mendukung institusi indonesia yang inklusif untuk …psflibrary.org/catalog/repository/cps...

125
STRATEGI KEMITRAAN NEGARA UNTUK INDONESIA TA2009-2012 Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif untuk Pembangunan yang Berkesinambungan

Upload: hoangthuan

Post on 02-Feb-2018

236 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

STRATEGI KEMITRAAN NEGARA UNTUK INDONESIA TA2009-2012

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusifuntuk Pembangunan yang Berkesinambungan

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

ii

Strategi Kemitraan Negara ini disusun di bawah bimbingan Joachim von Amsberg (Direktur Negara), dikerjakan oleh tim di bawah pimpinan Preeti Ahuja dan Wolfgang Fengler. Joel Hellman adalah Asisten Pimpinan Kelompok Tugas CPS sampai dengan Maret 2008. Tim inti beranggotakan Vincent S. Da Cruz, Peter Milne, Satiriantinah Bur Rasuanto, dengan para koordinator, yakni Hans Shrader dan Magdi Amin (IFC), Peter Ellis (SD), Menno Pradhan (HD) dan Imad Saleh (OSU). Mitra kerja berikut ini juga telah memberikan sumbangan penting bagi strategi ini: Kundhavi Kadiresan, Christian Rey, Yogana Prasta, Rajat Narula, Suresh K. Khosla, Pantja Widdarini, Bakti Sudaryono dari OSU; Sonia Hamman, Hongjoo Hahm, Sally Burningham, George Soraya, Scott Guggenheim, Joe Leitmann, Louise F. Scura, Ilham Abla, Erman Rahman, Susan Wong, Tim Brown, Mario Boccuci dari SD; Vincente Paqueo, Mae Chu Chang, Clauda Rokx dari HD; William Wallace, Shubham Chaudhuri, P.S. Srinivas, Vivi Alatas, Staffan Synnerstrom, Peter Rosner, Enrique Aldaz-Caroll, Soekarno Wirokartono, dan Tim Bulman dari unit PREM; Aliya Husain dan Zafar Ahmed dari PREMPR; Marlyn Caluag dari CASU dan Paramita Dewi, Wilza Samakoen dan Erisa Dian untuk dukungan logistik.

Tim IFC yang menjadi bagian tak terpisahkan dari pengembangan CPS ini dipimpin oleh Adams Sack(Manajer Negara).

Ucapan terima kasih khusus atas nasihat tentang pemerintahan, antikorupsi, dan reformasi kelembagaan yang diberikan oleh Daniel Kaufmann, Sanjay Pradhan, dan Kai Kaiser.

Akhirnya, ucapan terima kasih khusus bagi para mitra pembangunan Kelompok Bank Dunia atas segenap bantuan mereka.

Laporan Strategi Bantuan Negara (CAS) terakhir No. 27108-IND dibahas oleh Dewan pada tanggal 25 November 25 2003, dan Laporan Perkembangan CAS terakhir No. 36856-IND tertanggal 5 September 2006

KURS YANG DIPAKAIMata uang: Rupiah (Rp) sejak 21 Juli 2008US$1 = Rp. 9.148

TAHUN FISKALSampai 31 Maret 2000: 1 April sampai 31 MaretSampai 31 Desember 2000: 1 April sampai 31 DesemberSejak 1 Januari 2001: 1 Januari sampai 31 Desember

Wakil Direktur James W. Adams, Bank DuniaFarida Khambata, IFC

Direktur NegaraJoachim von Amsberg, Bank DuniaAdam Sack, IFC

Pimpinan Kelompok TugasPreeti Ahuja, Bank DuniaWolfgang Fengler, Bank DuniaHans Shrader, IFCMagdi Amin, IFC

iii

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

AAA Kegiatan Analisis dan Konsultasi (Analytical and Advisory Activities)

ADB Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank)

Bappenas Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional

BAWASDA Badan Pengawasan Daerah

BNPB Badan Nasional Penanggulangan Bencana

BOS Bantuan Operasional Sekolah

BPK Badan Pemeriksa Keuangan

BPKP Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

BPS Badan Pusat Statistik

CAE Evaluasi Bantuan Negara (Country Assistance Evaluation)

CAS Strategi Bantuan Negara - (Country Assistance Strategy)

CCT Bantuan Tunai Bersyarat (Conditional Cash Transfer)

CDD Pembangunan Berbasis Masyarakat (Community-Driven Development)

CIF Dana Investasi Iklim (Climate Investment Fund)

CPS Strategi Kemitraan Negara (Country Partnership Strategy)

CRMR Tinjauan Pemantauan Hasil Negara (Country Results Monitoring Review)

CSO Organisasi Masyarakat Madani (Civil Society Organization)

DGH Direktorat Jenderal Bina Marga (Directorate General of Highways)

DHS Direktorat Jenderal Cipta Karya (Directorate General of Human Settlement)

DWR Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Directorate General of Water Resources)

DPL Pinjaman Kebijakan Pembangunan (Development Policy Loan)

DSF Fasilitas Bantuan Desentralisasi (Decentralization Support Facility)

EITI Prakarsa Transparansi Industri Ekstraktif (Extractive Industries Transparency Initiative)

GAAPs Rencana Aksi Pemerintah dan Antikorupsi (Governance and AntiCorruption Action Plans)

GDP Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)

GFMRAP Proyek Administrasi Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Pemerintah (Government Financial Management and Revenue Administration Project)

IBRD Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for Reconstruction and Development)

IDA Asosiasi Pembangunan Internasional (International Development Association)

IFC Korporasi Keuangan Internasional (International Finance Corporation)

ILGR Prakarsa untuk Reformasi Pemerintah Daerah (Initiatives for Local Government Reform)

JRF Dana Rekonstruksi Jawa (Java Reconstruction Fund)

KKPPI Komite Nasional untuk Percepatan Penyediaan Infrastruktur

KPK Komisi Pemberantasan Korupsi

MDF Dana (Perwalian) Multi Donor

MDGs Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals)

MIC Negara Berpendapatan Menengah (Middle Income Country)

MoF Departemen Keuangan (Ministry of Finance)

MoNE Departemen Pendidikan Nasional (Ministry of National Education)

MoT Departemen Perdagangan (Ministry of Trade)

NGO Lembaga Swadaya Masyarakat (NonGovernment Organization)

NPPO/LKKP

Lembaga Kajian Kebijakan Publik

SINGKATAN DAN AKRONIM

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

iv

PDAMs Perusahaan Daerah Air Minum

PEACH Analisis Belanja Pemerintah dan Harmonisasi Kapasitas (Public Expenditure and Capacity Harmonization)

PLN Perusahaan Listrik Negara

PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

PNPM-Rural

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat di Wilayah Pedesaan (National Program for Community Empowerment in Rural Areas Project)

PNPM-Urban

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat di Wilayah Perkotaan(National Program for Community Empowerment in Urban Areas Project)

PPP Kemitraan Publik dan Swasta (Public-Private Partnerships)

REDD Mengurangi Emisi dari Penebangan Hutan dan Degradasi (Reduce Emissions from Deforestation and Degradation)

RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah

SISWA Peningkatan Sistem melalui Pendekatan Sektoral (System Improvement through Sector Wide Approaches)

SOFEI Bantuan Fasilitas Desentralisasi untuk Indonesia Timur (Decentralization Support Facility for Eastern Indonesia)

SMEs Usaha Kecil dan Menengah (Small and Medium Enterprises)

SPADA Bantuan untuk Daerah-Daerah Miskin dan Tertinggal (Support for Poor and Disadvantaged Areas)

STATCAP Statistical Capacity Building Project

TA Bantuan Teknis (Technical Assistance)

USDRP Proyek Pengembangan dan Reformasi Sektor Perkotaan (Urban Sector Development and Reform Project)

WBG Kelompok Bank Dunia (World Bank Group)

v

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Daftar Isi

RANGKUMAN EKSEKUTIF viii

BAB I LEMBAGA INDONESIA BERPENGARUH TERHADAP HASIL PEMBANGUNAN 1

Indonesia telah berhasil dalam mengonsolidasi pencapaian-pencapaian setelah krisis 2

Indonesia kini dalam posisi yang lebih baik untuk menjawab tantangan-tantangan pembangunan

3

Prospek jangka menengah Indonesia baik tetapi ada risiko-risiko yang tidak menguntungkan 6

Hasil pembangunan tergantung pada kualitas lembaga-lembaga Indonesia 7

BAB II: PENDEKATAN STRATEGIS– BERINVESTASI DALAM LEMBAGA-LEMBAGAINDONESIA

9

Pembelajaran 10

Pendekatan 10

Penyeleksian 12

Prinsip-prinsip dan Praktek-praktek 12

Akuntabilitas Kelembagaan 12

Instrumen-instrumen 13

BAB III: Program WBG – KETERLIBATAN PROGRAM INTI SAAT INI 15

Keterlibatan Lintas Sektor 1: Lembaga dan Sistem Pemerintah Pusat 18

Keterlibatan Lintas Sektor 2: Lembaga dan Sistem Pemerintah Daerah 19

Keterlibatan Inti 1 – Pembangunan Sektor Swasta 20

Keterlibatan inti 2 – Infrastruktur 21

Keterlibatan inti 3 – Pengembangan Masyarakat dan Perlindungan Sosial 23

Keterlibatan inti 4 – Pendidikan 24

Keterlibatan inti 5 – Pelestarian lingkungan dan Penanggulangan Bencana 25

Bidang kegiatan lainnya 26

BAB IV: PELAKSANAAN PROGRAM 27

Kebutuhan akan batasan pembiayaan fleksibel 28

Kerja sama dengan pemangku kepentingan/mitra lainnya 29

Dana perwalian 29

Keterlibatan pengetahuan 30

Prinsip-prinsip pelaksanaan dan pengelolaan 31

Menanggulangi risiko penggelapan dana dan korupsi di dalam program-program yangdidukung oleh WBG

32

Kerangka pengelolaan hasil-hasil 32

Pengelolaan risiko 33

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

vi

GAMBAR

Gambar 1: Indonesia: Pendapatan per kapita, utang pemerintah, kemiskinan;pengangguran

2

Gambar 2: Pendekatan CPS: Berinvestasi dalam lembaga-lembaga Indonesia 11

Gambar 3: Berinvestasi dalam lembaga-lembaga Indonesia: keterlibatan inti saat ini 16

Gambar 4: Transfer sumber daya Bank Dunia ke Indonesia 28

Gambar 5: Menetapkan ruang lingkup dari tahun 2009 hingga tahun 2012 28

TABEL

Tabel 1: Indonesia 2004-2011 – Indikator makroekonomi utama dan proyeksi 5

Table 2: Posisi dan proyeksi utang Indonesia 6

Tabel 3: Meningkatkan efektivitas kelembagaan melalui penguatan akuntabilitas dankapasitas yang terkait erat dengan WBG

17

Tabel 4: Lembaga-lembaga pemerintah pusat – gambaran hasil yang didukung olehWBG

18

Tabel 5: Pemerintah-pemerintah daerah - Gambaran hasil yang didukung oleh WBG 19

Tabel 6: Pengembangan sektor swasta - Gambaran hasil yang didukung oleh WBG 21

Tabel 7: Infrastruktur - Gambaran hasil yang didukung oleh WBG 22

Tabel 8: Pengembangan Masyarakat dan perlindungan sosial - Hasil-hasil ilustratif yangdidukung oleh WBG

23

Tabel 9: Pendidikan – ilustrasi hasil-hasil yang didukung oleh WBG 24

Tabel 10: Pelestarian lingkungan dan penanggulangan bencana -- ilustrasi hasil-hasil yang didukung WBG

25

Tabel 11: Keterlibatan inti: Penyesuaian instrumen 30

KOTAK

Kotak 1: Fakta-fakta utama mengenai dampak harga minyak dan pangan yang meningkat 3

Kotak 2: Pengunaan istilah “lembaga” 10

APENDIKS DAN LAMPIRAN 35

Apendiks 1: Keterlibatan Lintas sektoral dan Sistem Pemerintah Pusat 36

Apendiks 2: Pendekatan Kerangka Hasil 44

Apendiks 3: Kemajuan ke arah MDG 53

Apendiks 4: Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia: Ringkasan Penilaian KemiskinanTerakhir

54

Apendiks 5: Berbisnis di Indonesia: 2008 56

Apendiks 6: Menuju Peningkatan Kelestarian Lingkungan dan Manajemen RisikoBencana

57

Apendiks 7: Indikator Lingkungan Hidup (Little Green Data Book 2008) 61

Apendiks 8: Laporan Penyelesaian CAS 62

Lampiran A (Kerangka Kerja Hasil – Matriks Penyelesaian) 75

Lampiran B (Program Pinjaman dan Penyampaian Aktual Terencana TA04-TA08) 85

Lampiran C (Proyek-proyek yang Diselesaikan Selama Periode CAS TA04-TA08) 87

Lampiran D (Program Non Pinjaman Utama dan Pelaksanaan Aktual TA04-TA08) 88

vii

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Apendiks 9: Konsultasi Masyarakat Madani 90

Apendiks 10: Penanggulangan Masalah Penipuan dan Korupsi dalam Program-program yangdidukung oleh WBG

93

Apendiks 11: Pengelolaan Operasi-operasi Dana Perwalian 96

Lampiran A (Portofolio Dana Perwalian (Dalam juta US$) 100

Lampiran B (Dana Perwalian Aktif yang Utama) 101

Lampiran A2: Sekilas tentang Indonesia 102

Lampiran B2: Indikator-Indikator Tertentu untuk Kinerja dan Manajemen Portofolio Bank 105

Lampiran B3: Program Peminjaman IBRD Indikatif, TA09-12 106

Lampiran B3: Program Pelaksanaan Investasi IFC 107

Lampiran B4: Ringkasan Beberapa Kegiatan yang Baru dan Sedang Berlangsung untuk Layanan NonPeminjaman (Ringkasan Kegiatan Utama Terencana untuk Layanan NonPeminjaman (TA09-12))

108

Lampiran B5: Indikator-Indikator Sosial 110

Lampiran B6: Indikator-Indikator Ekonomi Utama 111

Lampiran B7: Indikator-Indikator Paparan Utama 112

Lampiran B8: Portofolio Operasi (IBRD/IDA dan Hibah) 113

Lampiran B8: Portofolio IFC untuk Komitmen investasi dan Pencairan Investasi Tertunggak 114

Peta Indonesia IBRD No. 33420RI 115

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

viii

Strategi Kemitraan Negara atau Country Partnership Strategy (CPS) untuk tahun anggaran 2009-12 ini menandai kebangkitan kembali Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah atau middle-income country (MIC) yang percaya diri dan telah lulus dari IDA, dan saat ini menikmati posisi yang terus membaik di tingkat regional dan global. Dengan pemerintah yang menuntut dukungan dan ketepatan waktu dalam pembangunan dan pengentasan kemiskinan, CPS ini memposisikan Kelompok Bank Dunia atau World Bank Group (WBG) agar dapat memberi respons yang lebih baik terhadap tantangan-tantangan tersebut, dan dengan demikian memastikan relevansi WBG yang berkelanjutan di Indonesia baru.

Sepuluh tahun yang lalu, Indonesia berada dalam krisis ekonomi yang sangat parah. Hari ini, Indonesia adalah negara yang berbeda. Negara ini telah memulai transformasi kelembagaan yang berjangkauan luas dan telah menjadi salah satu negara demokrasi paling aktifdi wilayah ini. Pemerintah-pemerintah daerah kini menjadi pelaku-pelaku utama dalam pemberian layanan. Perang melawan korupsi telah menjadi program utama pemerintah dan lembaga-lembaga terkait.

Dalam hal sosial dan ekonomi, Indonesia juga mengalami banyak kemajuan. Produksi Bruto Domestik atau PDB riil tumbuh sekitar 5 sampai 6 persen setiap tahun sejak tahun 2002. Manajemen fiskal yang hati-hati dan strategi konsolidasi fiskal telah menurunkan tingkat utang pemerintah secara signifikan. Inflasi secara umum dapat dikendalikan dan Indonesia memiliki neraca pembayaran yang kuat, dengan rekor ekspor yang bagus. Investasi publik semakin meningkat secara stabil dalam lima tahun belakangan. Kemiskinan berkurang dan layanan-layanan publik mendapatkan tambahan sumber daya, termasuk melalui program pembangunan berbasis masyarakat.

Meskipun pencapaian Indonesia sudah baik, seharusnya prestasi tersebut dapat jauh lebih baik lagi di bidang-bidang pengentasan kemiskinan, pelayanan, dan pemerintahan. Pada 2007, hampir setengah penduduk Indonesia masih miskin atau memiliki tingkat konsumsiper kapita yang kurang dari sepertiga di atas garis kemiskinan nasional. Pertumbuhan lapangan kerja selama ini lebih lambat dibandingkan pertumbuhan penduduk. Layanan publik tetap tidak memadai untuk kelompok ekonomi menengah. Banyak wilayah yang tertinggal, terutama di bagian timur, dan Indonesia memiliki kinerja yang sangat buruk dalam masalah

kesehatan dan infrastruktur. Akibatnya, Indonesia kemungkinan akan kembali gagal untuk mencapai beberapa target MDG-nya.

Dalam menjawab tantangan-tantangan ini, kendala utama yang dihadapi Indonesia saat ini bukanlah sumber daya keuangan, melainkan kebutuhan akan lembaga-lembaga yang efektif dan akuntabel yang dapat mengolah sumber-sumber daya yang ada menjadi hasil-hasil pembangunan yang lebih baik. Oleh karena itu, tema dari CPS ini adalah “Investasi di Lembaga-Lembaga Indonesia.” Fokus ini juga menyadari bahwa pembiayaan WBG mewakili sebagian kecil dari anggaran nasional Indonesia, sehingga pembiayaan tersebut hanya dapat memberi pengaruh yang nyata apabila pembiayaan itu berdampak pada bagian yang lebih besar dari belanja publik atau investasi swasta Indonesia.

Berangkat dari fokus kepemerintahan dari CAS WBG untuk tahun 2004 sampai 2008, CPS ini menekankan pada keterlibatan mintra pemerintah dan pemangku-pemangku kepentingan lain yang berkomitmen mengatasi tantangan-tantangan kritis dalam pemerintahan dan kelembagaan. Dengan pendekatan ini, WBG bermaksud mendukung kisah-kisah sukses reformasi lembaga yang patut diteladani. Dengan demikian, penekanan program pendanaan dan pengetahuan akan terus diarahkan guna mendukung secara langsung program-program prioritas pemerintah yang sukses atau menjanjikan. Pendekatan ini bertujuan memperbaiki program-program pemerintah yang sudah ada, memperkokoh lembaga-lembaga yang terlibat, baik milik negara maupun bukan milik negara, dan mendorong pihak lain untuk melakukan hal yang sama.

Penerapan “lensa kelembagaan” ini dengan sendirinya akan menetapkan fokus untuk program WBG: investasi, bersama layanan konsultasi dan analisis, akan dipusatkan pada lembaga-lembaga, sektor-sektor, sistem-sistem dan program-program yang dengan pendekatan ini kemungkinan besar akan berhasil. Selain keterlibatan lintas sektoral untuk memperkokoh lembaga-lembaga dan sistem-sistem pemerintah pusat dan daerah, CPS mengidentifikasi lima bidang yang diharapkan dapat membentuk inti dari keterlibatan WBG: (i) Pengembangan Sektor Swasta; (ii) Infrastruktur; (iii) Pengembangan Masyarakat dan Perlindungan Sosial; (iv) Pendidikan; dan (v) Pelestarian Lingkungan dan Penanganan Bencana.

RANGKUMAN EKSEKUTIF

ix

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Meski demikian, daftar keterlibatan inti ini bersifat dinamis dan sebagian dapat berubah, terutama karena Indonesia akan mengadakan Pemilihan Umum pada 2009, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pada 2010-2014 akan diluncurkan pada 2010. Oleh karena itu, kapasitas WBG menerapkan strategi ini akan bergantung pada tingkat keluwesan program dan juga pada kemampuan membangun dan mempertahankan hubungan di bidang-bidang lain yang kemungkinan akan memunculkan peluang-peluang baru.

Penerapan strategi ini juga akan memerlukan keluwesan perangkat dan ruang lingkup (envelope) pembiayaan WBG. Kedua faktor yang akan menentukan tingkat keterlibatan, tuntutan, dan kinerja, tersebut rawan terhadap perubahan di berbagai sektor, terutama karena adanya pemilu yang akan datang, dan hasilnya tidak dapat diperkirakan secara akurat selama jangka waktu CPS. Meskipun demikian, hasil-hasil yang dicapai pemerintah dalam menerapkan agenda reformasi, termasuk melalui pinjaman pembangunan, kemajuan makroekonomi yang kuat dan kebutuhan pendanaan, secara bersama telah memberi alasan kuat untuk memperbaiki laporan IBRD tentang Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

IBRD diperkirakan akan mengucurkan investasi tahunan sekitar AS$2 miliar. Volume pinjaman tahunan dapat bervariasi cukup besar, baik lebih tinggi maupun lebih rendah, namun masih sesuai dengan kinerja makroekonomi yang tetap kuat, kestabilan keuangan dan momentum reformasi. IFC berharap dapat menanamkan modal sekitar AS$300 juta setiap tahun dalam sektor-sektor prioritas, yaitu keuangan, infrastruktur, dan rantai distribusi berbasis komoditas. Program investasi diharapkan berkembang untuk mempercepat reformasi dalam penyediaan infrastruktur swasta.

Dana perwalian dan pendanaan hibah melalui dana perwalian akan terus menjadi bagian tak terpisahkan dari program WBG. Sebagian besar dana perwalian akan disesuaikan dengan bidang-bidang kegiatan utama WBG. Dana-dana perwalian juga memungkinkan keterlibatan pengetahuan di luar bidang-bidang tersebut serta mendukung harmonisasi dan penyelarasan pembiayaan dari berbagai mitra-mitra pembangunan di balik program-program inti pemerintah. Walaupun kontribusi keuangan WBG pada pembangunan Indonesia diperkirakan akan berkurang seiring dengan perkembangan ekonomi, kemitraan pengetahuan akan menjadi semakin penting. WBG akan mengembangkan program layanan analisis dan konsultasi yang telah ada dan menyesuaikan program ini dengan kegiatan-kegiatan utama lainnya. Dengan demikian, WBG juga akan memastikan bahwa dukungan analitis dan teknis akan memperkokoh lembaga nasional dan sistem

negara dan, semakin lama, akan mengusahakan upaya semacam ini dijalankan oleh, dan berbasis pada, lembaga-lembaga Indonesia.

CPS ini dirancang dengan menggunakan sumber-sumber daya WBG yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan dan cita-cita Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah secara lebih baik. Melalui lembaga-lembaga Indonesia, CPS bertujuan membantu negara ini beralih ke tahap transformasi berikutnya yang berkelanjutan dan belum terselesaikan— begitu tahap ini diselesaikan, Indonesia kemungkinan akan mendapat tempat di antara negara-negara dengan tingkat perekonomian paling berhasil di Asia Tenggara.

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

x

STRATEGI KEMITRAAN NEGARA TAHUN FISKAL 2009-2012Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusifuntuk Pembangunan yang Berkesinambungan

BAB 1LEMBAGA INDONESIA BERPENGARUH

TERHADAP HASIL PEMBANGUNAN

2

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Tahun ini, Indonesia telah bangkit menjadi negara yang sangat berbeda dibanding ketika menderita krisis ekonomi dan politik yang parah selama satu dekade yang lalu. Negara ini telah memulai transformasi lembaga yang berjangkauan luas dan menjadi salah satu negara demokrasi paling aktif di wilayahnya. Tahap pertama transformasi, dari 1998 sampai 2003, merupakan periode perubahan politik dan ekonomi yang radikal, ditunjukkan dengan demokratisasi dan desentralisasi pemerintahan terbesar sepanjang masa. Tahap kedua, dari tahun 2004 sampai 2008, merupakan periode konsolidasi lembaga-lembaga demokratis dan kembalinya stabilitas politik dan makroekonomi, sebagaimana yang terlihat dalam pemilihan presiden langsung pertama di Indonesia pada 2004, dan penurunan tingkat utang menjadi di bawah 35 persen dari PDB. Hasilnya, Indonesia kembali mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi dan bangkit kembali menjadi negara berpendapatan menengah (MIC) yang percaya diri.

Meskipun ada pencapaian-pencapaian ini, transisi Indonesia masih jauh dari selesai. Angka kemiskinan menurun dengan pesat pada tahun-tahun setelah krisis, tetapi hampir tidak berubah sejak 2002 (Gambar 1). Demi mencapai standar-standar pemberian layanan dan investasi sektor swasta yang diperlukan untuk mencapai potensi yang maksimal, Indonesia perlu meningkatkan efektivitas kelembagaan, terutama di

bidang-bidang akuntabilitas, pengendalian korupsi, dan kapasitas. Hasil pembangunan yang lebih baik saat ini sangat tergantung pada penanganan perpecahan, kelemahan kapasitas, dan KKN (capture and corruption) dalam lembaga-lembaga Indonesia.

Indonesia telah berhasil dalam mengonsolidasi pencapaian-pencapaian setelah krisis

Setelah lima tahun pertama yang penuh gejolak sejak diterpa krisis, Indonesia mulai mengkonsolidasi lembaga-lembaga demokratis melalui pemilihan DPR pada April 2004 dan Pemilihan Presiden langsung yang pertama di pertengahan tahun yang sama. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meraih 61 persen suara di Pemilihan Presiden putaran kedua dengan janji-janji akan memerangi korupsi, membangkitkan ekonomi, dan menjamin kohesi dan stabilitas sosial. Karena Partai Demokrat yang mendukung Presiden SBY merupakan minoritas di DPR, pemerintah telah memilih untuk memerintah berdasarkan konsensus yang luas demi menjaga stabilitas.

Pemerintah daerah telah menjadi pelaku-pelaku utama dalam layanan publik. Peran mereka dalam investasi publik dan pembangunan ekonomi semakin bertambah. Pemerintah provinsi, kecamatan dan kota

Gambar 1. Indonesia: Pendapatan per kapita, utang pemerintah, kemiskinan; pengangguran

GNI per kapita, US$ (PPP)

0

1000

2000

3000

4000

5000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 20071996 1997 1998 1999 2000

Perbandingan Utang Pemerintah Pusat - GDP, %

0

20

40

60

80

100

2001 2002 2003 2004 2005 2006 20071996 1997 1998 1999 2000

0

5

10

15

20

25

2001 2002 2003 2004 2005 2006 20071996 1997 1998 1999 2000

Angka Kemiskinan, %

8.19.7 9.9 11.2 10.3 9.1

24.1

28.129.6

33.430.6

25.1

Sem

ua

9.1

Kau

m m

uda

27.9

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Angka Pengangguran, %

10

20

30

35

25

15

5

0

Sumber: perhitungan staf World Bank, BPS (survei tenaga kerja SAKERNAS). Catatan: Perbandingan utang Pemerintah Pusat dengan PDB dihitung ulang pada 2000. Data kemiskinan hanya tersedia secara tahunan mulai 2002.

3

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

di Indonesia yang hampir berjumlah 500 kini menguasai hampir 40 persen belanja publik. Desentralisasi memberi sumbangan besar dalam meredakan sentimen-sentimen separatis dan konflik-konflik regional. Pemerintah bahkan menerima pujian internasional setelah menandatangani perjanjian perdamaian pada pertengahan 2005 dengan Gerakan Aceh Merdeka di Aceh, mengakhiri konflik selama tiga dekade. Selain itu, konflik jauh berkurang di Sulawesi Tengah, Maluku, dan Papua. Beberapa pemerintah daerah telah menjalankan reformasi-reformasi besar atas sistem-sistem sektor publik mereka, memperkenalkan antara lain anggaran berbasis kinerja dan layanan publik satu atap.

Makroekonomi masih tetap kuat, namun ada beberapa bidang yang perlu mendapat perhatian. Dalam konteks ekonomi global yang melambat, pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat, mencapai angka tertinggi dalam

sepuluh tahun, yakni 6,3 persen di tahun 2007; setelah itu turun menjadi 6,0 persen pada 2008. Permintaan domestik, terutama investasi swasta, telah menjadi pendorong utama angka pertumbuhan terakhir. PDB riil tumbuh sekitar 5 sampai 6 persen tiap tahun sejak 2002 dan, pada 2005, PDB riil per kapita untuk pertama kalinya melampaui tingkat yang dicapai pada 1997, tepat sebelum krisis. Manajemen keuangan pemerintah yang hati-hati dan strategi konsolidasi fiskal telah mempertahankan penurunan tingkat utang yang cukup besar, yang diperkirakan akan menurun menjadi 32 persen pada akhir 2008. Sampai saat ini, inflasi telah mencapai peningkatan dari tahun ke tahun sebanyak 11 persen di bulan Juni, sebagian dikarenakan naiknya harga bahan bakar minyak dengan rata-rata lebih dari 125 persen pada 2005, serta lebih dari 28 persen pada Mei 2008 (Kotak 1).

Indonesia memiliki neraca pembayaran yang kuat, dengan ekspor yang mencatat rekor, dan mencapai kelebihan saldo saat ini senilai 12,7 miliar dolar AS pada 2007. Hal ini telah menghasilkan akumulasi cadangan devisa resmi yang besar, mencapai 60 miliar dolar AS di pertengahan 2008, memberikan Indonesia perlindungan terhadap goncangan-goncangan dari luar. Dengan konsolidasi fiskal, investasi publik telah meningkat secara tetap selama lima tahun terakhir. Investasi swasta pulih kembali dan meskipun masih berada di bawah tingkat prakrisis, investasi tersebut meningkat pesat. Setelah krisis, angka investasi jatuhdari 30 persen sebelum krisis menjadi serendah 19 persen dari PDB pada 2002. Pada 2007, angka investasi Indonesia mencapai 25 persen dari PDB.

Pemerintah memberikan tanggapan yang cepat dan tepat ketika menghadapi salah satu bencana alam paling menghancurkan dalam sejarah dunia – gempa bumi dan tsunami pada Desember 2004 di Aceh. Upaya rekonstruksi pun kini mencapai kemajuan yang stabil. Pelajaran-pelajaran yang diperoleh dari bencana tersebut telah berhasil diterapkan dalam penanganan beberapa bencana besar lain, terutama gempa bumi di Nias dan Yogyakarta pada 2005 dan 2006.

Indonesia kini dalam posisi yang lebih baik untuk menjawab tantangan-tantangan pembangunan

Indonesia telah bangkit kembali dan posisinya di tingkat regional dan global pun semakin baik. Indonesia sekarang berpeluang kembali bergabung dengan pelaku-pelaku ekonomi terkuat dunia dan, seandainya dapat mempertahankan angka pertumbuhan yang mendekati angka pertumbuhan India, Cina atau Vietnam, Indonesia yang merupakan bangsa dengan penduduk terbanyak keempat di dunia dapat memberantas kemiskinan dalam waktu satu dekade. Pertumbuhan yang tinggi dan inklusif akan membantu

Kotak 1. Fakta-fakta utama mengenai dampak harga minyak dan pangan yang meningkats

• Harga minyak internasional meroket sejak pertengahan 2007 dan harga pangan meningkat 20 persen selama paruh pertama 2008, skala peningkatan yang belum pernah terlihat lagi sejak 1970-an.

• Sejak 2004, Indonesia telah menjadi importir (net importer) minyak tetapi tetap menjadi eksportir (net exporter) energi. Indonesia telah mengumumkan rencana keluar dari OPEC pada 2009.

• Meskipun dengan harga minyak yang mencatat rekor tertinggi, pendapatan minyak dan gas hampir tidak meningkat tetapi pendapatan rutin menunjukkan kinerja yang baik.

• Meskipun terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak 28,7 persen pada Mei 2008, subsidi energi kemungkinan akan melebihi 15 miliar dolar AS pada 2008 apabila harga minyak tetap berada di atas 100 dolar AS per barel. Harga bahan bakar minyak yang meningkat telah turut menimbulkan dampak negatif pada pasokan listrik dalam negeri.

• Rakyat miskin telah terimbas oleh harga komoditas pangan yang meningkat karena mereka menghabiskan lebih dari separuh sumber daya konsumsi mereka pada makanan.

• Harga komoditas yang tinggi juga memberikan peluang bagi Indonesia, terutama bagi produsen barang-barang pertanian dan mineral.

4

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

dalam replikasi dinamisme ekonomi dan sosial negara Asia lainnya yang menarik investasi nasional dan internasional, serta mengembangkan inovasi. Dengan mengembangkan dasar-dasar ekonomi dan politik yang ada saat ini, Indonesia sekarang ini berpeluang menciptakan siklus pertumbuhan berkesinambungan dan inklusif yang sangat baik.

Akan tetapi, tidak ada jaminan keberhasilan. Tahap selanjutnya dari transformasi Indonesia kemungkinan akan lebih menantang daripada sebelumnya, karena Indonesia harus memasuki periode reformasi generasi kedua. Indonesia akan perlu menyediakan layanan seperti infrastruktur yang lebih mutakhir serta pendidikan menengah dan tinggi, sekaligus sistem jaminan kesehatan yang berkesinambungan. Apabila Indonesia gagal menangani reformasi-reformasi generasi kedua ini, terdapat risiko bahwa negara ini akan jatuh ke dalam perangkap penghasilan menengah – terjepit di antara inovasi negara-negara berpenghasilan tinggi dan biaya tenaga kerja rendah di negara-negara berpenghasilan rendah. Akibatnya dapat berupa tingkat kemiskinan yang stagnan, habisnya sumber daya alam, keterasingan, dan ancaman yang makin meningkat terhadap ikatan sosial.

Jalan yang akan ditempuh Indonesia sangat tergantung pada kemampuannya memperbaiki pemerintahan – yang diartikan luas sebagai kemampuan lembaga publik untuk bekerja dengan efektif bagi kepentingan bersama.1 Transisi Indonesia telah mengalami banyak peningkatan dalam hal suara publik dan stabilitas negara. Keberhasilan masa depan kini tergantung pada kemajuan memperbaiki kualitas lembaga Indonesia, terutama di sektor publik. Hal ini mencakup perbaikan kualitas pengaturan, supremasi hukum, dan pengendalian korupsi melalui akuntabilitas yang lebih baik, sekaligus pengembangan kapasitas kelembagaan. Demi pertumbuhan yang berkesinambungan dan inklusif, Indonesia perlu menjamin pelaksanaan secara efektif reformasi-reformasi penting yang menunjang iklim investasi guna memungkinkan sektor swasta mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kapasitas lembaga publik menyediakan barang-barang publik dan berbagi manfaat pertumbuhan. Tak diragukan lagi bahwa hal-hal tersebut adalah tantangan-tantangan yang sangat besar.

Kemiskinan dan pengangguranAngka kemiskinan turun sekitar satu persen setiap tahun sejak 2003 dan mencapai 17,8 persen pada 2006, dan terus menurun menjadi 16,6 persen pada 2007 (lihat Lampiran 4). Persentase penduduk yang hidup dengan

kurang dari 1 dolar AS per hari sudah melampaui target MDG pada 2006. Namun, pada tahun 2007, hampir separuh penduduk Indonesia masih miskin atau memiliki tingkat konsumsi per kapita kurang dari sepertiga di atas garis kemiskinan nasional. Rumah-rumah tangga “hampir miskin” ini rentan terhadap goncangan-goncangan pengeluaran yang dapat mengantar mereka pada kemiskinan. Antara tahun 2003 dan 2004, 40,5 persen rumah tangga yang tadinya miskin telah keluar dari kemiskinan, tetapi lebih dari sepertiga rumah tangga yang tadinya tidak miskin jatuh dalam kemiskinan. Kemajuan Indonesia dalam mencapai tujuan pembangunan milenium yang mendorong kesetaraan jender dan pemberdayakan wanita (MDG 3) ditunjukkan dalam Apendiks 3. Indonesia dengan sangat baik berhasil mempersempit kesenjangan antara tingkat pendaftaran laki-laki dan perempuan di sekolah dasar dan menengah. Namun, masih banyak hal yang harus dikerjakan. Masalah kesehatan wanita, termasuk tingkat kematian ibu, tetap merupakan tantangan. Masalah baru akibat desentralisasi dan semakin banyaknya migrasi pekerja perempuan. Wanita juga terus tertinggal dari pria di pasar tenaga kerja dan persentase pendapatan. Menjawab tantangan-tantangan ini akan jauh lebih penting karena harga-harga pangan dan komoditas lain yang makin meningkat – yang terjadi pada waktu harga minyak internasional mencapai titik tertinggi (Kotak 1) dan bersamaan dengan lingkungan ekonomi internasional yang tidak mendukung – dapat mempengaruhi rumah tangga-rumah tangga miskin dan hampir miskin secara tidak merata.

Angka pengangguran terbuka naik dari 9.1 persen di tahun 2002 menjadi 10,3 persen di tahun 2006, dan kembali menurun menjadi 9,1 persen di tahun 2007. Angka non partisipasi juga menanjak, dan pengangguran yang dialami pemuda tetap tinggi, sementara gaji rata-rata tetap sama sejak krisis. Di bidang pertanian, tingkat produktivitas tetap rendah dan pertumbuhan stagnan. Tampaknya hanya sekitar 30 persen dari tenaga kerja Indonesia yang terus tumbuh beralih ke kegiatan-kegiatan yang dapat dianggap sebagai kegiatan bernilai tambah.

Sebagai bagian dari program pengentasan kemiskinannya, Pemerintah memperbesar dukungan infrastruktur di tingkat masyarakat dengan mengonsolidasi lebih dari 50 program CDD menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM – Mandiri) dan meningkatkan investasi. Program ini akan diadakan di setiap masyarakat desa dan kota di Indonesia di sekitar tahun 2009-10 dalam upaya besar memperluas keikutsertaan dalam pertumbuhan Indonesia. Program Pengembangan Kecamatan dan Program Penanggulangan Kemiskinan di perkotaan yang menjadi dasar PNPM berhasil melakukan pendekatan-pendekatan yang berdasar pada dan digerakkan oleh masyarakat ke arah pengentasan

________________________________________________1 Untuk definisi lengkap kepemerintahan dan antikorupsi, lihat GAC-Strategy: Strengthening World Bank Group Engagement on Governance and AntiCorruption, Maret 2007, World Bank.http://www.worldbank.org/html/extdr/comments/governancefeedback/gacpaper-03212007.pdf

5

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

kemiskinan dan mewujudkan hasil-hasil sasaran dalam hal keluaran (output) fisik, pengembangan kelembagaan, pemerintahan yang lebih tinggi dan pendapatan yang lebih meningkat. Program-program tersebut kini perlu diintegrasikan secara lebih efektif dengan program-program penyediaan layanan sektoral.

Dengan menaikkan harga bahan bakar minyak pada tahun 2005 dan 2008, pemerintah telah mengurangi subsidi dan mengalokasikan kembali dana-dana tambahan ke program-program bantuan tunai langsung yang dirancang sebagai kompensasi kepada rakyat miskin.

Layanan publikPemerintah telah menginvestasikan sumber-sumber daya tambahan di sektor layanan publik untuk mengatasi kelemahan-kelemahan kapasitas dan hasil-hasil pembangunan yang kurang baik akibat kelemahan tersebut. Angka kematian bayi dan anak telah berkurang, dan terdapat kemajuan yang baik pada angka pendaftaran sekolah dasar dan menengah. Ada pula bukti-bukti perbaikan baru dalam pencapaian belajar anak seperti terlihat dari hasil penilaian matematika dalam Program Penilaian Siswa Internasional (PISA) 2003 dan 2006.

Masih banyak usaha yang diperlukan untuk menjamin Indonesia mencapai semua target MDG (lihat Lampiran 3). Sejak 2002, angka anak kekurangan gizi masih stagnan dan bahkan meningkat di beberapa provinsi. Angka kematian ibu, yang merupakan tertinggi di Asia, belum membaik. Cakupan sistem selokan (diperkirakan pada 1,3 persen) merupakan salah satu yang terendah di Asia. Pemerintah berada di tengah proses desentralisasi layanan publik. Banyaknya kesenjangan-kesenjangan dalam penyediaan layanan-layanan dasar disebabkan oleh kesulitan-kesulitan menyeimbangkan kembali peran-peran di tingkat provinsi dan kabupaten dalam pemberian layanan, dan pengalihan peran sektor publik dari penyedia menjadi pengatur dan pengawas layanan kesehatan swasta.

Indonesia juga merupakan salah satu negara yang paling terkena dampak flu burung dan berpotensi

menjadi negara asal wabah flu manusia, sekaligus sumber penyakit hewan lintas batas yang sangat menular. Dengan demikian, Indonesia merupakan calon utama yang akan mendapat pengawasan lebih baik dari bahaya penyakit-penyakit yang mirip dengan influenza manusia.

Iklim investasi dan infrastrukturAngka investasi mengalami perbaikan, tetapi masih berada di bawah tingkat prakrisis dan di sektor utama tertentu seperti pertambangan, sekaligus di bidang-bidang kebijakan, seperti reformasi tenaga kerja, masih banyak kemajuan yang diperlukan. Indonesia berperingkat rendah di beberapa indikator perbandingan global untuk iklim investasi, termasuk berbisnis di Indonesia (lihat Lampiran 5). Pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki iklim investasi melalui paket-paket reformasi kebijakan yang sebelumnya menjadi masalah besar bagi investor-investor swasta, seperti pajak, cukai, kerangka investasi, dan sektor keuangan, dan telah mengesahkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 untuk memperbaiki iklim investasi; tetapi masih ada beberapa tantangan. Korupsi kelembagaan adalah hambatan utama di bidang ini, juga masih banyak reformasi yang belum diterapkan secara efektif dan merata di lapangan.

Meningkatkan kualitas infrastruktur adalah aspek penting lain dari penguatan daya saing Indonesia. Kemacetan jalan diperkirakan menjadi tantangan besar dan kapasitas sistem listrik selama ini tidak mampu memenuhi permintaan yang bertambah. Tarif ritel masih di bawah ongkos pengeluaran sektor infrastruktur, melemahkan investasi di sektor-sektor penting, seperti energi dan air. Masih ada masalah-masalah besar operasional dan keuangan yang harus diatasi dan prosedur-prosedur pembebasan tanah untuk proyek-proyek infrastruktur masih belum praktis dan seringkali tidak merata.

Ragam tantangan yang menghadang sektor transportasi dimulai dari kelemahan kapasitas, tidak adanya pembiayaan jangka panjang, sampai masalah-masalah peraturan. Seperti di banyak tempat

Tabel 1. Indonesia 2004-2011 – Indikator makroekonomi dan proyeksi utama

Aktual Proyeksi

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Pertumbuhan PDB riil (%) 5.0 5.7 5.5 6.3 6.0 6.4 6.7 6.7

Ekspor (GNFS) (miliar dolar AS) 84.2 99.8 115.0 130.4 152.6 164.1 180.0 200.2

Impor (GNFS) (miliar dolar AS) 71.3 91.3 95.5 108.5 117.9 123.2 132.6 143.0

Saldo transaksi berjalan saat ini (miliar dolar AS) 3.3 0.3 9.9 11.0 8.5 4.9 1.6 -1.3

Defisit anggaran (% dari PDB) -1.0 -0.5 -0.9 -1.3 -1.8 -1.6 -1.3 -1.0

Indeks harga konsumen (% perubahan) 6.2 10.5 13.1 6.5 12.5 8.0 6.0 6.5

Pertumbuhan M2 (%) 8.1 16.4 14.9 18.9 11.4 14.4 13.1 12.6

6

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

lain di dunia, sektor transportasi Indonesia sangat terpengaruh oleh regulasi. Pemerintah mengakui pentingnya infrastruktur dasar untuk mendukung kegiatan sektor swasta, baik melalui investasi sektor publik maupun kemitraan publik dan swasta (PPP), dan telah mendirikan Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) di tahun 2005. Meskipun KKPPI berhasil mencegah penyelewengan proyek-proyek yang tidak sesuai, komite tersebut masih belum membuat terobosan besar dalam mengembangkan proyek-proyek PPP yang transparan dan kompetitif.

Tantangan lingkunganIndonesia telah memainkan peran internasional yang penting dalam hal-hal kelestarian lingkungan. Dua pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah-daerah pedesaan dan secara langsung atau tidak langsung bergantung pada tanah ulayat, dan sumber-sumber daya pantai dan lingkungan yang terkuras dengan cepat. Sisanya terpengaruh oleh kondisi-kondisi lingkungan di daerah-daerah perkotaan, seperti polusi air dan udara, banjir, kemacetan dan kebisingan. Indonesia rentan terhadap berbagai risiko alam dan buatan manusia, sekaligus dampak-dampak perubahan iklim.

Angka penggundulan hutan di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di dunia, dengan emisi gas rumah kaca yang besar sebagai akibatnya. Sebagian dari masalah itu merupakan akibat dari pengaruh kepentingan pribadi yang menyebabkan penebangan liar. Usaha-usaha pengurangan dan pengendalian korupsi diperlukan, dan pemerintah terus bekerja membangun kerangka kelembagaan, mekanisme koordinasi, dan kapasitas keuangan sekaligus merancang program mengatasi perubahan iklim. Di tahun-tahun mendatang, dana dan aparat baru yang berjumlah besar akan tersedia untuk menangani isu-isu publik global. Indonesia berada dalam posisi unik untuk mempengaruhi bagaimana dana tersebut digunakan dan menggunakan dana ini untuk memperkokoh usaha-usaha penyelamatan dan penyesuaian sendiri.

Prospek jangka menengah Indonesia baik tetapi ada risiko-risiko yang tidak menguntungkan

Indonesia diperkirakan dapat mengatasi kelesuan global yang terjadi saat ini dengan cukup baik. Angka pertumbuhan diproyeksikan melambat menjadi 6,0 persen di tahun 2008 sebelum secara bertahap kembali pada angka pertumbuhan dengan kecenderungan mendekati 7,0 persen. Dengan proyeksi-proyeksi seperti ini, pertumbuhan ekspor diperkirakan akan sedikit lambat, akan tetapi permintaan domestik dan terutama investasi dan konsumsi diperkirakan tetap sehat karena momentum ekonomi di tahun 2007 terbawa sampai 2008.

Indonesia tidak banyak menghadapi gangguan-gangguan ekonomi eksternal dibandingkan dengan negara-negara lain di wilayah Asia. Pangsa perdagangannya (perbandingan impor ditambah ekspor dengan PDB) relatif kecil bahkan dengan mempertimbangkan ukurannya, yaitu sekitar 50 persen dari PDB. Perusahaan-perusahaan pada umumnya membiayai investasi mereka melalui laba ditahan. Sektor perbankan berada dalam keadaan yang sehat dan relatif tidak terpengaruh buruknya kondisi pasar-pasar uang lainnya. Struktur dan tujuan ekspor Indonesia juga melindungi sektor eksternalnya dari kecenderungan penurunan saat ini. Ekspor-ekspor Indonesia semakin lama semakin diarahkan pada perekonomian-perekonomian berkembang, terutama perekonomian-perekonomian di Asia. Hampir dua pertiga dari ekspor Indonesia merupakan produk primer dan harga produk-produk ini, meskipun diproyeksikan akan turun dari tingkat harga yang tinggi saat ini, kemungkinan akan tetap tinggi sampai dekade berikutnya, berdasarkan ramalan Bank Dunia.

Meskipun demikian, gejolak dalam ekonomi global dan kemungkinan perlambatan global yang berkepanjangan dan lebih parah membuat segala proyeksi menjadi sangat tidak pasti. Perkembangan eksternal akan menentukan tingkat di mana pertumbuhan Indonesia akan melambat di tahun 2008 berikut kecepatan pemulihan di tahun 2009 dan seterusnya. Harga-harga

Tabel 2. Posisi dan proyeksi utang Indonesia

Perkiraan Proyeksi

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Total pencairan utang tertangguh (AS$m)a 137,026 130,651 128,736 136,640 137,458 146,611 151,687 158,277

Pencairan bersih (AS$m)a -5,630 -2,440 -13,417 -10,118 -9,667 -6,366 -7,453 -5,886

Total bunga dan cicilan utang (AS$m)a 31,519 34,361 30,669 26,981 28,783 25,209 23,661 22,952

Rasio total utang pemerintah tertangguh terhadap PDB (%) 59.7 47.1 38.5 34.5 31.3 29.6 27.7 26.3

Catatan: a. termasuk utang pemerintah dan utang yang dijamin pemerintah, utang swasta tak terjamin, penggunaan kredit IMF dan modal jangka pendek bersih

7

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

komoditas yang tetap cukup tinggi saat ini kemungkinan memicu pertumbuhan produksi yang terus-menerus, sekaligus meminimalkan gangguan domestik maupuninternasional akibat perubahan-perubahan harga. Meskipun demikian, kenaikan harga minyak dunia kemungkinan mengancam pertumbuhan permintaan eksternal, sekaligus melemahkan keuangan pemerintah. Gejolak dalam pasar keuangan internasional kemungkinan juga akan membatasi permintaan ekspor Indonesia dan membatasi pertumbuhan investasi lewat kredit yang lebih mahal, melemahkan kepercayaan di kalangan investor dalam negeri, dan naiknya biaya yang harus dikeluarkan pemerintah.

Harga-harga komoditas yang tinggi sejauh ini memiliki dampak positif pada persyaratan dagang Indonesia, pada transaksi yang berjalan saat ini (current account), dan pada tingkat pertumbuhan. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya, Indonesia berada dalam posisi yang menguntungkan dalam berbagai hal akibat lonjakan komoditas saat ini. Harga-harga komoditas yang tinggi juga berdampak negatif pada inflasi, keseimbangan fiskal, dan distribusi pendapatan. Kenaikan harga komoditas dan minyak akan menimbulkan risiko apabila dampak fiskal dan distribusi tidak ditangani secara benar. Defisit anggaran Indonesia terus berlanjut, meskipun terdapat tekanan-tekanan dari subsidi energi yang melambung, sebagian karena keputusan pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar minyak pada akhir Mei, dan sebagian karena pendapatan pemerintah telah bertambah secara signifikan sejak akhir 2007. Akan tetapi, biaya anggaran subsidi energi dan tindakan-tindakan untuk melindungi konsumen dari kenaikan harga pangan mengancam displin keuangan Indonesia yang telah dicapai susah payah.

Meskipun kebutuhan pembiayaan bruto Indonesia masih tinggi karena struktur jatuh tempo dari utang-utang yang ada, Indonesia telah mampu, melalui kebijakan fiskal yang berhati-hati, membawa rasio utang publik terhadap PDB ke tingkat yang jauh di bawah perkiraan lima tahun yang lalu saat CAS terakhir disiapkan. Proyeksi-proyeksi memperkirakan bahwa kecenderungan ini kemungkinan akan berlanjut.

Hasil Pembangunan Tergantung Pada Kualitas Lembaga-Lembaga Indonesia

Saat ini, kendala utama terhadap hasil pembangunan Indonesia bukan kurangnya sumber daya keuangan tetapi kebutuhan agar lembaga-lembaganya dapat mengubah sumber daya yang ada menjadi hasil pembangunan yang lebih baik. Reformasi kelembagaan Indonesia telah mencapai kemajuan di beberapa aspek pemerintahan yang penting. Dalam sepuluh tahun terakhir, suara publik Indonesia telah menguat secara signifikan, melalui organisasi

masyarakat madani dan media massa yang bebas, sekaligus lewat pemilihan demokratis. Perwujudan hasil pembangunan yang lebih baik saat ini sangat tergantung pada peningkatan efektivitas pemerintah lewat penguatan pertanggungjawaban dan kapasitas di semua tingkat, sekaligus memastikan bahwa sebagian besar pertumbuhan masa depan digerakkan oleh pengembangan sektor swasta.

Kapasitas KelembagaanIndonesia menghadapi tantangan, sejumlah besar lembaga pemerintah terpecah-belah dan memiliki kewenangan yang tumpang tindih, sehingga menghambat pengambilan keputusan yang efektif. Penerapan kerangka kelembagaan yang mengatur pembagian peran, tanggung jawab, dan sumber daya antara pemerintah nasional dan lokal tetap tidak sempurna. Tantangan-tantangan ini merupakan hal serius terutama di sektor infrastruktur. Dalam Indonesia baru, wewenang dibagikan kepada banyak pelaku, tanpa adanya kejelasan yang tegas akan peran dan tanggung jawab mereka masing-masing. Sebagai akibatnya, pengambilan dan penerapan keputusan atas investasi yang penting seringkali membutuhkan waktu lebih lama. Kemampuan pegawai negeri sipil Indonesia di berbagai bidang juga perlu ditingkatkan agar mereka mampu melaksanakan fungsi mereka secara efektif. Ini terutama berlaku bagi aparat pemerintah daerah karena desentralisasi telah secara drastis meningkatkan tanggung jawab mereka tanpa perbaikan yang sepadan dalam hal kapasitas. Akibatnya, layanan sosial khususnya di daerah, dikorbankan. Masalah-masalah ini diakibatkan oleh lemahnya sistem perekrutan dan pelatihan, alokasi pegawai negeri sipil yang tidak efisien, sistem kompensasi yang tidak seluruhnya terbuka atau berdasarkan prestasi, dan tidak adanya sanksi-sanksi terhadap kinerja yang buruk dan korupsi. Struktur insentif tidak kondusif untuk inisiatif atau kerja sama. Selain itu, jenis manajemen “perintah dan kendali” yang dipraktekkan selama masa pemerintahan Soeharto telah gagal di banyak bidang, tetapi prinsip-prinsip manajemen modern masih harus diterapkan.

Untuk menjawab tantangan-tantangan ini, pemerintah merintis reformasi sektor publik untuk sistem-sistem tertentu di departemen-departemen, lembaga-lembaga, dan daerah tertentu. Reformasi tersebut mencakup peningkatan kapasitas sumber daya manusia, revisi prosedur operasi standar, penjelasan uraian pekerjaan, pemeringkatan pekerjaan, peningkatan insentif kinerja melalui hubungan yang lebih jelas antara gaji yang lebih besar dan promosi, serta perbaikan fungsi manajemen sumber daya manusia. Reformasi tersebut juga berupaya memperkuat riset dan analisis kebijakan dalam departemen dan lembaga pemerintah. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur

8

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Negara/PAN berencana memperluas reformasi ini ke lembaga sektor publik lainnya. Hal ini merupakan strategi yang menggunakan pendekatan bertahap untuk mencegah gangguan terhadap praktek-praktek dan rutinitas standar di tahap-tahap awal, sebelum menunjukkan perbaikan yang nyata di kinerja sektor publik lewat program-program reformasi perintis.

Akuntabilitas LembagaDalam perjuangan melawan suap dan korupsi, pemerintah telah memperkokoh beberapa lembaga antikorupsi. Penyelidikan dan, tentunya, tuntutan hukum atas korupsi tingkat tinggi telah menjadi semakin lazim. Pemerintah juga mulai menerapkan reformasi-reformasi penting dalam sistem-sistem utama manajemen keuangan publik, pengadaan barang/jasa, peraturan bisnis, proses audit, serta pengawasan dan evaluasi. Meskipun langkah-langkah ini jarang diketahui umum, namun seringkali memiliki dampak yang penting dan tahan lama pada peluang-peluang dan insentif-insentif korupsi. Indonesia mengalami kemajuan-kemajuan besar selama lima tahun terakhir dalam menegakkan kerangka hukum dan administratif yang kuat untuk modernisasi manajemen keuangan publik yang sesuai dengan praktek internasional yang baik.

Meskipun ada langkah-langkah positif ini, masalah-masalah yang telah lama berlangsung memerlukan lebih banyak waktu apabila masalah-masalah tersebut harus ditangani secara menyeluruh dan diselesaikan dengan efektif. Lembaga-lembaga pemerintahan Indonesia memerlukan sistem, peraturan, dan metode kendali

yang jauh lebih kuat untuk memastikan keterbukaan informasi, serta kemampuan penyelidikan dan disipliner yang efektif. Selain itu, terdapat kekurangan kerangka yang memadai untuk mengukur dan memantau hasilnya, serta mekanisme pertanggungjawaban sosial yang mencari, menilai, dan memastikan penerapan umpan balik klien mengenai kinerja. Walaupun beberapa bidang yang tertinggal merupakan akibat dari struktur pemerintah yang tidak efisien atau kurangnya kapasitas, dalam beberapa kasus, korupsi kelembagaan yang terencana telah menghambat reformasi, dan mendorong perkembangan korupsi. Dalam transisi Indonesia yang belum sempurna, beberapa lembaga pemerintah dan nonpemerintah masih berutang budi pada kelompok-kelompok kepentingan yang kuat. Akibatnya, mereka dapat merintangi usaha-usaha yang dilakukan pemerintah dan negara secara keseluruhan untuk meraih hasil-hasil pembangunan yang lebih baik.

Tahap transisi Indonesia selanjutnya akan tergantung pada penanggulangan semua masalah organisasi dan kelembagaan ini. Saat ini ada peluang untuk mendukung tahap transisi kelembagaan berikutnya karena banyak badan pemerintah telah mengambil alih reformasi-reformasi ini. Perubahan dan reformasi kelembagaan akan memerlukan kerja sama dengan dan melalui lembaga-lembaga. Di sana terdapat peluang-peluang untuk mendukung perubahan itu, juga tokoh-tokoh reformasi yang berkomitmen. Tokoh-tokoh itu akan memberi dukungan khusus terhadap perubahan.

STRATEGI KEMITRAAN NEGARA TAHUN FISKAL 2009-2012Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusifuntuk Pembangunan yang Berkesinambungan

BAB 2PENDEKATAN STRATEGIS

BERINVESTASI DALAM LEMBAGA-LEMBAGA DI INDONESIA

10

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Pembelajaran

Strategi Kemitraan Negara atau Country Partnership Strategy (CPS) ini dikaitkan dengan Strategi Regional Asia Timur dan Pasifik2, Bank Dunia, dan dalam strategi WBG untuk negara berpendapatan menengah. Indonesia memberi kesempatan bagi WBG untuk bermitra dengan suatu negara – dengan kedudukan regional dan global yang kokoh – suatu kesempatan bagi WBG untuk berkontribusi terhadap usaha-usaha pemerintah untuk mempercepat dan berbagi peningkatan dalam pertumbuhan dan kemakmuran sosial ekonomi. CPS ini didasarkan pada konsultasi dengan lembaga pemerintah dan nonpemerintah (lihat Apendiks 9 mengenai konsultasi masyarakat madani), serta pembelajaran dan rekomendasi dari penilaian, termasuk Evaluasi Bantuan Negara atau Country Assistance Evaluation(CAE), pekerjaan yang mendasari Tinjauan Pemantauan Hasil Negara atau Country Results Monitoring Review(CRMR), dan Laporan Penyelesaian CAS atau CAS Completion Report (CAS-CR).

Penilaian tersebut menganggap bahwa kebijakan, investasi dan dukungan analisis WBG telah berkontribusi kepada keberhasilan dan pencapaian pemerintah, khususnya dalam stabilitas makroekonomi, reformasi lembaga dan penyediaan beberapa layanan utama, termasuk melalui rangkaian Pinjaman Kebijakan Pembangunan (Development Policy Loan atau DPL), program pembangunan berbasis masyarakat (community-driven development atau CDD), dan intervensi sektor pendidikan. WBG juga efektif dalam menjalankan peranannya sebagai penyelenggara pertemuan mitra-mitra pembangunan dalam menanggapi bencana, serta memainkan peranan penting dalam menyediakan analisis dan nasihat yang berkualitas dan tepat waktu, dan dalam menjalin kemitraan yang efektif.

Secara keseluruhan, dukungan pembiayaan investasi WBG terbatas. Indonesia membutuhkan lebih banyak investasi-investasi dengan kualitas yang lebih baik. Kombinasi dari biaya transaksi yang dirasakan tinggi untuk mengikuti prosedur WBG, keterlambatan komitmen mitra-mitra di beberapa bidang, dan kapasitas pemerintah yang kurang dalam beberapa sektor, telah menyebabkan kelambatan dalam persiapan dan pelaksanaan proyek, dan penundaan realisasi hasil-hasilnya. Sejumlah proyek pemberian layanan pedesaan dan sosial (misalnya dalam pertanian dan kesehatan) telah mengalami kesulitan mencapai tujuan mereka. Infrastruktur disebutkan sebagai salah satu bidang yang memerlukan kemajuan yang jauh lebih besar. Tinjauan tersebut dengan tegas menekankan kebutuhan akan perbaikan yang lebih

besar pada iklim investasi. Hubungan antara kegiatan analisis dan konsultasi (AAA) dan operasi WBG lainnya juga memerlukan penguatan.

Sistem pengelolaan, operasional, dan administrasi WBG di Indonesia telah terhambat oleh pengembangan program WBG yang signifikan, terutama pertumbuhan kegiatan yang didukung oleh dana perwalian atau trust funds. Oleh karena itu, walaupun secara umum keseluruhan pelaksanaan CAS dianggap telah sesuai jalur, penundaan atau kemajuan yang terbatas masih terjadi dalam mencapai beberapa hasil-hasil CAS. Sehubungan dengan hal ini, penilaian tersebut merekomendasikan agar WBG sebaiknya berfokus pada tujuan-tujuan yang lebih kecil.

Pendekatan

CPS menandai kebangkitan kembali Indonesia sebagai suatu negara menengah yang sedang maju (hanya IBRD). CSP menyadari bahwa untuk mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan di negara yang berpenghasilan menengah dan kompetitif, diperlukan lembaga-lembaga yang kuat dan efektif. Untuk mewujudkannya, diperlukan suatu bentuk keterlibatan lain berdasarkan kemitraan sejati. Pemerintah membutuhkan dukungan yang dapat

Kotak 2. Pengunaan istilah “lembaga”

CPS menggunakan istilah “lembaga” untuk menunjukkan pengaturan dan organisasi bukan hanya milik negara (pemerintah, badan legislatif dan kehakiman pada semua tingkatan: nasional, provinsi, dan kabupaten), tapi juga para pelaku sektor swasta, lembaga keuangan, masyarakat madani, dan organisasi berbasis masyarakat (CSO dan CBO), akademia (khususnya universitas-universitas), forum-forum pemikiran (think tanks), organisasi profesional dan media. Fokus utama CPS adalah meningkatkan akuntabilitas dan membangun kapasitas organisasi negara dan nonnegara yang terpilih untuk memenuhi tujuan-tujuan pembangunan Indonesia.

Strategi tersebut menyadari pentingnya memperkuat, baik kapasitas maupun akuntabilitas, lembaga-lembaga eksekutif utama (misalnya kementerian dan instansi), serta keterlibatan dengan lembaga noneksekutif milik pemerintah, misalnya parlemen dan lembaga audit. Pada saat bersamaan, CPS menyadari bahwa rekanan nonpemerintah dapat memainkan peranan penting dalam memperkuat akuntabilitas.

________________________________________________2 Securing the Future: Supporting Shared and Sustainable Growth in the East Asian and Pacific Countries and Beyond; 2 April 24, 2008

11

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

diandalkan dan tepat waktu demi pembangunan dan program pengentasan kemiskinan. Tinjauan terhadap program WBG menuntut lebih banyak fokus dan konsolidasi. Pada saat ini, pembiayaan WBG Mewakili bagian yang sangat kecil dari investasi Indonesia. Peningkatan dampaknya tergantung pada apakah dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil-hasil pembangunan dan investasi sektor swasta yang lebih besar lagi. Untuk semua alasan-alasan tersebut, fokus dari Strategi Kemitraan Negara di tahun 2009 sampai 2012 adalah pada investasi dalam lembaga-lembaga Indonesia (lihat Kotak 2 untuk pengertian istilah “lembaga”). WBG akan mendukung Indonesia melaksanakan program-program dan solusi-solusinya sendiri dalam menghadapi tantangan-tantangan pembangunannya. Dalam prosesnya, WBG bertujuan meningkatkan hubungan dan investasi guna menghasilkan kebijakan berbasis global, reformasi kelembagaan dan sistemik. Oleh karena itu semua keterlibatan WBG akan dilihat melalui sebuah “lensa kelembagaan” dan dipilih berdasarkan kontribusi mereka dalam memperkuat lembaga-lembaga dan sistem-sistem di Indonesia, terutama yang dimiliki oleh sektor publik (Gambar 2).

CPS merupakan suatu kemajuan alami dari Strategi Bantuan Negara Indonesia (CAS) sebelumnya untuk periode 2004 sampai 2008. Banyak unsur dari pendekatan CPS yang telah diterapkan di masa lampau dan telah membentuk landasan bagi beberapa dari program-program dan kemitraan WBG yang paling berhasil di Indonesia. CPS mempertahankan penekanan yang kuat pada aspek pemerintahan, seperti pada CAS sebelumnya, mengingat bahwa pemerintahan yang baik tetap menjadi hal yang paling penting dalam pembangunan di Indonesia. Akan tetapi, jika CAS yang terakhir berfungsi sebagai dokumen yang menetapkan agenda pada saat pemerintah masih berfokus pada masalah kepemerintahan, CPS

berupaya kuat melakukan penyelasaran dari belakang dan membantu melaksanakan prioritas reformasi pemerintah.

Saat ini pemerintah telah menjadikan kepemerintahan yang baik sebagai salah satu prioritas. Tuntutan yang diberikan pada CPS saat ini adalah mengupayakan cara-cara praktis untuk melaksanakan agenda kepemerintahan sesuai dengan strategi pemerintah. CPS berupaya melakukan hal tersebut dengan menempatkan “berinvestasi dalam lembaga-lembaga Indonesia” pada pusat pekerjaan WBG, menggunakan fokus kepemerintahan ini untuk menentukan bidang, dan di sektor di mana WBG akan terlibat.

Yang mendasari strategi ini adalah suatu pengertian bahwa perubahan kelembagaan yang berhasil di sebuah negara berpendapatan menengah yang besar, beraneka ragam, dinamis dan demokratis seperti Indonesia cenderung merupakan inisiatif dan dorongan dari pemerintah, dan pada awalnya mungkin harus dibatasi lingkupnya dan untuk bidang-bidang khusus (sektor atau daerah). Penerapan reformasi kelembagaan dan sistemik yang telah terbukti dapat diperluas secara bertahap pada bidang lainnya untuk memastikan kepemilikan dan kesinambungan yang lebih besar. Maka CPS berupaya untuk menyokong kisah keberhasilan berdasarkan kepemimpinan lembaga-lembaga Indonesia, dan dengan demikian berkontribusi untuk semakin memperkuat efektivitas, kredibilitas dan kinerja mereka. WBG akan mendorong replikasi keberhasilan-keberhasilan ini untuk memaksimalkan dampak kemitraan tersebut.

