cover laporan

21
KAJIAN EKOSISTEM DAN JARING – JARING MAKANAN LAPORAN PRAKTIKUM Oleh : FITRI ANGGRAENI NIM 1137020021 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

Upload: akubukanupit

Post on 07-Feb-2016

228 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

laporan praktikum ekologi hewan

TRANSCRIPT

Page 1: Cover Laporan

KAJIAN EKOSISTEM DAN JARING – JARING MAKANAN

LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :

FITRI ANGGRAENI

NIM 1137020021

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2015 M /1436 H

Page 2: Cover Laporan

DAFTAR ISIDAFTAR TABEL..........................................................................................................2

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................2

A. Latar Belakang.......................................................................................................3

B. Tujuan....................................................................................................................3

C. Tinjauan Pustaka....................................................................................................4

D. Metodedologi.........................................................................................................6

E. Hasil.......................................................................................................................7

F. Pembahasan.........................................................................................................10

G. Kesimpulan..........................................................................................................13

H. Daftar Pustaka......................................................................................................14

DAFTAR TABEL

Table Keterangan Halaman

1 Alat dan Bahan 10 - 11

2 Data Hasil Pengamatan Ekosistem 11 - 12

3 Komponen Biotic Dan Peranannya 12 - 13

Pada Rantai Makanan

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Halaman

1 Jarring – Jarring Makanan 13

Page 3: Cover Laporan

A. Latar Belakang

Ekologi hewan adalah suatu cabang ilmu biologi yang secara

mendalam mempelajari hubungan timbal balik atau interaksi di antara

hewan dan juga lingkungannya mencakup biotik dan juga abiotik secara

langsung maupun tak langusng dan meliputi distribusi atau persebaran

maupun tingkatan kelimpahan hewan yang dikaji tersebut.

Salah satu yang dipelajari dalam ekologi hewan adalah ekosistem.

Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biostem yang

melibatkan interaksi timbal balik antara organism dan lingkunagn fisik

sehingga aliran energy menuju suatu struktur biotic tertentu dan terjadi dan

terjadi suatu siklus materi antara organism dan anorganisme dengan

matahari sebagai sumber dari semua energy yang ada. Dalam ekosistem

terdapat hubungan timbale balik antara makhluk hidup dengan

lingkungannya. Termasuk didalamnya adalah jarring – jarring makanan.

Jarring – jarring makanan adalah kumpulan beberapa rantai makanan yang

saling menyatu.

Kajian ekosistem dan jarring – jarring makanan merupakan salah

satu materi kuliah yang telah dipraktekkan dalam matakulah praktikum

ekologi hewan. Setelah dilakukannya praktikum, untuk mengevaluasi hasil

praktikum terhadap praktikum yang telah dilakukan, maka harus dibuat

laporan praktikum.

Karena itulah, laporan praktikum ini dibuat sebagai bahan evaluasi

terhadap praktikum yang telah dilakukan, dan sebagai syarat untuk

mengikuti praktikum selanjutnya.

B. Tujuan

1. Mahasiswa mengetahui kondisi factor lingkungan suatu ekosistem.

Page 4: Cover Laporan

2. Mahasiswa dapat mengetahui komponen penyususn suatu

ekosistem.

3. Mahasiswa dapat menggambarkan jarring – jarring makanan secara

detail.

4. Mahasiswa dapat mengetahui alasan hewan memakan makanan

tertentu.

5. Mahasiswa dapat mengetahui cara penggunaan alat – alat pengukur

factor lingkungan.

C. Tinjauan Pustaka

Ekosistem adalah keseluruhan komunitas biotic didaerah tertentu

ditambah dengan lingkungan abiotiknya (Ian, 1991). Ekosistem

merupakan penggabungan dari setiap unit biostem yang melibatkan

interaksi timbal balik antara organism dan lingkunagn fisik sehingga

aliran energy menuju suatu struktur biotic tertentu dan terjadi dan terjadi

suatu siklus materi antara organism dan anorganisme dengan matahari

sebagai sumber dari semua energy yang ada (Hutagalung, 2010).

