) + 6 K2CO3(aq) + 3 HCHO(aq) → 2 Au(s) + 5 CO2(g)
+ 8 KCl(aq) + KHCO3(aq) + 2 H2O(l)
b) Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air.
Contoh:
Pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3. Apabila ke dalam air mendidih
ditambahkan larutan FeCl3, maka akan terbentuk sol Fe(OH)3.
FeCl3(aq) + 3 H2O(l) → Fe(OH)3 (s) + 3 HCl(aq)
c) Dekomposisi Rangkap
Contoh 1:
Sol As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H3AsO3 dengan larutan H2S.
2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(aq) ⎯⎯→ As2S3(s) + 6 H2O(l)
Contoh 2:
Sol AgCl dapat dibuat dengan mencampurkan larutan perak nitrat encer
dengan larutan HCl encer.
AgNO3(aq) + HCl(aq) ⎯⎯→ AgCl(s) + HNO3(aq)
d) Penggantian Pelarut
Selain dengan cara-cara kimia seperti di atas, koloid juga dapat terjadi dengan
penggantian pelarut.
Contoh:
Apabila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol, maka akan
terbentuk suatu koloid berupa gel.
2) Cara Dispersi
Dengan cara dispersi, partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara
dispersi dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi, atau dengan loncatan bunga
listrik (cara busur Bredig).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
a) Cara Mekanik
Menurut cara ini, butir-butir kasar digerus dengan lumping atau penggiling
koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan
medium dispersi.
Contoh:
Sol belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama
dengan suatu zat inert (seperti gula pasir), kemudian mencampur serbuk halus
itu dengan air.
b) Cara Peptisasi
Peptisasi adalah cara pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu
endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemeptisasi
memecahkan butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid. Istilah peptisasi
dikaitkan dengan peptonisasi, yaitu proses pemecahan protein (polipeptida)
yang dikatalisis oleh enzim pepsin.
Contoh:
Agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin, dan
lain-lain. Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S dan endapan Al(OH)3 oleh AlCl3.
c) Cara Busur Bredig
Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam yang
akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektrode yang dicelupkan dalam
medium dispersi, kemudian diberi loncatan listrik di antara kedua ujungnya.
Mula-mula atom-atom logam akan terlempar ke dalam air, lalu atom-atom
tersebut mengalami kondensasi, sehingga membentuk partikel koloid. Jadi,
cara busur ini merupakan gabungan cara dispersi dan cara kondensasi.
3) Koloid Asosiasi
Berbagai jenis zat, seperti sabun dan detergen, larut dalam air tetapi tidak
membentuk larutan, melainkan koloid. Molekul sabun atau detergen terdiri atas
bagian yang polar (disebut kepala) dan bagian yang nonpolar (disebut ekor).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Gambar 2.2. Molekul Sabun
Kepala sabun adalah gugus yang hidrofil (tertarik ke air), sedangkan gugus
hidrokarbon bersifat hidrofob (takut air). Jika sabun dilarutkan dalam air, maka
molekul-molekul sabun akan mengadakan asosiasi karena gugus nonpolarnya
(ekor) saling tarik-menarik, sehingga terbentuk partikel koloid (lihat Gambar 2.2).
Daya pengemulsi dari sabun dan detergen juga disebabkan oleh aksi yang
sama. Gugus nonpolar dari sabun akan menarik partikel kotoran (lemak) dari
bahan cucian, kemudian mendispersikannya ke dalam air. Sebagian bahan
pencuci, sabun, dan detergen bukan saja berfungsi sebagai pengemulsi, tetapi juga
sebagai pembasah atau penurun tegangan permukaan. Air yang mengandung
sabun atau detergen mempunyai tegangan permukaan yang lebih rendah, sehingga
lebih mudah meresap pada bahan cucian.
(Budi Utami dkk, 2009 : 228-234)
4) Koloid dan Polusi
Berbagai masalah lingkungan terkait dengan koloid, diantaranya adalah
asbut. Sebanyak 4.000 orang meninggal dalam kasus asbut di London pada tahun
1952. Asbut adalah campuran yang rumit yang terdiri atas berbagai gas dan
partikel-partikel zat cair dan zat padat. Asbut (smog) merupakan kombinasi dari
asap (smoke) dank abut (fog).
Kabut sendiri merupakan dispersi partikel air dalam udara. Kabut terjadi
jika udara panas yang mengandung uap air tiba-tiba mangalami pendinginan,
sehingga sebagian uap air mengalami kondensasi. Jika asap bergabung dengan
kabut, maka kabut menghalangi asap naik. Akibatnya, asap tetap tetap berada di
sekitar kita dan kita menghirupnya.
Asap mengandung partikel yang dapat mengiritasi paru-paru dan membuat
kita batuk. Asap juga mengandung belerang dioksida (SO2). Gas ini dapat
bereaksi dengan oksigen dan uap air membentuk asam sulfat. Asam sulfat akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
mengiritasi paru-paru sehingga menghasilkan banyak lendir. Asam sulfat juga
merupakan salah satu penyebab terjadinya hujan asam.
Selain itu, asbut mengandung berbagai jenis gas yang terbentuk dari
serentetan reaksi fotokimia (yaitu reaksi kimia yang berangsung di bawah sinar
matahari). Di antaranya, yaitu ozon, aldehida, dan peroksiasetil nitrat (PAN =
CH3-COOONO2).
(Michael Purba, 2007: 299-300)
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan pengamatan secara umum di SMA Negeri 1 Karanganyar dan
wawancara dengan guru kimia kelas XI, keadaan yang dapat dikemukakan adalah
guru dalam menyampaikan materi pelajaran kimia khususnya pada materi koloid
masih menggunakan metode ceramah, diskusi tanya jawab (model konvensional)
atau jarang menggunakan model-model pembelajaran yang bervariasi untuk
menyampaikan materi pelajaran, sehingga kemampuan siswa dalam menyerap
materi pelajaran kimia yang relatif rendah. Selain itu adanya fasilitas sekolah yang
cukup lengkap namun masih kurang dimanfaatkan seperti adanya komputer dan
LCD di setiap ruang kelas. Akibat dari kebiasaan tersebut siswa menjadi kurang
kreatif dalam berpikir untuk memecahkan masalah, partisipasi rendah, kerja sama
dalam kelompok tidak optimal, kegiatan belajar mengajar tidak efisien dan pada
akhirnya hasil belajar menjadi rendah.