Penerapan pendekatan ini menuntut WBG memperdalam pengertiannya mengenai lembaga-lembaga Indonesia dan tantangan-tantangan yang mereka hadapi, sehingga WBG mampu mengidentifikasi posisi yang harus diambil untuk berkontribusi dalam perwujudan atau pengulangan kisah keberhasilan

Gambar 2. Pendekatan CPS: Berinvestasi dalam Lembaga-lembaga Indonesia

Program Pemerintah

Lensa Kelembagaan

Hasil Pembangunan

Keterlibatan Inti

Dukungan WBG

12

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

tersebut dan untuk menyediakan produk-produk yang sesuai. Hal ini memerlukan perubahan cara, dari penekanan pada transaksi menjadi kemitraan sejati yang berdasar pada hubungan dan kepercayaan kelembagaan jangka panjang. Mengambil manfaat sepenuhnya dari kesempatan yang ada juga memerlukan konsolidasi beragam proyek dan kegiatan konsultasi yang dibiayai WBG. Komponen penting dari pendekatan CPS ini adalah untuk berinvestasi dalam lembaga-lembaga pengetahuan Indonesia. WBG akan mendukung universitas-universitas di Indonesia dan forum-forum pemikiran untuk mengembangkan dan memperluas fondasi analitis Indonesia demi pembangunan (lihat Bab 4).

Penyeleksian

Selaras dengan strategi kemitraan regional dan negara, WBG akan terlibat dan menggunakan sumber daya-sumber dayanya pada bidang dan sektor yang signifikan bagi para pemangku kepentingan di Indonesia. WBG akan terlibat di mana ada kebutuhan penting, yang di dalamnya terdapat peluang untuk reformasi, ada permintaan yang jelas dari para pemangku kepentingan utama Indonesia, dan WBG memiliki kapasitas untuk mewujudkan:

• Signifikansi: Bidang keterlibatan mencerminkan prioritas pemerintah;

• Kebutuhan: Tantangan-tantangan pembangunan merupakan hal yang penting;

• Peluang: Lembaga-lembaga mitra (pemerintah dan/atau nonpemerintah) berkomitmen terhadap perubahan kelembagaan;

• Permintaan: Para pemangku kepentingan utama Indonesia menganggap WBG sebagai mitra pilihan; dan

• Kapasitas: WBG memiliki keunggulan komparatif dan kesepahaman dengan mitra lainnya mengenai peranan masing-masing, bidang-bidang dukungan, dan kemungkinan untuk penyebaran sumber daya melalui kerja sama.

Konsekuensi dari penerapan semua kriteria ini adalah bahwa akan ada bidang dan sektor yang mungkin memiliki kebutuhan penting, namun WBG tidak akan atau tidak lagi aktif dalam bidang tersebut. Dalam beberapa bidang-bidang tersebut, WBG mungkin akan terus mempertahankan keterlibatannya, sekalipun pada suatu tingkat yang lebih rendah, agar dapat berada pada posisi mendukung keberhasilan, apabila ada kesempatan.

Prinsip-prinsip dan Praktek-praktek

Kemitraan antara pemerintah dan WBG didasarkan pada: (i) penetapan fokus pada seluruh dukungan WBG secara langsung pada strategi pembangunan, tujuan kebijakan dan program prioritas pemerintah sebagaimana tecermin dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM), rencana tahunan dan anggaran tahunan negara; (ii) penggunaan sistem danprosedur milik Indonesia sampai pada taraf maksimum yang dimungkinkan dan mengadakan perlindungan dan langkah-langkah tambahan dengan cara yang memperkuat sistem dan prosedur negara apabila hal tersebut tidak mungkin dilakukan; namun (iii) terus memberi penekanan kuat pada pengendalian fidusia, akuntabilitas dan kesempurnaan teknis untuk memastikan dukungan yang berkualitas tinggi dan kekepemerintahan yang baik; (iv) menggunakan kapasitas yang ada secara efektif dan dengan demikian menyelaraskan dukungan bagi pengembangan kapasitas; dan (v) mendukung upaya-upaya pemerintah untuk memperkuat konsolidasi dan penyesuaian sumber daya-sumber daya pembangunan demi hasil-hasil pembangunan yang kokoh.

Keterlibatan WBG akan dirancang demi pengembangan efektivitas lembaga-lembaga dan mencapai hasil-hasil pembangunan yang lebih kuat. Kombinasi khusus dari tindakan, sistem, dan mekanisme yang didukung WBG dalam setiap bidang keterlibatan bergantung pada persyaratan dan kondisi tertentu. Program-program selama periode CPS akan dibangun di atas pengalaman WBG dalam memperkuat akuntabilitas dan memperkokoh kapasitas, keduanya akan diperdalam untuk bidang-bidang utama keterlibatan WBG (lihat Bab 3).

Akuntabilitas Kelembagaan

Bila memungkinkan, WBG akan memperkuat insentif dan proses untuk mendorong akuntabilitas demi peningkatan efektivitas pemerintah. Secara umum, keterlibatan CPS akan membantu dalam membangun atau memperkuat beberapa atau semua dari hal-hal berikut ini:• Mekanisme akuntabilitas sosial untuk mengangkat

suara dan partisipasi;• Transparansi eksternal dan akses lebih besar

terhadap informasi umum, serta, seandainya memungkinkan, mekanisme penanganan keluhan dan/atau penyelesaian perselisihan untuk akuntabilitas yang lebih besar;

13

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

• Sistem pengawasan dan evaluasi yang mengukur kinerja kelembagaan yang memungkinkan akuntabilitas hasil-hasilnya;

• Mekanisme untuk menghargai kinerja yang baik dalam kerangka kerja yang diperbolehkan berdasarkan pedoman kepegawaian negara Indonesia;

• Pengadaan, pengelolaan keuangan, dan sistem kontrol untuk meningkatkan efektivitas biaya dan memastikan bahwa dana-dana digunakan sesuai dengan tujuan; dan

• Mekanisme audit dan penyelidikan internal dengan menganggap para pejabat masyarakat madani bertanggung jawab langsung terhadap segala penyalahgunaan dana.

Kapasitas KelembagaanUntuk memperkokoh kapasitas kelembagaan, keterlibatan akan membangun atau memperkuat beberapa atau semua dari hal-hal berikut ini:• Kerangka kerja hukum dan peraturan;• Kebijakan, prosedur dan standar operasional,

teknis dan administratif;• Struktur organisasi, termasuk kejelasan dalam

penjabaran peranan dan tanggung jawab;• Sistem pengelolaan, informasi dan evaluasi, serta

kapasitas pelaksanaan, teknis dan evaluasi;• Kapasitas perencanaan dan penganggaran;• Kapasitas penelitian dan analisis, termasuk untuk

mendukung perumusan kebijakan; dan• Pemberian pengetahuan dan informasi, termasuk

mengenai praktik terbaik internasional;• Lembaga pendukung pasar seperti biro kredit dan

standar mutu.

Instrumen-instrumen

Kemitraan akan dilaksanakan oleh WBG dalam: (i) menggunakan instrumen-instrumen keuangan untuk ikut membiayai bersama bagian dari program-program prioritas yang dianggarkan pemerintah, membiayai investasi sektor swasta, dan menggunakan instrumen-instrumen baru bila sesuai dan; (ii) menyediakan layanan yang fleksibel dan sesuai permintaan, catatan kebijakan dengan tanggapan cepat, pekerjaan dengan analisis dan pengetahuan mendalam, dan konsultasi di tempat dan bantuan teknis dalam bidang proritas, dengan penekanan khusus pada tim dengan berbagai disiplin dan berbagai mitra; dan (iii) terus mencari dan memanfaatkan kesempatan untuk bekerja sama dengan mitra-mitra pembangunan lainnya untuk semakin menyelaraskan kebijakan, dukungan analitis dan keuangan dengan strategi dan prioritas yang dipimpin oleh pemerintah.

14

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

BAB 3PROGRAM WBG

KETERLIBATAN INTI SAAT INI

STRATEGI KEMITRAAN NEGARA TAHUN FISKAL 2009-2012Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusifuntuk Pembangunan yang Berkesinambungan

16

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Berdasarkan rencana pembangunan pemerintah dan konsultasi dengan CPS, WBG telah mengidentifikasi lima bidang keterlibatan tematis yang diharapkan dapat membentuk inti dari strategi kemitraan, bersama dengan dua rangkaian keterlibatan lintas sektor untuk memperkuat lembaga dan sistem lembaga pemerintah pusat maupun daerah (Gambar 3). Keterlibatan-keterlibatan tersebut saat ini mendukung program-program utama pemerintah dengan tujuan utama memperkuat efektivitas lembaga-lembaga di Indonesia. Setiap bidang ini mewakili kombinasi pembiayaan dan kegiatan analisis dan konsultasi yang akan diberikan WBG untuk mendukung program-program Pemerintah.

Keterlibatan WBG di bidang-bidang ini berada pada tahap kematangan yang berbeda-Beda. Hal ini terlihat baik dari kedalaman dialog, jenis kegiatan yang didukung, maupun kekhususan hasil yang diharapkan. WBG memiliki, misalnya, keterlibatan yang cukup lama dalam mendukung lembaga dan sistem pemerintah pusat, pengembangan sektor swasta, pendidikan, dan upaya-upaya pengentasan kemiskinan berbasis masyarakat, tetapi keterlibatan WBG dalam mendukung lembaga dan sistem pemerintah daerah, infrastruktur, atau kelestarian lingkungan, dan upaya-upaya penanggulangan bencana masih dalam pengembangan. Selanjutnya, WBG mengetahui bahwa ada bidang-bidang yang sangat dibutuhkan oleh Indonesia, tetapi mitra imbangannya kurang berkomitmen melakukan reformasi kelembagaan. Ada juga bidang yang hanya membutuhkan sedikit keterlibatan WBG. Sejalan dengan selektivitas pendekatan yang dicari melalui CPS, WBG akan membatasi keterlibatannya dalam bidang-bidang tersebut.

Dengan peningkatan program pembiayaan, kualitas keterlibatan pengetahuan WBG akan menentukan relevansi jangka menengah dan dampak pembangunan di Indonesia. Selama masa CPS ini, program kegiatan analisis dan konsultasi akan disesuaikan dengan program pembiayaan dalam tujuh keterlibatan inti ini. Selain itu, program AAA akan memungkinkan dilanjutkannya keterlibatan yang berpusat pada pengetahuan di bidang-bidang noninti (misalnya kesehatan, di mana program pengetahuan yang substansial telah dikembangkan).

Prioritas pembangunan Indonesia yang mendasar diperkirakan tidak berubah dalam jangka pendek. Akan tetapi, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pemerintah untuk tahun 2010-2014 belum dirumuskan. Hasil Pemilu 2009 dapat memunculkan prioritas-prioritas dan kesempatan-kesempatan keterlibatan yang berbeda. Dengan demikian, kapasitas WBG untuk merespons permintaan yang muncul dan persyaratan yang berubah-ubah bergantung pada tingkat fleksibilitas program, baik dalam keterlibatan intinya maupun dalam bidang-bidang pilihan lainnya di luar program-program inti tersebut.

Apakah makna dari “Berinvestasi dalam Lembaga-Lembaga di Indonesia” untuk program WBG? Indonesia menghadapi dua tantangan kelembagaan yang mendasar, yaitu kelemahan dalam akuntabilitas dan kapasitas, yang kedua-duanya memiliki ciri khusus dan menawarkan titik masuk reformasi yang berbeda-beda (lihat Bab 2). CPS bertujuan membantu mengatasi kedua tantangan ini melalui keterlibatan inti WBG. Jenis-jenis intervensi khusus bergantung pada sifat sektor terkait, titik masuk yang telah ada,

Gambar 3. Berinvestasi dalam lembaga-lembaga Indonesia: keterlibatan inti saat ini

Program Pemerintah

Lensa Kelembagaan

Hasil Pembangunan

Keterlibatan Inti

Dukungan WBG

Pem

bang

unan

Sek

tor S

was

ta

Infra

stru

ktur

Pen

gem

bang

an M

asya

raka

tda

n P

erlin

dung

an S

osia

l

Pen

didi

kan

Kes

inam

bung

an L

ingk

unga

nda

n P

enan

ggul

anga

n B

enca

na

Instansi dan SistemPemerintah

Pusat

Instansi dan SistemPemerintah

Daerah

17

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Tabel 3. Meningkatkan efektivitas kelembagaan melalui penguatan akuntabilitas dan kapasitas dalam keterlibatan inti WBG

Keterlibatan Lintas Sektor Keterlibatan Sektoral

Lembaga dan Sistem Pemerintah

Pusat

Lembaga dan

Sistem Pemerintah Daerah

Pembangunan Sektor Swasta Infrastruktur

Pengembangan Masyarakat dan Perlindungan

Sosial

Pendidikan

Kelestarian lingkungan dan Penanggulangan

Bencana

Penguatan akuntabilitas kelembagaan, melalui:

Membangun mekanisme akuntabilitas sosial ke dalam rancangan proyek untukmenaikkan suara dan partisipasi

Memajukan transparansi eksternal dan akses terhadap informasi untuk akuntabilitas yang lebih baik

Meningkatkan sistem pengawasan dan evaluasi

Membuat mekanisme pemberian penghargaan untuk kinerja yang baik dalam batasan yang diizinkan oleh pedoman kepegawaian di Indonesia

Memperkuat pengadaan, sistem pengelolaan dan pengendalian keuangan untuk meningkatkan keekonomisan, efisiensi, dan efektivitas dalam penggunaan dana pemerintah

Memperkuat audit internal dan mekanisme penyelidikan

Penguatan kapasitas kelembagaan, melalui:

Memperkuat kerangka hukum dan peraturan

Memperkuat kebijakan, prosedur, dan standar operasional, teknis, dan administrasi

Memperkuat susunan organisasi, termasuk kejelasan definisi peranan dan tanggungjawab

Memperkuat sistem manajemen, informasi, dan evaluasi, dan meningkatkan kapasitas pelaksanaan, teknis, dan evaluasi

Mengevaluasi dan meningkatkan kapasitas perencanaan dan penganggaran

Membangun kapasitas penelitian dan analisis, termasuk untuk mendukung perumusan kebijakan

Berbagi pengetahuan dan informasi tentang praktik-praktik internasional yangditerima

Catatan:■ Sel berwana gelap mewakili keterlibatan yang sedang berlangsung (CAS) dan yang akan datang (CPS).■ Sel bergaris-garis mewakili bidang yang diharapkan/yang akan datang (CPS.

18

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

dan kematangan setiap keterlibatan tersebut. Tabel berikut ini menggambarkan bagaimana WBG akan mempromosikan efektivitas melalui penguatan mekanisme akuntabilitas dan peningkatan kapasitas dalam bidang-bidang keterlibatan intinya (Tabel 3), sementara bagian berikutnya menjelaskan sifat dari keterlibatan tersebut dan kontribusi WBG yang diharapkan untuk hasil pembangunan Indonesia.3

Keterlibatan Lintas Sektor 1: Lembaga dan Sistem Pemerintah Pusat

Didorong oleh para tokoh reformasi kunci di pemerintahan, Indonesia mengalami kemajuan yang mantap dalam meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas lembaga dan sistem pemerintah pusat. Dalam keterlibatan lintas sektor yang vital ini, WBG akan berperan secara penuh dan aktif untuk mendukung upaya pemerintah dalam mempertahankan momentum reformasi. Jika terdapat contoh-contoh keberhasilan yang sesuai, WBG akan mendorong replikasi keterlibatan-keterlibatan yang sukses ini dalam lembaga-lembaga pemerintah lainnya yang menunjukkan komitmen yang kuat terhadap peningkatan efektivitas kelembagaan.

WBG akan terus membangun hubungan dan dialog yang telah cukup kuat dengan Departemen Keuangan (Depkeu), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan mengetahui kemajuan riil yang telah dicapai dalam beberapa tahun terakhir dan dengan dilandasi keinginan mempertahankan dorongan tersebut, WBG juga akan mengembangkan kemitraannya dengan lembaga-lembaga di Indonesia yang bertanggung jawab menjamin pengawasan, akuntabilitas, dan supremasi hukum (rule of law), dan memimpin perlawanan terhadap korupsi, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, lembaga-lembaga audit milik pemerintah (BPK dan BPKP), dan lembaga-lembaga audit milik pemerintah daerah (BAWASDA atau Badan Pengawasan Daerah), unit Inspektur Jenderal terkait dari lembaga-lembaga

mitra, dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP) yang baru dibentuk, yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pengembangan strategi dan kebijakan pengadaan umum yang terfokus dan terkoordinasi). Kemitraan tersebut, yang bertujuan memperkuat efektivitas kelembagaan, akan berbentuk layanan analisis dan konsultasi, dialog kebijakan, proyek reformasi, dan pinjaman.

Akuntabilitas akan ditingkatkan melalui penguatan pengelolaan keuangan dan sistem data pemerintah yang berkelanjutan. Hal ini akan mencakup penguatan mekanisme audit dan penyelidikan, meningkatkan sistem pengawasan dan evaluasi yang mengukur kinerja lembaga, dan memperkuat kebijakan-kebijakan manajerial, operasional, dan teknis, serta prosedur dan standar pengumpulan dan analisis data. Kapasitas juga akan diperkuat dengan mendukung peningkatan kerangka peraturan, mengembangkan program-program pembangunan kapasitas berskala nasional, dan membentuk unit-unit pengadaan profesional di dalam lembaga-lembaga pelaksana dengan berfokus pada bidang-bidang keterlibatan WBG.

Rangkaian Pinjaman Kebijakan Pembangunan (Development Policy Loan atau DPL) akan terus menjadi pusat dukungan WBG untuk reformasi kelembagaan dan sistem pemerintah pusat. Dengan didukung oleh pembiayaan paralel dari Pemerintah Jepang dan BankPembangunan Asia (Asian Development Bank atau ADB), DPL telah membantu upaya-upaya pemerintah mengurangi belanja pemerintah yang tidak efisien, memperkuat administrasi pajak dan pengelolaan utang, meningkatkan daya saing sektor keuangan, dan melaksanakan reformasi kepemerintahan dan fidusia. Dengan berlandaskan program AAA besar yang turut dibiayai oleh mitra pembangunan, DPL juga telah mendukung reformasi-reformasi inti untuk meningkatkan iklim usaha dan penyediaan layanan.

Generasi DPL berikutnya akan meneruskan pembinaan atas hubungan yang erat dengan departemen-departemen ekonomi yang berpemikiran reformis dan mendukung pemerintah pusat Indonesia memperkuat

Tabel 4. Lembaga-lembaga pemerintah pusat – Gambaran hasil yang didukung oleh WBG

Tujuan jangka panjang Indonesia Hasil pembangunan pada akhir FY12

Memperkuat lembaga dan sistem pemerintah pusat untuk meningkatkan pengelolaan keuangan pemerintah dan kepemerintahan dalam rangka meningkatkan dampak pembangunan belanja anggaran prioritas.

• Peningkatan orientasi hasil dalam proses anggaran.• Pelaporan keuangan yang tepat waktu dan handal melalui operasionalisasi TSA yang

efektif.• Peningkatan administrasi pajak melalui penambahan jumlah: catatan registrasi yang

akurat; audit laporan wajib pajak. Tunggakan pajak berkurang.• Peningkatan kualitas dan ketepatan waktu dari statistik kunci yang dihasilkan BPS, mis.,

akun nasional, data kemiskinan• Peningkatan kerangka pengadaan pemerintah; kapasitas pengadaan di tingkat nasional

dan provinsi; dan kualitas audit

________________________________________________3 Lihat Lampiran B3, Lampiran B4 dan Lampiran 10 untuk rincian tentang program pinjaman dan nonpinjaman yang akan didukung dalam masing-masing bidang pengembangan.

19

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

efektivitas sistemnya. Elemen-elemen kuncinya meliputi pembangunan kapasitas perencanaan dan pembuatan anggaran, pengelolaan pendapatan dan belanja, sedangkan tindakan-tindakan khususnya berkaitan dengan pengadaan umum, audit, pengawasan dan evaluasi, dan penelitian dan analisis demi perumusan kebijakan yang lebih baik — semua diambil dari paket kebijakan pemerintah sendiri. Sementara itu, akuntabilitas dan pengendalian korupsi akan diperkuat melalui peningkatan sistem pengawasan dan evaluasi, sistem pengendalian keuangan, dan mekanisme audit dan penelitian, dengan membebankan tanggung jawab kepada para birokrat atas dana di bawah kendali mereka.

WBG juga akan beroperasi melalui Proyek Administrasi Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Pemerintah (Government Financial Management and Revenue Administration Projectatau GFMRAP) dan Proyek Pengembangan Kapasitas Statistik (Statistical Capacity Building Project atau STATCAP) yang akan datang, yang membiayai investasi dalam modernisasi teknologi, pembangunan kapasitas, dan pengelolaan perubahan. Proyek Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) akan meningkatkan akuntabilitas melalui suatu sistem perbendarahaan otomatis yang baru. Selama jangka waktu CPS, efektivitas kelembagaan melalui pengembangan akuntabilitas dan kapasitas sistem administrasi pajak akan ditingkatkan melalui Proyek Reformasi Pajak Indonesia (Project for Indonesian Tax Administration Reform atau PINTAR). Proyek-proyek ini secara langsung mengubah kerangka kelembagaan, insentif, dan organisasi yang mendasar untuk fungsi-fungsi inti dari Depkeu, BPS dan lembaga-lembaga terkait lainnya, termasuk perumusan kebijakan fiskal, penganggaran, perbendaharaan, audit internal, pengadaan, penyelesaian sengketa pendapatan dan pengawasan legislatif. Reformasi kepegawaian akan mendukung pemutakhiran peta arah organisasi Depkeu, pelaksanaan tahap-tahap selanjutnya dari strategi reformasi manajemen sumber daya manusia di Depkeu, dan penerusan reformasi Depkeu ke departemen-departemen lainnya.

Depkeu dan WBG juga akan menjalani suatu program penting dari layanan analisis dan konsultasi untuk mendukung departemen-departmen ekonomi dalam keseluruhan upaya reformasi pengelolaan keuangan pemerintah, termasuk perumusan anggaran, alokasi sumber daya, dan pelaksanaan anggaran. Salah satu bagian yang baik dari upaya-upaya ini didukung

oleh dana perwalian. Salah satu contohnya adalah Prakarsa Analisis Belanja Pemerintah (Initiative for Public Expenditure Analysis atau IPEA), yang berupaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan pemerintah dan membangun kapasitas penelitian dan analisis Pemerintah untuk mendukung kebijakan yang lebih baik dan perumusan anggaran. Tujuan lainnya adalah meningkatkan transparansi pada sektor-sektor minyak bumi, gas alam, dan pertambangan, di mana WBG mendukung adopsi Prakarsa Transparansi Industri Ekstraktif (Extractive Industries Transparency Initiativeatau EITI).

Keterlibatan Lintas Sektor 2: Lembaga dan Sistem Pemerintah Daerah

Pemberdayaan pemerintah daerah telah menjadi salah satu prestasi Indonesia yang paling mengagumkan dalam satu dekade terakhir. Hampir 500 pemerintah daerah di Indonesia saat ini mengelola hampir 40 persen dari seluruh belanja pemerintah dan telah menjadi pemain-pemain penting dalam memastikan bahwa Indonesia mencapai tujuan-tujuan pembangunan di masa mendatang. Dengan adanya pemilihan daerah secara langsung, provinsi dan kabupaten/kota kini dikepalai oleh para pejabat yang langsung bertanggung jawab kepada masyarakat pemilihnya. Banyak di antara mereka telah melaksanakan reformasi yang radikal dan inovatif dengan tujuan meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kelembagaan, dan dalam beberapa kasus, dengan tujuan mendorong pembangunan sektor swasta di tingkat daerah. Para mitra pembangunan kini memiliki sejumlah besar tokoh reformasi daerah yang dapat mereka ajak bekerja sama, dan prakarsa-prakarsa yang menjanjikan kini semakin berkembang.

Akan tetapi, tantangannya cukup banyak. Kebutuhan, kesempatan, permintaan, serta kapasitas WBG untuk menanggapi sangat berbeda antara daerah satu dan daerah lainnya di seluruh nusantara. Pengalaman dengan program-program pendukung pemerintah daerah telah menunjukkan rintangan-rintangan yang dihadapi oleh pelaksanaan di tingkat pusat: tidak ada satu pun lembaga pemerintah pusat yang berada di posisi mengawasi pelaksanaan proyek dari awal hingga akhir. Kapasitas yang terbatas di lembaga-lembaga pemerintah pusat dalam berurusan dengan Depkeu dalam hal menyusun anggaran, mengelola persetujuan dan pelaksanaan anggaran internal, dan mendukung pelaksanaan di lapangan juga merupakan

Tabel 5. Pemerintah-pemerintah daerah- Gambaran hasil yang didukung oleh WBG

Tujuan jangka panjang Indonesia Hasil pembangunan pada akhir FY 12

Memperkuat pemerintah- pemerintah dan lembaga- lembaga daerah yangterdesentralisasi untuk meningkatkan dampak belanja pemerintah.

• Peningkatan sistem dan proses pemerintah daerah untuk mencapai perencanaan, alokasi sumber daya, dan pelaksanaan anggaran yang lebih baik

• Peningkatan standar pelaksanaan layanan baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.

20

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

permasalahan yang signifikan. Kelemahan-kelemahan kapasitas di tingkat daerah seringkali memperparah permasalahan tersebut. Satu pelajaran lain yang dapat dipetik adalah bahwa untuk menjamin kesuksesan penguatan akuntabilitas kelembagaan di semua tingkat, keterlibatan DPR daerah, CSO, dan media sangatlah penting.

Selama jangka waktu CPS, WBG akan bekerja sama dengan sejumlah kecil pemerintah daerah yang menunjukkan komitmen yang jelas untuk mengatasi tantangan-tantangan akuntabilitas dan kapasitas. Tujuannya, meningkatkan dampak pembangunan secara keseluruhan melalui peningkatan belanja pemerintah yang tepat sasaran dan berkesinambungan dengan cara menjadikan perencanaan pembangunan lebih tanggap terhadap para pemilih dan dengan meningkatkan kapasitas pengelolaan keuangan pemerintah. Dukungan akan didasarkan pada pendampingan teknis dan pembiayaan bersama untuk program-program belanja daerah. Kelompok Bank Dunia juga berupaya membiayai badan-badan daerah (seperti provinsi, kota, atau perusahaan-perusahaan daerah air minum (PDAM) melalui prakarsa daerah bersama antara Bank dan IFC (pembiayaan mungkin dapat diberikan melalui bank-bank daerah atau melalui dukungan penerbitan obligasi daerah). IFC bekerja sama dengan pemerintah daerah dengan berfokus pada minimalisasi rintangan-rintangan iklim investasi, termasuk kerangka peraturan daerah, dan pada pengembangan kapasitas untuk memperkuat kemitraan antara pemerintah dan swasta. Beberapa program tersebut mencakup komponen-komponen untuk mendukung CSO daerah dalam rangka meningkatkan akses terhadap informasi dan akuntabilitas sosial. WBG akan terus mengarahkan perhatian pada kisah-kisah sukses yang menginspirasi dan inovatif dalam hal reformasi pemerintah daerah untuk mendorong replikasi kisah-kisah tersebut.

Pendekatan WBG digambarkan dengan dua program pelengkap: di provinsi-provinsi dan kabupaten-kabupaten pilihan yang berpemikiran reformasi, suatu program yang dialokasikan untuk mencapai keluaran pemerintah daerah akan memberikan kesempatan untuk memperkuat kontrol keuangan dan sistem pengawasan serta evaluasi. Di provinsi-provinsi yang sama, dana perwalian yang dibiayai oleh AusAID, Belanda, dan mitra-mitra lainnya, memberikan layanan analisis dan konsultasi melalui program Analisis Belanja Pemerintah dan Harmonisasi Kapasitas (PEACH). Program tersebut berupaya mendukung penilaian dan peningkatan efektivitas proses perencanaan dan penganggaran daerah. Analisis belanja pemerintah daerah telah menjadi suatu alat yang kuat untuk meningkatkan transparansi di provinsi-provinsi di mana program PEACH telah dilaksanakan. Program-program PEACH digerakkan oleh permintaan, disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah-pemerintah

daerah, dan dilaksanakan oleh mereka, bersama dengan lembaga penelitian daerah Indonesia, yang meningkatkan kolaborasi dan kapasitas analisis dan pelaksanaan pemerintah daerah maupun universitas daerah. WBG dan para mitra pembangunan lainnya akan terus bekerja sama dengan para pemangku kepentingan daerah tersebut melalui Bantuan Fasilitas Desentralisasi untuk Indonesia Timur (Decentralization Support Facility for Eastern Indonesia atau SOFEI), yang telah menjalin suatu jaringan tokoh-tokoh reformasi yang kuat di seluruh wilayah. Pengalaman dengan program-program yang telah berjalan akan membantu menginformasikan dan memperbaiki rancangan dan cakupan bantuan WBG di masa mendatang.

WBG akan memperkuat dan mempererat kemitraan-kemitraan yang telah terjalin demi peningkatan kapasitas pemerintah daerah melalui program-program pembiayaan yang telah ada, seperti Prakarsa untuk Reformasi Pemerintah Daerah (Initiatives for Local Government Reform atau ILGR), Proyek Pengembangan dan Reformasi Sektor Perkotaan (Urban Sector Development and Reform Project atau USDRP), dan Bantuan untuk Daerah-Daerah Miskin dan Tertinggal (Support for Poor and Disadvantaged Areas atau SPADA). Selain itu, Fasilitas Bantuan Desentralisasi (Decentralization Support Facility atau DSF) menyatukan sejumlah mitra pembangunan, termasuk AusAID, DFID, dan Belanda, dengan suatu mandat luas untuk melibatkan lembaga-lembaga di Indonesia yang penting bagi kerangka akuntabilitas, seperti para perumus undang-undang, media, dan jaringan LSM. DSF akan terus menjadi mekanisme utama mempererat hubungan WBG dengan lembaga-lembaga kunci di pemerintah pusat yang menetapkan dan mengatur lingkungan tempat pemerintah-pemerintah daerah beroperasi. Keahlian WBI juga akan ditingkatkan untuk melengkapi upaya WBG untuk memperkuat akuntabilitas dan kapasitas lembaga-lembaga daerah.

Keterlibatan Inti 1 – Pembangunan Sektor Swasta

Pertumbuhan yang dipelopori sektor swasta akan menjadi sangat penting bagi peningkatan daya saing Indonesia, baik secara regional maupun global, dan juga akan menjadi kunci bagi keberhasilan pemerintah dalam mengatasi beberapa kekurangan dalam penyediaan layanan. Dalam beberapa bidang, sektor pemerintah sangat rawan oleh tindak pidana korupsi oleh lembaga (institutional capture). Pada saat bersamaan, swasta berupaya melindungi keuntungan mereka dengan menempatkan rintangan-rintangan untuk menghalangi calon-calon pesaing. Akibatnya, terjadi pengurangan efisiensi dan inovasi, dan penyia-nyiaan kesempatan investasi. Pemerintah mengetahui hal ini dan telah mengambil langkah-langkah yang

21

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

sesuai untuk membangun lingkungan usaha yang diperlukan agar sektor swasta dapat menjadi kuat dandinamis, termasuk dengan cara meluncurkan serangkaian paket reformasi kebijakan yang komprehensif selama beberapa tahun terakhir. Investasi swasta kini mulai pulih di Indonesia, dan ada peluang-peluang menggiurkan untuk memperkokoh kemajuan ini dan membantu mendukung sektor swasta menjadi penggerak pertumbuhan berbasis luas di Indonesia. Pada khususnya, WBG ditempatkan dengan baik untuk membantu memastikan bahwa sektor pemerintah tidak lagi mengalami kemacetan (bottleneck), tetapi justru memberikan suatu lingkungan yang dapat menumbuhkembangkan pengembangan sektor swasta.

Berkat sinergi antara IFC dan tim Bank Dunia, WBG telah menjalin suatu hubungan yang kuat dengan para mitra kunci di Indonesia yang membentuk iklim investasi. Para mitra ini meliputi Departemen Perdagangan, Kementerian Koordinasi Ekonomi, dan para pembuat peraturan di sektor keuangan (seperti Bapepam-LK). Ini merupakan bidang kemajuan yang penting, karena korupsi oleh lembaga di sektor pemerintah akan sangat menghalangi pengembangan sektor swasta yang sangat diperlukan oleh Indonesia. Selain dukungan anggaran dari rangkaian DPL, kemitraan-kemitraan ini juga didasarkan atas pekerjaan analisis, konsultasi, dan pengawasan, serta pembangunan kapasitas kelembagaan.

Bantuan diberikan kepada Departemen Perdagangan agar dapat memberikan sumbangsih yang efektif dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan perdagangan dan investasi dalam dan luar negeri, melaksanakan kebijakan-kebijakan ini, merundingkan perjanjian-perjanjian dagang, dan mengelola sumber daya manusia dan pengoperasian Departemen. Dengan memobilisasi dana perwalian, WBG telah membentuk satu tim penasihat untuk memberikan bantuan langsung di lapangan. Walaupun ada rintangan-rintangan yang signifikan, prakarsa tersebut mulai tampak menjanjikan. WBG juga akan terus memperkuat kapasitas lembaga-lembaga pembuat peraturan dan pengawasan, seperti Bank Indonesia, dengan memberikan bantuan analitis dan teknis bagi upaya-upaya reformasi, dan mendukung pengawasan dan evaluasi dampak reformasi.

WBG akan terus bekerja di sektor keuangan. Bank Dunia membantu pembentukan dan implementasi kebijakan, sedangkan IFC berfokus pada investasi di sektor ini. Ketiganya bertujuan memperkuat akses terhadap layanan-layanan keuangan demi daya saing yang lebih baik dan pertumbuhan yang inklusif. Upaya pembangunan kapasitas WBG di sektor ini akan berlanjut; dukungan ini sebagian besar dibiayai menggunakan dana perwalian (termasuk dana perwalian ASEM (Asia Europe Meeting)). Pemerintah mengenali kepentingan sistemik sektor perbankan dan baru-baru ini mulai mendapatkan dukungan Bank Dunia (bersama dengan AusAID) mengenai protokol pengelolaan krisis. Diskusi kebijakan mengenai dampak pada sektor ini atas gejolak pasar kredit global baru-baru ini serta kebijakan fiskal dan moneter domestik terus berlanjut. Pihak yang berwenang telah mempertimbangkan karya analitis terperinci di sektor ini - termasuk kemungkinan Program Penilaian Sektor Keuangan (Financial Sector Assessment Program/FSAP). Kebijakan dan program untuk meningkatkan akses ke layanan keuangan untuk segmen populasi yang lebih besar, UKM dan kemitraan publik-swasta inovatif di area ini, juga akan didukung.

Keterlibatan inti 2 – Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur berskala besar sangat penting bagi kemajuan Indonesia, hampir pada setiap sektor selama jangka waktu CPS. Meskipun ada tantangan-tantangan yang cukup signifikan, saat ini pintu peluang telah terbuka untuk suatu terobosan - yang tingkat kepentingannya telah dikenal luas oleh mitra sejajar pemerintah dan sektor swasta. Dengan berfokus pada tiga sub-sektor utama, WBG akan mendukung lembaga-lembaga, baik swasta maupun pemerintah, dalam menemukan solusi-solusi yang lebih efektif untuk menjembatani kesenjangan infrastruktur dengan cara yang berkesinambungan, dan membantu memperkuat akuntabilitas dan kapasitas lembaga-lembaga agar dapat memberikan hasil-hasil infrastruktur yang lebih baik.

WBG akan memberikan dukungan keuangan dan konsultasi bagi rencana keuangan infrastruktur pemerintah sendiri sebagaimana tertuang dalam RPJM saat ini dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga

Tabel 6. Pembangunan sektor swasta – Hasil ilustratif yang didukung oleh WBG

Tujuan jangka panjang Indonesia Hasil pembangunan pada akhir FY 12

Meningkatkan lingkungan bagi pengembangan sektor swasta untuk mempercepat pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan.

• Penguatan sektor swasta dan keuangan melalui: perbaikan kerangka peraturan; peningkatan iklim investasi; penguatan lembaga-lembaga keuangan; peningkatan akses ke pasar; pembentukan keterkaitan dengan pasar dan kemitraan.

• Peningkatan kapasitas pemerintah daerah terpilih untuk mendukung jalannya usaha.• Peningkatan lingkungan pengaturan dan koordinasi antar badan dalam

pengembangan kebijakan investasi• Penguatan struktur dan kapasitas kelembagaan Departemen Perdagangan untuk

kebijakan-kebijakan perdagangan yang lebih efektif.

22

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

yang berkomitmen terhadap reformasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dukungan ini meliputi suatu program peminjaman investasi yang substansial, yang diperkokoh dengan rangkaian pinjaman kebijakan instrastruktur (I-DPL) yang baru-baru ini diluncurkan, serta contoh investasi PPP oleh IFC. Dukungan tersebut diharapkan mencakup sektor-sektor jalan raya, energi, dan air (irigasi serta layanan air dan sanitasi) melalui I-DPL dan turut membiayai pengaturan-pengaturan untuk meningkatkan investasi infrastruktur.

Keempat badan dengan mana kemitraan yang kuat saat ini diperkirakan akan terjalin adalah Direktorat Jenderal Bina Marga (Directorate General of Highwaysatau DGH), Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Directorate General of Water Resources atau DWR), dan Direktorat Jenderal Cipta Karya (Directorate General of Human Settlementatau DHS) — semua berada di dalam lingkungan Departemen Pekerjaan Umum — serta Perusahaan Listrik Negara atau PLN,yang, bersama dengan beberapa perusahaan energi besar, telah mengisyaratkan kesediaan mereka untuk membangun kembali suatu kemitraan yang baru dengan WBG. Pembangunan infrastruktur di Indonesia, bahkan dalam masing-masing sektor, akan memerlukan penguatan koordinasi di antara lembaga-lembaga pemerintah, termasuk kementerian lini, SOE, dan Depkeu, Bappenas dan Kementerian Koordinasi Ekonomi. WBG akan mendukung penguatan dialog antarlembaga ini.

Investasi WBG dalam lembaga-lembaga infrastruktur Indonesia bertujuan memajukan efektivitas melalui akuntabilitas dan kapasitas yang lebih besar. Strategi WBG dirancang untuk mendukung komponen-komponen kunci dari agenda reformasi infrastruktur lintas sektor di Indonesia, termasuk reformasi-reformasi yang ditujukan demi meningkatkan transparansi dan efisiensi belanja pemerintah dan memperkuat hubungan-hubungan fiskal antarpemerintah; reformasi untuk memajukan kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam kerangka yang transparan dan tepercaya; pembangunan kapasitas lembaga sektor; dan reformasi yang meningkatkan akuntabilitas. WBG akan mendukung platform reformasi ini melalui serangkaian pinjaman kebijakan bersama dengan ADB dan pemerintah Jepang.

Dalam sektor energi, strategi WBG akan berfokus pada penguatan kapasitas teknis, manajerial, dan

operasional dari lembaga-lembaga pemerintah. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi, dalam rangka mendukung penentuan sasaran subsidi listrik yang lebih efektif dalam jangka pendek dan pengembangan kebijakan penentuan harga yang berkesinambungan dalam jangka menengah. Selain itu, WBG akan mendukung peningkatan-peningkatan kerangka kelembagaan dengan tujuan meningkatkan investasi swasta di Indonesia. Program pembiayaan investasi bank yang akan datang akan berupaya mengurangi dampak-dampak lokal dan global sektor terhadap lingkungan dan berfokus pada energi yang bersih dan dapat diperbarui, seperti investasi untuk tenaga panas bumi, peningkatan simpanan, teknologibatu bara yang semakin disempurnakan, dan proyek-proyek transmisi serta distribusi daya, termasuk distribusi gas.

Di sektor jalan raya, keterlibatan bank dengan pemerintah telah mencakup dukungan untuk rancangan perencanaan pengelolaan aset jalan raya, rencana pengembangan jaringan transportasi, dan peningkatan kapasitas perencanaan di tingkat provinsi dan kabupaten. IFC berencana mendukung pembiayaan swasta untuk jalan tol dengan menawarkan modal jangka panjang dan berbagi praktek-praktek yang baik dari negara-negara lain, untuk membantu Pemerintah dalam mengembangkan dan membuat perjanjian-perjanjian konsesi berstandar internasional, dan menindaklanjuti dengan membiayai sejumlah transaksi percontohan tertentu. WBG akan terus memperkuat kerangka kelembagaan di tingkat nasional dan regional, termasuk fidusia, operasional, teknis, dan sistem dan kapasitas manajemen dari para rekan imbangan yangmendukung upaya pemerintah meningkatkan kualitas dan kapasitas jalan raya. Langkah-langkah untuk meningkatkan efektivitas, akuntabilitas, dan memerangi korupsi di sektor tersebut adalah penting demi kelanjutan dan pelaksanaan yang tepat waktu dari proyek-proyek infrastruktur, yang beberapa di antaranya telah mengalami masalah pelaksanaan yang lemah, pengadaan, korupsi, dan kolusi di masa lalu. Dukungan ini akan diberikan melalui kerja sama dengan ADB, AusAID dan Pemerintah Jepang, yang merupakan tiga mitra pembangunan inti dalam sektor tersebut. Dukungan untuk partisipasi sektor swasta dan desentralisasi yang efektif dari pelaksanaan dan pengelolaan sektor transportasi juga akan dilanjutkan.

Di sektor pengairan, WBG akan mendukung penguatan kerangka hukum dan peraturan dan meningkatkan

Tabel 7. Infrastruktur - Gambaran hasil yang didukung oleh WBG

Tujuan jangka panjang Indonesia Hasil pembangunan pada akhir FY 12

Meningkatkan tingkat dan efisiensi investasi pemerintah dan swasta dalam infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan dan memperkuat daya saing.

• Peningkatan dan perbaikan kualitas belanja pemerintah pusat maupun daerah untuk infrastruktur melalui peningkatan kebijakan subsidi, kerangka insentif, dan perencanaan serta penganggaran belanja.

• Peningkatan investasi swasta dalam infrastruktur melalui pembuatan kerangka PPP yang baik, terpercaya, dan transparan secara fiskal.

23

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

kapasitas teknis, operasional, dan manajemen, termasuk bagi PDAM-PDAM terpilih. WBG akan memberi perhatian khusus pada operasi rancangan irigasi, waduk, dan reservoir sesuai perubahan iklim yang baru dan persyaratan produktivitas. Dalam penyediaan layanan sanitasi dan air berbasis masyarakat, proyek PAMSIMAS yang didukung oleh bank akan mengutamakan pembangunan kapasitas perencanaan integrasi sistem sanitasi masyarakat dan rumah tangga yang terpusat, dan penyediaan pembiayaan bagi kotamadya-kotamadya untuk membangun infrastruktur sanitasi. Pembiayaan tersebut dapat ditawarkan kepada lembaga-lembaga daerah yang bersemangat menerapkan rencana-rencana pengembalian biaya operasi dan pemeliharaan yang berkesinambungan.

Keterlibatan inti 3 – Pengembangan Masyarakat dan Perlindungan Sosial

Melalui dukungan selama satu dekade penuh, Bank Dunia telah memberikan kontribusi bagi kesuksesan pembangunan pemerintah yang ikut digerakkan oleh masyarakat dan program-program pemberantasan kemiskinan. Dukungan ini melampaui tahun-tahun yang sulit setelah krisis dan hasil-hasil yang diperoleh telah mendorong pelaksanaan program-program ini secara nasional oleh pemerintah. WBG masih memprioritaskan kerja sama dengan dengan pemerintah untuk memastikan kemajuan yang berkelanjutan menuju pemenuhan tujuan-tujuan pemberantasan kemiskinan, serta mencapai keadilan di seluruh daerah.

Dengan tujuan ini, WBG akan terus mendukung pemerintah dalam perencanaan dan perluasan program secara efektif yang meningkatkan pertumbuhan yang lebih inklusif dan perlindungan sosial. Hal ini akan meliputi CDD dan program-program bantuan tunai bersyarat (conditional cash transfer atau CCT). Dukungan terdiri dari kombinasi antara pembiayaan bersama dan pekerjaan analisis dan konsultasi, yang akan banyak dibiayai oleh dana perwalian. Dukungan CPS untuk efektivitas kelembagaan akan banyak difokuskan pada Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat.

Pendekatan CPS terkandung dalam kemitraan antara Pemerintah dan WBG dan dilatarbelakangi oleh Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri), serta didasarkan atas Proyek Pembangunan Kecamatan yang terlaksana dengan baik dan contoh Proyek Kemiskinan Perkotaan (Urban Poverty Projectatau UPP). Dalam program-program tersebut, WBG telah terlibat cukup lama. Selama sepuluh tahun terakhir, program-program ini telah mengembangkan banyak fitur untuk meningkatkan efektivitas kelembagaan melalui mekanisme-mekanisme akuntabilitas dan strategi-strategi pembangunan kapasitas yang kini diterapkan oleh proyek-proyek lainnya, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri.

Mekanisme akuntabilitas mencakup prosedur-prosedur sederhana dan praktis untuk mengendalikan keuangan, mengungkapkan informasi, memberikan umpan balik, keluhan-keluhan, tindak lanjut, dan resolusi. Penghargaan berdasarkan kinerja diberlakukan pada tingkat masyarakat dengan menggunakan mekanisme akuntabilitas sosial yang ada, dan hal ini diperkuat dengan pemantauan mandiri melalui CSO dan media. Keseluruhan program dirancang untuk menghasilkan permintaan akan tata kelola pemerintahan yang baik di tingkat akar rumput.

Untuk meningkatkan kapasitas, dibuatlah program investasi pelatihan fasilitator masyarakat, dengan tujuan memperkuat kemampuan mereka dalam bidang-bidang tertentu, seperti pemantauan dan evaluasi, perencanaan dan penganggaran, serta pelaksanaan proyek. Kepada mereka diajarkan penggunaan metode partisipatif untuk memastikan bahwa masyarakat mengerti akuntansi dasar dan prinsip-prinsip perencanaan dan manajemen. Program memanfaatkan keahlian lokal secara ekstensif untuk input dan penilaian teknis itu akan memperkuat kapasitas dan memperluas pengalaman di tingkat masyarakat.

Kelompok Bank Dunia (World bank Group/WBG) akan ikut mendanai bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Mandiri (PNPM Mandiri), mendukung perluasan program dengan taksiran investasi tahunan sebesar US$2 miliar. Dengan berlangsungnya PNPM-Pedesaan dan PNPM-Perkotaan, proyek-proyek pengulang diharapkan akan memperluas program PNPM hingga menjangkau 70.000 masyarakat di seluruh Indonesia pada tahun 2009/2010 — tahap awal periode CPS. WBG juga

Tabel 8. Pengembangan Masyarakat dan perlindungan sosial - Hasil-hasil ilustratif yang didukung oleh WBG

Tujuan jangka panjang Indonesia Hasil pembangunan pada akhir FY 12

Mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan keadilan dengan meningkatkan penghidupan dan penyampaian layanan, dan mengurangi kantong sisa kemiskinan tingkat tinggi.

• Meningkatnya kondisi sosial ekonomi dan pemerintahan tingkat daerah dari masyarakat miskin kota dan desa melalui pelaksanaan program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat yang lebih luas.

• Pengeluaran masyarakat lebih memihak pada kaum miskin dengan merealokasi simpanan dari subsidi-subsidi terhadap intervensi-intervensi strategis sasaran dan pelaksanaan Bantuan Tunai Bersyarat yang berhasil

24

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

memberikan dukungan kepada pemerintah yang berupaya membawa prakarsa di sektor kesehatan, pendidikan, pengembangan desa, dan sektor-sektor lainnya di bawah payung PNPM untuk memaksimalkan upaya-upaya pelengkap pengentasan kemiskinan. Selain itu, melalui dana perwalian WBG, mitra-mitra pengembangan lainnya menunjang sejumlah layanan analitis dan konsultasi untuk menggalakkan reformasi kelembagaan yang lebih luas. Sasarannya adalah memperkuat akuntabilitas dan meningkatkan kemampuan proses perencanaan di tingkat masyarakat pada lembaga-lembaga dan sistem-sistem utama, seperti penyelesaian perselisihan dan hal-hal yang terkait dengan hak kebendaan.

Dukungan untuk mengatasi masalah jender disosialisasikan melalui beragam program pemberian saran kebijakan/analisis dan pembiayaan utama. Hal ini mencakup dukungan melalui PNPM, studi mengenai pengiriman uang yang memberikan rekomendasi tentang transfer formal yang dapat digunakan oleh para pekerja wanita dan migran tidak terdaftar, penilaian pasar tenaga kerja yang akan, antara lain, meliputi pemeriksaan dampak kebijakan pasar tenaga kerja atas peluang kerja bagi wanita, penggunaan dana perwalian untuk mendukung program pemberdayaan kepala rumah tangga perempuan dalam mengembangkan dana bergulir berbasis kelompok dan meningkatkan sumber pendapatan, serta dukungan koperasi wanita dalam meningkatkan akses mereka ke pasar.

Keterlibatan inti 4 – Pendidikan

Pada periode CPS, Dukungan Bank Dunia untuk sektor pendidikan akan terus didasarkan pada kemitraan tertutup dengan Departemen Pendidikan Nasional atau Ministry ofNational Education (MoNE) dan Departemen Agama. Keterlibatan inti dari WBG ini ditujukan untuk mendukung perubahan pemerintah dalam sektor pendidikan— suatu perubahan yang fundamental apabila Indonesia ingin bersaing dengan rekan-rekan di wilayahnya secara efektif. Keterlibatan ini akan meliputi seluruh spektrum dalam sektor pendidikan — dari pendidikan anak usia dini dan perkembangan hingga pendidikan tingkat lanjutan dan peningkatan guru — melalui jasa konsultan, serta kegiatan dengan

menggunakan dana perwalian dan proyek-proyek investasi.

Keterlibatan Bank Dunia dalam sektor pendidikan sangat difokuskan pada peningkatan efektivitas lembaga negara dan bukan negara dengan memperkuat akuntabilitas, bersama dengan upaya-upaya yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan lembaga negara, kepala sekolah, staf, dan orang tua. Strategi WBG dirancang untuk menunjang komponen utama dari agenda pemerintah dalam reformasi pendidikan, termasuk membangun mekanisme akuntabilitas sosial, menggalakkan transparansi eksternal dan akses terhadap informasi, dan meningkatkan sistem pemantauan dan evaluasi. Bidang-bidang yang penting juga akan meliputi peningkatan perencanaan dan penganggaran kemampuan, dan pembangunan kemampuan analitis MoNE sendiri untuk mendukung formulasi kebijakan yang lebih baik.

Sebagai contoh, Bank Dunia bermaksud memberikan dukungan pada pemerintah melalui suatu peningkatan sistem melalui program Pendekatan Sektoral atau Sector Wide Approaches (SISWA). Pada tahap awal SISWA — dengan dukungan finansial yang signifikan dari Pemerintah Belanda dan Komisi Eropa— Bank Dunia ikut mendanai program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Program ini berdasar pada prakarsa MoNE untuk mengelola pembiayaan pendidikan dengan lebih baik melalui peningkatan informasi, pemantauan dan evaluasi yang lebih baik, dan praktek-praktek yang lebih efisien dan terstandardisasi. Program BOS mendanai pengeluaran-pengeluaran penting untuk sektor pendidikan dengan cara memberdayakan manajer-manajer sekolah dan meningkatkan kepemilikan melalui manajemen berbasis sekolah. Pada tingkat pusat, program BOS KITA yang baru akan membantu membangun akuntabilitas dan kapasitas pemerintah agar dapat lebih baik memantau, mengelola, dan menyesuaikan pembiayaan pendidikan dasar. Pada tingkat daerah, program akan meningkatkan pemerintahan dan akuntabilitas, dan memberikan dukungan pada kecamatan-kecamatan dan sekolah-sekolah dalam fungsi manajemen, operasional, dan teknis mereka, sejalan dengan strategi desentralisasi Indonesia. Program ini akan berkontribusi meningkatkan kesadaran orang tua

Tabel 9. Pendidikan - hasil-hasil ilustratif yang didukung oleh WBG

Tujuan jangka panjang Indonesia Hasil pembangunan pada akhir FY 12

Meningkatkan: akses terhadap pendidikan dasar untuk mencapai MDG; kualitas pendidikan untuk meningkatkan daya saing dan inklusivitas

• Meningkatnya jumlah guru pendidikan dasar yang memenuhi kualifikasi wajib akademis.

• Meningkatnya efisiensi dan ekuitas dalammendayagunakan sumber daya untuk meningkatkan akses terhadap pendidikan dasar.

• Meningkatnya program-program pelatihan dan sistem pendidikan lanjutan melalui akreditasi kelembagaan; kajian pengusut reguler untuk mengukur efektivitas pelatihan.

• Bertambahnya informasi dan peningkatan pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pembiayaan pendidikan.

25

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

dan masyarakat daerah, memasukkan upaya-upaya untuk meningkatkan transparansi, aliran informasi, dan pengambilan keputusan, dan juga mendukung peningkatan operasional untuk prosedur-prosedur yang efisien. Dukungan sektoral juga akan berusaha memperkuat kemampuan sumber daya manusia melalui peningkatan pada pendidikan medis/kesehatan di negara ini.

Keterlibatan inti 5 – Kelestarian lingkungan dan Penanggulangan Bencana

Indonesia telah menjadi pemimpin dalam permasalahan perubahan iklim. Pada saat yang bersamaan, Indonesia menghadapi berbagai tantangan serius pada sektor kelestarian lingkungan dan manajemen sumber daya alam. Hal ini juga memberikan kesempatan pada Indonesia untuk menikmati perangkat investasi internasional yang dirancang untuk meningkatkan pembiayaan guna membantu negara-negara dalam upaya mereka mengatasi perubahan iklim dan untuk mengusahakan program penanggulangan dan adaptasi yang sesuai. Pada kedua bidang itu, WBG memiliki keahlian yang dapat digunakan oleh Pemerintah. WBG juga akan terus menjalankan peran utamanya dalam rekonstruksi bencana seraya membantu mengurangi kerentanan Indonesia terhadap bencana-bencana alam.

WBG akan terus fokus pada peningkatan perumusan kebijakan dan kemampuan perencanaan yang strategis untuk manajemen lingkungan dan sumber daya alam dan pengurangan risiko bencana yang lebih efektif. Peningkatan akuntabilitas dan pemberantasan korupsi juga penting dalam sektor ini. Keterlibatan WBG dalam kelestarian lingkungan dan penanggulangan bencana melibatkan beberapa interlokutor negara dan nonnegara. Dalam tata pemerintahan, mitra-mitra mencakup sejumlah departemen dan instansi yang berurusan dengan isu perubahan iklim lintas sektoral, termasuk Dewan Nasional Perubahan Iklim atau National Climate Change Council yang baru saja dibentuk, serta Bappenas dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau the National Disaster Management Agency Tentang Penanggulangan dan Pemulihan Bencana. WBG

akan mendapatkan jaringan aktif CSO untuk terus membantu perkembangan akuntabilitas sosial dan mekanisme partisipatif.

IFC akan memiliki peran sebagai katalis dalam keterlibatan sektor swasta dalam upaya-upaya penanggulangan perubahan iklim dan adaptasi melalui pekerjaan analitis dan konsultasi. IFC akan mencari investasi untuk proyek-proyek yang berkaitan dengan panas bumi dan efisiensi energi, termasuk memobilisasi dukungan finansial untuk proyek-proyek tersebut; membantu meningkatkan standar-standar lingkungan pada sektor-sektor yang penting seperti minyak kelapa sawit; dan menggalakkan program reformasi kehutanan yang berkelanjutan dari perusahaan-perusahaan swasta dengan tujuan memungkinkan Indonesia berpartisipasi dalam pasar karbon global.

WBG akan terus mempererat hubungan dengan Bappenas dan Pemda Aceh, Nias dan Yogyakarta untuk menunjang kebijakan pemerintah untuk memperkuat ketahanan terhadap bencana alam. Program rekonstruski Aceh dan Nias akan berlangsung selama periode CPS melalui MDF, juga kegiatan JRF untuk Yogyakarta dan Jawa Tengah. Di tahap kedua, MDF akan menyokong wilayah Aceh melalui masa transisi dari rekonstruksi setelah bencana tsunami ke perkembangan ekonomi yang berkelanjutan. Bagian penting dari upaya-upaya dukungan adalah melalui peningkatan kaspasitas lokal. Pada periode CPS, WBG juga akan – berkonsultasi dengan pemerintah dan mitra lainnya – memberikan dukungan yang diperlukan Indonesia untuk menangani tantangan alam lainnya.

WBG akan mendukung pembangunan kapasitas nasional dan lokal untuk menilai kerusakan bencana, kerugian, dan kebutuhan; menilai kemampuan mengatasi bencana; mendukung perkembangan sistem perlindungan sosial untuk mengelola sumber-sumber-sumber kerawanan; dan merancang perangkat untuk pengalihan risiko finansial dan pembiayaan risiko secara luwes. Metode utama pengurangan risiko dalam proses perkembangan meliputi penguatan kapasitas Bappenas dalam menyusun rencana tindakan nasional, penguatan kemampuan BNPB, dan perencanaan suatu kerangka dengan Departemen Keuangan untuk jaminan risiko bencana.

Tabel 10. Kelestarian lingkungan dan penanggulangan bencana - Hasil-hasil ilustratif yang didukung WBG

Indonesia’s longer-term objectives Hasil pembangunan pada akhir FY 12

Memperkuat kemampuan Indonesia untuk beradaptasi dengan perubahan iklim dan menangani tantangan-tantanan lingkungan termasuk pengembangan manajemen bencana terpadu (meningkatkan kesiapan terhadap risiko bencana, tindakan-tindakan penanggulangan, pemulihan pasca bencana, dan daya tanggap rekonstruksi).

• Pelaksanaan kebijakan dan percobaan untuk mengurangi emisi dari penebangan hutan dan degradasi lingkungan.

• Menguatnya pengurangan risiko bencana dalam perencanaan dan administrasi pembangunan.

26

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Prakarsa utama mendatang untuk mengurangi risiko bencana adalah program tiga tahun pengerukan sungai kota Jakarta (DKI Jakarta), Prakarsa Pengerukan Darurat Jakarta atau the Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI). WBG akan membantu DKI Jakarta menentukan pembiayaan dana hibah untuk pembangunan kapasitas di dalam administrasi kota untuk operasi dan manajemen sistem pengelolaan banjir yang efektif.

Untuk mendorong kelestarian lingkungan, WBG akan mendukung upaya-upaya yang menggalakkan penggunaan sumber daya secara efektif dan transparan. Praktek terbaik global dan pembelajaran akan diterapkan dalam menilai perkembangan alternatif dan jalur kebijakan untuk pertumbuhan terkait lingkungan atau ‘green growth’. Dialog kebijakan WBG akan berusaha mengutamakan diskusi tentang dampan perubahan iklim (dengan perhatian baik pada tantangan penanggulangan dan adaptasi) terhadap sejumlah pelaku, melalui persiapan dan penyebaran informasi dengan tujuan meningkatkan kesadaran tentang emisi karbon, kerawanan lingkungan Indonesia dan pembuatan kebijakan-kebijakan yang relevan.

WBG akan menyokong koordinasi dan memfasilitasi kemitraan dengan sektor swasta dan masyarakat sipil untuk pelaksanaan Rencana Tindakan Nasional terhadap Perubahan Iklim. Satu contoh adalah Aliansi Karbon Hutan Indonesia atau the Indonesia Forest Carbon Alliance. Pemerintah akan berkolaborasi dengan aliansi LSM multidisipliner dan organisasi-organisasi penelitian— didukung oleh mitra-mitra internasional termasuk WBG — untuk meengembangkan dan mencoba desain dan program untuk Mengurangi Emisi dari Penebangan Hutan dan Degradasi atau Reduce Emissions from Deforestation and Degradation (REDD). WBG juga akan membantu Indonesia dalam memanfaatkan banyaknya dana dan perangkat baru yang tersedia untuk menangani bantuan global seperti dana investasi iklim, Dana Adaptasi, serta pasar karbon global.

Bidang kegiatan lainnya

Ada bidang-bidang penting lain yang menjanjikan selama periode CPS dan setelahnya. WBG akan terus menginventasikan beberapa sumber daya di bidang-bidang ini untuk menjaga dan membangun hubungan yang sudah ada dan memelihara kemitraan berkaitan dengan pengetahuan, termasuk melalui penggunaan danaperwalian. Meskipun hal tersebut tidak menjadi keterlibatan inti saat ini, perubahan status dapat terjadi apabila rekan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya menunjukkan komitmen yang jelas untuk menangani tantangan-tantangan kepemerintahan dan kelembagaan yang kritis.

Satu contoh untuk tipe keterlibatan ini adalah dukungan Bank Dunia untuk tinjauan komprehensif terhadap sektor kesehatan dan penilaian mendalam terhadap kinerjanya. Hasil pertama keterlibatan ini adalah Kajian Belanja Publik untuk Sektor Kesehatan yang diluncurkan bersama dengan kementerian pusat dan pemangku kepentingan setempat pada bulan Mei 2008. Kajian Belanja Publik untuk Sektor Kesehatan dan analisis-analisis sektor kesehatan mendatang akan memberikan masukan-masukan analitis untuk uraian agenda reformasi kesehatan dan prioritas-prioritas pengembangan sektoral. Meskipun tidak ada pinjaman baru untuk sektor kesehatan, Bank Dunia tetap terlibat dalam agenda reformasi kesehatan.

WBG juga tetap terlibat dalam sektor pertanian. Sebagai contoh, Bank mendukung program Pemberdayaan Petani melalui Proyek Teknologi Pertanian dan Informasi, sebagai bagian dari upaya Pemerintah merevitalisasi sektor pertanian. Pemberdayaan petani melalui peningkatan jaringan informasi, pengembangan agrobisnis masyarakat, peningkatan hubungan antara penelitian dan perluasan diharapkan membuahkan diversifikasi yang meningkat, penghasilan petani dan daya saing pertanian yang lebih tinggi. Contoh lainnya adalah Manajemen Lahan dan Proyek Pengembangan Kebijakan, yang bertujuan membantu sasaran-sasaran Pemerintah, seperti pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan penggunaan sumber daya tanah berkelanjutan. Secara khusus, proyek tersebut berusaha membantu meningkatkan jaminan kepemilikan tanah melalui sistem registrasi, penerbitan hak milik, dan peningkatan kapasitas Pemda menjalankan fungsi-fungsi manajemen lahan dengan efisiensi dan transparansi yang lebih baik.

STRATEGI KEMITRAAN NEGARA TAHUN FISKAL 2009-2012Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusifuntuk Pembangunan yang Berkesinambungan

BAB 4PELAKSANAAN PROGRAM

28

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Utang publik Indonesia telah turun lebih dari 80 persen PDB pada tahun 2000 dan yang diproyeksikan sebesar 32 persen pada 2008. Utang IBRD juga telah menurun sejak 2001, seperti yang telah disepakati oleh pemerintah dan Bank. Rasio laba utang/ekspor IBRD diproyeksikan menurun dari 2,0 persen pada tahun 2003 hingga 1 persen pada tahun 2008. Sedangkan saham Indonesia dari total risiko IBRD juga menurun dari 8,8 % pada Tahun Anggaran03 hingga yang diperkirakan sebesar 6,7 persen pada tahun anggaran 08 (risiko IBRD Pemerintah Indonesia telah menurun dari US$11,8 miliar pada tahun anggaran 2000 hingga US$ 6,4 miliar menjelang akhir tahun anggaran 2008). Mengingat besarnya pinjaman pada saat krisis keuangan, dan tingkat utang Indonesia yang tinggi, pantas jika risiko Bank harus turun, karena komitmen IDA meningkat. Oleh karena itu, dengan tingkat pengembalian kredit yang tinggi dan berkurangnya pinjaman Indonesia, transfer bersih telah menjadi negatif sejak tahun 2000 (Gambar 4). Sejak reformasi Indonesia mengalami kemajuan, ditunjukkan oleh indikator nilai Penilaian Kebijakan Negara dan Kelembagaan atau Country Policy and Institutional Assessment (CPIA) yang baik, meningkatnya peringkat risiko kredit tak terbatas independen, dan meningkatnya persyaratan pembiayaan, komitmen meningkat secara signifikan pada periode akhir CAS. Pada tahun anggaran 2008, sekitar US$1,3 miliar disediakan sebagai pinjaman dan kredit (sejumlah US$1 miliar berada pada persyaratan IBRD).

Meskipun Indonesia berhasil mengurangi utang, kebutuhan pembiayaan bruto negara diperkirakan melebihi US$21 miliar pada tahun 2008 dan tetap berada pada tingkat tersebut pada tahun-tahun berikutnya. Pemerintah memandang pinjaman-pinjaman WBG, khususnya DPL, sebagai suatu cara bersama memperkuat agenda reformasi dan memenuhi sebagian kebutuhan pembiayaan bruto Indonesia. Dikombinasikan dengan kemajuan makro ekonomi Indonesia, kebangkitan kembali Indonesia sebagai MIC yang dewasa dan hubungannya yang erat dengan WBG

menjadi basis peningkatkan aliran sumber daya IBRD — dengan memperluas seri DPL dan program CDD yang berhasil. CPS juga bertujuan menyediakan kerangka strategis untuk merevitalisasi portofolio pembiayaan investasi WBG, termasuk pembiayaan bersama dan peningkatan program pengeluaran pemerintah. Dengan penghentian akses Indonesia terhadap IDA pada Juni 2008, dan dengan ketentuan potensi penuh terwujudnya program pembiayaan yang diajukan, akan terjadi peningkatan yang signifikan pada volume peminjaman IBRD pada periode CPS (dibandingkan dengan CAS sebelumnya), membalikkan paparan IBRD yang menurun terhadap Indonesia.

Kebutuhan Akan Batasan Pembiayaan yang Fleksibel

Selama periode CPS ini, anggaran tahunan Pemerintah diproyeksikan melebihi US$100 miliar. Pembiayaan dari mitra-mitra pengembangan akan terus menurun secara signifikan. Reformasi penetapan harga IBRD menempatkan WBG pada posisi yang lebih baik untuk memenuhi permintaan Indonesia atas dukungan yang luwes. Untuk memaksimalkan efisiensi operasional WBG, program peminjaman akan memanfaatkan beragam perangkat, seperti:

• DPL: peminjaman berbasis kebijakan yang difokuskan pada reformasi struktural dan isu lintas sektoral, serta reformasi sektoral tingkat tinggi (misalnya, infrastruktur DPL);

• Pembiayaan bersama program pemerintah yang sukses melalui pendekatan luas sektoral;

• Proyek-proyek pengulang dan pembiayaan tambahan untuk meningkatkan dan memperluas dampak proyek yang terlaksana dengan baik; dan

• Lebih banyak perangkat dan produk yang inovatif dan kompetitif, termasuk manajemen risiko keuangan dan perangkat manajemen utang yang baru.