Didalam ekosistem, organism dan komunitas berkembang

bersama – sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu system.

Organism akan berinteraksi pada lingkungan fisik dan sebaliknya

organism juga mempengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup

(Campbell, et.all., 2010).

Menurut Riberu (2002) ekosistem merupakan komponen –

komponen yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan

keteraturan ini terjadi karena adanya materi dan energy yang terkendali

oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem. Masing –

masing komponen mempunyai relung (fungsi). Selama masing – masing

komponen tetap melakukan funsinya dan bekerjasama dengan baik,

ketaraturan ekosistem akan tetap terjaga.

Page 5: Cover Laporan

Dalam ekosistem terdapat hubungan timbale balik antara

makhluk hidup dengan lingkungannya. Termasuk didalamnya adalah

jarring – jarring makanan. Jarring – jarring makanan adalah kumpulan

beberapa rantai makanan yang saling menyatu (Resosudarmo, 1987).

Menurut Budiati (2009) rantai makanan mempunyai dua tipe

dasar. Pertama rantai makanan yang berasal dari rumput – rumputan dan

yang kedua rantai makanan yang berasal dari sisa (detritus food chain)

mikroorganisme. Para ahli menggolongkan rantai makanan menjadi

beberapa golongan, yaitu :

1. Ranrai Pemangsa

Pada golongan ini, rantai makanan dimulai dari

tumbuhan yang dimakanan oleh makhluk herbivore (komsumen

satu) yang selanjutnya akan dimakan omnivore (konsumen dua).

2. Rantai Parasit

Rantai makanan ini dimulai oleh organism yang lebih

besar dimangsa oleh organism hidup sebagai parasit. Contohnya

adalah cacing, bakteri, benalu.

3. Rantai Saprofit

Skema rantai saprofit adalah organism mati dimakan

jasad penguarai.

Rantai makanan dalam sebuah ekosistem tidak berbentuk linear, akan

tetapi membentuk lingkaran jarring – jarring makanan yang saling

berhubungan. Decomposer atau pengurai dipegang oleh organism bersifat

saprofit yaitu bakteri dan jamur. Dekomposerlah yang memegang peranan

hingga rantai makanan berhubungan membentuk jarring – jarring makanan.

Decomposer menyediakan unsure hara yang dibutuhkan oleh tanaman melalui

Page 6: Cover Laporan

proses penguraian jasad hewan serta tumbuhan yang mati dan membusuk.

Proses pengraian makhluk hidup yang telah mati menjadi unsure hara

menghasilkan gas karbon dioksida yang dibutuhkan tanaman untuk proses

fotosintesis (Sulistyorini, 2009).

Organism pengurai memperoleh makanan dengan cara merombak sisa

produk organism dan organism mati dengan enzim pencernaan yang

dimilikinya. Hasil perombakan ini kemudian akan diserap sebagai makanan.

Kegiatan penguraian memungkinkan senyawa sederhana didaur ulang sehingga

dapat digunakan kembali oleh organism autotrof atau produsen (Budianti,

2009).

Ekosistem tidak akan tetap selamanya, akan tetapi selalu mengalami

perubahan. Antara factor biotic dan abiotik selalu mengadakan interaksi hal

inilah salah satu penyebab perubahan. Perubahan ekosistem dapat terjadi secara

alamiah atau dengan campur tangan manusia (Soemarwoto, 1985).

D. Metodedologi

1. Alat dan Bahan

Tabel 1 : Alat dan Bahan

No Alat Jumlah Bahan Jumlah

1.

2.

3.

4.

5.

Alat tulis

Thermometer

Hygrometer

Lux meter

Anemometer

1 Buah

1 Buah

1 Buah

1 Buah

1 Buah

Wilayah

ekosistem

Beberapa M2

Page 7: Cover Laporan

6.