Pembelajaran kimia dapat dilakukan dengan berbagai variasi model
pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan materi kimia. Sehingga guru harus
dapat menguasai berbagai metode dan model pengajaran agar tidak terjadi
kejenuhan dalam kegiatan pembelajaran. Kejenuhan pembelajaran dapat terjadi
karena berbagai faktor, diantaranya karena pemilihan model pembelajaran yang
kurang tepat dan kurangnya penggunaan media yang menarik dan komunikatif.
Seorang guru yang mampu mengembangkan model-model pembelajaran
yang terarah pada latihan-latihan berpikir kritis siswa, misalnya model-model
pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) akan sangat mendukung
perubahan kemampuan berpikir siswa. Model-model pembelajaran dimana guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
tidak terlalu banyak memberikan petunjuk atau arahan (nondirective teaching)
akan tetapi lebih banyak menekankan keaktifan berpikir siswa akan mampu
mendorong percepatan perubahan kemampuan berpikir seseorang (Aunurrahman,
2009:38).
Pembelajaran kimia juga diharapkan mampu meningkatkan kreatifitas
siswa dalam memecahkan masalah. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan
siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan
mengembangkan pemikirannya dalam menjawab pertanyaan tersebut, tidak hanya
dengan menghafal tanpa diikuti keterampilan memecahkan masalah.
Materi koloid merupakan materi yang penting, karena berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari, dalam materi tersebut terdapat konsep-konsep yang
memerlukan pemahaman dan hafalan yang cukup dari siswa seperti pemahaman
tentang koloid secara umum, jenis-jenis kolid, sifat-sifat koloid, dan cara-cara
pembuatan koloid. Dalam penelitian ini model pembelajaran yang digunakan
adalah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) yang dilengkapi
dengan media laboratorium virtual. Pada model CPS ini, siswa diberi kesempatan
seluas-luasnya untuk memecahkan masalah dengan menggunakan kreativitas
untuk mencapai tujuan, mengatasi hambatan dan meningkatkan kinerja kreatif.
Kegiatan pembelajaran yang menggunakan bantuan media laboratorium
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi dan
meningkatkan kemampuannya sehingga dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
Melalui kegiatan laboratorium siswa dapat melakukan kegiatan peragaan,
simulasi, pengukuran, dan pengamatan secara langsung, bekerja sama dengan
siswa lain untuk menggali potensi sesuai dengan tuntutan kurikulum. Hal ini juga
akan meningkatkan keterampilan siswa.
Percobaan dengan laboratorium virtual merupakan percobaan dengan
media komputer yang menampilkan secara tiga dimensi. Siswa diharapkan tidak
merasa jenuh selama mengikuti kegiatan pembelajaran.
Oleh karena itu, diharapkan dengan model pembelajaran Creative Problem
Solving dengan media laboratorium virtual dapat meningkatkan prestasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
siswa karena dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam berpikir dan dapat
mengurangi tingkat kejenuhan siswa.
C. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas, dapat
dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
“Model pembelajaran Creative Problem Solving dilengkapi media
laboratorium virtual efektif meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi
pokok koloid kelas XI IPA SMA Negeri 1 Karanganyar”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Karanganyar kelas XI IPA
semester II tahun ajaran 2011/2012.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun ajaran 2011/2012 pada
bulan Februari 2012 sampai bulan Oktober 2012. Pelaksanaan penelitian ini
dilakukan secara bertahap. Penjelasan tentang alokasi waktu penelitian dapat
dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Alokasi Waktu Penelitian
No. Kegiatan
Bulan
Februari Maret April Mei JuniJuli -
selesai
1. Persiapan
a. Observasi Awal
b. Pengajuan Judul
2. Penyususnan
Proposal
3. Pembuatan
Instrumen
4. Analisis Instrumen
5. Pengumpulan Data
6. Pengolahan Data
7. Penyusunan Laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
B. Rancangan Penelitian
Berdasarkan masalah-masalah yang akan dipelajari, maka penelitian ini
menggunakan metode eksperimen. Subyek penelitian terdiri dari dua kelompok,
yaitu kelompok eksperimen yang pembelajarannya dilakukan dengan model
Creative Problem Solving dengan media laboratorium virtual dan kelompok
pembanding yang pembelajarannya dilakukan dengan model konvensional.
Rancangan penelitian ini adalah ”Randomized Subjects Posttest Only Control
Group Design”. Adapun bentuk rancangannya terdapat dalam tabel 3.2 :
Tabel 3.2. Rancangan Penelitian Randomized Subjects Posttest Only Control Group Design
Group Treatment Posttest
(R) Eksperimen X Y2
(R) Kontrol - Y2
(Sukardi, 2003:185)
Keterangan :
Y2 = Posttest
X = Pembelajaran dengan model Creative Problem Solving dengan media
laboratorium virtual.
1. Variabel Penelitian
Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
model pembelajaran Creative Problem Solving dengan media laboratorium
virtual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
b. Variabel terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini
adalah prestasi belajar kimia siswa pada materi pokok Koloid yang terlihat
dari nilai posttest.
2. Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian akan dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan. Urutan-urutan kegiatan yang akan dilakukan antara lain:
a. Melakukan observasi pada kelas XI IPA SMA Negeri 1 Karanganyar meliputi
observasi objek penelitian, pengajaran dam fasilitas yang dimiliki.
b. Melakukan uji coba/tryout soal kognitif dan angket afektif
c. Memilih kelas mana yang akan digunakan untuk sampel penelitian secara
random.
d. Memberikan perlakuan berupa pengajaran dengan menggunakan model
pembelajaran Creative Problem Solving dengan media laboratorium virtual
pada kelas eksperimen dan dengan menggunakan model konvensional pada
kelas kontrol.
e. Memberikan postest untuk mengukur hasil belajar siswa.
f. Mengolah dan menganalisis data penelitian.
g. Menguji hipotesis dan menarik kesimpulan.
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1
Karanganyar yang terdiri dari 5 kelas dengan rata-rata jumlah siswa tiap kelas 34.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
cluster random sampling. Dalam teknik ini, sampel merupakan unit dalam
populasi yang mendapat peluang yang sama untuk menjadi sampel, bukan siswa
secara individual tetapi kelas. Dari lima kelas yang ada di kelas XI IPA SMA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Negeri 1 Karanganyar dilakukan pengambilan secara random dua kelas untuk
dijadikan sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data bermanfaat dalam proses pengujian hipotesis. Data
yang diambil adalah data prestasi belajar siswa pada materi pokok Koloid.