-1000

-800

-600

-400

-200

0

2001 2002 2003 2004 2005 2006 20072000

Arus bersih, US$ juta

200

400

Gambar 4. Transfer Sumber Daya Bank Dunia ke Indonesia

Gambar 5. Menetapkan ruang lingkup dari tahun 2009 hingga tahun 2012

Pinjaman Investasi,dikendalikan dengan kriteria untuk keterlibatanyang sukses

Pinjaman berdasarkan kebijakan,dikendalikan dengan kriteria untuk keterlibatanyang berhasil dan kinerja pada reformasi kebijakan

Program peminjamanberdasarkan kebijakan

ekonomi yang sehat

Batas AtasResiko WBG

Batas Bawah(US$500 juta per annum)

29

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Strategi ini membutuhkan pendekatan dukungan pembiayaan yang fleksibel yang Memungkinkan WBG mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari kesempatan untuk terlibat, sementara itu juga meminimalkan risiko. Berdasarkan atas permintaan dan kinerja saat ini, diharapkan adanya investasi abstrak IBRD tahunan sekitar $2 miliar AS. Volume pinjaman tahunan sesungguhnya dapat bervariasi secara signifikan menaik atau menurun, namun akan setara dengan kinerja makro ekonomis kuat yang berlanjut, stabilitas keuangan, dan momentum pada reformasi utama, dan ditentukan dengan manajemen risiko IBRD yang hati-hati. (lihat Gambar 5). Volume pinjaman tahunan sesungguhnya akan bergantung pada selera pemerintah untuk meminjam dari bank dibandingkan dari sumber-sumber keuangan lainnya, dan kinerja negara. Batas bawah dan volume peminjaman yang berkurang sehingga melemahkan posisi makro ekonomi yang signifikan akan menghasilkan pengubahan substansial pada program reformasi; atau buruknya pelaksanaan proyek-proyek yang didukung oleh WBG. Berdasarkan skenario tersebut, dukungan WBG akan terbatas pada pembiayaan program-program kemiskinan, layanan dasar sosial, dan kebutuhan infrastruktur penting. Batas atas dari batasan peminjaman, yang tunduk pada pertimbangan risiko IBRD, juga akan memperhitungkan tingkat kemajuan pada reformasi-reformasi utama, termasuk reformasi yang didukung oleh seri DPL.

IFC memiliki portofolio investasi yang sudah dipastikan sebesar US$695 juta di Indonesia, yang mana 57 persen diinvestasikan pada proyek pasar keuangan, 24 persen pada agrobisnis dan 17 persen pada manufaktur. Pada tahun anggaran 2007, IFC menyisihkan US$ 278 juta untuk tujuh proyek. IFC berharap dapat menginventasikan sekitar US$300 juta setiap tahun pada sektor prioritas, yakni keuangan, infrastruktur, dan rantai pasokan berbasis komoditas. Program investasi diharapkan berkembang dalam hal percepatan reformasi untuk penyediaan infrastruktur swasta, kemajuan lebih lanjut dalam reformasi sektor keuangan termasuk sektor keuangan nonbank dan penyempurnaan lebih lanjut dalam iklim investasi. Kemitraan tertutup dengan WBG akan diperlukan untuk pembuatan kebijakan dan lingkungan kelembagaan guna peningkatan investasi IFC.

Kerja sama dengan pemangku kepentingan/mitra lainnya

Sejumlah mitra perkembangan utama akan tetap memerlukan kemampuan teknis, manajerial, dan pendelegasian wewenang Bank untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini tercermin dengan serangkaian kemitraan strategis yang kuat, paling signifikan melalui dana perwalian bilateral/multilateral dan pengaturan pembiayaan bersama. Mitra utama WBG berlanjut

untuk mengikutsertakan Asian Development Bank (ADB), Pemerintah Australia, Komisi Eropa (EC), Pemerintah Jepang, Kerajaan Belanda dan Pemerintah Inggris. Kemitraan ini diharapkan untuk dapat tetap kokoh pada periode CPS.

Dana perwalian

Dana Perwalian atau Trust Funds (TF) dan pembiayaan dana hibah terus menjadi bagian penting dalam program WBG. Dengan peralihan Indonesia ke status IBRD pada Tahun Anggaran 2009, dari status ‘campuran’ (dengan akses baik terhadap sumber daya IDA maupun IBRD) berdasarkan CAS sebelumnya, TF akan memiliki suatu peranan penting, namun akan digunakan secara lebih strategis dan sesuai dengan keunggulan komparatif Bank Dunia. Sebagian besar TF akan melengkapi dukungan-dukungan WBG lainnya dalam bidang-bidang keterlibatan inti CPS saat ini dengan memberikan AAA yang bernilai dan bantuan teknis atau technical assistance (TA) (Tabel 11). Mereka mendukung harmonisasi dan penyesuaian pembiayaan dari berbagai mitra perkembangan di belakang program inti pemerintah. Dana perwalian yang paling signifikan membiayai program rekonstruksi di Aceh, Nias, Yogyakarta dan Jawa Tengah. Sisa TF dan hibah akan dipakai membiayai AAA dan TA, serta beberapa kegiatan berskala kecil atau percobaan, di luar bidang-bidang keterlibatan inti saat ini. Sejalan dengan komitmennya untuk menggunakan sistem dan prosedur Indonesia sendiri semaksimal mungkin, WBG berkomitmen agar secara bertahap penerima akan lebih aktif menggunakan dana perwalian.

Portofolio TF WBG (saat ini di atas US$1 miliar) telah berkembang secara signifikan, dan jangkauan dan keragaman pengaturan TF telah menambah kompleksitas pengelolaan program TF. Akibatnya, sistem dan proses yang ada untuk penggunaan TF berusaha memajukan perluasan ini. Perubahan kebijakan saat ini terhadap TF yang disetujui oleh Dewan Bank Dunia telah menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk memperkuat efektivitas operasional, manajemen, dan pengawasan program TF Indonesia. Untuk menjamin efektivitas dan kesinambungan program TF, kerangka manajemen yang baru diikuti sebagai bagian dari CPS ini. Elemen-elemen utamanya adalah:

• Penerapan kriteria pemilihan CPS (lihat bab 2) untuk TF untuk menjamin kelayakan strategis yang meningkat;

• Pengurangan biaya-biaya transaksi, penguatan manajemen portofolio, dan penanggulangan bencana melalui: standardisasi yang lebih besar dan penerapan modalitas yang jelas; penjelasan akuntabilitas; dan perkembangan alat-alat baru yang sesuai untuk negosiasi, pelaksanaan, dan

30

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Tabel 11. Keterlibatan inti: Penjajaran perangkat4

Lembaga pemerintah nasional dan sistem

Lembaga pemerintah daerah dan sistem

Pengembangan sektor swasta

Infrastruktur Pengembangan Masyarakat dan Perlindungan Sosial

Pendidikan Kelestarian lingkungan dan Penanggulangan bencana

Peminjaman Kumpulan DPL; PINTAR; STATCAP; PFM/Layanan Sipil

Kumpulan DPL; LG sokongan DAU/DAK; Pembiayaan sub-nasional IFC

Investasi IFC; Infrastruktur; Fasilitas Keuangan;

Kumpulan I-DPL;Perbaikan & pemeliharaan jalan;Reformasi kegunaan air, reformasi dan pemberian energi; Investasi IFC

Pembiayaan bersama PNPM

Pembiayaan bersama BOS-KITA /SISWA

Perubahan Iklim DPL (atau komponen CC dalam DPL); Jakarta Emergency Dredging Initiative; Investasi IFC

TF5 dan Hibah

Manajemen Keuangan Publik Dana Perwalian Multi-Donor

DSF, Layanan Konsultasi IFC

Layanan Konsultasi IFC; MDTF untuk perdagangan dan investasi

Layanan Konsultasi IFC

TF PNPM Dana Perwalian untuk Pendidikan Dasar

TF untuk Perubahan Iklim, Layanan Konsultasi IFC, Perluasan MDF untuk Aceh & Nias; Periode kedua MDF untuk kegiatan membangun perdamaian

AAA6 PEFA; CPAR; PER; DPR; Harga Komoditas

Keadilan bagi masyarakat miskin, PEACH (program LG PER); analisis antar-pemerintahan; peningkatan kapasitas untuk Indonesia Timur

Layanan Konsultasi IFC;Survei iklim investasi; Fasilitasi perdagangan; Sektor financial

Kajian Pengembangan infrastruktur; Persediaan Air dan Sanitasi

Penilaian kemiskinan; program PenelitianKDP; CCT; strategi pekerjaan yang memihak pada masyarakat miskin; penilaian biaya pengguna CDD

Kajian Belanja Publik (PER) untuk sektor prndidikan, manajemen Guru, dan Penilaian Sektor Pendidikan; dukungan terhadap RENSTRA Pendidikan

Strategi pertumbuhan karbon rendah; kajian REDD, PER Aceh dan Nias; Program kedamaian Aceh; Penilaian kemiskinan di Aceh & Reformasi Ekonomi

________________________________________________4 Lihat Apendiks 10 dan Lampiran B3, B4 untuk detil program peminjaman dan nonpeminjaman yang akan didukung di dalam tiap bidang keterlibatan.5 Selain TF yang baru/akan tercantum di sini, daftar yang lebih lengkap dari TF utama yang berlangsung tersedia dalam Apendiks 10.6 Selain dari produk AAA yang tercantum disini, sejumlah produk segera, mengenai saran kebijakan permintaan, pembanguan kapasitas dan TA lainnya akan disediakan selama masa CPS.

pengawasan TF. Standar-standar umum dan alat-alat untuk menetapkan dan mengalokasikan biaya manajemen, membiayai kategori, dan pelaporan mitra perkembangan akan diikuti. WBG juga mengambil langkah untuk meningkatkan manajemen portofolio TF dan kapasitas pengawasan di dalam tim negara Indonesia.

Keterlibatan pegetahuan

Agenda kemitraan pengetahuan telah lama menjadi pusat dukungan WBG untuk Indonesia dan, sejalan dengan pengalaman dengan MIC lainnya, kepentingan kemitraan ini tumbuh pada periode CPS. Memang, kemitraan pengetahuan akan menjadi kunci kesuksesan pelaksanaan CPS dan, untuk beberapa bidang, menjadi wahana penting keterlibatan WBG.

CPS akan dibangun berdasarkan program AAA dan TA WBG yang ada. Program tersebut mencakup: (i) analisis yang mendukung agenda perkembangan pemerintah (mis. penilaian kemiskinan dan kajian belanja publik); (ii) surat keputusan, ide-ide yang menghasilkan pengetahuan dan makalah; dan (iv) bantuan teknis swadaya. Kegiatan-kegiatan tersebut akan digunakan untuk mendukung keterlibatan inti WBG, serta memungkinkan keterlibatan yang berkelanjutan dan aktif dalam bidang-bidang di luar keterlibatan inti. Selama periode CPS, WBG akan terus memberikan produk pengetahuan dengan pergeseran kecenderungan untuk produk-produk yang dibuat sesuai dengan dan berdasarkan pesanan tepat pada waktunya (tailor-made and just in time). Juga akan ada penekanan yang lebih kuat pada sosialisasi produk dengan menggunakan bahasa Indonesia.

31

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

WBG akan memberikan perhatian khusus pada perencanaan dan prioritas AAA termasuk TA. Upaya yang lebih besar akan dilakukan untuk memadukan AAA dan TA WBG dengan layanan-layanan investasi, dan memaksimalkan harmonisasi dan koordinasi dengan tujuan untuk mengurangi biaya transaksi. Pergeseran penekanan dari transaksi ke hubungan juga berarti bahwa permintaan terhadap AAA dalam bidang-bidang keterlibatan inti mungkin menjadi informal dan dengan pemberitahuan singkat, misalkan, dalam bentuk saran dan diskusi ahli, presentasi pengalaman internasional, surat kebijakan khusus, atau laporan kebijakan pendukung dan keputusan reformasi kelembagaan. WBG akan menggunakan dana perwalian yang sesuai, untuk menanggapi permintaan tersebut secara tepat waktu dan juga menjamin fokus yang berkualitas.

Layanan konsultasi IFC akan bekerja sama erat dengan Bank Dunia untuk reformasi kebijakan dan peraturan di tingkat nasional dan daerah. Upaya-upaya ini akan meliputi saran terhadap kebijakan, penilaian, dan bantuan teknis. IFC akan berusaha memasukkan suara sektor swasta ke dalam diskusi mengenai kebijakan. Hal ini mungkin melalui dialog publik-swasta atau melalui umpan balik kepada lembaga pemerintah yang tepat mengenai upaya pengambilan kebijakan. Program Layanan Konsultasi IFC merupakan bagian yang semakin penting dari keterlibatan IFC di Indonesia dan mengelola dana perwalian bilateral sebesar lebih dari US$40 juta untuk. Dana dipakai untuk pembuatan nasihat kebijakan, konsultasi, dan bantuan sosial yangmendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan meluas.

Untuk melaksanakan program pengetahuan, WBG juga akan berinvestasi pada lembaga pengetahuan Indonesia. AAA dan TA mendatang harus sebisa mungkin dipimpin lembaga-lembaga pemerintah Indonesia atau nonpemerintah, akademia, dan para pencetus gagasan. Pada periode CPS, WBG akan mendorong lembaga pembelajaran nasional, khususnya universitas dan lembaga pencetus gagasan, untuk semakin berperan dalam penyampaian pengetahuan, seraya menggeser perannya sendiri, dari peran sebagai peneliti dan pelaksana aktif ke arah pemberi saran dan pengendali kualitas.

Prinsip-prinsip pelaksanaan dan Pengelolaan

Dengan memperhatikan kebangkitan kembali Indonesia, CPS mencakup beberapa perubahan yang signifikan dalam strukturisasi dan operasi tim WBG. Keberhasilan dalam membangun dan mengembangkan hubungan-hubungan yang efektif dengan lembaga-lembaga rekanan akan diakui. Portofolio WBG yang

telah ada akan dikaji ulang untuk memastikan bahwa semua operasi-operasi mendukung pendekatan CPS dalam berinvestasi di lembaga-lembaga di Indonesia.

Sejak akhir Juni 2008, portofolio pendanaan aktif Bank Dunia (World Bank) terdiri atas 27 proyek dengan komitmen bersih total sebesar lebih dari US$2,9 miliar. Hampir 30 persen dari jumlah proyek dinilai ‘berisiko’, sedangkan sekitar 17,5 persen dari total komitmen dianggap ‘berisiko’. Persentase proyek-proyek ‘berisiko’ (dilihat dari jumlah dan komitmen) meningkat masing-masing dari 15,4 persen dan 10,9 persen sejak akhir tahun anggaran 2007. Beberapa proyek lainnya dinilai cukup memuaskan. Faktor-faktor risiko termasuk kelemahan-kelemahan dalam pengelolaan proyek, korupsi dan penyalahgunaan dana, penangguhan dana rekanan yang dikeluarkan oleh pemerintah, keterlambatan pencairan dana, masalah-masalah pengadaan, dan masalah-masalah pemantauan dan penilaian. Peningkatan kinerja proyek akan diprioritaskan. Usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas portofolio, disamping kebijakan-kebijakan perbaikan yang sedang berlangsung akan meliputi penataan ulang proyek-proyek yang cukup memuaskan dan yang bermasalah untuk mengembalikan pelaksanaan proyek-proyek tersebut ke jalur yang tepat, dengan berfokus pada penghentian komitmen-komitmen yang berisiko. Penanggulangan masalah-masalah juga akan dilakukan secara aktif dengan menindaklanjuti kelemahan-kelemahan tertentu, misalnya, pengucuran dana rekanan, perbaikan atas penyalahgunaan dana dan pengadaan, peningkatan keuangan, dan pengelolaan proyek.

Klien-klien di Indonesia menyatakan kekhawatiran mengenai ‘biaya-biaya transaksi’ nonfinansial yang melekat dalam bantuan yang didanai oleh WBG, seiring dengan kekhawatiran yang semakin sering disuarakan oleh beberapa MIC lainnya yang menjadi klien. Beberapa rencana untuk meningkatkan efisiensi dan waktu pemrosesan sistem administrasi internal WBG sedang berjalan. Sasaran-sasaran dan standar-standar layanan bagi proses-proses kunci akan ditentukan. Pembahasan-pembahasan penyusunan dan peninjauan portofolio secara sistematis dan rutin dengan Bappenas dan badan-badan terkait lainnya juga akan dilakukan. Peninjauan-peninjauan portofolio ini akan memulai penilaian portofolio dana perwalian dan dana hibah utama. Penindaklanjutan masalah-masalah yang belum terselesaikan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab akan menjadi hal yang terpenting dalam pengelolaan portofolio yang lebih baik. Perhatian yang lebih besar juga akan diberikan terhadap berbagai hasil dan dampak dari program-program yang didukung oleh WBG, berdasarkan tinjauan hasil-hasil pengelolaan bersama yang dilakukan pertama kali pada 2007.

32

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Menanggulangi risiko penggelapan dana dan korupsi7 di dalam program-program yang didukung oleh WBG

Akhir-akhir ini pemerintah telah mencapai kemajuan dalam perang melawan korupsi. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya penanganan kasus korupsi pada 2007 di seluruh jajaran pemerintah8, termasuk pemulihan supremasi hukum. Namun, tetap ada beberapa tantangan penting, seperti lambatnya kemajuan pelaksanaan agenda reformasi hukum dan peradilan. Dengan demikian, program-program yang didukung oleh WBG di Indonesia tetap membutuhkan kebijakan-kebijakan antikorupsi yang kuat dan kerangka-kerangka fidusia. CPS didasari oleh CAS, yang memulai kebijakan-kebijakan kepemerintahan dan antikorupsi yang inovatif, dan mencoba untuk lebih memperkuat mekanisme-mekanisme di atas dan efektivitas dari mekanisme-mekanisme tersebut.

Tinjuauan internal yang dilakukan baru-baru ini terhadap mekanisme Rencana Aksi Kepemerintahan dan Antikorupsi) (Governance and AntiCorruption Action Plans atau GAAP) yang dimasukkan ke dalam proyek-proyek yang didukung oleh WB memberikan pelajaran yang berharga. Banyak hal yang harus dilakukan untuk memperkuat kepemilikan pemerintah dan pelaksanaan rencana-rencana tersebut. Akibatnya, ke depan, WBG akan berusaha untuk memastikan bahwa rencana-rencana tersebut relevan dengan usaha-usaha antikorupsi yang dilaksanakan oleh mitra-mitra pemerintah. Memperkuat kepemilikan negara dan pembangunan kapasitas kelembagaan untuk akuntabilitas yang lebih baik dan kinerja yang meningkat — yang telah menjadi salah satu dari berbagai elemen-elemen dari komitmen antikorupsi CAS yang terakhir — akan menjadi fokus utama pelaksanaan CPS. WBG akan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan praktek-praktek tata kelola pemerintahan yang baik dan antikorupsi bersama dengan lembaga-lembaga mitra di Indonesia untuk menghasilkan dampak yang lebih luas dan lebih berkesinambungan.

Selain memasukkan berbagai mekanisme dan alat yang kuat untuk mengawal berbagai pertanggungjawaban fidusia, serta mengandalkan proses-proses investigatif

dan sanksi-sanksinya, WBG akan mendukung dan memperkuat proses-proses investigatif dan sanksi-sanksi pemerintah. Untuk itu, WBG akan memberikan bantuan teknis kepada badan-badan pemerintah yang menyelidiki dugaan-dugaan korupsi, seperti KPK, BPKP dan BPK, atau unit-unit Inspektur Jenderal yang terkait pada instansi-instansi rekanan.

Pemanfaatan mekanisme-mekanisme antikorupsi milik pemerintah secara optimal akan memberi kontribusi kepada sinergi antara kebijakan-kebijakan antikorupsi IFC dan World Bank, terutama dalam bidang-bidang penting yang mendukung reformasi pengaturan yang mengurangi penyewaan dan penguasaan aset-aset negara. WBG juga akan melaksanakan kebijakan-kebijakan dan pelajaran-pelajaran antikorupsi yang timbul dari proyek-proyek CDD. WBG juga akan mengumumkan rancangan dan pelaksanaan program-program lain yang didukungnya. Didasari oleh kesempatan yang diberikan oleh fokus pemerintah terhadap tata kelola pemerintahan yang baik, pendekatan WBG berubah dari pendekatan yang berorientasi transaksi menjadi pendekatan kelembagaan.

Kerangka pengelolaan hasil-hasil

CPS berupaya menggunakan berbagai kegiatan WBG guna mendukung program-program reformasi dan pembangunan Pemerintah. Meskipun pendekatan ini membuat pengukuran dampak langsung kegiatan WBG menjadi lebih sulit, pendekatan tersebut akan mendukung usaha Indonesia dalam transformasi kebijakan dan kelembagaan. Untuk itu, kerangka hasil dirancang untuk merefleksikan fleksibilitas yang melekat dalam pendekatan CPS: variasi-variasi di berbagai keterlibatan yang berbeda dalam kerangka tersebut merupakan indikasi tingkat-tingkat kedewasaan yang berbeda. Sekadar ilustrasi, ada beberapa rekanan dan program yang lebih maju (misalnya, Departemen Keuangan dan pengelolaan keuangan negara) dengan target-target yang lebih terukur dan terdefinisikan, sementara yang lainnya (misalnya, Departemen Lingkungan Hidup dan agenda perubahan iklim) masih berada pada tahap awal. Kerangka hasil akan dipantau dan dimutakhirkan secara berkala. Dialog dengan Bappenas mengenai hasil-hasil program akan dilanjutkan, diperkuat, dan mungkin diperluas hingga mencakup rekanan-rekanan penting lainnya. Penilaian-penilaian tersebut akan berfungsi sebagai pedoman untuk rencana perbaikan-perbaikan yang diperlukan dan dimasukkan ke dalam Laporan Perkembangan CPS yang dijadwalkan untuk presentasi Dewan pada TA11.

________________________________________________7 “Penggelapan dana dan/atau korupsi”. Konsep ini mengacu pada arti penggelapan dana, korupsi, kolusi, koersi dan obstruksi yang didefinisikan dalam Bank’s Guidelines on Preventing and CombatingCorruption in Projects Financed by IBRD Loans and IDA Credits and Grants (Pedoman Bank dalam Pencegahan dan Perlawanan terhadap Korupsi pada Proyek-Proyek yang Didanai oleh Pinjaman IBRD dan Kredit IDA dan Dana Hibah). Lihat juga Strengthening World Bank Group Engagement on Governance and AntiCorruption (Memperkuat Keterlibatan WBG dalam Tata Kelola dan Gerakan Anti Korupsi), Maret 2007,World Bank8 Sumber: Kaufmann D., A. Kraay, dan M. Mastruzzi 2008: Governance Matters VII.

33

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Pengelolaan Risiko

Melakukan investasi pada berbagai lembaga di Indonesia memerlukan keterlibatan yang erat dengan lembaga-lembaga rekanan dan keluwesan untuk memodifikasi program sesuai dengan terbukanya — atau tertutupnya — kesempatan-kesempatan bekerja dengan dan melalui berbagai lembaga tersebut. Penerapan pendekatan ini akan mengurangi berbagai risiko karena keputusan untuk terlibat akan bergantung kepada penilaian yang tepat waktu dan pemberitahuan mengenai kemungkinan keberhasilan. Namun, pendekatan tersebut membuat program WBG terkait dengan berbagai faktor yang menentukan kesempatan-kesempata untuk keterlibatan. Dalam kondisi yang kurang menguntungkan, portofolio WBG mungkin tidak menghadapi risiko, tetapi portofolio tersebut mungkin sangat terbatas. Beberapa Risiko terbesar diuraikan di bawah ini:

Risiko politik: Saat ini, proses pemilihan di berbagai tingkat pemerintahan telah terlembaga dengan baik. Pemilu 2009 tampaknya akan sangat kompetitif. Ada kemungkinan Pemilu akan memberikan berbagai insentif kepada rekanan-rekanan di pemerintah untuk meningkatkan daya tarik politik mereka dengan menonjolkan diri mereka sendiri, sehingga menghambat kapasitas untuk secara bersama-sama melanjutkan berbagai program reformasi yang sulit. Pemilu juga akan memberikan tekanan terhadap pemerintahan untuk memberikan hasil-hasil yang nyata, khususnya dalam bidang-bidang pembangunan infrastruktur, reformasi kepemerintahan, pengembangan masyarakat, jaminan sosial, dan iklim investasi yang diprioritaskan. Pada saat yang sama, Pemilu dapat membuka ruang politik bagi reformasi karena para pemimpin baru dengan amanat yang baru mencari solusi untuk memajukan agenda mereka. Risiko sosial dan ekonomi: Daya tahan Indonesia terhadap guncangan eksternal telah meningkat. Indonesia memiliki dasar-dasar makroekonomi yang kuat. Pemerintah Indonesia berada dalam posisi yang lebih baik untuk menangulangi berbagai risiko ekonomi, dibandingkan di masa lalu. Namun, masih ada beberapa risiko sosial dan ekonomi. Pertumbuhan Indonesia selama tiga tahun terakhir digerakkan oleh kinerja ekspornya. Pertumbuhan dan perdagangan global melambat berarti pertumbuhan yang lebih rendah untuk Indonesia karena ekspor-ekspor langsung ke pasar-pasar yang kena imbas jadi menurun, ekspor-ekspor tidak langsung (komoditas) ke negara-negara tertentu juga menurun dan pasar-pasar internasional tetap tidak stabil. Bergantung pada besaran dan durasi kelambatan tersebut dapat menyebabkan lambatnya penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Kelompok miskin adalah kalangan yang paling terkena dampaknya. Dalam situasi tersebut, dapat timbul potensi risiko lain dari perubahan yang

mendadak terhadap berbagai aset keuangan yang ada di berbagai pasar saham dan obligasi di Indonesia. Kejadian tersebut akan berpengaruh terhadap fluktuasi nilai tukar dan inflasi, sehingga meningkatkan tekanan di dalam negeri. Yang terakhir, selama beberapa tahun terakhir Indonesia telah mengalami berbagai bencana alam besar yang mengakibatkan biaya sosial yang tinggi. Meskipun lebih siap dibandingkan dengan tahun 2004, Indonesia masih rentan terhadap berbagai bencana tersebut.

Risiko sentimen antiutang: Berbagai kekhawatiran mengenai penggunaan dana asing untuk mendukung anggaran Pemerintah telah memicu munculnya aksi penolakan terhadap berbagai pinjaman luar negeri. Penolakan ini khususnya datang dari kelompok masyarakat madani. Sentimen antiutang juga tumbuh di badan legislatif, di mana beberapa partai politik besar. Meskipun telah secara eksplisit menyetujui program pinjaman, namun mereka mengambil posisi yang dimaksudkan untuk membatasi keterbukaan terhadap utang luar negeri. Sentimen seperti itu menimbulkan potensi risiko terhadap berbagai operasi pemberian dukungan terhadap anggaran karena badan legislatif berupaya untuk memainkan peranan yang lebih kuat dalam megawasi pinjaman luar negeri.

Risiko pelaksanaan reformasi: Meski terdapat kehendak politik yang jelas untuk melakukan berbagai reformasi kelembagaan, para pelaku reformasi terkadang kewalahan karena besar dan rumitnya tugas tersebut di hadapan berbagai kepentingan yang melekat (vested interest), dan berbagai perilaku dan budaya organisasional yang mapan. Kapasitas untuk membangun dan melaksanakan berbagai reformasi yang kompleks masih merupakan masalah di semua tingkatan. Hal ini disebabkan karena risiko pelaksanaan tersebut. CPS dirancang untuk pembangunan lembaga, memberikan bantuan teknis, dan dukungan pendanaan bersama untuk rancangan tersebut, serta membantu pelaksanaan berbagai program reformasi pemerintah.

Risiko kepemerintahan dan korupsi: Berbagai risiko fidusia masih tetap signifikan. Melakukan investasi di berbagai program pemerintah dapat menimbulkan kemungkinan WBG dikaitkan dengan program yang dinodai oleh korupsi. Untuk itu, WBG mengusulkan untuk menerapkan pendekatan ini hanya pada bidang-bidang di mana pemerintah memiliki komitmen terhadap reformasi dan kebijakan-kebijakan antikorupsi dan hanya di bidang-bidang di mana WBG dapat membangun keterlibatan untuk waktu yang lama; WBG juga akan mendukung kebijakan-kebijakan untuk memperkuat akuntabilitas dan membangun kapasitas fidusia pada lembaga-lembaga rekanan. Bagi portofolio WBG sendiri, berbagai peraturan kepemerintahan dan antikorupsi yang telah ada akan terus ditingkatkan, dan juga akan memberikan cakupan portofolio kegiatan TF yang lebih luas.

34

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Risiko Kinerja WBG: Indonesia memiliki akses ke berbagai sumber daya yang semakin meningkat untuk memenuhi berbagai kebutuhan bantuan keuangan dan teknis. Akibatnya, pemerintah menghendaki standar-standar kinerja yang lebih tinggi. WBG mencoba memenuhi aspek-aspek tersebut. Dengan demikian, WBG berupaya memenuhi target waktu reaksi yang lebih cepat dalam persiapan dan pelaksanaan proyek-proyek, lebih luwes dalam program pemberian pinjaman, penyederhanaan berbagai prosedur WBG, penyesuaian yang lebih baik dengan berbagai sistem yang dimiliki oleh Indonesia, dan penyesuaian yang lebih tepat terhadap berbagai produk analitis dan pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan dan kerangka waktu pemerintah.

Rancangan CPS ini dan pelaksanaannya akan berusaha untuk mengurangi dampak dari berbagai risiko tersebut di atas terhadap WBG. Fleksibilitas tidak hanya diperlukan dalam pendekatan ini untuk memungkinkan WBG dapay mengurangi berbagai risiko dalam berbagai keterlibatannya, tetapi juga fleksibilitas akan memastikan bahwa kemitraan yang baru antara World Bank Group dan Indonesia akan memenuhi potensinya.

STRATEGI KEMITRAAN NEGARA TAHUN FISKAL 2009-2012Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusifuntuk Pembangunan yang Berkesinambungan

APENDIKS DAN LAMPIRAN

36

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

pengadaan, penyelesaian perselisihan pendapatan, dan pengawasan legislatif. Proyek Pengembangan Kapasitas Statistik (Statistical Capacity Building Project (STATCAP)) di masa depan akan mereplikasi investasi reformasi kelembagaan yang serupa pada Biro Pusat Statistik (BPS), dan karenanya memperkuat penyediaan data ekonomi dan sosial bagi para pembuat kebijakan dan masyarakat umum. Selama periode CPS, reformasi administrasi sistem perpajakan akan didukung oleh Proyek Reformasi Administrasi Pajak Indonesia (Project for Indonesian Tax Administration Reform (PINTAR).

Program dana perwalian. Melalui dana perwalian, WBG memberikan bantuan teknis dan berbagai layanan analitis, khususnya kepada berbagai departemen perekonomian inti. Dana-dana perwalian ini mencakup €14,3 juta Dana Perwalian Multi-Donor untuk Pengelolaan Keuangan Publik (Publik Financial Management Multi-Donor Trust Fund) yang dibiayai oleh Komisi Eropa dan Pemerintah Belanda, dan €20 juta Dana Perwalian untuk Pengembangan Kelembagaan dan Pembangunan Kapasitas dari Pemerintah Belanda (Dutch Institutional Development and Capacity Building Trust Fund) yang mendukung pelaksanaan CAS 2003-08. Secara khusus, Dana Perwalian dari Pemerintah Belanda mendukung Prakarsa Analisis Belanja Publik (Initiative for Publik Expenditure Analysis (IPEA)), yang mendukung Pemerintah dalam pengalokasian dan pelaksanaan anggaran-anggaran nasional dan daerah, dan program reformasi di bidang keadilan daerah (“Keadilan untuk Kaum Miskin”).

AAA dan dialog kebijakan. Melalui dana perwalian dan sumber-sumber daya yang dimilikinya, WBG telah menghasilkan banyak laporan penting mengenai penetapan agenda serta catatan kebijakan dan nasihat berdasarkan permintaan, yang kesemuanya merupakan bagian dari kegiatan terkait pengetahuan yang lebih luas dalam upaya-upaya reformasi berbagai lembaga utama di sektor publik. Laporan-laporan penting tersebut termasuk Spending for Development – Making the Most of Indonesia’s New Opportunities (PER 2007) (Pengeluaran untuk Pembangunan— Mengoptimalkan Peluang-Peluang Baru Indonesia) dan pemutakhiran data ekonomi yang diperbarui dua kali setiap tahun. Laporan-laporan lainnya termasuk Public Expenditure and Financial Accountability Assessment (PEFA 2008) (Penilaian terhadap Belanja Publik dan Akuntabilitas Keuangan), Education Expenditure Review (2007) (Tinjauan terhadap Belanja Pendidikan), dan Health Expenditure Review (2008) (Tinjauan terhadap Belanja Kesehatan). Development Policy Review (DPR) (Tinjauan terhadap Kebijakan Pembangunan) dihasilkan bersama

Catatan 1: Keterlibatan Lintas sektoral 1: Lembaga-Lembaga dan Sistem-Sistem Pemerintah Pusat

World Bank telah terlibat secara intens sejak 2004 untuk mendukung lembaga-lembaga pemerintah pusat, khususnya Departemen Keuangan dan Bappenas, dalam reformasi sektor publik melalui pemberian pinjaman investasi berbasis kebijakan, serta program TF dan AAA yang substansial.

Pemberian pinjaman. Ada dua program yang menegaskan keterlibatan World Bank dalam bidang ini sejak tahun 2004, dan yang juga diharapkan dapat menjadi tulang punggung kegiatan ini selama periode CPS. Pertama, World Bank telah memberikan empat DPL berturut-turut sejak bulan Desember 2004 (DPL1-4). Program DPL telah meningkat dari US$300 juta (DPL1) menjadi US$600 juta (DPL4), dan diharapkan akan mencapai US$700 pada TA09 (DPL5). DPL merupakan wahana utama World Bank dalam mendukung berbagai reformasi kelembagaan inti di bidang pengelolaan keuangan negara dan menghasilkan, di antaranya, pembentukan Rekening Perbendaharaan Tunggal (Treasury Single Account), sebuah sistem akuntansi yang lebih baik dan pembangunan Kantor Pengadaan Nasional9 (National Procurement Office) yang independen.

Kedua, World Bank telah mendukung pelaksanaan berbagai reformasi sektor publik, khususnya di Departemen keuangan melalui Proyek Manajemen Keuangan dan Administrasi Pendapatan Pemerintah) (Government Financial Management and Revenue Administration Project (GFMRAP)). GFMRAP1 (US$65 juta)10 disepakati bersama dengan DPL1, dan melengkapi dukungan DPL terhadap berbagai reformasi di dalam bidang pengelolaan keuangan negara. Lebih khususnya, GFMRAP membiayai berbagai investasi di dalam bidang modernisasi teknologi, pembangunan kapasitas, dan manajemen perubahan. Berbagai proyek tersebut secara langsung mendukung perubahan-perubahan terhadap kerangka-kerangka kelembagaan, insentif, dan organisasional yang mendasar bagi fungsi-fungsi usaha inti Departemen Keuangan dan lembaga- lembaga terkait lainnya, termasuk formulasi kebijakan keuangan, anggaran, kas, audit internal,

Apendiks 1.

________________________________________________9 Program DPL juga telah mendukung pembaruan-pembaruan di bidang Iklim Investasi dan Penyediaan Layanan (lihat keterlibatan-keterlibatan dalam pembangunan sektor swasta dan kemiskinan).10 Terdiri dari US$55 juta dari IBRD, US$5 juta dari IDA, dan US$5 juta dari PHRD (Poverty and Human Resources Development (Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kemiskinan - Jepangese Global Trust Fund (Dana Perwalian Global Jepang).

37

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

dengan CPS ini. Semua hasil tersebut merupakan bagian dari kegiatan untuk mendukung departemen-departemen perekonomian dan sektoral dalam reformasi sektor publik, juga formulasi, alokasi, dan pelaksanaan anggaran. Keterlibatan pengetahuan di masa depan akan memperkuat dukungan WBG dalam reformasi anggaran dan lembaga-lembaga antikorupsi di Indonesia. WBG juga akan mendukung Bappenas dalam mempersiapkan kajian pendahuluan bagi kerangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah tahun 2010-2014 (Government’s Medium-Term Development Plan 2010-14).

Catatan 2: Kegiatan Lintas Sektoral 2: Lembaga-lembaga dan Sistem-Sistem Pemerintah Daerah

WBG mencoba memperluas dukungan terhadap permasalahan utama reformasi kelembagaan dan kepemerintahan di pemerintahan daerah. Berdasarkan kerangka desentralisasi, prioritas akan diberikan kepada perencanaan pembanguan yang lebih responsif terhadap konstituen, peningkatan pengelolaan keuangan negara, dan penguatan akuntabilitas pemerintah daerah. Dukungan akan didasarkan kepada bantuan teknis dan program-program pembiayaan bersama belanja pemerintah daerah, serta keterlibatan langsung dengan kota-kota yang lebih besar apabila memungkinkan.

Pemberian pinjaman. Pendekatan WBG meliputi pemberian pinjaman untuk membiayai sebagian pengeluaran pemerintah daerah. Pinjaman dicairkan sesuai dengan hasil-hasil pemerintah daerah. Pembahasan-pembahasan pendahuluan tengah berlangsung, termasuk identifikasi pemerintah-pemerintah daerah yang akan terlibat dalam proyek. WBG juga akan memperkuat kemitraan yang tengah berjalan dengan melanjutkan kerja sama dalam berbagai program pemberian pinjaman yang ada, seperti Rencana-Rencana untuk Reformasi Pemerintah Daerah (Initiatives for Local Government Reform (ILGR)), Proyek Pembangunan dan Reformasi Sektor Perkotaan (the Urban Sector Development and Reform Project (USDRP)), dan Dukungan untuk Daerah Miskin dan Tertinggal (Support for Poor and Disadvantaged Areas -- SPADA). Selain itu, WBG akan mulai bekerja sama lebih erat dengan kota-kota terbesar untuk membantu mengatasi tantangan-tantangan khusus pertumbuhan dan pembangunan yang ada di kota-kota tersebut.

Program dana perwalian. Melalui AusAID-East Asia and Pacific Infrastructure for Growth Trust Fund, WBG akan memberikan dukungan teknis dan analitis kepada departemen-departemen kunci untuk meninjau pembiayaan pemerintah daerah. WBG juga mendukung peran pemerintah daerah dalam menanggulangi

masalah urbanisasi dan penyediaan perumahan yang semakin meningkat. Analsis terhadap berbagai hambatan dalam membangun pasar untuk pinjaman kota akan mengkaji banyak permasalahan, seperti sumber-sumber penerimaan, hukum dan perundang-undangan, insentif, kapasitas peminjaman (borrowing capacity), dan kemampuan untuk mengembalikan pinjaman. Sehubungan dengan itu, penilaian terhadap pembangunan kawasan pedesaan Indonesia akan berfokus pada kontribusi pusat-pusat perkotaan yang utama terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah, termasuk juga penyediaan layanan kepada masyarakat.

AAA dan dialog kebijakan. Mitra-mitra pembangunan akan mendanai layanan-layanan analisis dan konsultasi kepada pemerintah-pemerintah daerah yang terpilih melalui program Kajian Pengeluaran Publik dan Penyelarasan Kapasitas (Public Expenditure Analysis and Capacity Harmonization (PEACH)) untuk menilai dan meningkatkan kinerja perencanaan dan proses-proses pengaggaran mereka. Selain itu, Fasilitas Pendukung Desentralisasi (Decentralization Support Facility - DSF) mendekatkan beberapa rekanan pembangunan dengan amanat yang besar untuk melibatkan lembaga-lembaga di Indonesia ke dalam kerangka akuntabilitas daerah, seperti lembaga-lembaga perwakilan, media dan jaringan LSM. WBG dan rekanan-rekanan pembangunan yang lain akan terus terlibat bekerja bersama dengan pemerintah-pemerintah daerah melalui Fasilitas Pendukung Desentralisasi untuk Indonesia Timur (Decentralization Support Facility for Eastern Indonesia (SOFEI)), yang telah membangun jaringan pelaku reformasi yang kuat di seluruh bidang Indonesia. Sumber-sumber daya WBG juga akan melengkapi kegiatan-kegiatan dana perwalian untuk mendukung rangkaian catatan kebijakan di atas. Pembahasan kebijakan akan diperkuat melalui sosialisasi berbagai catatan dan dalam bentuk lokakarya multi-pemangku kepentingan untuk membahas berbagai temuan, rekomendasi, dan kegiatan tindak lanjut.

Catatan 3: Keterlibatan Inti 1: Pembangunan Sektor Swasta

Pemberian pinjaman. Pekerjaan World Bank dalam bidang iklim investasi, perdagangan dan keuangan merupakan unsur penting dari program pemberian pinjaman DPL utama yang diadakan oleh Bank. Untuk mendukung CPS yang diajukan, kesempatan-kesempatan pemberian pinjaman tambahan dapat dilihat di berbagai sektor tersebut, sebagaimana yang telah disepakati bersama dengan pemerintah. Dalam bidang keuangan/infrastruktur, Bank mempersiapkan dana pinjaman sebesar US$100 juta untuk mendukung pembangunan lembaga pembiayaan infrastruktur yang dapat mempercepat investasi swasta dalam bidang

38

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

khusus (misalnya, laporan ESW mengenai dampak dari harga komoditas yang tinggi terhadap strategi pembangunan Indonesia) merupakan contoh-contoh kegiatan. Kegiatan lainnya adalah catatan-catatan kebijakan reaksi-cepat atas permintaan yang mendukung berbagai permasalahan yang timbul dalam sektor-sektor iklim investasi, perdagangan dan keuangan. Yang terakhir, dialog kebijakan yang tengah berjalan dan masukan-masukan terhadap berbagai usaha reformasi yang tengah dijalankan pemerintah, merupakan kegiatan-kegiatan yang berdampak tinggi yang akan terus didukung. Mitra-mitra utama pekerjaan ini adalah Menteri Koordinasi Bidang Ekonomi, Departemen Perdagangan, Bapepam-LK, Bank Indonesia, dan badan-badan lainnya yang terkait. Hubungan yang erat dengan, dan masukan-masukan terhadap industri keuangan, sektor swasta, dan badan-badan otonom menjadi kegiatan-kegiatan penting yang akan dilanjutkan.

Catatan 4: Keterlibatan Inti 2: Infrastruktur

WBG akan memberikan dukungan keuangan dan konsultasi terhadap rencana pembiayaan infrastruktur pemerintah sebagaimana dinyatakan dalam RPJM. Berbagai sektor kunci yang dicakup melalui serangkaian infrastruktur DPL (Infrastructure DPLs (I-DPLs)) dan pengaturan dana-terkumpul pembiayaan bersama, termasuk energi, jalan, dan infrastruktur perkotaan, seperti perumahan, penyediaan air dan sanitasi.

Pemberian pinjaman. Dukungan WBG mencakup program penting pemberian pinjaman investasi untuk beberapa proyek penting di bawah ini:• Dukungan pemberian pinjaman investasi untuk

sektor energi utamanya akan berfokus pada teknologi-teknologi energi yang bersih dan terbarukan termasuk investasi energi panas bumi, pumped storage, teknologi-teknologi maju penggunaan batu bara, proyek-proyek transmisi dan distribusi energi, proyek-proyek pendistribusian gas, dan penyediaan energi listrik bagi kawasan pedesaan. Investasi-investasi strategis akan berusaha memfasilitasi penataan ulang kelembagaan dan reformasi kebijakan PLN yang akan meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya pasokan PLN.

• Pembangunan infrastruktur perkotaan akan berfokus pada beberapa permasalahan kunci, seperti peningkatan penyediaan air dan sanitasi, dan perumahan murah. Berbagai proyek pengelolaan air akan terus membidik berbagai permasalahan yang menjadi prioritas, seperti pengendalian banjir dan peningkatan kerja bendungan. Dalam bidang sanitasi, proyek PANSIMAS WBG yang sedang berjalan, untuk penduduk daerah perkotaan dan pinggiran, difokuskan pada pembangunan kapasitas untuk merencanakan integrasi sistem

infrastruktur. Ini merupakan kegiatan inovatif yang melibatkan Bank dan IFC (yang akan memberikan andil yang sama dalam lembaga tersebut) juga beberapa rekanan pembangunan lain, selain para investor swasta. Dukungan pemberian pinjaman investasi yang digerakkan oleh permintaan yang lain dapat diberikan kepada sektor-sektor di mana kebutuhan penguatan dan restrukturisasi kelembagaan teridentifikasi melalui berbagai kegiatan AAA/TA yang sedang berjalan.

Program dana perwalian. Melalui dana perwalian, WBG memberikan bantuan teknis tambahan, nasihat kebijakan, dan pembangunan kapasitas di sektor iklim investasi, perdagangan dan keuangan kepada departemen-departemen bidang perekonomian yang terpenting, organisasi-organisasi dan pemerintah-pemerintah daerah, dan lembaga-lembaga yang terlibat dalam program-program pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Dukungan yang memadai kepada pemerintah-pemerintah daerah untuk memelihara lingkungan yang kondusif bagi pengembangan UKM akan diberikan. Dana perwalian IFC mencakup dana yang diperkirakan mencapai US$40 juta selama lima tahun yang digalang dari bantuan pemerintah-pemerintah bilateral, dan IFC, agar Layanan Konsultasi IFC (IFC Advisory Services) terlibat dalam rencana-rencana pembangunan ekonomi berjangkauan luas. Bank juga memberikan kontribusi melalui Dana Perwalian Belanda untuk Peningkatkan Iklim Investasi dan Program Pemerintah Belanda untuk Meningkatkan Kebijakan Perdagangan Indonesia yang masing-masing mencapai US$3,9 juta dan US$2,5 juta. Bank juga mempersiapkan Dana Perwalian Multi-Donor (Multi-Donor Trust Fund), yang pada awalnya diperkirakan bernilai US$7 juta. Fasilitas ini bertujuan memperkuat lembaga-lembaga Pemerintah Indonesia (misalnya Departemen Perdagangan dan Tim Nasional untuk Peningkatan Ekspor dan Investasi (National Team for Export and Investment Promotion/PEPI) dalam mengelola secara efektif dan efisien tantangan-tantangan untuk meningkatkan daya saing perdagangan, iklim investasi, dan sektor keuangan dengan mendukung reformasi kelembagaan, meningkatkan pelatihan pengelolaan SDM, mempersiapkan tim ahli, dan memberikan TA dan nasihat kebijakan untuk mendukung usaha-usaha reformasi dan restrukturisasi.

AAA, TA dan dialog kebijakan. Program ini didukung melalui sumber-sumber daya yang dimiliki oleh Bank yang sebagian besar tersedia dari sumber-sumber daya TF. Produk-produk unggulan yang menentukan berbagai agenda reformasi multi-tahun dengan analisis yang menjadi dasar beberapa paket reformasi pemerintah (misalnya, laporan dan laporan yang akan datang dari lembaga-lembaga keuangan nonbank mengenai peningkatan akses terhadap berbagai layanan keuangan) dan berbagai laporan yang terpenting mengenai berbagai masalah

39

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

bagi sanitasi lingkungan dan rumah tangga yang tersentralisasi, dan menyediakan pembiayaan jangka panjang untuk pembangunan infrastruktur sanitasi.

• Direktorat Jenderal Bina Marga (DGH) program pemeliharaan jaringan jalan raya nasional, dengan tujuan-tujuan yang jelas bagi kondisi jaringan, menjadikan lembaga ini kandidat yang memenuhi persyaratan untuk menjadi rekanan dalam pelaksanaan program-program pembangunan dalam operasi-operasi jalan nasional dan daerah. Proyek-proyek peningkatan jalan akan dipusatkan pada usaha-usaha untuk memperkuat fidusia, kapasitas-kapasitas operasional dan pengelolaan dari rekanan-rekanan setempat, dan untuk meningkatkan laju pelaksanaan proyek-proyek yang sedang berjalan.

Program dana perwalian. Melalui AusAID-Dana Perwalian untuk Pertumbuhan Infrastruktur Asia Timur dan Pasifik, WBG akan memberikan dukungan teknis dan analitis kepada departemen-departemen kunci untuk meninjau peran Pemerintah dalam penyediaan perumahan. WBG akan memberikan dukungan kepada pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan kebijakan dan strategi dalam memberikan kesempatan kepada penduduk ekonomi lemah perkotaan untuk memiliki rumah. Perhatian khusus akan diberikan kepada kondisi pasar perumahan dan pertanahan (persediaan dan hambatan-hambatan), akses terhadap pembiayaan perumahan, dan analisis mengenai lingkungan kumuh yang ada sekarang (termasuk kepadatan penduduk dan distribusi geografis).

AAA dan dialog kebijakan. WBG bekerja bersama empat badan dalam bidang pembangunan kebijakan infrastruktur: Direktorat Jenderal Bina Marga (DGH), Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (DWR) dan Direktorat Jenderal Cipta Karya (DHS) — semuanya dalam lingkup Departemen Pekerjaan Umum — juga dengan perusahaan negara penyedia energi listrik (Perusahaan Listrik Negara, atau PLN). WBG akan terus bekerja sama dengan DWR dan DGH untuk memperbaiki berbagai kebijakan yang mendukung peningkatan akses terhadap air yang disalurkan melalui pipa dan sanitasi perkotaan yang terjangkau. Kemudian, karena transportasi merupakan salah satu dari sumber utama penghasil Gas Rumah Kaca (GHG) yang terus meningkat, WBG akan bekerja untuk menilai situasi terakhir dan berbagai tindakan kebijakan utama yang perlu diambil untuk meningkatkan kualitas udara dan mengurangi emisi. Tindakan-tindakan yang dapat diambil melalui perundang-undangan dan insentif keuangan akan diidentifikasi dalam catatan kebijakan singkat, juga berbagai materi sosialisasi lainnya yang sesuai untuk berbagai media, kelompok penekan publik, produsen mobil, dan LSM.

Catatan 5: Keterlibatan Inti 3: Pengembangan Masyarakat dan Perlindungan Sosial

WBG akan tetap mendukung pemerintah menanggulangi kemiskinan dan memastikan pemerataan dan pencakupan seluruh wilayah. Kendati laju pertumbuhan makro ekonomi cukup mengesankan selama beberapa tahun terakahir, angka kemiskinan di Indonesia tetap tinggi. Sebanyak 36 juta atau 16,7 persen penduduk berpenghasilan di bawah garis kemiskinan nasional (US$1,55/hari) dan hampir separuh dari jumlah penduduk (49 persen) berpenghasilan di bawah US$2/hari (2007). Kinerja Indonesia tetap rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangganya dalam hal akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, air dan kebersihan lingkungan, pendidikan dan layanan dasar lainnya.

Dukungan WBG terdiri atas bantuan dalam aspek pertumbuhan makro ekonomi sebagaimana disebutkan di bagian lain CPS ini, serta program pemberian layanan dan penanggulangan kemiskinan langsung. Aspek yang disebutkan terakhir akan dicapai melalui kombinasi pinjaman pembiayaan bersama, AAA dan bantuan teknis dan pedoman kebijakan tentang strategi dan program penanggulangan kemiskinan. Mitra utama pemerintah adalah Komisi Penanggulangan Kemiskinan Pemerintah yang dipimpin oleh Kementerian Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, serta Bappenas dan Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesejahteraan Sosial, Pendidikan dan Kesehatan.

Pemberian pinjaman. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) merupakan program penanggulangan kemiskinan nasional yang dipimpin oleh pemerintah. Program ini dimulai menyusul pengalaman sukses 10 tahun sebelumnya dengan Program Pengembangan Kecamatan (KDP) Bank Dunia dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (UPP). Untuk tahun 2008-2009, program tersebut meliputi dua WBG SILS dengan total US$409 juta serta pendanaan nasioal dan mitra pemerintah lokal dan program pengembangan masyarakat lainnya yang bernilai setara dengan kurang lebih US$1,8 juta. Program penanggulangan kemiskinan yang lebih kecil lainnya dikemas menjadi PNPM Mandiri guna membuat program penanggulangan kemiskinan di tingkat masyarakat lebih sederhana dan terkoordinasi. Saat ini PNPM Mandiri mencakup hampir 70 persen kelurahan (sub-districts) dan kota. Program ini direncanakan akan berlanjut hingga tahun 2015, dan WBG serta donor lainnya akan mendukung upaya-upaya tersebut melalui pinjaman bergulir [repeater loans].

40

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Program penanggulangan kemiskinan utama lainnya yang didukung oleh Bank adalah program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Bank memberikan dukungan teknis dan pedoman untuk rumah tangga tradisional dalam program BLT (Program Keluarga Harapan), serta dukungan keuangan melalui program PNPM Mandiri dan panduan masyarakat tentang BLT. Kedua program tersebut dimulai pada tahun 2007 dan diharapkan akan berlanjut selama beberapa tahun ke depan.

Program dana perwalian. Kegiatan-kegiatan AAA dan bantuan teknis didanai terutama oleh salah satu dari dua dana perwalian utama. Fasilitas Dukungan PNPM didirikan pada awal 2008 dengan sekitar US$40 yang merupakan komitmen awal dari Belanda, DANIDA dan AusAid. Dana tersebut ditujukan untuk berbagai kegiatan evaluasi, penelitian khusus dan bantuan teknis terkait dengan pelaksanaan PNPM. Selain itu, Dana Perwalian Belanda memberikan dukungan terhadap pelaksanaan AAA dan pekerjaan teknis dari tim penanggulangan kemiskinan PREM sebagaimana diuraikan di bawah ini. Dana Perwalian Belanda memberikan kurang dari €1,8 juta untuk mendukung berbagai kegiatan, seperti penilaian program penanggulangan kemiskinan, panduan data dan kebijakan, kegiatan pengembangan kapasitas kelembagaan, dukungan pelaksanaan untuk program pokok penanggulangan kemiskinan (perlindungan sosial) dan kegiatan penggunaan bersama hasil-hasil serta pengetahuan.

AAA dan dialog kebijakan. Pekerjaan AAA dalam bidang penanggulangan kemiskinan dibiayai terutama oleh dana perwalian, dengan Anggaran Bank (BB) yang menanggung biaya staf Inti Bank Dunia. Dalam kaitannya dengan PNPM, hal ini memungkinkan sumber daya terbatas yang dimiliki oleh dana perwalian menghasilkan hasil imbal yang tinggi dalam hal panduan kebijakan, bantuan teknis strategis dan pengetahuan analitis. AAA dan dialog kebijakan selama periode CPS ini akan terdiri atas:• Sepuluh evaluasi dan kajian berbeda tentang PNPM

Mandiri guna mengevaluasi dampak kemiskinan, efektivitas biaya, pencakupan, dan berbagai aspek kegiatan operasinya.

• Pedoman teknis dan saran kebijakan tentang strategi dan reformasi penanggulangan kemiskinan, serta pengawasan atas dua pinjaman Bank Dunia, PNPM Perdesaan dan PNPM Perkotaan.

• Bantuan teknis dan evaluasi tentang program BLT percontohan dan perlindungan sosial secara umum.

• Penilaian terhadap program penanggulangan kemiskinan utama lainnya.

• Beberapa eksperimen terkait penetapan sasaran dan pengelolaan program penanggulangan kemiskinan.

• Pemantauan dan evaluasi terhadap pengembangan kapasitas dengan Bappenas dan departemen lainnya.

• Pekerjaan analitis dan pedoman teknis terlakit kebijakan ketenagakerjaan nasional.

• Meningkatnya pengukuran kemiskinan dan pengembangan kapasitas statistik.

Catatan 6: Keterlibatan Inti 4: Pendidikan

Bank Dunia semakin mempererat kerja samanya dengan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Agama (Depag), dengan penekanan pada bidang-bidang strategis dalam sektor pendidikan melalui penggabungan pemberian pinjaman, bantuan teknis dan dialog tentang kebijakan.

Pemberian pinjaman. Portofolio pemberian pinjaman telah mengalami peningkatan yang cukup berarti, dengan tiga proyek yang dimulai sejak tahun 2006 dan tiga proyek lainnya yang sedang dalam tahap perencanaan. Di antara proyek-proyek yang saat ini tengah berjalan, proyek Peningkatan Pengelolaan Pendidikan Tinggi untuk Relevansi dan Efisiensi (IMHERE senilai US$117 juta) diluncurkan pada tahun 2006 dengan tujuan mengembangkan kapasitas untuk mereformasi dan mengawasi sistem pendidikan tinggi dan meningkatkan kualitas akademis dan kinerja kelembagaan. Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia Dini (ECED senilai US$127 juta – termasuk US$23 juta dalam bentuk pembiayaan dari Belanda) dimulai pada tahun 2007 dan bertujuan untuk membentuk sekitar 6.000 lokasi ECED berbasis masyarakat untuk anak-anak yang berusia hingga enam tahun di kabupaten-kabupaten dan desa-desa miskin yang menjadi sasaran. Proyek ini akan membantu menyeimbangkan bidang bermain bagi anak-anak miskin yang putus sekolah dan mengulang sekolah karena ketidakseimbangan akses terhadap peluang memperoleh pendidikan dini. Pendidikan yang Lebih Baik melalui Reformasi Manajemen dan Peningkatan Mutu Pendidik Semesta (BERMUTU senilai US$195 juta, dengan US$52 juta dalam bentuk pembiayaan dari Belanda) dimulai pada tahun 2008 dan ditargetkan untuk wilayah-wilayah yang akan membantu pemerintah menerapkan Undang-Undang tentang Guru pada Desember 2005, yang berkaitan dengan peningkatan signifikan terhadap insentif yang diterima oleh para guru sebagai dampak dari meningkatnya komptensei guru bersertifikasi. Proyek tersebut mendukung struktur yang penting dalam proses sertifikasi dan peningkatan mutu. Bidang yang dicakup adalah akreditasi terhadap universitas, pengembangan kapasitas kelompok guru (yang merupakan bagian penting dalam peningkatan mutu guru) dan reformasi sistem pengembangan dan pembinaan guru. Di antara proyek-proyek yang tengah dipersiapkan, BOS-KITA, suatu proyek berjangka tigatahun yang diusulkan senilai AS$600 juta dan dimulai pada bulan Oktober bertujuan untuk mendukung program pokok pemerintah dalam menyediakan dana operasional bagi sekolah dasar dan sekolah menengah

41

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

pertama di seluruh negeri. Proyek tersebut akan memperkuat program BOS yang telah ada melalui pembentukan suatu unit pemantauan independen dan kampanye informasi. Perbaikan Sistem melalui program Pendekatan Berwawasan Sektor (SISWA) ditujukan untuk mengalihkan bantuan dari donor secara bertahap bagi program dukungan sektor pendidikan dasar dan dimaksudkan sebagai alat bagi Pemerintah untuk pada akhirnya (tahun 2010) melakukan aliansi, koordinasi dan memfokuskan semua bantuan dari donor bagi pendidikan dasar. Program yang diusulkan bernilai sekitar US$1 miliar ini (US$200 juta berupa pemberian pinjaman Bank Dunia) dipimpin oleh Pemerintah dengan para mitra utama termasuk Pemerintah Negeri Belanda, Komisi Eropa dan AusAID. Pemanfaatan Pengetahuan dan Kewirausahaan yang Lebih Baik guna Merevitalisasi Askes Terhadap Pekerjaan (BEKERJA, saat ini diusulkan sebesar US$100 juta) merupakan program penciptaan lapangan kerja bagi kaum muda yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi pasar tenaga kerja bagi kaum muda dengan mengatasi kendala-kendala, baik pada sisi permintaan maupun penawaran, dalam pasar tenaga kerja terampil. Program tersebut saat ini sedang berada dalam tahap pembahasan dengan mitra pemerintah dan akan mencakup kegiatan-kegiatan yang mendukung pemberian voucher bagi penduduk usia muda yang menganggur agar dapat memperoleh pelatihan keterampilan dan pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah.

Program dana perwalian. Terdapat dua dana perwalian besar yang saat ini tengah berjalan guna mendukung kebijakan strategis bidang pendidikan. Program Dukungan Pendidikan Dasar dari Belanda senilai US$11,1 juta telah ditargetkan guna mempertajam kebijakan nasional dan dalam pemberian dukungan teknis segera (just-in-time) yang diperlukan dalam bidang-bidang penting, yang mencakup: (i) Manajemen Guru dan Kualitas Pendidikan, (ii) Percontohan Sertifikasi Guru dan kebijakan Perekrutan dan Penempatan Guru, (iii) Meningkatkan Struktur Pertanggungjawaban, Insentif dan Dukungan dalam Pendidikan Dasar, (iv) Pemantauan dan Evaluasi Pendidikan, dan (v) ICT dalam pendidikan. Dana Perwalian sebesar €39 juta untuk Kapasitas Pendidikan Dasar (BEC-TF) dibentuk bersama oleh Komisi Eropa dan Pemerintah Belanda dengan tujuan mendukung pemerintah meningkatkan penyediaan pendidikan dasar yang terdesentralisasi. Program ini juga dimaksudkan untuk menetapkan dasar dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu program investasi utama yang berwawasan sektor. Tujuan-tujuan tersebutakan dicapai melalui pentargetan kegiatan analitis, dialog tematik dalam pendidikan antara pemerintah dan donor, dan pengembangan dan penguatan kapasitas dalam sistem perencanaan, penganggaran, pengelolaan keuangan, M&E, dan pengelolaan sumber daya manusia.

AAA dan dialog kebijakan. Bersamaan dengan pemberian pinjaman untuk pengembangan dan persiapan, serangkaian pekerjaan AAA telah dilaksanakan untuk mendukung pemerintah dalam melaksanakan bidang-bidang pokok, termasuk rencana strategis (RENSTRA) jangka menengah pemerintah, peraturan-peraturan berdasarkan Undang-Undang tentang Guru, tugas analitis tentang mekanisme bagi sertifikasi guru, perekrutan dan penempatan guru, pendidikan inklusif, menjangkau golongan yang rentan dan cacat, sistem informasi manajemen pendidikan, kerangka kualitas bagi pendidikan anak usia dini dan pemberantasan buta huruf bagi penduduk dewasa. Tugas Ekonomi dan Sektor formal (ESW) berikutnya direncanakan akan dilaksanakan dalam empat bidang, yaitu (i) Penilaian Sektor Pendidikan, yang akan memberikan bantuan teknis guna mendukung pemerintah mempersiapkan laporan “penilaian di sektor pendidikan” yang secara teknis baik, yang akan menjadi suatu dasar analitis bagi penyusunan rencana strategis (RENSTRA) jangka menengah tahun 2009-2014 yang saling berkaitan dan terfokus, (ii) Kualitas Guru, difokuskan pada upaya membantu Pemerintah dalam menyusun kebijakan-kebijakan baru atau memperbaiki kebijakan-kebijakan yang telah ada guna meningkatkan kualitas guru dengan tujuan meningkatkan pembelajaran murid, (iii) Perekrutan dan Penempatan Guru, yang akan menjembatani kesenjangan pengetahuan dan memberikan rekomendasi tentang kebijakan yang berisi informasi tentang strategi perekrutan dan penempatan guru di Indonesia, dan (iv) Evaluasi Pengembangan Pendidikan Usia Dini, yang merupakan penelitian bersama antara Unit Pengembangan Anak Usia Dini (ECDU) di Departemen Pendidikan Nasional dan Bank Dunia, yang bertujuan mengadakan evaluasi berkualitas tinggi tentang program ECED dan memberikan bukti yang diperlukan dalam meningkatkan kesadaran dan advokasi terhadap pengembangan anak usia dini dan pentingnya kesiapan dari pihak sekolah.

Catatan 7: Keterlibatan Inti 5: Kelestarian Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana

Menyusul peran utama Bank dalam rekonstruksi Aceh, Nias, dan Yogyakarta, CAS diubah pada bulan September 2006 sehingga mencakup suatu pilar manajemen risiko bencana. Hal ini mendorong Bank untuk memberikan dukungan bagi pengaturan perundang-undangan dan kelembagaan yang baru untuk menanggulangi risiko bencana (DRR) dan mengintegrasikan DRR pada pekerjaan sektoral. Bantuan teknis bersama diberikan untuk bidang-bidang pokok, antara lain pengembangan kapasitas pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan penilaian terhadap kerusakan akibat bencana, kerugian dan kebutuhan; menilai kemampuan untuk

42

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

menanggung peristiwa yang bersifat bencana. Sementara itu, pada tahun 2007 Bank telah menjadi sumber pendukung utama bagi penanggulangan perubahan iklim dan kegiatan adaptasi. Kegiatan ini melibatkan dukungan bagi Kementerian Lingkungan Hidup untuk mempersiapkan Bali COP 13, bantuan bagi Departemen Kehutanan dalam mengembangkan program tentang REDD, kemitraan dengan Departemen Keuangan untuk mengembangkan strategi tingkat pertumbuhan karbon rendah (low carbon growth) dan bekerja sama dengan Bappenas untuk merumuskan suatu program perubahan iklim nasional dan adaptasi pengelolaan bencana.

Pemberian pinjaman. Kegiatan terkait dengan perubahan iklim tersebut masih relatif baru, tetapi suatu pilar perubahan iklim tengah dikembangkan sehubungan dengan adanya pinjaman untuk Kebijakan Pengembangan Kelima (DPL 5) guna mencakup tindakan-tindakan prioritas yang terkait dengan konsolidasi, penanggulangan dan adaptasi kelembagaan. Pilar ini telah meningkatkan DPL 5 sebesar US$100 juta. Setelah kepemimpinan lembaga yang menangani isu perubahan iklim ini dikonsolidasikan dan Bank telah memiliki mitra yang jelas, maka dimungkinkan untuk mempertimbangkan serangkaian DPL untuk perubahan iklim yang dapat dioperasikan secara independen. Bank membantu pembiayaan untuk pengembangan portofolio proyek-proyek Mekanisme Pembangunan yang Bersih (CDM) dan mengutamakan adaptasi terhadap iklim keseluruhan portofolio pemberian pinjaman Bank. Akhirnya, Dana Investasi sektor Kehutanan yang baru muncul memberikan suatu peluang untuk memberikan pinjaman konsensi kepada Indonesia guna mendukung, antara lain, pengembangan awal dari proyek-proyek REDD. Bank Dunia menanggapi dua bencana berskala nasional (Aceh/Nias dan Yogyakarta) dengan memrogram ulang portofolio pemberian pinjamannya guna memungkinkan tersedianya dana bagi program-program rekonstruksi berbasis masyarakat. Bank Dunia juga memiliki portofolio proyek-proyek signifikan yang dibiayai dengan hibah di kedua wilayah tersebut. Terdapat kemungkinan untuk mengembangkan suatu opsi drawn-down bencana (CAT DDO) apabila pemerintah mempunyai minat terhadap mekanisme pembiayaan “jalur kredit” (line-of-credit) yang baru tersebut. Upaya-upaya yang lebih luas akan dilakukan untuk mengintegrasikan DRR dan adaptasi perubahan iklim ke dalam siklus proyek.

Program dana perwalian. Dana perwalian memberikan dukungan bagi perubahan iklim Bank yang mencakup bidang-bidang berikut ini:• REDD: sekitar AS$1 juta dalam bentuk perjanjian

yang dapat dibayarkan kembali dari Pemerintah Australia dan DFID ditambah dana dari PROFOR Bank guna membantu Aliansi Iklim Hutan Indonesia (Indonesia Forest Climate Alliance) dengan

mengembangkan program REDD nasional.• Arah menuju Kelestarian: US$200.000 dari

PROFOR yang meluncurkan lebih dari US$2juta dana dari AusAID dan CSIRO guna mengembangkan peralatan contoh makro dan mikro agar Bappenas memahami konsekuensi-konsekuensi lingkungan hidup akibat arah pembangunan yang berbeda dengan lebih baik (termasuk emisi gas rumah kaca).

