cover emergency (2).doc

Upload: daniaputri

Post on 09-Oct-2015

38 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BLOK KEGAWATDARURATANWRAP UP SKENARIO 3REAKSI OBAT

KELOMPOK A-15 Ketua :Dania Ahdariyah Putri (1102011069) Sekretaris :Annisa Eka Nova W

(1102011032)

Anggota :Airiza Aszelea Athira

(1102010011)

Anugrah Nurul Fitri

(1102010031)

Anissa Nadya Karmelita (1102011030)

Annisa Fadhilah

(1102011033)

Cindikia Ayu S.

(1102011065)Cindy Aulia Maessy

(1102011066)

Danita Dwi Maryana

(1102011070)

Indah Nur Permata (1102011125)UNIVERSITAS YARSI

FAKULTAS KEDOKTERAN

TAHUN AJARAN 2013-2014REAKSI OBATSeorang perempuan berusia 25 tahun, dirujuk ke UGD RS dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari yang lalu. Keluhan ini disertai gatal-gatal, kulit merah dan melepug di tubuhnya setelah minum obat dari puskesmas. Pemeriksaan fisik di dapatkan : keadaan umum ; tampak sakit sedang, kesadaran ; komposmentis. Pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital : tekanan darah 100/70 mmHg, denyut nadi : 100x/mnt, frekuensi napas : 30x/mnt, suhu : 36,5 CRegio thorax

Inspeksi: simetris tampak cekung supra sternal dan sedikit intecostal

Palpasi : SF kanan=kiri

Perkusi : Sonor

Auskultasi: vesikuler kanan-kiri sama

Status Dermatologis

Lokasi I : mata

Ujud kelainan : mata merah, secret (+)

Lokasi II : kulit wajah, badan, dan ekstremitas atas dan bawah

Ujud kelainan : vesikel, bula berbagai ukursn, lesi target (+), erosi

Lokasi III : bibir

Ujud kelainan kulit : krusta hemoragi

Kulit tubuh hiperemis (+), Bullae (+)

KATA SULIT

1. Sesak napas jackson: derajat sesak napas sesuai dengan klasifikasi jackson

2. Stem Fremitus : getaran yang teraba saat palpasi dada sambil ngomong 77

3. Vesikel

: penonjolan kulit batas tegas d < 1cm berisi cairan

4. Bullae

: penonjolan kulit berbatas tegas d > 1cm berisi cairan

5. Lesi target

: bagian tengah gelap (vesikel/bullae) tapi pinggiran nya eritem

6. Erosi

: Defek seluruh/sebagian epidermis tapi tidak sampai m. basalis

7. Krusta hemoragi: darah atau bahan cair eksudat lain yang mongeringPERTANYAAN

1. Kenapa timbul gatal, kulit merah, dan melepuh setelah minum obat?

Karena merupakan reaksi hipersensitivitas III dan IV

2. Kenapa Frekuensi napas meninggi ?

Karena merupakan konpensasi dari sesak napas yang dialami

3. Kenapa bisa terjadi sesak napas pada pasien ?

Karena terjadi reaksi hipersensitivitas ( histamine ( bronkokonstriksi paru ( sesak

4. Apakah kriteria Jackson II dan III ?

II ( sesak napas, stridor inspirasi, retraksi supra dan infra clavicula & sianosis ringan

III ( gejala Jackson II di sertai retraksi epigastrium dan intercostal saat inspirasi dan sianosis

5. Obat apa yang bisa menyebabkan pasien mengalami keluhan di scenario?

Tetrasiklin, paracetamol, Carbamazepin, dan antibiotic golongan penicillin

6. Kenapa bisa ada cekungan supra sternal dan intercostal ?Karena sesak napas sehingga membutuhkan otot suprasternal dan intercoastal berkontraksi lebih kuat sebagai konspensasinya7. Kenapa bisa terjadi krusta hemoragi?

Karena bulla yang bersifat superfisial sehingga mudah pecah ( erosi ( eksoriasi ( perdarahan ( mongering ( krusta hemoragi

8. Mengapa mata mengeluarkan secret b?

Karena histamine memicu pengeluaran secret di mata

9. Bagaimana melakukan diagnosis pada pasien di scenario?

Dilihat dari pemeriksaan fisik, pada laboratorium tidak banyak membantu

HIPOTESISObat-obatan seperti tetrasiklin, paracetamol, golongan penicillin dan carbamazepine bisa menyebabkan reaksi hipersensitivirtas khususnya tipe III yaitu kompleks imun antigen antibody ataupun tipe IV yaitu aktivasi sel T limfokin.

Dari rekasi hipersensitivitas diatas sehingga menyebabkan gejala klinis di kulit : vesikel, bulla, erosi dan lesi target, mata : mata merah dan mengeluarkan secret, pada mukosa orifisium : terdapat krusta hemoragi yang di karenakan pecahkan bulla dan vesikel yang bersifat superfisial.Dan pada pernapasan bisa terjadi gejala sesak napas drajat yang terjadi tergantung seberapa parah sesak napas dan gejela yang terjadi, penegakan derajat di lakukan dengan derajat Jackson.