7.

Soil tester

Buku pengenal

tumbhan

1 Buah

1 Buah

2. Objek

Praktikum Kajian Ekosistem dan Jaring – Jaring Makanan ini

dilakukan di Lapangan Pertamana, Jl. Ahmad Nasution Bandung pada

tanggal 12 Ferbuari 2015 jam 15.30 – 18.00 WIB.

3. Metode

Ekosistem yang akan dikaji dipilih terlebih dahulu, pada praktikum ini

ekosistem yang dipilih ialah di Lapangan Pertamina. Beberapa jenis tumbuhan

yang mendominasi kemudian dicatat. Keadaan lingkungan kemudian diukur

dengan alat – alat pengukur lingkungan, yaitu diukur suhu dan kelembapan

udara menggunakan hygrometer, kadar keasaman (Ph) tanah dengan soil tester,

kecepatan angin menggunakan anemometer dan intensitas cahaya dengan Lux

meter. Selanjutnya komponen biotic yang menyusun ekosistem dicatat dan

ditentukan masing – masing peranannya kemudian dibuat jarring – jarring

makanan pada ekosistem yang dikaji.

E. Hasil

Table 2 : Data Hasil Pengamatan Ekosistem

Pengamatan Hasil

a. Suhu 24 0C

b. pH Menit kesatu : 6,2

Page 8: Cover Laporan

Menit kedua : 6,9

Menit ketiga : 6,9

Rata – Rata : 6,66

c. Kelembapan tanah Menit kesatu : 80 %

Menit kedua : 75 %

Menit ketiga : 72 %

Rata – Rata : 75,66 %

d. Kecepatan angin Menit kesatu : 0,3 Km / Jam

Menit kedua : 2,1 Km / Jam

Menit ketiga : 0,0 Km / Jam

Rata – Rata : 0,8 Km / Jam

e. Kelembapan Udara Menit kesatu : 63

Menit kedua : 89

Menit ketiga : 92

Rata – Rata : 81,33

f. Intensitas Cahaya 82,4 Lux

g. Tumbuhan yang

mendominasi

Rumput – rumputan (Cyperus)

Pohon jambu (Psidium sp.)

Babadotan (Ageratum conyzoides)

Pohon dammar (Agathis damara)

Page 9: Cover Laporan

Table 3 : Komponen Biotic Dan Peranannya Pada Rantai Makanan

No Komponen Biotik Peranan

1. Semut hitam Omnivore dan pemakan sisa

2. Belalang Herbivore

3. Bugenvillea sp. Produsen

4. Syzygium oleana Produsen

5. Caesalpinia pulcherima Produsen

6. Euphorbia hirta Produsen

7. Artrocarpus communis Produsen

8. Jamur Decomposer

9. Kumbang Herbivore

10. Laba – laba Karnivor

11. Kupu – kupu Herbivore

12. Cacing Decomposer

13. Kangkung darat Produsen

14. Colocasia esculanta Produsen

15. Marcelia crenata Produsen

16. Bereng Hama

17. Nyamuk Karnivor

Page 10: Cover Laporan

F. Pembahasan

Pada praktikum kajian ekosistem dan jarring – jarring makanan ini,

dilakukan pengukuran terhadap kondisi lingkungan pada wilayah ekosistem

yang dikaji. Pengukuran kondisi lingkungan ini bersifat mikroklimat, yang

hanya berukuran kecil terhadap wilayah tersebut saja. Wilayah ekosistem

yang dikaji sendiri ialah dilapangan pertamina, pada lahan dengan luas

sekitar 8 m2 .