Sumber data dalam penelitian ini berupa metode tes dan metode angket.
1. Metode Tes
Tes adalah alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan individu
yang dalam penelitian ini untuk mengukur prestasi belajar kognitif pada materi
pokok Koloid.
2. Metode Non Tes
Teknik non tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan
angket. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis angket langsung,
karena daftar pertanyaan diberikan langsung kepada responden dan jawabannya
sudah disediakan, sehingga responden tinggal memilih jawaban yang ada. Metode
angket ini digunakan untuk mendapatkan data nilai prestasi belajar afektif.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua yaitu instrumen
pembelajaran dan instrumen penelitian.
1. Instrumen Pembelajaran
a. Silabus
Silabus yang digunakan dalam penelitian adalah silabus yang telah disusun
oleh sekolah yang diperoleh dari guru kimia sekolah yang bersangkutan dalam
penelitian.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun oleh peneliti dengan tujuan
supaya pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dapat terstruktur dengan baik.
2. Instrumen Penilaian Kognitif
Instrumen yang digunakan dalam penilaian aspek kognitif berupa soal-soal
objektif materi sistem koloid. Perangkat tes yaitu tes obyektif dengan 5 alternatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
jawaban. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0.
Sebelum digunakan instrumen penelitian diujicobakan terlebih dahulu untuk
menguji validitas, reliabilitas, taraf kesukaran soal dan daya pembeda soal.
a. Uji Validitas
1) Validitas Isi
Validitas isi merupakan adalah kecocokan di antara isi alat ukur (tes)
dengan isi sasaran ukur. Artinya alat ukur yang mempunyai validitas isi yang baik
adalah tes yang benar-benar mengukur penguasaan materi yang seharusnya
dikuasai sesuai dengan konten pengajaran yang tercantum dalam kurikulum.
Untuk dapat mengetahui apakah secara isi validitas instrumen memenuhi syarat
atau tidak, digunakan formula Gregory. Formula ini digunakan untuk mengetahui
validitas isi secara keseluruhan. Pada formula ini, diperlukan dua orang panelis
untuk memeriksa kecocokan antara indikator dengan butir-butir instrumen, dalam
bentuk menilai relevan atau kurang relevan masing-masing indikator butir bila
dicocokan dengan butir-butirnya.
( ) ∶ + + +Keterangan :
A : jumlah item yang kurang relevan menurut kedua panelis
B : jumlah item yang kurang relevan menurut panelis I dan relevan menurut
panelis II
C : jumlah item yang relevan menurut panelis I dan kurang relevan menurut
panelis II
D : jumlah item yang relevan menurut kedua panelis
Kriteria yang digunakan adalah jika CV > 0,700 maka analisis dapat dilanjutkan
(Robert J.Gregory, 2007: 123).
2) Validitas Butir Soal
Teknik yang digunakan untuk menentukan validitas butir soal adalah
menggunakan formula korelasi point biserial sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
= M – MSD pq
Keterangan:
rpbi = koefisien korelasi biserial yang melambangkan kekuatan korelasi antara
variabel I dengan variabel II, yang dalam hal ini dianggap sebagai
Koefisien Validitas Item.
Mp = skor rata-rata hitung dari siswa yang menjawab benar bagi item yang
dicari validitasnya.
Mt = skor rata-rata dari skor total
SDt = standar deviasi dari skor total
p = proporsi siswa yang menjawab benar terhadap butir item yang sedang
diuji validitas itemnya. p =q = proporsi siswa yang menjawab salah terhadap butir item yang sedang
diuji validitas itemnya (q= 1-p)
Kriteria pengujian :
Jika rpbi > rtabel maka soal dinyatakan valid
Jika rpbi ≤ rtabel maka soal dinyatakan tidak valid
(Anas Sudijono, 2008: 185)
b. Uji Realibilitas
Instrumen yang reliable adalah instrumen yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.
Instrumen yang valid dan reliable merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan
hasil penelitian yang valid dan reliable (Sugiyono, 2011:173).
Untuk mengetahui apakah suatu instrumen yang digunakan reliabel atau
tidak diperlukan adanya uji reliabilitas. Dalam penelitian ini, uji reliabilitas tes
prestasi belajar berbentuk obyektif digunakan rumus Kuder Richardson (KR-20).
Rumus Kuder-Richardson (KR-20) berbentuk sebagai berikut:
2
2
11 1t
iit
S
qpS
n
nr
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Keterangan :
r11 : koefisien reliabilitas tes
n : banyaknya butir item
1 : bilangan konstan
St2 : varian total
pi : proporsi siswa yang menjawab benar butir item yang bersangkutan
q : proporsi siswa yang menjawab salah, atau qi =1- pi
∑pi qi : jumlah dari hasil perkalian antara pi dengan qi
(Anas Sudijono, 2005: 252-253)
Kriteria pengujian:
Jika r 11 ≥ 0,70 maka tes hasil belajar dinyatakan telah memiliki reliabilitas yang
tinggi (reliable).
Jika r 11 < 0,70 maka tes hasil belajar dinyatakan belum memiliki reliabilitas yang
tinggi (unreliable) (Anas Sudijono, 2005: 209).
c. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal
pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks.
Perhitungan indeks tingkat kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor soal. Pada
prinsipnya, skor rata-rata yang diperoleh peserta didik pada butir soal yang
bersangkutan dinamakan tingkat kesukaran butir soal itu.
=Keterangan :
TK : Tingkat Kesukaran
B : Banyaknya peserta yang menjawab benar
JS : Jumlah seluruh peserta
Klasifikasi indeks kesukaran adalah sebagai berikut :
0,00 – 0,30 : Sukar (Sk)
0,31 – 0,70 : Sedang (Sd)
0,71 – 1,00 : Mudah (Md)
(Depdiknas, 2009 : 9)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
d. Daya Pembeda Soal
Daya Pembeda soal adalah kemampuan sebuah soal untuk membedakan
antara siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dengan siswa yang
tidak/kurang/belum menguasai materi yang ditanyakan. Bilangan yang
menunjukkan hasil perbandingan antara perbedaan jawaban benar dari
siswa-siswa yang tergolong kelompok atas (kelompok siswa yang memahami
materi) dan kelompok bawah (kelompok siswa yang belum memahami materi)
yang diperoleh, dengan perbedaan jawaban benar dari siswa-siswa yang tergolong
kelompok atas dan bawah yang seharusnya diperoleh disebut indeks daya
pembeda atau Indeks Diskriminasi (ID). Semakin tinggi indeks daya pembeda
soal berarti semakin mampu soal yang bersangkutan membedakan kelompok
siswa yang telah memahami materi dengan kelompok siswa yang belum
memahami materi.