Pada kasus Sindrim Steven Johnson kita dapat melakukan penegakan diagnosis di lihat dari gejala fisik dan klinis, pada pemeriksaan laboratorium tidak banyak membantuSASARAN BELAJARI. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN LARINGITIS AKUT

I.1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEFINISI LARINGITIS AKUT

I.2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ETIOLOGI LARINGITIS AKUT

I.3 MEMAHAMI DAN MENJELASKN PATOFISIOLOGI LARINGITIS AKUT

I.4 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MANIFESTASI LARINGITIS AKUT

I.5 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DIAGNOSIS LARINGITIS AKUT

I.6 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENATALAKSANAAN LARINGITIS AKUT

I.7 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PROGNOSIS LARINGITIS AKUT

I.8 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENCEGANA LARINGITIS AKUT

II. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ASMA BRONKIAL

II.1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEFINISI ASMA

II.2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ETIOLOGI ASMA

II.3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PATOFISIOLOGI ASMA

II.4 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MANIFESTASI ASMA

II.5 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KLASIFIKASI ASMA

II.6 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DIAGNOSIS ASMA

II.7 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENATALAKSAAN ASMA

II.8 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PROGNOSIS ASMA

II.9 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENCEGAHAN ASMA

III. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SINDROM STEVEN JOHNNSON

III.1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEFINISI SSJ

III.2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ETIOLOGI SSJ

III.3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PATOFISIOLOGI SSJ

III.4 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MANIFESTASI SSJ

III.5 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DIAGNOSIS SSJIII.6 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DIAGNOSIS BANDING SSJ

III.7 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENATALAKSANAAN SSJ

III.8 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PROGNOSIS SSJ

III.9 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENCEGAHAN SSJLO I. Memahami dan menjelaskan laryngitis akutI.1Definisi Laryngitis Akut

Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus danbakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkanoleh infeksi virus influenza

(tipe A dan B),parainfluenza (tipe 1,2,3),rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalahHaemofilus influenzae, Branhamellacatarrhalis, Streptococcus pyogenes, 3.2

I.2Etiologi Laryngitis Akut

ETIOLOGI LARINGITIS AKUT

VIRUSBAKTERIJAMURRhinovirusHaemophilus influenzae type BBlastomycesvirus influenzaStaphylococcus aureusCandida albicansvirus parainfluenzaCorynebacterium diphtheriaeHistoplasmosisadenovirusStreptococcus group ACoccidioidescoxsackievirusMoraxella chatarralisCandidacoronavirusEscherichia coliAspergilus sprespiratory synsitial virus (RSV)Klebsiella spCryptococcusvirus morbiliPseudomonas spVarisella zooster virusChlamydia trachomatisherpes simplexMycoplasma pneumoniaevirus mumpsBordatella pertussisenterovirus,

virus, reovirus, (measles)Coccidioides Cryptococcus dan C. diphtheriae

Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca

Pemakaian suara yang berlebihan

Trauma

Bahan kimia

Merokok dan minum-minum alcohol Alergiseringkali juga melibatkan seluruh saluran nafas baik hidung, sinus, faring,trakea dan bronkus.I.3Patofisiologi Laryngitis Akut

SHAPE \* MERGEFORMAT

SHAPE \* MERGEFORMAT

Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Parainfluenza virus, yang merupakan penyebab terbanyak dari laringitis, masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium saluran nafas lokal yang bersilia, ditandai dengan edema darilamina propria,submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infitrasi selular dengan histosit, limfosit, sel plasma danlekosit polimorfonuklear(PMN). Terjadi pembengkakan dan kemerahan dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding lateral dari trakea dibawah pita suara. Karena trakea subglotis dikelilingi oleh kartilago krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen saluran nafas dalam, menjadikannya sempit, bahkan sampai hanya sebuah celah.Membran pelindung plika vokalis biasanya merah dan membengkak.Puncak terendah pada pasien dengan laringitis berasal dari penebalan yang tidak beraturan sepanjang seluruh plika vokalis.Beberapa penulis percaya bahwa plika vokalis mengeras daripada menebal. Pengobatan konservatif seperti yang disebutkan sebelumnya biasanya cukup mengatasi inflamsi laring dan mengembalikan aktivitas vibrasi plika vokalis.1

Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus.Invasi bakteri mungkin sekunder.Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis.Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas.Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsangpeningkatan suhu tubuh.

I.4Manifestasi Klinis Laryngitis Akut

Pada laringitis akut ini terdapat gejala radang umum, seperti demam, malaise, gejala rinofaringitis. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).

1. Sesak nafas dan stridor

2. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menelan atau berbicara.

3. Gejala radang umum seperti demam, malaise

4. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental

5. Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.

6. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh.

