cpd

Upload: devita-ari

Post on 06-Mar-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

obgyn dept

TRANSCRIPT

CEPHALOPELVIC DISPROPORTIONDEFINISICephalopelvic Disproportion (CPD) atau disproporsi kepala panggul merupakan ketidaksesuaian antara ukuran rongga pelvis pada ibu hamil dan kepala janin yang menghalangi persalinan pervaginam. Kasus ini merupakan sesuatu yang sulit didiagnosis dengan cepat.1 Seseorang dapat dicurigai menderita CPD atau disproporsi kepala panggul apabila posisi kepala yang masih tinggi setelah memasuki usia 39 minggu masa kehamilan, memanjangnya fase laten, kurang baiknya posisi fetus pada serviks, kemajuan persalinan melambat yang berhubugan dengan kontraksi uterus yang irregular dan melambat, ditemukannya molase. Namun molase yang ringan bukan merupakan tanda CPD sehingga memungkinkan dilakukannya persalinan normal. Caput juga bukanlah merupakan tanda pasti CPD namun hal tersebut kemungkinan adanya molase yang tersembunyi, maka menegakkan diagnosis CPD menjadi sulit. Diagnosis CPD dapat dibuat tanpa melalui persalinan percobaan seperti pada kasus yang jarang terjadi yaitu hidrosefalus.2

KLASIFIKASISecara umum Cephalopelvic Disproportion (CPD) terbagi atas :1. CPD Absolut. Tidak memungkinkan dilakukan persalinan normal pervaginam bahkan jika mekanisme persalinan yang dilaksanakan sudah tepat. Di Negara barat, keadaan ini jarang ditemui, namun terdapat beberapa penyebab CPD absolut antara lain :a. Hidrosefalus fetalb. Kelainan pelvis kongenital (contoh: Roberts atau Naegeles Pelvis) dimana salah satu atau kedua ruas os sacrum tidak ada sehingga menyebabkan sempitnya pintu atas panggul.c. Kerusakan struktur pelvis yang disebabkan kecelakaan lalu lintas pada masa muda.d. Distorsi pelvis akibat osteomalasia

2. CPD Relatif. Hali ini berarti bayi yang dikandung besar namun dapat melalui rongga pelvis apabila dilakukan proses persalinan yang benar. Namun jika, kepala janin defleksi atau gagal berputar pada mid-kavitas dan tidak ada kemajuan persalinan, maka akan terjadi persalinan abnormal. Definisi tersebut tidak termasuk perkiraan berat badan bayi atau pengukuran rongga pelvis berdasarkan sinar X. CPD hanya dapat didiagnosis setelah dilakukan persalinan percobaan. Hal ini berarti saat dilakukan observasi persalinan, tidak ditemukan adanya kemajuan persalinan bahkan dengan induksi menggunakan sintosinon.Seorang wanita dicurigai menderita CPD apabila tingginya kurang dari 5,2 (1,58 m). Wanita tersebut cenderung memiliki pelvis tipe ginekoid tetapi sering juga memiliki bayi yang kecil. Pada bayi dengan presentasi kepala telah ditemukan bukti bahwa pemeriksaan Pelvimetri sinar X atau CT Scan dapat membantu penatalaksanaan CPD. Maka dapat dilakukan persalinan percobaan pervaginam pada wanita tersebut.Seluruh wanita dengan posisi kepala bayi yang tinggi harus menjalani pemeriksaan ultrasound untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain seperti plasenta previa, fibroid uterus, dan kista ovarium. Jadi saat pemeriksaan kasus tersebut tidak ditemui maka dapat diduga salah satu penyebabnya adalah CPD. 3 TANDA DAN GEJALACPD terjadi jika kepala janin terlalu besar sehingga tidak dapat melewati rongga pelvis ibu. Hal ini mungkin terjadi jika kepala bayi terlalu besar seperti pada kasus-kasus hidrosefalus, atau jika rongga pelvis terlalu kecil atau mengalami kelainan bentuk. Kelainan bentuk bisa disebabkan oleh riketsia pada masa kanak-kanak atau gangguan ortopedik lainnya.4Jika kelainan yang sangat jelas seperti kelainan bentuk akibat riketsia atau trauma tidak ditemui, CPD hanya bisa didiagnosis pada saat proses persalinan berlangsung. Kala I persalinan mungkin memanjang atau kepala janin gagal turun pada pemeriksaan luar dan dalam. Molase, yakni proses di mana tulang tengkorak janin saling tumpang tindih, dapat terjadi. Cara mengenali CPD dibahas lebih lanjut pada bab diagnosis dan tata laksana.4

