ckd,hd, hpoalbmin

32
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HIPOALBUMIN YANG MENJALANI HEMODIALISA 1. GAGAL GINJAL AKUT(GGK/CKD (CRONIC KIDNEY DISEASE)) A. Pengertian Gagal ginjal kronis adalah kerusakan pada ginjal yang terus berlangsung dan tidak dapat diperbaiki, ini disebabkan oleh sejumlah kondisi dan akan menimbulkan gangguan multisystem. (Reeves chalene, 2001, dalam Alamang 2012). Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir (ERSD) adalah penyimpangan, progresis, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan uremia. (Baughman Diane C, 2002, dalam Alamang 2012). Cronic Renal Failure atau gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, yang menyebabkan uremia (retensi uretra dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Rizki, 2012). B. Etiologi a. Glomerulonefritis Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998 dalam Alamang 2012). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis

Upload: ahmad-rivai

Post on 28-Oct-2015

304 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

LP CKD dengan komplikasi hipoalbumin yang menjalani terapi hemodialisa

TRANSCRIPT

Page 1: Ckd,Hd, Hpoalbmin

LAPORAN PENDAHULUAN

KLIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HIPOALBUMIN

YANG MENJALANI HEMODIALISA

1. GAGAL GINJAL AKUT(GGK/CKD (CRONIC KIDNEY DISEASE))

A. Pengertian

Gagal ginjal kronis adalah kerusakan pada ginjal yang terus berlangsung dan tidak

dapat diperbaiki, ini disebabkan oleh sejumlah kondisi dan akan menimbulkan gangguan

multisystem. (Reeves chalene, 2001, dalam Alamang 2012).

Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir (ERSD) adalah penyimpangan,

progresis, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk

mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang

mengakibatkan uremia. (Baughman Diane C, 2002, dalam Alamang 2012).

Cronic Renal Failure atau gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang

progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, yang menyebabkan uremia (retensi

uretra dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Rizki, 2012).

B. Etiologi

a. Glomerulonefritis

Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya

tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada

glomerulus (Markum, 1998 dalam Alamang 2012). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan,

glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit

dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan

ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus

sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006, dalam Alamang

2012).

Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara

kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang

harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006 dalam Alamang

2012).

Page 2: Ckd,Hd, Hpoalbmin

b. Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) dalam dalam Alamang (2012) diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes

melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua

organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi.

Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan

adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering

ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa

diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa

darahnya .

c. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥

90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan

penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau

hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder

atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998 dalam Alamang 2012).

d. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang

semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemuka n kista-kista yang

tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan

genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik

merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu

dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh

karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini

dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih

tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa (Suhardjono, 1998 dalam

Alamang 2012).

Page 3: Ckd,Hd, Hpoalbmin

C. Patofisiologi

Gangguan pada ginjalKerusakan parenkim, kerusakan nefron

Penurunan perfusi jaringan penurunan darah, O2, dan nutrisi

Peningkatan rennin angiotensin I kemudian diubah mjd angiotensi II di paru

Peningkatan aldosteron

me↑kan reabs. Na+

Retensi cairan di ekstravaskuler

Kelebihan volume cairan

Vasokonstriksi arteriol

pe↑tan tek. glomerulus

Reabs. Cairan menurun banyak yang dibuang

termasuk protein, terutama albuminhipoalbumin

Mempengaruhi kerja tek.onkotik dan hidrostatik vaskuler tek di vaskuler

menurun

Cairan yang ter retensi masuk secara bebas ke

interstisiil edema perifer

Penurunan suplai darah ke jar. perifer

Gangguan perfusi jaringan perifer

Mempengarugi tekanan di alveoli peningkatan

tekanan cairan di alveoli

Kelebihan cairan di alveoli pertukaran O2

tidak maksimal

Gangguan pertukaran gas

Perparahan penurunan GFRakibat kerusakan

bertambah parah

Penurunan pembuangan air, garam dan sisa

metabolisme sindrom uremia

Sisa metabolisme ikut peredaran darah masuk ke lambungmual muntah

Penurunan intake pe↓nan nafsu makan

Ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh dengan

intake

Gangguan nutrisi kurang daru kebutuhan tubuh

Page 4: Ckd,Hd, Hpoalbmin

D. Manifestasi klinik

Manifestasi umum CKD diantaranya ;

Gejala gagal ginjal kronik

Anemia, dengan gejala lemah, letih, lesu.