Daya pembeda soal pilihan ganda dapat dipergunakan rumus sebagai
berikut:
B
B
A
ABA J
B
J
BPPID
Keterangan :
ID : angka indeks diskriminasi item
PA : proporsi testee kelompok atas yang dapat menjawab dengan benar butir
item yang bersangkutan
PA : proporsi testee kelompok bawah yang dapat menjawab dengan benar
butir item yang bersangkutan
Kualifikasi daya pembeda adalah sebagai berikut :
Kurang dari 0,20 : jelek (J)
0,20 – 0,40 : cukup (C)
0,40 – 0,70 : baik (B)
0,70 – 1,00 : baik sekali (BS)
Bertanda negatif : jelek sekali (JS)
(Anas Sudijono, 2005: 389-390)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2. Instrumen Penilaian Afektif
Instrumen penilaian afektif berupa angket. Jenis angket yang digunakan
adalah angket langsung dan sekaligus menyediakan jawaban. Siswa memberikan
jawaban dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan.
Penyusunan item-item angket berdasarkan indikator yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dalam menjawab pertanyaan, siswa hanya dibenarkan dengan
memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan. Pemberian skor
untuk angket afektif digunakan skala 1-4.
Untuk item yang mengarah jawaban positif pemberian skornya sebagai
berikut :
Skor 4 untuk jawaban Sangat Setuju
Skor 3 untuk jawaban Setuju
Skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju
Skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju
Pemberian skor untuk item yang mengarah jawaban negatif sebagai berikut:
Skor 1 untuk jawaban Sangat Setuju
Skor 2 untuk jawaban Setuju
Skor 3 untuk jawaban Tidak Setuju
Skor 4 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju
Sebelum digunakan untuk mengambil data, angket tersebut diuji cobakan
terlebih dahulu untuk mengetahui kualitas item angket.
a. Uji Validitas
1) Validitas Isi
Validitas isi merupakan adalah kecocokan di antara isi alat ukur (tes)
dengan isi sasaran ukur. Artinya alat ukur yang mempunyai validitas isi yang baik
adalah tes yang benar-benar mengukur penguasaan materi yang seharusnya
dikuasai sesuai dengan konten pengajaran yang tercantum dalam kurikulum.
Untuk dapat mengetahui apakah secara isi validitas instrumen memenuhi syarat
atau tidak, digunakan formula Gregory. Formula ini digunakan untuk mengetahui
validitas isi secara keseluruhan. Pada formula ini, diperlukan dua orang panelis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
untuk memeriksa kecocokan antara indikator dengan butir-butir instrumen, dalam
bentuk menilai relevan atau kurang relevan masing-masing indikator butir bila
dicocokan dengan butir-butirnya.
( ) ∶ + + +Keterangan :
A : jumlah item yang kurang relevan menurut kedua panelis
B : jumlah item yang kurang relevan menurut panelis I dan relevan
menurut panelis II
C : jumlah item yang relevan menurut panelis I dan kurang relevan
menurut panelis II
D : jumlah item yang relevan menurut kedua panelis
Kriteria yang digunakan adalah jika CV > 0,700 maka analisis dapat dilanjutkan
(Robert J.Gregory, 2007: 123).
2) Validitas Butir Soal
Teknik yang digunakan untuk menentukan validitas butir soal adalah
menggunakan teknik korelasi rumus Product-Moment dari Pearson dengan rumus
sebagai berikut :
= Σ (Σ )(Σ )√{ Σ (Σ ) }{ Σ (Σ ) }
Keterangan:
rxy : Koefisien Validitas
X : skor soal
Y : skor total
N : jumlah subyek
Kriteria pengujian
Jika r hitung ≥ r tabel maka soal dinyatakan valid
Jika r hitung < r tabel maka soal dinyatakan tidak valid
(Anas Sudijono, 2005: 181)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengukuran
tersebut dapat memberikan hasil yang tidak berbeda bila dilakukan kembali
kepada subyek yang sama.
Untuk mengetahui tingkat reliabilitas digunakan rumus alpha (digunakan
untuk mencari reliabilitas yang skornya bukan 1 dan 0) yaitu sebagai berikut:
2
2
11 11 t
i
S
S
n
nr
Keterangan:
r11 : koefisien reliabilitas suatu tes
n : jumlah item yang dikeluarkan dalam tes
1 : bilangan konstan
2iS : jumlah varian skor dari tiap-tiap item
S 2t : varian total
Kriteria pengujian:
Jika r 11 ≥ 0,70 maka tes hasil belajar dinyatakan telah memiliki reliabilitas yang
tinggi (reliable).
Jika r 11 < 0,70 maka tes hasil belajar dinyatakan belum memiliki reliabilitas yang
tinggi (unreliable)
(Anas Sudijono, 2005: 208-209).
F. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian ini
dari populasi yang normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas yang
digunakan adalah metode Liliefors. Prosedur uji normalitas dengan menggunakan
metode Liliefors adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
1) Menentukan hipotesis nol (H0)
Ho : sampel berasal dari populasi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi normal
2) Statistik Uji
L = max ii ZSZF
Dengan:
Z berdistribusi N (0,1)
F(Zi) = P(Z ≤ Zi)
S(Zi) = proporsi cacah Z ≤ Zi terhadap seluruh Zi
3) Taraf Siginifikansi ( ) = 0,05
4) Daerah Kritik (DK)
DK = { L L > Lα:n atau L < -Lα:n} dengan n adalah ukuran sampel.
5) Keputusan Uji
Ho ditolak Jika Lhitung DK.