• Low Carbon Growth: US$360.000 melalui Hasil Pendanaan Eksternal dari AusAID untuk mendukung studi tentang pertumbuhan karbon yang rendah melalui kemitraan dengan Departemen Keuangan. Komitmen sumber daya tambahan diharapkan datang dari DFID untuk proyek ini.

• Tambahan hibah sebesar US$1-2 juta dari WASAP tengah diajukan untuk suatu studi percontohan tentang pengelolaan sumber daya air terkait dengan keberadaan sumber utama emisi karbon di Indonesia, yaitu penurunan lahan gambut.

Diskusi antara mitra pengembangan dan pemerintah Indonesia telah diadakan untuk menciptakan suatu MDTF bagi perubahan iklim, yang akan mendukung rencana aksi perubahan iklim Pemerintah Indonesia dengan membiayai Bantuan Teknis, pengembangan kapasitas dan kegiatan percontohan. Setelah pemerintah menemukan mitra yang sesuai, dana tersebut akan diaktifkan.

Dana perwalian telah digunakan untuk menanggulangi bencana besar dan memprakarsai suatu program guna mengarusutamakan DRR. Bank telah menciptakan dan mengelola dana MDTF sebesar US$697 juta untuk Aceh dan Nias untuk rekonstruksi pascabencana melalui suatu Portofolio dari 20 proyek, yang separuhnya diawasi oleh Bank. Serupa dengan hal di atas, komitmen sebesar lebih dari US$84 juta telah diberikan bagi Rekonstruksi Jawa menyusul bencana gempa bumi di Yogyakarta/Jawa Tengah. Proyek utama perumahan yang dibangun oleh masyarakat diawasi oleh Bank. Untuk DDR, hibah sebesar US$1,25 juta telah diterima dari Fasilitas Global untuk Penanggulangan dan Pemulihan Bencana (Global Facility for Disaster Reduction and Recovery) guna mengutamakan DRR di Bappenas, Badan Pengelolaan Bencana (BNPB), industri asuransi dan Bank itu sendiri.

AAA dan dialog kebijakan. AAA tentang Perubahan iklim Bank difokuskan pada Bantuan Teknis untuk mempersiapkan program REDD nasional dan mendukung tahap pertama studi tentang pertumbuhan karbon rendah (low carbon growth study). Bank akan memfokuskan upayanya memberi masukan kepada Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan strategi low carbon growth dan dialog tentang kebijakan telah dilakukan untuk mengutamakan diskusi tentang perubahan iklim. Hal ini mencakup: persiapan dan sosialisasi informasi untuk meningkatkan kesadaran

43

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

tentang emisi karbon, kerentanan dan kebijakan terkait; bekerja sama dengan Departemen Keuangan dan Industri dalam instrumen dan opsi terkait untuk penanggulangan dan adaptasi; melibatkan Bappeas dalam isu pengembangan kemitraan dan adaptasi; dan melakukan koordinasi dengan masyarakat donor dalam hal dukungan pembiayaan bagi program perubahan iklim di Indonesia. Di tingkat daerah, WBG akan membantu prakarsa pengerukan sungai selama tiga tahun di DKI Jakarta, yaitu Prakarsa Pengerukan Darurat Jakarta (Jakarta Emergency Dredging Initiative/JEDI), guna mengalokasikan pembiayaan hibah bagi pengembangan kapasitas pemerintahan kota.

PREM telah mengambil alih kepemimpinan AAA, terutama dalam bidang pembiayaan bencana, memantau proses rekonstruksi dan analisis terhadap dampak ekonomi. Output dalam tahun anggaran 2008mencakup Penilaian Kemiskinan di Aceh, Kajian Belanja Publik Nias, laporan inventarisasi Satu Tahun setelah Gempa Bumi di Yogyakarta (One Year after the Yogyakarta Earthquake), Pembaruan data semesteran Ekonomi Aceh dan pembentukan metodologi pelacakan pembiayaan rekonstruksi. Pada Tahun Anggaran 2009, telah diantisipasi hal-hal berikut ini: Suatu analisis hasil rekonstruksi di Aceh dan Nias dalam hubungannya dengan akhir periode rekonstruksi, pendalaman penelitian ekonomi dan dukungan kepada tim negara lain dalam menanggapi bencana dan menetapkan M&E.

44

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Hasil pengembangan pokok pada akhir periode CPS tercakup dalam Kerangka Hasil berikut ini. Variasi yang muncul dalam kerangka tersebut merupakan indikator dari tahap kematangan yang berbeda, dengan beberapa kemitraan dan program yang cukup maju (misalnya, Departemen Keuangan dan pengelolaan keuangan publik), sementara lainnya (misalnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan agenda perubahan iklim) masih berada pada tahap yang relatif awal. Yang berikut ini berupaya untuk mengklasifikasikan tujuh keterlibatan inti berdasarkan tingkat kematangan relatif:

Kegiatan-Kegiatan yang Matang:Bidang Kegiatan Lintas Sektoral 1: Lembaga dan Sistem Pemerintah PusatBidang Keterlibatan inti 1: Pengembangan Sektor SwastaBidang Keterlibatan Inti 3: Pengembangan Masyarakat dan Perlindungan SosialBidang Keterlibatan Inti 4: Pendidikan

Kegiatan Pengembangan:Bidang Kegiatan Lintas Sektoral 2: Lembaga dan Sistem Pemerintah DaerahBidang Keterlibatan Inti 2: InfrastrukturBidang Keterlibatan Inti 5: Kelestarian Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana

Apendiks 2.Indonesia: Pendekatan kerangka hasil

Pada saat keterlibatan inti telah beralih menuju tahap dewasa, WBG berada dalam posisi yang lebih spesifik dalam hal hasil-hasil selama jangka waktu CPS yang dapat dicapai secara realistis. Dengan demikian, rincian sehubungan dengan hasil-hasil dan indikator menengah untuk tonggak bersejarah lebih dikembangkan dalam kegiatan-kegiatan selama tahap dewasa dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama tahap awal. Dalam kegiatan pengembangan tersebut, hasil-hasil yang diperoleh agak sulit di definisikan sehingga dengan demikian, lebih mungkin didasarkan pada sasaran potensial atau hasil jangka menengah.

Akhirnya, penting untuk dicatat bahwa fleksibilitas yang merupakan sifat yang melekat pada CPS juga dapat diterapkan pada kerangka hasil, dengan penyesuaian pada kemitraan-kemitraan dan program-program inti yang juga direfleksikan pada kerangka hasil, sebagaimana diperlukan.

45

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Apendiks 2.Indonesia: Matriks Hasil CPS

Tujuan Jangka Panjang Indonesia

Masalah dan Kendala Hasil Pengembangan pada akhir TA12Indikator Menengah

untuk Tonggak Penting Pembangunan

Model Keterlibatan WBG

Hasil Pembangunan yang Menaungi

“Indonesia yang ideal adalah Indonesia yang lebih aman dan lebih damai, adil dan demokratis dan lebih sejahtera.”Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada Malam Perayaan Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia yang ke-enampuluh.”

Meningkatnya efektivitas dan kualitas belanja publik dan menguatnya lembaga-lembaga nasional, kerangka fidusia dan operasional yang diperlukan untuk memperkuat akuntabilitas dan meningkatkan efektivitas Pemerintah

1. Dukungan dan pembiayaan WBG ditujukan bagi prioritas nasional.

2. Menguatnya pemanfaatan sistem, prosedur dan lembaga milik Indonesia sendiri sepanjang memungkinkan.

3.Menguatnya harmonisasi dalam pengembangan dukungan mitra.

4.Kontribusi terhadap penguatan kontrol fidusiari publik, akuntabilitas, kapasitas manajerial, teknis, dan evaluasi.

Bidang Keterlibatan Lintas Sektoral 1: Lembaga dan Sistem Pemerintah Pusat

Memperkuat lembaga dan sistem pemerintah pusat guna mengembangkan pengelolaan dan pengaturan keuangan publik untuk meningkatkan dampak pengembangan dari belanja anggaran prioritas guna mencapai Indonesia yang kompetitif, inklusif dan lestari

Sistem anggaran merupakan sistem berbasis input, telalu terperinci dan tidak fleksibel serta dilakukan setiap tahun, sehingga menghambat pelaksanaan proyek multi tahun

1. Meningkatnya orientasi hasil dalam proses anggaran. Dasar: Alokasi anggaran berdasarkan organisasi, jenis pengeluaran terperinci, fungsi, program dan kegiatan; dokumen anggaran mencakup proyeksi makro ekonomi dari belanja dan pendapatan agregat, tetapi proses pembuatan anggaran tersebut tetap dilakukan setiap tahun tanpa rujukan untuk membuat perkiraan pada tahun-tahun di luar itu. Sasaran: Program berorientasi hasil dengan hasil yang dapat diukur yang menjadi unit utama dalam alokasi dan kontrol anggaran, dengan klasifikasi lain (menurut organisasi dan/atau jenis pengeluaran) yang diterapkan secara selektif pada suatu tingkat agregat. Sumber data: Peraturan pemerintah terkait, termasuk undang-undang anggaran tahunan, penilaian staf.

• Struktur program yang diperbarui untuk RPJM 2010-15 menguraikan hasil-hasil dan sasaran-sasaran yang dapat diukur yang setara dengan struktur organisasi (2010)

• Perintah untuk mengalihkan surplus guna menutupi defisit yang telah disepakati memungkinkan kementerian-kementerian yang melakukan pembelanjaan untuk melakukan realokasi di antara unit-unit, kegiatan-kegiatan pembelanjaan, beberapa kategori ekonomi dan lokasi dalam program tertentu tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Departemen Keuangan (2012)

• Kemajuan atas suatu poin di mana dokumen anggaran menyajikan perkiraan tahun anggaran yang sedang berjalan dan memberikan perkiraan untuk dua tahun selanjutnya

Pembiayaan yang sedang berjalan: GFMRAP; TF Pengembangan Kelembagaan (Belanda); GFMRAP TF (PHRD); TFs Pemerintah (Belanda); PFM TFs (PHRD)

Pembiayaan yang direncanakan: DPLs; PINTAR/ GFMRAP II; STATCAP; PFM – MDTF

Saldo kas pemerintah terfragmentasi dan informasi tentang pengelolaan kas yang efisien sangat terbatas; kegiatan operasi perbendaharaan saat ini dikelola melalui sistem pengumpulan dan konsolidasi data terfragmentasi yang mempunyai kapasitas terbatas untuk menghasilkan informasi tentang pelaksanaan anggaran yang dapat diandalkan dan tepat waktu

2. Operasi TSA yang efektif, bersamaan dengan penguatan dan ketepatan waktu rencana kas dari departemen-departemen lini. Dasar: TSA diberikan untuk semua rekening pengeluaran tetapi belum diberikan untuk sisi pendapatan. Perencanaan kas yang masih sangat sederhana yang tidak didasarkan pada pencairan yang diperkirakan. Sasaran: Pencakupan TSA yang komprehensif atas semua saldo kas pemerintah yang utama, termasuk pada sisi pendapatan. Maksimum 10% penyimpangan dalam rencana kas kuartalan departemen-departemen lini dibandingkan dengan arus kas aktual. Sumber data: rencana kas kuartalan rekening Departemen Keuangan, peraturan pemerintah, manual sistem, pangkalan data (database) terintegrasi dan penilaian staf.

• Pencakupan rekening pendapatan utama ke dalam rezim TSA (2008)

• Kontrak yang ditandatangani untuk pengadaan sistem Perbendaharaan dan Anggaran (2008)

• Pencakupan progresif sisa saldo kas dari lembaga-lembaga pemerintah pusat ke dalam rezim TSA (lanjutan)

• Bendahara memberlakukan perencanaan kas kuartalan pada departemen-departemen lini (2009)

• Pelaksanaan progresif atas Sistem Manajemen Keuangan Terintegrasi dalam Perbendaharaan dimulai dengan 5 kementerian percontohan (2010)

AAA/Lainnya: PER, DPR;; analisis permintaan untuk reformasi hukum; analisis harga komoditas; CEM/analisis sektor; dukungan untuk RPJM; catatan kebijakan; penilaian kemiskinan

46

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Tujuan Jangka Panjang Indonesia

Masalah dan Kendala Hasil Pengembangan pada akhir TA12Indikator Menengah untuk Tonggak

Penting PembangunanModel Keterlibatan

WBG

Bidang Keterlibatan Lintas Sektor 1: Lembaga dan Sistem Pemerintah Pusat (lanjutan)

Memperkuat lembaga dan sistem pemerintah pusat guna mengembangkan pengelolaan dan pengaturan keuangan publik untuk meningkatkan dampak pengembangan dari belanja anggaran prioritas guna mencapai Indonesia yang kompetitif, inklusif dan lestari

Pengendalian dalam proses pelaksanaan anggaran secara umum kurang memadai dan dapat membahayakan peningkatan yang telah dicapai dalam bidang-bidang PFM yang lain

3. Pelaksanaan reformasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) yang efektif dan dapat diandalkan, sebagaimana dibuktikan melalui laporan keuangan yang tepat waktu dan akurat. Dasar: Indikator PEFA: PI 18 untuk efektivitas pengendalian gaji (payroll) adalah D+; PI 20 untuk efektivitas pengendalian internal atas belanja nongaji adalah D+; PI 25 untuk laporan keuangan tahunan yang berkualitas dan tepat waktu adalah C+. Sasaran: Indikator PEFA: PI 18 naik sampai dengan C; PI 20 untuk naik sampai dengan A; dan PI 25 untuk naik sampai dengan A. Sumber data: Penilaian berulang PEFA (2012).

• Kerangka pengendalian COSO membuat percontohan di 3 kementerian lini yang dipilih guna memberikan pemahaman yang lebih baik tentang tantangan terhadap pengendalian internal dalam kementerian-kementerian lini (2009)

• Sehubungan dengan pengendalian penggajian, akan dibuat suatu desain awal tentang sistem informasi yang berkaitan dengan BKN dan MDA (2010)

AAA/Lainnya: PER, DPR;; analisis permintaan untuk reformasi hukum; analisis harga komoditas; CEM/analisis sektor; dukungan untuk RPJM; catatan kebijakan; penilaian kemiskinan

Peningkatan administrasi perpajakan mengalami hambatan akibat pendaftaran yang tidak efisien, proses pengembalian, pengelolaan dokumen, dan pembatasan dalam infrastruktur TI dasar

Peningkatan-peningkatan dalam administrasi pajak dihambat oleh registrasi, pemrosesan surat pemberitahuan pajak, pengelolaan dokumen yang tidak efisien, dan batasan-batasan dalam infrastruktur TI mendasar

4. Administrasi perpajakan yang lebih efisien melalui: peningkatan jumlah nomor pokok wajib pajak yang akurat dalam database pendaftaran yang menggunakan data pihak ketiga dan pusat panggilan; meningkatnya jumlah audit yang komprehensif dan berbasis risiko atas pernyataan pembayar pajak; menurunnya tunggakan pajak melalui penerapan prosedur rekening pembayar pajak dan penagihan yang lebih baik dan lebih akurat. Dasar: (i) 40% akurasi (2007; berdasarkan sejumlah 11 juta catatan wajib pajak); (ii) audit biasa terbatas pada pengembalian PPN; (iii) proses-proses untuk menagih tunggakan tidak digolongkan ke dalam pos-pos yang dapat dan tidak dapat ditagih; pemaksaan tagihan tidak efektif. Sasaran: (i) akurasi 100%; (ii) DGT melaksanakan audit komprehensif yang memperbanyak jumlah surat pemberitahuan pajak yang telah disosialisasikan dengan program-program kepatuhan; (iii) prosedur-prosedur yang efektif diterapkan untuk menagih tunggakan sehingga tunggakan yang dilaporkan tidak melebihi 5% dari utang pajak yang dilaporkan. Sumber data: kajian AusAID; penilaian oleh staf; peraturan-peraturan pemerintah.

• Diperkenalkan entri ganda untuk proses pendaftaran (2009)

• Diperkenalkan sistem pendaftaran tersentralisasi (2009)

• Pendaftaran file induk yang dibersihkan dari catatan yang salah dan duplikasi (2009)

• Pengembangan model penilaian risiko pembayar pajak (2009)

• Penentuan informasi tunggakan yang handal (2009)

• Kontrak pengadaan system administrasi pajak inti ditandatangani (2009)

• Pengembangan dan pelaksanaan secara progresif sistem administrasi pajak inti (berkelanjutan)

• Pelaksanaan secara progresif manajemen audit berbasis risiko (berkelanjutan)

• Pengembangan dan pelaksanaan secara progresif program penagihan yang sistematis (berkelanjutan)

AAA/Lainnya: PER, DPR;; analisis permintaan untuk reformasi hukum; analisis harga komoditas; CEM/analisis sektor; dukungan untuk RPJM; catatan kebijakan; penilaian kemiskinan

Sistem pengadaan umum masih memiliki kekurangan-kekurangan yang cukup signifikan dalam hal perbaikan kerangka peraturan dan alat pelaksanaan serta kapasitas para pelaksana pengadaan; praktik-praktik kolusi dan korupsi dalam proses tender terus terjadi sehingga menyebabkan kebocoran dan kerugian dalam sistem

5. Perbaikan kerangka peraturan; peningkatan tingkat kapasitas di tingkat nasional dan provinsi, dan pembentukan unit pengadaan profesional di lembaga-lembaga pelaksana; peningkatan kualitas audit pengadaan dan efektivitas sanksi. Dasar: (i) Belum ada undang-undang pengadaan dan tidak ada kumpulan dokumen tender standar nasional; (ii) tidak ada program peningkatan kapasitas yang jelas dan persentase staf pemerintah yang lolos uji sertifikasi masih di bawah 15% (pada pertengahan 2008); (iii) sanksi terhadap perusahaan-perusahaan yang berkolusi relatif terbatas dan tidak berlaku di luar badan pelaksana di mana kolusi terjadi.Sasaran: (i) Dikeluarkannya undang-undang tentang pengadaan dan perangkat yang terkait; (ii) tersedianya program peningkatan kapasitas; (iii) sanksi memberikan efek jera bagi perusahaan-perusahaan yang berkolusi. Sumber data:Penilaian staf; peraturan pemerintah; pengkinian OECD/DAC BIL.

• LPKP memiliki staf yang lengkap dan berfungsi dengan baik (2008)

• Revisi Keppres 80/2003 dan dikeluarkannya dokumen tender standar nasional (2008)

• Pengembangan strategi peningkatan kapasitas (2008)

• Bantuan bagi penyedia program peningkatan kapasitas di tingkat nasional maupun provinsi (2009)

• Didirikannya unit pengadaan di badan-badan pelaksana tertentu (2009)

• Penguatan fungsi audit di IG dan BPKP (2009)

• Revisi sistem sanksi (2009)• Pemberlakuan undang-undang tentang pengadaan (2010)

• Terciptanya arus pengadaan yang profesional di instansi-instansi (2010)

47

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Tujuan Jangka Panjang Indonesia

Masalah dan Kendala Hasil Pengembangan pada akhir TA12Indikator Menengah untuk

Tonggak Penting PembangunanModel Keterlibatan WBG

Bidang Keterlibatan Lintas Sektor 1: Lembaga dan Sistem Pemerintah Pusat (lanjutan)

Memperkuat lembaga dan sistem pemerintah pusat guna mengembangkan pengelolaan dan pengaturan keuangan publik untuk meningkatkan dampak pengembangan dari belanja anggaran prioritas guna mencapai Indonesia yang kompetitif, inklusif dan lestari

Peningkatan permintaan untuk memperbaiki kualitas, ketepatan waktu, dan kecepatan penanggapan ketersediaan data terhambat oleh infrastruktur ICT dan pengelolaan data yang buruk serta proses usaha yang tidak efisien

6. Perbaikan kualitas dan ketepatan waktu dari statistik kunci yang dihasilkan oleh BPS, misalnya data catatan nasional, data kemiskinan, dll. Dasar: (i) Tidak konsistennya stastik-statistik BPS dari berbagai sumber yang berbeda; (ii) rendahnya tingkat keterlibatan dan kepercayaan pengguna, dan (iii) jangka waktu produksi data yang berlarut-larut. Sasaran: (i) Catatan nasional beralih dari sistem catatan nasional (System of National Accounts atau SNA) tahun 1968 ke SNA tahun 1993; berkurangnya perbedaan antar statistik dari berbagai sumber; (ii) kenaikan tingkat kepuasan dan kepercayaan pengguna, dan (iii) berkurangnya selisih waktu antara penagihan dan sosialisasi data. Sumber data: Dialog dengan BPS; laporan; lokakarya staf, survei pengguna.

• Semua petugas statistik kelurahan diperlengkapi dengan teknologi GPS (2009)

• Enam puluh enam kantor pemerintah kota terhubung ke jaringan wilayah luas (2009)

• Rekayasa ulang dari proses usaha dilakukan untuk 5 lini produk (2010)

• Tinjauan metodologi dilakukan untuk 5 lini produk (2010)

• Prototip gudang data dirancang dan dikembangkan (2011)

• Strategi Pelatihan Perusahaan dikembangkan dan dilaksanakan untuk sistem manajemen informasi yang baru (2011)

• Mekanisme jaminan kualitas dibuat dan diterapkan (2011)

AAA/Lainnya: PER, DPR;; analisis permintaan untuk reformasi hukum; analisis harga komoditas; CEM/analisis sektor; dukungan untuk RPJM; catatan kebijakan; penilaian kemiskinan

Bidang Keterlibatan Antar Sektor 2: Lembaga dan Sistem Pemerintah Daerah

Penguatan pemerintah dan lembaga daerah yang terdesentralisasi untuk meningkatkan dampak belanja publik

Lemahnya kapasitas pemerintah daerah (Pemda) untuk mengelola aset dan meningkatkan penyelenggaraan jasa

Peningkatan sistem dan proses Pemda dalam hal perencanaan, penganggaran, penyelenggaraan jasa, dan investasi. Dasar: Sebagian besar Pemda masih kurang dalam perencanaan investasi, pengelolaan anggaran, dan lemah dalam kapasitas pelaksanaan. Hanya sedikit Pemda yang melaksanakan perencanaan investasi dan belanja yang memadai. Sasaran: (i) Pemda mengikuti program-program bantuan Bank dengan membuat rencana investasi jangka menengah secara terperinci (RPJM); (ii) Pemda mengikuti program-program bantuan Bank dengan melakukan investasi tahunan sebagaimana disebutkan dalam rencana jangka menengah Pemda; dan (iii) Pemda mengikuti program-program bantuan Bank dengan melakukan tinjauan belanja secara terperinci dan membuat program-program peningkatan kapasitas. Sumber data: Rencana investasi jangka menengah yang dilaporkan oleh Pemda kepada Depkeu. Penilaian pengelolaan belanja.

• Melanjutkan pekerjaan dengan pemerintah pusat dan berbagai Pemda baik di pedesaan maupun perkotaan untuk menciptakan suatu kerangka kerja dalam rangka peningkatan perencanaan dan pengelolaan sumber daya (berkelanjutan)

• Meningkatkan pengelolaan sumber daya keuangan dan aset pada Pemda-Pemda tertentu (berkelanjutan)

• Keterlibatan melalui NLTA dengan kotamadya-kotamadya perkotaan besar (berkelanjutan)

• Mengadakan serangkaian acara berbagi pengetahuan dan dialog kebijakan berbasis regional untuk meningkatkan kesadaran dan berbagi pelajaran di daerah-daerah dengan akses informasi yang terbatas, misalnya Indonesia timur (berkelanjutan)

Pembiayaan berkelanjutan: SPADA; ILGRP; USDRP; DSF – MDTF; ILGRP – MDTF; DSF

Pembiayaan terencana: DPLs; Bantuan LG DAU/ DAK ; PNPMs

AAA/Lainnya: Penguatan kerangka kerja antar pemerintahan; IEC/ DSF II; PER Papua; PEACH

Bidang Keterlibatan Inti 1: Pembangunan Sektor Swasta

Meningkatkan lingkungan untuk pembangunan sektor swasta untuk membantu percepatan pertumbuhan dan pemberantasan kemiskinan serta memperkuat daya saing dan inklusivitas

Rendahnya intermediasi keuangan; kecilnya jumlah lembaga keuangan nonbank dan pasar modal; terbatasnya jenis dan akses ke keuangan; terbatasnya sumber daya keuangan dalam negeri; dan kurangnya keahlian pembiayaan infrastruktur daerah

1. Penguatan sektor swasta dan keuangan melalui: peningkatan kerangka kerja peraturan; perbaikan iklim investasi; penguatan bank dan lembaga keuangan nonbank. Dasar: Perbandingan keuangan kunci bank baik; LDR 60%; 35% rumah tangga memiliki akses ke rekening bank; tabungan, investasi, dan produk-produk manajemen risiko relevan untuk masyarakat miskin dan jumlah penduduk rentan menurun. Sasaran: Perbandingan keuangan kunci bank tetap baik dan LDR mencapai minimal 80%; aset NBFI sebagai proporsi pinjaman bagi UKM meningkat dua kali lipat; sedikitnya 45% rumah tangga memiliki rekening bank; lembaga keuangan infrastruktur terbentuk dan berfungsi dengan baik. Sumber data: Bank Indonesia; Bapepam & LK; akses ke survei keuangan; BPS.

• Pinjaman oleh bank secara konsisten meningkat lebih tinggi daripada tingkat inflasi tahunan dan LDR mencapai 70% (2008) dan meningkat 5% setiap tahun setelahnya

• Kestabilan peningkatan aset dana dan jumlah modal yang didapatkan melalui modal sendiri dan pasar obligasi IPO (berkelanjutan)

• Mengarusutamakan (mainstreaming) hasil akses nasional ke survei keuangan dalam kebijakan pemerintah (2009)

• Penetrasi pensiun dan asuransi yang lebih tinggi (berkelanjutan)

Pembiayaan berkelanjutan: investasi IFC pada sektor-sektor prioritas; Prakarsa Jasa Konsultasi IFC; Iklim Investasi TF (Belanda)

Pembiayaan Terencana: investasi IFC pada sektor; Keuangan Infrastruktur Swasta; TF bilateral hingga Jasa Konsultasi IFC; MDTF iklim investasi dan perdagangan

AAA/Lainnya: Iklim investasi, fasilitasi perdagangan, sektor keuangan; kajian-kajian tentang asuransi dan NBFI; survei akses ke keuangan; dialog kebijakan tentang sektor perbankan; pembangunan kapasitas, dan keterlibatan IFC dengan microfinance; Prakarsa Jasa Konsultasi IFC tentang reformasi peraturan dan promosi investasi; prakarsa pembangunan kapsaitas yang diajukan kepada Departemen Perdagangan, PEPI, dan lembaga-lembaga pemerintah RI lainnya

48

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Tujuan Jangka Panjang Indonesia

Masalah dan Kendala Hasil Pengembangan pada akhir TA12Indikator Menengah untuk

Tonggak Penting PembangunanModel Keterlibatan WBG

Bidang Keterlibatan Inti 1: Pembangunan Sektor Swasta (lanjutan)

Meningkatkan lingkungan untuk pembangunan sektor swasta untuk membantu percepatan pertumbuhan dan pemberantasan kemiskinan serta memperkuat daya saing dan inklusivitas

Proses di pemerintah daerah lambat, membebani, dan kurang transparan

2. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah untuk mendukung operasi usaha melalui penerapan prosedur yang tidak membebani untuk memulai usaha baru dan dalam hal perizinan. Dasar: Kajian Melakukan Usaha (Doing Business atau DB) daerah di 15 kota dan kajian-kajian Dasar lainnya. Sasaran: Pengurangan waktu dan biaya memulai usaha dan perizinan sebesar 50% di kota-kota klien. Sumber data: kajian pengawasan dan evaluasi (M&E) internal; laporan Melakukan Usaha WBG.

• Peningkatan kapasitas pemantauan dan evaluasi efektivitas kantor-kantor perizinan oleh pemerintah kabupaten atau provinsi (berkelanjutan)

• Jalur perundang-undangan nasional yang mempengaruhi dan meningkatkan pemrosesan perizinan usaha pemerintah pusat maupun daerah (berkelanjutan)

Pembiayaan berkelanjutan: investasi IFC pada sektor-sektor prioritas; Prakarsa Jasa Konsultasi IFC; Iklim Investasi TF (Belanda)

Pembiayaan Terencana: investasi IFC pada sektor; Keuangan Infrastruktur Swasta; TF bilateral hingga Jasa Konsultasi IFC; MDTF iklim investasi dan perdagangan

AAA/Lainnya: Iklim investasi, fasilitasi perdagangan, sektor keuangan; kajian-kajian tentang asuransi dan NBFI; survei akses ke keuangan; dialog kebijakan tentang sektor perbankan; pembangunan kapasitas, dan keterlibatan IFC dengan microfinance; Prakarsa Jasa Konsultasi IFC tentang reformasi peraturan dan promosi investasi; prakarsa pembangunan kapsaitas yang diajukan kepada Departemen Perdagangan, PEPI, dan lembaga-lembaga pemerintah RI lainnya

Keputusan-keputusan tentang kebijakan dibuat tanpa analisis yang memadai tentang alternatif-alternatif dan tentang kerugian dan manfaatnya; kurangnya para spesialis yang memberikan informasi pada tingkat yang diperlukan; lemahnya koordinasi antara unit penelitian dan unit kebijakan; lingkungan peraturan yang kompleks menghalangi investasi sektor swasta; prosedur pendirian perusahaan, prosedur pembayaran pajak, dan prosedur pengurusan impor yang memakan waktu lama dan biaya yang banyak; lemahnya koordinasi antar lembaga pemerintah yang mengurus kebijakan investasi

3. Perbaikan lingkungan peraturan dan koordinasi antar instansi dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan investasi. Dasar: 109 hari untuk mendirikan perusahaan; 4 bulan untuk menerima pengembalian PPN; 7 hari rata-rata waktu menetap kontainer; kebijakan investasi yang tidak terkoordinasi. Sasaran: 50 hari untuk mendirikan perusahaan; 2 bulan untuk menerima pengembalian PPN; 5 hari rata-rata waktu menetap kontainer; kebijakan investasi yang terkoordinasi melalui PEPI; peningkatan peringkat DB. Sumber data: Data resmi dari Departemen Kehakiman, Departemen Pajak dan Otoritas Pelabuhan /Pelindo/ JICT; laporan perkembangan PEPI progress reports; dan Laporan DB .

• Pemantauan teratur dan maklumat umum tentang waktu pendirian perusahaan (Departemen Kehakiman); waktu pengembalian PPN (Pajak Pemkab); dan waktu menetap kontainer (Pelindo/JICT) (berkelanjutan)

• Perkembangan menuju sekretariat PEPI yang memiliki staf dan profesional yang berfungsi dengan baik (berkelanjutan)

4. Penguatan struktur dan kapasitas kelembagaan Departemen Perdagangan sehingga dapat mengembangkan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan perdagangan yang lebih efektif. Dasar: Tidak adanya tim spesialis yang dapat memberikan tingkat analisis yang diperlukan untuk keputusan-keputusan kebijakan. Sasaran: Sekurang-kurangnya 4 tim spesialis ditempatkan dalam Pemkab-Pemkabnya masing-masing di Departemen Perdagangan untuk dapat memberikan bantuan analitis untuk pengembangan strategi perdagangan dalam dan luar negeri dan untuk menciptakan tanggapan yang cepat terhadap kebijakan; tim-tim tersebut bekerja sama secara efektif dengan rekan-rekan imbangan kebijakan mereka di Departemen. Sumber data: Kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh Departemen Perdagangan dan laporan perkembangan tim spesialis.

• Sekurang-kurangnya 3 tim spesialis dibentuk dan dilengkapi dengan staf dari Departemen Perdagangan dan penasihat (2010)

• Tim-tim spesialis terlibat dalam pengembangan analisis keputusan-keputusan tentang kebijakan (2011)

• Hambatan-hambatan kebijakan/peraturan sektoral dalam rantai nilai agripangan tertentu yang disampaikan kepada Departemen Perdagangan (2010).

Keterkaitan yang transparan dan efisien di antara para petani kecil (smallholders), UKM, dan lemahnya usaha dan pasar komersial pedesaan

5. Peningkatan akses ke pasar untuk usaha-usaha Indonesia pada beberapa komoditas atau sektor berbasis industri.Dasar: UKM/wirausahawan/petani kurang memiliki akses langsung ke pasar-pasar besar. Sasaran: Investasi/pembiayaan baru bagi UKM dalam rantai pasokan; peningkatan kontrak UKM dengan perusahaan-perusahaan; meningkatnya penjualan dan pendapatan perusahaan-perusahaan terdampak; meningkatnya transparansi harga. Sumber data: Kajian proyek M&E internal.

• Peningkatan yang stabil dalam investasi pembiayaan sumber langsung oleh perusahaan-perusahaan terkemuka (berkelanjutan)

• Keterkaitan usaha atau forum-forum dibentuk untuk memfasilitasi perusahaan-perusahaan terkemuka/keterkaitan UKM (berkelanjutan).

• Peningkatan mekanisme penemuan harga komoditas pertanian melalui sistem faktur gudang (berkelanjutan)

• Meningkatkan kompetensi UKM dalam mematuhi standar-standar pasar (berkelanjutan)

49

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Tujuan Jangka Panjang Indonesia

Masalah dan Kendala Hasil Pengembangan pada akhir TA12Indikator Menengah untuk

Tonggak Penting PembangunanModel Keterlibatan WBG

Bidang Keterlibatan Inti 2: Infrastruktur

Meningkatkan tingkat dan efisiensi investasi infrastruktur oleh pemerintah dan swasta untuk memenuhi kebutuhan dan memperkuat daya saing

Kurangnya investasi untuk infrastruktur, yang kurang mengikuti laju pertumbuhan ekonomi; investasi untuk infrastruktur turun dari sekitar 6% dari PDB pada tahun 1997 menjadi 2% pada tahun 2000, dan hanya sebesar 3,2% pada tahun 2005

1. Meningkatnya kuantitas dan efisiensi belanja publik pusat dan daerah untuk infrastruktur melalui perbaikan-perbaikan di bidang kebijakan subsidi, kerangka kerja insentif, perencanaan dan penganggaran belanja. Dasar: Belanja aktual untuk infrastruktur nasional adalah sebesar Rp.18,9 triliun pada tahun 2006.Sasaran: Pada tahun 2010, belanja aktual untuk infrastruktur nasional meningkat sebesar 25% dari tingkat belanja aktual tahun 2006. Sumber data: Depkeu.

• Peningkatan anggaran pendapatan dan belanja modal daerah (APBD) sebesar 20% dari tingkat APBD pada tahun 2005 (2010)

• 35% penduduk kota memiliki akses terhadap air ledeng, dibandingkan dengan tingkat 31% pada tahun 2006 (2010)

• 60% penduduk memiliki akses terhadap listrik dibandingkan dengan tingkat 55% pada tahun 2003 (2010)

• 84% jalan nasional tetap dalam kondisi bagus/baik dibandingkan dengan 81% pada tahun 2006 (2010)

Pembiayaan berkelanjutan: Infrastruktur Jalan Strategis; Pengembangan Pasar Gas Dalam Negeri; Transportasi Indonesia Timus; WSSLIC III; TF Perkotaan (PHRD); TF Air dan Sanitasi (AusAid)

Pembiayaan Terencana: IDPL; Pemeliharaan dan Peningkatan Jalan Nasional; Penyimpanan Pompa/Tenaga Air; Operasi Waduk; Pengendalian Banjir Jakarta; Pembiayaan Infrastruktur Swasta; pinjaman investasi khusus untuk sektor-sektor air, transportasi, dan energi; pinjaman IIF dan Investasi IFC; IFC IPP Tenaga Batubara PLN Jawa Tengah; TF infrastruktur (AusAID)

AAA/Lainnya: catatan sektor infrastruktur; strategi pembangunan infrastruktur; Jasa Konsultasi IFC

Persyaratan penyelenggaraan infrastruktur di Indonesia sangat banyak, dan melampaui yang dapat didukung melalui investasi pemerintah

2. Meningkatnya investasi swasta dalam infrastruktur melalui pembuatan kerangka kerja PPP yang baik, handal, dan transparan. Dasar: Komitmen keuangan sektor swasta untuk proyek-proyek infrastruktur swasta adalah sebesar 0,5% dari PDB pada tahun 2005. Sasaran: Komitmen keuangan sektor swasta untuk proyek-proyek infrastruktur swasta meningkat menjadi 0,75% dari PDB pada tahun 2010. Sumber data: Depkeu.

• Transaksi PPP melalui tender sesuai dengan Perpres 67/2005

• Komitmen keuangan sektor swasta untuk proyek-proyek infrastruktur swasta meningkat menjadi 0,75% dari GDP dibandingkan dengan tingkat 0,5% pada tahun 2005 (2010)

Bidang Keterlibatan Inti 3: Pengembangan Masyarakat dan Perlindungan Sosial

Mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kemerataan dengan meningkatkan penghidupan dan penyelengaraan jasa, dan mengurangi sisa daerah-daerah kekurangan untuk memperkuat inklusivitas

Sekitar 110 juta orang masih hidup dengan penghasilan di bawah AS$2 per hari; sejumlah besar anggota masyarakat perkotaan maupun pedesaan miskin karena kurangnya pendapatan dan peluang pekerjaan produktif yang kurang memadai; kurangnya penyelenggaran jasa yang berkualitas bagi masyarakat miskin; kesenjangan regional yang besar (khususnya provinsi-provinsi di belahan timur); masyarakat miskin rentan terhadap goncangan-goncangan seperti kenaikan harga sembako dan bencana alam

1. Meningkatnya kondisi pemerintahan tingkat kelurahan serta kondisi sosial ekonomi pada masyarakat perkotaan yang miskin melalui pelaksanaan pemberantasan kemiskinan yang lebih luas dan program-program pemberdayaan masyarakat untuk menghasilkan pendapatan atau hibah untuk pengadaan infrastruktur tingkat tersier. Data Dasar dan sasaran akan dikembangkan sebagai bagian dari proyek-proyek yang didukung oleh Bank dan AAA.

2. Meningkatnya kondisi pemerintahan tingkat kelurahan serta kondisi sosial ekonomi pada masyarakat pedesaan yang miskin melalui pelaksanaan pemberantasan kemiskinan yang lebih luas dan program-program pemberdayaan masyarakat dan penyediaan sumber daya investasi untuk mendukung proposal-proposal produktif yang dikembangkan oleh masyarakat, dengan menerapkan proses perencanaan partisipatif. Dasar: Tingkat kemiskinan sebesar 16,7% pada tahun 2007. Sasaran: Angka kemiskinan menurun hingga 12% pada tahun 2012. Sumber data: BPS.

3. Belanja publik lebih mendukung masyarakat miskin melalui penurunan subsidi bahan bakar dan melakukan realokasi penghematan ke target intervensi strategis untuk masyarakat miskin dan keberhasilan implementasi CCT.Dasar: 3,8% PDB sebesar US$83/bbl. Sasaran: Subsidi bahan bakar turun 50% dan sumber daya direalokasi untuk, di antaranya, program yang mendukung masyarakat miskin. Sumber data: Depkeu.

• Meningkatnya tingkat belanja rumah tangga atau meningkatnya akses ke jasa-jasa ekonomi dan sosial di 7,800 kelurahan (akhir 2009)

• Infrastruktur yang dibangun lebih murah 20% daripada infrastruktur yang dibangun dengan pendekatan nonmasyarakat di 80% kelurahan yang berpartisipasi

• EIRR >30% untuk jenis-jenis infrastruktur pedesaan di PNPM kecamatan

• Tingkat kepuasan penerima manfaat sebesar 80% terhadap peningkatan jasa dan pemerintahan tingkat daerah

• Meningkatnya belanja RT dan akses ke jasa ekonomi dan sosial di sedikitnya 2,500 kelurahan miskin (2008)

• Meningkatnya belanja RT dan akses ke jasa ekonomi dan sosial di sedikitnya 4,000 kelurahan miskin (2009). Meningkatnya indikator kesehatan dan pendidikan di 130 kecamatan di 5 provinsi melalui percobaan CCT PNPM Generasi

• Penerapan DAK berbasis kinerja

• MIS terbentuk untuk memeriksa pemenuhan ketentuan program CCT

• Perluasan daerah jangkauan CCT (berkelanjutan)

Pembiayaan Berkelanjutan: KDP; UPP; SPADA; TF PNPM (Belanda, Australia, DFID); TF SPADA (DFID)

Pembiayaan Terencana: PNPM-Pedesaan; PNPM Perkotaan; Gabungan PNPM; Lapangan Kerja bagi Pemuda; TF PNPM

AAA/Lainnya: Penilaian kemiskinan; strategi pekerjaan yang mendukung masyarakat miskin; evaluasi dampak dan kajian PNPM; evaluasi dampak CCT; dukungan teknis PNPM; pembinaan BPS dalam hal penentuan sasaran masyarakat miskin dan penguatan sistem

50

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Tujuan Jangka Panjang Indonesia

Masalah dan Kendala

Hasil Pengembangan pada akhir TA12Indikator Menengah untuk

Tonggak Penting PembangunanModel Keterlibatan WBG

Bidang Keterlibatan Inti 4: Sektor Pendidikan (lanjutan)

Meningkatkan pendidikan dasar untuk mencapai MDG dalam hal angka masuk sekolah dasar dan target melek huruf dan meningkatkan kualitas pendidikan untuk meningkatkan daya saing dan inklusivitas

Kurangnya jasa ECED yang terjangkau, terutama oleh masyarakat miskin

1. Meningkatnya perkembangan anak-anak masyarakat miskin antara usia 0 hingga 6 tahun di provinsi-provinsi tertentu: Menurunnya persentase anak-anak berusia 0-6 tahun yang menderita kekurangan gizi. Dasar: 27% anak-anak menderita kekurangan berat badan (Susenas 2001). Sasaran: 20%. Sumber data: Susenas, IFLS.

• Meningkatnya jasa ECED berbasis masyarakat di provinsi-provinsi tertentu. Pada tahun 2010, 6000 desa telah mengadopsi pendekatan berbasis komunitas untuk menyelenggarakan jasa ECED

• Pembuatan dan penggunaan standar untuk jasa perkembangan usia dini. Pada tahun 2011,

• Standar ECED dikeluarkan dan digunakan di lebih dari 10 provinsi

• Penurunan angka ketidakhadiran guru: Sasaran: mengurangi angka ketidakhadiran dari angka 19 persen (berdasarkan survei tahun 2002)

• Dihapuskannya insentif buruk bagi kelurahan-kelurahan tentang perekrutan guru

Pembiayaan Berkelanjutan: BERMUTU; Pendidikan Tinggi; ECED; MDTF Kapasitas Pendidikan Dasar; BERMUTU dan TF ECED (Belanda)

Pembiayaan Terencana: BOS; SISWA 1 & 2; TF Pendidikan

AAA/Lainnya: Tinjauan dan penilaian sektor pendidikan; dukungan untuk RENSTRA; PER; ESW tentang ECED; Pendidikan Tinggi (IMHERE); GDLN; BERKERJA;

Rendahnya kualitas pendidikan dasar

2. Meningkatnya jumlah guru pendidikan dasar yang memenuhi kualifikasi akademik yang diamanatkan dalam Undang-Undang Guru. Dasar: 30% guru-guru SD dan SMP memegang gelar S1 atau lebih tinggi. Sasaran: 70% guru memegang gelar S1 atau lebih tinggi. Sumber: sensus guru; data Departemen Pendidikan Nasional (Diknas).

Tidak efisiennya belanja yang diakibatkan oleh lemahnya pengelolaan pendidikan di tingkat kecamatan dan sekolah, yang berdasarkan kerangka kerja desentralisasi yang tidak lengkap

3. Meningkatnya efisiensi dan kemerataaan dalam penggunaan sumber daya untuk meningkatkan akses terhadap pendidikan dasar; berkurangnya ketidakefektifan akibat pasokan berlebih dan tidak meratanya guru; berkurangnya kelebihan pasokan guru sebagaimana diukur dengan perbandingan guru-murid (student-teacher ratio atau STR) dalam pendidikan dasar. Dasar: STR SD=20 dan STR SMP=14. Sasaran: STR SD=26 dan STR SMP=22. Sumber data: Sensus guru oleh Diknas.

Tingginya biaya yang ditanggung orang tua di semua tingkat pendidikan

4. Bagian sumber daya pendidikan umum yang lebih besar, yang dialirkan ke pengguna akhir dan menjadikan pendidikan dasar terjangkau bagi para siswa yang tidak mampu dan meningkatkan angka masuk pendidikan menengah.

4a. Menurunnya rata-rata biaya per tahun per siswa SD dan SMP pada kuintil termiskin. Dasar: Rp.310.296 untuk SD dan Rp.492.586 untuk SMP per siswa per tahun pada tingkat harga tahun 2006 (Susenas, 2006). Sasaran: Melalui pembiayaan bersama dalam program BOS, turun menjadi Rp.150.000 untuk SD dan Rp.250.000 untuk SMP per siswa pada tingkat harga tahun. Sumber data: Susenas.

4b. Meningkatnya angka masuk sekolah bersih pada pendidikan menengah (SMP sekaligus SMU). Dasar: 57% (2007). Sasaran: Melalui pembiayaan program BOS bersama, meningkat menjadi 70% (2012). Sumber data: Susenas.

Peningkatan besarnya dan pengelolaan BOS

Lemahnya daya saing lulusan dari sistem pendidikan

5. Meningkatnya program-program pelatihan dan sistem pendidikan tinggi: 5a. Akreditasi kelembagaan diberikan kepada lembaga pendidikan tinggi dan penyedia pelatihan sektor swasta yang didukung oleh Departemen Pendidikan Tinggi dan Pendidikan nonFormal dalam Diknas. Dasar: 215 lembaga pelatihan sektor swasta terakreditasi, dan tidak ada lembaga pendidikan tinggi yang terakreditasi. Sasaran: 430 lembaga pelatihan sektor swasta terakreditasi dan 5% lembaga pendidikan tinggi terakreditasi. Sumber data: Data Diknas.

5b. Departemen Pendidikan Tinggi dan Pendidikan nonFormal dalam Diknas melaksanakan kajian penelusuran secara teratur atas lulusan universitas dan lulusan program-program pelatihan kerja untuk memantapkan posisi mereka di pasar tenaga kerja. Dasar: Belum ada kajian penelusuran. Target: Sudah ada kajian penelusuran. Sumber data: Data Diknas.

Peningkatan kurikulum di lembaga pendidikan tinggi dan penyedia pelatihan sektor swasta didukung oleh Ditjen Pendidikan Tinggi dan Ditjen Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas

51

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Tujuan Jangka Panjang Indonesia

Masalah dan Kendala Hasil Pengembangan pada akhir TA12Indikator Menengah

untuk Tonggak Penting Pembangunan

Model Keterlibatan WBG

Bidang Keterlibatan Inti 4: Sektor Pendidikan (lanjutan)

Meningkatkan pendidikan dasar untuk mencapai MDG dalam hal angka masuk sekolah dasar dan target melek huruf dan meningkatkan kualitas pendidikan untuk meningkatkan daya saing dan inklusivitas

Kurangnya informasi, dan pengawasan serta evaluasi dana pendidikan yang lemah.

6. Informasi yang meningkat dan penerapan, pengawasan dan evaluasi dana pendidikan yang lebih baik melalui program BOS-KITA. Dasar: Tidak ada pengawasan dana pendidikan secara sistematis dan berkala yang independen. Sasaran: Suatu Unit Pengawasan Independen Pusat atau Central Independent Monitoring Unit (CIMU) didirikan dan dioperasikan dengan basis seluruh sektor. Sumber data: Data Depdiknas dan CIMU.

CIMU beroperasi di wilayah-wilayah dan program-program tertentu

Pembiayaan Berkelanjutan: BERMUTU; Pendidikan Tinggi; ECED; MDTF Kapasitas Pendidikan Dasar; BERMUTU dan TF ECED (Belanda)

Pembiayaan Terencana: BOS; SISWA 1 & 2; TF Pendidikan

AAA/Lainnya: Tinjauan dan penilaian sektor pendidikan; dukungan untuk RENSTRA; PER; ESW tentang ECED; Pendidikan Tinggi (IMHERE); GDLN; BERKERJA;

Bidang Keterlibatan Inti 5: Kelestarian Lingkungan dan Pengurangan Bencana

Memperkuat kapasitas negara untuk beradaptasi pada perubahan iklim dan menjawab tantangan lingkungan untuk menjamin kesinambungan

Persaingan di antara rekan imbangan nasional untuk memimpin program perubahan iklim: mandat dan mitra yang tidak jelas; subsidi bahan bakar dan listrik yang berakar menurunkan insentif untuk efisiensi energi dan sumber daya terbarukan; masalah-masalah kepemerintahan yang terus-menerus yang menyebabkan penggundulan hutan; hak guna tanah yang bertentangan dan ter-desentralisasi menghambat kemampuan mengolah hutan dan tanah gambut

1. Penurunan pertumbuhan gas rumah kaca atau greenhouse gas (GHG) di sektor energi. Dasar: Melanjutkan kecenderungan penurunan dalam pertumbuhan intensitas emisi gas rumah kaca untuk sektor energi: 1995-99: 4% rata-rata pertumbuhan tahunan; 2000-04: 1,7% rata-rata pertumbuhan tahunan. Sasaran: Tambahan 10% penurunan dalam pertumbuhan intensitas emisi selama 2005-10. Sumber data: “Indonesia and Climate Change: Current Status and Policies,” 2007, PEACE/DFID/World Bank.

• Mekanisme koordinasi perubahan iklim ditetapkan (2008)

• Peraturan usaha panas bumi dikeluarkan (2009)

• Rencana energi nasional dikeluarkan (2009)

• Peraturan undang-undang energi dikeluarkan (2010)

• Tindakan-tindakan perubahan iklim yang tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah (2010)

• Tindakan-tindakan yang dianggarkan dan sedang diterapkan (berkesinambungan)

• Rencana induk tanah gambut Kalimantan tengah diterapkan (2009-12)

• Inventaris tanah gambut, analisis awal dan analisis risiko dirampungkan (2010)

Pembiayaan yang sedang berjalan: Rehabilitasi Terumbu Karang (GEF); Penipisan Ozon (OTF); Dana Perwalian untuk Sumber Daya Air (Belanda)

Pembiayaan terencana: DPL5; CC DPL; Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan; Dana Investasi Kehutanan; Dana Perwalian Perubahan Iklim; investasi IFC

AAA/Lain-lain: Strategi pertumbuhan karbon rendah; studi REDD; DRR untuk Aceh; Program Transformasi Pemerintah untuk Aceh (AGTP)

Persaingan di antara rekan imbangan nasional untuk memimpin program perubahan iklim: mandat dan mitra yang tidak jelas; subsidi bahan bakar dan listrik yang berakar menurunkan insentif untuk efisiensi energi dan sumber daya terbarukan; masalah-masalah kepemerintahan yang terus-menerus yang menyebabkan penggundulan hutan; hak guna tanah yang bertentangan dan ter-desentralisasi menghambat kemampuan mengolah hutan dan tanah gambut

2. Kebijakan-kebijakan dan proyek-proyek perintis untuk mengurangi emisi dari penggundulan hutan dan degradasi diterapkan dengan efektif. Dasar: Emisi karbon dari tanah sejumlah 2.563 juta ton setara CO2 (2005).Sasaran: 2.307 juta ton setara CO2.

• Keputusan dan pedoman Kementerian untuk program REDD (2008)

• “Kesiapan” REDD tercapai (2009)

52

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Tujuan Jangka Panjang Indonesia

Masalah dan Kendala Hasil Pengembangan pada akhir TA12Indikator Menengah

untuk Tonggak Penting Pembangunan

Model Keterlibatan WBG

Bidang Keterlibatan Inti 5: Kelestarian Lingkungan dan Pengurangan Bencana (lanjutan)

Memperluas kemampuan untuk meningkatkan kesiapan risiko bencana, langkah-langkah pengurangan, dan pemulihan pascabencana serta ketanggapan rekonstruksi untuk memperkuat kesinambungan

Kemungkinan pelipatgandaan usaha karena banyaknya mitra-mitra pembangunan dalam Pengurangan Risiko Bencana (DRR); struktur Badan Penanganan Bencana yang baru mungkin tidak memiliki kapasitas untuk memasukkan DRR

3. Pengurangan risiko bencana (DRR) yang diperkuat dalam perencanaan dan administrasi pembangunan. Dasar: Tingkat pembiayaan yang sudah ada untuk DRR. Sasaran: peningkatan 20% di tahun 2010. Sumber data: Anggaran nasional.

• National Action Plan for Disaster Risk Reduction issued by Bappenas (2010)

• Disaster Management Agency operational (2009)

• Local disaster management plans prepared (2011)

• Emergency operations centers designed and functional (continuous)

Pembiayaan yang sedang berjalan: Rehabilitasi Terumbu Karang (GEF); Penipisan Ozon (OTF); Dana Perwalian untuk Sumber Daya Air (Belanda)

Pembiayaan terencana: DPL5; CC DPL; Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan; Dana Investasi Kehutanan; Dana Perwalian Perubahan Iklim; investasi IFC

AAA/Lain-lain: Strategi pertumbuhan karbon rendah; studi REDD; DRR untuk Aceh; Program Transformasi Pemerintah untuk Aceh (AGTP)

4. Memperkuat pengaturan kelembagaan dan memampukan lingkungan untuk memudahkan penerapan pengurangan risiko bencana yang partisipatif. Dasar: Situasi saat ini adalah kapasitas DRR dan kebijakan/peraturan yang lemah dan terpecah-belah. Sasaran: Meningkatkan kapasitas dan kerangka operasi bagi DRR di kecamatan/provinsi sasaran selambat-lambatnya tahun 2012. Sumber data: Pemerintah provinsi.

Kebijakan-kebijakan, undang-undang dan peraturan-peraturan pengurangan risiko bencana, disiapkan dan diterapkan di provinsi-provinsi terpilih (2011)

5. Program penyadaran publik diterapkan untuk menggalakkan budaya aman. Dasar: Saat ini tidak ada program penyadaran publik berkualitas yang sistematis. Target: Kesadaran publik yang meningkat selambat-lambatnya tahun 2012. Sumber data: Pemerintah provinsi.

• Rencana-rencana pembangunan strategis lima-tahun dikembangkan dan diterapkan oleh pemerintah provinsi (2011).

• Program-program penyadaran publik dikembangkan dan diterapkan (2011)

53

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Kinerja sehubungan dengan MDG telah tercampur baur. Dari delapan Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) yang terdaftar di tabel di bawah ini, mayoritas sudah berada pada jalur yang tepat. Di tahun 2006, persentase penduduk yang hidup dengan kurang dari US$1 per hari jauh berada di bawah sasaran MDG yaitu 10,3 persen. Terdapat perbaikan-perbaikan yang menonjol dalam pencapaian pendidikan di tingkat dasar. Selain itu, angka bersih pendaftaran ke sekolah dasar tetap tinggi, termasuk dari sisi keseimbangan jender. Angka kematian balita menurun secara stabil. Akses ke sarana air yang lebih baik telah meningkat drastis,

meskipun masih cenderung rendah bagi masyarakat miskin. Namun indikator-indikator lain kurang positif. Penurunan kekurangan gizi stagnan sejak tahun 2002, mengurangi kemajuan yang dibuat di indikator lain dalam tujuan pengentasan kemiskinan, dan angka kematian ibu hanya menurun 20 persen antara tahun 1993 dan 2005, kemungkinan tidak cukup untuk memenuhi sasaran MDG tahun 2015. Akhirnya, meskipun dengan kemajuan-kemajuan terakhir, akses ke sanitasi yang lebih baik juga tetap jauh dari sasaran MDG untuk tujuan yang terkait dengan lingkungan hidup.

Kemajuan Indonesia dalam mencapai MDGnya

Tujuan Sasaran Sasaran tahun 2015 Nilai Sejak Sesuai

jalur

1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan yang ekstrem

Mengurangi separuh proporsi penduduk yang hidup di bawah 1 dolar AS perhari (indikator: proporsi penduduk yang hidup di bawah 1 dolar AS per hari)

10.3 8.5 2006 Ya

Mengurangi separuh proporsi penduduk yang menderita kelaparan (indikator: prevalensi kekurangan gizi) 19 25.8 2005 Tidak

2. Mencapai pendidikan dasar universal

Memastikan semua anak dapat menyelesaikan satu masa penuh pendidikan dasar (indikator: pendaftaran bersih di sekolah dasar) 100 93.2 2005 Ya

3. Memajukan kesetaraan jender dan memberdayakan perempuan

Menghilangkan kesenjangan jender di pendidikan dasar dan menengah, diharapkan selambat-lambatnya tahun 2005, dan di semua tingkat pendidikan selambat-lambatnya tahun 2015 (indikator: angka bersih untuk pendaftaran anak perempuan ke sekolah dasar)

100 99.7 2005 Ya

4. Menurunkan angka kematian anak

Menurunkan sebanyak 2/3 angka kematian balita (indikator: jumlah balita per 1.000 kelahiran hidup) 33 46.0 2005 Ya

5. Memperbaiki kesehatan ibu

Mengurangi sebanyak ¾ perbandingan angka kematian ibu (indikator: MMR per 100.000 kelahiran hidup) 105 307 2005 Tidak

6. Memerangi HIV, malaria dan penyakit lainnya

Telah dihentikan, sampai dengan tahun 2015, dan mulai menurunkan penyebaran HIV/AIDS dan penyakit berat lainnya(indikator: prevalensi HIV/AIDS)

Informasi kurang

Telah dihentikan, sampai dengan tahun 2015, dan mulai menurunkan insidensi TB (indikator: prevalensi TB per 100.000)

Tidak tersedia 262 2005 Ya

7. Menjamin kelestarian lingkungan

Mengurangi separuh, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk tanpa akses berkelanjutan ke air minum yang bersih (indikator: proporsi penduduk dengan akses ke air bersih)

86 77 2004 Ya

Mengurangi separuh, sampai dengan tahun 2015, proporsi penduduk tanpa akses berkelanjutan ke sanitasi dasar(indikator: proporsi penduduk dengan akses ke sanitasi dasar)

73 55 2004 Tidak

Sampai dengan tahun 2020, telah mencapai perbaikan kehidupan yang signifikan sedikitnya untuk 100 juta penduduk dareah kumuh Informasi kurang

Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan-kebijakan dan program-program negara dan memulihkan sumber daya lingkungan yang hilang

Informasi kurang

8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Bekerja sama dengan negara-negara berkembang, mengembangkan dan menerapkan strategi untuk pekerjaan yang layak dan produktif bagi generasi-generasi muda (indikator: angka pengangguran generasi muda)

Tidak tersedia 30.6 2005 Tidak

Apendiks 3.Indonesia: Kemajuan ke arah MDG

54

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Indonesia berada di ambang era baru. Setelah pergolakan-pergolakan ekonomi, politik dan sosial yang mencatat sejarah di akhir 1990-an, Indonesia telah mulai berdiri kembali, menjadi salah satu negara ekonomi kuat yang baru di dunia. Tingkat kemiskinan yang telah meningkat sebanyak lebih dari sepertiga selama krisis, kini berada di tingkat prakrisis.

Meskipun demikian, tantangan untuk menurunkan kemiskinan di Indonesia tetap menjadi masalah paling mendesak di negara ini. Jumlah penduduk yang hidup di bawah US$2/hari hampir menyamai semua yang hidup dengan atau di bawah US$2/hari di seluruh wilayah Asia Timur lainnya, kecuali RRC. Akhir-akhir ini, terdapat peningkatan yang tidak diperkirakan sebelumnya dalam angka kemiskinan. Kemunduran ini tampaknya disebabkan terutama oleh kenaikan tajam harga padi antara Februari 2005 dan Maret 2006 yang sebagian besar menyebabkan kenaikan angka masyarakat miskin menjadi 17,75 persen. Tetapi satu perkembangan terakhir yang positif adalah bahwa kemiskinan menurun ke tingkat sebelum tsunami di Aceh (lihat Kotak 1).

Indonesia memiliki peluang emas menurunkan kemiskinan dengan pesat. Pertama, dengan melihat sifat kemiskinan, memusatkan perhatian pada beberapa bidang unggulan dapat memberi beberapa kemenangan dengan cepat dalam perang melawan kemiskinan dan rendahnya hasil pengembangan manusia. Kedua, sebagai negara penghasil minyak dan gas, Indonesia berada di posisi untuk memperoleh keuntungan dalam beberapa tahun ke depan dari sumber-sumber daya keuangan. Hal ini disebabkan oleh harga minyak yang lebih tinggi dan penurunan subsidi bahan bakar. Ketiga, Indonesia masih dapat memperoleh keuntungan lebih jauh dari proses-proses demokratisasi dan desentralisasinya yang terus berlanjut.

Kemiskinan di Indonesia memiliki tiga ciri yang menonjol: (i) Banyak rumah tangga terkonsentrasi di sekitar garis kemiskinan pendapatan nasional sejumlah kurang lebih 1.55 dolar AS per hari PPP, membuat bahkan banyak penduduk tidak miskin rentan terhadap kemiskinan; (ii) ukuran kemiskinan pendapatan tidak mencakup jangkauan kemiskinan sebenarnya di Indonesia; banyak dari mereka yang kemungkinan tidak miskin secara pendapatan dapat diklasifikasikan sebagai masyarakat miskin berdasarkan kekurangan akses ke layanan-layanan pokok dan hasil pengembangan manusia yang buruk; dan (iii) dengan melihat ukuran besar dan kondisi berbeda-beda kepulauan Indonesia, kesenjangan regional merupakan ciri pokok kemiskinan di negara ini.

Sebuah analisis akan kemiskinan, faktor-faktor penentunya, dan sejarah Indonesia dalam menurunkan kemiskinan menunjuk pada tiga cara untuk memerangi kemiskinan. Tiga cara untuk membantu penduduk mengangkat diri mereka sendiri dari kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi, layanan sosial, dan belanja publik. Masing-masing dari cabang ini mengatasi satu atau lebih ciri-ciri pembentuk kemiskinan di Indonesia: kerentanan, multidimensi dan kesenjangan sosial. Dengan kata lain, strategi kemiskinan yang efektif untuk Indonesia memiliki tiga komponen:• Membuat Pertumbuhan Ekonomi Berguna bagi

Masyarakat Miskin. Pertumbuhan ekonomi telah dan akan terus menjadi hal penting dalam menurunkan kemiskinan. Membuat pertumbuhan berguna bagi masyarakat miskin sekaligus merupakan kunci menghubungkan masyarakat miskin di seluruh bagian-bagian kepulauan Indonesia yang berbeda-beda dengan proses pertumbuhan, baik antara daerah pedalaman dan perkotaan maupun antara kelompok-kelompok regional dan kepulauan yang beragam. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengatasi masalah kesenjangan regional. Untuk mengatasi karakteristik kerawanan kemiskinan yang dikaitkan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apa pun yang dapat mengalihkan distribusi ini ke sayap kanan akan dengan cepat menurunkan insidensi dari dan kerentanan terhadap kemiskinan pendapatan.

• MembuatLayananSosialBergunabagiMasyarakatMiskin. Pemberian layanan sosial pada masyarakat miskin, baik oleh sektor publik maupun swasta, penting untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia. Pertama, hal ini merupakan kunci dalam mengatasi dimensi nonpendapatan dari kemiskinan. Indikator pengembangan manusia yang tertinggal, seperti angka kematian ibu yang tinggi, harus ditanggulangi dengan meningkatkan kualitas layanan yang disediakan untuk orang miskin. Hal ini melampaui tingkat-tingkat belanja publik: hal tersebut mengenai meningkatkan sistem pertanggungjawaban, mekanisme pemberian layanan, dan bahkan proses-proses pemerintah. Kedua, sifat kesenjangan regional melampaui kesenjangan pendapatan dan sebagian besar tecermin pada kesenjangan dalam akses ke layanan yang, pada gilirannya, menghasilkan kesenjangan dalam hasil pengembangan manusia di seluruh wilayah. Karena itu, membuat layanan berguna bagi masyarakat miskin merupakan kunci untuk mengatasi masalah kesenjangan regional dalam kemiskinan.

• MembuatBelanjaPublikBergunabagiMasyarakatMiskin. Selain pertumbuhan ekonomi dan layanan

Apendiks 4.Indonesia: Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia:Ringkasan Penilaian Kemiskinan Terakhir

55

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

sosial, pemerintah -- dengan menargetkan belanja publik pada masyarakat miskin -- dapat membantu mereka dalam melawan kemiskinan pendapatan dan nonpendapatan. Belanja publik dapat digunakan untuk membantu mereka yang rentan terhadap kemiskinan pendapatan melalui sistem modern perlindungan sosial yang menggandakan usaha-usaha mereka dalam menangani ketidakpastian ekonomi. Selain itu, belanja publik dapat digunakan untuk meningkatkan hasil-hasil pengembangan manusia – dan karenanya, mengatasi aspek multidimensi nonpendapatan dari kemiskinan. Membuat belanja berguna bagi masyarakat miskin sangat berkaitan menimbang ruang keuangan yang makin bertambah yang ada di Indonesia saat ini.

Tiga transformasi sedang berlangsung di Indonesia, setiap transformasi dapat kurang lebih memihak masyarakat miskin. Langkah-langkah kebijakan yang dapat membuat perubahan-perubahan ini menurunkan kemiskinan dengan pesat termasuk:

• Selama Indonesia bertumbuh, ekonominya diubahdari ekonomi pertanian sebagai andalannya menjadi ekonomi yang akan lebih bergantung pada jasa dan

industri. Prioritas untuk membuat pertumbuhan ini berguna bagi masyarakat miskin adalah iklim investasi pedesaan yang lebih bersahabat, terutama lewat jalan-jalan desa yang lebih baik.

• Sementara demokrasi mengambil alih, pemerintahditransformasi dari keadaan di mana layanan sosial diberikan dari pusat menuju ke pemberian layanan yang lebih bergantung pada pemerintah daerah. Prioritas untuk membuat layanan berguna bagi masyarakat miskin adalah kapasitas pemerintah daerah yang lebih kuat dan insentif yang lebih baik untuk penyedia jasa.

•SementaraIndonesiamenyatusecarainternasional,sistem-sistem perlindungan sosialnya dimodernisasi sehingga Indonesia merata secara sosial dan kompetitif secara ekonomi. Prioritas untuk membuat belanja publik berguna bagi masyarakat miskin adalah dengan beralih dari intervensi pasar untuk komoditas yang dikonsumsi masyarakat miskin (seperti bahan bakar dan beras) ke penyediaan dukungan pendapatan yang ditargetkan pada rumah-rumah tangga yang miskin, dan menggunakan ruang keuangan untuk meningkatkan layanan-layanan kritis seperti pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi.