Klasifikasi sesak nafas Jackson

Sumbatan saluran napas atas dapat dibagi menjadi 4derajat berdasarkan kriteria Jackson :derajat berdasarkan kriteria Jackson :

1. Jackson I ditandai dengan sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi suprasternal tanpa sianosis ringan

2. Jackson II adalah gejala sesuai Jackson I dan lebih berat yaitu disertai retraksi supra dan infraklavikula, sianosis ringan, dan pasien tampak mulai gelisah.

3. Jackson III adalah Jackson II dan berat disertai retraksi interkostal, epigastrium, dan sianosis lebih jelas.

4. Jackson IV ditandai dengan gejala Jackson IIIdisertai wajah yang tampak tegang, dan terkadang gagal napas.

I.5Diagnosis Laryngitis Akut

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan suara yang serak, coryza, faring yang meradang dan frekuensi pernafasan dan denyut jantung yang meningkat, disertai pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal, infrasternal dan intercostal serta stridor yang terus menerus, dan anak bisa sampai megap-megap (air hunger). Bila terjadi sumbatan total jalan nafas maka akan didapatkan hipoksia dan saturasi oksigen yang rendah. Bila hipoksia terjadi, anak akan menjadi gelisah dan tidak dapat beristirahat, atau dapat menjadi penurunan kesadaran atau sianosis. Dan kegelisahan dan tangisan dari anak dapat memperburuk stridor akibat dari penekanan dinamik dari saluran nafas yang tersumbat.Dari penelitian didapatkan bahwa frekuensi pernafasan merupakan petunjuk yang paling baik untuk keadaan hipoksemia.Pada auskultasi suara pernafasan dapat normal tanpa suara tambahan kecuali perambatan dari stridor.Kadang-kadang dapat ditemukan mengi yang menandakan penyempitan yang parah, bronkitis, atau kemungkinan asma yang sudah ada sebelumnya.

Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis

Gambar 2.3.Laringitis akut, gambaran ini mengambarkan laring wanita 53 tahun, dengan gejala utama serak dan suara terengah-engah.Catatan daerah-daerah eritem dan mukosa normal yang bergantian pada plika vokalis. Juga ditandai irregularitas pada kontur lipatam-lipatan vocal (dikutip dari kepustakaan 1)

Sebetulnya pemeriksaan rontagen leher tidak berperan dalam penentuan diagnosis, tetapi dapat ditemukan gambaran staplle sign (penyempitan dari supraglotis) Foto rontgen leher AP bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus pada foto AP dan penyempitan subglotis pada foto lateral, walaupun kadang gambaran tersebut tidak didapatkan. Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan, kecuali didapatkan eksudat di orofaring atau plika suara, pemeriksaan kultur dapat dilakukan.Dari darah didapatkan lekositosis ringan dan limfositosis.

Gambar 2.4. Gambaran rontagen laringitis akut, gambaran steeple sign(panah)

I.6Penatalaksanaan Laryngitis Akut

Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun ada indikasi masuk rumah sakit apabila :

Usia penderita dibawah 3 tahun

Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted

Diagnosis penderita masih belum jelas

Perawatan dirumah kurang memadai

Terapi :

Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari

Jika pasien sesak dapat diberikan O2.

Istirahat

Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila ada muncul sumbatan dihidung atau penggunaan larutan garam fisiologis (saline 0,9 %) yang dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasalspray Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien ada demam, bila ada gejala pain killer dapat diberikan obat anti nyeri / analgetik, hidung tersumbat dapat diberikan dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan dalam bentuk oral ataupun spray.Pemberian antibiotika yang adekuat yakni : ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis atau kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis atau sefalosporin generasi 3 (cefotaksim atau ceftriakson) lalu dapat diberikan kortikosteroid intravena berupa deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari.

Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila penatalaksanaan ini tidak berhasil maka dapat dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila sudah terjadi obstruksi jalan nafas.

Pencegahan : Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara, minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan, batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering. jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara, meningkatkan pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir

Perawatan khusus, yaitu:

- Terapi merikamentosa

Antibiotika golongan penisilin Anak 50 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis. Dewasa 3x500 mg/hari Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin atau bactrim

Kortikosteroid dapat diberikan untuk mengatasi edem laring

- Terapi bedah

Tergantung pada stadium sumbatan laring. Pada anak bila terjadi gejala sumbatan jalan nafas menurut klasifikasi Jackson, dilakukan terapi sebagai berikut:

Stadium I

: Rawat, observasi, pemberian oksigen dan terapi adekuat

Stadium II-III

: Trakheostomi

Stadium IV

:Intubasi dan oksigenasi, kemudian dilanjutkan dengan trakeostomi

Pada laringitis kronis penatalaksanaan yaitu menghindari dan mengobati faktor-faktor

penyebab dengan:

Istirahat bersuara (vocal rest), tidak banyak bicara atau bersuara keras

Antibiotika, bila terdapat tanda infeksi

Ekspektoran

Dapat pula dilakukan pengangkatan jaringan yang menebal dan polipoid serta pemeriksaan patologi anatomik untuk menyingkirkan kemungkinan proses spesifik dan keganasan.