6) Kesimpulan
a. Sampel berasal dari populasi normal jika H0 diterima.
b. Sampel tidak berasal dari populasi normal jika H0 ditolak
(Budiyono, 2009: 169-170)
b. Uji Homogenitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian
mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini
digunakan uji Bartlett dengan rumus :
: = = ⋯ = ( Variansi populasi homogen )
: Variansi populasi tidak homogen
2jj
2 slogf-RKG logfc
2,303
dengan : ~ ( k-1 )
k = banyaknya populasi = banyaknya sampel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
f = N – k =
k
jjf
1 = derajat kebebasan untuk RKG = N – k.
fj = . , derajat kebebasan untuk Sj2 = ni – 1, j = 1, 2, …, k
N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)
nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j
f
1
f
1
1)-3(k
11c
j dan
j
j
f
SSgalatkuadrat rerataRKG
serta 2
jjj
2
jj
2j s1n
n
XXSS
dimana 1n
SSs
j
jj
2
Adapun langkah-langkah pengujian homogenitas dengan menggunakan uji
Bartlett sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis
Ho = δ12 = δ2
2
H1 = δ12 ≠ δ2
2
2) Signifikansi, α = 0,05
3) Statistik uji yang digunakan:
22 loglog303,2
jj sfRKGfc
X
4) Komputasi
RKG = rerata kuadrat galat =
j
j
f
SS
ffkc
j
11
)1(3
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
5) Daerah Kritis:
DK = { │ > (α,k-1)}
6) Kriteria uji
H0 diterima apabila hitung < tabel, yang berarti sampel homogen
(Budiyono, 2009 : 176 – 177)
c. Uji t- Matching
Uji t-matching bertujuan untuk mencari kesetaraan antara dua sampel
dalam penelitian. Uji ini dilakukan dengan menguji rata-rata nilai mid semester
genap mata pelajaran kimia. Uji yang digunakan adalah uji t-dua arah dengan
rumus :
t =
21
21
11
)(
nnSp
XX
2
)1()1(
21
222
2112
nn
snsnSp
dimana:
X = rata-rata; n = jumlah; 2s = varian
Daerah Kritik = {t│-t1-1/2α < t < t1-1/2α}, dimana t1-1/2α didapat dari daftar
distribusi t dengan DK = (n1 + n2 – 2)
(Budiyono, 2009: 151)
2. Pengujian Hipotesis
Data yang diperoleh dalam penelitian akan diolah dengan menguji
kesamaan rata-rata. Uji yang digunakan adalah uji-t pihak kanan dengan rumus
sebagai berikut:
t=
21
21
11
nnS
XX
S2 =
2
)1()1(
21
222
211
nn
SnSn
Keterangan:
1X = nilai rata-rata tes kelas eksperimen
2X = nilai rata-rata kelas kontrol
n1 = jumlah sampel pada kelas eksperimen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
n2 = jumlah sampel pada kelas kontrol
S = simpangan baku gabungan
S2 = varian sampel kelas eksperimen dan kelas kontrol
S12 = varians kelas eksperimen
S22 = varians kelas control
Dengan kriteria sebagai berikut:
H0 : μ1 ≤ μ2, Nilai rata-rata posttest siswa yang diajar dengan menggunakan model
CPS dilengkapi media laboratorium virtual pada materi pokok
sistem koloid lebih kecil atau sama dengan nilai rata-rata posttest
siswa yang diajar dengan menggunakan model konvensional.
H1 : μ1 > μ2, Nilai rata-rata posttest siswa yang diajar dengan menggunakan model
CPS dilengkapi media laboratorium virtual pada materi pokok
sistem koloid lebih besar dari nilai posttest siswa yang diajar dengan
menggunakan model konvensional.
Kriteria pengujian:
a. Jika thitung < ttabel maka hipotesis nol diterima
b. Jika thitung > ttabel maka hipotesis nol ditolak.
(Sudjana, 2005: 239)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Pengujian Instrumen
Berdasarkan variabel yang diteliti maka instrumen penelitian yang
diperlukan adalah tes kognitif dan tes afektif. Sebelum digunakan untuk
mengambil data, instrumen tersebut diujicobakan terlebih dahulu untuk
mengetahui kualitas instrumen. Rangkuman hasil try out akan disajikan dibawah
ini.
1. Uji Validitas
a. Uji Validitas Isi
Penentuan validitas didasarkan pada harga CV yang melampaui harga kritik
sebesar 0,700. Hasil uji validitas isi untuk instrumen kognitif dan afektif dapat
dilihat pada Tabel 4.1, sedangkan untuk perhitungannya dapat dilihat pada
Lampiran 15.
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Isi Instrumen Kognitif dan Afektif
VariabelJumlah
soal
Relevan Tidak RelevanHarga
CVPanelis I
Panelis II
Panelis I
Panelis II
Instrumen Kognitif 35 35 29 0 6 0,829Instrumen Afektif 40 40 34 0 6 0,850
b. Uji Validitas Item
Hasil uji validitas item untuk instrumen kognitif dan afektif dapat dilihat
pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3, sedangkan untuk perhitungannya dapat dilihat pada
Lampiran 16 dan Lampiran 17.
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Item Instrumen Kognitif
VariabelJumlah
Soal
Kriteria
Valid Tidak Valid
Instrumen Kognitif 35 23Revisi Drop
7 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Item Instrumen Afektif
Variabel Jumlah SoalKriteria
Valid Invalid
Instrumen Kognitif 40 32 8
2. Uji Reliabilitas
Hasil uji reliabilitas untuk instrumen kognitif dan afektif dapat dilihat pada
Tabel 4.4 , sedangkan untuk perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 16 dan
Lampiran 17.
Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Kognitif dan Afektif
VariabelReliabilitas
Harga Kriteria
Instrumen Kognitif 0,749 Reliabel
Instrumen Afektif 0,868 Reliabel
3. Uji Tingkat Kesukaran
Hasil uji tingkat kesukaran untuk instrumen kognitif dapat dilihat pada
Tabel 4.5 , sedangkan untuk perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 16.
Tabel 4.5 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Kognitif
Jenis soalJumlah Soal
Taraf Kesukaran Soal
Mudah Sedang Sukar
Instrumen Kognitif 35 15 19 1
4. Uji daya beda soal
Hasil uji daya beda untuk instrumen kognitif dapat dilihat pada Tabel 4.6,
sedangkan untuk perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 16.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Tabel 4.6 Hasil Uji Daya Beda Instrumen Kognitif
Variabel Jumlah Soal
Kriteria
Baik
SekaliBaik Cukup Jelek
Jelek
Sekali
Instrumen Kognitif 35 - 8 8 19 -
Berdasarkan data di atas, instrumen kognitif yang digunakan adalah 30
soal dari 35 soal, instrumen afektif yang digunakan adalah 34 soal dari 40 soal.