Kotak. Kemiskinan di Aceh

Gempa bumi dan tsunami di Samudera Hindia pada Desember 2004 menyebabkan kerusakan dan kerugian yang sangat parah di Aceh, baik dalam hal ekonomi maupun korban jiwa. Kemiskinan di Aceh sedikit meningkat pasca tsunami, yaitu dari 28,4 persen pada tahun 2004 menjadi 32,6 persen pada tahun 2005. Hal ini merupakan kebalikan dari penurunan angka kemiskinan yang terjadi di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Pada tahun 2006, angka kemiskinan turun menjadi 26,5 persen di bawah angka pratsunami. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan angka kemiskinan sehubungan dengan terjadinya tsunami hanya bersifat sementara, dan kemungkinan besar kegiatan-kegiatan rekonstruksi mendorong penurunan tersebut.

Meskipun demikian, angka kemiskinan di Aceh tetap jauh lebih tinggi daripada daerah-dearah lainnya di Indonesia. Tingkat pertumbuhan di Aceh sangat rendah dan bahkan cenderung negatif dalam tiga puluh tahun terakhir, seringkali tertinggal di belakang Indonesia dan Sumatra Utara. Kemiskinan di Aceh terutama merupakan sebuah fenomena pedesaan, di mana terdapat lebih dari 30 persen rumah tangga di pedesaan yang hidup di bawah garis kemiskinan. Tampaknya ada dua kelompok yang tumpang tindih tetapi rentan secara berbeda, yaitu kelompok miskin struktural atau mereka yang sudah miskin sebelum tsunami terjadi, dan mereka yang mengalami “guncangan” dan yang menderita kerugian harta benda dan kekayaan pribadi karena tsunami.

Prioritas pengentasan kemiskinan di Aceh meliputi:

• Upaya-upayapembangunanjangkapanjangperludifokuskan pada daerah-daerah termiskin di Aceh, terutama daerah-daerah di pedalaman pedesaan dan daerah-daerah yang terpencil.

• Setiapstrategipengentasansebaiknyadifokuskanpada peningkatan produktivitas sektor pertanian dan perikanan.

• Untuk menghindari berkembangnya konflik, yangsangat erat hubungannya dengan kekayaan sumber daya alam, Pemerintah Aceh dapat: (i) melakukan diversifikasi ekonomi yang jauh dari sumber daya alam; (ii) meningkatkan transparansi distribusi dan penggunaan pendapatan; dan, (iii) memastikan penerapan prinsip supremasi hukum.

• Pemerintah Aceh perlu berinvestasi dalamkepegawaian yang kuat untuk menjamin alokasi sumber daya yang efektif, serta penyediaan layanan publik yang berkualitas.

• PemerintahAcehperlumenelitipolabelanja,sepertimeningkatnya belanja administrasi pemerintah dan pembayaran gaji pegawai negeri.

• Pemerintah Aceh perlu melanjutkan investasibesarnya dalam pendidikan, serta meningkatkan efisiensi belanja.

• Perencanaan yang lebih baik diperlukan untukmenyesuaikan kebutuhan yang telah diketahui dan alokasi sumber daya di sektor-sektor kunci.

56

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Apendiks 5.Indonesia: Doing Business 2008

INDONESIA Asia Timur & Pasifik Pendapatan menengah ke bawah

Kemudahan berusaha (peringkat) 123

PNB per kapita 1,420

Populasi (juta) 223.0

Memulai usaha (peringkat) 168 Melindungi investor (peringkat) 51

Prosedur (jumlah) 12 Indeks luas pengungkapan 9

Waktu (hari) 105 Indeks luas pertanggungjawaban direktur 5

Biaya (% pendapatan per kapita) 80.0 Indeks kemudahan tuntutan pemegang saham 3

Modal minimum (% pendapatan per kapita) 38.4 Indeks kekuatan perlindungan investor 5.7

Mengurusi izin (peringkat) 99 Membayar pajak (peringkat) 110

Prosedur (jumlah) 19 Pembayaran (jumlah per tahun) 51

Waktu (hari) 196 Waktu (jam per tahun) 266

Biaya (% pendapatan per kapita) 286.8 Total tingkat pajak (% laba) 37.3

Mempekerjakan karyawan (peringkat) 153 Melakukan perdagangan lintas batas (peringkat) 41

Indeks kesulitan mendapatkan karyawan 72 Dokumen ekspor (jumlah) 5

Indeks kekakuan jam kerja 0 Waktu ekspor (hari) 21

Indeks kesulitan memutuskan hubungan kerja 60 Biaya ekspor (US$ per kontainer) 667

Indeks kekakuan pemberian kerja 44 Dokumen impor (jumlah) 6

Biaya kerja bukan upah (% gaji) 10 Waktu impor (hari) 27

Biaya PHK (minggu gaji) 108 Biaya impor (US$ per kontainer) 623

Mendaftarkan asset (peringkat) 121 Penegakan kontrak (peringkat) 141

Prosedur (jumlah) 7 Prosedur (jumlah) 39

Waktu (hari) 42 Waktu (hari) 570

Biaya (% nilai aset) 10.5 Biaya (% klaim) 122.7

Mendapatkan kredit (peringkat) 68 Menutup usaha (peringkat) 136

Indeks kekuatan hak hukum 5 Waktu (tahun) 5.5

Indeks kedalaman informasi kredit 3 Biaya (% klaim) 18

Cakupan catatan publik (% orang dewasa) 20.5 Tingkat pemulihan (sen per dolar) 12.6

Cakupan biro swasta (% orang dewasa) 0.2

57

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Kelestarian lingkungan dan manajemen bencana adalah dua topik/bidang yang sangat penting untuk memperkuat upaya-upaya pemerintah Indonesia menuju pembangunan yang berkesinambungan dalam tahun-tahun mendatang. Hingga saat ini di Indonesia, keterlibatan Bank Dunia dalam kedua bidang ini sangatlah terbatas, terutama sehubungan dengan perubahan iklim. Bank Dunia berencana meningkatkan keterlibatannya dalam tiga tahun ke depan untuk menanggapi permintaan dukungan dari pemerintah Indonesia, meningkatkan strategi pemerintah yang terkait, dan menggunakan keunggulan komparatif EAP.

Kelestarian lingkungan

Sifat dan jangkauan. Perubahan iklim semakin banyak mendapatkan perhatian di Indonesia, bahkan lebih daripada sebelumnya. Para pemimpin politik sedang menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa Indonesia merupakan penghasil gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia. Para pemangku kepentingan, baik lokal maupun nasional, terpacu oleh kemungkinan menghindari penggundulan hutan dengan dukungan dari pembayaran-pembayaran internasional. Masyarakat sedang mempertimbangkan risiko dan opsi tentang bagaimana suatu negara yang rentan dapat beradaptasi dengan pengaruh perubahan iklim. Indonesia juga mendapat lebih banyak sorotan dari dunia internasional sebagai tuan rumah COP 13 tahun ini (Bali, 3-14 Desember, 2007).

Dampak-dampak pembangunan (kesehatan dan penghidupan). Walaupun mungkin Indonesia hanya akan mengalami sedikit kenaikan suhu, perubahan iklim akan mengakibatkan peningkatan curah hujan dan tingkat permukaan laut. Dampak-dampak potensial dari pembangunan meliputi: (a) meningkatnya ancaman terhadap ketahanan pangan; (b) menurunnya produktivitas pertanian; (c) dibanjirinya daerah pantai dan masyarakat yang produktif; (d) hilangnya pertanian dan penghidupan pantai; (e) terpengaruhnya penyimpanan air (waduk, pembangkit tenaga listrik, pasokan air minum); (f) semakin maraknya penyakit yang ditularkan melalui air dan serangga; dan (g) merosotnya ekosistem terumbu karang.

Sebab-sebab utama. Tingginya emisi gas rumah kaca di Indonesia didorong oleh penggundulan hutan, kebakaran hutan, dan degradasi tanah, terutama lahan gambut. Di balik emisi ini terdapat kebijakan dan

perundang-undangan kehutanan yang bagus, tetapi lemah dalam hal pelaksanaan dan pemberlakuan. Selain itu, prakarsa-prakarsa seperti ekspansi produksi biofuel dan revitalisasi industri kehutanan dapat memperburuk emisi apabila tidak direncanakan dengan matang. Emisi dari sektor energi yang relatif rendah tetapi meningkat pesat juga disebabkan oleh program Pemerintah Indonesia untuk melakukan ekspansi tenaga bahan bakar batu bara dan juga olehhambatan-hambatan dalam pengembangan sumber daya energi yang dapat diperbarui. Akhirnya, perencanaan atau investasi dalam hal penanggulangan masih relatif kurang.

Strategi pemerintah. Terdapat berbagai strategi pemerintah sehubungan dengan topik ini, yang meliputi: (a) Rencana Aksi Nasional untuk Mengatasi Perubahan Iklim yang diluncurkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup pada COP13 di Bali pada bulan Desember 2007; (b) strategi antar kementerian untuk mengurangi emisi yang disebabkan oleh penggundulan hutan dan degradasi juga diajukan di Bali; (c) strategi energi nasional; dan (d) maksud Departemen Keuangan untuk mengembangkan strategi pertumbuhan berkarbon rendah.

Bantuan Bank Dunia dan donor kunci lainnya. Masyarakat internasional sedang mengupayakan cara-cara menanggapi komitmen yang semakin bertambah untuk mengatasi sebab dan akibat perubahan iklim. Pembiayaan untuk proyek CDM telah secara aktif digalakkan oleh Austria, Kanada, Denmark, Jepang, Belanda, dan Bank Dunia, karena Indonesia menandatangani Protokol Kyoto, tetapi hasilnya masih kurang baik. Yang lebih mutakhir lagi adalah kemungkinan mengurangi emisi gas rumah kaca melalui pencegahan penggundulan hutan yang telah menjadi prioritas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebagai tanggapan, Australia telah mengumumkan Prakarsa Global untuk Hutan dan Iklim sebesar US$200 juta dengan fokus geografis pada Indonesia. Bank Dunia dan mitra donor sedang mengembangkan Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan dengan modal awal sebesar US$300 juta dolar dan berkemungkinan untuk mengikutsertakan Indonesia sebagai mitra percobaan.

Kesenjangan-kesenjangan strategis dalam strategi pemerintah dan/atau tanggapan donor. Hingga kuartal kedua tahun 2007, perubahan iklim terutama menjadi tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan

Apendiks 6.Indonesia: Menuju Peningkatan Kelestarian Lingkungan dan Manajemen Risiko Bencana

58

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

fokus utamanya adalah proyek-proyek CDM. Sejak itu, masalah tersebut telah menarik perhatian Presiden dan kementerian-kementerian terkait, seperti Kementerian Koordinasi Ekonomi, Departemen Keuangan, Kehutanan, dan Perdagangan, kemudian dukungan donor. Mungkin kesenjangan terbesar yang masih ada adalah kebijakan pemerintah di sektor energi belum terlembagakan atau disesuaikan dengan agenda perubahan iklim.

Latar belakang dan prakarsa Bank Dunia yang diajukan. Bank Dunia merupakan salah satu pelaku yang telah berperan aktif dalam isu-isu perubahan iklim selama lima tahun terakhir. Hal ini meliputi: (a) pelaksanaan kegiatan dengan program penanggulangan perubahan iklim GEF; (b) penyadaran tentang peluang-peluang CDM; dan (c) pengembangan proyek-proyek CDM secara aktif untuk pembiayaan karbon. Dengan konteks tersebut di atas, saat ini terdapat suatu kesempatan unik untuk meningkatkan keterlibatan dan efektivitas Bank dalam membantu Indonesia untuk mengatasi isu-isu perubahan iklim. Setiap pilar strategi berikut ini didasari oleh salah satu keunggulan komparatif ini dengan tujuan mendukung kemampuan Indonesia memahami dan menanggapi tantangan-tantangan perubahan iklim.

• Pilar 1: Menetapkan konteks debat. Bank perlu menggunakan kekuatannya dalam menyelenggarakan rapat dan menganalisis untuk membantu para pemangku kepentingan di Indonesia memahami isu-isu dan opsi-opsi yang dihadapi oleh negara dalam menanggulangi dan menyesuaikan diri dengan pemanasan global. Dua faktor unggulan untuk pilar ini adalah (a) sintesis canggih yang baru-baru ini diselesaikan tentang informasi terkini dan terpercaya tentang Indonesia dan perubahan iklim (emisi, dampak, dan kebijakan), dan (b) kajian opsi untuk pertumbuhan berkarbon rendah yang sedang direncanakan dengan Departemen Keuangan untuk tahun 2008-2009. Selain itu, Bank akan menilai keterkaitan karbon, energi, dan iklim sebagai bagian dari upayanya untuk mempersiapkan Analisis Lingkungan Hidup Negara.

• Pilar 2: Berfokus pada pencegahan penggundulan hutan dan degradasi. Karena degradasi hutan dan lahan gambut merupakan sumber emisi gas rumah kaca yang sangat besar di Indonesia, wajar untuk memulai pendekatan di bidang ini. Tujuan bidang ini seharusnya adalah membantu Indonesia mengembangkan dan melaksanakan strateginya mengurangi emisi akibat penggundulan dan degradasi hutan, baik melalui bantuan teknis dan pembiayaan proyek-proyek percobaan. Di luar penggundulan hutan yang dapat diatasi, aspek-aspek lain dari perubahan iklim tetap perlu diatasi: (i) Kelanjutan peningkatan portfolio CDM untuk pembiayaan karbon; ii) Pemanfaatan program-

program energi dan transportasi untuk memajukan bahan bakar dan teknologi ramah lingkungan; dan (iii) Mengatasi isu-isu adaptasi jangka panjang melalui proyek-proyek infrastruktur Bank, pinjaman kebijakan pembangunan (termasuk kemungkinan untuk DPL perubahan iklim yang mandiri melalui kerja sama dengan Jepang dan ADB) dan dukungan manajemen bencana.

• Pilar 3: Memobilisasi sumber daya dan dukungan. Sebagai suatu bank pembangunan yang bersifat multilateral, WBG memiliki akses tiada banding terhadap sumber daya manusia, sumber daya keuangan dan teknis, termasuk praktek internasional yang baik. WBG perlu memanfaatkan keunggulan komparatif ini untuk membantu meningkatkan upaya terkait perubahan iklim di Indonesia, misalnya, dengan cara menjadikan portfolio investasi Bank “kebal iklim”. Bank telah memobilisasi hampir US$2 juta dalam hal bantuan teknis untuk: (a) mempersiapkan metodologi, strategi, dan portfolio percobaan REDD (bersama Departemen Kehutanan, DfID dan Australia); (b) memulai strategi pertumbuhan berkarbon rendah (bersama Departemen Keuangan); dan (c) meningkatkan strategi adaptasi nasional (bersama KLH dan UNDP). Sepanjang tahun 2007, Bank telah berdiskusi dengan masyarakat internasional, melalui kelompok koordinasi Lingkungan/NRM di Jakarta, tentang pembentukan prakarsa/dana multi-donor untuk sumber daya alam; adanya ketertarikan yang semakin besar untuk menjadi donor, yaitu dari Australia, Jerman, Inggris, dan negara-negara lainnya seputar isu-isu perubahan iklim di Indonesia merupakan suatu peluang yang luar biasa untuk memajukan prakarsa ini. Setelah terbentuk, Dana ini dapat berfungsi tidak hanya sebagai mekanisme pembiayaan, tetapi juga sebagai forum koordinasi donor serta dialog kebijakan antara Pemerintah Indonesia dan masyarakat internasional tentang isu-isu perubahan iklin dan pengelolaan sumber daya alam.

Dampak dan indikator-indikator yang dapat dipantau. Indikator-indikator yang dapat dipantau meliputi:• EmisiCO2yanglebihrendahsecaraperkapitadanper

dolar Amerika PDB• Penurunanlajupenggundulanhutantahunan• PenurunanluastanahdalamHa/tahunyangrusak

akibat kebakaran hutan• LuaslahangambutdalamHa/tahunyangdipulihkan

atau dilindungi• EmisiCO2yanglebihrendahperGWhlistrikyang

dihasilkan• Peningkatandalampersentaseenergiyangdipasok

dari sumber daya yang dapat diperbarui• Persentase proyek-proyek Bank yang telah

menerapkan tindakan-tindakan adaptasi

59

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Manajemen Bencana

Sifat dan Jangkauan. Karena posisi geografisnya, komposisinya, dan demografinya, Indonesia dan populasinya sangat rentan terhadap bencana. Antara tahun 2003 hingga 2005 saja, badan bencana nasional (Bakornas) mencatat adanya 1.430 bencana, termasuk banjir dan angin topan (mencapai 70 persen dari jumlah bencana), tanah longsor, dan bencana-bencana geologis (gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi). Selain itu, Indonesia juga rentan terhadap kekeringan, kebakaran hutan, wabah, dan bencana-bencana antropogenik (teknologi).

Dampak-dampak pembangunan (kesehatan dan penghidupan). Peristiwa-peristiwa besar seperti tsunami di Aceh pada tahun 2004 dan gempa bumi di Yogyakarta pada tahun 2006 menelan ribuan korban jiwa dan mengakibatkan kerugian miliaran dolar. Hampir 170.000 orang tewas akibat tsunami, dan kerugian serta kerusakan yang diderita mencapai US$4,5 miliar. Lebih dari 5.700 orang tewas akibat gempa bumi dan kerugian ekonomi diperkirakan mencapai US$3,1 miliar. Dampak pembangunan lokal dari peristiwa-peristiwa ekstrem ini sangatlah besar sehingga memerlukan rekonstruksi perumahan, infrastruktur, dan perekonomian secara besar-besaran. Bencana-bencana yang sama pentingnya tetapi tidak terlalu dikenal adalah berbagai bencana kecil bulanan yang berakibat kematian, cedera, dan kesulitan ekonomi.

Sebab-sebab utama. Bencana-bencana alam disebabkan terutama oleh kekuatan-kekuatan yang tidak dapat dikendalikan, seperti gerakan lempeng-lempeng tektonik atau semburan magma melalui kerak bumi. Akan tetapi, paparan, dan kerentanan risiko bencana dapat lebih dikendalikan. Paparan terhadap risiko meningkat karena buruknya perencanaan tata ruang dan pengelolaan sumber daya alam. Kerentanan terhadap risiko jadi lebih besar akibat rendahnya kesadaran masyarakat, infrastruktur yang kurang memadai, pemberlakuan standar yang lemah seperti peraturan pembangunan gedung, dsb. Paparan dan kerentanan yang lebih besar terhadap faktor-faktor risiko memperbesar jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda akibat bencana.

Strategi pemerintah. Pada tahun 2006, Indonesia mengeluarkan sebuah rencana aksi nasional untuk mengurangi risiko bencana (DRR) yang berupaya untuk: (a) menjamin bahwa DRR menjadi prioritas nasional dan lokal; (b) mengetahui, menilai, dan memantau risiko-risiko bencana dan meningkatkan peringatan dini; (c) menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun budaya keamanan dan ketahanan; (d) mengurangi faktor-faktor risiko yang mendasar, dan (e) memperkuat kesiapan bencana guna efektivitas tanggapan. Pada bulan Maret 2007, MPR menyetujui Undang-Undang tentang Manajemen Bencana yang

menyusun rencana ini, menjelaskan tanggung jawab atas DRR serta tanggap bencana di tingkat daerah maupun nasional serta memperbarui pengaturan-pengaturan kelembagaan untuk manajemen bencana.

Bantuan Bank Dunia dan donor kunci lainnya. Bantuan donor untuk tanggap bencana di Indonesia cukup signifikan, terutama untuk peristiwa-peristiwa besar. Sumber daya pasca tsunami dari donor-donor bilateral maupun multilateral serta internasional dan LSM lokal mencapai lebih dari US$5 miliar. Dukungan untuk DRR kurang lebih sama signifikansinya, yaitu melalui bantuan teknis dan prakarsa-prakarsa percobaan yang diberikan oleh UNDP, DfID, Jerman, Jepang, lembaga Palang Merah AS, dan LSM.

Kesenjangan-kesenjangan strategis dalam strategi pemerintah dan/atau tanggapan donor. Laporan Perkembangan Strategi Bantuan Negara Indonesia (September 2006) mengidentifikasi “Manajemen Risiko Bencana” sebagai pilar keempat untuk CAS karena: (a) Aceh dan Nias akan memerlukan keterlibatan yang besar secara terus-menerus, terutama selama tahun 2007-2008; (b) pelajaran-pelajaran yang dipetik dari rekonstruksi pasca tsunami diterapkan dalam upaya-upaya pemulihan di Yogyakarta dan Jawa Tengah; (c) Indonesia telah menjadi pusat risiko flu burung dan flu manusia; dan (d) peristiwa-peristiwa ini, bersama dengan tingginya kerentanan bahaya di Indonesia serta semakin pentingnya penyesuaian diri terhadap perubahan iklim, memperbesar kebutuhan mendesak untuk dibuatnya kerangka kerja manajemen risiko bencana. Hal ini akan diikuti oleh upaya-upaya untuk membangun kapasitas internal untuk pengurangan risiko dan tanggap bencana serta dukungan strategis bagi para mitra eksternal dalam pengurangan dan manajemen bencana.

Prakarsa dan latar belakang EAP yang diajukan. Komponen-komponen internal dan eksternalnya meliputi:

• Pembangunan kapasitas internal untuk pengurangan risiko dan tanggap bencana. Bank memiliki kebijakan baru tentang Tanggapan Cepat terhadap Krisis dan Keadaan Darurat (OP/BP 8.00, Januari 2007). Dua tahun terakhir ini telah memberikan pengalaman intensif bagi Bank Dunia di Indonesia dalam menanggapi serangkaian keadaan darurat dan krisis (tsunami dan gempa bumi di Aceh dan Nias, gempa bumi di Yogyakarta/Jawa Tengah, flu burung, banjir di Jakarta, dsb.). Bank perlu memanfaatkan kebijakan yang baru dan sumber daya yang tersedia untuk menjamin bahwa Bank dapat secara efektif menanggapi bencana-bencana di masa mendatang dan mengintegrasikan pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari portfolio pinjaman dan hibah (hal ini dapat dilakukan seiring integrasi penyesuaian diri terhadap

60

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

perubahan iklim). Hasil Kunci yang Direncanakan: a) terbentuknya tim manajemen bencana virtual, dengan mengacu pada keahlian di lapangan dan di kantor pusat, untuk sosialisasi pengetahuan, koordinasi, dan tanggap cepat; b) pelatihan dan penyadaran tentang OP/BP 8.00 dan pengurangan risiko bencana; c) fasilitas keahlian di bidang pengurangan risiko bencana dan sumber daya bagi kelompok-kelompok kerja yang secara aktif memiliki ketertarikan dalam memasukkan kesiapan dan penanggulangan bencana sebagai bagian dari pengoperasian mereka yang terus menerus dan terencana;

• Mendukung para mitra eksternal dalam pengurangan dan manajemen bencana. Makalah OPCS berjudul, “Menuju Kerangka Kerja Baru untuk Tanggap Cepat Bank terhadap Krisis dan Keadaan Darurat,” mengharuskan Bank mempromosikan suatu pendekatan proaktif untuk mengurangi risiko bencana di negara-negara berisiko tinggi dan untuk bekerja sama dengan semua mitra pembangunan dengan tujuan utama pengurangan risiko. Baru-baru ini Pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah Rencana Aksi Nasional untuk Pengurangan Bencana (2006-2009) dan DPR sedang memusyawarahkan RUU tentang manajemen bencana. UNDP, dengan dukungan dari DfID, sedang mengembangkan suatu program bertajuk “Masyarakat yang Lebih Aman melalui Pengurangan Risiko Bencana dalam Pembangunan.” Dengan demikian, ada mandat dan peluang untuk mendukung para mitra eksternal

dalam pengurangan dan manajemen bencana.Hasil Kunci yang Direncanakan: (a) mobilisasi sumber daya dari Dana Global bagi Pengurangan dan Tanggap Bencana (GFDRR); (b) dukungan khusus untuk persiapan Rencana Aksi Nasional yang baru untuk periode 2010-2014 (Bappenas), pembangunan kapasitas untuk instansi-instansi manajemen bencana dan pengembangan kerangka kerja untuk jaminan risiko bencana (Departemen Keuangan); dan (c) koordinasi dengan para mitra pembangunan, yaitu partisipasi aktif dalam Kelompok Kerja Teknis PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana.

Dampak dan indikator-indikator yang dapat dipantau. Beberapa indikator penting meliputi:

• Kecepatantanggapandanutilitasoperasional timmanajemen bencana virtual

• Peleburan elemen-elemen DRR dalam 50 persenoperasi peminjaman yang baru dan pembaruan tindakan-tindakan dalam 25 persen portofolio yang ada

• Mobilisasi sumber daya (lebih dari AS$1 juta)GFDRR dan dana lainnya untuk kegiatan internal maupun eksternal

• Penyelesaian sedikitnya satu kemitraan eksternaldalam tanggap bencana atau pengurangan risiko (bersama Bappenas, instansi-instansi manajemen risiko bencana dan/atau Departemen Keuangan)

61

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Apendiks 7.Indonesia: Indikator Lingkungan Hidup

Indonesia EAP LMCJumlah populasi (juta) 220.6 1884.4 2256.8Populasi daerah perkotaan (% dari jumlah populasi) 48.1 41.5 46.5PDB (dalam miliar AS$ yang berlaku saat ini) 287 3056.6 4013.6PNB per kapita, metode Atlas (dalam AS$ yang berlaku saat ini) 1260 1633 1789Luas tanah (dalam ribuan km persegi) 1812 15871 27977Lahan pertanian (% dari luas tanah) 26.4 50.8 42.1Lahan beririgasi (% lahan pertanian) 12.4 .. 26.3Area hutan (% area lahan) 48.8 28.4 26.5Deforestasi per tahun (% perubahan) .. .. ..Area yang dilindungi secara nasional ((% total area lahan) 14.3 12.1 12.8Spesies mamalia, total yang diketahui .. .. ..Spesies mamalia, terancam .. .. ..Spesies burung, total yang diketahui 1604 .. ..Spesies burung, terancam 121 .. ..Indeks manfaat GEF untuk keanekaragaman hayati (0 = tidak ada potensi keanekaragaman hayati sampai 100 = maksimum)

90 .. ..

PDB per unit penggunaan energi (konstan 2005 PPP $ per kg dari ekuivalen minyak)

3.9 3.3 3.6

Penggunaan energi (kg dari ekuivalen minyak per kapita) 814 1182 1216Bahan bakar yang dapat diperbarui dan limbah (% total energi) 28.5 15.5 12.8Impor energi, bersih (% total penggunaan energi) -46.7 0.1 -14Konsumsi daya listrik (kWh per kapita) 509 1492 1502Produksi listrik dari sumber batu bara (% total) 40.7 70.4 56.9Emisi CO2 (kg per 2005 PPP $ dari PDB) 0.6 0.9 0.8Emisi CO2 (metrik ton per kapita) 1.7 3.3 3.4PM10, tingkat negara (mikrogram per meter kubik) 96 73 69Mobil penumpang (per 1.000 orang) .. 14 21Sumber daya air tawar internal yang dapat diperbarui per kapita (meter kubik) 12867 5022 5769Pengambilan air tawar per tahun, total (% sumber daya internal) 3 .. ..Pengambilan air tawar per tahun, pertanian (% total pengambilan air tawar) 91 .. ..Peningkatan sumber air (% populasi dengan akses) 77 79 81Peningkatan sumber air, pedesaan (% populasi pedesaan dengan akses) 69 70 71Peningkatan sumber air, perkotaan (% populasi perkotaan dengan akses) 87 92 93Peningkatan fasilitas sanitasi (% populasi dengan akses) 55 51 55Peningkatan fasilitas sanitasi, pedesaan (% populasi pedesaan dengan akses) 40 36 39Peningkatan fasilitas sanitasi, perkotaan (% populasi perkotaan dengan akses) 73 72 76Tingkat kematian, bawah lima tahun (per 1.000) 36 31 37Tabungan yang disesuaikan: tabungan kotor (% PNB) 27 44.5 39.4Tabungan yang disesuaikan: konsumsi modal tetap (% PNB) 10.1 10.1 10.2Tabungan yang disesuaikan: tabungan nasional bersih (% PNB) 16.9 34.5 29.2Tabungan yang disesuaikan: pengeluaran pendidikan (% PNB) 0.9 2.1 2.5Tabungan yang disesuaikan: deplesi energi (% PNB) 11.5 6.7 10.4Tabungan yang disesuaikan: deplesi mineral (% PNB) 2.6 0.6 0.6Tabungan yang disesuaikan: deplesi hutan bersih (% PNB) .. 0 0Tabungan yang disesuaikan: kerusakan karbon dioksida (% PNB) 0.9 1.2 1.2Tabungan yang disesuaikan: kerusakan emisi partikel (% PNB) 1.2 1.3 1.1Tabungan bersih yang disesuaikan, termasuk kerusakan emisi partikel (% PNB) 1.6 26.8 18.4

Keterangan: LMC (pendapatan menengah rendah), EAP (Asia Timur dan Pasifik)Sumber: World Bank, Little Green Data Book (2008)

62

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Laporan Penyelesaian CAS ini mengkaji pelaksanaan dan efektivitas Strategi Bantuan Negara (Country Assistance Strategy/CAS) dari Kelompok Bank Dunia (World Bank Group/WBG) Untuk Indonesia TA04-08 (Laporan No. 27108-IND) yang disetujui pada tanggal 29 Oktober 2004. Laporan Kemajuan CAS (CASPR) selesai pada bulan September 2006 (Laporan No 36856-IND). Beberapa penyesuaian telah dilakukan terhadap CAS yang asli sebagaimana tampak pada CASPR terkait dengan indikator hasil, perpanjangan periode CAS selama satu tahun hingga TA08 sejak tanggal penyelesaian periode sebelumnya pada TA07 disamping empat bidang lain yang menjadi fokus dalam menanggapi kebutuhan darurat Pemerintah.

Tujuan Strategis Jangka Panjang Indonesia

Pada saat persiapan CAS, Indonesia sedang dalam proses transisi dari suatu negara otokratis, dengan ekonomi tersentralisasi menjadi suatu negara demokratis dengan ekonomi terdesentralisasi. Pemerintah telah berhasil memulihkan stabilitas makroekonomi dan mengurangi kemiskinan hingga ke tingkat sebelum krisis. Kendati demikian, jumlah masyarakat miskin di Indonesia masih tetap tinggi dan banyak di antaranya yang tetap rawan terhadap kemungkinan untuk masuk dalam kategori di bawah garis kemiskinan sebagai akibat dari guncangan yang merugikan. Pertemuan yang membahas tetang hasil MDG juga tidak mengalami kemajuan yang berarti. Penyediaan layanan dasar bagi publik dalam kerangka terdesentralisasi merupakan suatu peluang sekaligus juga merupakan tantangan. Walaupun Indonesia telah memulai upaya untuk mengatasi isu-isu pemerintahan dan korupsi, upaya reformasi tersebut terhambat oleh lambatnya pelaksanaan akibat kapasitas kelembagaan yang lemah.

Agenda jangka pendek pemerintah Indonesia terjebak oleh keputusan pemerintah untuk tidak memperbarui program IMF setelah selesainya program tersebut pada bulan Desember 2003. Alih-alih, pemerintah mempersiapkan suatu paket ekonomi komprehensif berupa tindakan kebijakan yang terikat dengan waktu (time-bound) untuk dilaksanakan dalam jangka

pendek (18 bulan). Paket ekonomi tersebut – atau ‘buku putih’ (panduan otorisasi) – mencakup bidang-bidang inti manajemen makroekonomi, reformasi sektor keuangan, dan kebijakan untuk memulihkan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Paket tersebut cukup komprehensif tetapi ambisius, terutama untuk dilaksanakan selama periode penyelenggaraan pemilihan umum.

Kerangka kerja jangka menengah Pemerintah untuk mengurangi kemiskinan dijabarkan dalam RPJM (rencana jangka menengah), yang mencerminkan visi pembangunan negara selama jangka waktu 2004-2009 dan dalam Dokumen Strategi Penurunan Angka Kemiskinan Sementara (I-PRSP). Ketiga tujuan pembangunan nasional selama tahun 2004-2009 tersebut diuraikan dalam RPJM berupa menciptakan Indonesia yang aman dan damai, Indonesia yang adil dan demokratis, dan Indonesia sejahtera.

Tujuan CAS

CAS dirancang guna mendukung agenda jangka pendek dan jangka menengah Pemerintah. Melalui pencapaian tujuan tersebut, dua hambatan utama dapat diidentifikasi, yaitu: (i) iklim investasi yang lemah dan (ii) rendahnya kualitas penyediaan layanan bagi masyarakat miskin. Kemajuan dalam kedua bidang tersebut selanjutnya terhambat oleh masalah mendasar berupa kepemerintahan yang lemah. Bank menerapkan strategi berupa dukungan kepada Indonesia dalam upayanya memperkuat iklim investasi dan meningkatkan penyediaan layanan dasar sambil mengatasi masalah inti pemerintahan. Bank menghadapi tantangan tambahan dalam menanggapi serangkaian bencana alam yang belum pernah terjadi sebelumnya (gempa bumi dan tsunami di Aceh pada bulan Desember 2004, gempa bumi di Nias pada bulan Maret 2005, gempa bumi di Jogyakarta pada bulan Mei 2006) dan keprihatinan yang meningkat sehubungan dengan merebaknya virus Flu Burung (Avian Human Influenza/AHI). Dengan demikian, keempat bidang fokus dalam pengelolaan risiko bencana yang meningkat tercakup dalam CASPR. Keempat fokus tersebut menjadi pilar dalam CAS.

Tanggal CAS: 29 Oktober 2003 No. Laporan 27108-INDTanggal Laporan Kemajuan CAS: 5 September 2006 No. Laporan 36856-INDJangka Waktu cakupan Laporan Penyelesaian CAS: TA04 – TA08

Apendiks 8.Indonesia: Laporan Penyelesaian CAS

63

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

________________________________________________11 Dalam CAS asli, tata kelola pemerintahan merupakan pilar ketiga. Karena sifatnya yang sangat berpengaruh dan bersifat lintas sektoral, pilar tersebut diformulasikan kembali sebagai pilar pertama dalam CASPR. Namun demikian, Matriks Penyelesaian CAS (Lampiran A), tetap merupakan pilar ketiga.12 Indonesia: Evaluasi Bantuan Negara, IEG, Juni 2007, pp v

Pilar 1: Mengatasi Isu Mendasar dalam Kepemerintahan11: “KKN” (korupsi, kolusi dan nepotisme) diakui sebagai faktor penghambat dalam pembangunan negara. Sebagai akibatnya, “CAS dalam Kepemerintahan” ini telah menempatkan kegiatan kepemerintahan sebagai arus utama dalam program pemerintah Indonesia. Upaya mengatasi isuinti dalam kepemerintahan difokuskan pada penyusunan perencanaan pembangunan yang lebih tanggap bagi konstituen, pembentukan sistem pengelolaan keuangan publik yang diatur dengan baik dan transparan di semua tingkat pemerintahan, pelaksanaan desentralisasi yang efektif, dan pelaksanaan sektor keadilan yang kredibel dan tidak memihak, dan perhatian yang terfokus pada pengamanan kegiatan yang didukung oleh Bank dan sumber daya terkait.

Pilar 2: Meningkatkan Iklim Investasi Berkualitas Tinggi: Untuk meningkatkan iklim investasi, bantuan Kelompok Bank Dunia (WBG) difokuskan pada lima bidang, yaitu: mempertahankan stabilitas makroekonomi, membantu perkembangan sektor keuangan yang makin kuat dan terdiversifikasi dengan akses yang lebih adil, mendukung terciptanya lingkungan yang kompetitif bagi sektor swasta, memperbarui infrastruktur, dan mewujudkan peluangterciptanya penghasilan berkelanjutan bagi rumah tangga yang lebih miskin.

Pilar 3: Menjadikan Pemberian Layanan Tanggap Terhadap Masyarakat Miskin: Upaya Bank diarahkan pada percepatan pencapaian MDG dalam bidang pendidikan dan Kesehatan, serta meningkatkan hasil pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat miskin.

Pilar 4: Pengelolaan Risiko Bencana: Membangun kembali Aceh dan Nias, menanggapi bencana gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah, dan meningkatkan efektivitas upaya pemerintah dalam mengendalikan penyebaran AHI merupakan bidang dukungan pokok dalam pilar pengelolaan risiko bencana.

Hasil-hasil CAS

Walaupun sebagian besar pelaksanaan CAS telah berada di jalur yang tepat, efektivitas kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebagaimana terukur dalam indikator hasil, menunjukkan nilai yang beragam. Kinerja negara dan hasil program Bank dalam bentuk kemajuan yang cukup baik dan dukungan Bank yang kuat terhadap pengelolaan ekonomi, pendidikan, pembangunan

masyarakat dan rekonstruksi pascabencana telah berbaur dengan hasil yang kurang efektif dari sektor kesehatan dan infrastruktur (termasuk air bersih dan kebersihan lingkungan) serta sektor pemerintahan daerah.

CAE tahun 2007 mengakui bahwa “Program-program yang didukung oleh Bank telah memberikan kontribusi yang berarti dalam mendukung upaya pemulihan stabilitas makroekonomi dan membantu Indonesia untuk kembali kepada tingkat penghasilan sebelum terjadinya krisis dan mengurangi kemiskinan menyusul kenaikan angka kemiskinan yang tajam selama krisis krisis ekonomi12.

Kajian tersebut mendapati bahwa dibandingkan dengan tujuan-tujuan Bank, keberhasilan pemerintah dalam mencapai stabilitas makroekonomi, manajemen fiskal yang cermat, dan kemajuan yang dibuat dalam kerangka kerja legislatif dan kelembagaan di berbagai bidang, semuanya menunjukkan pencapaian yang penting. Namun demikian, laporan tersebut mencatat bahwa kegiatan transisi tersebut belum menerapkan dasar-dasar yang diperlukan untuk bergerak ke tahapan berikutnya dalam mencapai pertumbuhan, penurunan kemiskinan, dan kemajuan sosial. Secara khusus, laporan tersebut menemukan bahwa diperlukan perbaikan terhadapp iklim investasi.

Sebagaimana biasanya, sulit untuk mengukur kaitan langsung antara kontribusi spesifik Bank dan hasil spesifik yang dicapai oleh negara karena WBG memainkan peran yang tidak berarti dalam kerangka kerja bantuan pembangunan Indonesia dan dalam beberapa bidang. Kemajuan negara pun lambat.

Pilar 1: Mengatasi Isu-Isu Mendasar dalam Kepemerintahan

Kemajuan yang dicapai oleh NegaraSaat ini, pemberantasan korupsi merupakan prioritas utama dalam pemerintahan. Pemerintah pun telah menjalankan upaya-upaya yang tepercaya untuk memperdalam kerangka kelembagaan dan pengaturan guna mengatasi isu-isu korupsi termasuk kegiatan pencucian uang, kebebasan untuk memperoleh informasi, dan perlindungan terhadap saksi. Beberapa lembaga independen baru telah dibentuk selama beberapa tahun terakhir, seperti Komisi Antikorupsi, Komisi Yudisial, Satuan Tugas Tindak Pidana Keuangan, Pengadilan Niaga, Ombudsman, Komisi Pemilihan Umum, dan Tim Investigasi Khusus untuk Tindak Pidana Korupsi. Lembaga-lembaga tersebut

64

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

________________________________________________13 Kaufmann D., A. Kraay, and M. Mastruzzi, 2007: Governance Matters VI: Governance Indicators for 1996-2006.

menjalankan fungsinya dengan tingkat efektivitas beragam. Tuntutan-tuntutan berhasil diajukan terhadap para mantan menteri, pemimpin perusahaan, gubernur yang sedang menjabat, hakim dan pembuat peraturan. Ratusan investigasi kasus korupsi terhadap para pejabat tinggi telah disetujui oleh Presiden. Kasus tindak pidana khusus yang dilimpahkan kepada Kejaksaan Agung telah meningkat hampir enam kali lipat selama lima tahun terakhir. Hal-hal di atas merupakan hasil pokok dalam kaitannya dengan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Peningkatan indikator kepemerintahan Indonesia sebagaimana tampak dalam ‘Hal-Hal tentang Kepemerintahan VI (Governance Matters VI)’ menunjukkan bahwa proses tersebut memberikan dampak yang cukup besar13. Undang-undang dan peraturan tentang pernyataan kekayaan pejabat negara, antipencucian uang, kriminalisasi pelanggaran korupsi, keuangan negara, perbendaharaan negara, perolehan kekayaan, pemeriksaan keuangan keuangan, dan standar-standar akuntansi. Baru-baru ini, Indonesia telah bergabung dalam prakarsa Pengembalian Aset-Aset Negara yang Dicuri (Stolen Asset Recovery/StAR) yang didukung oleh Bank Dunia dan Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menangani masalah Obat-Obatan dan Tindak Pidana (United Nations Office of Drugs and Crime/UNODC). Walaupun terlalu dini untuk menyatakan keberhasilan agenda pemerintahan tersebut, upaya tersebut telah menunjukkan indikator kemajuan yang cukup jelas. Namun demikian, reformasi peradilan dan hukum menunjukkan hasil yang mengecewakan.

Reformasi dalam bidang kepegawaian negara juga telah diluncurkan walaupun agak terlambat dengan melakukan reorganisasi skala penuh di Departemen Keuangan (DepKeu) guna menangani penyusunan dan pelaksanaan anggaran, peraturan dalam bidang pajak dan kepabeanan, dll., yang seringkali merupakan hal mendasar dalam peluang mengatasi korupsi. Pada 2006, pemerintah melanjutkan program pengembangan kantor-kantor pajak modern dengan ekspansi utama pada kantor-kantor pajak tingkat menengah dan melalui reorganisasi kantor pajak pusat untuk mendukung agenda reformasi pajak jangka panjang.

Pelaksanaan ‘ledakan’ (‘big-bang’) desentralisasi di Indonesia tahun 2001, yang telah mendorong terbentuknya 440 pemerintahan daerah, tetap menyisakan kerumitan dan menghadapi beragam tantangan dengan pelaksanaan administrasi dan keuangan yang efektif yang saat ini menjadi tanggung jawab pejabat-pejabat pemerintah daerah. Keputusan-keputusan tentang On-granting dan on-lending yang disetujui pada periode awal telah diperbarui, tetapi tetap

menghadapi tantangan-tantangan dalam penyediaan sumber daya daerah oleh mitra pembangunan, termasuk Bank Dunia, selama periode CAS. Peran dan tanggung jawab di setiap tingkat pemerintah tetap belum sepenuhnya jelas, sehingga memperlambat pelaksanaan program dan menimbulkan inefisiensi dalam penyediaan layanan di tingkat pemerintah daerah.

Kontribusi Bank DuniaHal terpenting selama periode CAS adalah bahwa WBG berhasil memperoleh kembali kredibilitasnya yang telah hilang selama masa kekuasaan Soeharto. WBG berhasil membentuk kembali dan meningkatkan kemitraan dengan beberapa pemangku kepentingan utama yang siap melaksanakan reformasi. Selama penyusunan CAS telah diantisipasi bahwa seluruh program yang bersifat pemberian pinjaman dan nonpemberian pinjaman (lending dan nonlending) dirancang untuk memperkuat akuntabilitas dan transparansi melalui dua pendekatan, yaitu: (i) partisipasi publik yang lebih besar dalam menentukan kebijakan dan proses pemantauan kebijakan di semua tingkatan pemerintahan yang berbeda dan (ii) meningkatkan kemampuan lembaga-lembaga yang bertanggung jawab untuk melaksanakan reformasi dalam bidang kepemerintahan. CAS yang lebih awal telah membentuk fondasi yang kuat untuk memperluas agenda kepemerintahan (misalnya, penasihat pemerintah berbasis lapangan dan pembentukan suatu komite antikorupsi dalam negeri). Secara khusus, tim Indonesia memberikan perhatian yang sangat besar terhadap kegiatan-kegiatan pengamanan yang didukung oleh Bank guna menghadapi isu-isu penipuan dan korupsi, antara lain dengan memasukkan Rencana Kepemerintahan dan Tindakan AntiKorupsi wajib (GAAP) sebagai bagian dari Dokumen Penilaian Proyek untuk proyek-proyek yang disetujui selama periode CAS. Namun demikian, pengalaman dalam pelaksanaan dan pemantauan GAAP telah berbaur dalam portofolio tersebut.

Saran Bank dalam pengelolaan keuangan publik yang transparan dan akuntabel (PFM) telah mendorong perundang-undangan dan peraturan baru dalam Keuangan Negara, Perbendaharaan Negara, dan Pemeriksaan Keuangan Negara. Melalui Proyek Pengelolaan Keuangan dan Administrasi Pendapatan Pemerintah (GFMRAP). Kegiatan ini memungkinkan reorganisasi dalam DepKeu, meningkatkan akuntabilitas, melenyapkan tumpang tindih dan duplikasi fungsi, dan memungkinkan DepKeu untuk memberikan perhatian yang lebih efektif terhadap fungsi-fungsi intinya.

Bank memainkan peran penting dalam mendukung desentralisasi melalui pengelolaan dan administrasi Fasilitas Dukungan Desentralisasi (DSF) multi donor. Jasa Konsultasi IFC (IFCAdvisory Service) telah meningkatkan iklim investasi dengan melakukan

65

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

kerja sama dengan pemerintah distrik dalam hal reformasi perizinan dan pengaturan lainnya. Generasi pertama dari proyek-proyek pemerintah daerah yang sedang dilaksanakan (ILGRP, USDRP, SPADA) adalah pengembangan kapasitas untuk peningkatan kepemerintahan daerah, akuntabilitas dan transparansi sambil tetap memberikan perhatian kepada program-program penurunan angka kemiskinan secara terdesentralisasi. Sebagai bagian dari penyusunan ILGRP, telah disusun strategi penurunan angka kemiskinan di tingkat pemerintah daerah bagi 15 kabupaten menyusul diadakannya konsultasi publik. Saat ini Bank sedang melaksanakan survei komprehensif enam bulanan terbesar tentang penyediaan layanan publik dan korupsi di 440 kabupaten di Indonesia, yang memungkinkan Bank untuk melacak dampak dari desentralisasi terhadap hasil-hasil yang dicapai pemerintah seiring dengan berjalannya waktu. Namun demikian, generasi pertama proyek-proyek pemerintah daerah tersebut dilaksanakan lebih lambat dari yang direncanakan. Ini akibat adanya isu-isu terkait dengan on-lending dan on-granting yang menyebabkan tertundanya pencapaian hasil-hasil terkait dengan penguatan kepemerintahan daerah.

Selama periode pelaksanaan CAS, intervensi Bank terhadap sektor peradilan cukup terbatas. Kontribusi Bank yang patut dicatat diberikan di tingkat masyarakat melalui Program Keadilan bagi Masyarakat Miskin (Justice for the Poor) yang berbentuk nonpinjaman. Kegiatan-kegiatan dalam program ini telah memberikan kontribusi dalam meningkatkan akses terhadap layanan peradilan di tingkat daerah, yang memberikan perhatian terutama bagi masyarakat miskin dan unsur-unsur masyarakat yang termarjinalisasi. Program tersebut juga menyelidiki berbagai situasi konflik yang berbeda yang menghasilkan proses-proses penyelesaian perselisihan informal yang berbeda. Di tingkat nasional, Bank telah memberikan dukungan kepada Komisi AntiKorupsi (KPK) selama tahap eksistensi awalnya yang sulit dan bersama-sama dengan IMF, membangun dasar hukum bagi KPK, membantu menjamin proses yang wajar dalam pemilihan anggota-anggotanya, dan mendukung komisi yang baru dibentuk tersebut untuk melaksanakan kegiatan operasi. Dukungan ini membantu meningkatkan jumlah penyelidikan dan penuntutan yang berhasil, termasuk dalam beberapa kasus yang mendapatkan banyak perhatian.

Pilar 2: Memperbaiki Iklim bagi Investasi Berkualitas Tinggi

Kemajuan yang dicapai negaraSebagian besar tindakan yang terikat waktu dari Paket Ekonomi dapat dipenuhi sesuai jadwal yang ditentukan, sehingga memperlancar upaya pemerintah keluar dari program IMF. Tiga paket kebijakan tentang iklim investasi, reformasi sektor keuangan, dan

infrastruktur dikeluarkan pada tahun 2006. Paket kebijakan komprehensif yang menguraikan 168 upaya reformasi spesifik diterbitkan pada tahun 2007 untuk dilaksanakan hingga bulan Desember 2008.

CASPR tahun 2006 menunjukkan bahwa kelemahan mendasar dalam iklim investasi sedang diatasi secara bertahap, sehingga mendorong makin meningkatnya kepercayaan dan kedaulatan dalam peringkat kredit. Dampak dari makin membaiknya kebijakan adalah meningkatnya laju pertumbuhan, walaupun cukup lambat, dan menurunnya angka kemiskinan. Walaupun sektor kesehatan perbankan menunjukkan peningkatan, CASPR memandang perlunya peningkatan upaya diversifikasi dalam sektor keuangan yang lebih besar.

Pengelolaan makroekonomi dan fiskal yang baik dan lingkungan eksternal yang mendukung telah memperkuat fondasi ekonomi Indonesia. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 5,5 persen pada tahun 2006 dan 6,3 persen pada tahun 2007. Utang pemerintah turun dari 80 persen dari PDB tahun 2000 menjadi sekitar 35 persen dari PDB tahun 2007, cukup jauh di bawah target yang ditentukan dalam Undang-Undang Keuangan Negara sebesar 60 persen – suatu pencapaian yang besar. Pendorong utama dalam pertumbuhan tersebut adalah pulihnya investasi dengan peningkatan investasi terhadap rasio PDB sebesar 22 persen pada tahun 2004 menjadi 25 persen pada tahun 2007. Tingkat inflasi (meningkat sampai dengan peningkatkan harga minyak dan komoditas baru-baru ini) melambat dan kepercayaan terhadap pasar keuangan makin meningkat sebagaimana terlihat dalam peringkat obligasi Moody’s and S&P tahun 2006 yang telah diperbarui. Sebagai akibat dari pengurangan subsidi minyak yang cukup besar pada tahun 2005, serta menurunnya pembayaran utang jasa dan peningkatan pendapatan, Indonesia telah mencapai “ruang fiskal” (“fiscal space”) tambahan sebesar US$15 miliar per tahun. Jumlah tersebut setara dengan sekitar 4 persen PDB, yang merupakan peningkatan terbesar dalam sumber daya fiskal tambahan sejak Indonesia mendapat “durian runtuh” dari penjualan minyak pada tahun 1970-an. Namun demikian, meningkatnya harga bahan makanan telah mendorong inflasi keseluruhan yang saat ini mencapai 7,4 persen sebagaimana inflasi bahan makanan yang mencapai 10,4 persen (Februari 2008, year-on-year). Meningkatnya harga minyak telah menguras sumber fiskal – subsidi minyak dan listrik kemungkinan mencapai hampir atau di atas US$20 miliar pada tahun 2008, lebih tinggi secara nominal dibandingkan dengan nilai yang telah mendorong penyesuaian harga pada tahun 2005.

Di puncak krisis keuangan, pemerintah secara efektif memiliki hampir 80 persen sistem perbankan. Pencapaian utama selama periode pascakrisis adalah penjualan semua bank terbuka kepada investor asing

66

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

yang kredibel. Saham bank-bank milik negara dalam seluruh sistem perbankan telah turun hingga 10 persen sejak tahun 2003 dan hingga saat ini mencapai 36 persen. Peraturan dan pengawasan sistem perbankan telah meningkat tajam. Pemberian pinjaman yang berhati-hati kepada sektor swasta (belajar dari krisis) dan pertumbuhan yang cepat dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan pemberian pinjaman konsumsi merupakan kekuatan dari sistem tersebut. Pada sektor swasta, semua hambatan utama yang dihadapi dunia usaha telah menurun secara konsisten sejak tahun 2003, termasuk berkurangnya waktu untuk memulai usaha dari 168 hari pada tahun 2003 menjadi 105 hari pada tahun 2007. Persentase perusahaan yang menganggap pengurusan pajak sebagai masalah yang sedang, parah, dan sangat parah turun dari 57 persen menjadi 38 persen, sementara mereka yang menganggap peraturan kepabeanan dan perdagangan sebagai masalah yang sedang, parah, dan sangat parah turun dari 51 persen menjadi 32 persen pada periode yang sama. Peringkat Indonesia dalam indikator Doing Business juga telah meningkat, dari peringkat 135 dari 175 peserta survei pada tahun 2007 naik menjadi peringkat 123 dari 178 peserta survei pada tahun 2008. Namun demikian, undang-undang tenaga kerja yang kaku tetap menghalangi perekrutan baru dalam sektor formal.

Membaiknya lingkungan investasi infrastruktur berbaur dengan keterlibatan sektor swasta yang rendah. Komite Nasional dalam Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) dibentuk pada tahun 2005 dan suatu Unit Pengelolaan Risiko dibentuk oleh Depkeu. Dua pertemuan tingkat tinggi dalam bidang infrastruktur diadakan oleh Pemerintah dan menarik minat sektor swasta untuk berpartisipasi. Namun demikian, tidak adanya proyek-proyek yang menguntungkan telah mengurangi jumlah peserta tender PPP. Kendati sektor swasta menunjukkan partisipasinya dalam bidang kelistrikan, pembatalan Undang-Undang Ketenagalistrikan pada tahun 2002 menimbulkan isu politik berupa distorsi harga yang cukup besar yang mempengaruhi sektor energi/kemampuan utilitas energi untuk beroperasi secara efektif. Tingkat keberhasilan pemerintah dalam kelembagaan dan pengaturan sektor air bersih dan kesehatan lingkungan menunjukkan hasil yang paling rendah. Pemerintah tidak menunjukkan kemajuan dalam isu-isu seputar tunggakan PDAM (perusahaan daerah air minum) sehingga menghambat pemberian dukungan pinjaman dari Bank dan mitra pembangunan lainnya kepada lembaga tersebut.

Kontribusi Bank DuniaSatu tahun menjelang pelaksanaan CAS, Indonesia berhasil memenuhi CAS high case triggers. Akibatnya, dukungan anggaran melalui serangkaian DPL diberikan kembali pada tahun 2004 dan empat DPL bernilai US$1,9 triliun telah dicairkan seluruhnya. DPL Bank

yang pertama terkait dengan agenda jangka pendek pemerintah sebagaimana diuraikan dalam Paket Ekonomi dan ditujukan untuk mendorong kelancaran dalam keluarnya Indonesia dari program IMF, dan oleh karena itu membantu meningkatkan rasa percaya diri. Secara bersama-sama, DPL-DPL tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan terhadap reformasi kebijakan Pemerintah dalam bidang stabilitas makro ekonomi, iklim investasi, pemberian layanan, pengelolaan keuangan publik, dan antikorupsi.

Program investasi IFC telah melalui tiga tahap yang berbeda sebelum, selama, dan sesudah krisis dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan pemerintahan. Komitmen investasi IFC rata-rata sebesar US$109 juta per tahun sebelum krisis, yang difokuskan terutama pada peluang-peluang manufaktur yang tidak terkait dengan Pemerintah. Selama tahun-tahun krisis (Tahun Anggaran 98-00), IFC berfokus pada restrukturisasi masalah-masalah investasinya dan/atau melindungi investasi-investasinya dari para sponsor yang sering berbeda pendapat atau para kreditur lain yang tidak tertarik untuk mengikuti prinsip pembagian beban secara adil di antara para pemodal perusahaan dalam tekanan keuangan. Hal tersebut merupakan tantangan bagi para penanam modal, termasuk IFC, untuk menegakkan hak-hak hukum setelah krisis karena lemahnya sistem peradilan. Operasi investasi IFC yang baru selama tahun-tahun krisis dibatasi hanya untuk membantu perusahaan-perusahaan klien yang ada dengan dukungan untuk menyelesaikan proyek-proyek yang sedang berjalan yang mana rencana pembiayaan awalnya tidak dapat dilanjutkan karena runtuhnya sistem perbankan selama periode tersebut. Selama tahun-tahun krisis, rata-rata operasi investasi IFC hanyalah satu proyek per tahun dengan komitmen investasi rata-rata sebesar US$16,9 juta. Selama tahun-tahun pasca krisis, operasi investasi IFC telah pulih hingga ke tingkat sebelum krisis dan baru-baru ini telah diperluas sejalan dengan perbaikan dalam lingkungan pemerintahan dan reformasi iklim investasi. IFC rata-rata melaksanakan empat proyek dengan jumlah komitmen sebesar US$103,3 juta per tahun yang meningkat secara bertahap hingga Tahun Anggaran 2007 ketika IFC menyalurkan dana sebesar US$278 juta dalam tujuh proyek – dua proyek di bidang agrobisnis, tiga proyek di sektor keuangan, satu proyek di bidang manufaktur dan jasa umum, dan satu proyek di bidang pendidikan.

Selama periode CAS, fokus program sektor keuangan milik Bank menjadi lebih selektif dengan beralihnya pusat perhatian ke masalah-masalah nonbank dalam upaya untuk memperbaiki iklim investasi. Dukungan Bank terkait dengan infrastruktur pensiun, pasar utang, dan pasar modal telah menjadi instrumen untuk mendorong agar Bank Indonesia bersungguh-sungguh untuk memenuhi standar internasional. IFC juga telah meningkatkan keterlibatannya dalam

67

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

bidang keuangan. IFC menyetujui tiga pinjaman jangka panjang dalam bentuk mata uang rupiah untuk bank-bank umum di Indonesia sebesar US$305 juta. Pinjaman tersebut ditujukan untuk UKM di Indonesia. IFC juga mendukung proses konsolidasi bank. Jumlah bank umum masih lebih dari 130 dan lembaga yang berwenang berharap untuk menguranginya hingga sekitar 70 dengan menaikkan persyaratan modal. IFC telah terlibat dengan beberapa dari bank umum tersebut untuk memfasilitasi dan ikut serta dalam konsolidasinya. Program Konsultasi IFC telah membangun kapasitas bank-bank perkreditan rakyat dan lembaga-lembaga keuangan mikro, yang saat ini telah dilengkapi dengan investasi. IFC telah bekerja sama dengan enam koperasi wanita, 153 kelompok petani, dan bank-bank perkreditan rakyat di Bali dan Jawa Timur. IFC membantu terbentuknya lembaga keuangan mikro borongan (wholesale) pertama.

Pengembangan sektor swasta juga menjadi fokus bagi Kelompok Bank Dunia. Pemerintah mengeluarkan tiga paket reformasi hanya untuk masalah-masalah kebijakan iklim investasi semata yang juga memasukkan masukan-masukan dari WBG. Jasa Konsultasi IFC mulai bekerja di Indonesia pada tahun 2003 dan telah berkolaborasi dengan IBRD dan FIAS dalam hal reformasi Undang-Undang Investasi. Prestasi yang dicapai meliputi penurunan rata-rata waktu dan biaya perizinan usaha sebesar dua per tiga di kabupaten-kabupaten tertentu, menghemat sekitar US$10 juta per tahun; pengesahan sebuah pedoman nasional yang mendukung pembangunan kantor-kantor perizinan yang efektif; dan, pelaksanaan model peningkatan investasi yang baru di provinsi Aceh. MIGA terus menggunakan jasa online-nya untuk membantu Indonesia menarik investasi asing langsung dengan membuat profil tentang peluang-peluang investasi potensial di Indonesia. Bersama dengan dialog yang diselenggarakan sebagai bagian dari survei indikator Doing Business dan persiapan survei iklim investasi yang dilaksanakan dua kali setahun, WBG dapat meningkatkan agenda tentang iklim investasi hingga ke tingkat Presiden.

Kemajuan yang lebih lambat telah dibuat dalam perbaikan infrastruktur, yang tetap merupakan hambatan utama dalam peningkatan iklim investasi dan pemberian layanan sosial dasar. DPL untuk infrastruktur yang pertama dalam jumlah US$200 juta disetujui oleh Dewan Bank pada bulan Desember 2007, yang bersama dengan proyek Bantuan Teknis Infrastruktur Swasta Publik (PPITA), berupaya untuk membantu tercapainya suatu terobosan pada banyak agenda yang belum diselesaikan terkait dengan infrastruktur dan reformasi kebijakan PPP. Serangkaian proyek jalan, gas dan energi, serta irigasi dilaksanakan, namun kemajuan pengerjaannya lambat. Oleh karena itu, meskipun WBG telah menjadi mitra yang kuat bagi pemerintah di bidang infrastruktur dan keahliannya

sangat diandalkan, langkah intervensi investasi infrastruktur yang berskala besar perlu dipercepat. Dewan IFC menyetujui pinjaman sebesar US$50 juta kepada PGN (transmisi, distribusi, dan perdagangan gas skala besar). Pinjaman tersebut merupakan transaksi bersama dana sub-nasional yang pertama antara IFC dan tim Bank di Indonesia dan kerja sama pertama di dunia yang dilakukan dengan perusahaan utilitas yang mayoritas kepemilikannya di tangan pemerintah pusat. WBG juga mendukung dua pertemuan tingkat tinggi tentang infrastruktur yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2005 dan 2006, namun pertemuan tersebut tidak berhasil menarik sejumlah proyek PPP yang baik.

Dukungan WBG untuk meningkatkan peluang terciptanya pendapatan yang berkesinambungan bagi masyarakat miskin dipayungi oleh program pengelolaan daerah pantai – program pengelolaan terumbu karang (COREMAP) terbesar di dunia yang didanai oleh Bank. Program tersebut mencakup 416 komunitas pulau, meliputi wilayah seluas 2,6 juta hektare atau 25 persen terumbu karang di daerah tersebut dan telah membantu peningkatan kesadaran dan praktek-praktek masyarakat pantai. Di bawah proyek Pemberdayaan Petani dan Peningkatan Teknologi (FEATI), hasil-hasil program tersebut telah dipengaruhi oleh keterlambatan dalam persiapan dan awal pelaksanaan proyek. Jasa Konsultasi IFC telah berperan dalam memberikan hasil-hasil yang nyata pada sejumlah sektor, termasuk meningkatnya pendapatan para petani rumput laut, para petani jagung mendapatkan akses terhadap keuangan (banyak di antaranya yang baru pertama kali mendapatkan akses tersebut), dan usaha kecil Indonesia menjual kayu yang dipanen secara berkelanjutan (sustainably harvested wood) dalam bentuk mebel ke pasar-pasar yang telahberkembang.

Pilar 3: Menjadikan Pemberian Layanan Tanggap Terhadap Masyarakat Miskin

Kemajuan yang dicapai oleh NegaraKemajuan dalam pencapaian MDG di bidang pendidikan lebih baik dibandingkan kemajuan di bidang kesehatan sebagaimana tercantum dalam CASPR tahun 2006. Dengan desentralisasi, pemerintah daerah telah menjadi pemain dominan dalam pemberian layanan dan kini memiliki anggaran belanja yang jumlahnya hampir sama dengan pemerintah pusat. Namun, Kajian Belanja Pemerintah tahun 2007 menyoroti tidak efisiennya alokasi sumber daya dalam bidang kesehatan. Dibarengi dengan lemahnya kapasitas dan tantangan di bidang pemerintahan, pemberian layanan kesehatan publik tetap buruk dan dibebani oleh masalah kualitas dan akses. Angka pendaftaran di sekolah dasar telah meningkat dan Undang-Undang tentang Guru untuk meningkatkan kualitas dan pengerahan pengajar

68

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

telah disetujui. Di bidang kesehatan, pemanfaatan layanan kesehatan telah meningkat dan begitu pula persentase kelahiran yang dibantu oleh para tenaga kesehatan yang terlatih. Namun, upaya menurunkan angka kematian ibu masih lambat. Meskipun sistem operasional penyediaan air telah terbentuk di sekitar 1.206 desa yang mencakup kira-kira 3 juta penduduk, kemajuan dalam peningkatan layanan sanitasi masih belum memadai. Survei terakhir tentang rumah tangga yang dibiayai Bank (2006) – mencakup hampir 13.000 rumah tangga di 32 kabupaten di 29 provinsi -- menunjukkan bahwa 70 persen responden mengatakan bahwa layanan kesehatan telah meningkat sejak tahun 2001; lebih dari 72 persen peningkatan yang disebutkan terjadi dalam layanan pendidikan; dan lebih dari 55 persen yang disebutkan terjadi dalam layanan administrasi. Angka kemiskinan telah menurun dari sebesar 16,6 persen pada bulan September 2007 setelah mencapai angka tertinggi sebesar lebih dari 23 persen pada tahun 1999 sebagai akibat dari krisis keuangan (17,4 persen pada tahun 2003). Baru-baru ini Pemerintah mengumumkan sejumlah prakarsa besar yang baru untuk pengentasan kemiskinan dan pada bulan Agustus 2006. Pemerintah meluncurkan program pengentasan kemiskinan nasional yang pertama yang terdiri atas dua pilar: Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM); dan sebuah program percontohan Bantuan Tunai Bersyarat.

Kontribusi Bank DuniaMelalui dialog dan pekerjaan analitis di bidang pendidikan, Bank mendukung pengembangan Prioritas Strategis dalam Program Jangka Menengah Pengembangan Pendidikan tahun 2005-2009” (RENSTRA) yang kini menjadi dasar bagi program sektoral besar yang sedang dipersiapan. Bank juga membuat program percontohan Pengembangan Anak Usia Dini (ECD) yang cakupannya sedang diperluas. Program-program tersebut telah menunjukkan dampak yang cukup besar dalam membantu anak-anak dari keluarga miskin untuk mendapatkan nilai yang lebih tinggi di sekolah dasar dan lanjutan. Program Reformasi Pendidikan Nasional (dibiayai oleh negara Belanda dan Komisi Eropa) yang diselenggarakan Bank merupakan katalis bagi Bank untuk kembali terlibat dalam bidang pendidikan di Indonesia, dan Bank terus memberikan dukungan analitis yang luas bagi perumusan kebijakan, pengembangan RENSTRA yang berikutnya untuk tahun 2009-14, pengenalan perubahan undang-undang keguruan yang baru dan penyerahan proyek ECD. Bank dengan dukungan dari para donor yang sama membentuk Dana Perwalian untuk Pembangunan Kapasitas Pendidikan Dasar (BEC-TF) guna membantu pelaksanaan RENSTRA.

Di bidang kesehatan, pemberian pinjaman oleh Bank telah tercampur dan hanya sebagian yang terealisasi. Sejumlah proyek gagal (dengan sedikitnya peluang untuk keberlanjutan). Sebagian besar kegagalan

disebabkan oleh terbatasnya kapasitas untuk melakukan reformasi dan diperumit oleh kegamangan akibat desentralisasi yang terkait dengan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah vs. pemerintahan di tingkat yang lebih tinggi. Ketiga Proyek Kesehatan Provinsi (PHP) yang dibiayai Bank bertujuan meningkatkan hasil-hasil di bidang kesehatan melalui penguatan kapasitas kabupaten, provinsi, dan pusat kesehatan untuk mengelola sistem kesehatan yang terdesentralisasi. Proyek tersebut telah membantu pemerintah meningkatkan tingkat kelahiran dengan bantuan tenaga kesehatan yang terlatih dan memperluas cakupan imunisasi untuk vaksin BCG dan campak. Namun, cakupan vaksinasi untuk vaksin yang lain (DPT, polio dan HepB) gagal ditingkatkan. Bank baru-baru ini mulai terlibat dalam dialog tentang HIV/AIDS, terutama di Provinsi Papua di mana terdapat risiko HIV/AIDS yang tinggi.