Sesak napas

Penumpukan cairan tubuh sehingga menyebabkan pembengkakan di seluruh bagian

tubuh.

Beberapa gejala lain yang disebabkan keadaan uremik (kadar urea dalam darah yang

meningkat urea) yaitu mual, muntah dan perubahan status mental (ensefalopati),

disertai ketidakseimbangan elektrolit. Pemeriksaan USG ginjal dapat membantu dalam

mendiagnosis gagal ginjal kronis.

Gambaran klinik spesifik CKD menurut Sukandar (2006) seperti yang dikutip oleh

Alamang (2012) dijelaskan sebagai berikut :

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada

pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari

100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal

kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas,

diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk

amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan

usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah

pembatasan diet protein dan antibiotika.

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal

ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan

gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan

gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin

disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.

Page 5: Ckd,Hd, Hpoalbmin

Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye

syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada

beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau

tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga

berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang

setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai

timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost

e. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal

ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu

indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

f. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi

sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi,

dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan

mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis,

dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).

g. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.

Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering

dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat

menyebabkan kegagalan faal jantung.

E. Pemeriksaan diagnostik

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan

dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk

semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif

Page 6: Ckd,Hd, Hpoalbmin

dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan

melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.

b. Pemeriksaan laboratorium

Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat

penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit

termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.

1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)

Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai

sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).

2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)

Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.

3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit

Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan

pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG).

c. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:

1) Diagnosis etiologi GGK

Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi

(USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto

Urography (MCU).

2) Diagnosis pemburuk faal ginjal

Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi

(USG).

Page 7: Ckd,Hd, Hpoalbmin

3) Diagnosis GFR.

Selain pemeriksaan diatas patokan yang dapat digunakan dalam pemeriksaan

gagal ginjal kronis adalah GFR atau laju filtrasi rata-rata glomerulus.

Dalam klinik GFR ditentukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah :

1. endogenous creatinine clearance yaitu (hasil endogen cr.cl = 10-15% inuline cl ),

caranya adalah dengan :

- kumpul urine 24 jam

- ukur creatinin urine

- ukur creatinin plasma selama periode pengumpulan urine

- hitung GFR dengan rumus:

Karena GFR merupakan fungsi dari luas Permukaan tubuh (body surface area =

BSA) Hasilnya harus dikoreksi dengan BSA orang dewasa. Nilai standard BB orang

dewasa = 66.5 kg

Bsa = (0.02 x 66.5 ) + 0.40 = 1.73 m2

2. GFR yg paling akurat diukur dengan:

- inuline clearance atau inuline clearance atau

- iothalamate clearance iothalamate clearance

A. Sebagai “guide” untuk ukuran GFR dapat sebagai “guide” untuk ukuran GFR dapat

Dipakai serum creatinin level:

B. Rumus Barrat (1982)

GFR=

creatini ( mgmnt

)

plasma creatini(mgml

)

Page 8: Ckd,Hd, Hpoalbmin

Keterangan :

C. Rumus Counahan (1976)

D. Rumus Coccrof dan Gault (1976)

.

F. Penatalaksanaan

a. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara

progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki

metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar,

2006).

Page 9: Ckd,Hd, Hpoalbmin

1) Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi

toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan

keseimbangan negatif nitrogen.

2) Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan

utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan

memelihara status gizi.

3) Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis

mencapai 2 L per hari.

4) Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan

penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

b. Terapi simtomatik

1) Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia).

Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi

alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum

bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

2) Anemia

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi

alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat

menyebabkan kematian mendadak.

3) Keluhan gastrointestinal

Page 10: Ckd,Hd, Hpoalbmin

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada

GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK.

Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus.

Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan

simtomatik.

4) Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

5) Kelainan neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang

adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

6) Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

7) Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.

c. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada

LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,

dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006 dalam Alamang 2012).

1) Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,

dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum

tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa

yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,

bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi

refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin >

Page 11: Ckd,Hd, Hpoalbmin

10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia,

muntah, dan astenia berat.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah

dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang

kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).

Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang

14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.

2) Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di

pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak

dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit

sistem kardiovaskular, pasienpasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila

dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien

GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik

disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri,

tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari

pusat ginjal.

3) Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).

Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,

sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

b) Kualitas hidup normal kembali

c) Masa hidup (survival rate) lebih lama

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat

imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

G. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet

berlebihan dan retensi cairan serta natrium.

Page 12: Ckd,Hd, Hpoalbmin

NOC :

Electrolit and acid base balance

Fluid balance

Hydration

Kriteria Hasil:

Terbebas dari edema, efusi, anaskara

Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu

Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)

Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign

dalam batas normal

Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan

Menjelaskanindikator kelebihan cairan

Intervensi

NIC :

Fluid management

Timbang popok/pembalut jika diperlukan

Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

Pasang urin kateter jika diperlukan

Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )

Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP

Monitor vital sign

Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher,

asites)

Kaji lokasi dan luas edema

Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian

Monitor status nutrisi

Berikan diuretik sesuai interuksi

Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130

mEq/l

Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring

Page 13: Ckd,Hd, Hpoalbmin

Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminaSi

Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia,

terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )

Monitor berat badan

Monitor serum dan elektrolit urine

Monitor serum dan osmilalitas urine

Monitor BP, HR, dan RR

Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung

Monitor parameter hemodinamik infasif

Catat secara akutar intake dan output

Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB

Monitor tanda dan gejala dari odema

Beri obat yang dapat meningkatkan output urin

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet dan perubahan memberan mukosa

mulut.

NOC :

Nutritional Status : food and Fluid Intake

Nutritional Status : nutrient Intake

Weight control

Kriteria Hasil :

Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi

Tidak ada tanda tanda malnutrisi

Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

NIC :

Nutrition Management

Kaji adanya alergi makanan

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan pasien.

Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

Page 14: Ckd,Hd, Hpoalbmin

Berikan substansi gula

Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring

BB pasien dalam batas normal

Monitor adanya penurunan berat badan

Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan

Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan

Monitor lingkungan selama makan

Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

Monitor turgor kulit

Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah

Monitor mual dan muntah

Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

Monitor makanan kesukaan

Monitor pertumbuhan dan perkembangan

Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva

Monitor kalori dan intake nuntrisi

Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.

Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah

dan produk dialysis.

NOC :

Energy conservation

Self Care : ADLs

Kriteria Hasil :

Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan

RR

Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

Page 15: Ckd,Hd, Hpoalbmin

NIC :

1. Energy Management

Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan

Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan

Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat

Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan

Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas

Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

2. Activity Therapy

Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi

yang tepat.

Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik,

psikologi dan social

Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk

aktivitas yang diinginkan

Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek

Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai

Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang

Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas

Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas

Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan

Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

2. HEMODIALISA

A. Pengertian

Hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang dilakukan dengan

mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang bertujuan untuk

mengeliminasi sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan

elektrolit antara kompartemen darah dengan kompartemen dialisat melalui membran

semipermiabel.

B. Tujuan Hemodialisa

Page 16: Ckd,Hd, Hpoalbmin

a. Menunggu fungsi ginjal pulih dan dengan pengobatan atau operasi

b. Untuk mempertahankan kehidupan karena fungsi ginjal tidak pulih kembali

c. Menunggu cangkokan karena fungsi ginjal tidak pulih kembali.

C. Indikasi

a. Hiperkalemia ( K > 7 MEg / Liter ) 3,5 – 5,5 MEg/l (N)

b. Asidosis (pH darah > dari 7,15 gr %)

c. Ureum darah 200 – 300 mg %

d. Kenaikan ureum >100 mg %

e. Anuria lebih 5 hari

f. Keadaan Umum jelek pada klien penyakit ginjal

D. Proses Hemodialisis

a. Proses difusi yaitu perpindahan cairan karena perbedaan konsentrasi di darah dan

dicairan dialisat

b. Proses osmosis yaitu perpindahan cairan karena perbedaan osmolitas dalam darah

dan dialisat.

c. Proses ultrafiltrasi yaitu perpindahan cairan yang terjadi karena adanya perbedaan

tekanan hidrostatik. Beberapa istilah yang perlu diketahui diantaranya :

QB Kecepatan aliran darah semakin besar semakin baik.