I.7Prognosis Laryngitis Akut

Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan udem laring dan udem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomik.

I.8Pencegahan Laryngitis Akut

Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara,

Minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan

Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering.

Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara, meningkatkan pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lender.

Untuk mencegah kekeringan atau iritasi pada pita suara anda:

1. Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok tidak langsung. Rokok akan membuat tenggorokan anda kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara anda.

2. Minum banyak air. Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.

3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering. Bila anda mengalami laringitis, hindari kedua zat tersebut diatas.

4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan anda. Berdehem tidak akan berakibat baik bagi anda, karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara anda dan meningkatkan pembengkakan. Berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan anda memproduksi lebih banyak lendir dan merasa lebih iritasi, membuat anda ingin berdehem lagi.

Perawatan sendiri

1. Lembabkan tenggorokan anda. Cobalah untuk mengisap pelega tenggorokan, berkumur dengan air garam atau mengunyah permen karet.2. Gunakan alat pelembab ruangan. Jaga agar udara di sekitar rumah anda tetap lembab.3. Hindari berbicara atau menyanyi terlalu keras atau terlalu lama.Bila anda perlu berbicara dihadapan banyak orang, coba untuk menggunakan mikrophone atau megafon.4. Beri jeda pada suara anda.Istirahatkan suara anda bilamana mungkin.5. Cari pelatih suara.Pertimbangkan pilihan ini bila anda seorang penyanyi atau bila kualitas suara sangat penting bagi anda.6. Jangan berbisik-bisik. Berbisik akan menyebabkan lebih banyak tekanan pada pita surara anda daripada bila anda berbicara dengan suara normal.5. Pencegahan reaksi alergi

Gejala Alergi Obat

Setiap orang mengalami reaksi yang berbeda saat Alergi Obat, namun gejala umum yang terjadi biasanya seperti berikut ini.1. Mengalami gangguan pada kulit, misalnya gatal-gatal, biduran, eksim, atau bercak-bercak kemerahan pada kulit.2. Diare.3. Mengalami gangguan pernapasan, misalnya bersin, pilek, hidung tersumbat, atau sesak napas.4. Mengalami gangguan jantung hingga syok atau hipotensi (tekanan darah rendah).5. Jika sudah parah, bisa menimbulkan kematian.Jika gejala-gejala Alergi Obat mulai anda rasakan setelah meminum jenis obat tertentu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan, yaitu :- segera hentikan pemakaian obat tersebut. - Jika alergi masih terasa, segera hubungi dokter untuk mengkonsultasikan kemungkinan alergi yang anda rasakan.Jika ternyata itu memang Alergi Obat, biasanya, dokter akan memberikan obat AntiAlergi. Misalnya, antihistamin atau kortikosteroid.Salah satu cara aman yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya alergi adalah dengan menemukan penyebab atau pemicu alergi. Penyebab atau pemicu alergi ini tergantung dari individu masing-masing.

Menemukan Penyebab AlergiBagaimana orang mengetahui penyebab alergi mereka?Sebagian besar dari penderita alergi belajar mengenali memicu alergi dan juga belajar untuk menghindari pemicu tersebut untuk mencegah terjadinya alergi.

Dokter spesialis alergi mungkin dapat membantu Anda mengidentifikasi pemicu alergi Anda.Beberapa jenis tes alergi yang digunakan untuk mengidentifikasi pemicu alergi tersebut yaitu.

Uji kulit. Uji kulit ini adalah yang paling banyak digunakan dan paling membantu dalam mencari penyebab alergi. Terdapat beberapa metode yang berbeda, tetapi semuanya melibatkan kontak kulit dengan zat pemicu alergi dan mengamati reaksi yang terjadi dari waktu ke waktu.

Tes darah (RAST). Tes ini umumnya mengidentifikasi antibodi IgE terhadap antigen atau pemicu alergi tertentu.

Tes lainnya dilakukan dengan menghilangkan alergen tertentu dari lingkungan Anda dan kemudian kembali dimasukkan ke dalam lingkungan Anda untuk melihat reaksi yang terjadi.

Orang dengan riwayat reaksi alergi yang serius atau reaksi anafilaksis, dapat diresepkan auto-injektor atau EpiPen.EpiPen Ini berisi dosis epinefrin yang sudah ditentukan.Anda bisa selalu membawa EpiPen dan segera menyuntikkan EpiPen jika terkena suatu zat yang menyebabkan reaksi alergi yang parah.

Ada beberapa bukti bahwa bayi yang diberi ASI memiliki kecenderungan alergi lebih kecil daripada bayi yang diberikan susu formula.LO II. Memahami dan menjelaskan Asma

II.1. Definisi

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secaa hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Smeltzer C . Suzanne, 2002, hal 611)

Asma merupakan penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam-macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan sementara bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih-lebihan dari kelenjar-kelenjar di mukosa bronchus (hiperaktivitas terhadap rangsangan).