Factor – factor abiotik / kondisi lingkungan pada wilayah yang

dikaji ini adalah memiliki suhu 240c dan kelembapan udara rata – rata 81,

33% yang diukur menggunakan hygrometer putar. Hygrometer adalah alat

yang digunakan untuk mengukur tingkat kelembaban dan suhu pada suatu

tempat. Dengan cara mambasahi salah satu ujugnya dengan air dan

memutarnya selama dua menit, kita dapat melihat suhu yang dinyatakan

dalam celcius dan kelemapan dalam %. Dari suhu dan kelembapan yang

terukur, kita dapat mengetahui bahwa kondisi wilayah tersebut saat itu

adalah dingin. Kelembapan udara 81,33% menunjukkan uap air yang

diakandungnya tinggi,yaitu sebesar 81,33% (Simanullang, 2013). Hal ini

masuk akal memngingat praktikum dilakukan saat terjadi gerimis.

Penukuran kondisi lingkungan selanjutnya adalah kadar keasaman

(pH) dan kelembapan tanah yang diukur dengan soil tester. Hasil

pengukurannya ialah memiliki pH 6,66 dan kelembapan rata – rata 75,55%.

pH 6,66 menunjukkan tingkat keasaman yang agak netral (Prasetyo dan

Suriadikarta, 2006).

Kecepatan angin mencapai rata – rata 0,8 km/jam yang diukur

menggunakan anemometer dengan menekan tombol on dan membiarkan

baling- balingnaya tertiup angin. Yang terakhir adalah intensitas cayaha

Page 11: Cover Laporan

yang diukur dengan lux meter menunjukkan angka 82,4 lux. Angka ini

cukup rendah karena praktikum memang dilakukan pada kondisi mendung.

Komponen biotic yang meyusun ekosistem diwilayah yang dikaji ini

sendiri terdiri dari aneka macam tumbuhan liar seperti rumput – rumputan

(Cyperaceae), gulma seperti Ageratum conyzoides dan Euphorbia hirta

atau tanaman yang sengaja ditanam seperti Caesalpinia pulcherima,

Syzygium oleana atau Bugenvillea sp. Disana juga terdapat beberapa pohon

seperti pohon jambu (Psidium) juga pohon nangka (Artrocarpus communis)

serta pohon damar (Agathis dammara). Untuk hewannya terdapat macam –

macam haerbivor belalang, seperti yang berwarana hijau atau coklat,

kumbang – kumbangan, ada yang berwaran merah dengan bintik hitam atau

yang bewarna hitam saja juga ada kupu – kupu. Selain konsumen tingkat 1,

disana juga terdapat hewan pengurai seperti cacing juga pemakan sisa

seperti semut (walau tak hanya memakan sisa) selain hewan terdapat juga

organism pengurai lainnya, yaitu jamur yang menempel pada pohon yang

telah mati. Selain komponen diatas ada juga hama yang menempel pada

daun – daun pohon jambu, yaitu bereng.

Dari komponen – komponen biotic diatas dan yang terdapat pada

hasil pengamatan, kita dapat menggambarkan jarring – jarring makanannya,

yaitu :

Page 12: Cover Laporan

Produsen :

Bugenvillea sp., Syzygium oleana,, Caesalpinia pulcherima, Euphorbia hirta, Artrocarpus communis, Kangkung darat, Colocasia esculanta, Marcelia crenata.

Konsumen I :

Belalang , Kumbang, Kupu – kupu, Bereng

Konsumen II:

Laba – laba, Semut hitam

Dekomposer :

Cacing, jamur.