Pada bulan April 2007, pemerintah mengumumkan rencana meningkatkan rangkaian program CDD pedesaan dan perkotaan (Proyek Pembangunan Kecamatan, KDP, dan Proyek Kemiskinan Perkotaan, UPP) yang didukung oleh Bank dan telah berjalan lama sebagai strategi pengentasan kemiskinan tingkat nasional. Kedua program tersebut mewakili program CCD terbesar di dunia yang dibiayai oleh Bank, mencakup 48 persen desa (sekitar 38.000) dengan fokus pada masyarakat yang paling miskin. Proyek-proyek tersebut telah berhasil meningkatkan akses masyarakat miskin (termasuk para wanita dan anggota masyarakat yang rentan) ke infrastruktur sosio-ekonomi tertier dan layanan lain. Model KDP dan UPP juga telah membantu meningkatkan pemerintahan di tingkat daerah dengan melibatkan masyarakat secara langsung dalam kerangka kerja yang partisipatif, memberdayakan, dan transparan. Model tersebut juga digunakan secara efektif untuk mendukung rekonstruksi pasca bencana di Aceh-Nias dan Yogyakarta.

Pilar 4: Manajemen Risiko Bencana

Kemajuan NegaraPemerintah memberikan tanggapan yang cepat dan komprehensif pada tragedi gempa bumi dan tsunami di Aceh pada Desember 2004. Tugas pertama adalah menyiapkan suatu Penilaian Kerusakan dan Kerugian yang melibatkan semua lembaga donor besar dan dipimpin oleh Bappenas. Tugas ini berhasil diselesaikan dalam waktu beberapa minggu dengan perkiraan kerugian yang mencapai hampir USS$4,5 miliar. Hasil penilaian ini disampaikan pada pertemuan Consultative Group di bulan Januari 2005 sebagai dasar untuk memobilisasi bantuan finansial internasional. Hal ini lalu diikuti dengan mempersiapkan suatu Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang lebih mendetail, yang dipimpin oleh Bappenas dan melibatkan komunitas donor. Hasil terbesar

69

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

upaya itu adalah didirikannya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) serta perekrutan berbagai orang Indonesia yang terkemuka dan kredibel dengan cepat sebagai staf. BRR didirikan secara resmi pada April 2005 dan mulai beroperasi sebulan kemudian.

Suatu hal yang sangat penting bagi proses rekonstruksi adalah perjanjian perdamaian antara pemerintah pusat dan GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Perdamaian ini mengakhiri konflik panjang selama puluhan tahun dan telah mengakibatkan hampir 15.000 korban jiwa serta penderitaan yang amat sangat bagi penduduk Aceh. MoU yang memfinalisasikan perjanjian perdamaian iniditandatangani pada 15 Agustus 2005, dan menjadi dasar yang kuat untuk menciptakan perdamaian pasca konflik. Selain berkontribusi dalam pengiriman bantuan pasca tsunami, penyelesaian konflik ini telah memperbaiki kualitas hidup dan meningkatkan harapan bagi pembangunan Aceh di masa depan.

Selama dua tahun terakhir, Indonesia telah menjadi pusat dari risiko flu burung dan manusia (Avian and Human Influenza - AHI). Risiko tersebut timbul karena wilayah negara yang besar, banyaknya kepemilikan unggas oleh jutaan rumah tangga, praktek-praktek pertanian yang berisiko tinggi, serta suatu pemerintahan terdesentralisasi yang kemampuannya lemah. Hingga 30 Januari 2008, 101 orang telah meninggal akibat AHI. Tanggapan pemerintah secara umum dipandang lambat dan tidak terkoordinasi, meskipun dalam beberapa bulan terakhir kampanye kesadaran publik nampaknya berhasil mencapai sebagian besar penduduk negeri ini.

Kontribusi Bank DuniaBank Dunia memainkan peran penting dalam menyiapkan Penilaian Kerusakan dan Kerugian, Rencana Induk Rekonstruksi, mendirikan BRR, dan memobilisasi dana dari komunitas donor. Penilaian Kerusakan dan Kerugian dari sisi donor dipimpin oleh Bank Dunia, dan berhasil diselesaikan dalam waktu kurang dari empat minggu setelah terjadinya tsunami. Atas permintaan Pemerintah, Bank Dunia memprakarsai, merancang, dan menulis perundang-undangan pendirian BRR dan menyediakan bantuan teknis (technical assistance), serta dukungan tanpa henti selama beberapa bulan pertama berdirinya BRR. Dana Multi-Donor (MDF atau Multi-Donor Fund) untuk Aceh telah mengumpulkan sumbangan hampir US$700 juta. Ini jumlah dana pascabencana yang paling besar di Bank, dan dianggap sebagai suatu mekanisme praktek terbaik untuk koordinasi donor dalam menanggapi bencana alam. Koordinasi erat MDF dengan BRR dan pemerintah daerah (Gubernur Aceh yang baru terpilih) telah memberikan kontribusi besar pada keberhasilannya. Bank Dunia juga telah merestrukturisasi tiga proyek IDA yang sedang berjalan (senilai US$20 juta) agar mencakup komponen rekonstruksi serta memobilisasi hibah JSDF (US$7,8

juta) untuk bantuan darurat. Selain itu, komponen rekonstruksi juga dimasukkan dalam dua proyek baru yang dikirimkan ke Dewan Bank di tahun anggaran 2005 (US$15 juta).

Proyek yang didanai melalui MDF telah membantu pemulihan masyarakat, infrastruktur dan transportasi, pembangunan kapasitas dan pemerintahan, serta manajemen lingkungan yang berkelanjutan. MDF juga meliputi masalah-masalah lintas sektor yang penting, yakni perlindungan lingkungan dan pemulihan berkelanjutan. Proses rekonstruksi pada umumnya berjalan baik, ditandai oleh pembangunan 85.000 rumah baru hingga bulan September 2007, yang 4.400 di antaranya dibiayai oleh Bank Dunia. Selain itu, 4.050 rumah telah diperbaiki. Bank juga mencatat keberhasilan lain, seperti: pembangunan/perbaikan 43 puskesmas dan 282 sekolah; perbaikan 846 jembatan; pembangunan kembali 2.330 kilometer jalan pedesaan serta 199 kilomenter jalan kota dibangun kembali; 1.211 proyek irigasi dan saluran air di wilayah pedesaan, dan perbaikan 178 kilometer saluran air di wilayah perkotaan; 1.148 sistem air bersih dan 1.032 unit sanitasi. Hingga Agustus 2007, telah lebih dari 11 juta hari kerja diciptakan melalui pekerjaan infrastruktur yang didukung Bank Dunia. Program rekonstruksi perumahan berbasis masyarakat (REKOMPAK) di Aceh telah berfungsi dengan sangat baik dan telah dipakai pemerintah sebagai contoh pembangunan perumahan pasca bencana di Jawa Tengah dan Yogyakarta. MDF adalah donor tunggal terbesar di sektor lingkungan hidup yang berfokus pada layanan manajemen limbah yang diperbaiki serta perlindungan sumber daya hutan. Proyek sertifikasi tanah tidak mendapatkan keberhasilan serupa – lebih dari 121.590 sertifikat diberikan (hingga Mei 2008) ke masyarakat, jauh dari sasaran 300.000 sertifikat di bulan Juni tahun 2007, karena Badan Pertanahan Nasional (BPN) menghadapi tantangan dalam menjalankan proyek seperti yang telah dirancang. Perancangan proyek dan penentuan sasaran dilakukan dalam jangka waktu singkat untuk menanggapi bencana ini; suatu faktor lain yang memperumit permasalahan, terutama di tahap awal proyek ini, adalah kesulitan dalam mendapatkan data.

Dalam waktu singkat setelah terjadinya tsunami, manajemen IFC menyetujui alokasi US$2,5 juta untuk mendukung upaya bantuan dari sektor swasta di semua negara yang diterjang tsunami, melalui suatu program hibah padanan (matching grant). Di Aceh, IFC memberikan kontribusi sumber daya ke tiga perusahaan swasta - GE, Sampoerna dan Cascal – untuk menyediakan air minum bersih bagi masyarakat serta membangun sekolah-sekolah sementara untuk pengungsi anak-anak. IFC juga menyediakan US$1 juta dan mendapatkan US$5,5 juta dari AusAID untuk mendirikan suatu program Jasa Konsultasi IFC di Aceh. Program ini dipakai membangun Kantor Penjangkauan Investasi (Investment Outreach Office)

70

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

untuk mendukung investasi sektor Swasta. IBRD memberikan saran kepada Gubernur Aceh tentang masalah kebijakan sektor swasta, meningkatkan pendapatan penambak udang dengan membantu memperbanyak hasil produksi, serta membantu meningkatkan layanan pengembangan usaha.

Pendekatan partisipatif proyek-proyek CDD yang melibatkan masyarakat madani, komunitas, sektor swasta, dan organisasi setempat lainnya juga membantu menyediakan bantuan pasca konflik. KDP adalah satu-satunya proyek Bank Dunia yang beroperasi di Aceh ketika konflik sedang berlangsung, dan jaringan fasilitatornya memainkan peran penting dalam menjangkau masyarakan pada masa-masa awal bencana tsunami tahun 2004. Proyek ini juga memfasilitasi reintegrasi pemberontak GAM.

Pengalaman rekonstruksi di Yogyakarta juga sangat mencengangkan. Dalam waktu kurang dari setahun setelah gempa bumi besar di bulan Mei tahun 2006, hampir 150.000 rumah (lebih dari setengah jumlah yang dibutuhkan) telah diperbaiki, sebagian besar dengan biaya rendah dan partisipasi masyarakat yang kuat. Bank Dunia juga menggunakan kemampuannya dalam mengumpulkan banyak pihak untuk menangani tragedi ini dengan membantu mengumpulkan beberapa mitra pembangunan dalam suatu Dana Rekonstruksi Jawa (Java Reconstruction Fund - JRF) senilai AS$84 juta. Pemerintah juga mengeluarkan suatu Undang-Undang Penanggulangan Bencana baru pada Maret 2007 untuk bersiap dan memberikan tanggapan yang lebih efektif terhadap bencana.

Kinerja Bank Dunia

Bagian ini membahas kinerja dari Bank Dunia sebagaimana diukur berdasarkan indikator kinerja internal dari Bank Dunia untuk portofolio ini, serta laporan-laporan seperti evaluasi PSR, ISR, CRMR, OED dan CAE (lihat Lampiran A, Matriks Penyelesaian CAS [CAS Completion Matrix]). Efektivitas layanan nonpeminjaman, termasuk mobilisasi dana perwalian, juga dibahas.

Penyampaian PinjamanSepanjang periode CAS, 23 proyek dari IBRD/IDA disampaikan, dengan nilai total kurang lebih US$4 miliar (lihat Lampiran B). Dari jumlah tersebut, US$0,9 miliar (24 persen) diberikan dengan syarat-syarat IDA; dan US$2,1 miliar diberikan untuk dukungan program. PREM memberikan bagian terbesar dari pinjaman-pinjaman baru tersebut, yakni sejumlah 49 persen (lima operasi, termasuk empat DPL), diikuti oleh Jaringan Pembangunan Berkesinambungan (Sustainable Development Network) sejumlah 45 persen (15 proyek, termasuk operasi IDPL), serta Jaringan Pengembangan SDM (Human Development Network) sejumlah 6

persen (tiga proyek). Tidak adanya kejelasan dan komitmen dari sejumlah rekanan di proyek-proyek penyaluran (pipeline projects) menyebabkan tingginya tingkat kegagalan – antara TA04 dan TA08, 13 proyek dibatalkan dan menyebabkan kerugian senilai US$3,33 juta akibat biaya persiapan yang terbuang percuma. Masa waktu rata-rata persiapan proyek adalah 35 bulan, menandakan bahwa keputusan membatalkan mayoritas dari proyek-proyek ini dilakukan pada tahap persiapan proyek yang sudah cukup tinggi. Selain itu, ada sekitar dua belas proyek yang dimasukkan dalam CAS atau CASPR yang tidak disiapkan (artinya proyek-proyek tersebut tidak mendapatkan AIS yang disetujui dan tidak menimbulkan biaya persiapan sama sekali).

Kualitas PortofolioHingga April 2008, seluruh portofolio Bank Dunia memiliki 24 proyek dengan jumlah bersih komitmen senilai US$2,5 miliar dan dana yang belum dicairkan senilai US$1,8 miliar. Kinerja portofolio cukup beragam dengan rasio pencairan sebesar 17 persen. Indeks proaktvitas tetap pada tingkatan 100 persen, namun indeks realisme hanya mencapai 40 persen. Hasil beragam ini terjadi akibat kapasitas pemerintah yang tidak cukup dan faktor ‘penghambat’ internal dari Bank Dunia. Meskipun CASPR pada 2006 telah mencatat adanya keberhasilan penting yang tercapai dari kualitas portofolio secara keseluruhan, juga ditemukan adanyasejumlah faktor risiko dan ditekankan pentingnya manajemen langsung yang berkelanjutan. CPPR untuk TA06 dan temuan-temuan awal dari CRMR TA08 juga telah menemukan faktor risiko utama yang mempengaruhi kualitas portofolio: kelemahan dalam manajemen proyek, korupsi dalam pengadaan barang dan jasa, penyalahgunaan dana proyek, keterlambatan dalam persetujuan dan penyaluran anggaran, ketiadaan perencanaan pengadaan serta tindakan pengadaan yang tidak tepat waktu, lambatnya pencairan, serta M&E yang lemah. Kajian-kajian portofolio ini menawarkan beberapa tindakan dan saran. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, GAAP kini telah menjadi komponen standar dari semua protek, biasanya bertindak sebagai sebuah pelengkap pada PAD dan selanjutnya digabungkan pada manual operasional proyek.

Tiga puluh enam proyek Bank Dunia ditutup antara TA04 dan bulan April 2008; dari jumlah tersebut, 27 telah dievaluasi oleh IEG (lihat Lampiran C). Dari proyek-proyek yang dievaluasi, 74 persen dinilai memberikan hasil yang memuaskan (satisfactory) atau cukup memuaskan (marginally satisfactory). Rasio proyek “berisiko” dengan total jumlah proyek (berdasarkan komitmen) saat ini ada pada tingkat 21 persen. Faktor risiko terkait meliputi kapasitas yang lemah untuk manajemen proyek, keterlamabatan pengadaan, korupsi dan penyalahgunaan dana, keterlambatan dalam menyalurkan pendanaan rekanan, serta pemantauan dan evaluasi. Bank

71

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

menangani permasalahan ini dengan merestrukturisasi proyek, membatalkan pinjaman, membangun dialog berkelanjutan dengan pemerintah atas dana rekanan, membantu pemerintah menyelesaikan penyalahgunaan dana, dan menyediakan dukungan untuk memperkuat tim pengadaan pemerintah.

Dalam periode CAS, IFC telah memberikan komitmen senilai US$935 juta untuk 43 proyek. Hingga 30 Maret 2008, komitmen IFC di Indonesia yang belum dicairkan berjumlah US$709 juta untuk 27 lembaga (US$694 juta untuk rekening IFC sendiri). Tingkat risiko pinjaman rata-rata adalah 3,6, sebuah peningkatan dari tahun lalu yang berada di angka 3,8. Tingkat risiko rata-rata dari sisi ekuitas pada saat yang sama adalah 3,8, perbaikan dari angka 4,0 yang dicapai tahun lalu.

Layanan non pinjamanProgram AAA WBG telah berevolusi dari waktu ke waktu sejalan dengan status Indonesia sebagai MIC baru yang mulai berkembang (lihat Lampiran D). Fokus program berubah dari kegiatan penyiapan laporan ‘formal’ yang lebih terstruktur menjadi tanggapan terhadap permintaan yang berdampak besar (high-impact) dan tepat waktu (just-in-time) dari Pemerintahyang lebih membutuhkan bantuan teknis daripada analisis terperinci dan penyiapan laporan. Sosialisasi juga semakin baik dengan semakin banyak laporan dan catatan kebijakan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan didistribusikan ke lebih banyak khalayak untuk mendapatkan dampak yang lebih besar.

Sebuah kontribusi penting dari WBG dalam periode awal CAS melibatkan penyiapan suatu Paket Catatan Kebijakan yang terdiri dari 20 catatan kebijakan untuk pemerintah yang memulai tugas pada 2004. Paket ini merupakan “kartu panggil” (calling card) pertama WBG dalam diskusi-diskusi dengan Presiden yang baru dan kabinetnya, serta terbukti bermanfaat bagi menteri-menteri kunci dalam mengembangkan “rencana 100 hari” mereka masing-masing atas permintaan Presiden. Salah satu hal yang patut disorot adalah masukan analitis serta interaksi dan nasihat “di belakang layar” dari Bank yang membuat pemerintah memutuskan mengurangi subsidi bahan bakar yang sangat regresif pada 2005. Demikian pula dengan keputusan mereka mengalokasikan dana yang dihemat ke sektor-sektor kesehatan, pendidikan, infrastruktur pedesaan, serta menjalankan program Bantuan Tunai Langsung.

Program INDOPOV memainkan peran pendukung yang penting bagi instansi-instansi pemerintah dalam agenda pengentasan kemiskinan. Program tersebut memiliki tiga bagian agenda yang mengkaji serta menyediakan saran kebijakan untuk pertumbuhan, belanja, dan layanan yang berpihak pada kaum miskin. Program Keadilan bagi Kaum Miskin (Justice for the Poor) juga telah menjadi bagian lain program Bank

yang menjadi sorotan utama. Program ini membantu mengembangkan strategi bagi suatu pendekatan reformasi keadilan dari bawah ke atas (bottom-up) yang didorong oleh permintaan untuk reformasi keadilan, yang membangun konstituen umum untuk menuntut keadilan dan mendorong reformasi yang dibutuhkan bagi lembaga-lembaga hukum. Bank mampu ikut melibatkan diri lagi dalam dua sektor penting (pendidikan dan lingkungan) melalui program AAA. Melalui program-program seperti Forest Law Enforcement and Governance (FLEGatau Penegakan dan Pengaturan Undang-Undang Kehutanan) dan Program for Pollution Control Evaluation and Rating (PROPER ataui Program Pengendalian, Evaluasi, dan Pemeringkatan Polusi), Bank telah melibatkan diri dalam bidang manajemen sumber daya alam dan lingkungan, yang berujung pada semakin banyak prakarsa lain, termasuk mendukung Pemerintah untukmenyiapkan Konferensi Perubahan Iklim (Climate Change Conference) internasional yang sangat penting di Bali pada Desember 2007, di bawah payung United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Jasa Konsultasi IFC berencana melanjutkan pekerjaan pada iklim investasi, akses pada dana, pengembangan rantai suplai, serta berencana menambah program-program di bidang keberlanjutan lingkungan dan infrastruktur. Sebuah kajian atas proyek Jasa Konsultasi yang paling besar, PENSA, menunjukkan bahwa diteruskannya investasi pada PENSA akan mengakibatkan dampak yang lebih besar dengan implementasi proses manajemen yang semakin kuat. Sebagai tanggapan, IFC telah menkonsolidasikan kantor-kantor dan menutup program-program yang diperkirakan tidak akan memberikan dampak sistemik yang kuat.

Sebagian besar pekerjaan WBG kini dilaksanakan melalui kemitraan dengan lembaga penelitian setempat, donor lainnya, LSM, serta berkolaborasi erat dengan pemerintah. Seiring berjalannya waktu, Bank Dunia dan mitra-mitranya telah menjalankan suatu pendekatan terprogram atas penelitian dan bantuan teknis, mengidentifikasi bidang permasalahan utama dalam jalan pembangunan Indonesia dan menggabungkan sekelompok kegiatan untuk menyediakan analisis, saran kebijakan dan dukungan lain.

Dialog Negara, Kemitraan dan Koordinasi BantuanKemitraan dengan donor tetap kuat, memungkinkan WBG menggerakkan sumber daya finansial dan manusia yang cukup banyak untuk implementasi CAS. Indonesia adalah pengguna Dana Perwalian (Trust Fundatau TF) terbesar di Bank. Jumlah total dari hibah aktif mencapai US$1.245 juta, terdiri dari 186 hibah aktif (lihat Lampiran A). TF terbesar adalah MDF Aceh-Nias dengan jumlah total kontribusi

72

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

sebesar US$700 juta. Program-program TF terus memberikan kontribusi signifikan pada tujuan CAS. Hasil-hasil yang paling jelas meliputi: pengumpulan sumber daya untuk strategi dan tindakan bersama (pendidikan), daya tanggap yang semakin besar untuk kebutuhan tidak terencana, seperti upaya pemulihan pascabencana (Aceh-Nias MDF dan JRF), penyediaan penelitian berkualitas tinggi, dialog kebijakan dan penyebaran pengetahuan (Belanda Institutional -- TF, DSF, INDOPOV). Seluruh TF tersebut telah membantu Bank, pemerintah dan mitra pembangunan mencapai sasaran dari Deklarasi Paris– harmonisasi, keselarasan, dan hasil. Ketersediaan pendanaan melalui TF telah memungkinkan peningkatan yang cukup besar dalam jasa analisis dan konsultasi WBG, terutama memungkinkan WBG memobilisasi keahlian yang tepat untuk menanggapi permintaan pemerintah tepat pada waktunya. TF juga memungkinkan pengawasan yang lebih kuat daripada yang mampu dibiayai anggaran Bank yang terbatas untuk proyek-proyek yang rumit. IFC telah menggerakkan lebih dari US$40 juta dalam bentuk sumber daya hibah untuk mendukung Jasa Konsultasi IFC yang terfokus pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan, dengan penekanan geografis pada Kawasan Timur Indonesia. Wilayah program meliputi akses terhadap pendanaan bagi mereka yang belum mendapatkannya secara layak (underserved), reformasi iklim investasi, hubungan agrobisnis, rantai suplai kayu yang berkelanjutan dan kerajinan tangan. Sejak 2003, Jasa Konsultasi IFC telah berkontribusi pada suatu undang-undang investasi yang lebih baik, pengurangan waktu dan biaya penerbitan izin usaha di beberapa wilayah daerah, dan meningkatkan akses terhadap dana untuk peminjam skala kecil. Dewan IFC juga telah memberikan komitmen senilai AS$10 juta bagi PENSA untuk lima tahun ke depan guna mengkatalisasi kemitraan multi-donor yang diperbarui.

Kemitraan yang kuat juga sedang dijalin dengan menggunakan pelbagai instrumen lain. Operasi gabungan reformasi kebijakan pernah mencatat ADB, Jepang, dan Bank bekerja sama dalam mendukung agenda reformasi kebijakan pemerintah melalui pembiayaan bersama DPL dari Bank. Pendekatan-pendekatan di seluruh sektor sedang diperkuat dalam bentuk pendidikan dengan Belanda dan UE sebagai rekan penanggung dana utama. Kantor Banda Aceh, yang awalnya didirikan melalui dana TF Belanda, terus menjadi pusat koordinasi dan dialog antarmitra serta telah berkontribusi dalam memperkuat implementasi proyek-proyek MDF di lapangan.

Kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Ornop, serta anggota DPR juga diperkuat dalam periode CAS. Bank telah mengambil semua kesempatan – baik melalui pemberian pinjaman atau cara-cara nonpinjaman – utnuk merangkul komunitas Ornop/LSM. Segera setelah terjadinya tsunami,

Bank bekerja erat dengan organisasi-organisasi non Pemerintah yang menjadi bagian dari proyek KDP untuk menyediakan jasa bantuan. Bank, melalui WBI, juga menyediakan kegiatan pembangunan kapasitas bagi pemerintah daerah dan anggota DPR.

Penilaian Keseluruhan dan Pelajaran yang Didapat

Meskipun ada ketidakpastian dalam penyiapan proyek dan keterlambatan dalam implementasi sejumlah proyek, secara keseluruhan implementasi CAS telah memuaskan. Efektivitas dari kegiatan WBG sebagaimana diukur dari kualitas portofolio dan indikator hasil bervariasi tergantung pada konteks sektoral, tantangan lintas sektor, dan ‘faktor penghambat’ internal dari Bank sendiri, namun telah ada kemajuan yang cukup baik dalam sejumlah bidang fokus CAS.

Bank menyadari pergeseran perannya dalam mendukung agenda MIC yang mulai berkembang. Dalam periode CAS, intervensi WBG bergeser untuk mendukung suatu agenda kebijakan yang dipimpin dan dimiliki negara, sesuai dengan status baru Indonesia sebagai sebuah MIC. Bank berada dalam posisi yang baik untuk menasihati pemerintah dalam beberapa hal, meningkatkan hubungan dan reputasinya dengan pemerintah sebagai mitra “rujukan” dalam masalah kebijakan. Sebuah upaya yang cukup besar dilakukan untuk menyampaikan pesan kebijakan yang mulai berkembang kepada para pembuat kebijakan, dan dengan kesempatan yang ada melibatkan diri, baik melalui pemberian pinjaman maupun bukan, dalam pintu-pintu perubahan (misalnya pendidikan, lingkungan, pengurangan subsidi BBM, BTL, BTB). Faktor yang sangat penting adalah perkiraan tim WBG dalam mengidentifikasi permasalahan untuk dijadikan fokus sebelum hal tersebut diakui sebagai tantangan secara luas, serta keluwesan Bank dalam memberikan tanggapan yang cepat atas permintaan pemerintah serta hal-hal yang dibutuhkan.

Proyek CDD terus mendapatkan hasil di lapangan. Dua program CDD yang dibiayai Bank (KDP dan UPP) sangat penting bagi peningkatan penyampaian jasa dan agenda pertumbuhan inklusif dari CAS. Kedua program tersebut telah berhasil membangun infrastruktur skala-kecil, dan layanan dasar bagi masyarakat miskin. Program-program tersebut telah membangun atau erenovasi sekolah, puskesmas, sistem air dan sanitasi, jalanan, jembatan, pasar, dan sambungan listrik, serta terus berkontribusi dalam menyediakan lapangan kerja, pembangunan kapasitas, dan memperkuat pemerintahan setempat.

DPL memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan reformasi lintas sektor. Tim Bank

73

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

membantu merancang program lokal bagi Pemerintah demi kelancaran keluarnya Indonesia dari IMF. DPL pertama dari Bank terkait dengan program ini, membantu membangun kepercayaan diri. Dengan keberhasilan Indonesia memenuhi CAS high case trigger, dukungan anggaran melalui serangkaian DPL dilanjutkan pada tahun 2004 dan empat DPL dicairkandengan jumlah total sebesar US$1,9 miliar. DPL Infrastuktur berorientasi sektoral yang pertama juga disetujui oleh Dewan Bank pada bulan Desember tahun 2007. Mereka telah memberikan kontribusi signifikan pada reformasi kebijakan pemerintah dalam bidang stabilitas makroekonomi, iklim investasi, penyediaan layanan, manajemen keuangan publik dan antikorupsi, dan juga mengejar agenda reformasi kebijakan infrastruktur dan PPP.

Kemitraan donor yang kuat berujung pada mobilisasi dana perwalian (TF) yang memungkinkan WBG melibatkan diri kembali dalam sejumlah sektor, dan memperkuat dukungan yang sedang berlangsung di sektor lainnya. Kemitraan dengan donor tetap kuat, memungkinkan WBG menggerakkan sumber daya finansial dan manusia dalam jumlah signifikan untuk implementasi CAS. Ketersediaan pendanaan melalui TF telah memungkinkan adanya peningkatan besar dalam jasa analisis, bantuan teknis, dan konsultasi WBG. Sebagai contoh, Bank telah menjadi pemain penting dalam menfasilitasi bantuan donor bagi agenda sektor pendidikan milik pemerintah. Namun, biaya administratif yang diasosiasikan dnegan mengurus portofolio TF yang besar harus dihitung, dan fokus strategis dari portofolio TF harus semakin ditingkatkan. Dari sisi operasional, ada kebutuhan untuk lebih mengintegrasikan sumber daya TF dengan anggaran dan program-program Bank.

Bank Dunia cukup efektif menggunakan perannya sebagai penyelenggara utama untuk memberikan tanggapan dengan cepat dan efisien pada rekonstruksi pasca bencana dan permintaan-permintaan lain yang timbul. Peran Bank Dunia menjadi semakin jelas dalam periode tak lama setelah terjadinya tsunami/gempa bumi ketika pemerintah meminta WBG memimpin upaya donor terkoordinasi untuk menangani rekonstruksi di Aceh, Nias, dan Yogyakarta. Kontribusi WBG atas hal ini adalah ciri utama dari periode CAS. Bank Dunia juga telah tampil sebagai pemain penting dalam menfasilitasi bantuan donor dalam agenda sektor pendidikan Pemerintah.

Kekuatan WBG dalam mengimplementasikan CAS sebagian besar teletak pada stafnya yang memiliki keterampilan dan keahlian yang dapat diterjunkan dalam waktu singkat (misalnya dukungan pascatsunami/gempa bumi), kapasitas dalam mengelola TF donor dalam jumlah besar (MDF, DSF, BEC), membawa pengalaman global dan menerapkannya dalam konteks lokal (misalnya BTL, BTB), memobilisasi dukungan

untuk investasi swasta (IFC), dan kelompok besar staf dan konsultan lokal untuk menyediakan pengetahuan lokal dan kecakapan teknis (know-how).

Sektor infrastruktur mencapai kemajuan yang lebih sedikit dari sektor yang lain, menjadikannya sebagai hambatan utama dalam memperbaiki iklim investasi dan penyediaan layanan sosial dasar. Meskipun Pemerintah berkomitmen memperbaiki infrastruktur, hasil di lapangan tidak terlalu membanggakan dan masih terdapat banyak kesenjangan. Meskipun WBG telah terlibat dalam sektor ini dengan program pinjaman dan nonpeminjaman yang komprehensif, dukungannya tidak memberikan hasil yang diharapkan, terutama untuk menarik investasi sektor swasta. Sektor ini masih dihinggapi masalah korupsi dalam proyek-proyek yang dibiayai Bank, sehingga menghambat penyiapan dan implementasi proyek serta memiliki dampak serius pada jalur proyek di masa depan.

Pendekatan ‘platform’ pemerintah daerah yang digambarkan di CAS tidak bekerja dengan baik, terbukti dari kinerja lambat mulai dari generasi pertama proyek-proyek terkait. Hambatan utama adalah tidak adanya kejelasan dalam peran dan tanggung jawab di tingkat pemerintahan kabupaten, provinsi, dan nasional. Tantangan dalam implementasi keputusan atas pinjaman dan hibah juga menjadi faktor merugikan lain yang mempengaruhi implementasi ILGRP, USDRP, dan SPADA. Terlebih lagi, sektor kesehatan di Indonesia secara relatif cukup lambat dalam menyesuaikan diri dengan desentralisasi negara ini dan transfer fungsi penyampaian jasa dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, sebagaimana ditunjukkan oleh tidak adanya peningkatan dalam hasil terkait.

Tidak adanya kejelasan dan komitmen yang kuat dari pemerintah telah menghambat persiapan proyek dan memicu biaya tinggi dari proyek-proyek yang kemudian dibatalkan. Tidak adanya perencanaan jangka panjang dan koordinasi yang lemah antara berbagai lembaga pemerintahan berujung pada lingkungan yang tidak pasti untuk persiapan proyek. Dialog berkala dan terkoordinasi dengan pemerintah (Bappenas, Depkeu dan kementerian garis depan), serta pengelolaan yang lebih ketat atas saluran peminjaman sangat penting untuk meminimalisasi biaya-biaya tersebut di masa depan. Selain itu, tampaknya ada “penghubung yang hilang” antara DPL dan CDD. Komitmen pemerintah dan penerapan/hasil jauh lebih kuat dalam proyek-proyek DPL dan CDD, sedangkan sejumlah proteksi investasi menghadapi masalah-masalah yang mempengaruhi potensi penuh mereka.

Kurangnya kapasitas pemerintah dan faktor ‘penghambat’ internal Bank berujung pada implementasi proyek yang lambat dan realisasi hasil yang tertunda di beberapa sektor. Kelemahan dalam kapasitas pemerintah untuk mengimplementasikan

74

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

proyek dan hambatan dalam pendanaan rekanan, terutama di mitra lokal, turut menyumbang keterlambatan implementasi proyek. Idealnya, proyek terdesentralisasi harus menggunakan kerangka kerja PFM tingkat setempat. Namun, karena panduan pinjaman/hibah tidak dikembangkan sepenuhnya, proyek-proyek ini dikerjakan dengan sistem PFM tingkat nasional sehingga menambah penundaan implementasi. Faktor “penghambat” internal dalam menangani proses dan prosedur Bank juga muncul sebagai faktor penghambat dalam masalah pengadaan, dengan biaya transaksi yang meningkat, baik bagi klien maupun Bank. Memperkuat dukungan untuk membangun sistem di seluruh wilayah negara dalam kerangka kerja desentralisasi pemerintah akan sangat penting dalam meningkatkan kinerja proyek.

75

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Apendiks 8. : Lampiran AIndonesia: Laporan Penyelesaian CAS: Kerangka Kerja Hasil – Matriks Penyelesaian

Hasil Strategis dan Jangka Panjang

Negara

Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima Tahun

Kontribusi WBG dan MitraIssues and Obstacles

Hasil (-hasil) akhir CAS yang diharapkan

Kemajuan sampai saat ini

PILAR SATU: MENINGKATKAN IKLIM INVESTASI UNTUK INVESTASI DAN PERTUMBUHAN BERKUALITAS TINGGI

Menjaga stabilitas makroekonomi• Inflasi di bawah 7%

• Utang terhadap PDB dibawah 60%

• Investasi yang dihitung dalam persentase PDB diatas 30%

• Pertumbuhan sekurang-kurangnya 5%

Memperkuat stabilitas makroekonomi dan meningkatkan fokus pada fondasi pertumbuhan mikroekonomi • Kerentanan terhadap goncangan yang berlanjut akibat utang yang besar

• Akhir dari restrukturisasi Klub Paris

• Kemungkinan berkurangnya kepercayaan pasar sejak keluarnya IMF

• Lemahnya administrasi pajak dan bea cukai

• Mulai timbulnya pasar obligasi pemerintah dalam negeri

• Sektor keuangan yang lemah dengan kewajiban kontinjensi thd anggaran

• Defisit sebesar 1,2% dari PDB pada tahun 2004, 1% pada tahun 2005

• Mengurangi rasio utang/PDB hingga di bawah 40%

• Penerimaan pajak bukan minyak atas PDB naik 1%

• Pengurangan dalam tunggakan pajak

• Disiplin anggaran dipertahankan; defisit sebesar 1,1% dari PDB pada tahun 2007 (selesai)

• Manajemen utang di jalur yang berkesinambungan; ratio utang/PDB sebesar 38% pada tahun 2006 dan sebesar 34% pada tahun 2007 (tercapai)

• Penerimaan pajak bukan minyak naik 2 % dari tahun 2001 hingga tahun 2005, naik 0,8% dari tahun 2005 hingga tahun 2006 (11,5%) (tercapai)

• Tunggakan pajak berkurang (selesai)

Pinjaman GFMRAP, DPLs 1-4, IDPL

AAA• Pengarahan untuk Pemerintah baru

• Pengarahan CGI, Kajian Belanja publik (PER), DPR

• Manajemen Utang ASEM • Analisis kebijakan fiskal • Petunjuk WTO, anjuran pengurangan subsidi bahan bakar

TF GFMRAP

Mitra ADB, JBIC, IMF, AusAID debt mgt, USAID tradeTujuannya adalah untuk

meningkatkan efektivitas dan penentuan sasaran skema kompensasi. Keterlibatan dalam subsidi bahan bakar diselesaikan dengan evaluasi UCT. Hasil asli dimasukkan ke PFM (pilar 3) dan pelaksanaan skema BLT

Harga bahan bakar semakin dekat dengan tingkat pasar

Subsidi bahan bakar berkurang pada bulan Maret dan Oktober tahun 2005. Program UCT dilaksanakan selama setahun. Percontohan Program BLT (tercapai)

Fokus diberikan pada peningkatan kecepatan dan kualitas belanja publik. Sama halnya, hasil digolongkan berdasarkan PFM (pilar 3)

Peningkatan berangsur-angsur dalam belanja modal dan sosial hingga 3,5% dari PDB

3,4% dari PDB pada tahun 2006 dan 3,5% pada tahun 2007. Termasuk pengeluaran daerah, total pengeluaran modal melebihi 7 % dari PDB pada tahun 2006 (tercapai)

Sektor keuangan yang lebih kuat dan beragam dengan akses yang adil

Lemahnya kepemerintahan bank negara merupakan suatu isu yang penting• Kurangnya alternatif bagi sektor perbankan untuk akses ke modal

• Lemahnya pengawasan dalam sektor-sektor perbankan dan nonperbankan

• Dominasi sektor publik dalam kepemilikan bank

• Jaminan deposit menyeluruh yang tidak berkelanjutan

• Kurangnya akses terhadap layanan keuangan untuk SME dan rumah tangga yang lebih tidak mampu

• Para investor kelembagaan yang tidak berkembang dengan baik

• Pengurangan Jaminan menyeluruh perlu dilanjutkan.

• Peranan BI sebagai pemberi pinjaman harus ditetapkan dengan undang-undang

Peningkatan stabilitas dalam sektor keuangan • Sekurang-kurangnya sebanyak 20% kepemilikan swasta dalam semua bank milik negara

• Indonesia secara umum menaati standar-standar internasional

• Pelaksanaan jaringan keamanan sektor keuangan berlanjut

• Kepemilikan swasta pada bank-bank milik negara melebihi 20% untuk 2 dari 4 bank milik negara. Bagian bank negara dalam sistem perbankan secara keseluruhan adalah sebesar 36% (masih berlangsung)

• Indonesia sudah tidak termasuk dalam daftar negara-negara nonkooperatif dari FATF (selesai)

• BI telah melakukan upaya-upaya serius untuk memenuhi BCP; yang lainnya seperti NBFI, masih tertinggal (perlahan/masih berlangsung)

• Jaminan Menyeluruh dihapus setelah bulan September tahun 2006. Pertanggungan atas deposito dikurangi dari Rp 5 miliar pada bulan Maret tahun 2006 menjadi Rp 100 juta pada bulan Maret tahun 2007 (tercapai)

IFC/MIGA • Investasi IFC pada lembaga-lembaga keuangan perbankan dan nonperbankan

• Prakarsa Layanan Konsultasi IFC

AAA Pemantauan sektor keuangan

Mitra IMF – Penguatan pengawasan bank dan penciptaan jaringan keamanan sektor keuangan

76

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Hasil Strategis dan Jangka Panjang

Negara

Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima TahunKontribusi WBG dan Mitra

Isu-isu dan HambatanHasil (-hasil) akhir CAS

yang diharapkan Kemajuan sampai saat ini

PILAR SATU: MENINGKATKAN IKLIM INVESTASI UNTUK INVESTASI DAN PERTUMBUHAN BERKUALITAS TINGGI

Sektor keuangan yang lebih kuat dan beragam dengan akses yang adil

Rekomendasi dalam laporan NBFI yang tersedia sebagai basis untuk dialog kebijakan• Pengawasan yang lemah dalam sektor nonperbankan merupakan suatu tantangan

• Kurangnya akses keuangan bagi sektor SME dan rumah tangga yang tidak mampu

• Industri asuransi yang lemah

Meningkatkan akses terhadap keuangan• Peningkatan bagian sektor keuangan nonbank dalam aset sistem keuangan melebihi 10%

• Jumlah SME dengan akses keuangan yang meningkat

• Memperkuat kerangka peraturan dan pengawasan industri asuransi dan mengembangkan suatu strategi untuk menghadapi perusahaan-perusahan yang bangkrut.

• Aset-aset NBFI terdiri atas 22,3% dari total aset sektor keuangan (2006) (tercapai)

• Total realisasi kredit oleh SME dari bank-bank umum, sebagaimana yang dinilai oleh BI, meningkat sebesar 82% dari tahun 2003 hingga tahun 2005. Pinjaman untuk SME terdiri atas 52% dari total pinjaman (Bulan Juni tahun 2007), dibandingkan pada tahun 2003 yang berjumlah sebesar 47 % (tercapai)

• Reorganisasi dan restrukturisasi industri dana pensiun (berjalan lebih lambat dari yang diharapkan)

• Resolusi atas perusahaan-perusahaan asuransi yang sudah tidak aktif (berjalan lebih lambat dari yang diharapkan)

• Bapepam bergabung dengan GDFI. Memperkuat kapasitas pengaturan dan pengawasnya (berjalan lebih lambat dari yang diharapkan)

IFC Prakarsa Layanan Konsultasi

AAA Laporan NBFI

Lingkungan yang mendukung sektor swasta yang berdaya saing

• Pelaksanaan peraturan dari Undang-Undang Investasi yang baru belum selesai

• Jumlah izin-izin dalam departemen harus dikurangi

• Biaya-biaya transaksi untuk usaha perlu dikurangi

• Kerangka kerja pengaturan yang lemah

• Kurangnya kerja sama antar instansi untuk menyingkirkan rintangan investasi

• Pembagian kerja yang tidak jelas di antara tingkatan pemerintah

• Lembaga persaingan yang tidak efektif

• Kurangnya kejelasan & tidak konsistennya pelaksanaan peraturan-peraturan lingkungan

• Buruknya kualitas pendidikan tinggi (kemampuan)

• Peningkatan iklim investasi secara keseluruhan

• Pengurangan waktu yang diperlukan untuk memulai usaha dari 168 (2003) hingga 30 hari

• Layanan pajak yang lebih efektif

• Seluruh hambatan utama yang dihadapi usaha telah berkurang secara konsisten, namun tetap tinggi (masih berlangsung)

• Waktu yang diperlukan untuk memulai untuk usaha baru memakan waktu 109 hari (2008) (lebih lambat dari yang diharapkan)

• Pelaksanaan reformasi administrasi pajak sudah berada dalam jalurnya: 3 undang-undang pajak telah diajukan pada DPR dan kantor-kantor pajak modern telah dikembangkan (sesuai yang diharapkan)

• 170 pajak dan bea lokal yang mengganggu telah dihapuskan di antara tahun 2005-06 (masih berlangsung)

• % usaha yang mengidentifikasi administrasi pajak sebagai masalah berskala sedang, parah, dan sangat parah menurun dari 57% pada tahun 2003 hingga 38% pada tahun 2007 (masih berlangsung)

• Waktu rata-rata untuk memperoleh pembayaran kembali PPN telah berkurang dari 12-18 bulan (tahun 2003) hingga 4 bulan (tahun 2008) (sesuai yang diharapkan

Pinjaman• GFMRAP• DPLs 1-4• IDPL

IFC Prakarsa Layanan Konsultasi IFC

AAA• Survei Lingkungan Usaha (enam bulanan)

• Kajian rancangan Undang-Undang Bea Cukai

• Catatan latar belakang mengenai praktik terbaik internasional dalam melaksanakan peraturan Undang-Undang Investasi

• Kajian Rantai Nilai • Investasi terkait dengan analisis pasar tenaga kerja

• Catatan latar belakang mengenai reformasi kebijakan

Proses pengeluaran barang harus dikomputerisasi secara terpisah

• Layanan bea cukai yang lebih efektif

• Penetapan kriteria yang jelas untuk melaksanakan peraturan bea cukai yang berkenaan dengan penggunaan prioritas, jalur hijau dan merah

• % usaha yang mengidentifikasi peraturan bea cukai dan perdagangan sebagai masalah berskala sedang, parah, dan sangat parah menurun dari 51% (tahun 2003) hingga 32% (tahun 2007) (sesuai yang diharapkan)

• Waktu pengeluaran barang impor rata-rata telah berkurang dari 8 (tahun 2004) hingga 6 hari untuk jalur merah (data tahun 2007 sebelumnya) (sesuai yang diharapkan)

• Penggunaan jalur yang merupakan bagian dari paket investasi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia (selesai)

IFC Prakarsa Layanan Konsultasi IFC

Mitra Jejaring Pekerjaan Pemuda ILO

Peraturan tenaga kerja yang kaku menghalangi penciptaan lapangan kerja di sektor formal

Diberlakukannya peraturan tenaga kerja yang fleksibel

Rancangan undang-undang tenaga kerja yang baru dirumuskan ulang setelah adanya keterlambatan akibat perlawanan gigih serikat pekerja (lebih lambat dari yang diharapkan)

77

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Hasil Strategis dan Jangka Panjang

Negara

Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima TahunKontribusi WBG dan

MitraIsu-isu dan HambatanHasil (-hasil)

akhir CAS yang diharapkan

Kemajuan sampai saat ini

PILAR SATU: MENINGKATKAN IKLIM INVESTASI UNTUK INVESTASI DAN PERTUMBUHAN BERKUALITAS TINGGI

Lingkungan yang mendukung sektor swasta yang berdaya saing

Dampak dari peraturan baru tentang investasi belum terwujud

• Clarity of functions of central and local governments towards private sector development

• Investment climate in about 40 regions participating in local services platform projects above the national average

• Perancangan perubahan untuk bergeser dari daftar negatif ke daftar positif untuk mata pajak daerah dan pembatasan penciptaan bea an pungutan yang mengganggu atau merugikan secara ekonomi telah selesai (sesuai yang diharapkan)

• Pelaksanaan peraturan Undang-Undang No 22 dan 25 (lebih lambat dari yang diharapkan)

Infrastruktur yang diperbarui

Pemerintah Indonesia membuat suatu kerangka kerja untuk mengembangkan infrastruktur sebagai suatu prioritas nasional utama. Bank mendukung program ini melalui DPL• Menyingkirkan penghambat kebijakan untuk investasi infrastruktur publik dan swasta. (peningkatan investasi infrastruktur diharapkan agar mencapai kurang lebih 1% dari PDB selama tahun 2007-09)

• Meningkatkan hubungan dalam 4 sektor utama (Jalan, Air dan Sanitasi, Energi dan Telekomunikasi)

• Menjamin manajemen sosial dan lingkungan investasi infrastruktur yang memadai (sebagaimana yang dinilai dengan kajian-kajian proyek-proyek contoh)

Secara keseluruhan• Kurangnya pembiayaan pemerintah dan buruknya kerangka kerja pengaturan yang menghalangi partisipasi sektor swasta yang diperlukan.

• Tanggung jawab pemerintah yang tidak digambarkan secara jelas dengan desentralisasi

Sektor-sektor Utama• Kekurangan tenaga yang akan terjadi• Pemeliharaan Jalan yang buruk • Densitas koneksi telekomunikasi yang rendah

• Utilitas air berkualitas rendah

Meningkatkan lingkungan untuk pengembangan infrastruktur• Hasil utama CAS adalah bahwa sekurang-kurangnya 5 model proyek PPP berhasil diajukan

• Pertemuan Tingkat Tinggi pertama untuk infrastruktur yang menarik partisipasi yang besar dari investor swasta diadakan pada bulan Januari tahun 2005; pertemuan lanjutan berlangsung pada bulan November tahun 2006 (selesai)

• Komite Nasional dalam Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) didirikan pada tahun 2005 (selesai)

• Unit PPP didirikan dalam KKPPI sebagai pusat keahlian teknis untuk persiapan proyek (masih berlangsung)

• Unit Manajemen Risiko didirikan dalam Departemen Keuangan, namun masih harus dioperasikan secara penuh (lebih lambat dari yang diharapkan)

Pinjaman• Penyediaan Bantuan Teknis Infrastruktur Swasta

• DPLs 1-4• IDPL

AAA Konferensi Infrastruktur

Mitra IFC, MIGA, JBIC, ADB

Kurangnya proyek-proyek yang dapat mendatangkan keuntungan membatasi jumlah PPP

Fokus secara khusus diberikan pada dukungan untuk sasaran-sasaran pemerintah berikut ini: • Mengurangi korupsi dalam proyek-proyek jalan publik dan swasta

• Membuat mekanisme keuangan pemerintah untuk menyokong pemeliharaan jaringan jalan nasional secara berkelanjutan

Sektor Jalanan• Pengadaan pengaturan kelembagaan yang lebih baik untuk jalan tol

• Meningkatkan kondisi jalan-jalan utama nasional dan jalan arteri strategis lainnya

• Pengadaan pengaturan kelembagaan yang lebih baik untuk jalan tol (selesai)

• Mekanisme otomatis penyesuaian tarif untuk jalan tol diselesaikan (selesai)

• Kualitas jaringan jalan di Sumatra telah dipelihara dengan bantuan Bank (setara dengan sekitar 24.000 km) dan subproyek yang dilaksanakan dengan bantuan Bank telah menghasilkan jalanan sepanjang 1.500 km yang telah diperbaiki dan 4.500 meter jembatan di Indonesia bagian timur (selesai)

Pinjaman • East Indonesia Regional Transport 1, 2

• Sumatra Regional. Roads Project

• Strategic Road Infrastructure

AAA Infrastructure Sector Study

Mitra IFC, MIGA, JBIC, ADB

78

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Hasil Strategis dan Jangka Panjang

Negara

Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima TahunKontribusi WBG dan Mitra

Isu-isu dan HambatanHasil (-hasil) akhir CAS

yang diharapkan Kemajuan sampai saat ini

PILAR SATU: MENINGKATKAN IKLIM INVESTASI UNTUK INVESTASI DAN PERTUMBUHAN BERKUALITAS TINGGI

Infrastruktur yang diperbarui

Peningkatan kelembagaan belum menghasilkan peningkatan signifikan dalam jumlah pelaku

Sejak ditariknya Undang-Undang Ketenagalistrikan pada tahun 2002, tidak ada visi yang jelas dalam sektor tersebut

Sektor energi• Meningkatnya jumlah pelaku dalam sektor minyak & gas

• Meningkatnya struktur tarif untuk sektor gas

• Privatisasi infrastruktur utama SOE parsial, misal PGN

• Meningkatnya jumlah pelaku dalam sektor tenaga listrik

• Sektor tenaga listrik yang lebih efisien

• Tersedianya semua elemen untuk membukakan persaingan untuk sektor minyak dan gas seperti regulator dan aturan serta peraturan pelaksanaan; akses yang terbuka untuk pihak ketiga saat ini sedang berlangsung dalam transmisi (meskipun belum ada pelaku-pelaku baru); sekurang-kurangnya ada dua pendatang baru (Petronas dan Shell) dalam bidang ritel (masih berlanjut)

• Kajian penetapan harga telah selesai dan diserahkan oleh PGN kepada regulator (selesai)

• Privatisasi parsial dilakukan terhadap PGN apabila saham Pemerintah adalah sebesar 39% (masih berlangsung)

• Telah ada partisipasi sektor swasta dalam pembangkitan energi: Dua IPP mulai beroperasi pada tahun 2006- pembangkit listrik tenaga batu bara 1320 MW Tanjung Jati B dan 600 MW Cilcap di Jawa Tengah (masih berlangsung)

• Instalasi panas bumi berdaya 110 MW, yang dijadwalkan beroperasi tahun 2008 (Instalasi Darajat di Jawa Barat W), sedang diuji (masih berlangsung)

Pinjaman• Pengembangan Pasar Gas Domestik

• Proyek Distribusi Gas PGN (IFC/IBRD bersama)

• Proyek Tenaga Listrik Jawa-Bali

IFC & MIGA Dukungan untuk investasi dalam tenaga dan telekomunikasi

AAA Makalah Kebijakan Sektor Tenaga (dibiayai oleh ESMAP)

Kinerja Sektor Air dan Sanitasi tetap stagnan pada tingkat investasi rendah historis sekitar 0,5 % dari PDB. Perkiraan umum atas kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh kurangnya akses terhadap air dan sanitasi adalah 2,4% dari PDB pada tahun 2002

Air & SanitasiManajemen dan Operasi 5 PDAM mulai membaik

• Proyek diharapkan untuk fokus pada 3 PDAM terlebih dahulu dan selanjutnya diikuti dengan sejumlah PDAM lain yang mengikuti program reformasi [Catatan: Diharapkan bahwa kesuksesan pelaksanaan paket pertama akan meyakinkan PDAM lainnya bahwa restrukturisasi utang berdasarkan program reformasi memungkinkan] (masih berlangsung)

• Resolusi tunggakan PDAM harus dimulai, setelah pemberlakuan peraturan terkait dan pengeluaran prosedur-prosedur terinci mengenai restrukturisasi utang oleh Departemen Keuangan (lebih lambat dari yang diharapkan)

Peluang penciptaan pendapatan yang berkesinambungan untuk rumah tangga miskin

Perkotaan dan Pedesaan • Hak milik yang tidak jelas dan manajemen lahan yang buruk

• Kurangnya akses ke sumber daya alam & pantai (mis., hutan-hutan yang dikelola masyarakat, ekosistem batu karang)

• Akses modal yang terbatas

• Lingkungan SME yang tidak menguntungkan

• Teknologi yang buruk dan kurangnya informasi di antara petani

• Sistem irigasi dipelihara secara buruk

Diterbitkannya 2,5 juta hak atas tanah baru (50% atas nama perempuan atau nama bersama) untuk wilayah yang dibantu proyek

• Distribusi 661.501 sertifikat kepemilikan untuk pemilik-pemilik lahan di 9 provinsi LMPDP, seperti pada Kajian Pertengahan pada bulan Mei Tahun 2007. 190.000 sertifikat kepemilikan selanjutnya diselesaikan dan menunggu pendistribusian. (Jumlah sertifikat kepemilikan yang didistribusikan pada perempuan dan pemilik bersama [atas nama suami dan istri] tidak ada) (masih berlangsung)

• Di Aceh, 102.270 sertifikat kepemilikan tanah telah didistribusikan pada pemilik tanah, setelah tanggal 20 September 2007. 16.000 sertifikat kepemilikan lainnya sedang menunggu pendistribusian. (Jumlah sertifikat kepemilikan yang didistribusikan pada perempuan dan pemilik bersama [atas nama suami dan istri] tidak ada) (masih berlangsung)

• Tersedia standar pemberian layanan administrasi tanah (selesai)

• Kursus administrasi tanah saat ini beroperasi di tiga universitas (selesai)

• Forum konsultatif nasional untuk Kerangka Kebijakan Tanah Nasional dilaksanakan pada tahun 2006 (selesai)

• Lima percontohan manajemen lahan pemerintah daerah, dibawah Depdagri, selesai pada tahun 2007 (selesai)

Pinjaman Proyek Pengembangan Kebijakan atas Manajemen Tanah (LMPDP)

IFC Prakarsa Layanan Konsultasi IFC

TF Rekonstruksi Proyek Sistem Administrasi Tanah Aceh (RALAS) yang dibiayai dengan dana MDF

79

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Hasil Strategis dan Jangka Panjang

Negara

Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima TahunKontribusi WBG dan Mitra

Isu-isu dan HambatanHasil (-hasil) akhir CAS yang

diharapkan Kemajuan sampai saat ini

PILAR SATU: MENINGKATKAN IKLIM INVESTASI UNTUK INVESTASI DAN PERTUMBUHAN BERKUALITAS TINGGI

Peluang penciptaan pendapatan yang berkesinambungan untuk rumah tangga miskin

Pendapatan rata-rata kelompok sasaran masyarakat pantai dari sumber-sumber berbasis terumbu karang atau substitusinya meningkat sebesar 10% sampai tahun 2010

• Adanya pengurangan lebih dari 50 % berkenaan dengan pemancingan ilegal dan merusak serta penambangan batu karang di sebagian besar wilayah percontohan COREMAP1. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya degradasi batu karang dari angka 39% menjadi 75% (masih berlangsung)

• Paduk untuk wilayah-wilayah COREMAP2 telah dikumpulkan dan peningkatan penghasilan diharapkan dapat diamati segera setelah hasil survei sosial ekonomi tahun 2008 telah tersedia (masih berlangsung)

Pinjaman COREMAP2

• 30.000 desa/kota dengan peningkatan akses ke jalan, jembatan, irigasi, dan infrastruktur lainnya melalui perencanaan dan pembiayaan partisipatif

• Meningkatnya tingkat pendapatan rumah tangga di 30.000 desa/kota sasaran

• 38.000 desa/kota melalui program CDD telah terlibat dalam proses perencanaan dan pembiayaan partisipatif, meningkatkan akses terhadap infrastruktur penting dan sumber daya air/sanitasi (tercapai)

• Desa-desa yang tercakup dalam KDP menunjukkan dampak yang signifikan terhadap pengeluaran rumah tangga apabila dibandingkan dengan wilayah-wilayah nonKDP (tercapai)

Pinjaman • KDP• UPP• SPADA• ILGRP

AAA Penilaian Kemiskinan

TF• KDP• Sumber daya air & Irrigasi• Pengentasan kemiskinan

• Peningkatan tingkat pengeluaran rumah tangga, pendapatan, dan tingkat pemakaian teknologi pada 71 kecamatan yang dibantu proyek

• Peningkatan sebesar 20% untuk tingkat pendapatan petani dalam bidang sistem irigasi yang telah meningkat

• Rata-rata 70% dari rumah tangga yang berpartisipasi di 3.000 desa menggunakan teknologi-teknologi baru dengan peningkatan pendapatan berkisar dari 35-60% dari kegiatan pengembangan agrobisnis yang meningkat (sesuai yang diharapkan)

• 250.000 hektar wilayah yang diairi mendapatkan manfaat dari manajemen air yang lebih baik, dan sejumlah 500.000 ha mendapatkan manfaat dari perbaikan dan rehabilitasi infrastruktur fisik (masih berlangsung)

Pinjaman• Manajemen Sumber daya & Sektor Irigasi

• FEATI

AAA• Survei Iklim Investasi Pedesaan

• Layanan Perluasan Pertanian di Indonesia

• Prosedur-prosedur hortikultural dan Pengembangan Supermarket

• Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pengembangan Pedesaan

• Permasalahan-permasalahan dalam kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Beras

Mitra ADB, DFID, Dana Perwalian Belanda, JICA, EU, GEF, IDRC, CIRAD

80

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Hasil Strategis dan Jangka Panjang

Negara

Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima TahunKontribusi WBG dan Mitra

Isu-isu dan HambatanHasil (-hasil) akhir CAS

yang diharapkan Kemajuan sampai saat ini

PILAR DUA: MENJADIKAN PENYAMPAIAN LAYANAN TANGGAP TERHADAP KEBUTUHAN MASYARAKAT MISKIN

Hasil Pendidikan yang lebih baik bagi mayarakat tidak mampu

Pada bidang-bidang yang dibantu Bank, kualitas, pertanPada bidang-bidang yang dibantu Bank, kualitas, pertanggungan, dan penggunaan layanan pendidikan dasar meningkat, khususnya bagi 40% masyarakat termiskin

Meningkatnya proporsi jumlah anak-anak dari keluarga tidak mampu yang siap bersekolah pada umur 6 tahun (Pendaftaran dalam program-program ECED tetap kurang dari 20 % sejak tahun 2002 hingga 2004)

Turun-temurunnya penyediaan layanan yang sangat terpusat dan tidak tanggap:• Kegagalan dalam memperhitungkan kebutuhan masyarakat dan kualitas layanan

• Lemahnya pemantauan, evaluasi, dan penyebaran informasi

• Dana-dana terbatas digunakan kurang optimal (mis., membayar untuk input, bukan hasil)

• Peranan sektor swasta yang terbatas • Buruknya penentuan sasaran dan akuntabilitas program jaringan keamanan sosial

• Peranan tingkat pemerintah tidak ditetapkan secara jelas (termasuk untuk manajemen lingkungan dan sumber daya alam)

• Kurangnya standar-standar layanan • Lemahnya pemantauan dan umpan balik pada tingkat daerah (termasuk mengenai kualitas lingkungan)

Meningkatnya akses ke layanan ECED

• Meningkatnya kualitas layanan ECED pada sasaran wilayah miskin dari 600 pusat ECD terpadu yang didirikan pada 12 kecamatan dengan bantuan Bank setelah tahun 2006 (sesuai yang diharapkan)

• Peningkatan pada tingkat pembiayaan publik untuk ECED dan pendidikan dasar (tercapai)

Pinjaman • Proyek Pengembangan Anak Usia Dini

• ECED• BERMUTU

AAA ECE dan Laporan sektor Pengembangan

TF Pendidikan Anak Usia Dini

Peningkatan kinerja Indonesia dalam penilaian berstandardisasi Internasional (mis. TIMSS) (belum ada bukti)

Dampak peningkatan aktual atas kualitas guru dan penyeimbangan pengerahan guru diharapkan akan terwujud

Meningkatnya kualitas layanan pendidikan • Bertambahnya jumlah program HE terakreditasi yang diberikan nilai A (mis., standar internasional pertemuan) oleh panel independen

• Standar-standar guru berkembang, diperiksa oleh Panel Ahli dan dipakai pada bulan Oktober tahun 2007

• 50.000 guru (dari 2,7 juta guru) lulus ujian sertifikasi pada tahun 2008

• Disetujuinya Undang-Undang guru untuk meningkatkan kualitas guru dan pengerahan guru pada tahun 2005 (selesai)

• Badan Standar Pendidikan Nasional didirikan pada tahun 2005 untuk menetapkan standar-standar untuk sertifikasi guru (selesai)

81

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Hasil Strategis dan Jangka Panjang

Negara

Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima TahunKontribusi WBG dan Mitra

Isu-isu dan HambatanHasil (-hasil) akhir CAS

yang diharapkan Kemajuan sampai saat ini

PILAR DUA: MENJADIKAN PENYAMPAIAN LAYANAN TANGGAP TERHADAP KEBUTUHAN MASYARAKAT MISKIN

Meningkatnya hasil-hasil sektor kesehatan bagi masyarakat miskin

Pada bidang-bidang yang dibantu Bank, kualitas, pertanPada bidang-bidang yang dibantu Bank, kualitas, pertanggungan, dan penggunaan layanan pendidikan dasar meningkat, khususnya bagi 40% masyarakat termiskin

• Angka Kematian Ibu menurun dari 334 per 100.000 (tahun 1995) menjadi 307 per 100.000 (DHS-2002/3)

• Angka Kematian Balita menurun dari 60 per seribu angka kelahiran hidup menjadi 46 per seribu angka kelahiran hidup (DHS 2002/3). Angka tersebut berada pada tingkat 71 per per seribu angka kelahiran hidup di antara 40% masyarakat termiskin

• Persentase balita dengan berat badan kurang pada tahun 2004 adalah sebesar 25%

• Proses desentralisasi pada sektor kesehatan mengalami hambatan akibat tidak jelasnya peranan dan tanggung jawab antara tingkat pusat dan tingkat desentralisasi

• Guncangan-guncangan baru menambah tekanan pada Departemen Kesehatan untuk memberikan layanan berkualitas dan tanggapan yang cepat (risiko flu burung, gempa bumi)

• Subsidi bahan bakar memberikan sumber daya baru untuk sektor tersebut

• Kebijakan terkait dengan perbaikan pemberian layanan masih lemah

• Diperlukan rancangan yang efektif dan pelaksanaan belanja publik dan program yang bermanfaat bagi masyarakat miskin

• Lemahnya kapasitas lokal • Perkembangan akuntabilitas politik

• Kekurangan pendanaan yang terus terjadi

• Strategi pembiayaan dan pendanaan yang buruk

• Gangguan layanan yang disebabkan oleh konflik

• Peningkatan tingkat penggunaan layanan kesehatan di provinsi-provinsi sasaran

• Bertambahnya persentase hasil-hasil kelembagaan yang dibantu oleh tenaga kesehatan terlatih

• Meningkatnya persentase imunisasi anak-anak

• Meningkatnya status gizi, khususnya bagi balita

• Dimulainya program percontohan bantuan tunai bersyarat

• Bukti menunjukkan bahwa peningkatan pembiayaan untuk program kesehatan prioritas telah menghasilkan peningkatan layanan-layanan di Jawa Barat dan Banten apabila peningkatan di mana penggunaan layanan telah diamati antara tahun 2001 dan 2005. Namun demikian, di provinsi-provinsi lain, yang lebih miskin, belum ada bukti yang diperoleh (lebih lambat dari yang diharapkan)

• Persentase kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat dari 66% menjadi 72% antara tahun 2002 dan 2004 (tercapai)

• Imunisasi dengan vaksin BCG dan campak melebihi 80% pada tahun 2004, namun persentase anak yang mendapatkan vaksin DPT, polio dan HepB kurang dari 50%. Wabah polio dicatat pada tahun 2005 (tercapai)

• Program CCT dirancang dan diujicoba pada 7 provinsi (selesai)

Pinjaman• Kesehatan tingkat provinsi I and II

• Tenaga kerja kesehatan & Layanan(PHP 3)

• WSSLIC 2 dan WSSLIC 3/PAMSIMAS

AAA• Desentralisasi;• Lingkungan sektor swasta,• PROPER• Dasar analitis dan kebijakan tentang kontrol HIV

• Dukungan pengembangan kapasitas statistik

• Tenaga Kerja kesehatan dan penyampaian layanan yang meningkat

• Pengembangan kapasitas WBI– Manajemen Sumber Daya Air Terpadu

TF• Air & Sanitasi bagi mayarakat berpenghasilan rendah

• Air & Sanitasi

MitraADB, JBIC, JICA, Belanda, AusAID, USAID, Unesco, Unicef, WHO, EU, DFID, WASPOLA

Meningkatnya proporsi populasi dengan akses berkelanjutan terhadap sumber air yang lebih baik dan sanitasi yang layak (perkotaan/pedesaan) (tidak ada data terbaru)

• Peningkatan pendekatan yang berhasil dalam hal akses ke sumber air merupakan prioritas

• Perbaikan sanitasi tetap menjadi suatu tantangan

• Bertambahnya persentase rumah tangga dengan akses ke air minum yang aman dan sanitasi pada 2.500 desa dan 20 wilayah perkotaan

• Meningkatnya persentase rumah tangga yang menerapkan praktik-praktik higiene utama yang lebih baik pada wilayah-wilayah sasaran

• Sistem-sistem pemasok air yang berfungsi telah dibangun pada 1.208 desa (mencakup 3,04 juta penduduk desa) (tercapai)

• CLTS diperkenalkan pada pertengahan tahun 2005 dalam 12 komunitas di 6 kabupaten di Indonesia di bawah proyek WSLIC Bank Dunia dan proyek CWSH ADB; dalam 1,5 tahun, gerakan CLTS secara spontan meluas ke lebih dari 120 komunitas, yang hampir 90 di antaranya mencapai status bebas dari buang air besar di tempat terbuka. Menyusul tanggapan komunitas yang sangat baik ini, proyek WSLIC memutuskan untuk meningkatkan CLTS hingga mencapai semua 34 kabupaten mulai tahun 2007 (masih berlangsung)

Pinjaman WSSLIC 2 and WSSLIC 3/PAMSIMAS

AAA Dukungan Pengembangan kapasitas Statistik

82

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Hasil Strategis dan Jangka

Panjang Negara

Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima TahunKontribusi WBG dan

MitraIsu-isu dan HambatanHasil (-hasil) akhir CAS yang

diharapkan Kemajuan sampai saat ini

PILAR KETIGA: TUJUAN UTAMA CAS: MENGATASI MASALAH POKOK PEMERINTAHAN

Perencanaan Pembangunan yang responsif terhadap konstituen

• Tidak adanya komitmen politik terhadap reformasi kepemerintahan

• Akuntabilitas elit politik dan ekonomi yang rendah

• Pemerintah daerah menghadapi masalah yang disebabkan oleh sentralisasi yang berlebihan di masa lalu dengan adanya kapasitas yang kecil

• Organisasi masyarakat madani dan hubungan hirarkis yang lemah di tingkat desa

Kelompok inti yang terdiri atas 40 kabupaten yang berpartisipasi dalam proyek-proyek dasar layanan pemerintah daerah mencatat kemajuan dalam hasil-hasil pemerintahan

• 12 kabupaten telah memenuhi persyaratan keikutsertaan dan prainvestasi dari kerangka kerja Pemda. 28 kabupaten lainnya diharapkan akan mulai berpartisipasi pada tahun 2008 untuk tamat pada tahun 2010 (sedang berlanhsung)

• Kinerja pemerintahan Pemda dipantau melalui GDS (Hasil GDS2 saat ini sedang dianalisis dan akan siap untuk disosialisasikan pada tahun 2008, yang mencakup 133 kabupaten, yang merupakan contoh yang representative di tingkat nasional; hasil awal menunjukkan tingkat kepuasan yang cukup tinggi (85%) dengan kinerja Pemda terkait dengan pemberian layanan, namun juga menunjukkan korelasi negatif antara kasus-kasus korupsi dengan tingkat kepuasan) (sedang berlangsung)

Pinjaman• ILGRP• USDRP• SPADA

AAA• GDS2• Kerangka Pengukuran untuk Manajemen Keuangan Pemerintah Daerah

TF• ILGRP• Fasilitas Pendukung Desentralisasi

Perencanaan Pembangunan yang responsif terhadap konstituen

Keterlibatan Masyarakat madani dalam pengambilan keputusan dan perencanaan pemerintah telah meningkat namun masih tidak stabil

Pada tahun 2010, semua desa di Indonesia menerapkan pendekatan partisipatif dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan

38.000 desa/kota dalam wilayah CDD (50% dari keseluruhan) menerapkan proses perencanaan dan penganggaran partisipatif (sesuai jalur)

Pinjaman • KDP• UPP• WISMP• ILGRP• FEATI

AAA• Penilaian Tingkat Kemiskinan

• Sistem M&E proyek

Mitra DfID, ADB,Belanda, Jepang, Kemitraan demi Reformasi Kepemerintahan

Pengelolaan keuangan publik yang teratur dan transparan

Sistem Pembayaran Kas Otomatis merupakan suatu hasil baru yang diharapkan akan dicapai pada tahun 2008. Lebih dari 18.000 rekening bank umum yang menampung dana-dana pemerintah, tanpa adanya standar untuk otorisasi dan pengelolaan saldo yang efisien.• Pengembangan kapasitas yang besar dibutuhkan untuk memastikan sosialisasi yang efektif kepada semua tingkatan pemerintahan

• Komitmen politik yang lemah

• Sistem Pembayaran Kas Otomatis memungkinkan pelaporan keuangan yang akurat dan tepat waktu serta mengurangi jumlah kasus dan ukuran saldo kas tidak terpakai

• Menggabungkan dari hampir nol menjadi setidaknya 50% dari kas operasional pemerintah ke dalam TSA

• Saat ini, semua rekening pengeluaran pemerintah yang utama bersaldo nol. Rekening pendapatan belum bersaldo nol. Pekerjaan atas rekening pendapatan sedang berjalan

• Pengadaan sistem kas otomatis sedang berjalan dan tidak diharapkan untuk mulai berjalan pada tahun 2008 (sedang berjalan)

Pinjaman • DPLs 1-4• GFMRAP

IFC Prakarsa Layanan Pembinaan IFC

AAA• Survei Pemerintahan dan Desentralisasi 2

• Prakarsa Kepemerintahan Hutan

• Dialog Lingkungan (AMDAL)

TF• Bank Dunia- Dana Perwalian Belanda untuk Bantuan Teknis dan Layanan Pembinaan Desentralisasi

• Fasilitas Penunjang Desentralisasi

• Pengembangan kelembagaan

MitraGTZ, Belanda, DFID, JBIC, ADB, CIDA

PNS yang efisien dan lancar

• Mengatasi akar masalah kepemerintahan sektor publik yang buruk dan korupsi dengan memulai reformasi kepegawaian Negara

• Bappenas mengawasi efektivitas dan menjalankan penilaian operasional independen terhadap program-program kompensasi yang baru

• Semua kementerian terkait menyusun laporan keuangan dengan menggunakan standar akuntansi pemerintah yang baru

• Pembentukan komisi remunerasi nasional yang meninjau gaji PNS dan transparansi dari paket pembayaran

• Pengurangan kebocoran dalam arus pengeluaran ke pengguna akhir sebagaimana yang telah diukur

• Penggabungan laporan keuangan untuk pemerintah pusat untuk tahun 2004 selesai untuk pertama kalinya, diselesaikan kembali pada tahun 2005 (telah selesai)

• Pemerintah Indonesia telah meluncurkan proyek percontohan di Departemen Keuangan dan Pendidikan dengan tujuan untuk merancang program CSR yang menyeluruh (sedang berjalan)

83

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Hasil Strategis dan Jangka Panjang

Negara

Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima TahunKontribusi WBG

dan MitraIsu-isu dan HambatanHasil (-hasil) akhir CAS yang

diharapkan Kemajuan sampai saat ini

PILAR KETIGA: TUJUAN UTAMA CAS: MENGATASI MASALAH POKOK PEMERINTAHAN

Pelaksanaan desentralisasi yang efektif

Berfokus pada pelibatan departemen terkait (Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan dan Pekerjaan Umum) dalam penyusunan keputusan menteri• Ketidakpastian dalam penggambaran otonomi pada berbagai tingkatan Pemerintahan

• Klarifikasi tentang peran dan tanggung jawab atas pengawasan dan pengaturan

Kejelasan yang lebih baik mengenai fungsi pada setiap tingkatan pemerintahan

Keputusan PP38 pada tahun 2007 menjelaskan tanggung jawab pemberian layanan pada setiap tingkatan pemerintah. Pelaksanaan nyatanya belum terlihat (lebih lambat dari perkiraan)

Pinjaman • DPLs 1-4• GFMRAP

IFC Prakarsa Layanan Pembinaan IFC

AAA• Survei Pemerintahan dan Desentralisasi 2

• Prakarsa Kepemerintahan Hutan

• Dialog Lingkungan (AMDAL)

TF• Bank Dunia- Dana Perwalian Belanda untuk Bantuan Teknis dan Layanan Pembinaan Desentralisasi

• Fasilitas Penunjang Desentralisasi

• Pengembangan kelembagaan

MitraGTZ, Belanda, DFID, JBIC, ADB, CIDA

• Menyingkirkan ketentuan-ketentuan pembebasan DAU sebagaimana dijadwalkan pada tahun 2008

• Meningkatkan dana untuk DAK dalam APBN, terutama untuk sektor-sektor sosial

• Mempercepat transfer dana bagi hasil pendapatan sumber daya alam ke pemerintah daerah

Perbaikan mekanisme untuk transfer fiskal• Peningkatan Kinerja perimbangan fiskal dari dana alokasi umum (DAU)

• Menerapkan ketentuan-ketentuan yang jelas dan konsisten untuk pembiyaan donor berupa penerusan hibah dan penerusan pinjaman

• “Ledakan besar kedua” (second big bang) menciptakan pengalihan dana tambahan ke daerah-daerah sebanyak hampir 50% (DAU sebesar 64%). Wilayah-wilayah termiskin di Indonesia telah menjadi penerima manfaat utama. Semenjak itu, perimbagan fiskal bukan lagi merupakan tantangan terbesar Indonesia –pemanfaatan sumber daya alam yang baik pada tingkat daerah menjadi penggantinya (perubahan prioritas)

• Penghapusan ketentuan-ketentuan pembebasan DAU diharapkan terjadi pada tahun 2008, namun karena “ledakan besar kedua” (second big bang) tersebut hanya memainkan peranan kecil dalam perimbangan fiskal (perubahan prioritas)

• Keputusan Kementerian Keuangan tentang Penerusan Hibah dan Pinjaman telah dikeluarkan. Kerangka kerja penerusan pinjaman dirintis berdasarkan USDRP. Namun ini tetap harus dimulai. Kerangka kerja penerusan hibah akan diluncurkan berdasarkan ILGRP (sedang berjalan)

Pembentukan sektor peradilan yang dapat dipercaya dan tidak memihak• Peningkatan besar dalam ukuran persepsi korupsi dan dalam pengukuran berbasis survei terhadap kepercayaan masyarakat umum atas sistem peradilan di wilayah dampingan proyek: Indeks persepsi korupsi dan indikator pemerintahan (TI, WBI) menunjukkan sedikit peningkatan sejak tahun 2002

• Sistem peradilan formal kurang dapat dipercaya di antara sebagian besar warga Indonesia

• Komitmen politik untuk mereformasi lembaga-lenbaga hukum sangat lemah

• Kaum miskin menghadapi hambatan besar dalam menjangkau lembaga peradilan formal.