II.2. Etiologi

Faktor EkstrinsikAsma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara (antigen -inhalasi), seperti debu rumah, serbuk-serbuk dan bulu binatang.

Faktor Intrinsik1. Alergen : makanan, debu rumah, bulu binatang.

2. Infeksi : virus yang menyebabkan ialah para influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV), bakteri misalnya pertusis dan streptokokkus, jamur misalnya aspergillus, parasit.

3. Iritan : minyak wangi, asap rokok, polutan udara, bau tajam.

4. Cuaca : perubahan tekanan udara, suhu, amgin, dan kelembaban udara.

5. Emosional : takut, cemas dan tegang.

6. Aktivitas yang berlebihan, misalnya berlari.

Faktor Pencetus1. Kegiatan jasmani : kegiatan jasmani yang berat seperti: berlari, naik sepeda.

2. Psikologis seperti stress.

II.3. Klasifikasi

Asma alergikAsma alergik disebabkan oleh allergen atau laergen-alergen yang dikenal (misalanya serbuk sari, binatang, amarah, makanan, dan jamur).Kebanyakan allergen terdapat di udara dan musiman.Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat medis masa lalu eczema atau rhinitis alergik.Pemajanan terhadap allergen mencetuskan serangan asma.Anak-anak dengan asma alergik sering dapat mengatasi kondisi sampai remaja.Asma idiopatik atau non-alergikAsma idiopatik atau non-alergik tidak berhubungan dengan allergen spesifik.Factor-faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agens farmakologi, seperti aspirin dan agens anti-inflamasi nonsteroid lain, pewarna rambut, antagonis beta-adrenergik, dan agens sulfit (pengawet makanan) juga mungkin menjadi factor. Serangan asma idiopatik atau non-alergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

Asma gabunganAsma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum.Asma ini mempunyai karateristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non-alergik.

II.4. PatofisiologiPatofisiologi asma diawali dengan reaksi inflamasi pada saluran pernapasan yang memicu terjadinya perubahan patologi yang berupa bronki menjadi hiperresponsif dan terjadi bronkospasme. Sehingga menganggu proses pertukaran udara dan ventilasi. Kebanyakan pasien berupaya mengatasi penyakit asmanya dengan baik, namun, pasien yang mengidap penyakit asma perlu ditangani secara serius karena reaksi asma bias mengarah pada gagal nafas dan akhirnya menyebabkan kematian (Charlene et al, 2001).

Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversible. Obstruksi dapat disebabkan oleh:

1. Kontraksi otot-otot yamg mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan napas

2. Pembengkakan membrane yang melapisi bronki

3. Pengisian bronki dengan mucus yang kental

Dari sebab-sebab di atas, asma dapat disebabkan oleh salah satunya atau lebih. Selain itu disebabkan juga karena otot-otot bronchial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi, dengan udara terperangkap di jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini, tetapi yang paling diketahui adalah keterlibatan system imunologis dan system saraf otonom.

Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang tehadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari subatansi yang bereaksi lambat (SRS-A).pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membrane mukosa, dan pembentukan mucus sangat banyak.

Sistem saraf otonom mempersarafi paru.Tonus otot bronchial diatur oleh impuls saraf vagal melalui system parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh factor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetrilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolon ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas.Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respons parasimpatis.

Selain itu, reseptor dan -adrenergik dari system parasimpatis terletak dalam bronki.Ketika reseptor -adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, dan jika -adrenergik dirangsang maka terjadi bronkodilatasi.Keseimbangan antara reseptor dan -adrenergik terutama dikendalikan oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor mengakibatkan penurunan cAMP, yamg mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat peningkatan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan -adrenergik terjadi pada individu dengan asma.Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.

individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat.Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.Sistem saraf otonom mempersarafi paru.Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vegal melalui sistem parasimpatis.Pada asma idiopatik atau non alargi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.

Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas.Kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada saat ekspirasi.

Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru.Akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar.Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan.

II.5. Manifestasi Klinis

Tiga gejala umum adalah batuk, dipsnea, dan mengi.Pada beberapa keadaan, batuk merupakan satu-satunya gejala.Serangan asma sering terjadi malam hari.Penyebab tidak dimengerti dengan jelas, tetapi mungkin berhubngan dengan variasi sirkadian yang mempengaruhi ambang reseptor jalan napas.

Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi, laborious. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding dengan inspirasi, yang mendorong pasienuntuk duduk tegak dan menggunkan setiap otot-otot aksesoris pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyababkan dipsnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputum, yang terdiri atas sedikit mucus mengandung masa gelatinosa bulat, kecil yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi karbon dioksida, termasuk berkeringat, takikardi, dan pelebaran tekanan nadi.

Serangan asma dapat berlangsung 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meski serangan asma jarang yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut Status Asmatikus.Kondisi ini merupakan keadaan yang mengancam hidup.