DIAGNOSISPelvimetri KlinisPintu atas pelvis dibentuk oleh promontorium dan os sakrum di posterior, linea terminalis di lateral, serta ramus pubis superior dan simfisis pubis di anterior. Untuk mengetahui adanya kemungkinan panggul sempit, diameter passage tersempit yang akan dilewati oleh kepala janin pada proses persalinan harus diketahui. Diameter tersempit yang dimaksud adalah garis terpendek yang menghubungkan antara promontorium dengan simfisis pubis, atau disebut juga konjugata obstetrik. Pada praktek klinis, konjugata obstetrik tidak dapat diukur secara langsung, tetapi dapat diperkirakan dengan mengurangi 1,5-2 cm dari konjugata diagonalis. Konjugata diagonalis sendiri dapat diketahui dengan melakukan pengukuran lagsung jarak dari batas bawah simfisis hingga promontorium sakrum.4Untuk melakukan pengukuran konjugata diagonalis, masukkan dua jari dari tangan yang dominan ke dalam vagina. Pertama-tama nilai, apakah koksigis dapat digerakkan atau tidak. Setelah itu, lakukan perabaan permukaan anterior sakrum dari bawah ke atas, demikian pula kelengkungan vertikal dan lateralnya. Pada pelvis normal, hanya tiga ruas sakrum terbawah yang dapat teraba tanpa melakukan penekanan berlebihan pada perineum.Selanjutnya, untuk mencapai promontorium sakrum, sendi siku pemeriksa harus difleksikan kemudian perineum ditekan paksa dengan menggunakan buku-buku jari ketiga dan keempat. Jari telunjuk dan jari tengah di masukkan mengarah ke atas, sepanjang permukaan depan sakrum. Dengan memasukkan pergelangan tangan cukup dalam, promontorium dapat disentuh dengan jari tengah sebagai batas tulang yang menonjol. Dengan menjaga agar jari tengah tetap menyentuh bagian sakrum yang paling menonjol, tangan dominan dinaikkan hingga menyentuh arkus pubis. Bagian dari jari telunjuk yang bersentuhan dengan arkus pubis kemudian ditandai, seperti pada gambar.Jarak dari bagian yang ditandai tersebut dengan ujung jari tengah merupakan konjugata diagonalis. Seperti telah disebutkan sebelumnya, konjugata obstetri dapat diketahui dengan mengurangi jarak konjugata diagonalis dengan 1,5-2 cm. Jika konjugata diagonalis lebih besar dari 11,5 cm, maka dapat diperkirakan bahwa pintu atas pelvis dapat dilalui oleh janin berukuran normal.4Selain pengukuran konjugata diagonalis, pengukuran klinis lain yang memiliki arti penting adalah pengukuran diameter antara tuberositas iskiadikum yang biasa disebut diameter biiskial, diameter intertuberosa, atau diameter transversa pintu bawah panggul. Nilai yang dianggap normal adalah 8 cm.4PENATALAKSANAAN4Metode penegakan diagnosis CPD seperti pelvimetri klinis pemeriksaan penunjang lain tidak sepenuhnya akurat. Selain itu, ligamen-ligamen pada rongga panggul wanita mengalami peregangan pada proses persalinan sehingga memberikan ruang lebih untuk janin. Oleh karena itu, kebanyakan ahli menganjurkan percobaan persalinan untuk kasus-kasus CPD relatif. Jika kurun waktu tertentu telah terlampaui, atau terjadi tanda-tanda gawat janin dan persalinan macet, maka seksio sesarea baru akan dilaksanakan. Di lain pihak, pada kasus CPD absolut, seksio sesarea adalah pilihan tata laksana yang umum dilakukan.