• Mendapatkan kemajuan yang lebih cepat dari yang diperkirakan dalam pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan AntiKorupsi, hasil akhir CAS meluas dengan mencakup kasus-kasus yang diperiksa oleh KPK

Kerangka kerja kelembagaan dan hukum memerlukan penguatan lebih lanjut

• Tren positif dalam jumlah penyidikan yang mengarah pada penuntutan (peningkatan dalam penyidikan oleh Kejagung dari 1.384 pada tahun 2005 (dan 1.320 pada tahun 2003) sampai 1.758 pada tahun 2006 dan penuntutan dari 729 pada tahun 2005 (604 pada tahun 2003) sampai 807 pada tahun 2006)

• Kepatuhan sepenuhnya terhadap pernyataan jumlah kekayaan oleh pejabat publik sebagaimana ditentukan oleh undang-undang

• Meningkatnya % rumah tangga yang lebih miskin dan UKM yang menggunakan mekanisme penyelesaian masalah lewat jalur hukum dan jalur alternatif setidaknya di 40 kecamatan

• Masalah peraturan pelaksanaan tentang Undang-undang Perlindungan Saksi dan Undang-undang Kebebasan Informasi

• Satuan Investigasi telah dibentuk pada Inspektorat Jenderal dan telah berjalan. KPK dan Pengadilan Tipikor berjalan dan telah menangani beberapa kasus korupsi kelas kakap. Undang-undang yang memperluas amanat hukum BPK untuk mengaudit keuangan publik telah dijalani (sedang berjalan)

• 20 kecamatan (6 pada wilayah konflit) telah mulai membangun jaringan asistensi hukum dan bantuan penyelesaian sengketa alternatif. Dampak pada akses masih terlalu dini untuk dipaparkan (sedang berjalan)

• 2 perintisan sedang berjalan untuk membentuk jaringan asistensi hukum, mekanisme penyelesaian sengketa alternatif, dan pelatihan pendidikan hukum; perluasan lahan perintisan diharapkan terlaksana di 5 provinsi pada tahun depan (sedang berjalan)

Pinjaman • SPADA

AAA• Keadilan Bagi Kaum Miskin

• Kemitraan demi Reformasi Kepemerintahan Pemerintahan

• Survei Desentralisasi 2

• Studi AntiKorupsi

TFKemitraan Kepemerintahan

MitraKemitraan demi Reformasi Kepemerintahan, DFID

84

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Hasil Strategis dan Jangka Panjang

Negara

Hasil-hasil yang dipengaruhi oleh Program CAS Selama Periode Lima TahunKontribusi WBG dan

MitraIsu-isu dan HambatanHasil (-hasil) akhir CAS

yang diharapkan Kemajuan sampai saat ini

PILAR KEEMPAT: PENANGGULANGAN RISIKO BENCANA

Membangun Kembali Aceh dan Nias Yang Lebih Baik

Memulihnya pertumbuhan ekonomi (GDP) dan mata percaharian berkelanjutan

Inflasi yang sesuai dengan rata-rata nasional

Berkurangnya persentase populasi yang tinggal dalam kemiskinan (pengeluaran rumah tangga)

Tantangan terbesar adalah untuk menemukan celah yang hilang dari infrastruktur tingkat kecamatan yang akan menghubungkan rumah-rumah kepada masyarakat

Mempertahankan proses pendamaian akan bergantung pada pemenuhan kebutuhan reintegrasi GAM

• Berkurangnya jumlah pengungsi yang tinggal dalam tenda, barak dan dengan keluarga penampung

• Transparansi dan efisiensi dari proses rekonstruksi

• Berkurangnya tingkat pengangguran di antara populasi yang terkena tsunami, mantan pejuang GAM dan lain-lain

• Lihat juga Pilar 1 mengenai perkembangan survei tanah, putusan pengadilan dan pembagian alamat di bawah Proyek MDF pada Sistem Administrasi Rekonstruksi Tanah Aceh Land

• Sistem pengawasan dan perlindungan hutan diperkuat dan dilaksanakan

• Rehabilitasi hutan dan ekosistem berbasis masyarakat untuk layanan pengjidupan dan lingkungan telah diterapkan

• 6,267 pengungsi (terutama di Aceh Besar dan Aceh Barat) masih tinggal dalam tenda and barak dan diperkirakan maksimal sebanyak 20.000 orang yang tinggal dengan keluarga penampung (tercapai/sedang berjalan)

• Proses rekonstruksi sedang berjalan: 85,000 rumah baru selesai pada September 2007 di mana sebanyak 4.400 di antaranya dibangun oleh Pihak Bank. Selain itu, 4.050 rumah telah direhabilitasi (tercapai/sedang berjalan)

• 43 klinik kesehatan masyarakat dan 282 sekolah dibangun atau diperbaiki oleh Pihak Bank. 846 jembatan diperbaiki; 2.330 km jalan pedesaan dan 199 km jalan perkotaan dibangun kembali; 1.211 proyek irigasi dan drainase di wilayah pedesaan dan rehabilitasi 178 km drainase di wilayah perkotaan; 1.148 sistem air bersih dan 1.032 unit sanitasi oleh pihak Bank; sekitar 11 juta hari kerja digunakan melalui pekerjaan infrastruktur yang didukung Bank di atas yang dimulai sejak Agustus-2007 (tercapai/sedang berjalan)

• Sekitar 10% dari individu berumur 15 tahun ke atas sedang mencari atau siap bekerja dalam 6 bulan pertama dari tahun 2007 (penilaian telah selesai)

• Survei desa KDP telah selesai dengan mencakup penilaian kondisi infrastruktur dan sosial (telah selesai)

• Analisis Belanja Publik Aceh dan Pengelolaan Keuangan Publik dalam laporan Aceh Report diterbitkan; Penilaian Kerusakan Akibat Banjir Aceh sudah selesai (telah selesai)

• Kebutuhan reintegrasi kelompok separatis (GAM). Analisis data mengenai status hutan telah selesai. Data pokoknya adalah: Hutan yang tak terganggu 1.562.062 hektar (68%); Hutan yang terganggu (20%); dan nonhutan 283.836 hektar (12%)

• Kebun bibit didirikan di empat desa; rehabilitasi 280 hektar tanah dengan spesies pohon yang dipilih masyarakat berdasarkan kebutuhan penghidupan; perencanaan ruang desa terpadu telah selesai di Pisang di A.Selatan. Proyek penghidupan berdasarkan sumber mata air yang ditemukan. Studi kelayakan proyek sedang dinilai (telah selesai)

Pinjaman • Proyek-proyek CDD (KDP, UPP)• SPADA

IFC• Inisiatif Layanan Penasihatan IFC

AAA• GDS• Kerangka Kerja Pengelolaan Risiko Bencana

TF• MDF untuk Aceh & Nias (perumahan, tanah, bantuan teknis, pengelolaan limbah, infrastruktur dan lingkungan)• KDP untuk AcehAmerika, Belgia, Irlandia)

MitraMDF (ADB, Kanada, Denmark, EU, Finlandia, Jerman, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Swedia, Inggris,

Tanggapan atas Bencana Gempa Bumi di Yogyakarta & Jawa Tengah

Membangun kembali perumahan

Berkurangnya jumlah rumah tangga tanpa rumah yang dibangun kembali

2.000 rumah telah dibangun melalui dukungan Bank yang mulai pada September 2006 dan target keseluruhannya adalah 6.000 rumah akan dibangun kembali (dalam proses)

Pinjaman Penyelesaian Proyek Rekonstruksi dan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (CSRRP)

TF Dana Rekonstruksi Jawa (JRF)

Flu Burung dan Manusia dan Krisis Darurat lainnya

Peluang pendapatan yang untuk rumah tangga miskin yang berkesinambungan

Strategi Pemerintah untuk menanggapi ancaman HPAI belum dijelaskan

• Suatu sistem partisipatif menemukan penjangkitan dan memberikan respon di 12 kecamatan

• Masyarakat dilatih untuk menjalankan vaksinasi unggas per tiga bulanan dalam 6 kecamatan

Kampanye penyadaran publik dari Pemerintah terlihat mencapai sebagian besar populasi negeri (sedang berjalan)

TF Fasilitas Flu Burung dan Manusia

Peningkatan Kerangka Kerja Kelembagaan untuk Penanggulangan Risiko Bencana

Menguatnya kapasitas untuk penanggulangan risiko bencana

Pemerintah Indonesia dan para donor telah memberikan respon terhadap bencana yang menghancurkan tersebut, namun suatu pengelolaan risiko yang proaktif dan terkoordinasi dibutuhkan.

Dukungan pengembangan teknis dan kapasitas pada tingkat nasional dan lokal untuk menilai kerusakan dan kebutuhan pasca bencana

• Pemasyarakatan kesiapan bencana dan penglolaan risiko berdasarkan pertimbangan (sedang berjalan)

85

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Apendiks 8. : Lampiran BIndonesia: Laporan Pelaksanaan CAS dan CASPR: Program Pinjaman dan Penyampaian Aktual Terencana, TA04-TA08

TA Rencana CAS(US$M) (US$M)

IBRD IDA HIbah Penyampaian Aktual IBRD IDA Hibah

2004

Program Rehabilitasi & Pengelolaan Terumbu Karang II 46 26 Disampaikan di FY04

33 23

Transportasi Wilayah Timur Indonesia 2 200 Disampaikan di FY04

200

Pengelolaan Lahan & Pengembangan Kebijakan 29 32 Disampaikan di FY04

33 33

Prakarsa Reformasi Kepemerintahan Daerah 28 32 Disampaikan di FY05

15 15

Dukungan untuk Area Miskin dan Tertinggal 45 Disampaikan di FY05

69 35

Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan 3 113 67 Disampaikan di FY05

67 71

Program Pengembangan & Reformasi Sektor Perkotaan 78 22 Disampaikan di FY05

45

Perlindungan tangkapan (LIL) 3 Dihentikan 3

2005

Administrasi Pendapatan & Pengelolaan Keuangan Pemerintah

120 Disampaikan di FY05

55 5

Proyek Pendidikan Tinggi 65 35 Disampaikan di FY05

50 30

Proyek Pengembangan Kecamatan 3B (tidak ada dalam CAS)

Disampaikan di FY05

80 80

Restrukturisasi Sektor Gas Domestik 85 Disampaikan di FY06

80

Infrastruktur Jalan Strategis 200 Disampaikan di FY07

208

Lingkungan & Sanitasi 40 60 Dihentikan

Kesehatan & Nutrisi Tingkat Provinsi 75 Dihentikan

Pembiayaan Mikro Berkesinambungan 20 40 Dihentikan

Peningkatan Layanan Air Perkotaan 30 20 Dihentikan

Jumlah Besar

Pinjaman Kebijakan Pembangunan Pertama 200 Disampaikan di FY05

300

Program Reformasi Pembangunan Jawa Timur 175 Dihentikan

Hibah

MDF – Sertifikasi Tanah di Aceh (RALAS) (tidak ada dalam CAS)

Disampaikan di FY05

25

86

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

TA Rencana CAS(US$M) (US$M)

IBRD IDA Hibah Penyampaian Aktual IBRD IDA Hibah

2007

Proyek Revitalisasi Perikanan 100 50 Dihentikan

Badan Nasional untuk Pengendalian Obat & Makanan 40 10 Dihentikan

Perlindungan Tangkapan 2 50 25 Tidak disiapkan

Pendidikan untuk Pemuda Marginal Berbasis Masyarakat 50 25 Tidak disiapkan

Fungsi Kesehatan Publik & Tingkat Provinsi 30 10 Tidak disiapkan

Mata Air Umbulan/Air untuk Surabaya dan sekitarnya 100 Tidak disiapkan

Pengembangan Masyarakat Perkotaan 100 50 Tidak disiapkan

Pengelolaan Sumber Daya Air & Sektor Irigasi (APL2) 70 30 Tidak disiapkan

Jumlah Besar

Pinjaman Kebijakan Pembangunan Ketiga 250 Disampaikan di FY07 530 70

PPK3 Tahap kedua – Pembiayaan Tambahan (tidak ada dalam CASPR)

Disampaikan di FY07 123

P3KP2 – Pembiayaan Tambahan (tidak ada dalam CASPR) Disampaikan di FY07 136

Manajemen Guru (BERMUTU) 70 70 40 Disampaikan di FY08 25 62

Pengelolaan Keuangan & Administrasi Pendapatan Pemerintah 2 60 Dipindahkan ke FY09 120

Pembiayaan Infrastruktur Swasta 60 Dipindahkan ke FY09 60

Penyediaan Air & Sanitasi Perkotaan 35 35 Dipindahkan ke FY09 30

Rekonstruksi Perumahan Gempa Bumi Yogyakarta 110 76 Tidak disiapkan

Hibah

MDF – Fasilitas Pembiayaan Rekonstruksi Infrastruktur 100 Disampaikan di FY07 100

MDF – PPK Nias 26 Disampaikan di FY07 26

MDF – SPADA Aceh/Nias 25 Disampaikan di FY07 25

MDF – Jalan Lamno-Calang 12 Proyek dipindahkan ke UNDP

JRF – Proyek Perumahan Transisional 6 Disampaikan di FY07 6

JRF – Proyek Perumahan Permanen & Infrastruktur Masyarakat 76 Disampaikan di FY07 70

2008 Pinjaman Kebijakan Pembangunan Keempat 500 Disampaikan di FY08 600

DPL Infrastruktur 100 Disampaikan di FY08 200

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat 100 100 Disampaikan di FY08 41 191

P3KP Nasional (PNPM Perkotaan) 50 100 Disampaikan di FY08 53 125

Peningkatan Operasi Bendungan 80 20 Dipindahkan ke FY09 50

Peningkatan Jalan Nasional 300 Dipindahkan ke FY09 300

Program Pemberdayaan Pemuda 40 40 Dipindahkan ke FY09 100

Pendidikan Dasar (SISWA) 120 80 300 Dipindahkan ke FY10 300

Akses Listrik Pedesaan 100 52 Dipindahkan ke FY11 150

Dana Jaminan Infrastruktur 50 Dipindahkan ke FY11 300

Kanal Tarum Barat 80 20 Dipindahkan ke FY11 80

Daya Saing Ekspor Pertanian 70 Dihentikan

CCT untuk Masyarakat Miskin/DAK untuk Operasi CDD 10 150 Tidak disiapkan

87

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Apendiks 8. : Lampiran CIndonesia: Laporan Penyelesaian CAS: Proyek-proyek yang Ditutup Selama Periode CAS (TA04-TA08)

Tanggal Dikeluarkan Dibatalkan Hasil Keberlanjutan Perkembangan

Penutupan (Dolar Amerika dalam Juta)

(Dolar Amerika dalam Juta)

ICR IEG ICR IEG Kelembagaan

Pembangunan Nusa Tenggara 09/30/2003 22.06 4.94 U MU Tidak Mungkin Tidak Mungkin Sedang

Wilayah Pertanian Sulawesi 12/31/2003 23.10 3.70 U MU Tidak Mungkin Tidak Mungkin Sedang

Restrukturisasi Korporasi 12/31/2003 6.15 24.50 S MS Mungkin Tidak dapat dievaluasi

Sedang

Pengendalian Kekurangan Yodium 12/31/2003 18.77 9.70 S S Mungkin Mungkin Banyak

Kualitas Pendidikan Tinggi 03/31/2004 56.61 9.89 S S Mungkin Mungkin Banyak

Pendidikan Menengah Indonesia Tengah 06/30/2004 93.06 9.69 S S Mungkin Mungkin Banyak

Pendidikan Menengah Pertama Jawa Timur & NTT

06/30/2004 87.42 3.90 S S Mungkin Mungkin Banyak

Pendidikan Menengah di Sumatra 06/30/2004 93.58 3.42 S S Mungkin Mungkin Banyak

Kemiskinan Perkotaan 06/30/2004 80.75 0.00 S S Sangat Mungkin

Mungkin Banyak

Pengembangan Infrastruktur Informasi 06/30/2004 24.89 8.50 S MS Mungkin Mungkin Sedang

Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang 07/31/2004 6.70 0.20 S MS Mungkin Tidak dapat dievaluasi

Banyak

Proyek Kesehatan Kelima 07/31/2004 32.71 11.99 U U Tidak Mungkin Tidak Mungkin Sedang

Modernisasi Audit Bepeka 09/30/2004 14.01 1.77 U U Mungkin Mungkin Sedang

Infrastruktur Kota Bali 09/30/2004 72.13 37.87 S MS Mungkin Tidak Mungkin Banyak

Pinjaman Penyesuaian Sektor Sumber Air 11/09/2004 150.00 150.00 S S Sangat Mungkin

Mungkin Banyak

Efisiensi Rel Kereta Api 12/30/2004 57.39 47.33 U U Tidak Mungkin Tidak Mungkin Sedang

Kesehatan dan Keselamatan Ibu 12/31/2004 32.27 10.23 S S Mungkin Mungkin Sedang

Pendidikan Dasar Jawa Barat 12/31/2004 99.46 3.76 S S Mungkin Mungkin Banyak

Kebijakan Pinjaman Pembangunan Pertama 03/31/2005 300.00 0.00 S Mungkin Sedang

Perluasan Pertanian/Perhutanan Terdesentralisasi

03/31/2005 16.59 0.00 S MU Mungkin Tidak dapat dievaluasi

Sedang

Pengembangan Daerah Bengkulu 12/31/2005 12.45 8.05 S S Mungkin Mungkin Banyak

Jalan-jalan Daerah Sumatra 12/31/2005 178.01 50.00 S MS Tidak Mungkin Tidak Mungkin Sedang

Kebijakan Pinjaman Pembangunan Kedua 03/31/2006 400.00 0.00

Pengembangan Perpustakaan LIL 04/30/2006 4.15 0.00 MS MS

Pendidikan Dasar Sulawesi 04/30/2006 62.19 0.00 S S

Pendidikan Dasar Sumatra 04/30/2006 73.86 0.00 S S

Transportasi Daerah Indonesia Timur 06/30/2006 198.58 0.00

Pengelolaan Lingkungan Jawa Barat 06/30/2006 13.15 0.00 MU MS Tidak Mungkin Banyak

Perkembangan Anak Usia Dini 12/31/2006 10.85 10.65 MS MU

Kebijakan Pinjaman Pembangunan Ketiga 03/31/2007 601.29 0.00

Kesehatan Provinsi II 06/30/2007 75.23 32.00

Pengetahuan Pengembangan Global LIL 12/31/2007 1.45 0.00

Pengembangan Kecamatan II 12/31/2007 331.59 0.00

Kesehatan Provinsi I 12/31/2007 31.26 3.17

Kebijakan Pinjaman Pembangunan Keempat 03/31/2008 600.00 0.00

DPL Infrastruktur (IDPL) 03/31/2008 0.00 0.00

Catatan: Tingkatan Hasil: HS - Sangat Memuaskan; S - Memuaskan; MS - Cukup Memuaskan; MU - Cukup Tidak Memuaskan; U – Tidak Memuaskan.

88

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Apendiks 8. : Lampiran DIndonesia: Laporan Pelaksanaan CAS dan CAS PR: Program NonPinjaman Utama dan Pelaksanaan Aktual, TA04-TA08

Rencana-rencana CAS PR

Catatan Mengenai Rekonstruksi Aceh Dilaksanakan pada TA05

Analisis Belanja Publik Papua Dilaksanakan pada TA05

Penilaian Awal Kehilangan & Kerusakan Untuk Aceh Dilaksanakan pada TA05

Akses Listrik Pedesaan Dilaksanakan pada TA05

ROSC Akuntansi Dilaksanakan pada TA06

Aceh & Nias Setahun Setelah Tsunami Dilaksanakan pada TA06

Laporan Singkat CGI: Berinvestasi untuk Pertumbuhan dan Pemulihan Dilaksanakan pada TA06

Laporan Sektor ECED Dilaksanakan pada TA06

Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pengembangan Pedesaan Dilaksanakan pada TA06

Pemerintahan Lingkungan Lokal (Peninjauan AMDAL) Dilaksanakan pada TA06

Pengelolaan Keuangan Pemerintah Lokal Dilaksanakan pada TA06

Studi Lembaga Keuangan NonBank Dilaksanakan pada TA06

Dukungan PRSP Dilaksanakan pada TA06

Kemitraan Publik dan Swasta dalam Pertanian Dilaksanakan pada TA06

Laporan CFAN-Membangun kembali Aceh & Nias Yang Lebih Baik Dilaksanakan pada TA06

Survei Iklim Investasi Pedesaan Dilaksanakan pada TA06

Penilaian Awal untuk Kehilangan & Kerusakan di Yogyakarta dan Jawa Tengah Dilaksanakan pada TA06

Konflik dan Kemiskinan Dilaksanakan pada TA07

Penghematan Bahan Bakar/Transfer Kas Tak Bersyarat Dilaksanakan pada TA07

HIV/AIDS Dilaksanakan pada TA07

Meningkatkan Produktivitas Pedesaan Dilaksanakan pada TA07

Konferensi Infrastruktur Dilaksanakan pada TA07

Rencana Penting dalam Platform Pemerintah Daerah Dilaksanakan pada TA07

Migrasi dan Pengiriman Uang Dilaksanakan pada TA07

Analisis Belanja Publik Nias Dilaksanakan pada TA07

Penelitian Kemiskinan Dilaksanakan pada TA07

Peninjauan Belanja Publik: Pengeluaran Untuk Pembangunan Dilaksanakan pada TA07

Studi Perlindungan Sosial Dilaksanakan pada TA07

Pengelolaan Tenaga Guru Dilaksanakan pada TA07

Kemiskinan dan Pengembangan Ekonomi Aceh Dilaksanakan pada TA08

Transfer Kas Bersyarat Dilaksanakan pada TA08

Survei Pemerintahan dan Desentralisasi 2 Dilaksanakan pada TA08

Kerangka Kerja Pengukuran Pengelolaan Keuangan Publik Dilaksanakan pada TA08

Aspek Sosial dari Pengentasan kemiskinan Dilaksanakan pada TA08

Survei Pengawasan Korupsi Dilaksanakan pada TA08

DPR Dilaksanakan pada TA08

Studi Kepegawaian Dilaksanakan pada TA08

Tenaga Kerja Kesehatan dan Penyampaian layanan yang Meningkat Dilaksanakan pada TA08

Laporan Penelitian Pengadaan Negara Dilaksanakan pada FY09

Koordinasi Dukungan dan Donor BRR Aceh Sedang berjalan

Pelaksanaan Program Aceh Sedang berjalan

Menciptakan Sistem Keuangan yang Beragam Sedang berjalan

Pemerintahan Lingkungan Yang Baik Sedang berjalan

Dialog Masyarakat Madani Pemerintahan Sedang berjalan

Meningkatkan Iklim Investasi Sedang berjalan

Meningkatkan Penyampaian Layanan Sedang berjalan

Rencana Penting dalam Iklim Investasi Sedang berjalan

Rencana Penting dalam Pemerintahan Nasional Sedang berjalan

Rencana Penting dalam Mengurangi Kemiskinan Sedang berjalan

Program Pembangunan Kapasitas WBI untuk Pemerintah Sedang berjalan

Strategi Sektor Peternakan Unggas Dihentikan

89

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Rencana CAS

Mencegah Krisis Infrastruktur Dilaksanakan pada TA04

Laporan Singkat CGI: Indonesia: Arahan Baru Dilaksanakan pada TA04

DPR: Melampaui Stabilitas Ekonomi Makro Dilaksanakan pada TA04

Pendidikan di Indonesia: Mengelola Transisi Menuju Desentralisasi Dilaksanakan pada TA04

Strategi Kebijakan Kehutanan Dilaksanakan pada TA04

Peradilan dan Masyarakat Miskin Dilaksanakan pada TA04

Membuat Indonesia Berdaya Saing: Menggalakkan ekspor, Mengelola Perdagangan Dilaksanakan pada TA04

Menggali Kekayaan Indonesia Dengan Bertanggung Jawab Dilaksanakan pada TA04

Dukungan PRSP Dilaksanakan pada TA04

Rencana Penting dalam Iklim Investasi Dilaksanakan pada TA05

Ikhtisar Kebijakan Untuk Pemerintah Yang Baru Menjabat Dilaksanakan pada TA05

Peninjauan Belanja Daerah Dilaksanakan pada TA05

Rencana Penting dalam Reformasi Pemerintah Lokal Dilaksanakan pada TA06

Membuat Layanan Bermanfaat Bagi Masyarakat Miskin di Indonesia Dilaksanakan pada TA06

Peninjauan Belanja Publik Dilaksanakan pada TA06

Aceh RPER Dilaksanakan pada TA07

Penelitian Kemiskinan: Membuat Indonesia Baru Bermanfaat Bagi Masyarakat Miskin Dilaksanakan pada TA07

Rencana Penting dalam Reformasi Korupsi dan Hukum Sedang berjalan

Penyampaian tambahan yang tidak dalam CAS

Memerangi Korupsi di Indonesia: Memperkuat Akuntabilitas untuk Pembangunan Dilaksanakan pada TA04

Penilaian Tingkat Negara tentang Kepemerintahan Perusahaan Dilaksanakan pada TA04

Kesehatan dan Desentralisasi Dilaksanakan pada TA04

Analisis Hak Pengguna Air Dilaksanakan pada TA05

Penyampaian tambahan yang tidak ada dalam CAS PR

Laporan Inventarisasi Aceh Dilaksanakan pada TA06

Peninjauan Lembaga Keuangan Nonbank Dilaksanakan pada TA06

Prioritas Strategi untuk Reformasi Anggaran Dilaksanakan pada TA07

Pengembangan Produksi Hortikultura dan Toko Serba Ada Dilaksanakan pada TA07

90

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Dalam menyusun Strategi Kemitraan Negara (CPS) baru dari Kelompok Bank Dunia (WBG) untuk Indonesia (TA 2009-2012), sebuah diskusi kelompok fokus diadakan di Jakarta pada 13 Februari 2008. Diskusi diadakan untuk memperoleh masukan dari kelompok-kelompok masyarakat madani dari segala penjuru negeri. Lima belas kelompok dari empat daerah–Sumatra, Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara - ikut serta dalam diskusi selama satu hari tersebut. Kelompok-kelompok yang beragam ini telah aktif dalam kegiatan advokasi dan pengembangan, yaitu dalam bidang Pemasyarakatan gender, pembangunan demokrasi, antikorupsi dan pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, pengembangan masyarakat, reformasi hukum, penelitian untuk pengembangan, pembangunan kapasitas akar rumput, dan kredit mikro.

Diskusi kelompok fokus tersebut difasilitasi oleh sebuah tim forum masyarakat madani yang dipimpin oleh Rustam Ibrahim, mantan direktur LP3ES, sebuah LSM pembangunan di Jakarta yang disegani. Dalam diskusi tersebut, tim Bank Dunia dipimpin oleh Joachim von Amsberg, Direktur Tingkat Negara untuk Indonesia.

Dokumen ini merangkum rekomendasi-rekomendasi penting dari kelompok-kelompok masyarakat madani tersebut yang muncul dalam diskusi

Rekomendasi-rekomendasi Penting Bagi Kelompok Bank Dunia

A. Rekomendasi Umum

1. Walaupun Bank Dunia memiliki suatu Rencana Tindakan Antikorupsi yang menyeluruh, mengambil tindakan terhadap individu atau perusahaan yang melakukan korupsi dalam proyek-proyeknya, atau menuntut pemerintah mengembalikan jumlah pinjaman; tindakan-tindakan ini belum cukup untuk melawan korupsi di Indonesia. Bank Dunia harus memastikan bahwa Pemerintah Indonesia menindak lanjuti kasus-kasus korupsi ini melalui jalur hukum. Bank Dunia juga perlu menyiapkan suatu daftar hitam dari kementerian dan pemerintah daerah yang ambil bagian dalam korupsi pada proyek-proyek yang dibiayai oleh pihak Bank.

2. Pemasyarakatan gender harus menjadi bagian integral dari setiap rancangan proyek yang dibiayai Bank dan harus dilaksanakan secara konsisten. Pada saat ini, partisipasi perempuan dalam

pengambilan keputusan proyek sangat rendah.3. Beberapa proyek yang dibiayai Bank mengabaikan

tradisi setempat, seperti hak tanah adat (hak ulayat). Bank Dunia seharusnya tidak memisahkan nilai-nilai setempat dalam pelaksanaan program-programnya. Guna menghindari dampak merugikan pada lingkungan, memastikan keberlanjutan, dan meningkatkan kepemilikan, rancangan dan pelaksanaan proyek-proyek yang dibiayai Bank perlu mengikutsertakan tradisi setempat.

4. Informasi mengenai proyek-proyek yang dibiayai Bank harus mudah diperoleh publik pada lokasi proyek. Perlu adanya satu mekanisme pengaduan yang jelas yang membuat tanggapan publik dapat ditindak lanjuti.

5. Hak-hak masyarakat dan hak asasi manusia harus selalu dipertimbangkan dalam perancangan, perencanaan, dan pelaksanaan setiap proyek yang dibiayai Bank.

6. Bank Dunia perlu membantu mengurangi utang Indonesia dengan menyediakan insentif bagi upaya-upaya pelestarian hutan. Hutan-hutan Indonesia merupakan paru-paru dunia dan penduduk dunia berkembang akan menerima manfaat dari pelestarian hutan tersebut.

7. Pihak Bank perlu mengadakan penilaian lingkungan untuk setiap proyek investasi, seperti dalam Infrastruktur dan pemanfaatan sumber daya alam, karena mereka berpengaruh terhadap hidup orang banyak.

8. Bantuan teknis sebaiknya tidak diberikan sebagai suatu pinjaman, tetapi sebagai dana bantuan.

B. Kemitraan dengan Pemerintah Pusat

9. Sehubungan dengan otonomi daerah, beberapa keputusan pemerintah dan menteri bertentangan dengan semangat desentralisasi. Bank Dunia perlu membantu dalam meninjau keputusan-keputusan ini dan menganalisis dampak merugikan mereka terhadap desentralisasi di Indonesia. Berdasarkan tinjauan tersebut, pihak Bank dapat mempaparkan isu-isunya dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat untuk memperbaiki penyimpangan.

10. Bank Dunia harus menyerahkan pelaksanaan proyek-proyek yang dibiayai kepada pemerintah kecamatan. Untuk meningkatkan penggunaan sumber-sumber daya dengan efisien, pemerintah pusat hanya perlu berperan dalam pengambilan kebijakan dan pengawasan, dan seharusnya tidak

Apendiks 9.Indonesia: Konsultasi Masyarakat MadaniStrategi Kemitraan Negara Kelompok Bank Dunia untuk TA09-12

91

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

menjadi pelaksana proyek-proyek yang dibiayai oleh Bank.

11. Bank Dunia harus memberikan bantuan teknis bagi reformasi kepegawaian negara.

C. Kemitraan dengan Pemerintah Daerah

12. Bank Dunia perlu menyediakan bantuan teknis bagi rencana partisipasi pemasyarakatan pada tingkat akar rumput. Proyek dan program pengembangan biasanya lemah dalam koordinasinya pada tingkat akar rumput. Suatu pendekatan dari atas ke bawah yang terpadu terhadap perencanaan pastisipasi yang disiapkan tiap tahun pada tingkat akar rumput akan mencerminkan kebutuhan yang sesungguhnya dari masyarakat setempat.

13. Bank Dunia perlu membangun kapasitas pemerintah daerah pada tingkat kecamatan baik untuk cabang eksekutif dan legistatif. Pejabat pada tingkat daerah membutuhkan pengetahuan dan keahlian teknis dalam merancang peraturan, merealisasikan pentingnya tinjauan akademik, menilai dampak peraturan pada masyarakat, dan memahami kebutuhan atas keselarasan dalam peraturan daerah.

14. Bank Dunia perlu mendukung pengembangan kapasitas Badan Pengawas Daerah (Bawasda), terutama dalam mengukuhkan peran mereka dalam mengawasi keuangan daerah.

15. Bank Dunia perlu menyediakan bantuan teknis untuk pemerintah daerah dalam persiapan anggaran untuk menghindari penundaan dalam menyiapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

16. Proyek-proyek berhasil yang dibiayai Bank, seperti Proyek Pengembangan Kecamatan (KDP) dan Proyek Kemiskinan Kota (UPP), harus dapat dipertahankan melampaui siklus-hidup proyek mereka. Pihak Bank perlu membangun kemitraan dengan pemerintah daerah untuk terus mendukung inisiatif-inisiatif ini melalui pembiayaan mereka sendiri dan memastikan bahwa pendekatan partisipasi yang asli tercermin dalam pelaksanaan mereka.

17. Pihak Bank perlu mendorong pemerintah daerah untuk mengeluarkan Undang-undang Kebebasan Informasi dan peraturan lainnya untuk menggalakkan transparansi.

18. Secara global, kepariwisataan merupakan suatu sumber pertumbuhan berkelanjutan yang memacu ekonomi lokal. Pihak Bank perlu membantu pemerintah daerah untuk mengembangkan dan mengelola sektor pariwisata mereka.

D. Keterlibatan Bank Dunia dengan Masyarakat Madani

19. Untuk turut memastikan bahwa proyek-proyek yang dibiayai Bank bebas dari korupsi, Bank sebaiknya bekerja sama dengan kelompok-kelompok masyarakat madani. Kelompok-kelompok yang dapat dipercaya dengan catatan prestasi yang jelas dan pengetahuan mengenai pengembangan dapat diberi wewenang untuk mengawasi pelaksanaan proyek di lapangan. Kelompok-kelompok ini harus bekerja secara independen dan melaporkan temuan mereka kepada publik.

20. Dalam melibatkan kelompok masyarakat madani Indonesia pada tingkat proyek, Pihak Bank perlu mempertimbangkan catatan prestasi mereka di masa yang lalu. Pihak Bank harus menyediakan pedoman dasar dan persyaratan standar yang didasarkan pada kompetensi, kapasitas dan akuntabilitas. Sebagai sebuah badan, suatu kelompok masyarakat madani seharusnya merupakan suatu organisasi nirlaba dan bukan sebuah badan konsultasi komersil. Oleh karena itu, kelompok-kelompok masyarakat madani harus diperlakukan berbeda dengan badan-badan komersil dalam proses pengadaan dan harus dibebaskan dari beberapa peraturan, seperti Keputusan Presiden No. 80.

21. Bank perlu membantu kelompok masyarakat madani Indonesia untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui bantuan teknis dan dukungan pembangunan kapasitas terhadap organisasi payung dan jaringan masyarakat madani dalam membangun dan mengembangkan mekanisme pengaturan sendiri. Ini akan membantu dalam memdorong penggunaan kode etik dan mekanisme akreditasi/sertifikasi di antara kelompok-kelompok masyarakat madani yang bersifat swakelola oleh jaringan pengayom. Dukungan hibah untuk bantuan teknis ini dapat dikelola melalui badan-badan yang ada dan didukung oleh Bank Dunia, seperti Sarana Penunjang Desentralisasi (DSF).

22. Konsultasi antara Bank dan kelompok masyarakat madani Indonesia harus dilaksanakan secara berkala, bukan hanya dalam rangka penyusunan CPS, namun juga dalam tahap persiapan dan perencanaan setiap program di Indonesia yang dibiayai oleh Bank. Hal ini dapat dilakukan melalui pembentukan kelompok kerja reguler yang mencakup perwakilan dari masyarakat madani, Pemerintah, dan pengurus Bank. Pihak Bank harus memastikan bahwa CSO-CSO daerah, perempuan, dan kelompok-kelompok marjinal terwakilkan dengan baik dalam kelompok kerja tersebut

92

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Organisasi-organisasi masyarakat madani yang terlibat

MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT•KONSEPSI-NTB•MITRASAMYA•KOSLATA•SOMASI•YKPR

PALEMBANG, SUMATRA SELATAN• YAYASAN PUSPA INDONESIA (PUSAT STUDI

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK SUMSEL)

• PERSERIKATANOWAINDONESIA• FITRASUMSEL• PusatKrisisBagiPerempuan(WCC)Palembang• WAHANABUMIHIJAU

MAKASSAR, SULAWESI SELATAN• YAYASANPELITADESA• YAYASANMASYARAKATMAJU• IPPM (Institut Penelitian dan Pemberdayaan

Masyarakat)• AiLOSULSEL/AsosiasiLSM/ORNOPSULSEL

JAKARTA• LP3ES

93

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Saat ini, satu dekade setelah jatuhnya rezim Orde Baru, yang kejatuhannya mengungkap biaya korupsi yang luar biasa besarnya untuk mencapai stabilitas dan pembangunan Indonesia, permasalahan ini belum juga hilang. Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting selama satu dekade ini, dengan menciptakan sistem akuntabilitas pemilihan umum, membuka ruang bagi media independen dan komunitas LSM yang giat, dan membangun kerangka kelembagaan yang baru untuk mencegah, menyelidiki, dan mengadili tindak korupsi. Presiden Yudhoyono telah menempatkan upaya pemberantasan korupsi sebagai inti dari program pemerintahannya. Penyelidikan serta pengadilan tindak pidana korupsi tingkat tinggi semakin meningkat jumlahnya. Selain itu, pemerintah mulai menerapkan pembaruan berbagai sistem utama pengelolaan keuangan negara, pengadaan publik, regulasi usaha, audit, dan pemantauan serta penilaian, yang meskipun jarang menjadi berita utama di surat kabar, kerap membawa dampak yang lebih besar dan tahan lama terhadap kesempatan-kesempatan dan insentif-insentif bagi tindak pidana korupsi. Meskipun beberapa indikator korupsi internasional telah menunjukkan pergerakan positif, khususnya selama beberapa tahun terakhir ini, kemajuannya sangat lambat, serta persepsi publik dan investor mengenai Indonesia tetap melihat korupsi sebagai masalah endemik. Banyak yang berpendapat bahwa sistem desentralisasi tanpa kerangka akuntabilitas yang kuat di daerah justru dapat memperburuk korupsi di tingkat daerah atau, setidaknya, membuatnya semakin tidak bisa diprediksi.

Bagi program-program WBG di Indonesia, korupsi tetap merupakan ancaman lapis tiga: Korupsi menghambat kemajuan dalam pencapaian tujuan-tujuan umum pembangunan Indonesia; korupsi merupakan ancaman yang serius terhadap efektivitas bantuan WBG; dan korupsi juga memperlemah kepercayaan masyarakat terhadap bantuan dalam bidang pembangunan secara keseluruhan. Salah satu pelajaran yang paling berharga dari pengalaman WBG di Indonesia adalah bahwa keberhasilan seluruh program akan dinilai oleh kontribusi keterlibatan WBG yang terlihat di semua sektor untuk memajukan transparansi dan akuntabilitas dan oleh standar-standar integritas yang diterapkan bersama-sama dengan program tersebut. Hal ini

merupakan salah satu pesan terpenting dari konsultasi CPS WBG dengan masyarakat umum.

Dalam CAS terdahulu, WBG berkomitmen terhadap empat prinsip antikorupsi utama dalam semua programnya di Indonesia:

• WBG harus memiliki pesan yang jelas dan konsisten tentang permasalahan korupsi dan mempromosikan tanggapan-tanggapan kebijakan yang dapat diterapkan di semua sektor dari kegiatan WBG.

• WBG harus memilih proyek-proyek untuk membuka beberapa pintu masuk dalam upaya pemberantasan korupsi.

• WBG harus membangun mekanisme untuk mengurangi risiko korupsi untuk semua proyek melalui pemberdayaan, partisipasi, dan transparansi.

• Saat muncul dugaan korupsi, WBG harus sungguh-sunguh meneyelidikinya dan mengungkapkan hasil penyelidikan tersebut sesuai dengan aturan dan kebijakan WBG.

Prinsi-prinsip tersebut, yang dirancang pada saat WBG terlibat secara terbatas dengan Pemerintah Indonesia dalam masalah-masalah kepemerintahan dan antikorupsi, membawa perubahan-perubahan besar dalam program di Indonesia. Dalam CPS yang baru akan ada fokus yang lebih mendalam untuk mendukung upaya-upaya antikorupsi yang dijalankan pemerintah. Caranya, dengan bermitra dengan beberapa lembaga antikorupsi dan perwakilan di Indonesia. Dengan demikian, selain melindungi operasi-operasi yang didanai oleh Bank, upaya-upaya antikorupsi WBG selama periode CPS akan ditujukan untuk memperkuat lembaga-lembaga dan sistem-sistem nasional yang akan berdampak secara langsung terhadap belanja publik yang lebih luas cakupannya. Sejalan dengan pendekatan ini, saat timbul dugaan korupsi dalam program-program yang didanai WBG, WBG akan berupaya sebisa mungkin mendukung pross-proses investigasi dan pemberian sanksi yang dilakukan oleh pemerintah, selain mengikuti proses-proses investigasi dan pemberian sanksi yang dilakukan oleh WBG. Dalam CPS yang baru ini, keterlibatan WBG dalam gerakan antikorupsi akan diarahkan dengan mengikuti tiga prinsip di bawah ini:

Apendiks 10.Indonesia: Penanggulangan Masalah Penipuan dan Korupsi dalam Program-program yang Didukung oleh WBG14

________________________________________________14 “Penipuan dan/atau korupsi” secara bersama-sama mengacu kepada “penipuan, korupsi, kolusi, pemaksaan dan penghalangan” sebagaimana dijelaskan dalam Petunjuk Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi pada Proyek-Proyek yang Didanai oleh Pinjaman IBRD dan Kredit serta Dana Hibah IDA.

94

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

1) Bermitra dengan lembaga-lembaga di Indonesia yang memegang kendali atas upaya pemberantasan korupsi. Sejak pelaksanaan CAS yang terakhir, WB telah membangun hubungan kerja yang kuat dengan lembaga-lembaga antikorupsi utama di Indonesia: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Kantor Ombudsman. Melalui dana-dana perwalian, WBG telah mampu memberikan bantuan langsung untuk memperkuat kampanye pencegahan antikorupsi di Indonesia, meningkatkan kapasitas audit, membangun kapasitas untuk mendapatkan kembali aset-aset yang telah dicuri melalui Prakarsa Perolehan Kembali Aset (Assets Recovery), dan, pada sektor minyak, gas, dan pertambangan, meningkatkan transparansi melalui dukungan untuk penerapan Prakarsa Transparansi Industri-Industri Pertambangan (Extractive Industries Transparency Initiative/EITI). WB akan terus memberikan dukungan/Bantuan Teknis kepada instansi-instansi utama pemerintah (termasuk KPK, BPK), serta melaksanakan upaya-upaya untuk memperkuat para pendukung antikorupsi dan lembaga penelitian melalui beberapa inisiatif, seperti : (1) mengadakan pelatihan dan penelitian tentang pengukuran dampak program-program kepemerintahan dan antikorupsi melalui penilaian acak dalam kemitraan penelitian jangka panjang antara Poverty Action Lab pada Massachusetts Institute of Technology dan para peneliti korupsi kenamaan Indonesia; (2) peninjauan belanja partisipatoris atas APBD yang dipimpin oleh perguruan-perguruan tinggi daerah melalui inisiatif PEACH; dan (3) memberikan dukungan kepada penelitian yang dilaukan di Indonesia mengenai pengidentifikasian dan pelacakan rente dalam berbagai arus sumber dana.

2) Memilih program-program prioritas untuk keterlibatan WBG untuk mendukung “bagian-bagian yang menerapkan kepemerintahan kepemerintahan yang baik” pada instansi-instansi pemerintah dan daerah-daerah tertentu. WBG akan bergerak dalam kerangka keterlibatan yang menyeluruh dan utama yang dibahas dalam CPS untuk membuka berbagai pintu masuk bagi upaya-upaya antikorupsi pada berbagai tingkatan dan di berbagai sektor. WBG akan berupaya untuk bekerja dan mendukung mitra-mitra di Indonesia yang menunjukkan komitmen yang jelas untuk melaksanakan reformasi kelembagaan untuk menanggulangi berbagai insentif dan kesempatan korupsi dalam program-program yang didanai dengan uang negara. Berbagai pintu masuk tersebut meningkatkan kemungkinan dicapainya dampak nyata dalam bidang-bidang tertentu yang dapat dijadikan contoh untuk mencapai keberhasilan dan membantah anggapan “tidak ada yang dapat dilakukan” di dalam lingkungan korupsi yang endemis.

3) Mengembangkan rancangan dukungan terhadap program-program pemerintah yang didukung oleh WBG untuk memperkuat sistem pemerintah Indonesia dalam mengurangi risiko korupsi dan menangani dugaan-dugaan korupsi. Sejak tahun 2003, semua program pemerintah yang dibantu oleh WBG telah mencakup Rencana Tindakan Kepemerintahan dan AntiKorupsi (Governance and Anticorruption Actions Plans/GAAPs) sebagai bagian dari pengaturan-pengaturan pelaksanaan. GAAPs, yang disusun secara bersama-sama dengan instansi pemerintah terkait, dimaksudkan untuk menilai risiko korupsi yang inheren dalam proyek-proyek tersebut dan memperkenalkan mekanisme-mekanisme rancangan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengurangi risiko-risiko tersebut. Selama lima tahun terakhir, GAAPs tersebut telah memasukkan langkah-langkah seperti mekanisme pengungkapan yang telah disempurnakan untuk dokumen-dokumen dan hasil-hasil proyek, mekanisme penanganan pengaduan masyarakat untuk menerima, menyelidiki dan menyelesaikan pengaduan-pengaduan yang berkaitan dengan tindak korupsi, langkah-langkah pengawasan eksternal untuk tahap-tahap penting pelaksanaan program, dan secara jelas mendefinisikan sanksi-sanksi dan upaya-upaya perbaikan sehingga kaus-kasus korupsi kecil dapat diselesaikan dalam kerangka program tersebut. Pengalaman selama ini telah menunjukkan bahwa efektivitas GAAPs tersebut sangat bergantung pada sejauh mana mekanisme-mekanisme yang diusulkan terintegrasi ke dalam sistem-sistem dan prosedur-prosedur instansi Pemerintah. Untuk memastikan integrasi tersebut, WBG dan Bappenas akan melakukan peninjauan portofolio secara teratur terhadap pelaksanaan semua GAAPs dengan instansi-instansi Pemerintah yang terlibat. Selain itu, GAAPs akan terus terbuka untuk umum untuk memungkinkan warga masyarakat ikut mengawasi mekanisme-mekanisme antikorupsi.

Tindak lanjut terhadap dugaan-dugaan korupsi dalam program-program yang didukung oleh WBG:

Pemerintah Indonesia dan WB mungkin menerima dugaan-dugaan penipuan dan korupsi yang terkait dengan program-program dan proyek-proyek yang didukung oleh WB. Saat menerima dugaan-dugaan semacam itu, WB akan – berdasarkan kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur WB yang berlaku untuk dugaan-dugaan korupsi dan kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedurnya pengungkapan WB – memberitahukan dugaan-dugaan tersebut kepada pemerintah Indonesia secara tepat waktu. WB juga akan, apabila menurut pertimbangan WB dugaan tersebut terbukti, menyelidiki dugaan-dugaan tersebut untuk menentukan sanksi administratif yang mungkin diberikan oleh WB.

95

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Apabila pemerintah Indonesia menerima dugaan-dugaan semacam itu, Menteri Keuangan telah sepakat untuk sesegera mungkin menginformasikan hal tersebut kepada Bank Dunia. Menteri Keuangan akan melanjutkan pengaduan yang diajukan oleh WBG kepada instansi penyelidik dan atau instansi audit Pemerintah Indonesia yang terkait untuk ditindaklanjuti.

Pemerintah Indonesia dan WB telah sepakat menunjuk Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Pendanaan Luar Negeri Departemen Keuangan sebagai pusat pertukaran informasi. Di masa mendatang, pusat pertukaran informasi mungkin berubah dengan persetujuan bersama antara Pemerintah Indonesia dan WBG apabila dianggap perlu.

WBG akan berupaya sebaik-baiknya untuk memberikan, apabila diminta, bantuan teknis kepada instansi-instansi pemerintah Indonesia melakukan peninjauan terhadap dugaan-dugaan korupsi dalam program-program yang didanai oleh WBG, untuk meningkatkan kapasitas teknis instansi-instansi pemerintah Indonesia yang terkait untuk menyelidiki dugaan-dugaan korupsi. Instansi-instansi itu mungkin termasuk KPK, BPKP, BPK dan Inspektorat Jenderal dari instansi-instansi rekanan yang terkait.

Pertemuan reguler akan dilaksanakan dengan Menteri Keuangan untuk meninjau kemajuan dan tindak lanjut penyelidikan korupsi dan untuk membahas upaya-upaya perbaikan dan sanksi-sanksi yang diusulkan; serta membahas dan menyepakati langkah-langkah yang mungkin diambil untuk mencegah terulangnya hal tersebut di masa mendatang. Dalam hal WBG mengusulkan untuk melakukan upaya-upaya hukum dan/atau untuk menerapkan sanksi administratif, WBG akan, kecuali apabila manajemen Bank Dunia memutuskan bahwa terdapat petimbangan-

pertimbangan luar biasa, menjelaskan kepada Menteri Keuangan alasan tindakan yang diusulkannya dan memberitahukan kepada Menteri Keuangan sesegera mungkin sebelum mengambil tindakan tersebut.

Mengintegrasikan prinsip-prinsip ini ke semua mitra kami, Tim Indonesia (the Indonesia Country Team) akan terus menginvestasikan sumberdaya dalam jumlah besar untuk menanamkan sumber-sumber daya yang substansial ke dalam langkah-langkah dan inisiatif-inisiatif utama. Biro Indonesia (the Indonesia Country Office) meliputi Penasihat Kepemerintahan (Governance Adviser) di dalam Tim Manajemen Tingkat Negara (the Country Management Team) untuk mengkoordinasikan hubungan-hubungan antikorupsi dan dialog kebijakan, mengawasi operasi-operasi yang berkaitan dengan kepemerintahan, memberikan nasihat kepada proyek-proyek tentang strategi-strategi kepemerintahan dan antikorupsi, dan mengembangkan agenda penelitian yang komprehensif dan memantau kerangka kepemerintahan. Tim Pendukung Operasi berbasis lapangan yang kuat telah ditempatkan untuk memimpin gerakan ke arah pengawasan fidusia yang sistematis dan efektif selama pelaksanaan proyek. Komite Antikorupsi dan Kepemerintahan WB akan terus mengadakan pertemuan secara teratur dengan perwakilan-perwakilan dari berbagai bidang yang berfungsi sebagai pusat pengintegrasian mekanisme-mekanisme antikorupsi ke dalam rancangan proyek, dukungan dan tinjauan GAAPs, memantau pelaksanaan GAAPs dan berhubungan dengan instansi-instansi pemerintah Indonesia rekanan kami. Penasihat Antikorupsi Senior akan dimasukkan ke dalam staf agar bisa menjalin kerja sama yang erat dengan instansi-instansi Pemerintah Indonesia dalam semua aspek pengembangan dan pelaksanaan GAAPs dan mendukung instansi-instansi terkait dalam menyelidiki dugaan-dugaan korupsi dalam program-program yang didanai oleh WBG.

96

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Kemampuan untuk memobilisasi sumber-sumber dana perwalian telah memungkinkan Bank Dunia dan mitra-mitra pembangunan lainnya memberikan tanggapan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang menjadi prioritas pemerintah Indonesia secara tepat waktu dan untuk menyelidiki dan menanggulangi permasalahan yang timbul. Pertumbuhan portofolio dana perwalian Indonesia yang dramatis mencerminkan komitmen Bank Dunia untuk membangun kemitraan yang lebih luas dan mendalam dengan masyarakat pembangunan yang lebih luas. Dana hibah yang diberikan dalam kerangka dana perwalian ini membantu Indonesia menanggulangi tantangan-tantangan yang timbul dalam mentransformasi dan memperkuat lembaga-lembaganya. Hasil-hasil dari kemitraan tersebut antara lain adalah: pengumpulan sumber-sumber finansial untuk strategi-strategi dan tindakan-tindakan bersama – baik untuk memberikan bantuan pada tingkat daerah maupun mendukung kebijakan vital dan reformasi kelembagaan; daya tanggap yang lebih besar untuk mengantisipasi kebutuhan seperti dalam upaya pemulihan pascabencana; dan penelitian dan dialog kebijakan berkualitas tinggi.

Program dana perwalian Indoensia juga telah membantu meningkatkan pengetahuan dan sumber-sumber daya yang dimiliki oleh Bank Dunia dalam memberikan dukungan untuk upaya-upaya strategis khusus dalam agenda Pemerintah. Banyak terdapat contoh di mana dana perwalian berfungsi sebagai penghasil pengetahuan, memberi kontribusi kepada inisisatif-inisiatif pembangunan baru dan memungkinkan dilakukannya proyek-proyek percontohan yang kemudian dilakukan kembali dalam skala yang lebih besar. Ketersediaan dana perwalian memungkinkan peningkatan yang nyata dalam kegiatan-kegiatan penelitian dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh Bank Dunia, dan pengawasan yang lebih komprehensif dari yang biasanya dapat dilakukan dengan anggaran Bank Dunia yang terbatas. Selain kegiatan dukungan pascabencana, antara lain, kegiatan penelitian bersama membantu memengaruhi bidang-bdang lain seperti reformasi kebijakan dalam bidang pendidikan, pemberian layanan, kepemerintahan, desentralisasi, program-program kemiskinan, belanja publik dan pengelolaan keuangan negara, serta iklim investasi. Pembiayaan IBRD atau IDA yang signifikan juga telah dilengkapi dengan pembiayaan bersama dari donor-donor rekanan untuk beberapa program unggulan tertentu seperti KDP.

Portofolio Dana Perwalian Indonesia

Portofolio dana perwalian Indonesia yang dimiliki oleh Bank Dunia telah berkembang sedemikian dramatis; pada saat yang sama, keragaman pengaturan dana perwalian meningkatkan kompleksitas pengelolaan program secara signifikan. Di satu sisi, dana perwalian multi-donor (MDF) yang besar atau dana perwalian yang luar biasa besarnya ditetapkan untuk melaksanakan program-program rekonstruksi dan kegiatan-kegiatan pembangunan kapasitas. Contoh-contohnya termasuk: MDF untuk Aceh dan Nias, Dana Rekonstruksi Jawa, Fasilitas Pendukung Desentralisasi, Program Pembangunan Kapasitas Pendidikan Dasar, dan Dana Perwalian EC/Belanda untuk Pengelolaan Keuangan Negara dan Program Reformasi Administrasi Pendapatan. Di sisi yang lain, dana perwalian ad hoc yang kecil untuk mendukung kegiatan-kegiatan tertentu (meskipun jumlahnya semakin berkurang). Contoh-contohnya termasuk: Dukungan untuk Pengawasan KDP di Aceh dan Sumatra Utara; JSDF: Meningkatkan Konektivitas Pedesaan untuk Penghidupan yang Berkesinambungan; dana hibah PHRD untuk proyek persiapan; dana hibah IDF untuk kegiatan-kegiatan pengembangan kelembagaan tertentu; dan, Kampanye TFESSD untuk Meningkatkan Partisipasi Perempuan dalam Program-Program CDD. Jumlah total portofolio dana perwalian aktif saat ini di dalam portofolio Indonesia adalah sekitar US$1,3 miliar dengan dana hibah aktif sebanyak 179. Komponen portofolio terbesar adalah MDF untuk Aceh dan Nias, dengan jumlah total sekitar US$492 juta (ikrar sekitar US$700 juta). Dalam hal volume, Dana Perwalian yang Dikelola oleh Penerima (Recipient Executed Trust Funds (RETFs) merupakan bagian yang besarnya sekitar 90 persen dari portofolio. Kontribusi dan pencairan tahunan yang baru selama tiga tahun terakhir masing-masing mencapai US$150 juta dan US$160 juta.

Kebutuhan akan Perubahan dalam Pendekatan Strategis

Karena penyediaan dana hibah terus meningkat, maka pendekatan yang “oportunistik” untuk memobilisasi dana perwalian guna mendukung proyek-proyek “donor” perlu kembali dipikirkan. Bagian tertentu di Pemerintahan berpandangan bahwa sejumlah dana perwalian menerapkan mekanisme seperti CGI, tanpa benar-benar berkontribusi untuk penyatuan gagasan tentang masalah-masalah pembangunan yang

Apendiks 11.Indonesia: Pengelolaan Operasi-operasi Dana Perwalian

97

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

penting atau mendukung agenda harmonisasi. Muncul keprihatinan yang semakin besar bahwa “proyek-proyek donor” akan melemahkan intervensi pemerintah sendiri, terutama apabila kegiatan-kegiatannya dilakukan oleh para donor dan pendanaannya tidak dimasukkan dalam anggaran pemerintah. Dengan dorongan dari CPS untuk membangun lembaga nasional dan meningkatkan praktik-praktik yang baik tentang kebijakan dalam MIC yang baru muncul, timbul peluang untuk beralih dari “proyek-proyek donor” ke program-program yang dikendalikan oleh pemerintah, di mana Bank Dunia memiliki peran sebagai fasilitator, penyelenggara program, dan manajer fidusia.

Masalah-masalah utama yang harus diatasi

Beragam sasaran, dikombinasikan dengan proses yang sangat terdesentralisasi dalam memobilisasi dana-dana perwalian, memunculkan tantangan-tantangan khusus dalam menjamin arah strategis dan selektivitas. Karena jumlah program-program dana perwalian telah bertambah, maka muncul pertanyaan apakah selektivitas sudah cukup digunakan atau tidak terhadap prakarsa-prakarsa baru, dan apakah biaya-biaya untuk mengelolanya telah benar-benar dipahamidan diperhitungkan pada saat komitmen dibuat.

Program dana perwalian ini telah berkembang hingga suatu titik di mana sistem dan proses yang sudah ada sulit untuk tetap sejalan dengan permintaan Pemerintah, para donor, dan staf bank yang makin meningkat. Oleh karena itu, suatu kerangka kerja manajemen yang baru diusulkan sebagai bagian dari CPS untuk menjamin efektivitas program dan menjadikannya berkelanjutan. Hal ini akan mengharuskan perubahan pada cara Bank Dunia bekerja dengan Pemerintah dan komitmen yang dibuat Bank Dunia terhadap para donor, menerapkan selektivitas yang lebih besar dalam penerimaan dana perwalian berdasarkan penyesuaian dengan CPS, kriteria efektivitas biaya, struktur kepemerintahan yang efisien, dan penilaian risiko dan hasil-hasil dan dampak yang diharapkan.