Blood lines Pipa-pipa atau sealng-selang yang mengalirkan darah dari tubuh menuju

dializer dan yang dari dialyser ke tubuh. Terdiri dari :

- arteri blood line / in let /ABL (merah)

- venous blood line / out let /VBL (biru)

Ginjal buatan (dialyser) alat yang digunakan untuk mengeluarkan sampah

metabolisme tubuh atau zat toksik lain dari dalam tubuh, bila fungsi sudah tidak

memadai lagi.

Blood pump alat yang menyebabkan darah mengalir dalam sirkulasi darah, besifat

ganda yaitu menarik dan mendorong.

Double trap / air trap suatu ruangan pada ABL dan VBL yang bertugas menahan dan

mengamankan gelembung udara dalam sirkulasi darah.

Primming Pengisian cairan yang pertama kali dalam sirkulasi darah (ABL + dialyser

+ VBL)

Konduktivitas Kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan aliran listrik.

TMP (Trans Membran Pressure ) Perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan

kompatemen dialisat melalui membran. Gunanya untuk penarikan cairan / ultrafiltrasi.

E. Menyiapkan dan Memulai Hd

Page 17: Ckd,Hd, Hpoalbmin

a. Menyiapkan mesin HD dan perlengkapannya.

a. Mesin HD.

- listrik

- air yang sudah diolah / dimurnikan

- filtrasi

- surfening

- Delanisasi

- Reverse osmosis (Ro)

- Saluran pembuangan cairan pencuci (drainage)

- Mesin : Rinse

Desinfeksi dan pemanasan

Dialyse

b. Sirkulasi Dialisa

Pencampuran dialysat yaitu dialisat pekat (concentrase) dan air yang sudah

diolah dengan perbandingan : 1 : 3 s/d 4

Batch sistem : dialisat sudah dicampur lebih dahulu sebelum HD dimulai.

Proportianing system : asetat.

Bicarbonat yaitu dialisat pekat dan air yang sudah diolah, dicampur secara

otomatis, konstan selama HD oleh pompa proportianing dengan perbandingan

campuran dialisat pekat : air = 1 : 34. Campuran ini dipompakan sekali saja

kekompartemen dialisat, kemudian dibuang.

c. Sirkulasi darah

- Dialise (ginjal buatan)

- Kapiler (Hallow Fiber)

- Paralel piate, coil.

Sediaan dialyser : pemakaian pertama (baru) : kering.

Pemakaian ulang (Reuse) sampai 5 kali untuk masing-masing pasien.

- Selang darah: arteri dan vena (arterial venous blood line) ……..VBL.

1) PRIMING

Pengisian pertama sirkulasi ekstrakorpureal dengan NaCl. Tujuan :

- Mengisi : filling

- Membilas : rinsing

- Membasahi/melembabkan : Soaking.

· Perlengkapan

- Dialiser (ginjal buatan)

Page 18: Ckd,Hd, Hpoalbmin

- AUBL

- Acetata

- Set infus

- Nacl 0,9 % (2-3 kolf)

- Spuit 1 cc

- Heparin

Bila dializer telah bebas dari formalin, dilakukan primming (sama pada dializer baru).

2) MEMULAI HD

Persiapan pasien

- Timbang BB sebelum HD

- Tidur terlentang dan berikan posisi yang nyaman

- Ukur TD, Nadi, suhu, dan pernafasan.

- Observasi kesadaran dan keluhan pasien, berikan perawatan mental.

- Terangkan secara garis besar prosedur yang akan dilaksanakan.

Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi

Perlengkapan :

- Jarum punksi : * Jarum mental : AV fistula

* Jarum dengan catheter

* NaCl 0,9 % untuk pengenceran

* Heparin injeksi

* Anastesi local (lidokain, prokain) kalau ada.