Kedua instrumen telah valid dan reliabel, sehingga instrumen tersebut dapat
digunakan untuk pengambilan data.
B. Deskripsi Data
Data yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah data nilai posttest siswa
pada mata pelajaran kimia materi pokok Koloid. Prestasi belajar siswa meliputi
aspek kognitif dan aspek afektif. Data-data tersebut diambil dari satu kelompok
ekperimen yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Creative
Problem Solving yang dilengkapi media laboratorium virtual dan satu kelompok
kontrol yang diajar dengan menggunakan model konvensional. Jumlah siswa yang
dilibatkan dalam penelitian ini adalah 67 siswa dari kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3
SMA Negeri 1 Karanganyar tahun ajaran 2011/2012. Kelas eksperimen adalah
kelas XI IPA 3 yang berjumlah 34 siswa sedangkan kelas kontrol adalah kelas XI
IPA 2 yang berjumlah 33 siswa.
Berdasarkan data prestasi kognitif dan afektif pada Lampiran 8 pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol dapat diringkas dan dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Tabel Nilai Rata-Rata Kelas
Uraian
Kelas
Ekperimen Kontrol
Rerata Nilai Kognitif 82,4 74,3
Rerata Nilai Afektif 94,4 89,8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa rerata nilai posttest aspek kognitif dan
afektif pada kelas ekperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
1. Data Penilaian Aspek Kognitif
Berdasarkan data pada Lampiran 9 dapat dibuat perbandingan distribusi
frekuensi prestasi belajar kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol pada materi
Koloid yang disajikan dalam Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol
No Interval Nilai Tengah
Frekuensi %FrekuensiKontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen
1 43 – 50,71 46.86 2 1 6 32 50,72 – 58,43 54.58 2 1 6 33 58,44 – 66,15 62.30 4 1 12 34 66,16 – 73,87 70.02 4 2 12 65 73,88 – 81,59 28.45 12 7 36 216 81,60 – 89,31 85.46 8 13 24 387 89,32 – 97,03 93.18 1 9 3 26
Jumlah 33 34 100 100
Perbandingan prestasi kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat
digambarkan seperti pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Histogram Perbandingan Prestasi Kognitif Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
2. Data Penilaian Aspek Afektif
Perhitungan perbandingan prestasi afektif antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol dapat dilihat pada Lampiran 10. Ringkasan perhitungan dapat dilihat pada
Tabel 4.9 dan histogramnya dapat dilihat dalam Gambar 4.2.
Tabel 4.9. Distribusi frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Model CPS
No. IntervalNilai
TengahFrekuensi %Frekuensi
Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen1 76 – 80,57 78.29 2 2 6 62 80,58 – 85,15 82.87 8 1 24 33 85,16 – 89,73 87.45 4 6 12 184 89,74 – 94,31 92.03 12 8 36 235 94,32 – 98,89 96.61 4 7 12 216 98,90 – 103,47 101.19 1 7 3 217 103,48 – 108,05 105.77 2 3 6 9
Jumlah 33 34 100 100
Gambar 4.2 Histogram Perbandingan Nilai Afektif Siswa Kelas Kontrol dan Siswa Kelas Eksperimen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
C. Uji Prasyarat Analisis
1. Uji t-Matching
Sebelum memberikan perlakuan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol,
untuk mengetahui apakah dua kelas yang akan dikenai perlakuan tersebut setara
atau tidak maka dilakukan uji t-matching menggunakan uji t dua pihak. Dalam hal
ini, digunakan nilai mid semester genap siswa kelas XI IPA. Berdasarkan data
pada Lampiran 7 dapat dilihat seperti pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Hasil Uji Kesetimbangan Berdasarkan Nilai Mid Semester Kelas XIPA 2 dan kelas XI IPA 3.
Kelas n RerataVariansi
(S2)
Deviasi Baku
(S)
Nilai t
t hitung -t tabel t tabel
Eksperimen(XI IPA 3)
34 77,6 230 15,20,259 - 1,998 1,998
Kontrol(XI IPA 2)
33 76,7 190 13,8
Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 7 dan Tabel 4.4, didapatkan bahwa
nilai thitung tidak masuk ke dalam daerah kritik, dimana daerah kritiknya yaitu t < -
1,998 atau t > 1,998. Karena thitung tidak masuk ke dalam daerah kritik tersebut,
maka Ho diterima. Penerimaan Ho menunjukkan bahwa kemampuan awal dari
siswa kelas XI IPA 2 dan kelas XI IPA 3 adalah sama. Setelah mengetahui bahwa
kedua kelas tersebut memiliki kemampuan yang sama maka dapat dilakukan uji
prasyarat analisis yang selanjutnya.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu populasi
berdistribusi normal atau tidak, hal ini dikarenakan sebelum uji hipotesis
dilakukan harus ditunjukkan bahwa sampelnya diambil dari populasi normal.
Tehnik uji normalitas yang digunakan adalah tehnik uji normalitas Liliefors
dengan taraf signifikansi 5%. Uji normalitas nilai kognitif dan afektif siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
tercantum dalam Lampiran 11 dan 12. Hasil uji normalitas terangkum dalam
Tabel 4.11 dan 4.12.
Tabel 4.11. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Nilai Kognitif
No. Kelompok Siswa
Jumlah Harga L KesimpulanHitung Tabel
12
EksperimenKontrol
3433
0,1340,121
0,1520,154
NormalNormal
Tabel 4.12. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Nilai Afektif
No. Kelompok Siswa
Jumlah Harga L KesimpulanHitung Tabel
12
EksperimenKontrol
3433
0,0560,109
0,1520,154
NormalNormal
Berdasarkan Tabel 4.11 dan Tabel 4.12 serta perhitungan, dapat diketahui
bahwa dalam aspek kognitif maupun aspek afektif, kelas eksperimen maupun
kelas kontrol menunjukkan sampel yang berdistribusi normal. Hal ini dikarenakan
keempat data tersebut berada di luar daerah kritik (Lhitung < Ltabel), sehingga Ho
diterima, artinya keempat data tersebut berdistribusi normal.