Reaksi yang berhubungan.Kemungkinan reaksi alergik lainnya yang dapat menyertai asma termasuk akzema, ruam, dan edema temporer.Serangan asmatik dapat etrjado secara periodic setelah pemajanan terhadap allergen spesifik, obat-obat tertentu, latihan fisik, dan kegairahan emosional.

Stadium diniFaktor hipersekresi yang lebih menonjol

1. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek

2. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul

3. Whezing belum ada

4. Belum ada kelainan bentuk thorak

5. Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE

6. BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:

1. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum2. Whezing3. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi4. Penurunan tekanan parsial O2Stadium lanjut/kronik1. Batuk, ronchi

2. Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan

3. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan

4. Suara nafas melemah bahkan tak terdengan (silent Chest)

5. Thorak seperti barel chest

6. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus

7. Sianosis

8. BGA PaO2 kurang dari 80%

9. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri

10. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

II.6. Diagnosis

SpirometerAlat pengukur paru, selain penting untuk penegakan diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.

Peak Flow Meter/PFMPeak Flow Meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru.Pleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnostik asma dilakukan pemeriksaan objektif (spirometer/FEVI atau PFM).Spirometer lebih diutamakan daripada PFM, oleh karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV.Untuk diagnosis obstruksi saluran nafas, PFM mengukur terutama saluran nafas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan PEVI.

X-Ray dada/thoraxDilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.

Pemeriksaan IgEUji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit.Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus.Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara radioallegosorbent test (RAST) bila uji tusuk kulit tidak bisa dilakukan (pada dermographism).

Petanda InflamasiDerajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas penilaian objektif inflamasi saluran nafas.Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran nafas dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan nafas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma.Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.

Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRBPada penderita yang menunjukkan PEVI >90%, HRB dapat dibuktikan dengan berbagai tes provokasi.Provokasi bronkial dengan menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi saluran nafas pada penderita yang sensitif.Respon yang sejenis dengan dosis yang lebih besar, terjadi pada subjek alergi tanpa asma.Di samping itu, ukuran alergen dalam alam yang terpajan dalam subyek alergi biasanya berupa partikel dengan berbagai ukuran dari 2m sampai 20 m, tidak dalam bentuk nebulasi.Tes provokasi sebenarnya kurang memberikan informasi klinis dibanding dengan tes kulit.Tes provokasi nonspesifik untuk mengetahui HRB dapat dilakukan dengan latihan jasmani, inhalasi udara dingin atau kering, histamin, dan metakolin.

II.7. Diagnosis banding1. Bronkitis kronis

Ditandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling sedikti terjadi dua tahun.Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat.Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.

2. Emfisema paru

Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya.Penderita biasanya kurus.Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi.

3. Gagal jantung kiri

Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu.Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk.Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.

4. Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang.Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.

II.8. Penatalaksanaan

Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (asma terkontrol).

Tujuan penatalaksaan penyakit asma antara lain:

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma.

2. Mencegah eksaserbasi akut.

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin.

4. Mengupayakan aktifitas normal termasuk exercise.

5. Menghindari efek samping obat.

6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) irreversibel.

7. Mencegah kematian karena asma.

1. Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi genetiknya.

Penatalaksanaan asma akut/saat seranganSerangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh pasien.Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien dirumah, dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan.Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan.Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.

Pada serangan asma obat-obatan yang digunakan adalah :

1) Bronkodilator (2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida)

2) Kortikosteroid sistemik

Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya 2 agonis kerja cepat yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi.Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik.Pada dewasa dapat diberikan dengan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral.

Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3-5 hari.Pada serangan sedang diberikan 2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral.Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bollus atau drip).Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV.Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV.

Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, 2 agonis kerja cepat, ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip).Apabila 2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan.

Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU.Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat meggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu spacer.

Penatalaksanaan asma jangka panjangPenatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah serangan.Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.

Prinsip pengobatan jangka panjang :

1. Edukasi2. Obat asma (pengontrol dan pelega)3. Menjaga kebugaranEdukasi yang diberikan mencangkup :

1. Kapan pasien berobat/mencari pertolongan

2. Mengenali gejala serangan asma secara dini

3. Mengetahui obt-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya

4. Mengenali dan menghindari faktor pencetus

5. Kontrol teratur

Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol.Obat pelega diberikan pada saat seangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan untuk jangka panjang dan terus menerus.Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid inhalasi).Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontol.

Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :

1. Inhalasi kortikosteroid

2. 2 agonis kerja panjang

3. Antileukotrien

4. Teofilin lepas lambat

Pemberian obat asma berdasarkan tingkat keparahan :

1) Tahap 1 : Intermiten

Controller : tidak diperlukan

Reliever : SABA : agonis 2 inhalasi bila perlu tapi kurang dari sekali seminggu. Intensitas pengobatan tergantung pada berat-ringannya serangan. Inhalasi agonis 2 ataukromolin atau nedokromil sebelum exercise atau paparan terhadap alegen.