Partus PercobaanPola Persalinan Abnormal, Kriteria Diagnosis, dan Tata Laksana

Kriteria Diagnosis

Pola PersalinanNulliparamultiparaTata laksana umumTata laksana pada keadaan tertentu

Fase Laten Memanjang>20 jam>14 jamTirah baringDrips Oksitosin atau seksio sesarea jika diperlukan

Partus Lama

Dilatasi lama 2 jamSeksio sesarea untuk CPDSeksio sesarea

Gagal turun>1 jam, tanpa penurunan pada fase deselerasi atau kala dua>1 jam

Tabel 1. Kriteria diagnosis Partus lama dan partus macet Cohen dan Friedman3Seksio Sesarea3Seksio sesarea adalah proses melahirkan fetus, plasenta dan selaput ketuban melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus. Prosedur operasi ini dindikasikan pada kasus-kasus CPD. Selain itu, indikasi-indikasi lain untuk seksio sesarea adalah seksio riwayat sesarea sebelumnya, malposisi atau malpresentasi, gawat janin, serta indikasi-indikasi lain.Jika kepala janin tidak mengalami penurunan selama persalinan sehingga tetap lebih tinggi dari station 0, prosedur operasi pervaginam seperti penggunaan forseps tidak dapat dilakukan. Pada kasus-kasus seperti ini, seksio sesarea harus dilakukan. CPD pada pintu atas panggul perlu dicurigai pada ibu-ibu primigravida yang persalinannya sudah dimulai tetapi kepala bayi tidak turun. CPD midpelvis dicurigai jika diameter anteroposterior pendek, spina iskiadika menonjol, ligamen sekrospinosa pendek, atau janin terlalu besar. CPD pada pintu bawah panggul biasanya ditegakkan jika bantuan dengan forsep atau vakum gagal dilakukan. Indikasi Adapun indikasi untuk melakukan Sectio Caesarea menurut Mochtar adalah sebagai berikut : 1. Indikasi Ibu Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior) dan totalis. Panggul sempit. Disproporsi sefalo-pelvik: yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan panggul. Partus lama (prolonged labor). Ruptur uteri mengancam. Partus tak maju (obstructed labor). Distosia serviks. Pre-eklampsia dan hipertensi. Disfungsi uterus. Distosia jaringan lunak. 2. Indikasi janin dengan sectio caesarea: Letak lintang. Letak bokong. Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara lain tidak berhasil. Gemelli menurut Eastman, sectio caesarea di anjurkan: 1. Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder presentation). 2. Bila terjadi interlok (locking of the twins). 3. Distosia oleh karena tumor. 4. Gawat janin. Kelainan Uterus : 1. Uterus arkuatus. 2. Uterus septus. 3. Uterus duplekus. 4. Terdapat tumor di pelvis minor yang mengganggu masuk kepala janin ke pintu atas panggul.

DAFTAR PUSTAKA

1. Paul D, Susan M. Dystocia and augmentation of labor. In : Current clinical strategies gynaecology and obstetrics.New acog treatment guidelines. 2013; 116-7.2. Pickersgill A, Meskhi A, Paul S. Cephalopelvic disproportion. In: Key questions in obstetrics and gynaecology. Second edition. Oxford, Washington DC.Bios scientific publisher; 2010;123.3. Hamilton D,Fairley. Abnormal labour. In: Lecture notes obstetrics and gynaecolgy. Second edition. London. Blackwell publishing. 2009. 177.4. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta. Bina pustaka sarwono prawirohardjo. 2009. 188-314.5. Mochtar R. 2002. Synopsis obstetric. Jakarta. ECG. P - 1187