* Desinfektan (alkohol,lathadine)

* klem desinfektan

* Bak keecil dan mangkok kecil

* Duk

* sarung tangan, plester 9hepafix)

- Pengalas plastik kecil ukuran ± 40 x 15 cm.

- Wadah pengkur cairan, botol pemeriksaan darah.

Prosedur / data kerja :

o Poksi Fistula (Cimino)

- Cuci tangan

- Pasang sarung tangan.

- Desinfeksi pada daerah yang akan dipunksi dengan betadine dan alkohol.

Page 19: Ckd,Hd, Hpoalbmin

- Letakkan dug sebagai pengalas dan penutup.

- Fungsi Outlet (vena) al : masuk darah kedalam tubuh, kalau perlu lakukan anstesi

local.

- Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium (bila dibutuhkan).

- Bolus heparin injeksi yang sudah diencerkan dengan NaCl (dosis awal)

- Fiksasi pada daerah fungsi dengan hepafix,

- Funksi in let (fistula) yaitu jalannya keluar darah dari tubuh.

- Fiksasi dan tutup daerah ke 2 punksi dengan duk tadi.

o Funksi Femoral

- Desifeksi daerah lipatan paha dan daerah outlet yang akan dipunksi

- Letakkan dug sebagai pengalas dan penutup

- Fuksi outlet (vena) al : masuknya darah ke dalam tubuh kalau perlu lakukan

anastesi lokal.

- Bolus heparin injeksi yang sudah diencerkan dengan NaCl (dosis awal)

- Fiksasi pada daerah fungsi dengan hipafix

- Punksi Inlet (Vena femoralis) yaitu jalan keluarnya darah dari tubuh dengan cara

anastesi lokal (mutlak) dengan anatesi filtrasi sambil mencari vena femoralis.

- Vena vemoralis di punksi secara perkutaneus jarum funksi (AV fistula) ® ukuran

166 x 1 ¼

- Fiksasi dan tutup daerah ke 2 funksi dan duk tadi.

o Mengisi / mengalirkan darah ke dalam sirkulasi ekstraktor pureal:

- Hubungkan HBL dengan Inlet (punksi Inlet/Kanula arteri) ujung ABL

dihapusnamakan.

- Buka klem, AVBL, kanula arteri, klem selang infus ditutup, klem kanula vena tetap

tertutup.

- Daerah dialirkan dalam sirkulasinya dengan menggunakan pompa darah (Qb :

100 cc/l) atau sesuai toleransi klien dan cairan primming terdorong keluar.

- Cairan primming di wadah pengukur

- Biarkan darah memasuki sirkulasi sampai cairan pada burble tiap VBL.

- Popa darah dimatikan kembali dengan Qb + 1500cc/mnt.

- Fiksasi kanula arteri dan vena. AVBL (tidak mengganggu pergerakan)

- Hidupkan pompa heparin.

- Buka klem selang monitor tekanan (arterial dan venas pressure)

- Hidupkan detektor udara.

- Ukur TD, N, P

- Observasi kesadaran dan keluhan pasien.

- Cek mesin dan sirkulasi dialysis.

Page 20: Ckd,Hd, Hpoalbmin

- Program HD

- Lakukan pencatatan (Isi formulir HD)

- Rapikan peralatan.

CATATAN

Pada awal pengisian sirkulasi dengan darah, sebaiknya posisi dialyser dibalik,

setelah bebas udara, dialiser dikembangkan ke posisi sebenarnya.

Sebelum menghubungkan VBL (dengan kanula vena, udara harus dikeluarkan lebih

dahulu dialysis dari kedua sisi).

Burble trop dipertahankan ¾ bagian .

Jumlah cairan primming yang dilakukan, disesuaikan dengan kebutuhan.

PENATALAKSANAAN SELAMA HD (HEMODIALISA)

A. Memprogramkan HD

- Lama HD

- Qb (Quick blood) kecepatan aliran darah ; 150 ml/mnt – 300 ml/mnt.

- Qd (Quick dializer) kecepatan dializat ; 400 ml/mnt – 600 ml/mnt.