2) Tahap 2 : persisten ringan

Controller : obat harian : 200-500 mcg, atau kromolin, atau nedokromil, atau tefilin lepas lambat. Kortikosteroid inhalasi kalau perlu, tingkatkan dosis kortikosteroid inhalasi. Kalau dosis yang sedang dipakai 500 mcg tingkatkan sampai 800 mcg, atau tambahkan bronkodilator aksi lama (terutama untuk serangan asma malam) : agonis 2 inhalasi aksi lama atau teofilin lepas lambat, atau agonis 2 oral.

Reliever : SABA : agonis 2 inhalasi jika perlu, tidak lebih dari 3-4 kali sehari.

3) Tahap 3 : persisten sedang

Controller : obat harian : kortikosteroid inhalasi, 800-2000 mcg dan LABA, terutama untuk asma malam : agonis 2 inhalasi aksi lama atau teofilin lepas lambat atau agonis 2 aksi lama oral.

Reliever : SABA : agonis 2 inhalasi jika perlu, tidak lebih dari 3-4 kali sehari.

4) Tahap 4 : persisten berat

Controller : kortikosteroid inhalasi, 800-2000 mcg atau lebih dan LABA, agonis 2 aksi lama atau teofilin lepas lambat, dan/atau agonis 2 aksi lama oral dan korikosteroid oral jangka panjang.

Reliever : SABA : agonis 2 inhalasi bila perlu.

II.9. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi akibat penyakit asma, antara lain sebagai berikut :

1. Pneumothorax

2. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis

3. Atelektasis

4. Gagal nafas

5. Bronkhitis

6. Fraktur iga

II.10. PrognosisMortalitas akibat asma sedikit nilainya.Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun, angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.

Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26 sampai 78 persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan tetapi persentase anak yang menderita penyakit yang berat relative rendah (6 sampai 19 persen).Tidak seperti penyakit saluran napas yang lain seperti bronchitis kronik, asma tidak progresif. Walaupun ada laporan pasien asma yang mengalami perubahan fungsi paru yang irreversible, pasien ini seringkali memiliki tangsangan komorbid seperti perokok sigaret yang tidak dapat dimasukkan salam penemuan ini. Bahkan bila tidak diobati, pasien asma tidak terus menerus berubah dari penyakit yang ringan menjadi penyakit yang berat seiring berjalannya waktu. Beberapa penelitian mengatakan bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 persen pasien yang menderita penyakit ini di usia dewasa dan 40 persen atau lebih diharapkan membaik dengan jumlah dan beratnya serangan yang jauh berkurang sewaktu pasien menjadi tua.

LO III. Memahami dan menjelaskan Syndrome Steven Johnson

III.1Definisi Syndrome Steven Johnson

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll.

III.2 Etiologi Syndrome Steven Johnson

III.3Patofisiologi Syndrome Steven Johnson

Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.

Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibody yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen.

Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan leozim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ sasaran ( target- organ ). Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang.

Reaksi hipersensitif tipe III

Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibody yang bersikulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah bitir. Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut. Reaksi hipersensitif tipe IV

Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat ( delayed ) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.

III.4Manifestasi klinis Syndrome Steven Johnson

Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.

Setelah itu akan timbul lesi di :

Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh tubuh.

Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan krusta berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama. Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.

III.5Diagnosis dan Diagnosis Banding Syndrome Steven Johnson

Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.

Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil.Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar.

Biopsi kulit direncanakan bila lesi klasik tak ada.Imunoflurosesensi direk bisa membantu diagnosa kasus-kasus atipik.

Diagnosis Banding SJS

Ada 2 penyakit yang sangat mirip dengan sindroma Steven Johnson :

Toxic Epidermolysis Necroticans.Sindroma steven johnson sangat dekat denganTEN. SJS dengan bula lebih dari 30% disebut TEN.

Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (Ritter disease).Pada penyakit ini lesi kulitditandai dengan krusta yang mengelupas pada kulit. Biasanya mukosa terkena

(Siregar, R.S. Sindrom Stevens Johnson. In : Saripati Penyakit Kulit. 2nd edition.EGC.Jakarta. 2004.hal 141-142).

Pemeriksaan penunjang SJS

1.Pemeriksaan laboratorium :

a) Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dokter dalamdiagnose selain pemeriksaan biopsy.

b) Pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan kadar sel darah putih yangnormal atau leukositosis non spesifik, penurunan tajam kadar sel darah putihdapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bacterial berat.

c) Imunofluoresensi banyak membantu membedakan sindrom Steven Johnsondengan panyakit kulit dengan lepuh subepidermal lainnya.

d) Menentukan fungsi ginjal dan mengevaluasi adanya darah dalam urin.

e) Pemeriksaan elektrolit.

f) Kultur darah, urine, dan luka, diindikasikan ketika dicurigai terjadi infeksi.g) Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan kolonoskopi dapat dilakukan. (Adithan, 2006).2.Imaging studies :

Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis.