Usulan Suatu Kerangka Kerja Manajemen Baru

Faktor pendorong utama dalam pendekatan yang diusulkan ini beralih dari suatu pendekatan proyek donor yang oportunistik ke pelibatan mitra-mitra pembangunan untuk mendukung program-program pemerintah yang sudah ada yang dimasukkan dalam anggaran pemerintah. Pendekatan tersebut bertujuan menghubungkan prioritas-prioritas Bappenas, Departemen Keuangan, dan departemen yang terkait seputar tantangan-tantangan CPS dalam meningkatkan persaingan, penyertaan, dan keberlanjutan di

Indonesia. Kerangka kerja yang baru akan fokus pada penyelarasan insentif-insentif pemerintah, mitra-mitra donor, dan Bank untuk membantu mencapai hasil-hasil di lapangan. Elemen-elemen utama dalam pendekatan yang diusulkan ini adalah:

Pilar 1: Mengembangkan pendekatan yang lebih strategis yang berfokus pada: (i) selektivitas terhadap kegiatan-kegiatan program; (ii) kepemimpinan pemerintah; (iii) penciptaan pertautan dengan prioritas-prioritas Mitra Pembangunan; dan (iv) Penyediaan dana program-program pemerintah.

(i) Selektivitas terhadap Kegiatan-Kegiatan ProgramKegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan dana Perwalian akan diselaraskan dengan CPS dan mendukung prioritas-prioritas utama CPS. Kegiatan-kegiatan ini akan menjadi prioritas utama dari program yang berkembang:

Pembiayaan bersama program-program utama pemerintah seperti PNPM dan SISWA. Selain itu, peluang-peluang dalam sektor-sektor lain akan dikaji, termasuk jalan, pengelolaan sumber daya alam, dan energi berkelanjutan.

Kemitraan untuk memperkuat sistem-sistem sektor swasta. Membangun keadilan untuk rakyat miskin, kerja antikorupsi, dan reformasi-reformasi PFM.

Kemitraan pemerintah daerah. Wilayah kepentingan dapat berupa dukungan berkelanjutan untuk desentralisasi dan pemerintahan daerah melalui DSF.

Kemitraan global. Mendukung keterkaitan dalam bidang pengelolaan lingkungan, penebangan hutan, sumber daya alam dan kepemerintahan (di mana terdapat peluang-peluang penambahan dan penurunan untuk keperluan mitigasi) dan membantu dalam perencanaan adaptasi dan pemasukan agenda perubahan iklim yang menggunakan sumber-sumber daya seperti Dana Investasi Iklim dan Dana Karbon.

Pada saat yang sama, Bank Dunia dan para donor akan membuka peluang untuk masalah-masalah yang belum ditentukan – menu terbuka yang memungkinkan pengembangan pada bidang-bidang di mana terdapat pejuang reformasi di pihak pemerintah. Hal itu juga akan memungkinkan dilakukannya tanggapan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang tidak terduga, seperti bencana alam, dan situasi darurat lainnya.

(ii) Kepemimpinan PemerintahBank bekerja sama dengan Pemerintah untuk memastikan kepemilikan penuh atas program-program yang didanai oleh dana perwalian. Dalam konteks tersebut, Bank bermaksud membangun model-model dana perwalian yang sukses yang melibatkan

98

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

pemerintah sepenuhnya dalam struktur manajemen model-model dana perwalian tersebut. Dua model yang sukses adalah: (a) MDF untuk Aceh dan Nias, di mana BRR bertanggung jawab untuk mengumpulkan proposal-proposal yang sesuai dengan rencana rekonstruksi Aceh dan memberikannya kepada Komite Pengarah yang dipimpin oleh Pemerintah dan para donor; dan (b) Program Pembangunan Kapasitas Pendidikan Dasar yang telah membantu mendanai dukungan analitis yang ekstensif terhadap formulasi kebijakan untuk mendukung Kebijakan Pendidikan Jangka Menengah, atau RENSTRA. Bank dan Pemerintah terlibat dalam suatu dialog tematis berdasarkan pekerjaan analitis yang dilakukan dengan dana perwalian.

Upaya-upaya lain untuk mengembangkan kepemimpinan pemerintah dapat meliputi: (i) penentuan titik fokus Departemen Keuangan atau Bappenas; (ii) pelaporan yang lebih baik untuk Pemerintah tentang kinerja portofolio dana perwalian; dan (iii) beralih pada kapasitas konsultan Pemerintah yang dikembangkan di Bank dari pembiayaan dana perwalian.

(iii) Hubungan dengan Mitra-Mitra PembangunanMitra-mitra pembangunan juga telah menunjukkan minat menggunakan pendekatan-pendekatan yang lebih programatis untuk mobilisasi dan manajemen dana perwalian, kemungkinan berpusat sekitar tema-tema lintas sektoral yang berfokus pada tujuan bersama. Bank bermaksud mengurangi jumlah dana perwalian ad hoc (khusus untuk suatu maksud) dan semakin mendekati para donor untuk menyokong dana perwalian program tematis sejalan dengan aturan strategis pemerintah. Kebutuhan dan prioritas yang berhubungan dengan perkembangan akan diidentifikasi sebagai suatu bagian dari dialog sektoral antara departemen lini dan donor. Permintaan untuk pendanaan untuk program-program yang dihasilkan akan diprioritaskan dan menu diberikan kepada donor setelah berkonsultasi dengan Bappenas. Syarat untuk program-program dana perwalian berikutnya akan lebih distandardisasikan, dengan kesepakatan yang dibuat di awal dengan donor berkaitan dengan tingkat layanan. Model yang ideal akan memasukkan tujuan-tujuan tematis yang telah disepakati, dan kriteria luas untuk alokasi dana, dengan Bank yang berwenang untuk mengalokasikan dana tersebut di dalam kerangka kerja perencanaan tahunan. Bank akan mempertimbangkan untuk mengadakan suatu “forum” tahunan bersama dengan pemerintah untuk menyampaikan kebutuhan-kebutuhan pendanaan untuk program-program prioritas.

(iv) Penggunaan program-program PemerintahPemasyarakatan dana perwalian ke dalam proses-proses penyusunan program pemerintah adalah hal yang penting dan tetap merupakan bagian agenda CPS yang penting. Pemerintah telah memulai proses untuk

memasukkan RETF dan BETF untuk kegiatan penerima donor dalam proses penyusunan anggaran, meskipun proses yang lebih spesifik mungkin diperlukan untuk memasukan dana perwalian yang kecil yang disetujui selama tahun anggaran pemerintah.

Pilar 2: Memperkuat pengelolaan dan pengendalian risiko: Meski penerimaan dana perwalian telah memperkuat kemitraan dan memberikan keuntungan yang besar kepada Pemerintah dan Bank Dunia, terdapat pula beberapa rangkaian risiko yang menyertai penerimaan pembiayaan dari sumber-sumner luar. Karena program dana perwalian Indonesia telah berkembang, pemahaman tentang risiko-risiko tersebut dan pengelolaannya secara lebih eksplisit menjadi semakin penting. Risiko-risiko utama yang teridentifikasi untuk program dana perwalian antara lain:

• Strategi dan Kebijakan – standardisasi, pencadangan biaya, pelaksanaan, dan pendanaan biaya staf;

• Proses-proses dan Sistem-sistem – format-format baku yang mudah digunakan, pengelolaan portofolio, pelaporan donor dan peningkatan sistem;

• Administratif dan manajerial – termasuk permasalahan ruang kantor, pengawasan pembukuan, pengelolaan portofolio; dan,

• Operasional – transparansi dan klarifikasi akuntabilitas untuk meningkatkan kepercayaan terhadap kontrol Bank atas sumber-sumber dana perwalian; dan pengembangan alat-alat baru untuk membantu tim yang menegosiasikan pengaturan-pengaturan dana perwalian.

Pilar 3: Meningkatkan efektivitas dan proses operasional: Perubahan kebijakan yang baru-baru ini dibuat untuk dana perwalian yang disetujui oleh Dewan telah menciptakan lingkungan yang mendukung untuk membuat penyesuaian terhadap kerangka kerja manajemen untuk program-program dana perwalian di Indonesia. Tantangan terhadap CMU Indonesia adalah mengembangkan sistem-sistem yang akan membantu meningkatkan efisiensi dan menurunkan kompleksitas. Jika memungkinkan, CMU akan melaksanakan pendekatan berada di arus utama, mengembangkan proses operasional yang ada dan mendorong mobilisasi dana perwalian yang lebih terkoordinasi dan disiplin.

Selanjutnya, pemasyarakatan dana perwalian yang semakin meningkat ke dalam perencanaan usaha reguler, pengelolaan sumber daya, dan proses-proses pengawasan kualitas akan tetap menjadi prinsip operasional yang penting. Beberapa tindakan kunci yang diusulkan adalah:

99

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

1. Menciptakan Pusat Pelayanan untuk Dukungan Pengelolaan Dana Perwalian di Biro Jakarta. Pusat Pelayanan akan bertanggung jawab untuk:

• Menjamin kualitas, M&E pada level portofolio,koordinasi donor secara keseluruhan, pengawasan, standardisasi dari ketentuan-ketentuan kunci dalam perjanjian-perjanjian dengan donor-donor, sosialisasi praktik yang baik (misalnya, dalam hal menegosiasikan pendukung dana perwalian);

• Peninjauan portofolio yang berbasis hasil,termasuk menindaklanjuti dana perwalian yang berisiko dan mendukung operasi-operasi dana perwalian yang kompleks; dan,

• Meningkatkan koordinasi dengan departemenSDM, hukum, dan unit-unit pendukung lainnya.

2. Mendorong tim-tim untuk fokus pada aspek-aspek substantif dari kegiatan dan memastikan staf tidak “dihukum” karena mengumpulkan Dana Perwalian.

3. Meningkatkan pengawasan manajerial terhadap para konsultan pada umumnya dan menciptakan unit penelitian/pendukung internal di mana keahlian-keahlian dapat digunakan untuk menggerakkan konsultan dalam jangka menengah dari BETF ke RETF.

4. Mengubah persamaan efektivitas biaya. Memperoleh kembali biaya aktual untuk program-program dana perwalian yang kompleks, mengembangkan kebijakan pemulihan biaya yang baru untuk Bank.

5. Mengakui pencapaian-pencapaian yang baik dalam manajemen dana perwalian dan koordinasi donor dalam keputusan-keputusan tentang promosi untuk staf dan manajer.

Diharapkan bahwa sistem-sistem dan proses-proses yang telah ditingkatkan akan lebih membantu pencapaian tujuan-tujuan selektvitas dan pencapaian hasil-hasil, karena manajemen bekerja untuk memastikan bahwa tidak ada amanat-amanat yang tidak didanai. Pendekatan ini juga dapat berarti meninggalkan dana perwalian yang tidak sesuai dengan prioritas Pemerintah dan CPS yang baru.

Untuk mendukung pelaksanaan kerangka kerja yang baru, CMU akan mengembangkan Rencana Pengelolaan Dana Perwalian (Trust Fund Management Plan) (yang diseuaikan dengan Rencana Pengelolaan Dana Perwalian Daerah (Regional Trust Fund Management Plan) sebagaimana dipersyaraktan oleh Kerangka Kerja Dana Perwalian yang baru yang disetujui oleh Dewan) sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan usaha yang disebutkan di atas. Rencana tersebut akan dikembangkan secara luwes demi memenuhi kebutuhan pemerintah, mitra-mitra pembangunan, dan staf Bank.

100

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Apendiks 11: Lampiran AIndonesia: Portofolio Dana Perwalian, dalam jutaan Dolar AS

Area keterlibatan Donor Utama

Kelestarian Lingkungan dan Mitigasi Bencana

Multi-Donor Fund for Aceh and Nias (RETF) 697 EC, Belanda, DFID, Kanada, WBG, Swedia

Aceh Response - JSDF (RETF) 8 Jepang

Java Reconstruction Fund (RETF) 84 EC, Belanda, DFID, Kanada

Avian Influenza (RETF) 15 EC, Jepang

Ozone Depletion Phase-Out (RETF) 37 Beberapa donor

Global Environmental Facility (RETF) 9 Beberapa donor

Lembaga dan Sistem Pemerintah Pusat

Public Financial Management (RETF) 8 Jepang

Public Financial Management (BETF) 3 Belanda

Institutional Development (BETF) 25 Belanda

Governance (BETF) 6 Belanda

Lembaga dan Sistem Pemerintah Daerah

Decentralization Support Facility (BETF) 20 DFID, AusAID

Pengembangan Sektor Swasta

Smallholder Agribusiness (RETF) 5 AusAID

Investment Climate and Trade (BETF) 7 Belanda

Infrastruktur

Water Supply and Sanitation (RETF) 10 AusAID, Belanda

Urban Development (RETF) 5 Jepang

Water Resources Management (RETF) 15 Belanda

Water & Sanitation (BETF) 3 Belanda

Pembangunan Masyarakat dan Perlindungan Sosial

Poverty Reduction/CDD (RETF) 107 Belanda, DFID, EC

PNPM (RETF) 61 Denmark, Belanda, DFID, Kanada, Australia

SPADA (RETF) 5 DFID

Pendidikan

Education - Cofinancing (RETF) 92 Belanda

Basic Education Capacity (RETF) 28 Belanda, EC

Basic Education Capacity (BETF) 13 Belanda, EC

Catatan:Angka di atas mewakili komitmen kumulatif dan pencairan dana biasanya mencapai beberapa tahun (dengan rata-rata lima tahun).

RETF adalah Recipient Executed Trust Funds yang biasanya dilaksanakan oleh badan pelaksana pemerintah. BETF adalah Bane Executed Trust Fund yang dilaksanakan oleh Bank Dunia.

Lebih dari 90 persen dana perwalian dilaksanakan oleh penerima (ditunjukkan berbayang). Sebagai contoh, hampir semua dana perwalian untuk Kelestarian Lingkungan dan Mitigasi Bencana dilaksanakan oleh entitas pemerintah.

101

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Multi-Donor Fund for Aceh and Nias (MDF): Banyak Donor (US$697 juta): MDF mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh dan Nias setelah terjadi gempa bumi dan tsunami pada Desember 2004, serta gempa bumi pada Maret 2005. MDF berfungsi sebagai dasar memobilisasi sumber daya donor dan menyediakan bantuan keuangan untuk mendukung program pemulihan Pemerintah menggunakan kerangka kerja terkoordinasi untuk menyalurkan bantuan ke area-area rekonstruksi, rehabilitasi infrastruktur dan transportasi, sertifikasi tanah, pembangunan kapasitas dan kepemerintahan, serta pengelolaan lingkungan lestari.

Dana Rekonstruksi Jawa (Java Reconstruction Fund/JRF): Banyak Donor (US$84 juta): Fokus JRF adalah mendukung proses rekonstruksi dan rehabilitasi menyusul terjadinya gempa di Jogyakarta-Jawa Tengah pada Mei 2006. JRF mendanai pembangunan kembali rumah-rumah yang diperkuat, infrastruktur yang rusak, dan kondisi mata pencaharian yang terkena dampak bencana.

Fasilitas Pendukung Desentralisasi (Decentralization Support Facility/DSF) I dan II: Banyak Donor (Inggris, Australia) (US$20 juta): Dana perwalian DSF I dan II mendukung pembentukan dan pemberian fungsi pemerintah-pemerintah daerah dan lokal dan pada saat yang sama mempromosikan pendekatan donor yang diselaraskan untuk mendukung program reformasi pemerintah daerah Indonesia. Para donor mendukung kemitraan di antara pemerintah, Bank Dunia, dan donor yang memiliki kepentingan serupa yang terlibat dalam desentralisasi. Dana digunakan untuk kegiatan-kegiatan analitis dan pemberian nasihat untuk menyatukan kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek donor yang relevan untuk desentralisasi.

Dana Perwalian Pembangunan Kapasitas dan Pembangunan Kelembagaan (Institutional Development and Capacity Building TF): Belanda (US$25 juta): Dana perwalian ini, dengan ditunjang oleh lembaga-lembaga lain, mendukung reformasi kepemerintahan, peningkatan iklim investasi, reformasi bidang hukum dan peradilan, reformasi kepegawaian, pembangunan wilayah Timur Indonesa, dan belanja publik.

Pendidikan yang Lebih Baik melalui Proyek Manajemen yang Direformasi dan Peningkatan Mutu Guru secara Universal (Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading Project/BERMUTU): Belanda (US$52 juta): Dana perwalian ini turut membiayai Proyek BERMUTU yang didukung oleh Bank. Tujuan pembangunan dana hibah ini adalah memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas dan kinerja secara keseluruhan melalui peningkatan pengetahuan guru dalam bidang kajian dan keterampilan pedagogis di dalam kelas. Dana perwalian ini akan memberikan kontribusi dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru untuk meningkatkan pembelajaran siswa sehingga memberikan kontribusi kepada pembangunan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya meningkatkan produktivitas dan meningkatkan daya saing Indonesia di dalam ekonomi global.

Program Kapasitas Pendidikan Dasar (BEC): Banyak Donor (setara dengan US$40,5 juta): Dana perwalian BEC mendukung pemerintah mencapai tujuan pembangunan milenium (MDG) dan and EFA melalui tata kelola pemerintahan yang baik dalam bidang pendidikan. Tujuan dari program ini adalah mendukung peningkatan penyediaan layanan pendidikan dasar yang terdesentralisasi oleh pemerintah-pemerintah dan sekolah-sekolah daerah dan di wilayah-wilayah program yang dipilih, juga di lokasi-lokasi lain.

Apendiks 11: Lampiran BDana Perwalian Aktif yang Utama

102

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

1980 1990 2000 2006

Arus Bantuan Bersih (juta US$)

ODA dan bantuan resmi bersih 941 1,716 1,654 2,524

Tiga donor teratas (tahun 2006)

Jepang 350 868 970 1,223

Australia 48 77 72 185

Belanda 85 190 144 176

Bantuan (% PNB) 1.3 1.6 1.1 0.9

Bantuan per kapita 6 10 8 11

Tren Ekonomi Jangka Panjang

Harga konsumen (% perubahan per tahun) 9.5 7.5 3.7 13.1

Faktor penurun implisit PDB (% perubahan per tahun)

31.0 7.7 20.4 13.6

Nilai tukar (rata-rata / tahun, mata uang setempat / US$)

627.0 1,842.8 8,421.8 9,159.3

Indeks syarat dagang (2000 = 100) .. 63 100 76

Populasi, tengah tahun (juta) 148.3 178.2 206.3 223.9

PDB (juta US$) 78,013 114,426

(% of GDP)

Pertanian 24.0 19.4 15.6 12.9

Industri 41.7 39.1 45.9 47.0

Manufaktur 13.0 20.7 27.7 28.0

Jasa 34.3 41.5 38.5 40.1

Pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga 51.4 58.9 60.7 62.0

Pengeluaran konsumsi akhir umum pemerintah 10.5 8.8 6.5 8.6

Pembentukan modal kotor 24.1 30.7 22.2 24.6

Ekspor barang dan jasa 34.2 25.3 41.0 30.9

Impor barang dan jasa 20.2 23.7 30.5 26.1

Catatan: Angka bercetak miring adalah untuk tahun-tahun selain yang ditentukan. Data 2006 adalah data awal. .. menunjukkan

Lampiran A2Indonesia: Sekilas

Indikator Pembangunan Utama (2006) Indonesia Asia Timur &Pasifik

Lowermiddleincome

Populasi, tengah tahun (juta) 224 1,900 2,276

Area permukaan (ribuan km2) 1,860 28,549

Pertumbuhan populasi 1.3 0.8 0.9

Populasi perkotaan (% dari total populasi) 48 42 47

PNB (Metode Atlas, miliar US$) 316 3,539 4,635

PNB per kapita (Metode Atlas, US$) 1,410 1,863 2,037

PNB per kapita (PPP, $ internasional) 3,950 6,821 7,020

Pertumbuhan PDB 5.5 9.4 8.8

Pertumbuhan PDB per kapita 4.0 8.6 7.9

(estimasi terkini, 2000-2006)

Rasio jumlah penduduk miskin pada $1 per hari 8.5 9 ..

Rasio jumlah penduduk miskin pada $2 per hari 50 37 ..

Harapan hidup saat kelahiran (tahun) 67 71 71

Kematian anak (per 1.000 kelahiran hidup) 30 26 31

Malnutrisi anak (% anak di bawah 5 tahun) 29 15 13

Melek aksara orang dewasa, laki-laki (% umur 15 ke atas)

94 95 93

Melek aksara orang dewasa, perempuan (% umur 15 ke atas)

87 87 85

Pendaftaran sekolah dasar, laki-laki (% kelompok umur) 118 115 117

Pendaftaran sekolah dasar, perempuan (%kelompok umur)

116 113 114

Akses ke peningkatan sumber air (% populasi) 79 79 81

1980–90 1990–2000 2000–06

(% pertumbuhan tahunan rata-rata)

1.8 1.5 1.4

6.1 4.2 4.9

3.6 2.0 3.1

7.3 5.2 4.0

12.8 6.7 5.1

6.5 4.0 6.5

5.2 6.6 4.5

4.6 0.1 8.3

7.7 -0.6 5.4

2.7 5.9 7.7

1.2 5.7 9.0

15 10 5 0 5 10 150-4

15-19

30-34

45-49

60-64

75+

persen

Distribusi Usia, 2006

Laki-laki Perempuan

0

25

50

75

100

1990 1995 2000 2005

Indo

nesi

a

Asi

a Ti

mur

& P

asi�

k

Tingkat Kematian Balita, per 1,000

-20

-10

0

10

20

95 05

PDBPDB per kapita

Pertumbuhan PDB dan PDB per kapita, %

90 00

103

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Lampiran A2Indonesia: Sekilas

Neraca Pembayaran dan Perdagangan (juta US$) 2000 2006

Total ekspor barang (fob) 62,124 103,514

Total impor barang (fob) 33,515 73,868

Perdagangan barang dan jasa bersih 29,862 19,539

Saldo transaksi berjalan 23,982 9,937

Sebagai % PDB 14.5 2.7

Kiriman uang tenaga kerja dan kompensasi pegawai (penerimaan)

2,380 5,722

Devisa, termasuk emas 29,268 43,083

Pembiayaan Pemerintah Pusat (% PDB)

Pendapatan lancar (termasuk hibah) 19.7 19.1

Pendapatan pajak 11.1 12.3

Pengeluaran lancar 15.6 11.5

Surplus/defisit keseluruhan -1.8 -0.9

Tingkat pajak marginal tertinggi (%)

Individual 35 35

Korporat 30 30

Arus Utang dan Sumber Daya Eksternal (juta US$)

Total utang jatuh tempo dan cair 141,693 125,846

Total pembayaran utang 16,622 30,675

Penghapusan utang (HIPC, MDRI) – –

Total utang (% PDB) 85.9 34.5

Total pembayaran utang (% ekspor) 11.2 24.9

Investasi langsung asing (arus masuk bersih) -7,896 2,877

Ekuitas portofolio (arus masuk bersih) -1,911 -340

Pengembangan Sektor Swasta

Waktu yang diperlukan untuk memulai usaha (hari) .. 97

Biaya untuk memulai usaha (% PNB per kapita) .. 86.7

Waktu yang diperlukan untuk mendaftarkan properti (hari) .. 42

Dinilai sebagai hambatan besar atas usaha (% persetujuan manajer yang disurvei)

Ketidakpastian kebijakan ekonomi dan peraturan .. 48.2

Korupsi .. 41.5

Kapitalisasi pasar modal (% PDB) 16.3 38.1

Rasio modal bank terhadap aset (%) 6.0 10.5

Teknologi dan Infrastruktur 2000 2005

Jalan beraspal (% total) 57.1 55.3

Pelanggan telepon jaringan tetap dan seluler (per 1.000 orang)

5 23

Ekspor teknologi tinggi (% ekspor manufaktur) 16.2 16.3

Lingkungan

Lahan pertanian (% area lahan) 25 26

Area hutan (% area lahan) 54.0 7.3

Area yang dilindungi nasional (% area lahan) .. 4.2

Sumber daya air tawar per kapita (meter kubik) .. 12,867

Pengambilan air tawar (% sumber day ainternal) 2.9 ..

Emisi CO2 per kapita (mt) 1.3 1.4

PDB per unit penggunaan energi (2000 PPP $ per kg dari ekuivalen minyak)

4.1 4.1

Penggunaan energi per kapita (kg dari ekuivalen minyak) 707 800

Catatan: Angka bercetak miring adalah untuk tahun-tahun selain yang ditentukan. Data 2006 adalah data awal. .. menunjukkan bahwa data tidak tersedia. a. Data bantuan adalah untuk tahun 2005Development Economics, Development Data Group (DECDG).

0 25 50 75

Pengendalian korupsi

Supremasi hukum

Kualitas peraturan

Stabilitas politik

Suara danpertanggungjawaban

2006 – peringkat persentil negara (0-100)2000 – nilai lebih tinggi adalah lebih baik

Indikator kepemerintahan, 2000 dan 2006

Sumber: Kaufmann-Kraay-Mastruzzi, Bank Dunia

100

Jangka pendek, 0

IBRD, 7,423

Multilateral lain, 14,851

IMF, 0

IDA, 1,318

Swasta, 63,567

Bilateral, 38,687

Komposisi total utang eksternal, 2006 (juta US$)

Portofolio Kelompok Bank Dunia (juta US$) 2000 2006

IBRD

Total utang yang jatuh tempo dan dicairkan

Pencairan 1,051 696

Pembayaran pokok 761

Pembayaran bunga 950 425

IDA

Total utang yang jatuh tempo dan dicairkan

714

Pencairan 59 316

Total pembayaran pokok dan bunga 31 37

IFC (tahun fiskal)

Total portofolio yang jatuh tempo dan dicairkan

880 462

dari akun IFC sendiri 480 325

Pencairan untuk akun IFC sendiri 20 46

Penjualan portofolio, prapembayaran dan pembayaran utang untuk akun IFC sendiri

43 46

MIGA

104

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Lampiran A2Indonesia: Tujuan Pembangunan MileniumDengan target pilihan yang harus dicapai antara 1990 sampai 2015, estimasi terbaru ditunjukkan, +/- 2 tahun

1990 1995 2000 2005

Tujuan 1: mengurangi separuh kemiskinan $1 per hari dan malnutrisi

Rasio jumlah penduduk miskin pada $1 per hari (PPP, % populasi) .. 13.9 7.2 ..

Rasio jumlah penduduk miskin pada garis kemiskinan nasional (% populasi) .. 15.7 27.1 17.8

Pembagian pendapatan atau konsumsi kepada masyarakat termiskin (%) .. .. 8.4 ..

Prevalensi malnutrisi (% anak di bawah 5 tahun) .. 34.0 24.6 29.0

Tujuan 2: memastikan anak-anak dapat menyelesaikan pendidikan dasar

Pendaftaran sekolah dasar (bersih, %) 97 .. 94 94

Tingkat penyelesaian sekolah dasar (% kelompok umur yang relevan) 94 96 97 101

Pendaftaran sekolah menengah (kotor, %) 46 .. 55 63

Tingkat melek aksara pemuda (% penduduk umur 15-24) .. .. .. ..

Tujuan 3: mengeliminasi kesenjangan jender dalam pendidikan dan pemberdayaan wanita

Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di pendidikan dasar dan menengah (%) 93 .. 96 99

Wanita yang dipekerjakan di sektor nonpertanian (% pemberian kerja non pertanian) 29 29 32 31

Proporsi kursi yang diduduki wanita di DPR (%) 12 13 8 11

Tujuan 4: mengurangi dua per tiga kematian balita

Tingkat kematian balita (per 1.000) 91 66 48 38

Tingkat kematian bayi (per 1.000 kelahiran hidup) 60 48 36 30

Imunisasi campak (proporsi anak usia satu tahun yang diimunisasi, %) 58 63 72 72

Tujuan 5: mengurangi tiga per empat kematian ibu hamil

Rasio kematian ibu hamil (estimasi model, per 100.000 kelahiran hidup) .. .. 230 ..

Kelahiran yang dibantu staf kesehatan terampil (% total) 32 37 64 72

Tujuan 6: menghentikan dan mulai mempersempit penyebaran HIV/AIDS dan penyakit utama lain

Prevalensi HIV (% populasi berumur 15-49) .. .. .. 0.1

Prevalensi kontrasepsi (% wanita berumur 15-49) 50 55 57 57

Insiden tuberkulosis (per 100.000 orang) 343 .. .. 245

Kasus tuberkulosis yang terdeteksi DOTS (%) .. 1 20 53

Tujuan 7: mengurangi separuh proporsi masyarakat yang tidak memiliki akses tetap ke kebutuhan dasar

Akses ke peningkatan sumber air (% populasi) 72 .. .. 77

Akses ke peningkatan fasilitas sanitasi (% populasi) 46 .. .. 55

Area hutan (% total area lahan) 64.3 .. 54.0 48.8

Area yang dilindungi secara nasional (% total area lahan) .. .. .. 20.6

Emisi CO2 (metrik ton per kapita) 0.8 1.2 1.3 1.4

PDB per unit penggunaan energi (konstan 2000 PPP $ per kg dari ekuivalen minyak) 4.1 4.6 4.1 4.1

Tujuan 8: mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Pelanggan telepon jaringan tetap dan seluler (per 1.000 orang) 6 18 50 184

Pengguna internet (per 1.000 orang) 0 0 9 73

Komputer pribadi (per 1.000 orang) 1 5 10 14

Pengangguran pemuda (% total angkatan kerja berumur 15-24) 8.9 13.4 .. ..

Catatan: Angka bercetak miring adalah untuk tahun-tahun selain yang ditentukan. .. mengindikasikan tidak adanya data.Development Economics, Development Data Group (DECDG).

0

25

50

75

100

125

2000 2002 2005

Rasio pendaftaran pendidikan dasar bersih

Rasio anak perempuan terhadap anak laki-lakidi pendidikan dasar dan menengah

Indikator pendidikan, %

2001 2003 20040

25

50

75

100

1990 1995 2000 2005

Indo

nesi

aA

sia

Tim

ur &

Pas

i�k

Imunisasi campak, % anak usia satu tahun

0

50

100

150

200

2000 2002 2005

Pelanggan teleponjaringan tetap dan seluler

Pengguna internet

Indikator TIK, per 1,000 orang

2001 2003 2004

105

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Lampiran B2.Indikator-indikator Pilihan untuk Kinerja dan Manajemen Portofolio Bank

Indikator 2006 2007 2008

Portfolio Assessment

Jumlah Proyek dalam pelaksanaan a 26 26 27

Rata-rata masa pelaksanaan (tahun) b 3.2 3.7 3.8

Persentase Proyek Bermasalah menurut Angka a, c 3.8 11.5 25.9

Persentase Proyek Bermasalah menurut Jumlah a, c 4.4 7.1 13.9

Persentase Proyek Berisiko menurut Angka a, d 7.7 15.4 29.6

Persentase Proyek Berisiko menurut Jumlah a, d 4.5 10.9 17.5

Rasio Pencairan (%) e 20.9 20.2 24.9

Pos Memorandum Since FY 80 Last Five FYs

Evaluasi Proyek oleh OED menurut Angka 267 18

Evaluasi Proyek oleh OED menurut Jumlah (Juta Dolar AS) 23,328.2 1,325.2

% Proyek OED dengan nilai U atau HU menurut Angka 24.2 27.8

% Proyek OED dengan nilai U atau HU menurut Jumlah 22.0 9.9

a. Seperti tampak di Laporan Tahunan tentang Kinerja Portofolio (kecuali untuk TA sekarang).b. Rata-rata usia proyek dalam portofolio negara Bank.c. Persentase proyek bernilai U atau HU pada tujuan pembangunan (DO) dan/atau kemajuan pelaksanaan (IP).d. Seperti didefinisikan menurut Program Peningkatan Portofolio.e. Perbandingan pengeluaran sepanjang tahun dengan saldo portofolio Bank yang belum dikeluarkan pada awal tahun.* Semua indikator adalah untuk proyek-proyek yang aktif dalam Portofolio, dengan pengecualian Perbandingan Pengeluaran, yang mencakup semua proyek aktif sekaligus proyek-proyek yang sudah ditutup selama tahun anggaran.

106

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Lampiran B3.Indonesia: Program Peminjaman IBRD Indikatif, TA09-12

Tahun Anggaran

Nama Produk IBRD Dolar AS (juta)

2009 Peminjaman Kebijakan yang Diajukan 900

DPL5 700

IDPL2 200

Proyek Peminjaman Investasi yang Diajukan 1,590

BOS (Penyelenggaraan dan Beasiswa Sekolah) 600

PINTAR (GFMRAP2) 145

Perbaikan Jalan Nasional (Indonesia Barat) 80

Perbaikan Operasional Dam 50

Persediaan dan Kebersihan Air Perkotaan 30

PNPM II (Perdesaan) 250

PNPM II (Perkotaan) 185

Inisiatif Pengerukan Darurat Jakarta 150

Keuangan Infrastruktur Swasta 100

Total TA09 (dengan Proyek Investasi Siaga) 2,490

2010 Peminjaman Kebijakan yang Diajukan

DPL6

IDPL3

Perubahan Iklim/DPL tematik/sektoral lainnya

Proyek Peminjaman Investasi yang Diajukan

BOS/ SISWA Pendidikan

DAU Pemerintah daerah/ Dukungan DAK

Proyek Pemeliharaan Jalan Nasional

PNPM III (Pedesaan)

PNPM III (Perkotaan)

Hidroelektris Penyimpanan Pompa

Memperkuat statistik Indonesia (STATCAP)

Proyek sektoral lain

TA10 Total 1,500 - 2,500

2011 Peminjaman Kebijakan yang Diajukan

DPL/IDPL/CC DPL/DPL tematik/sektoral lainnya

Proyek Peminjaman Investasi yang Diajukan

SISWA Pendidikan

PNPM I (Gabungan Pedesaan/perkotaan)

Proyek sektoral lainnya

TA11 Total 1,500 - 2,500

2012 Peminjaman Kebijakan yang Diajukan

DPL/IDPL/DPL CC/DPL tematik/sektoral lainnya

Peminjaman Kebijakan yang Diajukan

PNPM II (Gabungan Pedesaan/perkotaan)

PFM/Pegawai Negeri Sipil

Proyek sektoral lainnya

TA12 Total 1,500 - 2,500

107

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Lampiran B3.Indonesia: Program Pelaksanaan Investasi IFC

2005 2006 2007 2008*

Komitmen (juta dolar AS)

Bruto 639.6 742.3 873.1 718.3

Bersih** 491.8 605.9 742.7 703.0

Komitmen Bersih menurut Sektor (juta dolar AS)

Layanan Akomodasi & Pariwisata 5.0 3.8 1.3 0.0

Pertanian & Kehutanan 33.0 88.5 60.4 60.6

Bahan-bahan kimia 160.4 148.1 116.4 100.7

Sarana Investasi Kolektif 0.0 0.0 0.0 15.0

Pendidikan & Jasa 2.8 2.8 5.2 5.1

Keuangan & Asuransi 158.9 221.2 397.1 390.0

Makanan & Minuman 61.8 84.6 113.0 106.2

Produk Industri & Konsumen 44.2 36.8 32.4 21.2

Minyak, Gas & Pertambangan 0.0 0.0 0.0 0.0

Profesional, Ilmiah & Teknis 1.2 1.0 1.0 0.0

Tekstil, Pakaian & Kulit 12.4 11.6 11.6 0.0

Pengangkutan & Gudang 8.3 3.3 0.0 0.0

Perdagangan Grosir & Eceran 3.9 4.2 4.2 4.2

491.8 605.9 742.7 703.0

Komitmen Bersih menurut Sektor (%)

Layanan Akomodasi & Pariwisata 1% 1% 0% 0%

Pertanian & Kehutanan 7% 15% 8% 9%

Bahan-bahan kimia 33% 24% 16% 14%

Sarana Investasi Kolektif 0% 0% 0% 2%

Pendidikan & Jasa 1% 0% 1% 1%

Keuangan & Asuransi 32% 37% 53% 55%

Makanan & Minuman 13% 14% 15% 15%

Produk Industri & Konsumen 9% 6% 4% 3%

Minyak, Gas & Pertambangan 0% 0% 0% 0%

Profesional, Ilmiah & Teknis 0% 0% 0% 0%

Tekstil, Pakaian & Kulit 3% 2% 2% 0%

Pengangkutan & Gudang 2% 1% 0% 0%

Perdagangan Grosir & Eceran 1% 1% 1% 1%

100% 100% 100% 100%

Komitmen Bersih menurut Instrumen Investasi (%)

Pinjaman 60% 80% 84% 82%

Modal 13% 7% 5% 8%

Pinjaman Semu + Modal Semu 4% 3% 2% 2%

Jaminan 17% 6% 7% 7%

Manajemen Risiko 5% 5% 1% 1%

Total 100% 100% 100% 100%

* Per tanggal 31 Maret 2008** khusus Rekening IFC sendiri

108

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Lampiran B4.Indonesia: Ringkasan Beberapa Kegiatan yang Baru dan Sedang Berlangsung untuk Layanan Non Peminjaman

Produk Tahun Anggaran Penyelesaian Sasarana

Proyek baru selesai

Pelaksanaan Program & Dukungan Sektoral untuk Aceh 2007 GOV

Analisis Belanja Publik Aceh 2007 GOV

Saran AntiKorupsi bagi Badan-badan Daerah 2007 OTH

Menghindari Krisis Infrastruktur 2007 GOV

Dukungan Platform CDD 2007 OTH

Konflik dan Kemiskinan 2007 OTH

Desentralisasi Bantuan Teknis dan Layanan Konsultasi 2007 GOV

Mengembangkan pulau-pulau bagian Timur 2007 OTH

Analisis Kebijakan Subsidi Bahan bakar 2007 GOV

HIV/AIDS 2007 GOV

Penilaian Kemiskinan Indonesia 2007 GOV

Tindak Lanjut & Dialog Kebijakan Konferensi Infrastruktur 2007 GOV

Keadilan bagi Masyarakat Miskin 2007 OTH

Platform LDL 2007 GOV

Penelitian Migrasi dan Pengiriman Uang 2007 OTH

Analisis Belanja Publik Nias 2007 GOV

Kerangka Kebijakan untuk Pemasangan Listrik Daerah dan Akses Pedesaan 2007 PUB

Tinjauan Ulang Belanja Publik 2007 GOV

Meningkatkan Produktivitas Pedesaan 2007 GOV

Penyertaan Sosial 2007 OTH

Peta Jalan Perlindungan Sosial 2007 GOV

Pendaftaran Reformasi Desentralisasi 2007 GOV

Proses Perdamaian Aceh – Reintegrasi dan Bantuan Analitis 2008 OTH

Pengembangan Program Bantuan Tunai Bersyarat 2008 GOV

Sarana Dukungan Terdesentralisasi 2008 OTH

Survei Pemerintahan dan Desentralisasi 2 2008 PUB

Aspek-aspek Sosial Pengentasan Kemiskinan 2008 OTH

Keadaan Terakhir Kemiskinan dan Ekonomi Aceh 2008 2008 GOV

Memperdalam Reformasi Belanja di Indonesia 2008 GOV

Perolehan Lahan dan Pengembangan Kebijakan 2008 GOV

Laporan Pengukuran Kinerja Manajemen Keuangan Publik 2008 GOV

Dalam Pelaksanaan

Sarana Bantuan Teknis Tanggapan untuk Aceh 2008 GOV

AntiKorupsi 2008 OTH

Pemantauan Korupsi 2008 PUB

CPAR 2008 GOV

Menciptakan Sektor Finansial yang Beragam di Indonesia 2008 GOV

Desentralisasi 2008 GOV

Penguatan Sistem Kesehatan – Analisis Ruang Anggaran untuk Sektor Kesehatan 2008 GOV

Memperbaiki Kerangka Antarpemerintah 2008 GOV

Analisis Lingkungan Negara Indonesia 2008 PUB

DPR Indonesia Tahun Anggaran 2008 2008 PUB

Tenaga kerja kesehatan dan layanan kesehatan kesehatan Indonesia 2008 GOV

Investasi Kaum Muda Indonesia 2008 GOV

Kemiskinan dan Pengembangan Ekonomi Berkesinambungan di Aceh (PASEDIA)) 2008 PUB

Dialog Kebijakan Beras 2008 GOV

Peta Jalan Perlindungan Sosial 2008 GOV

Bantuan bagi Reformasi Sistem Manajemen Guru 2008 GOV

Mendukung Lembaga-lembaga AntiKorupsi Indonesia 2008 GOV

a. Pemerintah, donor, Bank, sosialisasi publik.

109

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Lampiran B4.Indonesia: Ringkasan Kegiatan Utama Terencana untuk Layanan Non Peminjaman (TA09-12)

Produk, Dibagi berdasarkan kelompok Tahun Anggaran Penyelesaian

Sasarana

Lembaga-lembaga dan Sistem-sistem Pemerintah Pusat

Pemutakhiran tentang Indonesia untuk Tahun Anggaran 2009 2009-12 PUBLIK

Catatan-catatan Kebijakan untuk Pemerintah Baru 2009-10 PEMERINTAH

Saran Kebijakan yang Tepat pada Waktunya (just-in-time) 2009-12 PEMERINTAH

Meningkatkan Permintaan bagi Reformasi Hukum dan Peradilan 2009 LAIN-LAIN

Keuangan dan Dialog Kesehatan 2009 PEMERINTAH

Strategi Pembangunan Indonesia – Harga Komoditas yang Tinggi 2009 PEMERINTAH

Mendukung Pembangunan PascaKonflik (DGF) 2009 PEMERINTAH

CPAR 2010 PEMERINTAH

Analisis/CEM Negara/Sektor Menyeluruh 2010 PEMERINTAH

PER 2010 PEMERINTAH

Dukungan bagi RPJM 2010 PEMERINTAH

Peninjauan Kebijakan Pembangunan 2011 PUBLIK

Lembaga-lembaga dan Sistem-sistem Pemerintah Daerah

Memperbaiki Kerangka Antarpemerintah untuk Desentralisasi yang Diperluas 2010 PEMERINTAH

Informasi, Pendidikan & Komunikasi/DSF II 2010 PEMERINTAH

Perluasan Kapasitas untuk Indonesia Timur: Analisis Belanja Publik dan Program Harmonisasi Kapasitas (PEACH) Papua

2012 PUBLIK

Pengembangan Sektor Swasta

Meningkatkan Iklim Investasi, Fasilitasi Dagang & Sektor Keuangan Indonesia 2010 PEMERINTAH

Infrastruktur

Pembangunan Infrastruktur 2009 PEMERINTAH

Persediaan Air dan Kebersihan 2010 PEMERINTAH

Pembangunan Masyarakat dan Perlindungan Sosial

Pengentasan Kemiskinan – Strategi dan Program Pekerjaan yang Berpihak pada Kaum Miskin 2009 PEMERINTAH

Bantuan Tunai Bersyarat 2009 PEMERINTAH

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (Penilaian Biaya Pengguna untuk CDD) 2009 PEMERINTAH

Dukungan untuk PNPM/CDD/Program-program pedesaan 2009 PEMERINTAH

Penilaian Kemiskinan 2011 PEMERINTAH

Pendidikan

Peninjauan Sektor Pendidikan 2010 PEMERINTAH

Dukungan untuk RENSTRA 2010 PEMERINTAH

Kelestarian Lingkungan dan Penanggulangan Bencana

Strategi Pertumbuhan Rendah Karbon 2009 PEMERINTAH

Studi REDD` 2010 PEMERINTAH

Pemuktahiran tentang Ekonomi Aceh 2009 - 2012 PEMERINTAH

Program Perdamaian Aceh 2009 - 2012 PEMERINTAH

Dukungan Pemerintah daerah & Koordinasi Mitra Pembangunan 2009-2012 PEMERINTAH

PER Aceh & Nias 2011 PEMERINTAH

Penilaian Kemiskinan Aceh & Nias 2012 PUBLIK

a. Pemerintah, donor, Bank, sosialisasi publik.

110

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Lampiran B5.Indonesia: Indikator-indikator Sosial

Tahun tunggal terakhir Wilayah yang sama/kelompok pendapatan

1980-85 1990-95 2000-06 Asia Timur & PasifikPendapatan menengah-

bawah

POPULASI

Populasi total, pertengahan tahun (juta) 163.0 192.8 223.0 1,898.9 2,276.5

Angka pertumbuhan (% rata-rata tahunan untuk masa) 1.9 1.6 1.3 0.9 0.9

Populasi perkotaan (% dari populasi) 26.1 35.6 49.2 42.4 47.3

Angka kesuburan total (kelahiran per wanita) 3.7 2.7 2.2 2.0 2.1

KEMISKINAN (% dari populasi)

Indeks penduduk nasional .. .. 16.7 .. ..

indeks penduduk perkotaan .. .. .. .. ..

indeks penduduk pedesaan .. .. .. .. ..

PENDAPATAN

PNB per kapita (dolar AS) 530 1,010 1,420 1,856 2,038

Indeks harga konsumen (2000=100) 20 44 176 138 138

Indeks harga makanan (2000=100) 15 37 121 .. ..

DISTRIBUSI PENDAPATAN/KONSUMSI

indeks Gini .. 34.4 39.4 .. ..

Kuintil terendah (% dari pendapatan atau konsumsi) .. 8.3 7.1 .. ..

Kuintil tertinggi (%dari pendapatan atau konsumsi) .. 43.1 47.3 .. ..

INDIKATOR SOSIAL

Belanja publik

Kesehatan (% dari PDB) .. .. 1.0 1.8 2.2

Pendidikan (% dari PDB) .. 1.0 1.0 3.5 4.8

Angka bersih pendaftaran ke sekolah dasar (% kelompok usia)

Total .. 96 95 93 93

Laki-laki .. 98 96 93 93

Perempuan .. 94 93 93 92

Akses ke sumber air yang lebih baik (% dari penduduk)

Total .. 74 77 79 81

Urban .. 90 87 92 93

Rural .. 65 69 70 71

Angka Imunisasi (% dari anak-anak usia 12-23 bulan)

Campak 26 63 72 89 90

DPT 27 69 70 89 89

Kekurangan gizi anak (% balita) .. 27 24 13 11

Harapan hidup saat lahir (tahun)

Total 59 64 68 71 71

Laki-laki 57 62 66 69 69

Perempuan 60 66 70 73 73

Kematian

Bayi (per 1000 kelahiran hidup) 70 48 26 24 27

Balita (per 1000) 109 66 34 29 36

Dewasa (15-59)

Laki-laki (per 1000 penduduk) 368 275 172 165 173

Perempuan (per 1000 penduduk) 308 219 123 104 108

Ibu (contoh, per 100.000 kelahiran hidup) .. .. 420 150 180

Kelahiran yang dibantu tenaga kesehatan terlatih (%) .. 37 72 87 86 Catatan: 0 atau 0,0 berarti nol atau kurang dari setengah unit yang tertera. Angka pendaftaran bersih: dipecah menjadi beberapa bagian antara tahun 1997 dan 1998 karena perubahan dari ISCED76 ke ISCED97. Imunisasi: merujuk pada anak-anak usia 12-23 bulan yang menerima vaksinasi sebelum usia satu tahun atau pada waktu mana saja sebelum survei.Sumber: basis data Indikator Pengembangan Dunia, Bank Dunia – 11 April 2008.

111

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Lampiran B6.Indonesia: Indikator-Indikator Ekonomi Utama

IndikatorAktual Perkiraan Proyeksi

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Neraca nasional (sebagai % dari PDB)

Produk domestik brutoa 100 100 100 100 100 100 100 100

Pertanian 14 13 13 14 13 12 11 11

Industri 45 47 47 47 46 46 46 47

Jasa 41 40 40 39 40 42 42 42

Konsumsi Total 71 71 69 71 66 65 64 64

Investasi tetap domestik bruto 22 24 24 25 26 27 27 27

Ekspor (GNFS)b 32 34 31 29 31 29 29 28

Impor (GNFS) 28 30 26 25 24 22 21 20

Tabungan domestik bruto 29 29 31 29 34 35 36 36

Butir-butir memorandum

Produk domestik bruto (juta dolar AS pada harga sekarang) 256,837 286,969 364,612 432,815 485,599 559,994 631,633 722,871

PNB per kapita (dolar AS, metode Atlas) 1,110 1,260 1,420 1,650 1,930 2,200 2420 2660

Angka pertumbuhan tahunan riil (%, dihitung dari harga 00)

Produk domestik bruto 5.0 5.7 5.5 6.3 6.0 6.4 6.7 6.7

Angka pertumbuhan perkapita tahunan riil (%, dihitung dari harga 00)

Produk domestik bruto pada harga pasar 3.6 4.3 4.3 5.1 4.7 5.1 5.4 5.4

Konsumsi total 6.9 1.3 4.9 6.8 2.5 4.5 4.6 4.4

Konsumsi swasta 7.5 0.8 4.5 7.4 4.4 4.4 4.5 4.3

Neraca Pembayaran (juta dolar AS)

Ekspor (GNFS)c 84,212 99,760 115,032 130,439 152,570 164,133 180,049 200,236

FOB barang dagangan 72,167 86,833 103,514 118,014 139,770 150,946 166,464 186,241

Impor (GNFS)d 71,257 91,319 95,493 108,458 117,888 123,208 132,560 142,972

FOB barang dagangan 50,401 69,270 73,868 84,930 88,357 92,404 98,598 105,871

Saldo sumber daya 12,955 8,441 19,539 21,981 34,682 40,925 47,489 57,264

Saldo transaksi berjalan 3,294 307 9,937 11,010 8,516 4,854 1,637 -1,312

Pos Memorandum

Saldo sumber daya (% dari PDB) 5.0 2.9 5.4 5.1 7.1 7.3 7.5 7.9

Angka pertumbuhan tahunan riil (harga TH00)

Ekspor barang dagangan (FOB) 24.0 33.3 48.8 18.6 7.6 8.4 8.6 9.1

Impor barang dagangan (CIF) 75.1 49.5 11.8 38.6 8.4 9.9 7.9 8.3

Keuangan publik (sebagai % dari PDB pada harga pasar)e

Pendapatan tahun berjalan 17.6 17.8 19.1 18.7 20.0 20.1 20.5 20.9

Belanja tahun berjalan 18.6 18.3 20.0 20.0 22.1 22.0 21.0 21.0

Surplus (+) atau defisit (-) anggaran -1.0 -0.5 -0.9 -1.3 -2.1 -0.9 -0.5 -0.1

Belanja modal -- 1.2 1.6 1.7 1.9 1.9 2.2 2.5

Pembiayaan luar negeri -1.2 -0.4 -0.8 -0.6 -0.3 -0.3 -0.3 -0.3

Indikator-indikator moneter

M2/PDB 45.0 43.2 41.4 41.5 41.0 41.0 41.0 41.0

Pertumbuhan M2 (%) 8.1 16.4 14.9 18.9 11.4 14.4 13.1 12.6

Indeks harga (TH00 =100)

Indeks harga ekspor barang dagangan 115.2 137.9 162.3 183.7 225.0 243.0 268.0 299.8

Indeks harga impor barang dagangan 138.8 207.3 220.4 253.4 273.2 285.1 301.9 321.7

Syarat-syarat barang dagangan untuk indeks perdagangan 83.0 66.5 73.6 72.5 82.4 85.2 88.8 93.2

Nilai tukar riil (dolar AS/LCU)f 115.7 114.2 133.8 134.8 136.9 127.3 121.4 113.8

Indeks harga konsumen (% perubahan) 6.2 10.5 13.1 6.5 7.5 7.0 6.0 5.5

Deflator PDB (% perubahan) 8.6 14.8 13.6 11.5 7.5 7.0 6.0 5.5

a. PDB pada harga pasar b. “GNFS” berarti “ barang-barang dan jasa nonfaktor” c. Mencakup transfer bersih yang tidak dibayarkan kembali tetapi tidak mencakup hibah modal resmi.d. Mencakup penggunaan sumber daya IMF. e. Pemerintah pusat yang terkonsolidasi. f. “LCU” berarti “unit mata uang setempat.” Peningkatan dalam dolar AS/LCU menandakan apresiasi.

112

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Lampiran B7.Indonesia: Indikator-Indikator Paparan Utama

Indikator Perkiraan Proyeksi

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Total pencairan utang tertunggak (TDO) (jt dolar AS)a 137,026 130,651 128,736 136,640 137,458 146,611 151,687 158,277

Pencairan bersih (jt dolar AS)a -5,630 -2,440 -13,417 -10,118 -9,667 -6,366 -7,453 -5,886

Total penutupan utang (TDS) (jt dolar AS)a 31,519 34,361 30,669 26,981 28,783 25,209 23,661 22,952

Indikator utang dan penutupan utang (%)

TDO/XGSb 162.7 131.0 111.9 104.8 90.1 89.3 84.2 79.0

TDO/GDP 59.7 47.1 38.5 34.5 28.3 26.2 24.0 21.9

TDS/XGS 37.4 34.4 26.7 20.7 18.9 15.4 13.1 11.5

Kelonggaran/TDO 29.2 28.3 29.8 28.2 36.7 33.8 34.2 34.0

Indikator paparan IBRD (%) 25.4 36.1 22.2 20.7 19.2 17.4 16.2 12.3

DS IBRD/publik 23.2 30.4 12.2 20.6 19.3 17.8 16.8 14.7

IBRD DS/XGS 2.3 1.9 1.6 1.4 1.0 0.9 0.6 0.4

TDO IBRD (jt dolar AS)d 8,943 8,132 7,423 6,821 7,161 7,570 8,429 9,645

TDO IDA (jt dolar AS)d 996 1,001 1,318 1,550 1,390 1,425 1,447 1,451

IFC (US$m)

Pinjaman 492 606 743 703 300 350 400

Modal dan modal semu /e 85 61 55 72 34 39 45

MIGA

Jaminan MIGA (jt dolar AS) .. .. .. 50 .. .. ..

b. “XGS” berarti ekspor barang dan jasa, termasuk pengiriman uang oleh pekerja. Bank untuk Pelunasan Internasional. d. Mencakup nilai jaminan saat ini. e. IMencakup jenis-jenis modal dan modal semu dari instrumen pinjaman maupun modal.

113

STRATEGI KEM

ITTRAA

N N

EGA

RA

Lampiran B8.Indonesia: Portofolio Operasi (IBRD/IDA dan Hibah)

Proyek yang sudah ditutup 300

IBRD/IDA *

Total Dicairkan (Aktif) 1,065.99

yang sudah dibayar kembali 0.82

Total Dicairkan (Ditutup) 26,206.70

yang sudah dibayar kembali 20,841.88

Total Dicairkan (Aktif + Ditutup) 27,272.69

yang sudah dibayar kembali 20,842.69

Total Belum Dicairkan (Aktif) 1,886.99

Total Belum Dicairkan (Ditutup) 12.84

Total Belum Dicairkan (Aktif + Ditutup) 1,899.83

Proyek AktifPSR Terakhir Selisih antara

Peringkat Pengawasan Jumlah Asli dalam Juta Dolar ASPerkiraan Pencairan dan

Pencairan Aktual a/

ID Proyek Nama ProyekTujuan Pem-bangunan

Kemajuan Pelaksan-

aan

Tahun Ang-garan

IBRD IDA Hibah BatalBelum

dicairkanAsli

Dari Penda-patan

P085133 Proyek Manajemen Keuangan & Administrasi Pendapatan Pemerintah

MS MU 200555 5 55.14 43.14 10.49

P071318 Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang II

MS MS 20047.5 6.21 4.21

P071316 Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang II

MS MS 200433.2 23 0.166 37.60 21.77

P096921 UPP Nasional (UPP PNPM) # # 2008 52.68 125 180.34

P092019 Proyek Pengembangan Kecamatan 3B S S 2005 80 203 34.30 -106.51 -18.65

P003701 ODS I- UMBRELLA S S 1995 36.5526 10.08 10.08 10.08

P097104 BERMUTU MU MU 2008 24.5 61.5 81.00 -2.87

P077175 Proyek Pengembangan Pasar Gas Domestik

S S 200680 48.21 13.21

P089479 Pendidikan dan Pengembangan Usia Dini MS MS 2006 67.5 67.04 -0.41

P074290 Transportasi Wilayah Indonesia Timur 2 MS MS 2004 200 1 141.47 121.47

P083742 Teknologi & Informasi Pertanian Pemberdayaan Petani

MS MS 200732.8 60 86.62 5.50

P099757 Pengembangan Pembangkit Tenaga Panas Bumi

# # 20084

P085374 PENDIDIKAN TINGGI S MS 2005 50 30 65.32 28.70

P073772 Tenaga Kerja & Layanan Kesehatan (PHP 3) MS MS 2003 31.1 74.5 65.26 52.94 11.34

P076174 Inisiatif-inisiatif untuk Reformasi Pemerintah daerah

MS MU 200514.5 15 16.23 10.74

P063913 Sektor Tenaga & Daya Listrik Jawa-Bali MS MS 2003 141 97.95 90.90 51.24

P079156 PENGEMBANGAN KECAMATAN 3 S S 2003 45.5 45.5 2.28 0.97

P064728 PENGEMBANGAN MANAJEMEN & KEBIJAKAN LAHAN

MU U 200432.8 32.8 0.164 36.42 21.46

P076271 PPITA MS MU 2003 17.1 4.52 4.52 4.52

P079906 Infrastruktur Jalan-jalan Strategis S MS 2007 208 197.70 -10.30 -0.30

P078070 Dukungan untuk Daerah Miskin dan Tertinggal

MU MU 200569 35 92.70 53.21

P072852 UPP2 S MS 2002 29.5 206 58.15 -95.56 10.03

P084583 UPP3 S S 2005 67.3 71.4 27.70 -43.79

P071296 USDRP MS MU 2005 45 36.50 7.60

P059477 WSSLIC II S S 2000 77.4 7.92 -0.34

P085375 WSSLIC III S S 2006 137.5 153.56 27.30

P059931 Program Manajemen Sumber Daya Air & Sektor Irigasi

S S 200345 25 54.36 51.24 24.85

P105002 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

# # 200841.19 190 235.27

Total 1,395.17 1,485.10 48.05 1.33 1,899.83 309.19 103.59

114

Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif

Untuk Pem

bangunan yang Berkesinambungan

Lampiran B9.Indonesia: Portofolio IFC untuk Komitmen Investasi dan Pencairan Investasi Tertunggak, dalam jutaan Dolar AS

Tahun Fiskal Persetujuan Perusahaan Komitmen Pencairan Jatuh Tempo

Pinjaman Ekuitas**Ekuitas Semu

*GT/RM Peserta Pinjaman Ekuitas**Ekui-tas

Semu*GT/RM Peserta

2006 Bank Danamon 149.56 0 0 5 0 59.56 0 0 0 0

2007 Bank International Indo 123.43 0 0 0 0 123.43 0 0 0 0

2008 Bima 0 5 0 0 0 0 3.67 0 0 0

2004 Bona Vista School 0.86 0 0 0 0 0.86 0 0 0 0

2007 Fugui Indonesia 30 0 0 0 0 30 0 0 0 0

2007 Insurance Student Loan 0 0 0 2.46 0 0 0 0 0 0

2004 Medan NP School 1.75 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2002 PT Gawi 9.72 0 0 0 1.74 3.57 0 0 0 1.74

1989 PT Agro Muko 0 2.2 0 0 0 0 2.2 0 0 0

1989/ 1994/ 2003 PT Astra 0 0.51 0 0 0 0 0.51 0 0 0

2000/2005 PT Astra Otopart 0 0.7 0 0 0 0 0.7 0 0 0

2000/2002/2004/2005/2007 PT Bank NISP 65 10.66 2.86 0 0 35 10.66 2.83 0 0

1993/1996 PT Bina Danatama 0.02 0 1.03 0 1.92 0.02 0 1.03 0 1.92

2004/2005 PT Ecogreen 45.83 0 0 0 0 45.83 0 0 0 0

1991/1995/1999/2004 PT Indo-Rama 40.8 6.21 0 0 0 40.8 6.21 0 0 0

2000/2006/2007 PT Karunia (KAS) 46.52 0 0 0 1.78 46.52 0 0 0 1.78

2000/2006 PT Makro 0 4.21 0 0 0 0 3.71 0 0 0

1993 PT Nusantara 0 0 10.61 0 8.25 0 0 10.61 0 8.25

2004 PT Prakars (PAS) 10.75 0 0 0 1.6 10.75 0 0 0 1.6

2006 PT TAS 7 0 0 0 0 7 0 0 0 0

2008 PT TVS 20 0 0 0 0 20 0 0 0 0

1995/2004 PT Viscose 7.88 0 0 0 0 7.88 0 0 0 0

2008 Saratoga Asia II 0 15 0 0 0 0 0.11 0 0 0

2005/2006 WOM 14.84 12.63 0 0 0 14.84 12.55 0 0 0

2004/2006/2007 Wilmar 0 0 0 50 0 0 0 0 50 0

Total Portfolio: 573.96 57.12 14.5 57.46 15.29 446.06 40.32 14.47 50 15.29 * Menunjukkan Produk Pengelolaan Risiko dan Jaminan.** Ekuitas Semua mencakup jenis pinjaman dan ekuitas.

Punc

ak J

aya

(503

0 m

)

Obi C

eram

Buru

SULA

WES

ISU

MAT

ERA

Bali

KA

LIM

AN

TAN

Raba

Pem

atan

gsia

ntar

Soro

ng

Tim

ika

Fakf

akA

mah

ai

Palu

Jam

bi

Mat

aram

Band

ung

Sura

baya

Sem

aran

g

Pale

mba

ng

Peka

nbar

u

Pala

ngka

raya

Band

ar

Lam

pung Se

rang

PAPU

A

19

21

22

26

29

20

23

25

24

28

27

30

32

31

33

12

11

13

14

15

8

67

3

54

2

1

16

17

18

10

9

PAPUANEW GUINEA

AU

ST

RA

LIA

THA

ILAN

D

MYA

NM

AR

19

21

22

26

29

20

23

25

24

28

27

30

32

31

33

12

11

13

14

15

8

67

3

54

2

1

16

17

18

10

9

Balik

papa

n

Pare

pare

Baub

au

Tara

kan Ra

ba

Ende

Wai

ngap

u

Pem

atan

gsia

ntar

Soro

ng

Mer

auke

Tim

ika

Fakf

akA

mah

ai

Palu

Am

bon

Gor

onta

lo

Jam

bi

Med

an

Kupa

ng

Pada

ng

Man

ado

Mat

aram

Band

ung

Kend

ari

Den

pasa

r

Sura

baya

Sem

aran

g

Beng

kulu

Jaya

pura

Pale

mba

ng

Sam

arin

daPo

ntia

nak

Peka

nbar

u

Yogy

akar

ta

Band

a A

ceh

Band

jarm

asin

Pala

ngka

raya

Pang

kalp

inan

g

Mak

assa

r

Tern

ate

Band

ar

Lam

pung Se

rang

Man

okw

ari

Mam

uju

Tanj

ungp

inan

g

JAKA

RTA

PAPUANEW GUINEA

AU

ST

RA

LIA

SIN

GA

PORE

VIE

TNA

M

THA

ILAN

D

MYA

NM

AR

TIM

OR-

LEST

E

BRU

NEI

PHILI

PPIN

ES

MA

LA

YS

I

A

Cel

ebes

Sea

Java

Se

aBa

nda

Sea

Ara

fura

Se

a

Sulu

Sea

PAC

IFIC

O

CEA

N

IND

IAN

OC

EA

N

PAPU

A

Aru Is.

Kai

Is.

Tani

mba

rIs.

Hal

mah

era

Biak

Yape

n

Mor

otai

Mis

ool

Wai

geo

Pele

ngO

bi

Mun

a

Cer

am

Buru

SULA

WES

ISu

la Is

.

Tim

or

Flor

esA

lor

Wet

arM

oaBa

bar

Sum

ba

Sum

baw

aLo

mbo

kJA

WA

Nat

una

Besa

r

Belit

ung

Mad

ura

SUM

ATER

ABa

ngka

Ling

ga

Nia

s

Sibe

rut

Engg

ano

Sim

eulu

e

Tala

udIs.

Bali

KA

LIM

AN

TAN

M e n t aw a i

I s.

Punc

ak J

aya

(503

0 m

)

0°5° 5°

10°

10°

15°

0°5° 10°

15°

15°

10°

95°

100°

105°

115°

120°

125°

95°

100°

105°

110°

115°

120°

125°

130°

135°

140°

135°

140°

IND

ON

ESIA

NA

NG

GRO

E A

CEH

DA

RUSS

ALA

MSU

MAT

ERA

UTA

RARI

AU

SUM

ATER

A B

ARA

TJA

MBI

BEN

GKU

LUSU

MAT

ERA

SEL

ATA

NLA

MPU

NG

BAN

GKA

-BEL

ITU

NG

BAN

TEN

D.K

.I. J

AKA

RTA

1 2 3 4 5 6 7 8 91

01

1PRO

VIN

CES:

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

JAW

A B

ARA

TJA

WA

TEN

GA

HD

.I. Y

OG

YAKA

RTA

JAW

A T

IMU

RBA

LIN

USA

TEN

GG

ARA

BA

RAT

NU

SA T

ENG

GA

RA T

IMU

RRI

AU

KEP

ULA

UA

NKA

LIMA

NTA

N B

ARA

TKA

LIMA

NTA

N T

ENG

AH

KALIM

AN

TAN

SEL

ATA

N

KALIM

AN

TAN

TIM

UR

SULA

WES

I UTA

RAG

ORO

NTA

LOSU

LAW

ESI T

ENG

AH

SULA

WES

I BA

RAT

SULA

WES

I SEL

ATA

NSU

LAW

ESI T

ENG

GA

RAM

ALU

KU U

TARA

MA

LUKU

PAPU

A B

ARA

TPA

PUA

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

020

0

010

020

030

040

0 M

iles

400

Kilo

met

ers

IBRD 33420R2

AUGUST 2008

IND

ON

ESIA

SELE

CTE

D C

ITIE

S A

ND

TO

WN

S

PRO

VIN

CE

CA

PITA

LS

NAT

ION

AL

CA

PITA

L

RIV

ERS

MA

IN R

OA

DS

RAILR

OA

DS

PRO

VIN

CE

BOU

ND

ARI

ES

INTE

RNAT

ION

AL

BOU

ND

ARI

ES

This

map

was

pro

duce

d by

th

e M

ap D

esig

n U

nit

of T

he

Wor

ld B

ank.

The

bou

ndar

ies,

co

lors

, de

nom

inat

ions

and

an

y ot

her

info

rmat

ion

show

n on

this

map

do

not i

mpl

y, o

n th

e pa

rt of

The

Wor

ld B

ank

Gro

up,

any

judg

men

t on

the

le

gal

statu

s o

f an

y te

rrito

ry,

or

an

y en

do

rsem

ent

or

ac

ce

pta

nc

e o

f su

ch

boun

darie

s.