- Temperatur dializat = 36,50C – 400C

- konduktivitas = 13,4

- TMP (Trans Membrana Pressure) dan UPR (ultrapiltration Rate)

- Hepatinisasi

- Pemeriksaan Lab, EKG, dll.

- Pemberian obat-obatan, transfusi, dll.

B. Pengamatan.

a. Pasien.

- TTV (Tensi, N, S, P, Kesadaran)

- Fisik

- Perdarahan

- Sarana hubungan sirkulasi

- Posisi dan aktivitas

- Keluhan dan komplikasi HD

- Berat badan.

b. Mesin HD (Hemadialisa)

- Qd

- Qb

Page 21: Ckd,Hd, Hpoalbmin

- Temperature protap 36,50C – 370C

- Konduktivitas protap 13,4

- Monitoring tekanan/pressure

- Festula pressure

- Arterial pressure

- Vena pressure : perbandingan tekanan arteri dan vena

- Delta pressure

- Heparinisasi

- Detektor

- Sirkulasi darah

- Jarum punksi / kanula

- AVDL : bubble trup., sambungan-sambungan,.klem,

- Dializer bocor, beku , udara,posisi.

- Set infus dan kolf NaCl

- Fiksasi

- Posisi.

- Sirkulasi dialisat.

- Wadah/tempat dialisat, jumlah dan isi

- Selang dialisat (Inlet dan Outlet)

- konektor

3) MENGAKHIRI HD

a. Pesiapan alat

- Kain kasa / gaas steril

- Plester / hipafix

- Verband gulung (deep)

- Alkohol dan betadine

- Antibiotik

- Bantal pasir (pada punksi famoral)

b. Cara kerja HD (Hemodialisa)

1. 5 menit sebelum HD berakhir

- db diturunkan sekitar 100 cc/menit

- VfR = C

2. Ukur TD, V

3. Blood pump stop.

4. Ujung ABL diklem ® jarum inlet dicabut ®bekas punksi inlet ditekan

5. Hubungkan ujung ABL dengan infus set

Page 22: Ckd,Hd, Hpoalbmin

6. Darah dimasukkan ke dalam tubuh dengan didorong NaCl sambil Qb jalan

7. Setelah darah masuk ke dalam tubuh blood dop, ujung VBL diklem

8. Jarum outlet dicabut, bekas punksi outlet ditekan dengan kasa steril yang diberi

betadine

9. Bila perdarahan pada bekas punksi outlet dan inlet sudah berhenti, bubuhi bekas punksi

inlet dan outlet dengan antibiotik, lalu tutup dengan kain kasa steril pasang verband

10. Ukur TD, nadi, suhu, pernafasan

11. Timbang BB

12. Isi formulir HD

3. HIPOALBUMIN

A. Pengertian

Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai normal atau

keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL (Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik

Soemyarso, 2006 dalam Reza 2012).

Fungsi albumin :

• Memelihara tekanan onkotik. Tekanan onkotik yang ditimbulkan oleh albumin akan

memelihara fungsi ginjal dan mengurangi edema pada saluran pencernaan.

• Mengusung hormon tiroid

• Mengusung hormon lain, khususnya yang dapat larut dalam lemak

• Mengusung asam lemak menuju hati

• Mengusung obat-obatan dan memperpendek waktu paruh obat tersebut

• Mengusung bilirubin

• Mengikat ion Ca2+

• Sebagai larutan penyangga

• Sebagai protein radang fase-akut negatif. Konsentrasi albumin akan menurun sebagai

pertanda fase akut respon kekebalan tubuh setelah terjadi infeksi, namun bukan

berarti bahwa tubuh sedang dalam keadaan kekurangan nutrisi

B. Etiologi

Menurut Iwan S. Handoko (2005), Adhe Hariani (2005) dan Baron (1995)

hipoalbuminemia adalah suatu masalah umum yang terjadi pada pasien. Hipoalbuminemia