3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui tingkat kesamaan varians
antara dua kelas, yakni kelas kontrol dan kelas eksperimen. Teknik uji
homogenitas yang digunakan adalah teknik uji Bartlet dengan taraf signifikansi
0,05. Ringkasan hasil uji homogenitas nilai posttest prestasi belajar kognitif dan
afektif menggunakan metode Bartlett dapat dilihat pada Tabel 4.13, sedangkan
perhitungan uji homogenitas nilai secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11
dan Lampiran 12.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Tabel 4.13. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Aspek Kognitif dan Aspek Afektif pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol pada Materi Koloid
AspekHarga χ2
Kesimpulanχ2
hitung χ2tabel
Kognitif 0,1773,841
Homogen
Afektif 0,401 Homogen
Dari Tabel 4.13 didapatkan bahwa harga χ2hitung kurang dari dari harga χ2
tabel
sehingga nilai di luar daerah kritik. Hal ini menunjukkan bahwa antara kelas
eksperimen (model CPS) dan kelas kontrol (model konvensional) adalah
homogen, baik itu dalam hal aspek kognitif maupun aspek afektif.
D. Pengujian Hipotesis
Uji yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan Uji-t pihak kanan
terhadap masing-masing aspek. Untuk hasil yang lebih rinci dapat dilihat pada
Lampiran 13 untuk prestasi kognitif dan prestasi afektif. adapun rangkuman hasil
Uji-t disajikan sebagai berikut :
1. Uji t-Pihak Kanan Prestasi Belajar Kognitif
Hasil uji t-pihak kanan untuk prestasi kognitif siswa materi pokok Koloid
terangkum pada Tabel 4.14
Tabel 4.14 Rangkuman Hasil Uji-t Pihak Kanan Prestasi Belajar Kognitif
ParameterKelas
KriteriaEksperimen Kontrol
Variansi (S2) 126 145Ho ditolak
Deviasi Baku (S) 11,2 12,1T hitung 2,85 2,85
Ho ditolakT tabel 1,67 1,67
Kesimpulan dari uji tersebut adalah pada prestasi kognitif, thitung = 2,85 >
ttabel, maka H0 (nilai rata-rata posttest prestasi belajar kognitif siswa kelas
eksperimen lebih kecil atau sama dengan kelas kontrol) ditolak. Hal ini berarti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
prestasi belajar kognitif siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari kontrol.
2. Uji t-Pihak Kanan Prestasi Belajar Afektif
Hasil uji t-pihak kanan untuk prestasi afektif siswa materi pokok Koloid
terangkum pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Rangkuman Hasil Uji-t Pihak Kanan Prestasi Belajar Afektif
ParameterKelas
KriteriaEksperimen Kontrol
Variansi (S2) 56,6 45,3Ho ditolak
Deviasi Baku (S) 7,52 6,73T hitung 2,61 2,61
Ho ditolakT tabel 1,67 1,67
Pada prestasi afektif, thitung = 2,61 > ttabel, maka H0 (nilai rata-rata nilai
prestasi belajar afektif siswa kelas eksperimen lebih kecil atau sama dengan kelas
kontrol) ditolak. Hal ini berarti rata-rata nilai prestasi belajar afektif siswa kelas
eksperimen lebih tinggi dari kontrol.
E. Pembahasan
Pada penelitian ini digunakan dua sampel penelitian. Pengambilan sampel
dilaksanankan setelah populasi memenuhi syarat normalitas, homogenitas, dan uji
t-matching (kesamaan rata-rata) sebelum perlakuan diberikan. Berdasarkan data
pada analisis awal yaitu nilai mid semester genap siswa kelas XI IPA SMA
Negeri 1 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012 menunjukkan bahwa semua
kelas merupakan bagian dari populasi berdistribusi normal. Hal ini dapat diambil
kesimpulan bahwa sampel mempunyai kondisi awal yang sama, sehingga untuk
menentukan sampel dapat dilakukan dengan teknik cluster random sampling.
Sampel pada penelitian ini adalah kelas XI IPA 3 sebagai kelas eksperimen yang
menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving yang dilengkapi
media laboratorium virtual dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol yang
menggunakan model pembelajaran konvensional, sedangkan untuk uji coba soal
dilakukan pada kelas XI IPA 5 SMA Negeri 1 Karanganyar dengan alasan bahwa
kelas tersebut sudah terlebih dahulu mendapatkan materi pokok Koloid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Penilaian yang dilakukan setelah proses pembelajaran meliputi aspek
kognitif dan aspek afektif. Penilaian dilakukan melalui posttest diakhir
pembelajaran untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Tabel 4.7 menunjukkan
hasil bahwa kelas eksperimen memiliki nilai rerata lebih tinggi dari pada kelas
kontrol untuk aspek kognitif maupun aspek afektif. Nilai rerata kelas eksperimen
yaitu 82,4 dan kelas kontrol yaitu 74,3 untuk aspek kognitif. Sedangkan untuk
aspek afektif kelas eksperimen sebesar 94,4 dan kelas kontrol sebesar 89,8.
Perbedaan prestasi belajar antara kelas eksperimen (model CPS) dan kelas
kontrol (model konvensional) dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam
penggunaan model pembelajaran yang berpengaruh pada siswa. Pada kelas
eksperimen digunakan model pembelajaran Creative Problem Solving. Siswa
dituntut aktif dalam proses pembelajaran, siswa juga belajar memecahkan
masalah, dan mendiskusikan masalah dengan teman-temannya. Siswa juga dapat
menemukan konsep sendiri melalui pertanyaan yang diberikan oleh guru sehingga
akan membuat proses belajar menjadi menarik dan suasana belajar menjadi
menyenangkan.
Pada pembelajaran ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan
anggota kelompok heterogen untuk melakukan diskusi. Pembelajaran dimulai
dengan pemahaman materi yang dilakukan oleh siswa anata kelompoknya, setelah
itu siswa diberikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab melalui diskusi antar
kelompok. Pertanyaan yang diberikan berupa studi kasus dan pertanyaan pada
percobaan menggunakan laboratorium virtual. Pada akhir pembelajaran siswa
diminta untuk menyimpulkan hasil dari diskusi.