3.Pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia dapat mendukung ditegakkannya diagnose

III.6Penatalaksanaan Syndrome Steven Johnson

Pertama, dan paling penting, kita harus segera berhenti memakai obat yangdicurigai penyebab reaksi.Dengan tindakan ini, kita dapat mencegah keburukan.Orangdengan SJS/TEN biasanya dirawat inap.Bila mungkin, pasien TEN dirawat dalam unit rawatluka bakar, dan kewaspadaan dilakukan secara ketat untuk menghindari infeksi.Pasien SJS biasanya dirawat di ICU. Perawatan membutuhkan pendekatan tim, yang melibatkanspesialis luka bakar, penyakit dalam, mata, dan kulit. Cairan elektrolit dan makanan cairandengan kalori tinggi harus diberi melalui infus untuk mendorong kepulihan.Antibiotik diberikan bila dibutuhkan untuk mencegah infeksi sekunder seperti sepsis. Obat nyeri,misalnya morfin, juga diberikan agar pasien merasa lebih nyaman (Adithan, 2006; Siregar,2004)

Ada keraguan mengenai penggunaan kortikosteroid untuk mengobati SJS/TEN.Beberapa dokter berpendapat bahwa kortikosteroid dosis tinggi dalam beberapa hari pertamamemberi manfaat; yang lain beranggap bahwa obat ini sebaiknya tidak dipakai. Obat inimenekankan sistem kekebalan tubuh, yang meningkatkan risiko infeksi gawat, apa lagi padaOdha dengan sistem kekebalan yang sudah lemah.

Pada umumnya penderita SJS datang dengan keadaan umum berat sehingga terapiyang diberik an biasanya adalah : Terapi cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.

Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensikuman dari sediaan lesi kulit dan darah.

Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudianselama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masihkontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anakbisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan,namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.

Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal.Feniramin hidrogen maleat(Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untukSetirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5 10mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.

Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.

Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.

Lesi mulut diberi kenalog in orabase.

Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi,berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.

Intravena Imunoglobulin (IVIG). Dosis awal dengan 0,5 mg/kg BB pada hari 1, 2, 3,4, dan 6 masuk rumah sakit. Pemberian IVIG akan menghambat reseptor FAS dalamproses kematian keratinosit yang dimediasi FAS (Adithan, 2006; Siregar, 2004).Sedangkan terapi sindrom Steven Johnson pada mata dapat diberikan dengan :

Pemberian obat tetes mata baik antibiotik maupun yang bersifat garam fisiologissetiap 2 jam, untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder dan terjadinya kekeringanpada bola mata.

Pemberian obat salep dapat diberikan pada malam hari untuk mencegah terjadinyaperlekatan konjungtiva

III.7Komplikasi Syndrome Steven Johnson

Sindrom Steven Johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut:

Oftalmologi ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan

Gastroenterologi -Esophageal strictures

Genitourinaria nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal,penile scarring, stenosis vagina

Pulmonari pneumonia

Kutaneus timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulitsekunder

Infeksi sitemik, sepsis

Kehilangan cairan tubuh, shock

III.8Prognosis Syndrome Steven Johnson

SJS dan TEN adalah reaksi yang gawat. Bila tidak diobati dengan baik, reaksi inidapat menyebabkan kematian, umumnya sampai 35 persen orang yang mengalami TEN dan5-15 persen orang dengan SJS, walaupun angka ini dapat dikurangi dengan pengobatan yang baik sebelum gejala menjadi terlalu gawat. Reaksi ini juga dapat menyebabkan kebutaantotal, kerusakan pada paru, dan beberapa masalah lain yang tidak dapat disembuhkan.Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalamwaktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagaikomplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai.Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas.Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairandan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis.

DAFTAR PUSTAKA

Wijana, N. Konjungtiva. In Ilmu Penyakit Mata.1993.

Adithan C.Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert. Volume 2. Issue 1. Departement of Pharmacology. JIPMER. India. 2006. Available at:www.jipmer.edu. Cohen JL.BOIES-Buku Ajar Penyakit THT.Edisi ke6.Jakarta:EGC,1997

Hermani B,Kartosudiro S & Abdurrahman B, Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi ke 5, Jakarta:FKUI,2003

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W.Erupsi Alergi Obat.

In: KapitaSelekta Kedokteran. Volume 2.3rd edition.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Media Aesculapius. Jakarta. 2002.

Sharma, V.K. : Proposed IADVL Consensus Guidelines 2006: Management of Stevens-Johnson Syndrome ( SJS) and Toxic Epidermal Necrolysis ( TEN). IADVL.2006

PANCAROBA

MALNUTRISI

VIRUS, BAKTERI (

BATUK (

OBSTRUKSI (

MUKUS/SEKRET ((

IRITASI SALURAN NAFAS

IMUN ((

IRITASI LARYNG

INFLAMASI

RUBOR

INFLAMASI

TUMOR

DOLOR

KALOR

EDEMA

NYERI

HIPEREMIS

SUARA (

PITA SUARA TERTEKAN