Page 13: Cover Laporan

Dari jarring – jarring makanan diatas, dapat dilihat bahwa Bugenvillea

sp., Syzygium oleana,, Caesalpinia pulcherima, Euphorbia hirta, Artrocarpus

communis, Kangkung darat, Colocasia esculanta, Marcelia crenata merupakan

produsen yang menghasilkan makanan sendiri. Tumbhan ini kemudan akan

dimakan oleh konsumen tingkat I, yaitu : Belalang , Kumbang, Kupu – kupu,

Bereng. Alasan konsumen tingkat I ini mengkonsumsi tanaman atau produsen

adalah karena mereka merupakan herbivore, yaitu hewan yang memakan

tumbuhan. Selanjutnya konsumen tingkat satu (herbivore) akan dimangsa oleh

konsumen tingkat II, yaitu : Laba – laba dan Semut hitam yang merupakan

carnivore yaitu hewan pemakan daging. Tahap terakhir ketika konsumen

tingkat dua itu mati atau tumbuhan itu mati sebelum habis dimakan konsumen

tingkat I, mereka akan diuraikan oleh decomposer yaitu cacing dan jamur

sehingga menjadi unsure hara yang berguna bagi pertumbuhan dan

perkembangan tumbuhan. Begitulah setertusnya siklus yang terjadi pada jarring

– jarring makanan.

G. Kesimpulan

Factor atau keadaan lingkungan pada lingkungan ekosistem yang

dikaji adalah memiliki suhu 240 celcius, pH 6,66 , kelembapan tanah 75,66

5%, kecepatan angin 0,8km / jam, kelembapan udara 81,33% dan intensitas

cahaya 81,33%.

Komponen penyusun suatu ekosistem terdiri dari produsen berupa

tumbuhan yang dapat megngahasilkan makanannya sendiri, konsumen

tingkat I berupa hewan herbivore , konsumen tingkat II berupa hewan

karnivora dan decomposer yang menguraikan jasad – jasad produsen dan

konsumen yang telah mati.

Jarring – jarring makanan dimulai dari prodesen yaitu tumbuhn yang

dimakan konsumen tigkat I, konsumen tigkat I kemudian dimangsa oleh

Page 14: Cover Laporan

konsumen tingkat II, konsumen dan produsen yang mati kemudian

diuraikan oleh decomposer,

Cara penggunaan alat – alat pengukur lingkungan yaitu hygrometer

untuk mengukur kelembapan udara dan suhu adalah dengan membasahi

salah satu ujungnya dengan ari kemudian memutarnya selama dua menit

dan memebaca skalanya. Soil tester untuk mengukur kadar Ph dan

kelembapan tanah adalah dengan menacapkannya kedalam tanah kemudian

membaca skalanya untuk Ph dan menekan tombol yang ada untuk membaca

kelembapan tanah. Mengukur kecepatan angin dan kelembapan udara oleh

anemometer dengan cara menekan tombol on dan membiarkan baling –

balingnya berputar oleh angin. Terakhir mengukur intensitas cahaya dengan

lux meter dengan menekan tombol on dan mengarahkan sensor cahaya

dengan tangan kemudian membacca hasilnya pada layar,

H. Daftar Pustaka

Budiati, Herni, 2009. Biologi SMA. Gema Ilmu. Bandung

Campbell,N., Janee B.R., Lisa A.U .,Michael,L.C., Steven,A.W., Peter,V.M.,

Robert,B.J. 2008. Biologi Edisi Delapan Jilid. Jakarta : Erlangga.

Desmukh, Ian, 1991. Ekologi dan Biologi Tropi. Yayasan Obor

Indonesia.Jakarta.

Hutagalung RA. 2010. Ekologi Dasar. Jakarta : Erlangga.

Page 15: Cover Laporan

Prasetyo, B.H., D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, Potensi, Dan Teknologi

Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan

Kering Di Indonesia. 25 (2) : 39 –47.

Resosudarmo , Sudjiran, Kartawinata, Kuswata, Soegiarto & Apriliani. 1987.

Pengantar Ekologi. Jakarta: Remaja Karya.

Riberu , Paskalis. 2002. Pembelajaran Ekologi. Jurnal Pendidikan Penabur . 1

(1) : 125 – 132.

Simanullang, Leonardo. 2013. Penentuan Kondisi Udara (Lingkungan)

Menggunakan Citra Inframerah. Skripsi. Jurusan Teknik Elektro

Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Soemarwoto, Otto. 1985. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan.

Jakarta: Djambatan

Sulistyorini, Ari, 2009. Biologi 1. Balai Pustaka. Jakarta.