Page 23: Ckd,Hd, Hpoalbmin

dapat disebabkan oleh masukan protein yang rendah, pencernaan atau absorbsi protein

yang tak adekuat dan peningkatan kehilangan protein yang dapat ditemukan pada pasien

dengan kondisi medis kronis dan akut:

1. Kurang Energi Protein,

2. Kanker,

3. Peritonitis,

4. Luka bakar,

5. Sepsis,

6. Luka akibat Pre dan Post pembedahan (penurunan albumin plasma yang terjadi setelah

trauma),

7. Penyakit hati akut yang berat atau penyakit hati kronis (sintesa albumin menurun),

8. Penyakit ginjal (hemodialisa),

9. Penyakit saluran cerna kronik,

10. Radang atau Infeksi tertentu (akut dan kronis),

11. Diabetes mellitus dengan gangren, dan

12. TBC paru.

C. Klasifikasi Hipoalbuminemia

Defisiensi albumin atau hipoalbuminemia dibedakan berdasarkan selisih atau jarak

dari nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,5–5 g/dl atau total kandungan albumin dalam

tubuh adalah 300-500 gram (Albumin.htm, 2007 dan Peralta, 2006). Klasifikasi

hipoalbuminemia menurut Agung M dan Hendro W (2005) adalah sebagai berikut:

1. Hipoalbuminemia ringan : 3,5–3,9 g/dl

2. Hipoalbuminemia sedang : 2,5–3,5 g/dl

3. Hipoalbuminemia berat : < 2,5 g/dl

D. Penanganan

Hipoalbuminemia dikoreksi dengan Albumin intravena dan diet tinggi albumin

(Sunanto, 2006), dapat dilakukan dengan pemberian diet ekstra putih telur, atau ekstrak

albumin dari bahan makanan yang mengandung albumin dalam kadar yang cukup tinggi.

Penangan pasien hipoalbumin di RS dr. Sardjito Yogyakarta dilakukan dengan pemberian

putih telur sebagai sumber albumin dan sebagai alternatif lain sumber albumin adalah

ekstrak ikan lele (Tri Widyastuti dan M. Dawan Jamil, 2005). Sedangkan pada RS dr. Saiful

Anwar Malang, penanganan pasien hipoalbuminemia dilakukan dengan pemberian BSA

Page 24: Ckd,Hd, Hpoalbmin

(Body Serum Albumer), dan segi gizi telah dilakukan pemanfaatan bahan makanan seperti

estrak ikan gabus, putih telur dan tempe kedelai (Reza, 2012).

Untuk menaikkan level albumin, dibutuhkan makanan yang bernilai gizi tinggi, yaitu

sama dengan atau lebih tinggi dari 4.0-5,2 g/dl. Makanan yang mengandung protein.

Makanan dari hewani seperti daging sapi, ikan, ayam, telur, susu mengandung kandungan

protein tingkat tinggi. Sedangkan kacang – kacangan, sayur – sayuran mempunyai tingkat

kandungan protein lebih rendah (Vaniya, 2000).

Page 25: Ckd,Hd, Hpoalbmin

DAFTAR PUSTAKA

Alamang, M. H. 2012. Bab II Makalah Belajar Cronic Kidney Disease. http://digilib.unimus.

ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-alamang0a0-5465-2-babii.pdf, diakses 07 Agustus

2013.

Daryadi. 2008. Hemodialisa. http:// nsyadi.blogspot.com/2011/12/hemodialisa.html, diakses

07 Agustus 2013.

Kurniadi, Rizki. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cronic Renal Failure (Crf) / Gagal

Ginjal Kronis Aplikasi Nanda, Noc, Nic. http: //nickeasvirandarisbi.com/2010/02/askep-

gagal-ginjal-nandanic-noc.html. diakses 07 Agustus 2013.

Pahlevi, M. Reza. 2012. Hipoalbuminemia. //digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/

Hipoalbuminemia. Pdf, diakses 07 Agustus 2013.

Venny, Vaniya. 2000. Hipoalbumin Instalasi Gizi Rs. Bhayangkara Polda Bengkulu.

http://www.facebook.com/InstalasiGiziRsBhayangkaraPoldaBengkulu/posts/

173063829522698, diakses 07 Agustus 2013.