Adanya pembagian kelompok siswa dalam pembelajaran akan mendorong
terjalinnya hubungan yang saling mendukung antar anggota kelompok. Siswa
yang mengalami kesulitan dapat bertanya kepada teman dalam satu kelompoknya,
sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
siswa dan hasil belajar yang diperoleh lebih maksimal. Perbedaan pendapat dalam
diskusi dapat memicu siswa untuk saling bertukar pikiran dan saling membantu
antar individu dalam kelompoknya untuk menguasai konsep.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Materi Koloid merupakan salah satu materi yang penting karena pokok
bahasan tersebut sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, bersifat informatif,
memerlukan pemahaman dan hafalan yang cukup dari siswa. Dengan model CPS
siswa dapat membangun konsep sendiri melalui pertanyaan-pertanyaan yang
terdapat pada lembar kerja siswa atau pertanyaan yang diberikan oleh guru. Pada
langkah pengungkapan pendapat dalam model CPS, memberikan kesempatan luas
kepada siswa untuk berdiskusi saling bertukar pikiran dalam menguasai konsep
materi.
Pembelajaran model Creative Problem Solving mempunyai kelebihan antara
lain memberikan kepada siswa memahami konsep dengan cara menyelesaikan
suatu masalah, membuat siswa aktif dalam pembelajaran, mengembangkan
kemampuan berpikir siswa dan membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan
yang sudah dimilikinya. Hal tersebut di atas sesuai dengan hasil penelitian
Seechaliao et al (2010) yang menyatakan bahwa nilai posttest siswa yang
menggunakan CPS lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai pretestnya. Model
instruksional yang berdasarkan Creative Problem Solving mengembangkan
keterampilan berpikir kreatif. Model pembelajaran merupakan alat efisien yang
bisa menjadi pedoman untuk mengembangkan kemampuan berpikir.
Sebagai penunjang pelaksanaan kegiatan pembelajaran digunakan media
laboratorium virtual yang merupakan alat-alat laboratorium dalam program
(software) komputer dan dioperasikan dengan komputer yang dikemas dalam
bentuk menarik membuat siswa menjadi tidak jenuh. Dalam proses pembelajaran
yang berlangsung siswa menjadi lebih aktif dan mudah memahami konsep-konsep
pada materi tersebut. Menurut Tuysuz (2010:48), penggunaan laboratorium virtual
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan memberikan dampak positif bagi
sikap siswa tentang materi kimia.
Dalam materi Koloid terdapat konsep-konsep yang biasanya hanya
disampaikan dalam bentuk kata-kata atau gambar, seperti tentang sifat-sifat koloid
dan pembuatan koloid. Dengan adanya percobaan dalam bentuk laboratorium
virtual ini siswa dapat memahami konsep dan bukan hanya sekedar menghafal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Pada pembelajaran dengan menggunakan model konvensional yang
diterapkan pada kelas control, pembelajaran menempatkan guru sebagai sumber
informasi utama yang berperan dominan dalam proses pembelajaran. Guru
mentransfer ilmu kepada siswa sehingga siswa menjadi pasif. Siswa cenderung
belajar menghafal dan tidak membangun sendiri pengetahuannya sehingga
kreativitas siswa kurang berkembang. Kondisi ini tidak mendukung siswa dalam
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Berdasarkan pengamatan peneliti
pada kelas kontrol, tampak bahwa siswa merasa malas dan ngantuk dalam
mengikuti proses pembelajaran. Meskipun sesekali disertai tanya jawab, namu
tanya jawab tersebut kurang membantu siswa dalam menemukan konsep, karena
sebelumnya siswa telah diberi konsep materi oleh guru.
Aspek afektif dalam pembelajaran ini meliputi beberapa variabel, antara lain
sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral. Seorang siswa akan sulit mencapai
keberhasilan studi secara optimal apabila siswa tersebut tidak memiliki minat
pada pelajaran tertentu, dalam hal ini pelajaran kimia. Berdasarkan penelitian,
siswa yang diajar menggunakan model Creative Problem Solving memiliki
aktivitas belajar yang lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan
menggunakan model konvensional. Aktivitas belajar tersebut meliputi aktivitas
bertanya siswa. Siswa yang berminat terhadap terhadap suatu pelajaran akan
selalu bertanya mengenai hal-hal yang belum dimengerti. Sehingga aspek afektif
menjadi penunjang keberhasilan pada aspek pembelajaran kognitif.
Dari pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving dilengkapi dengan
media pembelajaran laboratorium virtual dapat menjadikan siswa lebih aktif
dalam proses pembelajarannya dan siswa mudah memahami konsep karena
didukung dengan media yang menarik, sehingga akan menambah daya ingat serta
membantu dalam mengerjakan soal sebagai proses evaluasi belajarnya. Oleh
karena itu pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran Creative
Problem Solving dilengkapi dengan media pembelajaran laboratorium virtual
meningkatkan prestasi belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran Creative Problem Solving dengan media pembelajaran laboratorium
virtual efektif dapat meningkatkan prestasi belajar materi pokok Koloid siswa
kelas XI IPA SMA Negeri 1 Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012.
B. Implikasi
1. Implikasi teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya
dan dapat digunakan untuk upaya bersama antara guru, siswa serta penyelenggara
sekolah agar dapat membantu siswa dalam meningkatkan kualitas hasil belajar
secara maksimal.
2. Implikasi Praktis
Pembelajaran kimia dengan model pembelajaran Creative Problem Solving yang
dilengkapi media laboratorium virtual lebih baik daripada pembelajaran kimia
dengan model konvensional pada materi pokok Koloid, sehingga pembelajaran
kimia pada materi pokok Koloid sebaiknya disajikan dengan model pembelajaran
Creative Problem Solving yang dilengkapi media laboratorium virtual.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dalam penelitian ini, maka penulis
mengajukan saran-saran sebagai berikut :
1. Penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving yang dilengkapi
media laboratorium virtual dalam pembelajaran kimia seperti diuraikan
dalam penelitian ini, hendaknya dapat dijadikan salah satu alternatif untuk
meningkatkan prestasi belajar kimia bagi siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
2. Dapat dilaksanakan penelitian tentang efektivitas model pembelajaran
Creative Problem Solving yang dilengkapi media laboratorium real
terhadap prestasi belajar siswa pada materi Koloid.
3. Penulis berharap hasil ini dapat sebagai acuan kepada peneliti-peneliti yang
lain untuk mencobakan hal serupa pada subyek lain atau pada mata
pelajaran yang lain.
4. Kepada guru disarankan agar dalam pembelajaran di kelas selalu
mengupayakan media dan model pembelajaran yang menarik bagi siswa
sehingga dapat mengurangi rasa malas, bosan, dan ngantuk siswa dalam
pembelajaran.
5. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan model
pembelajaran Creative Problem Solving pada pembelajaran kimia materi
pokok yang lain.